Psikologi Kognitif mempelajari proses berpikir dan pembentukan konsep, berbeda dengan Behaviorisme yang lebih fokus pada tingkah laku. Teori-teori kognitif seperti Teori Lapangan Lewin, Teori P-O-X Fritz Heider, dan Teori Disonansi Kognitif Leon Festinger membahas proses-proses mental dan hubungan antar elemen kognitif yang dapat menimbulkan keadaan seimbang atau tidak seimbang.
1. Psikologi Kognitif
Nama : Wulandari Rima Kumari
NIM : 17.11.1001.3510.009
Prodi : Psikologi (SORE)
M.K : Sejarah dan Aliran Psikologi
2. Psikologi Kognitif adalah hal-hal seperti sikap, ide, harapan dan sebagainya.
Psikologi Kognitif mempelajari bagaimana arus informasi yang ditangkap indera
diproses dalam jiwa seseorang sebelum diendapkan dalam kesadaran atau
diwujudkan dalam bentuk tingkah laku.
Teori lapangan yang dikemukankan oleh Lewin itu sendiri adalah teori yang
membahas proses psikologi yang terjadi dalam diri seseorang. Dengan perkataan
lain teori lapangan mempelajari unsur O (organisme) yang dalam teorinya Tolman
dinyatakan bahwa mempelajari O harus dilaksanakan dengan mencari hubungan
Antara B (behavior atau tingkah laku) dengan S (situasi) dan A (antecedent atau
peristiwaperistiwa yang mendahului). Hubungan S-R dalam teori Thorndike, menurut
Tolman perlu dijadikan hubungan S-O-R dalam hubungan S-O-R inilah teori-teori
psikologi lapangan mendapat tempatnya dalam dunia psikologi di Amerika Serikat
yang pada waktu itu didominasi oleh Behaviorisme, untuk kemudian berkembang
menjadi teori kognitif.
3. Teori kognitif tidak mempelajari proses yang terjadi dalam alam bawah sadar dan ketidaksadaran.
Psikologi kognitif agak sulit dibedakan, terutama dalam aspek metodologinya. Behaviorisme tidak menyetujui
metode introspeksi, tetapi untuk mendapatkan data, psikologi behaviorisme dalam eksperimennya tetap
bertanya kepada Orang Percobaan ‘OP’ dan jawaban ‘OP’ dicatat sebagai data.
Misalnya OP diminta membaca sesuatu dan pemimpin percobaan PP bertanya: “Apa yang Anda baca?” OP
menjawab misalnya “Tulisan itu berbunyi ZRT”. Jawaban OP oleh kaum behaviorisme dinamakan respons
verbal, akan tetapi oleh penganut psikologi kognitif dinamakan introspeksi. Introspeksi dalam psikologi
kognitif terbatas pada apa yang diindrakan atau dirasakan oleh OP secara langsung dan spontan introspeksi
dalam aliran struktualisme mengandung pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab secara lebih mendalam
dan untuk menjawab OP perlu memiliki pengalaman dan kemampuan tertentu. Disinilah letak subjektivitias
introspeksi model struktualisme.
Perbedaan antara psikologi kognitif dan psikologi behaviorisme antara lain:
1. Psikologi Behaviorisme: Berkaitan dengan kondisioning dan proses belajar. Mempelajari perilaku yang nyata
(overt). Lebih mementingkan tingkah laku molekular (tingkah laku refleks). Mementingkan faktor kebutuhan
pemuasan kebutuhan.
2. Psikologi Kognitif: Lebih banyak mempelajari pembentukan konsep, proses, berpikir dan membangun
pengetahuan. Membicarakan konsep-konsep mentalistik yaitu proses kejiwaan yang tidak selalu nampak
dari luar. Lebih mementingkan tingkah laku molar (tingkah laku keseluruhan). Berpendapat bahwa tanpa ada
kebutuhan-kebutuhan tertentu, proses belajar dapat tetap terjadi.
4. Fritz Heider
F. Heider (Teori P-O-X): Dalam tulisannya yang telah disebutkan, Heider
mengemukakan teori yang berpangkal pada perasaan-perasaan yang
ada pada seorang terhadap seseorang lain dan sesuatu hal yang lain
(pihak ketiga) yang menyangkut orang pertama dan orang kedua. Orang
pertama yang mengalami perasaan itu diberinya lambang P (Person atau
Pribadi). Orang kedua yang berhubungan dengan P akan diberi lambang
O (Others atau orang lain), sedangkan pihak ketiga yang bisa berupa
orang, benda, situasi dan sebagainya dilambangkan dengan X.
