SlideShare a Scribd company logo
1 of 106
Download to read offline
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM
PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KABUPATEN MUNA
TAHUN 2014 S.D 2015
Karya Tulis Ilmiah
Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Oleh :
Mudmainna Aksan
PSW.B.2013.IB.0075
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE
AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA
2016
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah
Faktor Risiko Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015
Telah disetujui untuk diseminarkan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Raha, Juli 2016
Pembimbing I Pembimbing II
Dina Asminatalia, S.Kep., Ns. La Hasariy, SKM., M.Kes.
Mengetahui,
Direktur Akbid Paramata Raha
Kab. Muna
Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes.
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Karya tulis ini telah diperiksa dan disahkan oleh Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Tim Penguji
1. Wa Ode Siti Asma, SST., M.Kes. (. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. )
2. Dina Asminatalia, S.Kep., Ns. (. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..)
3. La Hasariy, SKM., M.Kes. (. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .)
Raha, Juli 2016
Pembimbing I Pembimbing II
Dina Asminatalia, S.Kep., Ns. La Hasariy, SKM., M.Kes.
Mengetahui,
Direktur Akbid Paramata Raha
Kab. Muna
Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes.
iv
RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Mudmainna Aksan
2. Nim : 2013. IB. 0075
3. Tempat/ tanggal lahir : Laiworu, 21 Juni 1995
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam
6. Suku/Kebangsaan : Muna Bugis/ Indonesia
7. Alamat : Jl. Lumba-lumba No 59 Raha Muna
Sultra
B. IDENTITAS ORANG TUA
1. Nama Ayah dan Ibu : Aksan Aras, Ama.Pd. dan Wa Nihi
2. Pekerjaan : PNS dan PNS
8. Alamat : Jl. Lumba-lumba No 59 Raha Muna
Sultra
v
C. PENDIDIKAN
1. TK : TK Dharma Wanita
2. SD : SD Negeri 9 Katobu 2001 – 2007
3. SMP : MTs Negeri Raha 2007 - 2010
4. SMA : SMA Negeri 1 Raha 2010 -2013
5. Sejak tahun 2013 mengikuti Pendidikan Diploma III Akademi Kebidanan
Paramata Raha Kabupaten Muna dan Insya Allah akan menyelesaikannya
tahun 2016.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ilmiah yang berjudul “Faktor Risiko Kejadian Ikterus Neonatorum
Pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015.” Karya Tulis Ilmiah disusun dengan maksud untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program DIII Kebidanan
Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini banyak hambatan dan kesulitan
yang dijumpai namun berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan, Untuk itu penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada Ibu Dina Asminatalia, S.Kep., Ns selaku pembimbing I
dan Bapak La Hasariy, SKM., M.Kes selaku pembimbing II atas kesediaannya
berupa waktu, bimbingan, motivasi, petunjuk, pengarahan dan dorongan moril
begitu sangat berharga.
Dalam penyusunan Studi Kasus ini tidak terlepas pula dari bantuan
berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini dengan penuh
kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak La Ode Muhlisi, S.Kep, M.Kes selaku ketua Yayasan Sowite Akademi
Kebidanan Paramata Raha.
vii
2. Ibu Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes selaku Direktur Akademi Kebidanan
Paramata Raha Kabupaten Muna.
3. Ibu Wa Ode Siti Asma, SST, M.Kes selaku Pudir I Akademi Kebidanan
Paramata Raha Kabupaten Muna dan sekaligus sebagai penguji Karya Tulis
Ilmiah.
4. Ibu Yanti, SST selaku Pudir III Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten
Muna.
5. Seluruh Dosen dan Staf Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, pengetahuan dan
keterampilan yang sangat bermanfaat bagi penulis selama mengikuti
pendidikan.
6. Direktur, Kepala Ruangan Teratai dan Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna
yang telah memberi kesempatan melakukan penelitian Karya Tulis ilmiah ini di
RSUD Kabupaten Muna.
7. Terkhusus kepada ibunda tercinta Wa Nihi yang telah mengajarkan cinta, kasih
sayang dan kesabaran serta doa yang selalu dipanjatkan kepada Allah SWT dan
ayahanda tercinta Aksan Aras yang telah mengajarkan kegigihan dari sebuah
perjuangan dan pentingnnya perencanaan dalam kehidupan serta doa dan
pengorbanan materi maupun non materi yang diberikan kepadaku selama
mengikuti pendidikan.
