Menulis perjalanan merupakan kegiatan menulis tentang pengalaman dan informasi yang diperoleh selama melakukan perjalanan. Penulis perjalanan harus mampu mengamati dan mencatat berbagai hal menarik yang ditemui sepanjang perjalanan agar dapat dituliskan dan disampaikan kepada pembaca. Dalam tulisan tersebut, penulis juga membahas tentang definisi menulis serta tips untuk menulis catatan perjalanan.
2. Disajikan oleh
Hai, sobat. Saya Damae
Wardani, nama pena dari gadis
berkacamata kelahiran lembah
Paris Van Java, Siti Dzarfah
Maesaroh. Aktif di dunia kata
melalui kegiatan
blogging, komunitas
menulis, dan jurnalistik online.
Seuntai senyum persahabatan
merekah lewat jabat
hati, pertanda pintu saling
berbagi terbuka lebar untuk
Anda. Welcome to LEARNING
BY DOING.
3. MENULIS, APA ITU?
Saya sering ditanya ,
"bagaimana cara memulai tulisan?",
"bagaimana agar tulisan kita dimuat
dimedia?", atau yang paling gampang ,
"ajarin saya nulis dong"
4. Saya balik bertanya,
"bukankah sejak sekolah dasar sampai
perguruan tinggi setiap orang sudah diajari
tentang menulis?"
5. Jadi, MENULIS ITU APA?
• Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001)
melahirkan pikiran atau perasaan
seperti mengarang dan membuat
surat dengan tulisan
• Sapardi (2005) menulis adalah
menulis apa saja, pokoknya tidak
mengutip dan menerjemahkan
• Sunardi Rinakit (2008) menulis
adalah suatu pekerjaan yang
melelahkan, karena si penulis tidak
tahu barometer pengaruh tulisan
tersebut.
6. Pertanyaan selanjutnya,
Apa definisi tersebut yang Anda maksud? Lalu,
apakah definisi tersebut membantu Anda dalam
menulis?
7. Nah, apa pendapat Anda tentang
definisi menulis?
• profesi / pekerjaan yang harus dilakukan setiap
hari sebagaimana wartawan;
• kewajiban untuk mendapatkan gelar akademik
melalui penulisan skripsi, tesis atau disertasi;
• cara untuk mendapatkan duit;
• alat untuk meningkatkan karier,
• media untuk mengkampayekan diri atau
program,
• dan lain sebagainya
8. The main point
"menulis pada
prinsipnya hanyalah
permainan bahasa
dengan merangkai kata-
kata menjadi
kalimat, menyusun
kalimat menjadi
paragraf, dan kumpulan-
kumpulan paragraf.
Itulah yang disebut
dengan tulisan"
9. Bagi saya, menulis sebagai bentuk
ekspresi diri melalui media tulisan
agar pikiran/gagasan/pengalaman
bisa sampai ke khalayak dengan
beragam maksud dan tujuan.
10. LALU, APA ITU MENULIS
PERJALANAN?
• Pernah melakukan
perjalanan?
• Apa yang Anda dapat dari
perjalanan itu?
• Sudahkah kita berbagi
apa yang kita dapat itu
untuk orang lain?
11. MENULIS PERJALANAN ITU APA?
“Menulis apa pun yang Anda dapat sepanjang
perjalan agar dapat tersampaikan kepada
khalayak, denan beragam maksud dan tujuan”
Penulisnya disebut Travel Writer
12. Bagaimana Cara Menulisnya?
1. Tentukan tujuan perjalanan
2. Riset Pustaka
3. Pilih rute yang tidak biasa
4. Jeli mengamati setiap stimulus yang
ditangkap panca indera
5. Ambil angel yang menarik untuk ditulis
13. Ciri-ciri Penulis Perjalanan:
1. Ramah Sosial
2. Tidur di pos ronda, ok. Di hotel berbintang
juga bukan masalah besar
3. Menjunjung tinggi toleransi
4. Semakin asing daerah persinggahan, semakin
menantang baginya
5. Tak pernah melecehkan negaranya sendiri
14. Bagaimana cara memulainya?
“Mulailah menulis. Sementara waktu, lupakan
sejenak bahwa kita tidak bisa menulis.
Persetankan rumus-rumus menulis yang baik"
-Nukman Lutfie-
"Tulislah apa yang Anda pikirkan, jangan pikirkan
apa yang Anda tuliskan"
15. Menulislah,
Jika kau ingin sejarah tahu namamu
Sebenar-benar merdekanya jiwa dan raga
Tak beku di pengap waktu
Menulislah,
Ayat-ayat alam semesta
Tak mati tanpa arti
Menunggumumenyapanya Tak fana meski jasadmu telah tiada
Bisiknya, belainya, peluknya,
Begitu hangat dan dekat Menulislah,
Mereka mengharapmu lebih peka Meski penamu tak setajam pujangga tinta
Meski kata-katamu tak seindah penyair cinta
Menulislah, Meski kertasmu tak seputih kanvas lukis
Jika racau jiwamu tak lagi dimengerti
Cukuplah sepuluh jemarimu menari
Jika teriakan nuranimu tak lagi didengar
Teriakan yang membahana semesta
Sayup-sayup sirna termakan usia Menulislah,
Tapi tidak untuk tulisanmu Hidupmu lebih sastrawi dari novel
Ia abadi sepanjang ketidakabadian bumi Lebih bermajas dari puisi
Lebih indah dari pelangi
Menulislah, Tunggu apa lagi?
