Makalah ini membahas lima topik utama tentang Islam yaitu konsep kesalihan pribadi dan sosial dalam Islam, pengertian kompetensi dan pandangan Islam, konsep hidup sehat Nabi Muhammad, kiat menghadapi kemajuan teknologi, serta ciri dan syarat negara demokratis.
1. Hasil Kerja Ujian Akhir
Semester Ganjil 2020/2021
Nama : Ainun Naim
NIM : 52119089
No. HP : 085713970558
Waktu Ujian : Jum’at, 29 November 2020
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Nama Dosen : MansyurAzami, M.Ag,
Kode Mata Kuliah : 32352E5FA
Kode Kelas :
Fakultas : Teknik
Program Studi : Teknik Sipil
TATAP MUKA
16
2. 2020
2 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,hidayah
serta karunia-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Ujian Akhir
Semester Pendidikan Agama Islam tepat pada waktunya.Saya menyadari bahwa makalah yang
saya selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik
dan saran dari semua kalangan yang bersifatmembangun guna kesempurnaan makalah saya
selanjutnya.Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
sertadalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta saya berharap agar makalah
tentang Agama Islam ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.
3. 2020
3 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................2
DAFTAR ISI .......................................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..................................................................................................................................5
A. Konsep Islam Tentang Kesalihan Pribadi Dan Kesalihan Sosial..................................................5
B. Pengertian Kompetensi Dan Pandangan Islam Tentang Kompetensi ........................................9
C. KonsepHidupSehatDanBersihNabi MuhammadSholallahuAlaihi WassalamDalamKehidupan
Sehari-hari..................................................................................................................................12
D. Kiat Kiat Untuk Menghadapi Kemajuan Di Teknologi Di Era Globalisasi ...................................14
E. Ciri Dan Syarat Suatu Negara Demokratis..............................................................................18
Pengertian Demokrasi .............................................................................................................19
Demokrasi Dalam Al-Qur’an.....................................................................................................20
Realitas Demokrasi Di Negara Muslim.......................................................................................23
BAB III............................................................................................................................................26
PENUTUP .......................................................................................................................................26
A. Kesimpulan .........................................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
4. 2020
4 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
Sebagai agama terakhir, Islam diketahui memliki karakteristik yang khasdibandingkan dengan
agama –agama yang datang sebelumnya. Dalam upaya memahamiajaran Islam, berbagai aspek
yang berkenaan dengan Islam itu perlu dikaji secara seksama.Sehingga dapat dihasilkan
pemahaman Islam secara komprehensif. Hal ini pentingdilakukan, karena kualitas pemahaman
ke-Islaman seseorang akan mempengaruhi pola pikir,sikap dan tindakan ke-Islaman yang
bersangkutan.Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-Nya untuk di
ajarkankepada umat manusia. Dibawa secara berantai (estafet) dari satu generasi ke
generasiselanjutnya dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayat,
danpetunjuk Allah SWT bagi manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahman dan
rahimAllah SWT. Mayoritas manusia di bumi ini memeluk agama Islam. Banyak juga
yangmemilih menjadi mualaf setelah mengetahui semua kebenaran ajaran NabiMuhammad
SAW. yang tercantum dalam Al-Quran.Namun di masa kejayaan islam pada masa sekarang,
semakin banyak orang-orangyang beragama islam, akan tetapi tidak mengerti arti islam itu
sendiri. Mereka hanyamenjalankan syari’ah atau ajaran-ajaran islam tanpa mengerti makna dari
Islam itu sendiri.Oleh karena itu makalah ini akan membahas mengenai apa arti islam baik
secarabahasa maupun secara istilah, dan bagaimana karakteristik agama Islam serta
mengetahuisejarah dari agama Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Konsep Islam Tentang Kesalihan Pribadi Dan Kesalihan Sosial
2. Pengertian Kompetensi Dan Pandangan Islam Tentang Kompetensi
3. Konsep Hidup Sehat Dan Bersih Nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam
Dalam Kehidupan Sehari-hari
4. Kiat Kiat Untuk Menghadapi Kemajuan Di Teknologi Di Era Globalisasi
5. Ciri Dan Syarat Suatu Negara Demokratis
5. 2020
5 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Islam Tentang Kesalihan Pribadi Dan Kesalihan Sosial
Sering kita dengar dari kalangan Muslim, orang yang mempertentangkan antara kesalehan
individual dan kesalehan sosial. Mereka memisahkan secara dikotomis antara dua bentuk
kesalehan ini. Seolah-olah dalam Islam memang ada dua macam kesalehan: “kesalehan
individual/ ritual” dan “kesalehan sosial”.
Dalam kenyataannya, kita juga melihat masih terdapat ketimpangan yang tajam antara
kesalehan individual dan kesalehan sosial. Banyak orang yang saleh secara individual, namun
tidak atau kurang saleh secara sosial.
Kesalehan individual kadang disebut juga dengan kesalehan ritual, kenapa? Karena lebih
menekankan dan mementingkan pelaksanaan ibadah ritual, seperti shalat, puasa, zakat, haji,
zikir, dst. Disebut kesalehan individual karena hanya mementingkan ibadah yang semata-mata
berhubungan dengan Tuhan dan kepentingan diri sendiri. Sementara pada saat yang sama
mereka tidak memiliki kepekaan sosial, dan kurang menerapkan nilai-nilai islami dalam
kehidupan bermasyarakat. Pendek kata, kesalehan jenis ini ditentukan berdasarkan ukuran
serba formal, yang hanya hanya mementingkan hablum minallah, tidak disertai hablum minan
nas.
Sedangkan “Kesalehan Sosial” menunjuk pada perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan
nilai-nilai islami, yang bersifat sosial. Bersikap santun pada orang lain, suka menolong, sangat
concern terhadap masalah-masalah ummat, memperhatikan dan menghargai hak sesama;
mampu berpikir berdasarkan perspektif orang lain, mampu berempati, artinya mampu
merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan seterusnya. Kesalehan sosial dengan demikian
adalah suatu bentuk kesalehan yang tak cuma ditandai oleh rukuk dan sujud, puasa, haji
melainkan juga ditandai oleh seberapa besar seseorang memiliki kepekaan sosial dan berbuat
kebaikan untuk orang-orang di sekitarnya. Sehingga orang merasa nyaman, damai, dan tentram
berinteraksi dan bekerjasama dan bergaul dengannya.
6. 2020
6 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
Dalam Islam, sebenarnya kedua corak kesalehan itu merupakan suatu kemestian yang tak usah
ditawar. Keduanya harus dimiliki seorang Muslim, baik kesalehan individual maupun
kesalehan sosial. Agama mengajarkan “Udkhuluu fis silmi kaffah !” bahwa kesalehan dalam
Islam mestilah secara total !”. Ya shaleh secara individual/ritual juga saleh secara sosial.
Karena ibadah ritual selain bertujuan pengabdian diri pada Allah juga bertujuan membentuk
kepribadian yang islami sehingga punya dampak positif terhadap kehidupan sosial, atau
hubungan sesama manusia.
Karena itu, kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur dari seperti ibadah ritualnya shalat
dan puasanyanya, tetapi juga dilihat dari output sosialnya/ nilai-nilai dan perilaku sosialnya:
berupa kasih sayang pada sesama, sikap demokratis, menghargai hak orang lain, cinta kasih,
penuh kesantunan, harmonis dengan orang lain, memberi dan membantu sesama.
Dalam sebuah hadis dikisahkan, bahwa suatu ketika Nabi Muhammad SAW mendengar berita
tentang seorang yang rajin shalat di malam hari dan puasa di siang hari, tetapi lidahnya
menyakiti tetangganya. Apa komentar nabi tentang dia, singkat saja, “Ia di neraka.” Kata nabi.
Hadis ini memperlihatkan kepada kita bahwa ibadah ritual saja belum cukup. Ibadah ritual
mesti dibarengi dengan kesalehan sosial.
Dalam hadis lain diceritakan, bahwa seorang sahabat pernah memuji kesalehan orang lain di
depan Nabi. Nabi bertanya, “Mengapa ia kau sebut sangat saleh?” tanya Nabi. Sahabat itu
menjawab, “Soalnya, tiap saya masuk masjid ini dia sudah salat dengan khusyuk dan tiap saya
sudah pulang, dia masih saja khusyuk berdoa.” “Lho, lalu siapa yang memberinya makan dan
minum?” tanya Nabi lagi. “Kakaknya,” sahut sahabat tersebut. Lalu kata Nabi, “Kakaknya
itulah yang layak disebut saleh.” Sahabat itu diam.
Kenapa? Karena sebuah pengertian baru terbentuk dalam benaknya, bahwa ukuran kesalehan,
dengan begitu, menjadi lebih jelas. Kesalehan tidak hanya dilihat dari ketaatan dan
kesungguhan seseorang dalam menjalankan ibadah ritual, karena ini sifatnya hanya individual
dan sebatas hubungan dengan Allah (Hablum minallah) tetapi kesalehan juga dilihat dari
dampak kongkretnya dalam kehidupan bermasyarakat. Kesalehan sangat tergantung pada
tindakan nyata seseorang, dalam hubungannya dengan sesama manusia (Hablum minan nas);
juga sangat tergantung pada sikap serta prilakunya terhadap alam, baik hewan, tumbuh-
tumbuhan dsb (hablum minal alam).
Karena itu kesalehan mencakup hubungan baik dengan Allah (hablum minallah), hubungan
baik dengan sesama manusia (hablum minan nas), dan hubungan baik dengan alam (hablum
minal alam).
