SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Suara Merdeka
Minggu, 16 September 2007
Anak Semata Wayang
Cerpen: Whani Darmawan
SELEMBAR diary tersibak, sebaris puisi tertera...
Ayah,....
Tuliskanlah darahmu, di atas kanvas putih jiwaku. Agar tak hanya kukenang selalu, tetapi
mengalir juga dalam derasan darahku....
Wanadri tertegun. Jelas itu buku harian anaknya yang masih berusia delapan tahun. Apakah
anak usia sewindu bisa menulis seperti itu? Jangan-jangan ia hanya menjiplak bait puisi
yang ia temukan dalam koleksi buku yang ada di rak. Tetapi apa maksudnya? Mengertikah
ia?
Wanadri meletakkan sapu yang sedang dipegangnya. Ia duduk, seolah bersiap memecahkan
teka-teki sudoku yang gampang-gampang sulit.
"Hidup seperti mimpi," gumamnya kemudian tanpa mengerti pasti mengapa tiba-tiba
kalimat padat itu terlontar demikian. Mungkin, ya, hidup memang seperti mimpi. Sudah
setara umur anaknya ia menduda, semenjak Surati isterinya meninggal dalam kecelakaan
gantung diri. Waktu itu Surati ketakutan tak mampu menjawab kebutuhan ekonomi, dan
ketakutan akan hamil lagi. Wanadri merasa, kadang peristiwa dan persoalan hidup memang
sulit untuk dipahami, kendati sesuatu sungguh-sungguh terjadi. Cerita seperti yang terjadi
pada dirinya kadang-kadang lebih bisa dipercaya jika dilihat sebagai film. Ia sendiri dulu
juga pernah menyangkal, kenapa kepahitan hidup bisa menimpa dirinya, tetapi selang ia
merenung, ia sendiri menganggap bahwa pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sombong.
Seolah menafikan dirinya sebagai manusia yang tak bakal bisa terjamah oleh peristiwa
pahit sepahit-pahitnya. Ia pun menghela napas dan tafakur sejenak memohon ampunan atas
kelancangan pertanyaannya itu kepada Tuhan.
Wanadri mengempaskan napasnya.
Masa itu sudah lama sekali. Wanadri sudah tak ingin mengingatnya. Tetapi ada yang ia
lupa. Lupa mengingat rasa sakitnya. Itu mengherankan dirinya. Sudah lama ia tidak lagi
bisa merasakan apakah ia sedih ataukah gembira, apakah perlu menangis ataukah tertawa.
Seolah semua kelengkapan hidup, penderitaan, semua sudah lewat. Anaknya semata
wayang menggoreskan tekad, bahwa ia tidak boleh menghindar dari tanggung jawab.
Wanadri menyadari gerunjalan napasnya, dan kembali menunduk mencermati jilidan kertas
tulis di tangannya,....
Ayah,
Rekamlah kisahmu dalam recorder otakku. Agar tak hanya terngiang selalu, tetapi
mengebor dalam pilihan sikap hidupku. Agar senantiasa cerita kepahlawanan sehari-hari
menjadi milikku. Menjadi kakiku.
Ia tulis ini semua tentang kepahlawanan? Dari mana anak ini mampu menulis dengan
bahasa dan pemaknaan sedalam itu!? Wanadri tak ingin mengecilkan arti anak kecil, ia
hanya merasa takjub setakjub-takjubnya. Apakah ada kelainan spiritual pada anaknya
tersebut? Ataukah kecerdasan emosinya terlalu tinggi? Hmm,...kepahlawanan. Itukah yang
selama delapan tahun Wanadri lakukan kepada anaknya? Wanadri tak yakin dirinya
seheroik kata-kata itu. Sepenuhnya ia hanya merasa tanggung jawab. Lumrah kalau ia
melakukan hal-hal yang itu bisa mencukupi kebutuhan jiwa-raga anaknya. Oleh teman-
temannya, Wanadri dijuluki sang akrobater. Pemain sirkus. Tentu, julukan itu bermakna
canda, ledekan, sekaligus serius. Pagi hari sebelum termenung di hadapan mesin tulis, ia
memasak untuk sarapan anaknya, kemudian mengantarnya ke sekolah. Siang pada saat ia
istirahat, ia menjemput anaknya. Jika tak satu pun teman anaknnya itu muncul, ia taruh
anaknya di antara tumpukan kertas, koran dan buku. Menggambar, mencoret-coret, menjadi
permainannya yang biasa. Kadang waktu menulis dan mengasuh anak bertubrukan tak
terelakkan. Wanadri sering memilih untuk menemani anaknya. Ada kalanya antara
perasaan dan tubuhnya ia rasakan seperti cerai-berai. Antara tubuhnya yang lelah dengan
kehendak ingin menemani anaknya guna mendapatkan dunia permainan yang semestinya
sesuai umurnya. Bahkan ia pernah punya suatu simpulan atas peran orangtua kepada
anaknya dan kemauan untuk menulis. Di tengah kepap pikirannya ia sering menarik napas
dalam, "Ini keperkasaan ataukah kebodohan?" gumamnya. "Ataukah sesuatu yang biasa
saja."
Apakah sikap bela semacam itu yang diterjemahkan anaknya menjadi kata "pahlawan
sehari-hari?" Siapakah sesungguhnya anaknya itu?
Wanadri berdiri. Di tangannya masih terpegang buku harian anaknya. Ia berjalan menuju
kamar dan mendapatkan anak itu tertidur pulas. Napasnya halus. Pelupuk matanya licin
seperti diolesi minyak. Bibirnya ranum memerah.
"Siapakah kamu?" bisik Wanadri lembut, lebih kepada diri sendiri.
Ayah,
Ajarkanlah kesetiaan kepadaku. Agar tak hanya jadi bualan, tetapi menjadi serat dalam
dagingku.
Memang. Ada beberapa peristiwa aneh tentang perilaku anaknya, yang membuat Wanadri
tegang, cemas, sekaligus takjub. Pertama, saat ia berumur tiga tahun. Pada saat itu Wanadri
sungguh-sungguh merasa naas. Tidak ada pekerjaan yang masuk hingga tabungannya ludes
untuk bertahan hidup. Wanadri sangat cemas dan mengutuk dirinya sendiri. Menghakimi
