1. MAKALAH
ISIM - ISIM YANG DI BACA NASHAB
Dosen Pengampu:
Ainul Yaqin, S.Pd.
Disusun Oleh:
Misbahul Munir
Nada Salsabilah
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INDONESIA
FAKULTAS TADRIS UMUM
UNIVERSITAS ISLAM ZAINUL HASAN
GENGGONG KRAKSAAN PROBOLINGGO
2023
2. i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala Puji bagi Allah yang telah memberikan taufik dan hidayahnya.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada suri teladan kita,
Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya yang membawa kebenaran
bagi kita semua.
Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yakni
bapak Ainul Yaqin, S.Pd. yang telah membimbing serta mengajarkan kami, dan
mendukung kami sehingga terselesaikan makalah yang berjudul “ISIM - ISIM
YANG DI BACA NASHAB” dan juga terima kasih yang sebesar-besarnya kami
ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga terselesaikan
makalah ini.
Ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan, sebagai wujud rasa syukur
dengan tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yang telah berpartisipasi
selama penyusunan makalah ini, yang telah dengan tulus ikhlas membantu baik
secara moril maupun materiil, terutama kepada Dosen Pembina dan teman-teman
sekalian.
Kraksaan, 09 April 2023
Penyusun
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Maf’ul Bih................................................................................................2
B. Maf’ul Muthlak........................................................................................3
C. Maf’ul Liajlih...........................................................................................6
D. Maf’ul Fiih ...............................................................................................7
E. Maf’ul Maah ............................................................................................9
BAB III PENUTUP..............................................................................................12
A. Kesimpulan ............................................................................................12
B. Saran.......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Quran turun dengan bahasa Arab dikarenakan Rasulullah Saw dan
para Mukhatab pertamanya menggunakan bahasa tersebut. ”Dan Jikalau kami
jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka
mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” apakah (patut Al
Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab?”
Dalam pembelajaran Bahasa Arab, kata terbagi menjadi tiga yaitu Isim,
Fi’il, dan Huruf. Namun pada makalah ini akan dibahas tentang isim. Isim
adalah kata yang bermakna namun tidak terikat dengan waktu. Fi’il adalah kata
kerja. Dan Huruf adalah kata penghubung.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan maful bih ?
2. Apa yang dimaksud dengan Maful Liajlih ?
3. Apa yang dimaksud dengan Maful Maal ?
4. Apa yang dimaksud dengan Maful Fiih ?
5. Apa yang dimaksud dengan Maful Muthlak ?
5. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Maf’ul Bih
Adapun definisi maf’ul bih dalam ilmu nahwu ialah : isim manshub
(yang dibaca nashob) yang menjadi sasaran tindakan (objek).1
Maka, jelas
sekali, yang dimaksud maf’ul bih menurut arti istilah ialah isim manshub
dimana posisinya menjadi sasaran tindakan si pelaku.
Contoh :
َابتِك ُتْأ َرَق
ا = Aku sudah membaca Buku Dalam misal di atas, yang
menjadi sasarn perbuatannya (memukul) ialah kata “kitaaban”, maka kata
tersebut menjadi maf’ul bih.
Contoh lainnya :
َامَعَطال ُتْلَكَا = Aku sudah memakan makanan. Yang menjadi sasaran
perbuatannya (memakan) ialah makanan, maka kata tersebut menjadi maf’ul
bih.
Dengan dua misal di atas sudah paling jelas sekali untuk
mengetahui pembahasan mengenai maful bih dalam ilmu nahwu.
1. Pembagian Maf’ul Bih
Dalam ulasan tentang maful bih , maka maf’ul bih terbagi atas dua
bagian yakni maf’ul bihi isim dzahir (nampak) dan isim dhamir (kata ganti).
Maf’ul bih isim dzahir ialah maf’ul bih yang terdiri atas isim dzahir (isim
yang nampak) contohnya laksana yang dua tadi di atas, objeknya berupa
kata yang nampak dan bukan kata ganti, sementara yang dimaksud dengan
maf’ul bih isim dhamir (kata ganti) ialah maf’ul bih yang terdiri dari isim
dhamir misal :
ىِنَب َرَض = Dia (laki-laki) sudah memukulku.