Agaknya karena pemahaman seperti ini pula, maka ketika seorang Kiyai pernah ditanya
santrinya, “Kiyai seperti apa sih yang disebut orang shaleh”? Kiyai itu menjawab: yaitu “Orang
yang menyeimbangkan ushali dan usaha, ” artinya orang saleh adalah orang yang mampu
7. 2020
7 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
menyeimbangkan antara ibadah ritual dan prilaku sosialnya. Artinya tidak hanya rajin
beribadah, tetapi berprilaku baik pada sesama sebagai manifestasi dari ibadahnya itu.
Dengan demikian, Islam bukan agama individual. Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad
adalah agama yang dimaksudkan sebagai rahmat bagi semesta alam (Rahmatan lil alamin).
Agama yang tidak hanya untuk kepentingan penyembahan dan pengabdian diri pada Allah
semata tetapi juga menjadi rahmat bagi semesta alam. Karena itu, dalam al-Quran kita jumpai
fungsi manusia itu bersifat ganda, bukan hanya sebagai abdi Allah tetapi juga sebagai
khalifatullah. Khalifatullah berarti memegang amanah untuk memelihara, memanfaatkan,
melestarikan dan memakmurkan alam semesta ini, karena itu mengandung makna hablum
minan nas wa Hablum minal alam.
Bagaimana mungkin kita bisa membuat alam ini lestari, makmur dan penuh kedamain bila
kita tidak memiliki sikap yang baik terhadap sesama manusia maupun pada alam semesta.
Dalam rangka itu, maka hampir tidak ada ibadah yang dianjurkan dalam Islam yang tidak
memiliki nilai atau efek sosial, yang dimaksudkan untuk tahzib, ta’dib dan tazkiyat al-nafs.
Tahzib berarti mengarahkan jiwa, ta’dib berarti membentuk karakteristik jiwa yang baik, serta
tazkiyat al-nafs yang berarti untuk pensucian jiwa. Artinya semua ibadah itu pada akhirnya
ditujukan untuk membentuk prilaku yang melakukan ibadah itu, yang ujung2nya akan memberi
dampak sosial pada lingkungan sekitarnya.
Kita lihat saja shalat, misalnya. Shalat, dimulai dengan takbir “Allahu Akbar”. Ini
menunjukkan bahwa hidup seorang Muslim itu didasarkan kepada pengabdian kepada Allah
Yang Maha Besar. Setelah melakukan dialog dengan Allah, meminta petunjuk jalan yang
benar, shalat ditutup dengan salam, ke kanan dan ke kiri, yang berarti diharapkan dapat
memberikan efek sosial yang tinggi, menyebarkan perdamaian dan keselamatan (Salam) bagi
semua pihak, baik yang di kiri maupun yang di kanan. Karena itu shalat mestinya tanha anil
fahsya’i wal munkar. Dengan demikian kalau ada orang yang rajin shalat, tapi masih suka
menyakiti orang lain, maka shalatnya patut dipertanyakan. Iya nggak?
Begitu juga, puasa implikasi sosialnya juga sangat jelas, diharapkan dengan menahan diri
dari berbagai kesenangan duniawi itu (makan, minum dan hubungan seksual), seseorang akan
mampu merasakan perasaan mereka yang kurang beruntung, mampu bersimpati terhadap derita
orang lain. Sehingga wajar sekali jika seseorang, karane satu dan lain hal, tidak mampu
melakukan ibadah puasa tersebut, harus menggantinya dengan “fidyah” (memberi makan
kepada orang miskin). Ini mengajarkan kepada kita untuk memupuk kepekaan dan kesadaran
sosial.
Puasa memiliki multifungsi. Setidaknya ada tiga fungsi puasa: tazhib, ta’dib dan tadrib.
Puasa adalah sarana untuk mengarahkan (tahzib), membentuk karakteristik jiwa (ta’dib), serta
medium latihan untuk berupaya menjadi manusia yang kamil dan paripurna (tadrib), yang pada
8. 2020
8 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
esensinya bermuara pada tujuan akhir puasa: takwa. La’allakum tattakun, Takwa dalam
pengertian yang lebih umum adalah melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan
segala larangan-Nya. Takwa dan kesalehan sosial ibarat dua sisi dari satu mata uang, satu sama
lain tak bisa dipisahkan, yang menyatu secara padu.
Ibadah haji, sebagai rukun Islam yang kelima, di samping menekankan nilai ritualnya, juga
sarat dengan pesan-pesan sosial kemanusiaan, politik, hubungan internasional, perekonomian,
dll. Nilai kesalehan sosial di balik peristiwa pengurbanan Ismail, misalnya mestinya bisa
dijadikan teladan bagaimana seharusnya kita mau berkorban untuk membangun kemaslahatan
bersama.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa kesalehan individual semestinya melahirkan
kesalehan sosial. Namun dalam kenyataannya, selama ini terkesan bahwa banyak orang yang
ibadah mahdhahnya (ibadah ritualnya) baik tetapi ternyata tidak memberi bekas dalam perilaku
sosialnya. Sholat jalan terus tetapi perilaku buruk lainnya juga jalan terus, sikap iri, dengki,
kurang bertanggung jawab pada tugas, kurang amanah, kurang meiliki etos dan semangat kerja,
serta sikap yang melukai dan menyakitkan orang lain.
Dr. Komarudin Hidayat, Rektor UIN Jakarta, punya tamsil tentang ini. Dia mengibaratkan
simbol keagamaan seperti shalat, puasa, haji, zakat dan ibadah lainnya sebagai sangkar burung,
sementara esensi simbol dan ibadah itu sendiri sebagai burungnya. Mana sesungguhnya yang
lebih penting, burung itu sendiri atau sangkarnya? Saat ini, menurutnya, kita lebih senang
mengelus-elus sangkarnya ketimbang memikirkan burungnya. Karena keenakan ngurusi
sangkarnya, kita pun lupa isinya.
Kita asyik dan rajin beribadah, tetapi lupa bahwa sesungguhnya ibadah itu bukan hanya semata-
mata untuk Allah tetapi juga dimaksudkan agar nili-nilai dari ibadah itu menjadi rahmat bagi
semesta alam, manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan dan sebagainya.
Dalam Kesalehan sosial juga tercakup kesalehan profesional. Kesalehan profesional
menunjukkan sejauhmana perintah agama kita patuhi dalam kegiatan profesional kita, selaku
pimpinan: ketua jurusan, dosen, pegawai, dan sebagainya. Artinya, nilai-nilai ibadah ritual kita,
mesti pula termanifestasi dalam sikap, prilaku dan kinerja kita dalam menjalankan tugas-tugas
akademik, maupun manejerial. Saling menghargai sesama, menjalin kerjasama yang baik,
memiliki etos dan semangat kerja, kedisiplinan serta tanggung jawab pada tugas. Karena semua
ini akan diperhitungkan. Kullukum ra’in wa kullukum masulun an raiyatihi.
Selain Kesalehan sosial kita juga mendengar istilah kesalehan terhadap alam. ”Bagi
kalangan Muslim, cukup banyak perintah tentang bagaimana memelihara lingkungan dan alam
sekitar untuk kebaikan manusia itu sendiri. Salah satu kebaikan itu adalah agar kita bisa
mewariskan kepada generasi yang akan datang kehidupan yang lebih damai, dan lingkungan
9. 2020
9 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
yang makin nyaman untuk ditinggali,”. Jadi bila sekarang kita gelisah karena polusi, banjir,
karena global warming, ini sesungguhnya adalah dampak dari ketidak salehan terhadap alam,
disebabkan karena tindakan semena-mena terhadap alam. Zaharal fasadu fil barri wal bahri
bima kasabat aidinas
Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu
mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama, seperti halnya juga Islam. Bila
kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, banyak berzikir, namun dalam sikap keseharian masih
suka memfitnah, menebarkan kebencian, tidak amanah dan bertanggung jawab pada tugas, saya
kira belum layak disebut orang yang beragama dengan baik. Ya seperti itu tadi, dia baru punya
sangkarnya, tidak memiliki burungnya.
Tetapi, bila saat bersamaan kita menjaga integritas diri, menjaga kesalehan sosial,
kesalehan profesional dan kesalehan terhadap alam, maka itulah sesungghnya orang beragama.
B. Pengertian Kompetensi Dan Pandangan Islam Tentang Kompetensi
Pengertian kompetensi
Dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen,
dijelaskan bahwa : kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan.
Kompetensi ini telah dijelaskan dalam (UU RI No. 14 th. 2005) pasal 10 ayat (1) yang
menyebutkan bahwa kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi social, dan kompetensi professional yang diperoleh melalui
pendidikan profesi.
Kompetensi Guru pendidikan Agama Islam
Kompetensi guru merupakan seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri
guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efekif. Sedangkan menurut E.
Mulyasa kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan,
teknlogi, social, spiritual, yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang
mencakup
10. 2020
10 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
1. Penguasaan materi
Penguasaan materi meliputi pemahaman karakteristik dan substansi ilmu sumber bahan
pembelajaran, pemahaman disiplin ilmu yang bersangkutan dalam konteks yang lebih luas,
penggunaan metodologi ilmu yang bersangkutan untuk memantapkan pemahaman konsep yang
dipelajari, serta pemahaman manajemen pembelajaran.hal ini menjadi penting dalam
memberikan dasar-dasar pembentukan kompetensi dan profesinalisme guru di sekolah
2. Pemahaman terhadap peserta didik
Pemahaman terhadap peserta didik meliputi berbagai karakterisitik, tahap-tahap perkembangan
dalam berbagai aspek dan penerapannya (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dalam
mengoptimalkan perkembangan dan pembelajaran.