Meski kaki tanganmu tersandra
Tapi hati dan pikiranmu tak bisa dipenjara
Mereka tak kenal batas ruang dan waktu
Mereka perekat jiwa dan nyatamu
Berdesir,
Mengalir
Mengembara sudut dunia
16. Packing: Kesiapan Mental
Pagi masih buta. Jika di rumah, biasa kita dengar kokok ayam saling bersahutan, atau kicau burung riang menyambut senyum mentari dari ufuk timur. Tapi disini, di sebuah syurga
ilmu yang kerap diidentikan dengan penjara suci, sama sekali beda dengan keseharian di komplek perumahan. Di pesantren yang konon terbesar se-Jawa Tengah, terbitnya fajar selalu
diiringi dengan alunan merdu ayat-ayat kitab suci dan senandung nasyid khas Timur Tengah-an. Sayup-sayup membahana bumi Benda, begitu sapaan akrab untuk sebuah desa yang
masih termasuk kawasan kaki gunung Slamet. Membisiki jiwa-jiwa yang masih terkulai diatas kasur lantai. Mengajak mereka bangun dan bersegera antri untuk mensucikan diri.
Jarum jam belum tepat menunjuk angka 3. Tapi hampir semua pengurus pesantren yang mendapat jadwal membangunkan santri pagi ini, sudah siaga berkeliling asrama dengan
sebilah kayu (bentong_red) ditangan. Mereka menggedor setiap pintu kamar dan membangunkan satu per satu pemilik mata yang masih terlelap dalam mimpinya. Tak terkecuali
kamar EDS (English Department Student). Kamar yang lebih dikenal dengan sebutan 'Komplek Bahasa' ini mendapat predikat 'Kamar Tertelat' lantaran selalu kesiangan dan ada saja
dua empat yang terlambat berjama'ah subuh di masjid An-Nur. Tak heran jika petugas piket yang menggedor pintu kamar 08 dalam asrama Ummu Sulaim Bawah ini acap kali kesal
sendiri atau lebih memilih mencatat nama-nama mereka yang terlambat untuk ditindaklanjuti siang harinya. Jika sudah demikian, ketua pondok pasti turun tangan. Ia tak segan
memukul dan membangunkan dengan emosi jika masih ada mata yang terpejam di atas jam 4 pagi. Sedikit menyeramkan . Fenomena ini seperti kisah penjajahan Belanda yang
semena-mena terhadap bangsa kita. Meski sejatinya hal ini tidak perlu terjadi jika saja santri bisa bangun bersamaan dengan raung sirine berkali-kali sampai adzan subuh selesai
bergema.
"Dog! Dog! Dog! Dog! Bangun.. Bangun… !" Bentong dan teriakan pengurus terdengar dari luar. Mengagetkan. Sembari mengelus dada, saya bukakan pintu kamar yang masih terkunci
dari dalam.
"Damae? Tumben, biasanya kamu baru saja tidur jam segini" Sudah saya duga, hari ini pasti jadwal dia, teman satu kelas yang paling rajin bertanya soal Matematika. Meski kadang
tampak sedikit bengis jika sedang memberi hukuman, tapi itu tak pernah ia tunjukan dihadapan saya. Pantas saja ia selalu menyapa.
"Iya. Malam ini belum bisa memejamkan mata sama sekali. Aku bingung soal SOP."
"Bingung kenapa? Bukankah semua perbekalan sudah siap? Coba lihat, sebanyak apa barang bawaanmu?" tanyanya dengan kedua bola mata tertuju pada deretan tas yang tersusun
rapi di sudut selatan kamar.
Huhf.. Beres dari mana, kawan? Aku sama sekali belum packing. Baju saja masih menggantung di jemuran belakang. Perbekalan aneka makanan pun belum terbeli semua. Terlebih,
tas. Aku belum dapat pinjaman tas yang cukup untuk mengangkut semua perbekalan itu. Sudah barang tentu, tasku takkan kau temui di deretan pojok sana. Jerit hati ini, namun
mulut seolah enggan menyuarakan.
Belum packing dan melengkapi perbekalan, bukan berarti saya terlalu santai atau malah menyepelekan persiapan SOP ini. Melainkan kebimbangan hati saya seolah menghambat
langkah untuk bersegera. Tak peduli semua tas, ransel, koper, dan segenap perbekalan teman lainnya sudah siap dan tetata rapi di depan mata. Karena sejatinya, bukan banyaknya isi
tas yang paling saya butuhkan saat SOP nanti. Tapi kesiapan mental dan kesehatan fisik yang benar-benar harus dipastikan 'fix' sebelum kaki ini melangkah ke kota tujuan agenda
setengah bulan ke depan, Jogjakarta.
Ya, mental. Mental yang kuat, kata salah seorang pembimbing, akan membingkai kekuatan hati dan pikiran. Jika ketiganya kuat, maka segala hal yang akan terjadi setibanya di tempat
SOP, takkan menjadi hambatan berat yang bisa menghalangi langkah. Juga tak gentar saat dilanda bertubi-tubi masalah. Namanya bukan dirumah sendiri, siapa bisa mengira apa yang
akan terjadi nanti.
Kekuatan mental inilah yang masih saya ragukan keberadaannya dalam diri saya. Hal ini pula yang membuat saya tampak sangat santai dihadapan kawan-kawan, lantaran belum satu
tas pun barang bawaan di packing. Bahkan sehari sebelum pemberangkatan, saya masih menghandle 3 rapat organisasi di tiga tempat yang berbeda. Sayang, kesiapan mental justru
seringkali mereka lupakan. Tak sedikit pula yang menyepelekan.
"Allohu Akbar, Allohu Akbar…" Panggilan solat subuh membuyarkan kebingungan yang telah memaksa mata ini terjaga semalaman. Agaknya hari ini justru saya yang akan terlambat,
karena lima menit pasca adzan akan ditutup gerbang menuju ke masjid. Sedang saya belum mandi bahkan wudhu sekalipun. Ah, dasar Damae...