dirinya sebagai orangtua yang tidak becus. Bahkan untuk kebutuhan pokok anaknya pun ia
harus berhutang. Tetapi ia tidak mampu berkelit. Ia ingat betul bagaimana ia memarahi
anaknya karena anaknya tersebut tidak mau makan dan minum susu yang uangnya ia dapat
dari pinjam. Bahkan anaknya sampai menangis ketakutan, meski tetap tak mau makan.
Baru sehari kemudian anaknya itu mau makan dan minum seperti biasa. Tetapi anehnya,
sehari kemudian ia kembali mogok makan. Wanadri sunguh-sungguh marah. Tetapi belum
lagi tumpah emosinya, seorang tua tetangganya yang kebetulan lewat nyeletuk, "Anak
nggak mau makan itu biasa. Kalau sehari makan sehari tidak, yaa....siapa tahu, mungkin dia
sedang nDaud?"
Wanadri tercengang. Anak tiga tahun melakukan puasa Daud? Ia tidak ingin percaya, tetapi
setelah anaknya melakukan pola makan demikian, ia menyerah, meski ia sangat cemas,
khawatir kalau anaknya sakit. Setelah Wanadri mendapatkan pekerjaan, anaknya
menghentikan kebiasaan makan melompat hari tersebut.
Peristiwa kedua pada saat Saketi, anaknya itu, berumur lima tahun. Oleh karena centang-
perentang keinginannya untuk menemani anaknya dan kemampuan fisik dan psikisnya
terbatas, Wanadri mengalami stres. Ia jadi sering marah dan membentak. Ia tahu itu tidak
baik, tetapi ia tak mampu mengendalikan. Jika pada saat demikian datang, Saketi hanya
terdiam. Hal yang ia lakukan kemudian adalah mengambil sapu kemudian menyapu lantai,
atau mencuci piring dan gelas yang masih teronggok di jerambah sumur. Wanadri mau
nangis menghadapi ketidakmampuannya. Wanadri merasa bahwa ia harus membebaskan
diri dari himpitan itu. Ia pun mengajak anaknya untuk berenang di telaga Perwitasari
-sebuah telaga berdebit raksasa dengan ukuran melingkar dua kali lapangan sepak bola,
dengan kedalaman tak seorang pun tahu pasti.
Pada saat itu, Saketi justru tidak mau berenang. Ini sesuatu yang aneh, mengingat Saketi
sangat suka bermain air. Jadilah Wanadri berenang sendirian, melepaskan penat pikiran
dengan air. Berenang kian kemari, menyelam, melompat, seakan Wanadri lupa diri.
Anaknya hanya menunggui di pinggir telaga sambil terus memandang bapaknya. Peristiwa
tak dapat ditebak. Pada saat Wanadri berada di tengah telaga, perutnya terasa mengejang. Ia
mencoba melawan, tetapi kejang di perut serasa mencengkeram seluruh kemampuannya
berenang. Berkecipak tangan Wanadri bergerak serabutan. Ia kemudian tak ingat apa pun.
Dan ketika terbangun banyak orang merubungnya. Anaknya menangis laiknya anak kecil
kehilangan orangtua. Yang mengagetkan Wanadri kemudian adalah ungkapan orang-orang
yang merubungnya,
"Siapakah anak bapak itu?"
Apa maksudnya? Wanadri tak dapat menjawab, karena tak mengerti maksud pertanyaan
itu.
"Siapakah anak kecil itu?" tandas mereka lagi.
"Ya anak saya...kenapa?"
"Bukan. Anak bapak tadi berlari di atas air dan menyeret bapak, seperti ia sedang menyeret
sesuatu di daratan."
Wanadri tidak mengerti. Ia memandang anaknya yang masih mewek dengan air mata
berderai.
"Kamu tadi yang menyelamatkan bapak dari tenggelam?"
"Yaa...," ujar dia sambil merengek.
"Bagaimana?"
"Berenang..."
"Tidak! Dia tadi berlari! Sumpah demi Tuhan! Anak kecil itu tadi berlari di atas air!"
Serentak orang-orang itu bicara hal yang sama, nyaris keras seperti bantahan. Saketi
semakin ketakutan dan merangkul bapaknya. Wanadri segera memeluk anaknya dan
mengakhiri kemustahilan ini; pulang.
Benak Wanadri terus digumuli ketakjuban. Siapakah kamu, anakku? gumamnya dalam hati
sambil memandangi wajah anaknya yang pulas tertidur. Tetapi perenungannya tidak tuntas.
Sedari tadi ia terganggu oleh suara pertengkaran tetangga sebelah. Di pelataran, Wanadri
melihat isteri Sokran si tukang becak, sedang mengusir suaminya,
"Macam bayi saja kamu! Uang sekolah anakmu kamu makan! Kemarin kamu curi gajiku,
sekarang berani-beraninya kamu mau jual televisi hanya untuk berjudi!"
"Judi itu menganakkan uang. Nanti kalau menang juga untuk siapa!?" bantah Sokran.
"Kapan kamu menjadi pemenang!! Selamanya bayi ya tetap bayi! Minggat kamuu!"
Sementara mak dan bapaknya terlibat dalam baratayudha itu, Kopet, anak lelaki satu-
satunya pasangan sangar itu terdiam sambil tangannya terus melap sepedanya. Drama pun
selesai. Wanadri masuk.
Rasa takjub kepada anaknya mengalahkan peristiwa rumah tangga Sokran. Tiba-tiba
terlintas kecemasan dalam diri Wanadri bahwa dia kelak tidak akan mampu menghadapi
anaknya. Karena tiba-tiba saja ia merasa menjadi orang asing kepada anaknya. "Adakah
antara anak dan orangtua itu sesungguhnya asing?" batin Wanadri. Adakah orangtua-anak
yang sungguh-sungguh bisa memahami siapa mereka sesungguhnya, dan hubungan macam
apa yang sesungguhnya berlangsung? Jika ketidaktahuan muncul, tidakkah sebaiknya
sesama manusia saling menghormati, supaya tidak membuat kesalahan.
Wanadri meraih tangan anaknya di tengah lelap tidurnya. Ia cium punggung tangan
anaknya, seperti ia mencium tangan kiai. Hatinya bergumam, "Kamu anakku, kamu bukan
anakku. Mungkin saja kita ini kawan yang dijodohkan. Shubanallah.... ***
Omahkebon, Juli 2007.