3. Pembelajaran yang mendidik
Pembelajaran yang mendidik terdiri atas pemahaman konsep dasar proses pendidikan dalam
pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta penerapannya dalam pelaksanan dan
pengembangan pembelajaran.
4. Pengembangan pribadi dan profesionalisme
Pengembangan pribadi dan profesionalisme mencakup pengembangan institusi keagamaan,
kebangsaan yang berkepribadian, sikap dan kemampuan mengakualisasikan, serta sikap dan
kemampuan mengembangkan profesionalisme kependidikan. Guru dalam melaksanakan
tugasnya harus bersikap terbuka, kritis. Disamping itu, guru perlu dilandasi sifat ikhlas dan
bertanggung jawab atas profesi pilihannya, sehingga berpotensi menumbuhkan kepribadian
yang tangguh dan memiliki jati diri
Adapun dalam (UU RI No. 14 Th. 2005) disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi
professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
1. Kompetensi pedagogik
Dalam standar nasional pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir a, dikemukakan bahwa
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi
:
a. Pemahaman terhadap peserta didik
b. Perancangan dan pelaksanaan pembelajaran
c. Evaluasi hasil belajar
11. 2020
11 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
d. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
Lebih lanjut, dalam RPP tentang guru dikemukakan bahwa : kompetensi pedagogik merupakan
kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya
meliputi hal-hal sebagai berikut pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman
terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran,
pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran,
evaluasi hasil pembelajaran, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya.
2. Kompetensi kepribadian
Dalam standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat 93 butir b, dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi profesional
Dalam standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir c, dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar Nasional Pendidikan.
Dari berbagai sumber yang membahas tentang kompetensi guru, secara umum dapat
diidentifikasi dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi professional guru sebagai berikut
Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan
sebagainya. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta
didik, mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya,
mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi, mampu
mengembangkan dan menggunakan berbagai alat media dan sumber belajar yang relevan,
mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran, mampu meaksanakan
evaluasi hasil belajar peserta didik, dan mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.
4. Kompetensi sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3) butir d, dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan guru sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektiv dengan peserta didik, sesame
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
12. 2020
12 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
Bagi guru PAI untuk kualifikasi tersebut hendaknya dikaitkan dengan religious, yitu bahwa
pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila memiliki kompetensi professional-
religius. Kata religious selalu dikaitkan dengan tiap-tiap kompetensi, karena menunjukkan
adanya komitmen pendidik dengan ajaran Islam sebagai criteria umum, sehingga segala
masalah endidikan yang dihadapi dapat dipertimbangkan dan diselesaikan serta ditempatkan
dalam perspektif Islam,
Berpijak dari pendapat diatas tentu berbeda dengan kompetensi guru dalam pandangan
pendidikan Islam. Secara umum kompetensi yang harus dimiliki untuk menjadi guru
professional menurut pandangan islam ialah sehat jasmani dan ruhani, bertakwa, berilmu
pengetahuan yang luas, berlaku adil, berwibawa, ikhlas, mempunyai tujuan rabbani, mampu
merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan, dan menguasai bidang yang ditekuni.
Dalam Islam setiap pekerjaan harus dilakukan secara professional, dalam artian harus dilakukan
secara baik dan benar. Hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang yang telah ahli.
Sebagaimana sabda Rosulullah yang artinya : bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang
tidak ahli, maka tunggulah kehancuran.
Hadist tersebut mengandun pengertiani bahwa perlunya ketepatan seseorang dalam bidangnya
sesuai keahliannya. Dalam Pendidikan Islam profesionalitas harus menunjang tercapainya
tujuan pendidikan. Artinya selain kompetensi kepribadian, seorang guru sangat besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Keberhasilan dalam
pendidikan Islam menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan demikian guru yang professional dalm Pendidikan Islam hendaknya mampu
menjalankan tugas, peran dan fungsinya secara baik dan optimal. Untuk itu diperlukan
kemampuanmemiliki kompetensi sebagai pendidik Islam. Guru yang professional bukan hanya
memiliki kemampuan professional, pada dirinya harus melekat nilai agamis (kepribadian
Islami).
C. Konsep Hidup Sehat Dan Bersih Nabi Muhammad Sholallahu Alaihi Wassalam Dalam
Kehidupan Sehari-hari
Dewasa ini kita sering sekali mendengar berbagai informasi mengenai penyakit yang
diderita oleh manusia di berbagai media masa. mulai dari yang dikategorikan ringan sampai
kategori berat.
13. 2020
13 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
Hal ini menjadi sebuah pemandangan biasa bagi kita. namun, menjadi pertanyaan bagi kita
termasuk saya apakah selama ini pola hidup kita sudah benar dan baik.?. jawabanya ada
pada diri kita sendiri.
Merujuk pada pola kehidupan nabi Muhammad SAW ternyata banyak hal yang bisa kita
ambil dari mulai beliau bangun tidur sampai ke proses tidur dimalam hari. bukan hanya
manfaat yang kita peroleh jika kita mengikuti pola hidup beliau tapi juga kita mendapatkan
pahala dan mengundang kecintaan dari Allah SWT sebagaimana yang ada dalam
firmanNYA .
Pada QS. Ali Imran ayat 31. "Katakanlah (Muhammad), "jika kamu mencintai Allah,
ikutilah Aku, niscaya Allah mencintaimu dan Allah mengampuni dosa-dosamu" Allah
Maha pengampun, Maha penyayang.
Dari firman ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa apapun yang dilakukan oleh Rasul
secara islami merupakan sebuah perilaku yang baik dan mengandung pahala bagi yang
mengerjakan. bahkan beberapa aktivitas dan pola hidup beliau sudah terbukti secara ilmiah
yang mampu memberikan manfaat kesehatan bagi kita yang mengerjakannya.
Pertama, Aktifitas Nabi Muhammad yang bisa kita ikuti dan mengandung manfaat
kesehatan untuk kita yaitu tidur diawal waktu atau pola tidur teratur.
Sebelum tidur beliau selalu memdamkan lampu (HR. Muttafaq'alaih).hal ini sudah terbukti
secara ilmiah dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh ahli biologi Joan Robert bahwa
tubuh baru bisa memproduksi hormon melatonin pada saat tidak ada cahaya.
Hormon melatonin berfungsi untuk mengatur ritme tidur , meningkatkan kekebalan tubuh,
menjaga kesehatan jantung, mengahambat peningkatkan kolestrol dan anti kanker. Serta
beliau tidur antar 4-5 jam dan juga beliau tidak begadang kalau memang tidak ada urusan
yang sangat penting.
Kedua, setelah bangun tidur Nabi duduk sejenak dan membersihkan sisa kantuk dimata
dengan tangan.
Ketiga, Nabi tidak pernah tidur selepas shalat subuh, hal ini bisa dibuktikan secara ilmiah
bahwa tidur setelah subuh( diwaktu pagi) menyebabkan berbagai gangguan kesehatan.
keempat, pola makan Nabi sering kita dengar yaitu makan disaat lapar dan berhenti sebelum
kenyang, maksudnya disini nabi makan dengan porsi yang secukupnya dan tidak
berlebihan. memulai dengan ucapan bissmilah serta makan buah terlebih dahulu dan ketika
makan menggunakan tiga jari . { HR. Muslim no. 2032 (132(, Abu Dawud no. 3848}
kemudian mengunyah makanan nabi bisa sampai 33 kali kunyah sebelum ditelan.
selanjutnya nabi mengakhiri dengan ucapan pujian kepada Allah atas segala nikmat yang
14. 2020
14 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
diberikan. hal ini ternyata memiliki segudang pahala serta tentunya manfaat bagi kesehatan
kita.
Kelima , cara minum nabi pun ini patut untuk kita ikuti, beliau melarang minum sambil
berdiri dan melarang meniup makanan panas yang hendak kita makan. serta selalu
menggunakan tangan kanan ketika hendak makan.(HR. Muslim 2019).
keenam, cara buang air kecil/besar Nabi merupakan hal yang baik dan sudah terbukti secara
ilmiah dimasa modern ini banyak manfaat yang bisa diambil dari cara nabi tesrebut dan
tidak ada salahnya kita mengikuti. ketika buang air kecil nabi selalu dalam posisi jongkok
selain bermanfaat bagi kesehatan cara ini bisa menghindari kita dari percikan sisa-sisa air
kencing kita yang dikhawatirkan mengenai pakaian kita.
Menurut peneliti departemen urologi di Leiden University Medical Center di Belanda,
kencing berdiri berpengaruh terhadap kesehatan prostat pria.berikut penelitian yang
membahas manfaat dari posisi jongkok saat buang air kecil.
Dari begitu banyak yang dicontohkan Rasulallah hanya ini yang bisa saya share. semoga
kita bisa mengikuti dan mendapatkan manfaat dari apa yang kita lakukan dan mendapatkan
syafaat dari beliau atas seijin Allah SWT, Aamiin.
D. Kiat Kiat Untuk Menghadapi Kemajuan Di Teknologi Di Era Globalisasi
Islam adalah agama yang menempatkan pendidikan dalam posisi yang sangat vital.
Bukanlah suatu kebetulan jika ayat pertama al-Qur’an, surat al-‘Alaq memulai dengan
perintah membaca, iqra’.