8. Untuk kakak-kakakku tersayang Wa Ode Sitti Aisah, Andi Muh. Bathari. Dan
Muh. Saleh dan Wulansari yang selalu memberi dukungan untukku dan selalu
viii
menyayangiku serta adikku Prita Zuwmirrah dan WaOde Alika Naila Putri
yang selalu membuatku tersenyum di saat kelelahan menyertaiku.
9. Untuk sahabat-sahabatku Risma, Isran, Ifa, Harlin, Arun, Sita, Hazriani, Cerah,
Ela, dan warga Kos tidak lupa, kalian adalah sahabat terbaikku yang selalu
membuatku semangat dan selalu memberiku dukungan.
11.Untuk rekan-rekan seperjuangan dalam mengikuti pendidikan di Akademi
Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna Angkatan 2013, serta pihak yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu terima kasih atas dorongan, semangat
dan kebersamaannya selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan
penyusunan karya tulis ilmiah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan semoga Allah SWT memberikan
imbalan yang setimpal atas jerih payah dari semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua, amin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Raha , Juli 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman judul ……………………………………………………..……... i
Lembar persetujuan ………………………………………………..……... ii
Lembar pengesahan ……………………………………………………… iii
Riwayat Hidup……………………………………………………………. iv
Kata Pengantar……………………………………………………………. vi
Daftar isi ………………………………………………………………… ix
Daftar Tabel ……………………………………………………………… xi
Daftar Gambar …………………………...……………………………… xii
Daftar Lampiran…………………………………………………….……... xiii
Pernyataan ………………………………………………………… ……... xiv
Intisari ……………………………………………………………………. xv
Bab 1 Pendahuluan.................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah…………..............................................................3
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 4
1. Tujuan Umum………………………………………………….. 4
2. Tujuan Khusus…………………………………………………. 4
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 4
1. Manfaaat Teoritis……………………………………………….4
2. Manfaat Praktis………………………………………………… 5
Bab II Tinjauan Pustaka............................................................................ 6
A. Telaah Pustaka................................................................................... 6
1. Defenisi Ikterus............................................................................6
2. Pembagian Ikterus........................................................................7
3. Etiologi Ikterus………………………………………………….9
4. Patolofisiologi Ikterus…………………………………………..12
5. Diagnosis Ikterus……………………………………………… 14
6. Penatalaksanaan Ikterus ………………………………………16
x
7. Pencegahan Ikterus ……………………………………………. 19
8. Komplikasi Ikterus……………………………………………...19
9. Faktor Risiko Ikterus……………………………………………20
B. Landasan Teori………………………...............................................33
1. Berat Badan Lahir........................................................................33
2. Prematuritas…………................................................................. 35
3. Jenis Persalinan………………………........................................38
C. Kerangka Konsep………………………...........................................40
D. Hipotesis………................................................................................ 41
Bab III Metode Penelitian ..........................................................................42
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................42
B. Subjek Penelitian …………….......................................................... 43
C. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………...................44
D. Identifikasi Variabel Penelitian..........................................................44
E. Definisi Operasional.......................................................................... 45
F. Instrumen Penelitian.......................................................................... 47
G. Analisis Data.................................................................................... 48
H. Jalannya Penelitian ……….............................................................. 50
Bab IV Hasil Penelitian dan Kesimpulan………………………………. 52
A. Hasil Peneliitian…………………………………………………….52
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………………………52
2. Karakteristik Responden………………………………………. 55
3. Analisis Univariat……………………………………………… 56
4. Analisis Bivariat………………………………………………. 58
B. Pembahasan ………………………………………………………. 61
BAB V Kesimpulan dan saran………………………………………….. 75
A. Kesimpulan………………………………………………………… 75
B. Saran ……………………………………………………………… 75
Daftar Pustaka……………………………………………………………. 77
Lampiran-Lampiran
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penilaian Ikterus Menurut Kramer…….……………………………….. 15
Tabel 2. Penatalaksanaa Hiperbilirubinemia pada Neonatus
Cukup Bulan yang Sehat……………..…………………………........... 18
Tabel 3. Definisi Operasional Penelitian……..…………………………………. 45
Tabel 4. Tabel Kontingesi 2x2…………………………………………………….49
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian
Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015…………………55
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum pada
Neonatus Berdasarkan Berat Badan Lahir di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015…………………………………………………… 56
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum pada
Neonatus Berdasarkan Prematuritas di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015……………..………… 57
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum pada
Neonatus Berdasarkan Jenis Persalinan di Ruang Teratai Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015………………... 58
Tabel 9. Analisis Faktor Risiko Berat Badan Lahir Terhadap Kejadian Ikterus
Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015…………………………58
Tabel 10. Analisis Faktor Risiko Prematuritas Terhadap Kejadian Ikterus
Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015…………………………59
Tabel 11. Analisis Faktor Risiko Jenis Persalinan Terhadap Kejadian Ikterus
Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015……………………………….. 60
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian……………………………………40
Gambar 2. Rancangan Penelitian Kasus kontrol.. ………………………….42
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian.