More Related Content

What's hot

Novel seindah-mawarberduri
Novel seindah-mawarberduriNovel seindah-mawarberduri
Novel seindah-mawarberdurishinju90
 
Cinta brontosauruscdfhgjgj
Cinta brontosauruscdfhgjgjCinta brontosauruscdfhgjgj
Cinta brontosauruscdfhgjgjelannn1
 
Four Things U Can Not Take Back
Four Things U Can Not Take BackFour Things U Can Not Take Back
Four Things U Can Not Take BackAbdia Khumaira
 
cerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiricerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiriNovi Indah
 
Workshop tewe damae untuk m2net
Workshop tewe damae untuk m2netWorkshop tewe damae untuk m2net
Workshop tewe damae untuk m2netdamae53
 
Aku ingin seperti laki laki
Aku ingin seperti laki lakiAku ingin seperti laki laki
Aku ingin seperti laki lakionessfee
 
Bunga Mawar Kuning Tercinta
Bunga Mawar Kuning TercintaBunga Mawar Kuning Tercinta
Bunga Mawar Kuning TercintaNur Agustinus
 
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016Fajar Sany
 
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)Andri Goodwood
 
Bahasa Indonesia - Cerpen
Bahasa Indonesia - CerpenBahasa Indonesia - Cerpen
Bahasa Indonesia - CerpenWahyu Perwira
 

What's hot (19)

HaPPy16rd
HaPPy16rdHaPPy16rd
HaPPy16rd
 
Teror via email part 1
Teror via email part 1Teror via email part 1
Teror via email part 1
 
Novel seindah-mawarberduri
Novel seindah-mawarberduriNovel seindah-mawarberduri
Novel seindah-mawarberduri
 