Lafadz َب َرَض ialah fi’il madhi, sementara fa’ilnya ialah dhamir
mustatir (disembunyikan) takdirnya َوُه, huruf nun-nya ialah lil wiqaayah,
1
K.H. Moch. Anwar, Ilmu nahwu Terjemah, (Bandung: Sinar Baru ALGESINDO, 2006),
hlm. 29
6. 3
sementara huruf ya-nya ialah ya mutakalim wahdah dimana
kedudukannya menjadi maf’ul bih.
َكَب َرَض = Dia (laki-laki) sudah memukulmu (laki-laki)
Lafadz َب َرَض ialah fi’il madhi, fa’ilnya mustatir andai ditakdirkan
menjadi َوُه, dan huruf ka-nya menjadi maf’ul bih.
Demikian ulasan tentang maful bih dalam ilmu nahwu bahasa arab.
B. Maf’ul Muthlak
Maf’ul Muthlaq ialah isim atau kata benda yang dibaca nashob yang
berada pada urutan yang ketiga dari tashrifannya fi’il, maf'ul muthlaq juga isim
yang dibaca nashob dan bertujuan untuk penegasan dan penjelasan jenis serta
jumlah perbuatannya.2
Contoh :
اام َرْكإ ُم ِ
رْكُي َمَرْكأ ,اب ْرَض ُب ِ
ْرضَي َب َرَض,
Dari pengertian maf’ul muthlaq itu member kepahaman bahwa :3
1. Maf’ul muthlaq berupa kalimat isim
2. Maf'ul muthlaq bertujuan untuk penegasan, penjelas dari fi'il (baik jenis
maupun jumlah pekerjaannya)
3. Dibaca nashob dan dinashobkan oleh amil. Adapun amil yang menashobkan
maf’ul muthlaq yaitu :
Fi’il taam yang mutashorrif: kata kerja sempurna yang dapat ditashrif
(maksudnya bukan fi’il naqhis dan fi’il jamid )
ِْنيَتَب ْرَض ابْلَك ُْتب َرَض
Aku memukul Anjing dengan dua kali pukulan
Mashdar
ِدَش اب ْرَض َكِب ْرَض ْنِم ُْتب ِحَع
اْدي
Aku terkejut atas pukulanmu dengan pukulan yang keras
Isim sifat
2
K.H. Moch. Anwar, Ilmu nahwu Terjemah, (Bandung: Sinar Baru ALGESINDO, 2006),
hlm. 30
3
Hifni Bek Dayyab dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, (Jakarta:Darul Ulum Prees,1991), hlm.
32
7. 4
ِهْيِبأ َب ْضر ٍدْي َز ُب ِ
ارَض َانأ
Aku memukul Zaid seperti pukulan ayahnya
4. Maf’ul muthlaq tercipta dari mashdar yang adalah urutan ketiga dari
tashrifnya fi’il.
Maf'ul Mutlaq ialah isim manshub yang dilafalkan untuk 3 keadaan:
Untuk menegaskan sebuah perbuatan
Untuk menyatakan bilangan perbuatan
Untuk menyatakan jenis/sifat perbuatan
a. Contoh sebagai penegas perbuatan
اظْف ِح َ
س َّْردال ُتْظِفَح“ Aku sudah menghafal pelajaran tersebut dengan
sangat hafal”
Kata اظْف ِح adalah isim yang dibaca nashob dengan fathah sebab
isim mufrod, dan ia menjadi maf'ul mutlaq. Kata tersebut bertugas
untuk menegaskan perbuatan. Jika kita perhatikan baik-baik bentuk
katanya, maf’ul mutlaq adalah isim yang berasal dari lafad fi’ilnya,
dalam ilmu shorof disebut isim mashdar. Sehingga untuk menciptakan
maf’ul bih sebuah fi’il, dengan teknik mengganti fi’il itu menjadi isim
mashdar.
yang mengindikasikan penegas tindakan :
ظْف ِح َ
س َّْردال ُتْظِفَح
ا
(Saya menghapal latihan dengan sesungguhnya)
شديدا ضربا ٌهُتْبضر
(Saya memukulnya dengan pukulan keras)
كثيرا الْكأ ُتْأكل
(Saya makan dengan banyak)
b. Contoh untuk menyatakan bilangan
ةَب ْرَض ُهُتْب َرَض“ Aku memukulnya dengan satu kali pukulan “
Kata ةَب ْرَض adalah isim manshub dengan fathah, sebab isim
mufrod, sebagai maf'ul mutlaq. Pada kalimat ini, maf’ul mutlaq
bermanfaat sebagai penjelas bilangan dari perbuatan. Jika anda belajar
8. 5
ilmu shorof, anda akan temukan format isim masdar yang lebih dari
satu, laksana halnya pada misal di atas.