Lampiran 2 : Hasil Odds Ratio.
Lampiran 3 : Master Tabel hasil Penelitian.
Lampiran 4 : Surat Izin telah Meneliti.
xiv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanan di suatu perguruan
tinggi, disepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah dan tulis atau terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Raha, Juli 2016
Mudmainna Aksan
xv
INTISARI
Mudmainna Aksan (PSW.B.2013.IB.0075) Faktor Risiko Kejadian Ikterus
Neonatorum pada Neonatus Di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014
s.d 2015 dibawah bimbingan Dina Asminatalia dan La Hasariy. (x + 79 hal +10
tabel+ 2 gambar + lampiran )
Latar Belakang : Menurut Nanny ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai
penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia
yang berujung pada kern ikterus. Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
kejadian ikterus neonatorum meningkat tiap tahunnya, pada tahun 2014 kejadian
ikterus 6 kasus, pada tahun 2015 meningkat menjadi 14 kasus, dan pada bulan Januari
s.d Mei tahun 2016 terdapat 16 kasus , diantaranya 3 bayi meninggal akibat ikterus
usia neonatal 0-7 hari
Metode : penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan desain case
control. Populasi adalah semua bayi yang mengalami dan tidak mengalami ikterus
neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 sebanyak
887 bayi baik lahir mati/hidup. Sampel sebanyak 40 bayi dari 887 bayi dengan
perbandingan 1:1 kasus dan kontrol diambil dari data sekunder rekam medik pasien.
Cara pengambilan sampel dengan teknik total sampling untuk kasus dan purposive
sampling untuk kontrol dengan tabel ceklist. Analisis menggunakan uji OR.
Hasil : berat badan lahir nilai OR = 1,9 > 1 dan jenis persalinan nilai OR = 1,9 >1
yang berarti keduanya merupakan faktor risiko kejadian ikterus neonatorum
sedangkan prematuritas nilai OR = 0,298 < 1 merupakan faktor protektif terhadap
kejadian ikterus neonatorum
Kesimpulan : berat badan lahir dan jenis persalinan merupakan faktor risiko ikterus
neonatorum sedangkan prematuritas merupakan faktor protektif.
Kata kunci : bayi baru lahir, ikterus neonatorum, faktor risiko.
Daftar pustaka : 36 (2005-2015)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada
bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah satu
kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi
cukup bulan dan 80% pada bayi berat lahir rendah (Nanny, 2011). Di negara maju
seperti Amerika Serikat terdapat sekitar 60% bayi menderita ikterus sejak lahir, lebih
dari 50% bayi tersebut mengalami hiperbilirubin, sedangkan di RSCM proporsi
ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan
sebesar 42,9%. Bagi tenaga kesehatan hal ini tidak dapat dianggap sepele karena
kejadian ikterus pada neonatus dapat berakibat buruk bagi kelangsungan hidup
neonatus nantinya (Drakeiron, 2008).
Penelitian di dunia kedokteran menyebutkan bahwa 70% bayi baru lahir
mengalami kuning atau ikterus, meski kondisi ini bisa dikategorikan normal namun
diharapkan untuk tetap waspada. Sehingga tidak sampai terjadi hiperbilirubinemia
pada keadaan dimana terjadi peningkatan kadar hiperbilirubin serum yang
dihubungkan dengan pemecahan sel darah merah dan reasorbsi lanjut dari bilirubin
yang dihasilkan dari usus kecil. Perhatian utama pada ikterus adalah potensinya
dalam menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh
lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.
Ikterus pada bayi baru lahir yang berat dan tidak ditangani dengan benar dapat
2
menimbulkan komplikasi pada batang otak dan serebelum yang menyebabkan
kematian sel. Bayi yang selamat setelah mengalami kerusakan otak akibat ikterus ,
akan mengalami kerusakan otak permanen (Syafrudin, dkk, 2011).
Menurut Indiarti (2015), bayi kuning disebabkan meningkatnya kadar bilirubin
dalam darah. Normalnya, secara berkala sel darah merahnya akan dipecah,
kandungan “sampah” dari proses pemecahan itu, yang disebut bilirubin indirek, harus
dibuang karena dalam kadar tinggi dapat bersifat racun. Dimana kadar bilirubin
indirek yang terlalu tinggi dapat merusak sel-sel otak. Dalam kondisi sehat dan
normal, otak mempunyai pelindung sampai tak sembarang zat bisa menembusnya.
