3. Eksistensialisme adalah aliran yang cenderung memandang
manusia sebagai objek hidup yang memiliki taraf yang tinggi,
dan keberadaan dari manusia ditentukan dengan dirinya
sendiri bukan melalui rekan atau kerabatnya, serta
berpandangan bahwa manusia adalah satu-satunya mahluk
hidup yang dapat eksis dengan apapun disekelilingnya karena
manusia disini dikaruniai sebuah organ urgen yang tidak
dimiliki oleh mahluk hidup lainnya sehingga pada akhirnya
mereka dapat menempatkan dirinya sesuai dengan keadaan
dan selalu eksis dalam setiap hidupnya dengan organ yang luar
biasa hebat tersebut.
4. Eksistensialisme memfokuskan pembahasan pada
masalah-masalah individu. Dimana, eksistensialisme
memberi individu suatu jalan berpikir mengenai
kehidupan, apa maknanya bagi seseorang, apa yang
benar untuk seseorang. Secara umum,
eksistensialisme menekankan pilihan kreatif,
subjektifitas pengalaman manusia, dan tindakan
konkret dari keberadaan manusia atas setiap skema
rasional untuk hakikat manusia atau realitas.
6. Eksistensialisme sangat berhubungan dengan pendidikan
karena pusat pembicaraan eksistensialisme adalah keberadaan
manusia sedangkan pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
Aliran eksistensialisme memandang pendidikan
mengutamakan perorangan/ individu, memandang individu
dalam keadaan tunggal selama hidupnya, percaya akan
kemampuan ilmu untuk memecahkan semua persoalannya,
membatasi murid-murinya dengan buku-buku yang ditetapkan
saja, tidak menghendaki adanya aturan-aturan pendidikan
dalam segala bentuk.
7. Eksistensialisme memberikan pencerahan bahwa pendidikan tidak
semestinya membelenggu manusia. Menurut Fasli Jalal dan Dedi
Supriadi bahwa hal yang ada kesejalanan dengan acuan filosofis
strategi Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional perlu
memiliki karakteristik, yaitu :
a) Mampu mengembangkan kreativitas, kebudayaan dan peradaban
b) Mendukung dimenasi nilai keunggulan;
c) Mengembangkan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan dan
keagaman
d) Mengembangkan secara berkelanjutan kinerja kreatif dan
produktif yang koheren dengan nilai-nilai moral.
9. Tujuan pendidikan menurut pandangan
eksistensialisme adalah untuk mendorong setiap
individu agar mampu mengembangkan semua
potensinya untuk pemenuhan diri dengan
memberikan bekal pengalaman yang luas dan
komprehensif dalam semua bentuk kehidupan.
10. Pengetahuan manusia tergantung kepada pemahamannya
tentang realitas, tergantung pada interpretasi manusia
terhadap realitas, pengetahuan yang diberikan di sekolah
bukan sebagai alat untuk memperoleh pekerjaan atau karir
anak, melainkan untuk dapat dijadikan alat perkembangan
dan alat pemenuhan diri. Pelajaran di sekolah akan dijadikan
alat untuk merealisasikan diri, bukan merupakan suatu
disiplin yang kaku dimana anak harus patuh dan tunduk
terhadap isi pelajaran tersebut. Biarkanlah pribadi anak
berkembang untuk menemukan kebenaran-kebenaran dalam
kebenaran.
12. Dalam kegiatan belajar mengajar, pengetahuan tidak
dilimpahkan melainkan ditawarkan. Tidak ada pemikiran yang
mendalam tentang metode, tetapi metode apapun yang dipakai
harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan
karakter yang baik. Diskusi merupakan metode utama dalam
pandangan eksistensialisme. Siswa memiliki hak untuk
menolak interpretasi guru tentang mata pelajaran. Sekolah
merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog
dengan teman-temannya, dan guru membantu menjelaskan
kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya.
13. Untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa
sebagai suatu dialog, maka pengetahuan yang akan diberikan
kepada siswa harus menjadi bagian dari pengalaman pribadi
guru itu sendiri, sehingga guru akan berjumpa dengan siswa
sebagai pertemuan antara pribadi dengan pribadi. Pengetahuan
yang ditawarkan guru tidak merupakan suatu yang diberikan
kepada siswa yang tidak dikuasainya,melainkan merupakan
suatu aspek yang telah menjadi miliknya sendiri.
14. Para guru harus memberikan kebebasan kepada siswa
memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman
yang akan membantu mereka menemukan makna dari
kehidupan mereka. Pendekatan ini berlawanan dengan
keyakinan banyak orang, tidak berarti bahwa para siswa
boleh melakukan apa saja yang mereka sukai : logika
menunjukkan bahwa kebebasan memiliki aturan, dan rasa
hormat akan kebebasan orang lain itu penting.
15. Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa
untuk memikirkan dirinya dalam suatu dialog. Guru menyatakan
tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain,
kemudian membimbingsiswa untuk memilih alternatif-alternatif,
sehingga siswa akan melihat bahwa kebenaran tidak terjadi pada
manusia melainkan dipilih oleh manusia. Lebih dari itu, siswa harus
menjadi faktor dalam suatu drama belajar, bukan penonton. Siswa
harus belajar keras seperti gurunya.Guru harus mampu
membimbing dan mengarahkan siswa dengan seksama sehingga
siswa mampu berpikir relatif dengan melalui pertanyaan-pertanyaan.
17. • Menemukan pembawaan pada anak didiknya dengan jalan
observasi, wawancara, pergaulan, angket dan sebagainya.
• Berupaya menolong anak didik dalam perkembangannya. Agar
pembawaan buruk tidak dapat berkembang dengan subur mendekati
kemungkinannya.
• Menyajikan dan mencarikan jalan yang terbaik dan menunjukkan
perkembangan yang tepat.
• Setiap waktu mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah
perkembangan anak didik dalam usaha mencapai pendidikan sudah
berjalan seperti yang diharapkan.
18. • Memberikan bimbingan dan penyuluhan pada anak didik pada
waktu mereka menghadapi kesulitan dengan cara yang sesuai
dengan kemampuan anak didik dan tujuan yang dicapai.
• Dalam menjalankan tugasnya, pendidik wajib selalu ingat bahwa
anak sendirilah yang berkembang berdasarkan bakat yang ada
padanya.
• Pendidik senantiasa mengadakan penilaian atas diri sendiri untuk
mengetahui apakah hal-hal yang tertentu dalam diri pribadinya yang
harus mendapatkan perbaikan.
• Pendidik perlu memilih metode atau teknik penyajian yang tidak
saja disesuaikan dengan bahan atau isi pendidikan yang akan
disampaikan namun disesuaikan dengan kondisi anak didiknya.