Kata ضرب dapat memiliki isim masdar yang lebih dari satu, dan
pemakai annya bermacam-macam, terdapat yang guna sebagai penjelas
tindakan atau untuk menyatakan bilangan, sampai-sampai untuk dapat
menyusun suatu kalimat yang memiliki maf’ul mutlaq, maka butuh
adanya pengetahuan mengenai bentuk-bentuk isim masdar dari sebuah
fi’il.
Contoh beda yang menyatakan bilangan :
ٍتاَب َرَض َثَالَث َبْلَكال ُْتب َرَض
(Saya memukul anjing sejumlah tiga kali)
ضربة ُهُتْبضر
(Saya memukulnya satu kali pukulan)
ةَلأك ُتْأكل
(Saya makan satu kali suap)
c. Contoh untuk menyatakan jenis/sifat
َّةيِلِهاَج َةتيِم َاتَم اْربِش ِانَطْلُّسال ْنِم َج ََرخ ْنَم
"Barang siapa yang keluar dari ketaatan Seorang pemimpin
sejengkal saja, lantas ia mati,maka matinya laksana kematian
jahiliyah".
Pada kalimat di atas ada kata َةتيِم yang dibaca nashob. Kata itu
adalah maf’ul muthlaq karena bermanfaat sebagai penjelas jenis dari
fi’il yang digunakan yakni َاتَم. Pada situasi ini, maf’ul muthlaq mesti
dibuntuti oleh na’at. Sehingga maf’ul muthlaq yang bermanfaat untuk
menyatakan jenis/sifat fi’il mesti dibuntuti oleh na’at/sifat atau
disandarkan ke isim yang lainnya.
Contoh lagi :
ِمآءَلُعال َةَسْل ِج ُتْسَلَج
(Saya duduk seperti duduknya semua ulama)
1. Macam-macam Maf’ul Muthlaq
9. 6
Masdar yang menjadi maf’ul muthlaq terdapat dua yakni :
a. Masdar Lafdzi
Yaitu bilamana lafadznya masdar sesuai dengan lafadznya fi’il.
Contoh :
الْتَق ُهُتَْلتَق saya benar-benar telah membunuh Zaid.
Lafadz الْتَق adalah masdar yang menjadi maf’ul muthlaq,
lafadznya mirip dengan lafadz fi’ilnya yakni َلَتَق , maka disebut masdar
lafdzi.
b. Masdar Maknawi
Yaitu bilamana masdar sesuai dengan artinya fi’il, tetapi tidak
sesuai dalam lafadznya.
Contoh :
اد ْوُعُق ُتْسَلَج saya duduk dengan sesungguhnya
اف ْوُق ُو ُتْمُق saya berdiri dengan sesungguhnya
Masdar اد ْوُعُق yang menjadi maf’ul muthlaq, artinya sama dengan
artinya fi’ilnya, lafadz ُتْسَلَج (maknanya duduk), tetapi tidak sama
dalam lafadznya, begitu pun dengan lafadz اف ْوُق ُو dengan ُتْمُق, oleh
sebab itu disebut masdar maknawi.