Sementara, pada bayi yang sakit berat, pelindung tadi ikut terganggu fungsinya.
Akibatnya, zat-zat yang bersifat toksik atau racun, termasuk bilirubin indirek, bisa
menembus dan masuk ke sel-sel otak. Dampak jangka pendek bayi mengalami
kejang-kejang, sementara jangka panjang bisa mengalami cacat neurologis.
Adapun faktor risiko terjadinya ikterus terdiri dari faktor dari ibu yaitu ras atau
kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunanai), komplikasi kehamilan
(DM, Inkompatibilitas ABO dan Rh), penggunaan infus oksitosin dalam larutan
hipotonik, ASI. Faktor persalinan yaitu trauma lahir, infeksi (bakteri, virus, protozoa).
Faktor dari bayi yaitu prematuritas, faktor genetik, obat-obatan, rendahnya asupan
ASI, kurangnya albumin, (syafrudin, dkk, 2011). Menurut Subakti dkk (2008), faktor
yang berperan dalam kejadian ikterus adalah berat badan lahir, usia kehamilan, jenis
dan komplikasi persalinan, waktu penjepitan tali pusar, penyakit hati, penggunaan
obat selama hamil dan menyusui, dan defisiensi enzim. Ikterus ini pada sebagian
3
penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi bersifat patologis yang dapat
menimbulkan gangguan menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu bayi
dengan ikterus harus mendapat perhatian, terutama apabila ikterus di temukan dalam
24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dl dalam
24 jam (Anonim, 2007).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Muna terdapat 1 bayi meninggal
akibat ikterus pada tahun 2015 di Puskesmas Marobo sedang yang mengalami ikterus
pada tahun 2014 sebanyak 16 kasus dan tahun 2015 sebanyak 7 kasus. Berdasarkan
data rekam medik di RSUD Raha Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2016 kejadian
ikterus neonatorum mengalami peningkatan tiap tahunnya dan ditemukan beberapa
bayi meninggal akibat ikterus. Pada tahun 2014 kejadian ikterus hanya 6 kasus
sedangkan pada tahun 2015 meningkat menjadi 14 kasus, dan pada bulan Januari s.d
Mei tahun 2016 terdapat 16 kasus yang diantaranya ada 3 bayi yang meninggal akibat
ikterus pada usia neonatal 0-7 hari.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti faktor
risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di ruang Teratai RSUD Kab. Muna
tahun 2014 s.d 2015 karena tejadi peningkatan tiap tahunnya dan ditahun 2016 ada 3
bayi yang meninggal dengan ikterus.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “ apakah ada faktor risiko kejadian ikterus neonatorum pada
neonatus di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 ?”.
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor risiko kejadian ikterus neonatorum pada
neonatus di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus
berdasarkan berat badan lahir di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015.
b. Untuk mengetahui faktor risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus
berdasarkan Prematuritas di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun
2014 s.d 2015.
c. Untuk mengetahui faktor risiko kejadian ikterus nenatorum pada neonatus
berdasarkan jenis persalinan di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis untuk
menerapkan ilmu pengetahuan dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh
selama pendidikan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai faktor
risiko kejadian ikterus neonatorum pad neonatus.
5
2. Manfaat Praktis
a. Dinas Kesehatan Kabupaten Muna.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi dalam
pengambilan kebijakan untuk mengurangi morbiditas maupun mortalitas
bayi akibat ikterus.
b. Institusi Pendidikan.
Selain dapat menambah khasanah keilmuan Program Studi Kesehatan
Masyarakat, khususnya dalam peminatan Epidemiologi, hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan penelitian sejenis dan
berkelanjutan mengenai faktor risiko kejadian ikterus pada neonatus.
c. Tempat Penelitian
Sebagai salah satu indikator dalam meningkatkan pelayanan dan
pemeriksaan pada bayi yang mengalami komplikasi maupun bayi sehat dan
khususnya yang mengalami kasus ikterus neonarorum.
d. Mahasiswa.
Penelitian ini dapat dijadikan wacana pembelajaran mahasiswa untuk
menambah dan memperluas khasanah keilmuan serta sebagai sarana dalam
mengaplikasikan keilmuan tentang faktor risiko kejadian ikterus pada
neonatus.
6
BAB II
TINJUAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Definisi Ikterus
Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat
pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah
satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada
bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi berat lahir rendah (Nanny, 2011).