Cinta brontosauruscdfhgjgj
Cinta brontosauruscdfhgjgjCinta brontosauruscdfhgjgj
Cinta brontosauruscdfhgjgj
 
Four Things U Can Not Take Back
Four Things U Can Not Take BackFour Things U Can Not Take Back
Four Things U Can Not Take Back
 
cerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiricerpen karangan sendiri
cerpen karangan sendiri
 
Hujan bulan juni
Hujan bulan juniHujan bulan juni
Hujan bulan juni
 
Workshop tewe damae untuk m2net
Workshop tewe damae untuk m2netWorkshop tewe damae untuk m2net
Workshop tewe damae untuk m2net
 
Aku ingin seperti laki laki
Aku ingin seperti laki lakiAku ingin seperti laki laki
Aku ingin seperti laki laki
 
Miraw.cintasepanjangamazon
Miraw.cintasepanjangamazonMiraw.cintasepanjangamazon
Miraw.cintasepanjangamazon
 
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
 
Bunga Mawar Kuning Tercinta
Bunga Mawar Kuning TercintaBunga Mawar Kuning Tercinta
Bunga Mawar Kuning Tercinta
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016
Kumpulan Cerpen oleh Fajar Sany edisi Juni 2016
 
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
 
Bahasa Indonesia - Cerpen
Bahasa Indonesia - CerpenBahasa Indonesia - Cerpen
Bahasa Indonesia - Cerpen
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Dear diary di negeri sakura by (seshakri)
Dear diary di negeri sakura by (seshakri)Dear diary di negeri sakura by (seshakri)
Dear diary di negeri sakura by (seshakri)
 
Kata kata gombal
Kata kata gombalKata kata gombal
Kata kata gombal
 

Viewers also liked

Cregit Recovering token level authorship from Git
Cregit Recovering token level authorship from GitCregit Recovering token level authorship from Git
Cregit Recovering token level authorship from Gitdmgerman
 
he Future of Continuous Integration in GNOME
he Future of Continuous Integration in GNOME he Future of Continuous Integration in GNOME
he Future of Continuous Integration in GNOME dmgerman
 
Towards a Census of Free and Open Source Licenses
Towards a Census of Free and Open Source LicensesTowards a Census of Free and Open Source Licenses
Towards a Census of Free and Open Source Licensesdmgerman
 
Downloadbrandequity doc of Arvinoor Siregar SH MH
Downloadbrandequity doc of Arvinoor Siregar SH MHDownloadbrandequity doc of Arvinoor Siregar SH MH
Downloadbrandequity doc of Arvinoor Siregar SH MHAndri Goodwood
 
Bangku beton (sunlie thomas alexander)
Bangku beton (sunlie thomas alexander)Bangku beton (sunlie thomas alexander)
Bangku beton (sunlie thomas alexander)Andri Goodwood
 
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)Andri Goodwood
 
On editing text and Emacs: 9 habits of highly effective text editing
On editing text and Emacs: 9 habits of highly effective text editingOn editing text and Emacs: 9 habits of highly effective text editing
On editing text and Emacs: 9 habits of highly effective text editingdmgerman
 
The adoption of FOSS workfows in commercial software development: the case of...
The adoption of FOSS workfows in commercial software development: the case of...The adoption of FOSS workfows in commercial software development: the case of...
The adoption of FOSS workfows in commercial software development: the case of...dmgerman
 
Components license
Components licenseComponents license
Components licensedmgerman
 
The Promises and Perils of Mining Github: MSR'2014
The Promises and Perils of Mining Github: MSR'2014The Promises and Perils of Mining Github: MSR'2014
The Promises and Perils of Mining Github: MSR'2014dmgerman
 

Viewers also liked (13)

Project
ProjectProject
Project
 
Diapositivas metodos de estudios
Diapositivas metodos de estudiosDiapositivas metodos de estudios
Diapositivas metodos de estudios
 
Bullying
BullyingBullying
Bullying
 
Cregit Recovering token level authorship from Git
Cregit Recovering token level authorship from GitCregit Recovering token level authorship from Git
Cregit Recovering token level authorship from Git
 
he Future of Continuous Integration in GNOME
he Future of Continuous Integration in GNOME he Future of Continuous Integration in GNOME
he Future of Continuous Integration in GNOME
 
Towards a Census of Free and Open Source Licenses
Towards a Census of Free and Open Source LicensesTowards a Census of Free and Open Source Licenses
Towards a Census of Free and Open Source Licenses
 
Downloadbrandequity doc of Arvinoor Siregar SH MH
Downloadbrandequity doc of Arvinoor Siregar SH MHDownloadbrandequity doc of Arvinoor Siregar SH MH
Downloadbrandequity doc of Arvinoor Siregar SH MH
 
Bangku beton (sunlie thomas alexander)
Bangku beton (sunlie thomas alexander)Bangku beton (sunlie thomas alexander)
Bangku beton (sunlie thomas alexander)
 
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)
Dongeng penunggu surau (mahmudi arif d)
 
On editing text and Emacs: 9 habits of highly effective text editing
On editing text and Emacs: 9 habits of highly effective text editingOn editing text and Emacs: 9 habits of highly effective text editing
On editing text and Emacs: 9 habits of highly effective text editing
 
The adoption of FOSS workfows in commercial software development: the case of...
The adoption of FOSS workfows in commercial software development: the case of...The adoption of FOSS workfows in commercial software development: the case of...
The adoption of FOSS workfows in commercial software development: the case of...
 