C. Maf’ul Liajlih
Maf’ul liajlih ialah Isim yang dibaca nashob yang bermanfaat untuk
menyatakan sebab atau motif terjadinya perbuatan.4
Contoh:
ابْعَت ِِّيِس ْرُكال ىَلَع ُتْسَلَج
(Aku duduk di atas kursi karena lelah)
ِة َْرس ْ
ْلِل اق َْوش ِتْيَبال ىَلِإ ُتْعَج َر
(Aku pulang ke rumah karena kangen dengan keluarga)
اع ْوَج َامَعَطال ُتْلَكأ
4
K.H. Moch. Anwar, Ilmu nahwu Terjemah, (Bandung: Sinar Baru ALGESINDO, 2006),
hlm. 30
10. 7
(Aku memakan makanan karena lapar)
ِمْلِعْال ْيِف ةَبْغ َر ِةَس َْردَمْال ىَلِإ َُبهأذ
( Aku berangkat ke sekolah sebab mencintai Ilmu)
ُهَل اْبيِدَْأت َدَل َوْال ُْتب َرَض
( Aku memukul anak tersebut karena bermaksud guna mendidiknya)
Penjelasan :
Kata 'mendidik', 'cinta', 'lelah', 'lapar', dan 'rindu' adalah menjadi Maf’ul Li
Ajlih, hukumnya Nashob dan tanda Nashob nya adalah Fathah.
Lafazh-lafazh yang biasa menjadi maf’ul liajlih:
اام َرْكِإ (sebab hormat) اءَيح(karena malu)
ان ْزُح (karena sedih) ةَمْح َر (karena sayang)
ف َْوخ
ا (karena takut) ادَسَح (karena iri)
ًّابُح (karena cinta) اضْغُب ( sebab marah)
(sebab mendidik) اانَمْيِإ (karena beriman)
ةَقَفَش (sebab kasihan) اح ْرَف (karena senang)
ابْعَت (karena lelah) ارْكُش (karena bersyukur)
اْبضَغ (karena marah) ْغ َر
ةَب (karena cinta)
Penjelasan :
Sebenarnya hukum Maf’ul li Ajlih ialah dibaca Nashob, tetapi dapat di
Jarr dengan huruf Lam (ل) dan terkadang Maf’ul li Ajlih sama sekali tidak
menduduki sebagai ma'ful li ajlih, namun menjadi Jarr-Majrur dan mempunyai
ta'aluq atau hubungan dengan kata sebelumnya.
D. Maf’ul Fiih
Maf’ul Fiih/ Zharaf ialah isim Manshub yang menyatakan tempat atau
masa-masa terjadinya sebuah perbuatan/pekerjaan.
Maf’ul Fiih ialah isim Manshub yang menyatakan tempat atau masa-
masa terjadinya sebuah perbuatan/pekerjaan. Atau sebagai jawaban dari
pertanyaan “kapan” atau “dimana”. Disebut Zhorof Zaman bilamana berkaitan
11. 8
dengan masa-masa terjadinya perbuatan, dan dinamakan Zhorof Makan
bilamana berkaitan dengan lokasi terjadinya perbuatan.5
Contoh :
ِانَكَمْال ُف ْرَظ(.ِةَس َْردَمْال َامَمَأ ِمَدَقال َةَّرُك ٌدْي َز ُبَعْلَي)
( Zaid bermain sepak bola di depan sekolah) “keterangan tempat”.
ِانَكَمْال ُف ْرَظ(.ِةَس َْردَمْال َامَمَأ ٌدْي َز َفَق َو)
(Zaid berdiri di depan sekolah) “keterangan tempat”
ِانَمَّزْال ُف ْرَظ(.ِاءَعِباألر َم ْوَي ِمَدَقال َةَّرُك ٌدْي َز ُبَعْلَي)
( Zaid bermain sepak bola pada hari Rabu) “keterangan waktu”.
ارِكاَب ااحَبَص ِة َارَداإل ىَلِإ َُبهْذَأ
( Saya pergi ke kantor dini hari ). “keterangan waktu”
Keterangan:
َم dalam misal diatas merupakan penjelasan waktu terjadinya suatu
tindakan “main bola”. Demikian pula lafazh َامَمَأ ialah keterangan lokasi
terjadinya suatu tindakan “main bola”. Setiap zharaf makaan/tempat atau
zaman/waktu harus dibaca nashob.