Menurut Marmi dkk (2012), ikterus ialah warna kuning yang dapat terlihat pada
sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Keadaan
ini merupakan penyakit darah. Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah
merah di dalam darah. Penguraian sel darah merah merupakan proses yang
dilakukan oleh tubuh badan manusia apabila sel darah merah telah berusia 120
hari. Hasil penguraian hati ( hepar ) dan disingkirkan dari badan melalui buang
air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).
Hiperbilirubinemia fisiologis atau ikterik neonatal merupakan kondisi yang
normal pada 50% bayi cukup bulan dan 80% bayi prematur (Dompas, 2010).
Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) menurut beberapa penulis Barat
berkisar antara 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan.
Kejadian itu ternyata berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa
klinik tertentu dan waktu yang tertentu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan
perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini mengalami banyak
7
kemajuan. Yang dapat digolongkan disini ialah pemberian makanan yang lebih
dini, derajat iluminisasi tempat perawatan bayi yang ditingkatkan, penggunaan
beberapa tindakan profilaksis seperti luminal pada ibu dan bayi, suntikan
immunoglobulin anti-D pada inkompatibilitas darah Rh, penghindaran faktor-
faktor pencetus hemolysis pada defesiensi enzim G6PD, pemberian obat yang
lebih hati-hati pada ibu dalam kehamilan dan persalinan (sulfa, Novobiosin,
oksitosin), demikian pula pada bayi (Saifuddin, 2009).
2. Pembagian Ikterus
a. Fisiologis.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya merupakan iktrerus patologi.
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologi, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. (Marmi,dkk, 2012).
Adapun tanda dan gejala ikterus fisiologis, menurut Komalasari, R
(2010) ikterus fisiologi ini biasanya dimulai pada usia dua sampai tiga hari (3-
5 hari pada bayi yang disusui). Ikterus dapat terlihat di wajah bayi ketika
kadar dalam serum mencapai sekitar 5 mg/dl, kemudian berkurang jika kadar
bilirubin meningkat. Ikterus ini juga bisa terlihat pada abdomen tengah jika
kadar bilirubin kurang lebih 15 mg/dl, dan di tumit kaki jika kadarnya 20
mg/dl. Pada hari kelima hingga ketujuh, kadarnya berkurang menjadi sekitar 2
8
mg/dl. Sedangkan menurut Nanny (2011) Ikterus fisiologi ini memiliki tanda-
tanda berikut :
1) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir.
2) Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari.
4) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%.
5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
b. Patologis.
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis
dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia
(Nanny, 2011). Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan
meningkatnya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler, sehingga
konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga
berpotensi besar terjadi ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak. Bayi yang mengalami hiperbilirubinemia
memiliki ciri sebagai berikut : adanya ikterus pada 24 jam pertama,
peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam,
konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan
12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses
hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir
9
kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernapasan dan lain-lain. Adapun tanda dan
gejala ikterus patologi sebagai berikut
1) Ikterus ini terjadi pada 24 jam pertama.
2) Kadar bilirubin serum melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan
melebihi 12,5 mg % pada neonatus yang kurang bulan.
3) Terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5) Kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg% (Alimul, 2008).
Sedangkan menurut Marmi dkk, (2012) tanda klinis hiperbilirubinemia adalah
1) Sklera, puncak hidung, mulut, dada, perut dan ekstremitas berwarna
kuning,
2) Letargi,
3) Kemampuan menghisap turun,
4) Kejang.
3. Etiologi ikterus
a. Ikterus Fisiologis
Ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti
menjadi darah dewasa. Pada janin menjelang persalinan terdapat kombinasi
antara darah janin (fetal blood ) dan darah dewasa (adult blood ) yang mampu
menarik O2 dari udara dan mengeluarkan CO2 melalui paru-paru.
Penghancuran darah janin inilah yang menyebabkan terjadinya ikterus yang
10
bersifat fisiologis. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa kadar
bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar 15 mg% sedangkan bayi belum
cukup bulan 10 mg%. diatas angka tersebut disebut sebagai
hiperbilirubinemia, yang dapat menimbulkan kern ikterus (Dwienda,dkk
2014).