Dengan demikian hubungan tiga pihak itu disebut hubungan P-O-X yang
dapat diskemakan sebagai berikut: Sejalan dengan prinsip-prinsip
Psikologi Gestalt, hubungan P-O-X dapat bersifat saling memiliki (yang
satu merupakan bagian dari yang lain, sangat erat) dan saling tidak
memiliki. Hubungan yang saling memiliki dinamakan hubungan tipe-U,
sedangkan hubungan yang tidak saling memiliki disebut hubungan tipe
bukan-U. Tipe-tipe hubungan ini dipengaruhi oleh prinsip-prinsip persepsi
dari Psikologi Gestalt seperti kesamaan, kedekatan, kelangsungan, set
dan pengalaman masa lalu.
5. Skema hubungan P-O-X: P O X Disamping itu, dengan meminjam prinsip-prinsip psikologi
lapangan Kurt Lewin, g=hubungan P-O-X menurut Heider bisa juga bersifat positif (menyukai,
memuja, menyetujui, dan sebagainya) atau negatif (mencela, tidak menyetujui, tidaik menyukai
dan sebagainya). Sifat hubungan yang positif dinamakan hubungan L(like), sedangkan
hubungan yang negatif dinamakan hubungan DL (dislike).
Berdasarkan sifat-sifat hubungan P-O-X tersebut dapat terjadi berbagai kombinasi hubungan P-
O-X yang akibatnya terhadap kognisi (kesadaran) P bisa tiga macam, yaitu:
1. Keadaan seimbang (balance) yang menimbulkan rasa puas, senang dan mendorong P untuk
berbuat sesuatu untuk mempertahankan hubungan.
2. Keadaan tidak seimbang (imbalance) yang menyebabkan timbulnya perasaan tidak senang,
tidak puas, penasaran dan sebagainya dan menyebabkan P terdorong untuk berbuat sesuatu
untuk mengubah sifat-sifat hubungan P-O-X sehingga mendekati keadaan yang seimbang.
3. Keadaan tidak relevan (irrelevant) yang tidak berpengaruh apa-apa terhadap P, sehingga P
tidak terdorong untuk berbuat apa-apa.
6. Leon Festinger
Leon Festinger(Disonansi Kognitif) Dalam teori Festinger, sektor-
sektor dalam lapangan kesadaran dinamakan Elemen-elemen
kognisi.
Elemen-elemen kognisi itu saling berhubungan satu sama lain dan
jenis hubungan itu ada tiga macam, yaitu:
1. Hubungan yang tidak relevan,
2. Hubungan disonan,
3. Hubungan konsonan.
Contoh: Jika seseorang tahu bahwa setiap musim hujan kota Jakarta
kebanjiran dan ia pun tahu bahwa di Kalimantan Timur ada
sebuah pabrik pupuk. Hubungan antara kedua elemen kognisi itu
tidak relevan sehingga tidak timbul reaksi apa-apa pada diri orang
yang bersangkutan (disonan).
7. Untuk mengurangi disonansi ada tiga cara yang bisa ditempuh, yaitu:
1. Mengubah elemen tingkah laku, misalnya: seorang gadis membeli baju yang mahal,
tetapi kawan-kawannya mencela baju itu karena mereka anggap jelek. Gadis itu
merasa disonan karena baju mahal ternyata tidak bagus (elemen I ditolak oleh
elemen II). Reaksi gadis itu mungkin menjual kembali baju itu atau memberikannya
pada orang lain.
2. Mengubah elemen kognisi dari lingkungan, misalnya: gadis tersebut di atas mencoba
meyakinkan teman-temannya bahwa baju tersebut sedang mode, disukai oleh
bintang-bintang film dan terlihat sangat cantik.
3. Mengubah elemen kognisi baru, misalnya mencari pendapat teman-teman lainnya
yang mendukung pendapat bahwa baju itu cantik sehingga penyangkalan oleh
elemen kedua bisa dinetralkan.