Di samping itu, pesan-pesan al-Qur’an dalam hubungannya dengan pendidikan pun dapat
dijumpai dalam berbagai ayat dan surat dengan aneka ungkapan pernyataan, pertanyaan,
dan kisah. Lebih khusus lagi, kata ilm dan derivasinya digunakan paling dominan dalam
alQur’an untuk menunjukkan perhatian Islam yang luar biasa terhadap pendidikan.
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah pendidikan. Hal ini karena
pendidikan adalah sebuah penamaan modal manusia untuk masa depan (Madjid, 2002).
Masalah pendidikan adalah masalah hidup dan kehidupan dalam kaitannya dengan masa
depan suatu bangsa. Atau dapat dikatakan bahwa corak pendidikan masa kini merupakan
miniatur bangsa di masa depan. Peradaban Islam sejak awal juga menunjukkan prestasi
yang sangat berarti dalam bidang keilmuan dan pendidikan (Muhadjir,2009). Pada
permulaan penyiaran Islam, Nabi Muhammad menggunakan apa yang disebut sebagai
pendekatan pendidikan, bukan pemaksaan, dalam mengajarkan agama Islam pada lingkaran
khusus di rumah Arqam. Tingginya perhatian Nabi Muhammad terhadap pendidikan juga
terlihat ketika beliau memutuskan pembebasan bagi tahanan perang non-muslim dengan
syarat yang bersangkutan mengajarkan baca tulis kepada Muslim yang buta huruf.
15. 2020
15 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
Dalam perkembangan selanjutnya, masjid yang pada dasarnya berfungsi sebagai tempat
ibadah, justru menjadi tempat pendidikan yang menonjol pada dua abad pertama sejarah
peradaban Islam.
Lembaga terakhir yang kemudian diakui sarjana lembaga pendidikan tinggi Islam
memberikan sumbangan penting bagi perkembangan tradisi college dan universitas modern
di Barat.
Namun dunia pendidikan di Indonesia sesungguhnya masih punya banyak “pekerjaan
rumah” dan persoalan mendasar. Sebagai ilustrasi, dari segi pendidikan, bangsa Indonesia
saat ini masih terbelakang dalam lingkup Asia, bahkan dalam lingkup yang lebih kecil lagi,
Asia Tenggara. Malaysia, misalnya, menganggap Indonesia kini tidak memenuhi syarat
(unqualified), meskipun Malaysia pernah di tahun 1970-an “hutang budi” pada Indonesia
dalam hal mengimpor banyak guru dari Indonesia (Madjid, 2002). Ada banyak faktor yang
menyebabkan tertinggalnya perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, khususnya
pendidikan Islam. Pertama, karena kebijakan politik kolonial Belanda yang menempatkan
pendidikan Islam sebagai saingan yang harus dihadapi dan dihancurkan. Kedua, sistem
pendidikan yang diterapkan di Indonesia adalah sistem pendidikan Barat, yang berorientasi
pada kepentingan ideologi sekuler yang berpotensi mendangkalkan agama
dari segala aspeknya (Sitompul, 2002: 62).
Selain faktor di atas, menurut Nurcholish Madjid (2002), ada persoalan-persoalan lain yang
menyebabkan pendidikan di Indonesia ketinggalan zaman.
Pertama, salah satunya adalah ketidakmampuan dalam menguasai bahasa Inggris.
Nurcholish Madjid tidak bermaksud “membunuh” eksistensi bahasa Indonesia, akan tetapi
untuk saat ini bahasa Inggris sangat instrumental untuk meningkatkan mutu pendidikan,
sebab 90% buku terbit setiap hari dalam bahasa Inggris.
Kedua, pendidikan di Indonesia masih didekati secara nativistik, yaitu suatu orientasi yang
hanya bertumpu kepada bangsa sendiri, bahwa baik dan benar hanya datang dari bangsa
sendiri. Dengan demikian, pendidikan seharusnya menumbuhkan nilai-nilai kemanusiaan
universal (personality development) seperti masyarakat madani, civil, civilized atau
peradaban. Pada akhirnya akan muncul penghargaan terhadap sesama manusia,
egalitarianism, toleran, dan nondiskriminatif.
Ketiga, kurangnya kesadaran yang penuh dalam hal etos penelitian. Menurut Nurcholish
Madjid orang-orang Amerika dan Barat pada umumnya tetap yang paling baik. Hampir
semua temuan dilakukan oleh orang-orang barat. Oleh sebab itu, etos penelitian sangat
terkait dengan tekanan kuat pada aspek pengembangan pribadi.
16. 2020
16 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
Keempat, hal terkait dan sangat penting dibicarakan berkenaan dengan pendidikan adalah
kebebasan. Dalam hal ini ia “kagum” dan sekaligus “kecewa” atas apa yang dikatakan oleh
seorang penulis buku Amerika keturunan India, Kishore Mahbubani. Mahbubani
mengatakan, “Can Asia Think?” Kesimpulannya adalah bahwa orang Asia tidak berpikir.
Mengapa? Jawabannya sederhana:
“Orang-orang Asia itu tidak berani berbeda. Mereka lebih menekankan kerukunan dan
keharmonisan. Karena tidak terbiasa Pendidikan Islam, Globalisasi Teknologi Informasi
dan Moralitas Bangsa 45 dengan perbedaan, maka ketika muncul perbedaan sedikit saja
sudah menimbulkan stigma yang luar biasa dan ditanggapi dengan permusuhan dan reaksi
yang sangat keras. Ketidaksanggupan untuk berbeda inilah kemudian melahirkan berbagai
tindak kekerasan. Mahbubani berpendapat bahwa ketidakmampuan orang Asia berpikir
bukan soal gen atau ras, tetapi karena soal budaya.” Menjelang pemilu biasanya KPU akan
mengadakan debat calon pemimpin sebut saja calon pemimpin bangsa (presiden), yang
memperdengarkan pendapat mereka dalam menghadapi persoalanpersoalan bangsa. Dalam
acara tersebut biasanya akan muncul pandangan yang bisa dikatakan seragam tanpa
menunjukkan variasi atau perbedaan berpikir dalam menentukan solusi suatu masalah,
sehingga terkesan monoton hanya redaksi kata-katanya yang berbeda.
Hal ini menurut pengamat sosial, Imam S, karena pendidikan kita di Indonesia ini
cenderung mengarahkan pada pemikiran yang sama tanpa mau menawarkan perbedaan cara
pandang.
Kelima, menonjolnya pendidikan verbalisme di Indonesia. Sudah lama pendidikan di
Indonesia berwatak verbalistik melulu, berisi omongan, teori-teori abstrak, namun sedikit
sekali bersinggungan dengan realitas atau kenyataan sesungguhnya. Oleh sebab itu,
pendidikan harus mendorong dan mengupayakan rasa curiosity terhadap alam. Berkaitan
dengan ini, program-program pendidikan berupa outbound training harus segera
diperbanyak dan dikembangkan.
Keenam, pluratitas keagamaan harus diperkenalkan bahwa bangsa Indonesia majemuk dari
segi keyakinan dan ajaran agama. Di Indonesia terdapat multi agama seperti Islam, Kristen,
Katolik,
Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Masing-masing ajaran agama itu mempunyai ukuran
tingkah laku sendiri dan setiap umat beragama harus menjadi toleran dan memiliki rasa
penghargaan terhadap orang lain.
Ketujuh, persoalan penting lainnya adalah pendidikan terkait dengan soal penghargaan
terhadap peran dan posisi guru. Masyarakat yang maju selalu menempatkan guru dalam
posisi yang sangat
17. 2020
17 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
terhormat. Rendah dan minimnya ilmu yang dimiliki orang-orang Islam atau kemiskinan
intelektual, membawa konsekuensi rendahnya kemampuan umat Islam memberi respons
pada tantangan zaman
secara kreatif dan bermanfaat, yang mengalami perubahan dan perkembangan yang sangat
cepat (Madjid, 1997: 45). Apabila umat Islam memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
utuh dan benar, serta menyadari bahwa al-Qur’an dan Sunnah merupakan referensi tertinggi
umat Islam, kesalahpahaman tentang Islam tidak perlu terjadi. Al-Qur’an dalam salah satu
ayatnya
menyatakan, bahwa agama Islam memiliki gagasan yang revolusioner, seperti terungkap
dalam surat ar-Ra’du ayat 11, “Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga
mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” Keyakinan diri dan kemampuan menghadapi
masa depan sangat tergantung pada bagaimana cara berpikir. Jika Islam mengajarkan bahwa
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka sendiri mengubah apa yang
ada pada diri mereka, maka interpretasi yang paling sesuai dengan perubahan nasib sangat
tergantung pada perubahan cara berpikir. Sebab cara berpikir merupakan salah satu hal yang
paling substantif dalam diri manusia.
Kasus ini mengindikasikan pendidikan adalah suatu keniscayaan. Umat Islam dituntut untuk
memiliki kesuburan dan kematangan intelektual, agar mampu merespons setiap tantangan
zaman, melakukan sesuatu pembaharuan guna memenuhi kebutuhan manusia kontemporer.