Components license
Components licenseComponents license
Components license
 
The Promises and Perils of Mining Github: MSR'2014
The Promises and Perils of Mining Github: MSR'2014The Promises and Perils of Mining Github: MSR'2014
The Promises and Perils of Mining Github: MSR'2014
 

Similar to Anak semata wayang (whani darmawan)

Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)arvin2014
 
Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Andri Goodwood
 
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko PinurboSebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko PinurboFelix Dass
 
Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak)
Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak)Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak)
Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak)Arvinoor Siregar SH MH
 
Mungkin ini cerita pernah kamu dengar
Mungkin ini cerita pernah kamu dengarMungkin ini cerita pernah kamu dengar
Mungkin ini cerita pernah kamu dengarObelisk Aegis
 
Penjambung lidah rakjat_soukarno
Penjambung lidah rakjat_soukarnoPenjambung lidah rakjat_soukarno
Penjambung lidah rakjat_soukarnofrisca maulida
 
Penjambung lidah rakjat soekarno
Penjambung lidah rakjat   soekarnoPenjambung lidah rakjat   soekarno
Penjambung lidah rakjat soekarnoTrisna Nurdiaman
 
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)Rizka A. Hutami
 
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Andri Goodwood
 
Four Things U Can Not Take Back
Four  Things  U Can Not  Take  BackFour  Things  U Can Not  Take  Back
Four Things U Can Not Take BackAbdia Khumaira
 
Sandek atawa orkesmadun3
Sandek atawa orkesmadun3Sandek atawa orkesmadun3
Sandek atawa orkesmadun3Syamsul Noor
 
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat IndonesiaBung Karno - Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat IndonesiaPuguh Nugroho
 
Rembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata IbuRembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata Ibujefkenzie
 
Menebus Dosa Di Jalanku
Menebus Dosa Di JalankuMenebus Dosa Di Jalanku
Menebus Dosa Di JalankuNaashirMubarok
 

Similar to Anak semata wayang (whani darmawan) (20)

Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)
 
Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)
 
Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)Dalam rindu (hembang tambun)
Dalam rindu (hembang tambun)
 
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko PinurboSebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
 
Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak)
Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak)Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak)
Serdadu tua dan jipnya (wilson nadeak)
 
Mungkin ini cerita pernah kamu dengar
Mungkin ini cerita pernah kamu dengarMungkin ini cerita pernah kamu dengar
Mungkin ini cerita pernah kamu dengar
 
Penjambung lidah rakjat_soukarno
Penjambung lidah rakjat_soukarnoPenjambung lidah rakjat_soukarno
Penjambung lidah rakjat_soukarno
 
Penjambung lidah rakjat soekarno
Penjambung lidah rakjat   soekarnoPenjambung lidah rakjat   soekarno
Penjambung lidah rakjat soekarno
 
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)
Analisis Cerita Pendek (Judul: Pemetik Air Mata)
 
Doa emak untuk asa
Doa emak untuk asaDoa emak untuk asa
Doa emak untuk asa
 
Krakteristik balai pustaka
Krakteristik balai pustakaKrakteristik balai pustaka
Krakteristik balai pustaka
 
Tika hujan turun
Tika hujan turunTika hujan turun
Tika hujan turun
 
Para Penanti
Para PenantiPara Penanti
Para Penanti
 
Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)
 
Four Things U Can Not Take Back
Four  Things  U Can Not  Take  BackFour  Things  U Can Not  Take  Back
Four Things U Can Not Take Back
 
Sandek atawa orkesmadun3
Sandek atawa orkesmadun3Sandek atawa orkesmadun3
Sandek atawa orkesmadun3
 
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat IndonesiaBung Karno - Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
 
Biografi Soekarno
Biografi SoekarnoBiografi Soekarno
Biografi Soekarno
 
Rembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata IbuRembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata Ibu
 
Menebus Dosa Di Jalanku
Menebus Dosa Di JalankuMenebus Dosa Di Jalanku
Menebus Dosa Di Jalanku
 

More from Andri Goodwood

More from Andri Goodwood (20)