Adapun keterangan-keterangan masa-masa yang biasa digunakan;6
ِانَمَّالز ُف ْرَظ ( Keterangan Waktu)
ااءَسَم ( Sore hari) ااحَبَص (Pagi hari)
ْاليَل (Malam hari) اارَهَن (Siang hari)
ام ْوَي (Hari) اع ُْوبْسُأ (Minggu)
ارْهَش (Bulan) َةنَس (Tahun)
َأ
َ
سْم (Kemarin) اَدغ ( Besok)
5
K.H. Moch. Anwar, Ilmu nahwu Terjemah, (Bandung: Sinar Baru ALGESINDO, 2006),
hlm. 31
6
Sukamto imanudin, Munawari Akhmad. Tata Bahasa Arab Sistematis, (Yogyakarta: Nurma
Media idea. 2007), hlm. 62
12. 9
ان ْرَق (Abad) ادَبَأ (Selamanya)
اْني ِح (Terkadang) اانَيْحَأ (Kadang-kadang)
ةََارت (kadang-kadang) اقَباَس (yang sudah lalu/dulu)
َلْبَق (Sebelum) َدْعَب (Sesudah)
ةَعاَس (Satu Jam) َاآلن (Sekarang)
ِانَكَمال ُف ْرَظ ( Keterangan Tempat)
َب ْرُق (Dekat) َبِناَج (Di samping)
ْيَدَل (Pada) َطْس َو (Tengah)
َرْتِم ْوُلْيِك (Kilometer) َلْيِم (Mil)
َامَمَأ ( Di depan) َءا َر َو (Di belakang)
َق ْوَف (Di atas) َحْتَت (Di bawah)
َْنيِمَي (Di kanan) َلاَمش (Di kiri)
َْنيَب (Di antara) َل ْوَح (Di sekitar)
َدْنِع (Di sisi) َءا َزِإ (Di sisi)
Adapun pembagian Zharaf terdapat 2 bagian, yakni :
1. ْ
فِِّ
رَصَتُم ( Lafazh yang terkandung bermanfaat sebagai Zharaf dan pun
tidak).
Contoh sebagai Zharaf:
ِْنيَنْثِاإل َم ْوَي ُتْمُص (Aku shaum/puasa pada hari senin)
Contoh bukan sebagai Zharaf:
ٌكَارَبُم ٌم ْوَي ِةَعْمُجْال ُم ْوَي (Hari jum’at ialah hari yang berkah)
Keterangan:
Lafazh َم ْوَي (hari) dalam misal kesatu ialah manshub dan bermanfaat
sebagai zharaf atau penjelasan waktu dari kata kerja; ُتْمُص (aku puasa).
E. Maf’ul Maah
Maf’ul Ma’ah ُهَعَم ُل ْوُعْفَم merupakan isim manshub yang terletak
sesudah huruf Wau (و). Akan tetapi, wau itu tidak bermakna DAN (kata
13. 10
sambung). Melainkan mempunayi makna bersama atau kebersamaan. Maka
dari itulah Maf'ul Ma'ah pun disebut Wau Ma'iyyah, sampai-sampai wawu
maiyah pengertiannya sama saja dengan Maf'ul Ma'ah.7
Contoh:
َلَبَجْال َو ُت ْرِس (Aku berjalan bareng gunung). Kata َلَبَجْال dibaca manshub
dengan berharokat fathah sebab sebagai maf'ul ma'ah dalam format isim
mufrod. Contoh lain:
ِ
سْمَّشال َب ْوُرُغ َو َاهُدَل َو َو ُّماأل َءاَج > "Seorang Ibu dan Anaknya datang bersamaan
dengan terbenamnya matahari"
ِر ُْويُّالط َدْي ِرْغَت َو ٌدْي َز > "Zaid bangun bersamaan dengan burung berkicau"
ِرْجَفْال َع ْوُلُط َو ٌدْي َز َعَج َر > "Zaid pulang bersamaan dengan terbitnya fajar"
Cara memisahkan Wau Ma'iyyah dengan Wau 'Athaf
Sebelumnya saya pernah mencatat tentang wau athaf pada bab
mengenai athaf. Karena disini membicarakan masalah wau ma'iyyah.
Adakalah saya dan anda butuh mengetahui perbedaannya.
1. Kalau wau athof, i'robnya (harokat) mengekor lafadz sebelumnya. Jika
harokat fathah maka ma'tufnya pun fathah. andai kasroh maka pun kasroh.
