Dokumen tersebut membahas tentang ketidaksesuaian antara tata ruang kehutanan dengan tata ruang provinsi Kalimantan Tengah akibat konversi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Perencana dianggap tidak memperhatikan etika perencana dengan tidak melayani kepentingan umum dan lingkungan, serta menimbulkan benturan kepentingan antar pihak.
Ilham,indah,lina 3 1 a eco-healt residential.konservasibiodiversitas bioub 2012
Konflik tata ruang kehutanan dengan tata ruang wilayah dalam konteks etika perencana
1. Konflik Tata Ruang Kehutanan Dengan Tata Ruang Wilayah dalam Konteks Etika
Perencana, Studi Kasus : Perkebunan Sawit Provinsi Kalimantan Tengah
Nadya Azzahra
Tata ruang adalah sebuah ekspresi geografis yang menverminkan lingkup kebijakan yang
dibuat masyarakat terkait dengan ekonomi, sosial dan kebudayaan. (Wahid, 2016). Perencanaan
tata ruang dianggap mampu mempercepat pembangunan dan mengurangi kesenjangan wilayah.
Pada Undang-Undang nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa Penataan ruang adalah suatu
sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Setiap daerah wajib melaksanakan penataan ruang, Tujuan dari penataan ruang sendiri adalah
untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Namun pada kenyataannya masih
banyak permasalahan penataan ruang yang terjadi, salah satunya adalah konflik lahan kehutanan,
Konflik lahan kehutanan lebih kompleks dibandingkan dengan sektor lain, hal ini dikarenakan
konflik bisa mellibatkan berbagai pihak mulai dari pemerintah, swasta maupun masyarakat lokal.
Salah satu sumber konflik kehutanan di Indonesia adalah konversi kawasan (Wulan, Yasmi, Purba,
& Wollenberg, 2004). Konversi kawasan hutan di Indonesia paling besar dialokasikan untuk
perkebunan sawit Data dari BPS menyebutkan bahwa luas area perkebunan kelapa sawit di
Indonesia setiap tahunnya bertambah, pada Tahun 2020 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia
mencapai 14.456.600 ha (BPS, 2020). Hal ini dikarenakan peran kelapa sawit sebagai indsutri
yang menjajikan, Pertumbuhan industri sawit akan berperan penting pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Namun pertambahan luasan perkebunan sawit ini menyisakan berbagai
masalah lain seperti deforestasi di Indonesia karena sifat penyebarannya yang cepat dalam waktu
yang singkat. Salah satu provinsi yang memiliki laju pertumbuhan perkebunan kelapa sawit
tercepat adalah Provinsi Kalimantan Tengah. Laju pertumbuhan ini menyebabkan Provinsi
Kalimantan Barat merupakan salah satu daerah dengan tingkat deforestasi paling tinggi di
Indonesia. Permasalahan lain adalah banyak dari perkebunan sawit di Kalimantan Tengah di
bangun secara tidak prosedural. (Kemenhut, 2012) Tentunya permasalahan ini tidak lepas juga
dari peran perencana sebagai penyusun rencana penataan ruang, perencana harus mengedepankan
etika perencana dalam melakukan suatu perencanaan. Oleh karena itu, tujuan dari penulisan essai
2. ini adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk ketidaksesuaian tata ruang kehutanan di Kalimantan
Tengah dalam konteks etika perencana.
Kalimantan Tengah adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di
Pulau Kalimantan. Ibu kotanya adalah Kota Palangka Raya. Berdasarkan sensus tahun 2010,
provinsi ini memiliki populasi 2.202.599 jiwa. Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah memiliki
luas 15,3 juta Ha atau 153.564,50 km2 dan didominasi wilayah 80% hutan. Hutan primer tersisa
sekitar 25% dari luas wilayah. Lahan yang luas saat ini mulai didominasi kebun Kelapa sawit.
Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi yang mengalami dinamika pengukuhan
kawasan hutan yang rumit sehingga sampai dengan tahun 2010 belum tercapai
padu serasi antara tata ruang kehutanan dengan tata ruang provinsi (Setiawan, Maryudi, Purwanto,
& Lele, 2017). Tentu dengan adanya ketidaksesuaiannya anatara tata ruang kehutanan dengan tata
ruang provinsi ini secara langsung dapat disangkut pautkan dengan perencana yang meruapakan
pelaku utama penysusn dokumen tata ruang. Oleh karena itu, perlu adanya peninjauan etika
perencana. Dalam studi kasus di Kalimantan Tengah ini beberapa prinsip etika perencana yang
tidak sesuai dan tidak mencerminkan perencana yang baik, diantara lain :
Tidak melayani kepentingan umum
Perencana bisa dianggap tidak melayani kepentingan umum karena dengan adanya konflik
lahan yang merujuk kepada kepentingan golongan yaitu pelaku industri kelapa sawit
Tidak menghinndari benturan kepentingan
Dengan adanya pemanfaatan lahan hutan sebagai lahan perkebuna kelapa sawit, tentu hal ini
menyebabkan benturan antar berbagai pihak mulai dari pemerinah, swasta dan masyaraakt
lokal
Tidak menjaga kepercayaan public
Publik yang mengandalkan hutan sebagai sumber kehidupan akan merasa dikhianati oleh
pembuat kebijakan, hal ini akan menimbulkan trust issue bagi perencana
Selain ditinjau dari prinsip etika perencana, ketidaksesuaian etika perencana di Kalimantan tengah
juga bisa dilihat dari Etik Perencana. Perencana sebagai pembuat kebijakan penataan ruang di
Kalimantan Tengah tidak memenhi etik perencana, yaitu kejujuran, keadilan, accountability, dan
melayani kepentingan umum.
3. Kejujuran
Aspek kejujuran yang bisa disoroti dalam studi kasus ini adalah dengan adanya benturan
kepentingan antara pelaku industri kelapa sawit dengan masyarakat lokal serta dokumen tata
ruang sendiri
Keadilan
Perencana bisa dianggap tidak adil akrena tidak bertanggungjawab pada public, karena dalam
pelaksanaan tata ruang terdapat pembangunan perkebunan kelapa sawit yang tidak terbuka
kepada publik
Accountability
Perencan tidak bisa menjaga kepercayaan masyarakat yang menyerahkan urusan penataan
ruang kepada perencana, karena dengan adnaya pemabngunan perkebunan kelapa sawit yang
ada bisa merugikan masyarakat
Melayani Kepentingan umum
Kepentingan umum disini adalah pelestarian lingkuangan alam, jelas dengan adanya
pemabngunan dan konversi lahan perkebunan kealapa sawit ini akan menurunkan luasan
huatan sebagai paru-paru dunia
Sebagai perencana memang terdapat banyak dilema dalam melakukan suatu perencanaan,
namun perencan juga harus bisa memperhatikan etika perencana dalam menyusun suatu
perencanaan, Perencana tidak boleh condong dalam satu aspek saja karena perencanaan yang
dilakukan adalah perencanaan di berbagai aspek, semua harus sesuai dengan proporsi dan
kebutuhannya. Contihnya adalah dalam studi kasu di Kalimantan Tengah ini, perencana
seharusnya tidak mengorbankan lingkugan (hutan) demi kepentingan ekonomi (industri kelapa
sawit). Peran hutan sebagai paru-paru dunia tidak boleh dihilangkan, sehingga perencana harus
lebih bisa memperhatikan etika perencana.
4. Daftar Pustaka
BPS. (2020). Luas Tanaman Perkebunan Menurut Provinsi (Ribu Hektar), 2018-2020. Jakarta:
Badan Pusat Statistika.
Kemenhut. (2012). Statistik Bidang Planologi Kehutanan Tahun 2011. Jakarta: Kementrian
Kehutanan.
Setiawan, E. N., Maryudi, A., Purwanto, R. H., & Lele, G. (2017). Konflik Tata Ruang
Kehutanan Dengan Tata Ruang WilayaH (Studi Kasus Penggunaan Kawasan Hutan
Tidak Prosedural untuk Perkebunan Sawit Provinsi Kalimantan Tengah). Jurnal Bhumi.
Wahid, A. Y. (2016). Hukum Tata Ruang. Jakarta: Prenada Media.
Wulan, Y. C., Yasmi, Y., Purba, C., & Wollenberg, E. (2004). Analisa Konflik Sektor
Kehutanan di Indonesia 1997-2003. Bogor: Center for International Forestry Research.