Paging systems-24
Paging systems-24Paging systems-24
Paging systems-24
 
Outdoor clothing-04
Outdoor clothing-04Outdoor clothing-04
Outdoor clothing-04
 
Oprah winfrey-23
Oprah winfrey-23Oprah winfrey-23
Oprah winfrey-23
 
Kittens for-sale-19
Kittens for-sale-19Kittens for-sale-19
Kittens for-sale-19
 
Jackson ms-23
Jackson ms-23Jackson ms-23
Jackson ms-23
 
Guitar music-23
Guitar music-23Guitar music-23
Guitar music-23
 
Glendale ca-23
Glendale ca-23Glendale ca-23
Glendale ca-23
 
Funny doormats-23
Funny doormats-23Funny doormats-23
Funny doormats-23
 
French food-33
French food-33French food-33
French food-33
 
Franchise opportunities-11
Franchise opportunities-11Franchise opportunities-11
Franchise opportunities-11
 
Fragrance for-men-24
Fragrance for-men-24Fragrance for-men-24
Fragrance for-men-24
 
Forum snowboards-23
Forum snowboards-23Forum snowboards-23
Forum snowboards-23
 
Format for-minutes-of-meeting-04
Format for-minutes-of-meeting-04Format for-minutes-of-meeting-04
Format for-minutes-of-meeting-04
 
Food storage-24
Food storage-24Food storage-24
Food storage-24
 
Flight information-03
Flight information-03Flight information-03
Flight information-03
 
Fire extinguisher-inspections-19
Fire extinguisher-inspections-19Fire extinguisher-inspections-19
Fire extinguisher-inspections-19
 
Film studies-03
Film studies-03Film studies-03
Film studies-03
 
Federal student-loans-19
Federal student-loans-19Federal student-loans-19
Federal student-loans-19
 
Fayetteville north-carolina-23
Fayetteville north-carolina-23Fayetteville north-carolina-23
Fayetteville north-carolina-23
 
European vacation-packages-10
European vacation-packages-10European vacation-packages-10
European vacation-packages-10
 

Anak semata wayang (whani darmawan)