Kalau pendidikan sebagai suatu keniscayaan, maka pendidikan akan membuahkan manusia
terdidik yang memiliki kesuburan intelektual sehingga ia mempunyai kelebihan dari yang
lain. Untuk itulah, pendidikan harus bersenyawa dengan budaya dan politik. Persenyawaan
dalam visi, perspektif dan kehidupan bangsa Indonesia ke depan adalah dibutuhkan agar
setiap manusia Indonesia merasakan lebih sejahtera, lebih prestise hidup dalam kesatuan
Indonesia. Kondisi bangsa Indonesia terpuruk di segala bidang tidak lepas dari terpisahnya
kebudayaan dengan unsur lain, termasuk pendidikan dan politik. Solusianya adalah
persenyawaan harus dilakukan dalam tiga bentuk. Pertama, membersihkan birokrasi dan
memperbaiki atau membuat sistem aturan sesuai nilai. Perombakan
struktur kelembagaan dan penetapan kembali tugas masing-masing individu menjadi sangat
urgen dan vital.
Kedua, merekonstruksi eksistensi personalia dan birokrasi. Ketiga, pendidikan hanya
dipahami sebagai proses pembelajaran, bukan pembebasan dan etika. Bahkan ada semacam
paham bahwa pendidikan merupakan proses Pendidikan Islam, Globalisasi Teknologi
Informasi dan Moralitas Bangsa ekonomi, sehingga terjadi apa yang disebut kegagalan
dalam dunia pendidikan. Paling tidak, dalam menatap reformasi masa depan dunia
pendidikan membutuhkan pandangan integral dalam perspektif filosofis dan antisipasi
kebutuhan. Pertama, pendidikan merupakan suatu instrumen strategis pengembangan
18. 2020
18 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
potensi dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Potensi inilah yang menjadi acuan agar
manusia secara esensial dan eksistensial menjadi makhluk religious yang
mencerminkan karakteristik spiritual kemanusiaan. Keadaan potensi tersebut, bukanlah
sesuatu yang bersifat telah jadi (state of being), tetapi merupakan keadaan natural (state of
nature) yang perlu diproses (state of become) dalam konteks budaya secara makro atau
mikro melalui pendidikan. Dengan menyadari dimensi antropologis ini, maka pendidikan
mempunyai kerangka nilai dasar (fundamental values) kedudukan yang tidak hanya
komplementatif tetapi filosofis. Kedua, kenyataan lain yang perlu diperhatikan adalah
tentang realitas sosiologis manusia, meminjam
istilah Peter L. Beger, yang selalu dengan proses dialektika fundamental dalam konteks
kemasyarakatan. Ketiga, perubahan yang berkelanjutan di masa depan. Sudah merupakan
suatu sunnatullah bahwa kehidupan ini akan berkembang menuju masa depan secara
evolutif dan revolutif, karena merupakan keharusan sejarah (historical necessity). Suatu
usaha pembaruan pendidikan hanya bisa terarah dengan mantap apabila didasarkan pada
konsep dasar filsafat dan teori pendidikan yang mantap. Filsafat pendidikan yang mantap
hanya dapat dikembangkan di atas dasar asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang
manusia (hakikat) kejadiannya, potensi-potensi bawaannya, tujuan hidup dan misinya di
dunia ini baik sebagi individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungan dengan
lingkungan dan alam semesta dan akhiratnya hubungan dengan Maha Pencipta. Teori
pendidikan yang mantap hanya dapat dikembangkan atas dasar pertemuan antara penerapan
atau pendekatan filsafat dan pendekatan emperis. Sehubungan dengan itu, konsep dasar
pembaharuan pendidikan Islam adalah perumusan konsep filsafat dan teoritis pendidikan
yang didasarkan pada asumsi-asumsi dasar tentang manusia dan hubungannya dengan
lingkungan dan menurut ajaran Islam. Maka, dalam usaha pembaruan pendidikan Islam
perlu
dirumuskan secara jelas implikasi ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits yang menyangkut dengan
"fitrah" atau potensi bawaan, misi dan tujuan hidup manusia. Karena rumusan tersebut akan
menjadi konsep
dasar filsafat pendidikan Islam. Untuk itu, filsafat atau segala asumsi dasar pendidikan
Islam hanya dapat diterapkan secara baik jikalau kondisi-kondisi lingkungan (sosial-
kultural) diperhatikan. Jadi,
apabila kita ingin mengadakan perubahan pendidikan Islam maka langkah awal yang harus
dilakukan adalah merumuskan konsep dasar filosofis pendidikan yang sesuai dengan ajaran
Islam, mengembangkan secara empiris prinsip-prinsip yang mendasari keterlaksanaannya
dalam konteks lingkungan (sosial-kultural) yang dalam hal ini adalah masyarakat madani.
Jadi, tanpa kerangka dasar filosofis dan teoritis yang kuat, maka perubahan pendidikan
Islam tidak punya fondasi yang kuat dan juga tidak mempunyai arah yang pasti.
E. Ciri Dan Syarat Suatu Negara Demokratis
19. 2020
19 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
Pengertian Demokrasi
Ada banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli tentang demokrasi, di antaranya seperti
yang dikutip Hamidah1 adalah sebagaimana di bawah ini: Menurut Joseph A. Schumpeter,
demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana
individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas
suatu rakyat. Sidney Hook dalam Encyclopaedia Americana mendefinisikan demokrasi sebagai
suatu bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara
langsung maupun tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara
bebas dari rakyat dewasa2. Menurut Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl, demokrasi
adalah suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai pertanggungjawaban atas
tindakan-tindakan mereka pada wilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara tidak
langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan wakil mereka yang terpilih3. Dari tiga
definisi tersebut di atas jelaslah bagi kita bahwa demokrasi mengandung nilai-nilai, yaitu
adanya unsur keperacayaan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat, adanya
pertanggungjawaban bagi seorang pemimpin. Sementara menurut Abdurrahman Wahid,
demokrasi mengandung dua nilai, yaitu nilai yang bersifat pokok dan yang bersifat derivasi.
Menurut Abdurrahman Wahid, nilai pokok demokrasi adalah kebebasan, persamaan,
musayawarah dan keadilan. Kebebasan artinya kebebasan individu di hadapan kekuasaan
negara dan adanya keseimbangan antara hak-hak individu warga negara dan hak kolektif dari
masyarakat.4 Nurcholish Majid, seperti yang dikutip Nasaruddin5 mengatakan, bahwa suatu
negara disebut demokratis sejauhmana negara tersebut menjamin hak asasi manusia (HAM),
antara lain: kebebasan menyatakan pendapat, hak berserikat dan berkumpul. Karena demokrasi
menolak 6 dektatorianisme, feodalisme dan otoritarianisme. Dalam negara demokrasi,
hubungan antara penguasa dan rakyat bukanlah hubungan kekuasaan melainkan berdasarkan
hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).
Ciri ciri Demokrasi
Adapun ciri ciri suatu Negara yang menganut sistem demokrasi. Berikut ciri ciri demokrasi
yang perlu Anda ketahui:
1. Keputusan Pemerintah untuk Semua Rakyat
Segala keputusan yang akan diambil berdasarkan aspirasi dan kepentingan seluruh warga
Negara, bukan atas dasar kepentingan suatu kelompok. Hal ini dilakukan untuk mencegah
adanya tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalam masyarakat.
20. 2020
20 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
2. Menjalankan Konstitusi
Segala hal yang berkaitan dengan kehendak, kepentingan, dan kekuasaan rakyat, harus
dilakukan berdasarkan konstutusi. Hal ini sudah tertuang di dalam penetapan Undang-undang,
di mana hukum harus berlaku secara adil bagi seluruh warga Negara.
3. Adanya Perwakilan Rakyat
Di dalam sistem demokrasi, terdapat lembaga perwakilan rakyat yang berfungsi untuk
menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah.
Di Indonesia sendiri, lembaga ini dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipilih
melalui pemilihan umum dan kekuasaan dan kedaulatan rakyat yang diwakili oleh anggota
dewan terpilih.
4. Adanya Sistem Kepartaian
Partai sendiri merupakan salah satu sarana dalam pelaksanaan sistem demokrasi. Melalui suatu
partau, rakyat dapat menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah yang sah.
Partai sendiri memiliki fungsi dalam hal pengawasan kinerja pemerintah apakah sesuai dengan
aspirasi warga Negara. Selain itu, partai juga dapat mewakili rakyat dalam mengusung calon
pemimpin, baik Negara maupun pemimpin daerah.
Demokrasi Dalam Al-Qur’an
Di dalam al-Qur’an terdapat banyak ayat yang terkait dengan prinsip-prinsip utama demokrasi,
antara lain QS. Ali Imran: 159 dan al-Syura: 38 (yang berbicara tentang musyawarah); al-
Maidah: 8; al-Syura: 15 (tentang keadilan); al-Hujurat: 13 (tentang persamaan); al-Nisa’: 58
(tentang amanah); Ali Imran: 104 (tentang kebebasan mengkritik); al-Nisa’: 59, 83 dan al-
Syuro: 38 (tentang kebebasan berpendapat) dst. 6 Jika dilihat basis empiriknya, menurut Aswab
Mahasin7, agama dan demokrasi memang berbeda. Agama berasal dari wahyu sementara
demokrasi berasal dari pergumulan pemikiran manusia. Dengan demikian agama memiliki
dialeketikanya sendiri. Namun begitu menurut Mahasin, tidak ada halangan bagi agama untuk
berdampingan dengan demokrasi. Sebagaimana dijelaskan di depan, bahwa elemen-elemen
pokok demokrasi dalam perspektif Islam meliputi: as-syura, al-musawah, al-‘adalah, al-
amanah, al-masuliyyah dan al-hurriyyah. Kemudian apakah makna masing-masing dari elemen
tersebut? 1. as-Syura Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang
secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-Syura: 38:
21. 2020
21 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
“Dan urusan mereka diselesaikan secara musyawarah di antara mereka”. Dalam surat
Ali Imran:159 dinyatakan: “Dan bermusayawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”.
Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai pelaksana syura
adalah ahl halli wa-l‘aqdi pada zaman khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebih menyerupai tim
formatur yang bertugas memilih kepala negara atau khalifah8 Jelaslah bahwa musyawarah
sangat diperlukan sebagai bahan pertimbanagan dan tanggung jawab bersama di dalam setiap
mengeluarkan sebuah keputusan. Dengan begitu, maka setiap keputusan yang dikeluarkan oleh
pemerintah akan menjadi tanggung jawab bersama. Sikap musyawarah juga merupakan bentuk
dari pemberian penghargaan terhadap orang lain karena pendapat-pendapat yang disampaikan
menjadi pertimbangan bersama. Begitu pentingnya arti musyawarah dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara, sehingga Nabi sendiri juga menyerahkan
musyawarah kepada umatnya.
2. al-‘Adalah
al-‘adalah adalah keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam
berbagai jabatan pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi
dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan
oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl: 90:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan”. (Lihat pula,
QS. as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa’:58 dst.). Ajaran tentang keharusan mutlak
melaksanakan hukum dengan adil tanpa pandang bulu ini, banyak ditegaskan dalam al-Qur’an,
bahkan disebutkan sekali pun harus menimpa kedua orang tua sendiri dan karib kerabat. Nabi
juga menegaskan, , bahwa kehancuran bangsa-bangsa terdahulu ialah karena jika “orang kecil”
melanggar pasti dihukum, sementara bila yang melanggar itu “orang besar” maka dibiarkan
berlalu9. Betapa prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada
ungkapan yang “ekstrem” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia negara
kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara (yang mengatasnamakan)
Islam” 10 3. al-Musawah al-Musawah adalah kesejajaran, egaliter, artinya tidak ada pihak
yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa
tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif.
Kesejajaran ini penting dalam suatu pemerintahan demi menghindari dari hegemoni penguasa
atas rakyat. Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi
wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan yang jujur dan adil untuk
melaksanakan dan menegakkan peraturan dan undang-undang yang telah dibuat. Oleh sebab itu
pemerintah memiliki tanggung jawab besar di hadapan rakyat demikian juga kepada Tuhan.
Dengan begitu pemerintah harus amanah, memiliki sikap dan perilaku yang dapat dipercaya,
jujur dan adil. Sebagian ulama’ memahami 11 al-musawah ini sebagai konsekuensi logis dari
prinsip al-syura dan al-‘adalah. Diantara dalil al-Qur’an yang sering digunakan dalam hal ini
adalah surat al-Hujurat:13, sementara dalil Sunnah-nya cukup banyak antara lain tercakup
22. 2020
22 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
dalam khutbah wada’ dan sabda Nabi kepada keluarga Bani Hasyim. Dalam hal ini Nabi
pernah berpesan kepada keluarga Bani Hasyim sebagaimana sabdanya: “Wahai Bani Hasyim,
jangan sampai orang lain datang kepadaku membawa prestasi amal, sementara kalian datang
hanya membawa pertalian nasab. Kemuliaan kamu di sisi Allah adalah ditentukan oleh kualitas
takwanya”. 4. al-Amanah al-Amanah adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang
diberikan seseorang kepada orang lain. Oleh sebab itu kepercayaan atau amanah tersebut harus
dijaga dengan baik. Dalam konteks kenegaraan, pemimpin atau pemerintah yang diberikan
kepercayaan oleh rakyat harus mampu melaksanakan kepercayaan tersebut dengan penuh rasa
tanggung jawab. Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil. Sehingga Allah SWT.
menegaskan dalam surat an-Nisa’: 58: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. Karena jabatan
pemerintahan adalah amanah, maka jabatan tersebut tidak bisa diminta, dan orang yang
menerima jabatan seharusnya merasa prihatin bukan malah bersyukur atas jabatan tersebut.
Inilah etika Islam. 5. al-Masuliyyah al-Masuliyyah adalah tanggung jawab. Sebagaimana kita
ketahui, bahwa kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat
yang harus disyukuri, maka rasa tanggung jawab bagi seorang pemimpin atau penguasa harus
dipenuhi. Dan kekuasaan sebagai amanah ini memiliki dua pengertian, yaitu amanah yang
harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus
dipertenggungjawabkan di depan Tuhan. Sebagaimana Sabda Nabi: Setiap kamu adalah
pemimpin dan setiap pemimpin dimintai pertanggung jawabannya. Seperti yang diakatakn oleh
Ibn Taimiyyah12, bahwa penguasa merupakan wakil Tuhan dalam mengurus umat manusia
dan sekaligus wakil umat manusia dalam mengatur dirinya. Dengan dihayatinya prinsip
pertanggungjawaban (al-masuliyyah) ini diharapkan masing-masing orang berusaha untuk
memberikan sesuatu yang terbaik bagi masyarakat luas. Dengan demikian, pemimpin/ penguasa
tidak ditempatkan pada posisi sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat), melainkan sebagai
khadim al-ummah (pelayan umat). Dus dengan demikian, kemaslahatan umat wajib senantiasa
menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan oleh para penguasa, bukan
sebaliknya rakyat atau umat ditinggalkan. 6. al-Hurriyyah al-Hurriyyah adalah kebebasan,
artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk
mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan
memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka al-amr bi-‘l-ma’ruf wa an-nahy ‘an al-
‘munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus
diwaspadai adalah adanya kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik
dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol dalam suatu
masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela. Patut disimak sabda Nabi yang
berbunyi: “Barang siapa yang melihat kemunkaran, maka hendaklah diluruskan dengan
tindakan, jika tidak mampu, maka dengan lisan dan jika tidak mampu maka dengan hati, meski
yang terakhir ini termasuk selemah-lemah iman”. Jika suatu negara konsisten dengan
penegakan prinsip-prinsip atau elemen-elemen demokrasi di atas, maka pemerintahan akan
23. 2020
23 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
mendapat legitimasi dari rakyat. Dus dengan demikian maka roda pemerintahan akan berjalan
dengan stabil.
Realitas Demokrasi Di Negara Muslim
Watak ajaran Islam sebagaimana banyak dipahami orang adalah inklusif dan demokratis. Oleh
sebab itu doktrin ajaran ini memerlukan aktualisasi dalam kehidupan kongkret di masyarakat.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana realitas demokrasi di dunia Islam dalam sejarahnya?
Dalam realitas sejarah Islam memang ada pemerintahan otoriter yang dibungkus dengan baju
Islam seperti pada praktik-praktik yang dilakukan oleh sebagian penguasa Bani ‘Abbasiyyah
dan Umayyah. Tetapi itu bukan alasan untuk melegitimasi bahwa Islam agama yang tidak
demokratis. Karena sebelum itu juga ada eksperimen demokratisasi dalam sejarah Islam, yaitu
pada masa Nabi dan khulafaurrasyidin. Adalah merupakan dalil sosial, bahwa dalam
setiap masyarakat terdapat pemimpin dan yang dipimpin, penguasa dan rakyat, serta muncul
stratifikasi sosial yang berbeda. Demikian pula pada zaman pra-Islam (Jahiliyyah) muncul
kelas sosial yang timpang, yaitu kelas elit-penguasa dan kelas bawah yang tertindas. Kelas
bawah ini seringkali menjadi ajang penindasan dari kelompok elit. Pada masa jahiliyah
kekuasaan dan konsep kebenaran milik penguasa. Konsentrasi kekuasaan dan kebenaran di
tangan penguasa tersebut mengakibatkan terjadinya manipulasi nilai untuk memperkuat dan
memperkokoh posisi mereka sekaligus menindas yang lemah. Proses seperti ini berlangsung
cukup lama tanpa ada perubahan yang berarti. Dalam kondisi seperti itu, terdapat dua
stratifikasi sosial yang berbeda, yaitu maysarakat kelas atas (elit) yang hegemonik, baik sosial
maupun ekonomi bahkan kekerasan fisik sekalipun, dan kelas bawah (subordinate) yang tak
berdaya. Demikianlah setting sosial-politik yang terjadi pada masyarakat Arab (Makkah-
Madinah) pra-Islam. Dan seperti kata Guillaume13, komunitas Yahudilah yang telah
mendominasi kekuasaan politik dan ekonomi saat itu, hingga kemudian nabi Muhammad
datang merombak struktur masyarakat yang korup tersebut. Nabi hadir membawa sistem
kepercayaan alternatif yang egaliter dan membebaskan. Karena ajaran yang disampaikan nabi
membawa pesan bahwa segala ketundukan dan kepatuhan hanya diberikan kepada Allah, bukan
kepada manusia. Karena kebenaran datang dari Allah, maka kekuasaan yang sebenarnya juga
berada pada kekuasaan-Nya, bukan kepada raja. Secara empirik kemudian Nabi melakukan
gerakan reformasi dengan mengembalikan kekuasaan dari tangan raja (kelompok elit) kepada
kekuasaan Allah melalui sistem musyawarah. Kehadiran Nabi tersebut membawa angin segar
bagi “masyarakat baru” yang mendambakan sebuah kondisi sosial masyarakat yang adil dan
beradab. Karena apa yang dibawa Nabi sebetulnya sistem ajaran yang menegakkan nilai-nilai
sosial: persamaan hak, persamaan derajat di antara sesama manusia, kejujuran dan keadilan
(akhlaq hasanah). Selain itu, sesuai posisinya sebagai pembawa rahmat, Nabi terus berjuang
merombak masyarakat pagan-jahiliyah menuju masyarakat yang beradab, atau dalam bahasa al-
Qur’an disebut min-’l-Dhulumat ila-’l-Nur (lihat QS. Al-Baqarah:257, al-Maidah:15, al-Hadid:
9, al-Thalaq:10-11 dan al-Ahzab:41-43). Masyarakat Arab sebelum Islam (Jahiliyah) terdiri dari
kabilah-kabilah, setiap kabilah mengembangkan fanatisme (‘ashabiyyat) kabilahnya, sehingga
24. 2020
24 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
diantara mereka terjerumus dalam pertentangan, kekecauan politik dan sosial. Diantara mereka
tidak mengenal persamaan, tetapi bersaing dan saling mengunggulkan keleompoknya dan
terjadi diskriminasi. Kondsisi seperti ini kemudian menggugah Nabi Muhammad untuk
merubahnya dan mengarahkan kepada persamaan dan kesetaraan antar mereka. Sebab
persamaan tersebut sejalan dengan kemaslahatan umum yang menjamin hak-hak istemewa
diantara mereka, sebab prinsip persamaan dalam Islam adalah pengakuan hak-hak yang sama
antara kaum muslimin dan bukan muslim14 Selama kurang lebih 10 tahun (di Madinah) Nabi
telah melakukan reformasi secara gradual untuk menegakkan Islam, sebagai sebuah agama
yang memiliki perhatian besar terhadap tatanan masyarakat yang ideal. Dan masyarakat yang
dibangun Nabi saat itu adalah masyarakat pluralistik yang terdiri dari berbagai suku, agama dan
kepercayaan. Masyarakat seperti yang dikehendaki dalam rumusan piagam Madinah adalah
masyarakat yang memiliki kesatuan kolektif dan ingin menciptakan masyarakat muslim yang
berperadaban tinggi, baik dalam konteks relasi antar manusia maupun dengan Tuhan. Sebagai
seorang pemimpin, Nabi memiliki kekuatan moral yang tinggi. Kasih sayang terhadap golongan
yang lemah seperti kaum feminis, para janda dan anak-anak yatim menunjukkan komitmen
moralnya sebagai seoarang pemimpin umat yang plural. Dalam kesempatan pidato terakhirnya
di padang Arafah misalnya, beliau berpesan kepada para pengikutnya supaya memperlakukan
kaum wanita dengan baik dan bersikap ramah terhadap mereka. “Surga di bawah telapak kaki
ibu”, jawab nabi ketika salah seorang sahabat bertanya tentang jalan pintas masuk surga.