Selain itu ikterus juga dapat disebabkan oleh kurangnya asupan ASI
pada awal-awal proses menyusui . pemberian air susu ibu (breast feeding
jaundice), kolostrum merupakan laksatif alami yang membantu
meningkatkan pengeluaran mekonium. Konsekuensinya, pemberian air susu
ibu yang sering dan dini akan meningkatkan ekskresi mekonium dan
menurunkan kadar bilirubin. Oleh sebab itu, bayi baru lahir harus disusui
minimal 8 kali atau lebih dalam sehari dan ibu dianjurkan menyusui secara
teratur dalam 24 jam. Breast milk jaundice adalah peningkatan kadar
bilirubin indirek setelah minggu pertama kehidupan bayi yang disebabkam
oleh hormone pregnandiol dalam air susu ibu yang menghambat pengeluaran
bilirubin (Dompas, 2010).
Hiperbilirubinemia fisiologis atau ikterik neonatal merupakan kondisi
yang normal pada 50% bayi cukup bulan dan 80% bayi prematur. Korones
(1986) mencatat bahwa ikterik neonatal terjadi akibat :
1) Bayi baru lahir memiliki produksi bilirubin dengan kecepatan produksi
yang lebih tinggi, jumlah sel darah merah janin/kg BB ≥ orang dewasa
(120 hari).
11
2) Terdapat cukup banyak reabsorbsi bilirubin pada usus halus neonatal
(Dompas, 2010).
b. Ikterus patologis.
Bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat masuk ke dalam lumen usus
halus sehingga tetap berada di dalam usus, kemudian didekonjugasi dan
diresorbsi ke dalam aliran darah. Sedangkan bilirubin yang tidak terkonjugasi
(indirek), suatu zat larut lemak memiliki afinitas untuk jaringan
ekstravaskular. Disini bilirubin disimpan jika ada kelebihan bilirubin di dalam
darah. Bilirubin yang disimpan di dalam kulit dan sclera menyebabkan
ikterus. Jika kadar bilirubin yang disimpan di otak menjadi cukup tinggi dapat
menyebabkan letargi, ikterus menjadi patologis (Komalasari, R 2010). Selain
itu ikterus ini terjadi karena produksi yang berlebihan misalnya pada proses
hemolisis, gangguan transportasi misalnya hipoalbuminemia pada bayi kurang
bulan, gangguan pengelolahan oleh hepar, gangguan fungsui hepar atau
imaturitas, dan gangguan ekskresi atau obstruksi
Sedangkan secara umum menurut Nanny, (2011) Ada beberapa faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu sebagai berikut :
1) Prehapatik (ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada
proses hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik). Peningkatan bilirubin
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah infeksi, kelainan
sel darah merah, dan toksin dari luar tubuh, serta dari tubuh itu sendiri.
12
2) Pascahepatik (obstruktif)
Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin
konjugasi akan kembali lagi kedalam sel hati dan masuk ke dalam aliran
darah, kemudian sebagian masuk dalam ginjal dan diekskresikan dalam urine.
Sementara itu, sebagian lagi tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sclera
berwarna kuning kehijauan serta gatal. Sebagai akibat dari obstruksi saluran
empedu menyebabkan ekskresi bilirubin ke dalam saluran pencernaan
berkurang, sehingga feses akan berwarna putih keabu-abuan, liat, dan seperti
dempul.
3) Hepatoseluler
Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati mengalami
kerusakan maka secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin
sehingga bilirubin direct meningkat dalam aliran darah. Bilirubin direct
mudah diekskresikan oleh ginjal karena sifatnya yang mudah larut dalam air,
namun sebagian masih tertimbun dalam aliran darah (Nanny, 2011).
4. Patofisiologi Ikterus
Ikterus pada bayi baru lahir (BBL) disebabkan oleh stadium maturasi
fungsional (fisiologik) atau manifestasi dari suatu penyakit (patologik). Tujuh
puluh lima persen dari bilirubin yang ada pada BBL berasal dari penghancuran
hemoglobin dan dari mioglobin sitokrom, katalase dan triptofan pirolase. Satu
gram hemoglobin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan
akan menghancurkan eritrosit sebanyak 1 gram/hari dalam bentuk bilirubin
13
indirek yang terikat dengan albumin bebas ( 1 gram albumin akan mengikat 16
mg bilirubin). Bilirubin indirek dalam lemak dan bila sawar otak terbuka,
bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi kernicterus. Yang memudahkan
terjadinya hal tersebut ialah maturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR
(kurang dari 2500 g), infeksi, hipoglikemia,hiperkarbia dan lain-lain. Didalam
hepar birirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverase menjadi bilirubin
direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi ke sistem empedu selanjutnya
masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin. Sebagian diserap kembali dan
keluar melalui urine sebagai urobilinogen. Pada BBL bilirubin direk dapat
dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena disini terdapat beta-
glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin
indirek ini diserap kembali, oleh usus selanjutrnya masuk kembali ke hati (inilah
siklus intrahepatik). Keadaan ikterus dipengaruhi oleh :
a. Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluarannya. Terdapat pada
hemolisis yang meningkat seperti pada ketidakcocokkan golongan darah (Rh,
ABO antagonis, defisiensi G-6-PD dan sebagainya).