  • 1. Suara Merdeka Minggu, 16 September 2007 Anak Semata Wayang Cerpen: Whani Darmawan SELEMBAR diary tersibak, sebaris puisi tertera... Ayah,.... Tuliskanlah darahmu, di atas kanvas putih jiwaku. Agar tak hanya kukenang selalu, tetapi mengalir juga dalam derasan darahku.... Wanadri tertegun. Jelas itu buku harian anaknya yang masih berusia delapan tahun. Apakah anak usia sewindu bisa menulis seperti itu? Jangan-jangan ia hanya menjiplak bait puisi yang ia temukan dalam koleksi buku yang ada di rak. Tetapi apa maksudnya? Mengertikah ia? Wanadri meletakkan sapu yang sedang dipegangnya. Ia duduk, seolah bersiap memecahkan teka-teki sudoku yang gampang-gampang sulit. "Hidup seperti mimpi," gumamnya kemudian tanpa mengerti pasti mengapa tiba-tiba kalimat padat itu terlontar demikian. Mungkin, ya, hidup memang seperti mimpi. Sudah setara umur anaknya ia menduda, semenjak Surati isterinya meninggal dalam kecelakaan gantung diri. Waktu itu Surati ketakutan tak mampu menjawab kebutuhan ekonomi, dan ketakutan akan hamil lagi. Wanadri merasa, kadang peristiwa dan persoalan hidup memang sulit untuk dipahami, kendati sesuatu sungguh-sungguh terjadi. Cerita seperti yang terjadi pada dirinya kadang-kadang lebih bisa dipercaya jika dilihat sebagai film. Ia sendiri dulu juga pernah menyangkal, kenapa kepahitan hidup bisa menimpa dirinya, tetapi selang ia merenung, ia sendiri menganggap bahwa pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sombong. Seolah menafikan dirinya sebagai manusia yang tak bakal bisa terjamah oleh peristiwa pahit sepahit-pahitnya. Ia pun menghela napas dan tafakur sejenak memohon ampunan atas kelancangan pertanyaannya itu kepada Tuhan. Wanadri mengempaskan napasnya. Masa itu sudah lama sekali. Wanadri sudah tak ingin mengingatnya. Tetapi ada yang ia lupa. Lupa mengingat rasa sakitnya. Itu mengherankan dirinya. Sudah lama ia tidak lagi bisa merasakan apakah ia sedih ataukah gembira, apakah perlu menangis ataukah tertawa. Seolah semua kelengkapan hidup, penderitaan, semua sudah lewat. Anaknya semata wayang menggoreskan tekad, bahwa ia tidak boleh menghindar dari tanggung jawab. Wanadri menyadari gerunjalan napasnya, dan kembali menunduk mencermati jilidan kertas tulis di tangannya,.... Ayah, Rekamlah kisahmu dalam recorder otakku. Agar tak hanya terngiang selalu, tetapi mengebor dalam pilihan sikap hidupku. Agar senantiasa cerita kepahlawanan sehari-hari menjadi milikku. Menjadi kakiku.
  • 2. Ia tulis ini semua tentang kepahlawanan? Dari mana anak ini mampu menulis dengan bahasa dan pemaknaan sedalam itu!? Wanadri tak ingin mengecilkan arti anak kecil, ia hanya merasa takjub setakjub-takjubnya. Apakah ada kelainan spiritual pada anaknya tersebut? Ataukah kecerdasan emosinya terlalu tinggi? Hmm,...kepahlawanan. Itukah yang selama delapan tahun Wanadri lakukan kepada anaknya? Wanadri tak yakin dirinya seheroik kata-kata itu. Sepenuhnya ia hanya merasa tanggung jawab. Lumrah kalau ia melakukan hal-hal yang itu bisa mencukupi kebutuhan jiwa-raga anaknya. Oleh teman- temannya, Wanadri dijuluki sang akrobater. Pemain sirkus. Tentu, julukan itu bermakna canda, ledekan, sekaligus serius. Pagi hari sebelum termenung di hadapan mesin tulis, ia memasak untuk sarapan anaknya, kemudian mengantarnya ke sekolah. Siang pada saat ia istirahat, ia menjemput anaknya. Jika tak satu pun teman anaknnya itu muncul, ia taruh anaknya di antara tumpukan kertas, koran dan buku. Menggambar, mencoret-coret, menjadi permainannya yang biasa. Kadang waktu menulis dan mengasuh anak bertubrukan tak terelakkan. Wanadri sering memilih untuk menemani anaknya. Ada kalanya antara perasaan dan tubuhnya ia rasakan seperti cerai-berai. Antara tubuhnya yang lelah dengan kehendak ingin menemani anaknya guna mendapatkan dunia permainan yang semestinya sesuai umurnya. Bahkan ia pernah punya suatu simpulan atas peran orangtua kepada anaknya dan kemauan untuk menulis. Di tengah kepap pikirannya ia sering menarik napas dalam, "Ini keperkasaan ataukah kebodohan?" gumamnya. "Ataukah sesuatu yang biasa saja." Apakah sikap bela semacam itu yang diterjemahkan anaknya menjadi kata "pahlawan sehari-hari?" Siapakah sesungguhnya anaknya itu? Wanadri berdiri. Di tangannya masih terpegang buku harian anaknya. Ia berjalan menuju kamar dan mendapatkan anak itu tertidur pulas. Napasnya halus. Pelupuk matanya licin seperti diolesi minyak. Bibirnya ranum memerah. "Siapakah kamu?" bisik Wanadri lembut, lebih kepada diri sendiri. Ayah, Ajarkanlah kesetiaan kepadaku. Agar tak hanya jadi bualan, tetapi menjadi serat dalam dagingku. Memang. Ada beberapa peristiwa aneh tentang perilaku anaknya, yang membuat Wanadri tegang, cemas, sekaligus takjub. Pertama, saat ia berumur tiga tahun. Pada saat itu Wanadri sungguh-sungguh merasa naas. Tidak ada pekerjaan yang masuk hingga tabungannya ludes untuk bertahan hidup. Wanadri sangat cemas dan mengutuk dirinya sendiri. Menghakimi dirinya sebagai orangtua yang tidak becus. Bahkan untuk kebutuhan pokok anaknya pun ia harus berhutang. Tetapi ia tidak mampu berkelit. Ia ingat betul bagaimana ia memarahi anaknya karena anaknya tersebut tidak mau makan dan minum susu yang uangnya ia dapat dari pinjam. Bahkan anaknya sampai menangis ketakutan, meski tetap tak mau makan. Baru sehari kemudian anaknya itu mau makan dan minum seperti biasa. Tetapi anehnya, sehari kemudian ia kembali mogok makan. Wanadri sunguh-sungguh marah. Tetapi belum lagi tumpah emosinya, seorang tua tetangganya yang kebetulan lewat nyeletuk, "Anak nggak mau makan itu biasa. Kalau sehari makan sehari tidak, yaa....siapa tahu, mungkin dia sedang nDaud?"