Kalimat tersebut diulang sampai tiga kali. Salah satu sifat pemaaf dan toleransi nabi yang luar
biasa adalah tampak pada kasus Hindun, salah seorang musuh Islam yang dengan dendam
kusumatnya tega memakan hati Hamzah, seoarng paman nabi sendiri dan pahlawan perang
yang terhormat. Kala itu orang hampir dapat memastikan bahwa nabi tidak akan pernah
memaafkan seorang Hindun yang keras kepala itu. Ternyata tak diduga-duga ketika kota
Makkah berhasil dikuasai oleh orang Islam dan Hindun yang menjadi tawanan perang itu pada
akhirnya dimaafkan. Melihat sikap nabi yang begitu mulia tersebut dengan serta merta Hindun
sadar dan menyatakan masuk Islam seraya menyatakan, bahwa Muhammad memang seorang
rasul, bukan manusia biasa. Tidak hanya itu saja, sikap politik nabi yang sangat sulit
untuk ditiru oleh seorang pemimpin modern adalah, pemberian amnesti kepada semua orang
yang telah berbuat kesalahan besar dan berlaku kasar kepadanya. Tetapi dengan sikap nabi yang
legowo dan lemah lembut itu justru membuat mereka tertarik dengan Islam, sebagai agama
rahmatan lil-’alamin. Seperti yang dicatat oleh Akbar S. Ahmed 15 seorang penulis sejarah
Islam kenamaan dari Pakistan, bahwa penaklukan Makkah oleh nabi yang hanya menelan
korban kurang dari 30 jiwa manusia itu merupakan kemenangan perang yang paling sedikit
menelan korban jiwa di dunia dibanding dengan kemenangan beberapa revolusi besar lainnya
seperti Perancis, Rusia, Cina dan seterusnya. Hal ini bisa dipahami karena perang dalam
perspektif Islam bukan identik dengan penindasan, pembunuhan dan penjarahan, seperti yang
dituduhkan sebagian kaum orientalis selama ini, melainkan lebih bersifat mempertahankan diri.
Oleh sebab itu secara tegas nabi pernah menyatakan: “Harta rampasan perang tidak lebih baik
dari pada daging bangkai”. Demikian juga larangannya untuk tidak membunuh kaum
25. 2020
25 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
perempuan, anak-anak dan mereka yang menyerah kalah. Nilai-nilai islami yang tercermin
dalam figur nabi yang melampaui batas ikatan primordialisme dan sektarianisme memberikan
rasa aman dan terlindung bagi masyarakat yang pluralistik. Perkawinan nabi dengan seorang
istri dari luar rumpun keluarga, kecintaannya terhadap Bilal, seorang budak kulit hitam yang
menjadi muazzin pertama Islam dan pidatonya pada kesempatan haji wada’ di Arafah yang
menentang pertikaian suku dan kasta telah membuktikan sikap arif dan bijak
kepemimpinannya. Pengalaman demokrasi telah dipraktikkan Nabi dalam memimpin
masyarakat Madinah. Dalam hal keteguhan berpegang kepada aturan hukum misalnya,
masyarakat Madinah yang dipimpin Nabi telah memberi teladan yang sebaik-baiknya. Sejalan
dengan perintah Allah kepada siapa pun agar menunaikan amanah yang diterima dan
menjalankan hukum dan tata aturan manusia dengan tingkat kepastian yang sangat tinggi.
Dimana dengan kepastian hukum tersebut melahirkan rasa aman pada masyarakat, sehingga
masing-masing warga dapat menjalankan tugasnya dengan tenang dan mantap. Karena seperti
ungkap Nurcholis Majid16 kepastian hukum itu pangkal dari paham yang amat teguh, bahwa
semua orang adalah sama (sawasiyyat) dalam kewajiban dan hak dalam mahkamah, dan
keadilan tegak karena hukum dilaksanakan tanpa membedakan siapa terhukum itu, satu dari
yang lain. Kebijakan-kebijakan Nabi dalam memimpin umat di Madinah tertuang dalam
Piagam Madinah, yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Piagam Madinah
menjadi dasar kehidupan bermasyarakat yang mengatur berbagai persoalan umat, meliputi:
persatuan dan persaudaraan, hubungan antar umat beragama, perdamaian, persamaan, toleransi,
kebebasan dst. Prinsip-prinsip tersbut telah diterapkan Nabi dan berhasil dengan baik, sehingga
tercipta suasana kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan berbegara dengan aman dan penuh
kedamaian dalam masyarakat yang majmuk, baik ditinjaua dari aspek, agama, etnis maupun
budaya. Sampai pada masa khulafaurrasyidin, praktik demokrasi itu masih berlangsung dengan
baik, meski ada beberapa kekurangan. Kenyataan ini menunjukkan, bahkwa demokratisasi
pernah terwujud dalam pemerintahan Islam. Memang harus diakui, pasca Nabi dan
khulafaurrasyidin --karena kepentingan dan untuk melanggengkan status quo raja-raja Islam--
demokrasi sering dijadikan tumbal. Seperti pengamatan Mahasin17, bahwa di beberapa bagian
negara Arab misalnya, Islam seolah-olah mengesankan pemerintahan raja-raja yang korup dan
otoriter. Tetapi realitas seperti itu ternyata juga dialami oleh pemeluk agama lain. Gereja
Katolik misalnya, bersikap acuh-takacuh ketika terjadi revolusi Perancis. Karena sikap tersebut,
kemudian agama Katolik disebut sebagai tidak demokratis. Hal yang sama ternyata juga
dialami oleh agama Kristen Protestan, dimana pada awal munculnya, dengan reformasi Martin
Luther, Kristen memihak elit ekonomi, sehingga merugikan posisi kaum tani dan buruh. Tak
mengherankan kalau Kristen pun disebut tidak demokratis. Melihat kenyataan sejarah yang
dialami oleh elit agama-agama di atas, maka tesis Huntington dan Fukuyama yang mengatakan,
“bahwa realitas empirik masyarakat Islam tidak kompatibel dengan demokrasi” adalah tidak
sepenuhnya benar. Bahkan Huntington mengidentikkan demokrasi dengan The Western
Christian Connection 18 Mengikuti perspektif Akbar S. Ahmed19, dengan menggunakan
paradigama tipologi, maka dalam sejarah Islam terdapat dua tipe: ideal dan non-ideal. Tipe
26. 2020
26 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
ideal bersumber dari kitab suci dan kehidupan Nabi (sirah Nabawiyah, sunnah). Tipe ideal
adalah tipe yang paling abadi dan taat azaz (konsisten). Sejarah Islam (sosial umat Islam)
mengandung banyak bukti yang menunjukkan adanya hubungan dinamis antara masyarakat
dengan upaya para ulama’ dan para intelektual Muslim untuk mencapai model ideal. Wawasan
dan tipe ideal tersebut membuka peluang timbulnya dinamika dalam masyarakat Muslim.