b. Gangguan dalam ambilan dan konjugasi hepar yang disebabkan imaturitas
hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan
fungsi hepar akibat asidosis hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim
glukuronil transferase (G-6-PD).
c. Gangguan transportasi bilirubin darah terikat oleh albumin kemudian diangkut
ke hepar. Ikatan ini dapat dipengaruhi oleh obat seperti salisilat dan lain-lain.
14
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek yang bebas
dalam darah yang mudah melekat pada otak (terjadi kernicterus).
d. Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar.
Akibat kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain
(Ngastiyah, 2005).
5. Diagnosis Ikterus
Diagnosis dapat ditegakkan dengan :
a. Visual.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara
visual, sebagai berikut :
1) Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari
dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila
dilihat dengan pencahayaan buatan dan biasa tidak terlihat pada
pencahayaan yang kurang.
2) Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di
bawah kulit dan jaringan subkutan.
3) Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning.
15
Tabel 1. Penilaian Ikterus Menurut Kremer
Daerah Luas ikterus Kadar Bilirubin
(mg%)
1 Kepala dan leher 5
2 Daerah 1 + badan bagian atas 9
3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan
tungkai
11
4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki di
bawah tungkai
12
5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16
Sumber: (Nanny, 2011)
b. Bilirubin Serum.
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakkan
diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi
lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan
pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif
yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang
diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya
dengan aluminium foil. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin
direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dl atau usia bayi > 2 minggu.
c. Bilirubinometer Transkutan.
Bilirubinometer adalah instrument spektrofotometrik yang bekerja
dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan
panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan
representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan
16
bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi
pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavalength
spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen.
d. Pemeriksaan Bilirubin Bebas dan CO.
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi
bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mengukur
kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase.
(Rosmawaty, 2015).
6. Penatalaksanaan Ikterus
a. Ikterus fisiologis.
1) Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya.
2) Lakukan perawatan bayi sehari-hari seperti :
a) Memandikan;
b) Melakukan perawatan tali pusat;
c) Membersihkan jalan napas;
d) Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi, kurang lebih 30 menit.
3) Ajarkan ibu cara :
a) Memandikan bayi;
b) Melakukan perawatan tali pusat;
c) Menjaga agar bayi tidak hipotermi;
d) Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi, kurang lebih 30 menit.
17
4) Jelaskan pentingnya hal-hal seperti :
a) Memberikan ASI sedini dan sesering mungkin;
b) Menjemur bayi dibawah sinar matahari dengan kondisi telanjang
selama 30 menit, 15 menit dalam posisi telentang, dan 15 menit
sisanya dalam posisi tengkurap;
c) Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu;
d) Menganjurkan ibu dan pasangan untuk ber-KB sesegera mungkin;
e) Menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu;
5) Apabila ada tanda ikterus lebih parah (misalnya feses berwarna putih
keabu-abuan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk segera
membawa bayinya ke Puskesmas;
6) Anjurkan ibu untuk kontrol setelah 2 hari.
Menurut Nursalam (2008), bayi dengan ikterus fisiologis sebenarnya
tidak memerlukan penanganan khusus karena ikterus tersebut akan
menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10. Pemberian minum secara
mencukupi sangat diperlukan pada bayi karena dapat membantu hati untuk
mengekskresi bilirubin. Oleh karena itu hindari puasa panjang pada bayi baru
lahir.
b. Hiperbilirubinemia Sedang.
1) Berikan ASI secara adekuat;
2) Lakukan pencegahan hipotermi;
18
3) Letakan bayi ditempat yang cukup sinar matahari ± 30 menit, selama 3-4
hari;
4) Lakukan pemeriksaan ulang 2 hari kemudian;
5) Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika keadaan
bayi bertambah parah serta mengeluarkan feses berwarna putih keabu-
abuan dan liat seperi dempul.
c. Hiperbilirubinemia Berat.
1) Berikan informed consent pada keluarga untuk segara merujuk bayinya;
2) Selama persiapan merujuk, berikan ASI secara adekuat;
3) Lakukan pencegahan hipotermi;
4) Bila mungkin, ambil contoh darah ibu sebanyak 2,5 ml (Nanny, 2011).