  • 3. Wanadri tercengang. Anak tiga tahun melakukan puasa Daud? Ia tidak ingin percaya, tetapi setelah anaknya melakukan pola makan demikian, ia menyerah, meski ia sangat cemas, khawatir kalau anaknya sakit. Setelah Wanadri mendapatkan pekerjaan, anaknya menghentikan kebiasaan makan melompat hari tersebut. Peristiwa kedua pada saat Saketi, anaknya itu, berumur lima tahun. Oleh karena centang- perentang keinginannya untuk menemani anaknya dan kemampuan fisik dan psikisnya terbatas, Wanadri mengalami stres. Ia jadi sering marah dan membentak. Ia tahu itu tidak baik, tetapi ia tak mampu mengendalikan. Jika pada saat demikian datang, Saketi hanya terdiam. Hal yang ia lakukan kemudian adalah mengambil sapu kemudian menyapu lantai, atau mencuci piring dan gelas yang masih teronggok di jerambah sumur. Wanadri mau nangis menghadapi ketidakmampuannya. Wanadri merasa bahwa ia harus membebaskan diri dari himpitan itu. Ia pun mengajak anaknya untuk berenang di telaga Perwitasari -sebuah telaga berdebit raksasa dengan ukuran melingkar dua kali lapangan sepak bola, dengan kedalaman tak seorang pun tahu pasti. Pada saat itu, Saketi justru tidak mau berenang. Ini sesuatu yang aneh, mengingat Saketi sangat suka bermain air. Jadilah Wanadri berenang sendirian, melepaskan penat pikiran dengan air. Berenang kian kemari, menyelam, melompat, seakan Wanadri lupa diri. Anaknya hanya menunggui di pinggir telaga sambil terus memandang bapaknya. Peristiwa tak dapat ditebak. Pada saat Wanadri berada di tengah telaga, perutnya terasa mengejang. Ia mencoba melawan, tetapi kejang di perut serasa mencengkeram seluruh kemampuannya berenang. Berkecipak tangan Wanadri bergerak serabutan. Ia kemudian tak ingat apa pun. Dan ketika terbangun banyak orang merubungnya. Anaknya menangis laiknya anak kecil kehilangan orangtua. Yang mengagetkan Wanadri kemudian adalah ungkapan orang-orang yang merubungnya, "Siapakah anak bapak itu?" Apa maksudnya? Wanadri tak dapat menjawab, karena tak mengerti maksud pertanyaan itu. "Siapakah anak kecil itu?" tandas mereka lagi. "Ya anak saya...kenapa?" "Bukan. Anak bapak tadi berlari di atas air dan menyeret bapak, seperti ia sedang menyeret sesuatu di daratan." Wanadri tidak mengerti. Ia memandang anaknya yang masih mewek dengan air mata berderai. "Kamu tadi yang menyelamatkan bapak dari tenggelam?" "Yaa...," ujar dia sambil merengek. "Bagaimana?" "Berenang..." "Tidak! Dia tadi berlari! Sumpah demi Tuhan! Anak kecil itu tadi berlari di atas air!"
  • 4. Serentak orang-orang itu bicara hal yang sama, nyaris keras seperti bantahan. Saketi semakin ketakutan dan merangkul bapaknya. Wanadri segera memeluk anaknya dan mengakhiri kemustahilan ini; pulang. Benak Wanadri terus digumuli ketakjuban. Siapakah kamu, anakku? gumamnya dalam hati sambil memandangi wajah anaknya yang pulas tertidur. Tetapi perenungannya tidak tuntas. Sedari tadi ia terganggu oleh suara pertengkaran tetangga sebelah. Di pelataran, Wanadri melihat isteri Sokran si tukang becak, sedang mengusir suaminya, "Macam bayi saja kamu! Uang sekolah anakmu kamu makan! Kemarin kamu curi gajiku, sekarang berani-beraninya kamu mau jual televisi hanya untuk berjudi!" "Judi itu menganakkan uang. Nanti kalau menang juga untuk siapa!?" bantah Sokran. "Kapan kamu menjadi pemenang!! Selamanya bayi ya tetap bayi! Minggat kamuu!" Sementara mak dan bapaknya terlibat dalam baratayudha itu, Kopet, anak lelaki satu- satunya pasangan sangar itu terdiam sambil tangannya terus melap sepedanya. Drama pun selesai. Wanadri masuk. Rasa takjub kepada anaknya mengalahkan peristiwa rumah tangga Sokran. Tiba-tiba terlintas kecemasan dalam diri Wanadri bahwa dia kelak tidak akan mampu menghadapi anaknya. Karena tiba-tiba saja ia merasa menjadi orang asing kepada anaknya. "Adakah antara anak dan orangtua itu sesungguhnya asing?" batin Wanadri. Adakah orangtua-anak yang sungguh-sungguh bisa memahami siapa mereka sesungguhnya, dan hubungan macam apa yang sesungguhnya berlangsung? Jika ketidaktahuan muncul, tidakkah sebaiknya sesama manusia saling menghormati, supaya tidak membuat kesalahan. Wanadri meraih tangan anaknya di tengah lelap tidurnya. Ia cium punggung tangan anaknya, seperti ia mencium tangan kiai. Hatinya bergumam, "Kamu anakku, kamu bukan anakku. Mungkin saja kita ini kawan yang dijodohkan. Shubanallah.... *** Omahkebon, Juli 2007.