Ketika dalam proses pergumulan sejarahnya inilah umat Islam menghadapi tantangan yang
berat dan kerapkali jauh dari wilayah yang ideal tadi. Itulah maka ada term Islam ideal dan
Islam historis. Dengan demikian, betapa sulitnya menegakkan demokrasi, yang di dalamnya
menyangkut soal: persamaan hak, pemberian kebebasan bersuara, penegakan musyawarah,
keadilan, amanah dan tanggung jawab. Sulitnya menegakkan praktik demokratisasi dalam suatu
negara oleh penguasa di atas, seiring dengan kompleksitas problem dan tantangan yang
dihadapinya, dan lebih dari itu adalah menyangkut komitmen dan moralitas sang penguasa itu
sendiri. Dengan demikian, memperhatikan relasi antara agama dan demokrasi dalam sebuah
komunitas sosial menyangkut banyak variabel, termasuk variabel independen non-agama.
Sementara itu Bahtiar Effendy20 menegaskan, bahwa kurangnya pengalaman demokrasi di
sebagian besar negara Islam tidak ada hubungannya dengan dimensi “interior” ajaran Islam.
Secara teologis menurut Effendy, bahwa kegagalan banyak negara Islam untuk
mengembangkan mekanisme politik yang demokratis antara lain karena adanya pandangan
yang legalistik dan formalistik dalam melihat hubungan antara Islam dan politik. Oleh
karenanya menurut Effendy perlu pendekatan substansialistik terhadap ajaran Islam agar dapat
mendorong terciptanya sebuah sintesa yang memungkinkan antara Islam dan demokrasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur dari seperti ibadah ritualnya
shalat dan puasanyanya, tetapi juga dilihat dari output sosialnya/ nilai-nilai dan
perilaku sosialnya: berupa kasih sayang pada sesama, sikap demokratis,
menghargai hak orang lain, cinta kasih, penuh kesantunan, harmonis dengan
orang lain, memberi dan membantu sesama. Kesalehan tidak hanya dilihat dari
ketaatan dan kesungguhan seseorang dalam menjalankan ibadah ritual, karena
27. 2020
27 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
ini sifatnya hanya individual dan sebatas hubungan dengan Allah (Hablum
minallah) tetapi kesalehan juga dilihat dari dampak kongkretnya dalam
kehidupan bermasyarakat. Setelah melakukan dialog dengan Allah, meminta
petunjuk jalan yang benar, shalat ditutup dengan salam, ke kanan dan ke kiri,
yang berarti diharapkan dapat memberikan efek sosial yang tinggi, menyebarkan
perdamaian dan keselamatan (Salam) bagi semua pihak, baik yang di kiri
maupun yang di kanan.
2. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta
didik, mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi
tanggung jawabnya, mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang
bervariasi, mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat media dan
sumber belajar yang relevan, mampu mengorganisasikan dan melaksanakan
program pembelajaran, mampu meaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik,
dan mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.
3. bukan hanya manfaat yang kita peroleh jika kita mengikuti pola hidup beliau
tapi juga kita mendapatkan pahala dan mengundang kecintaan dari Allah SWT
sebagaimana yang ada dalam firmanNYA .
Dari firman ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa apapun yang dilakukan
oleh Rasul secara islami merupakan sebuah perilaku yang baik dan mengandung
pahala bagi yang mengerjakan.
Pertama, Aktifitas Nabi Muhammad yang bisa kita ikuti dan mengandung
manfaat kesehatan untuk kita yaitu tidur diawal waktu atau pola tidur teratur.
keempat, pola makan Nabi sering kita dengar yaitu makan disaat lapar dan
berhenti sebelum kenyang, maksudnya disini nabi makan dengan porsi yang
secukupnya dan tidak berlebihan.
keenam, cara buang air kecil/besar Nabi merupakan hal yang baik dan sudah
terbukti secara ilmiah dimasa modern ini banyak manfaat yang bisa diambil dari
cara nabi tesrebut dan tidak ada salahnya kita mengikuti.
ketika buang air kecil nabi selalu dalam posisi jongkok selain bermanfaat bagi
kesehatan cara ini bisa menghindari kita dari percikan sisa-sisa air kencing kita
yang dikhawatirkan mengenai pakaian kita.
4. Filsafat pendidikan yang mantap hanya dapat dikembangkan di atas dasar
asumsi-asumsi dasar yang kokoh dan jelas tentang manusia (hakikat)
kejadiannya, potensi-potensi bawaannya, tujuan hidup dan misinya di dunia ini
baik sebagi individu maupun sebagai anggota masyarakat, hubungan dengan
lingkungan dan alam semesta dan akhiratnya hubungan dengan Maha Pencipta.
Sehubungan dengan itu, konsep dasar pembaharuan pendidikan Islam adalah
perumusan konsep filsafat dan teoritis pendidikan yang didasarkan pada asumsi-
asumsi dasar tentang manusia dan hubungannya dengan lingkungan dan menurut
ajaran Islam.
Jadi, apabila kita ingin mengadakan perubahan pendidikan Islam maka langkah
awal yang harus dilakukan adalah merumuskan konsep dasar filosofis
28. 2020
28 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam, mengembangkan secara empiris
prinsip-prinsip yang mendasari keterlaksanaannya dalam konteks lingkungan
(sosial-kultural) yang dalam hal ini adalah masyarakat madani.
5. Betapa prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada
ungkapan yang “ekstrem” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari
kendati ia negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia
negara (yang mengatasnamakan) Islam” 10 3. al-Musawah al-Musawah adalah
kesejajaran, egaliter, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang
lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya.
Dalam perspektif Islam, pemerintah adalah orang atau institusi yang diberi
wewenang dan kepercayaan oleh rakyat melalui pemilihan yang jujur dan adil
untuk melaksanakan dan menegakkan peraturan dan undang-undang yang telah
dibuat.
Sebab persamaan tersebut sejalan dengan kemaslahatan umum yang menjamin
hak-hak istemewa diantara mereka, sebab prinsip persamaan dalam Islam
adalah pengakuan hak-hak yang sama antara kaum muslimin dan bukan
muslim14 Selama kurang lebih 10 tahun (di Madinah) Nabi telah melakukan
reformasi secara gradual untuk menegakkan Islam, sebagai sebuah agama yang
memiliki perhatian besar terhadap tatanan masyarakat yang ideal.
Masyarakat seperti yang dikehendaki dalam rumusan piagam Madinah adalah
masyarakat yang memiliki kesatuan kolektif dan ingin menciptakan masyarakat
muslim yang berperadaban tinggi, baik dalam konteks relasi antar manusia
maupun dengan Tuhan.
Salah satu sifat pemaaf dan toleransi nabi yang luar biasa adalah tampak pada
kasus Hindun, salah seorang musuh Islam yang dengan dendam kusumatnya
tega memakan hati Hamzah, seoarng paman nabi sendiri dan pahlawan perang
yang terhormat.
Seperti yang dicatat oleh Akbar S. Ahmed 15 seorang penulis sejarah Islam
kenamaan dari Pakistan, bahwa penaklukan Makkah oleh nabi yang hanya
menelan korban kurang dari 30 jiwa manusia itu merupakan kemenangan
perang yang paling sedikit menelan korban jiwa di dunia dibanding dengan
kemenangan beberapa revolusi besar lainnya seperti Perancis, Rusia, Cina dan
seterusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad. 1999. Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim (Juz „Amma). (terj.)
Muhammad Baghir. Cetakan V. Bandung: Mizan.
29. 2020
29 MA TAKULIAH : Pendidikan Agama Islam UNIVERSITAS DIAN NUSANTARA
Nama dan NIM : Ainun Naim (52119089) http://www.undira.ac.id
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maragi: Jilid 28.
Cetakan
II. Semarang: CV. Toha Putra.
Aminah, Nina, 2013. Pendidikan Kesehatan dalam Al-Qur‟an. Cetakan I.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Anis, Muhammad. 2010. Tafsir Ayat Pendidikan: Wahyu Pertama sebagai
Lonceng Kemajuan Peradaban Umat Manusia. Dalam Antologi
Suhrianati. Jurnal Sagacious Vol. 3 No. 1 Juli-Desember 2016. 2016;3(1):67–78.
Sakienah. Blowing Food or Hot Drinks It’s Dangerous [Internet]. steemit. 2018
[cited 2020 May 5]. Available from:
https://steemit.com/food/@sakienah/blowing-food-or-hot-drinks-it-s-dangerous-
c8520914077b9
Dawson P, Han I, Lynn D, Lackey J, Baker J, Martinez-Dawson R. Bacterial
Transfer Associated with Blowing Out Candles on a Birthday Cake. J Food Res.
2017;6(4)
Abbas, Ahmad Sudirman dan Ahmad Sukardja. Demokrasi dalam
Perspektiif Islam: Studi Perbandingan Antara Konsep
Syu>ra> dan Demokrasi Barat dalam Kaitannya Dengan
Demokrasi Pancasila. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2005
Abdul Baqi, Muhammad Fuad. al-Mu’jam al-Mufahras li al-faz
al-Qur’an. Beirut: Dar al-Fikr, 1981
Al-Munawar, Said Agil Husin. “Fikih Siayasah dalam Konteks
Perubahan Menuju Masyarakat Madani”. Jurnal Ilmu
Sosial Keagamaan, Vol. 1, No. 1, Juni 1999.
Azra, Azyumardi. Pergolakan Poltik Islam dari Fundamentalisme,
Modernisme hingga Post-Modernisme. Jakarta:
Paramadina, 1996.