Jika harokatnya dhammah maka ikut dhammah. Berbeda dengan wawu
ma'iyyah. I'robnya me sti nashob sebagaimana definisi diatas. Contoh : َءاَج
ِ
سْمَّشال َب ْوُرُغ َو ُرَمُع (Telah datang umar bareng dengan tenggelamnya
matahari) Kata َب ْوُرُغ manshub dengan harokat fathah sebab sebagai maf’ul
ma’ah
2. Untuk memisahkan Wau Ma'iyyah dengan Wau 'Athaf dapat juga
disaksikan dari makna/artinya. Kalau Wau 'Athaf bermakna DAN (kata
sambung), maka Wau Ma'iyyah bermakna BERSAMA.
7
K.H. Moch. Anwar, Ilmu nahwu Terjemah, (Bandung: Sinar Baru ALGESINDO, 2006),
hlm. 34
14. 11
Syarat Syarat Maf’ul Ma’ah8
1. Berbentuk isim Fadhlah Adanya isim tersebut tergolong kelebihan.
Maksudnya tanpa adanya isim terebut sebetulnya jumlah itu sudah dapat
dipahami
contoh : ََّاميَألا َو َمِلاَّالظ ِعَد
2. Sebelum Wawu Ma’iyyah terdapat Jumlah misal َْسيَجال َو ُيرِمَالا َءاَج (raja
datang bersamaan dengan prajurit)
3. Maf’ul ma’ah terletak langsung sesudah huruf WAU yang dinamakan
dengan WAU ma’iyyah. Tidak boleh terdapat lafadz pemisah
sebelumnya.
4. WAU ma’ah mengindikasikan suatu kebersamaan, bukan kata sambung
Berikut ialah contoh-contoh maf'ul ma'ah atau wau ma'iyyah:
َدِئاَقْال َو ُلاَج ِ
الر ا ََزغ (para lelaki berperang beserta panglima)
ِ
سْمَّشال َع ْوُلُط َو ُارَّجُّتال ََبهَذ (para saudagar pergi saat terbit matahari)
َذْيِمْلِِّتال َو ُسِِّ
رَدُمْال َب ِ
َرش (Guru tersebut minum bersamaan dengan murid)
ا َفَق َو
َْفيِّ ِ
الض َو ُدَل َوْل (Anak laki-laki tersebut berhenti bersamaan dengan
tamu)
ِ
سْمَّشال َب ْوُرُغ َو ُرَمُع َءاَج (Umar datang bareng dengan tenggelamnya
matahari)
ِ
سْمَّشال َع ْوُلُط َو ٌدَّمَحُم َءاَج (Muhammad datang bersamaan dengan terbitnya
matahari)
8
Yahya, aly. Methode Mudah Untuk Mempelajari Bahasa Arab dan Nahwu, (Yogyakarta,
IAIN Sunan Kalijaga), hlm. 70
15. 12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mansubat Al-Asma’ (Isim-Isim Yang Dibaca Nashab Yang dimaksud
dengan mansubat al-asma’ adalah kalimat isim yang keadaannya beri’rab
nashab. Jadi jika ada kalimat isim yang kedudukannya menjadi salah satu dari
mansubat al- asma’ ini, maka kalimat isim tersebut pasti beri’rab nahsob.
Berikut beberapa isim yang dibaca nashob diantaranya:
1. Maful Bih
2. Maful Liajlih
3. Maful Muthlak
4. Maful Maah
5. Maful fikih
B. Saran
Apabila ada huruf yang khusus pada kalimat fi’il seperti adat syarat, adat
tahdlidl dan adat istifham maka sebaiknya isim sabiq wajib dibaca nashab.
16. 13
DAFTAR PUSTAKA
Hifni Bek Dayyab dkk, Kaidah Tata Bahasa Arab, Jakarta:Darul Ulum Prees,1991
K.H. Moch. Anwar, Ilmu nahwu Terjemah, Bandung: Sinar Baru ALGESINDO,
2006
Rosihon, Mutiara Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 1999
Sholeh Nadwi, M.Maftuhin, Terjemah Alfiyah Ibnu Malik, Surabaya: Putrajaya.
2006
Sukamto imanudin, Munawari Akhmad. Tata Bahasa Arab Sistematis, Yogyakarta:
Nurma Media idea. 2007
Yahya, aly. Methode Mudah Untuk Mempelajari Bahasa Arab dan Nahwu,
Yogyakarta, IAIN Sunan Kalijaga