Tabel.2 Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia pada Neonatus Cukup Bulan yang
Sehat (American Academy of Pediatrics)
Total Serum Bilirubin mg/dl (mmol/L)
Umur (jam) Pertimbangk
an terapi
sinar
Terapi sinar Transfusi tukar
(Terapi sinar
gagal)
Transfusi
tukar dan
terapi sinar
< 24 * * * *
24 < 48 ≥ 12 (170) ≥ 15 (260) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430)
49 < 72 ≥ 15 (260) ≥ 18 (310) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)
>72 ≥ 17 (290) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)
Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur ≤ 24 jam, bukan neonatus
sehat dan perlu evaluasi ketat. Sumber (Nanny, 2011).
19
7. Pencegahan Ikterus
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan cara:
a. Pengawasan antenatal yang baik;
b. Menghindari obat yang meningkatkan ikterus contoh sulfafurazole,
novobiosin;
c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada neonatus;
d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus;
e. Imunosasi;
f. Pencegahan infeksi (Dwienda dkk, 2014).
8. Komplikasi Ikterus
Kern ikterus (ensefalopati biliaris) adalah suatu kerusakan otak akibat adanya
bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ditandai dengan kadar bilirubin darah
yang tinggi (>20 mg% pada bayi cukup bulan atau >18 mg% pada bayi berat lahir
rendah) disertai dengan adanya gejala kerusakan otak berupa mata berputar,
letargi, kejang, tak mau mengisap, tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus,
dan sianosis, serta dapat juga diikuti dengan ketulian, gangguan berbicara,
retardasi mental di kemudian hari (Nanny, 2011). Sedangkan menurut Komalasari
(2010), kern ikterus adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh
penyimpanan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak neonatus. Kondisi
ini biasanya terjadi jika kadar bilirubin serum >25 mg/dl. Tujuh puluh lima persen
bayi yang mengalami kern ikterus meninggal, 80% bayi yang bertahan mengalami
kerusakan otak yang berat.
20
Gambaran klinis kern ikterus antara lain:
a. Bentuk akut.
1) Fase 1 (hari1-2) : menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang;
2) Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertensi otot ekstensor, opistotonus,
retrococollis, demam;
3) Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni.
b. Bentuk kronis.
1) Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory
tonicneck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat;
2) Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus,
tremor), gangguan pendengaran (Anonim, 2007).
9. Faktor Risiko Ikterus
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus antara lain :
a. Faktor Maternal.
1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, native American, Yunani);
2) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh);
3) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik;
4) ASI.
b. Faktor Persalinan.
1) Trauma lahir;
2) Infeksi.
21
c. Faktor Neonatus.
1) Prematuritas;
2) Faktor genetik;
3) Obat – obatan;
4) Rendahnya asupan ASI;
5) Kurangnya albumin (Syafrudin dkk, 2011).
Menurut (Subakti dkk, 2008) faktor risiko yang berperan dalam kejadian
ikterus adalah berat badan lahir, usia kehamilan, jenis dan komplikasi persalinan,
waktu penjepitan tali pusar, penyakit hati, penggunaan obat selama hamil dan
menyusui, dan defesiensi enzim.
a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, native American, Yunani).
Glukosa 6 fosfat dehydrogenase adalah enzim yang normalnya
melindungi sel darah merah dan sel-sel lain dari perlukaan oksidatif dan
hemolisis. Glucose 6 phosphate dehydrogenase deficiency (G6PD) adalah
gangguan yang terkait X resesif sehingga terutama disertai bayi-bayi laki-laki,
meskipun bayi-bayi perempuan menderita penyakit yang kurang parah.
Penyakit ini diderita oleh lebih dari 100 juta orang diseluruh dunia dan dapat
menyebabkan sakit kuning neonatal pada bangsa Afro Ameika, Cina dan
mereka dengan varien genetik dari Mediterania atau Timur Tengah atau
Timur Jauh). Orangtua dari bayi-bayi yang sakit harus diberi nasihat untuk
menghindari pengobatan tertentu yang dapat diberikan melalui air susu ibu
atau langsung diberikan kepada bayi (beberapa antibiotik, aspirin dan
22
parasetamol ) ketika bayi mengalami infeksi karena keadaan tersebut dapat
memicu hemolisis yang menyebabkan terjadinya sakit kuning (Teacher, T,
2012).
b. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh).
1) Diabetes Mellitus (DM).
Kehamilan ditandai oleh beberapa faktor yang menghasilkan status
diabetikogenetik sehingga insulin dan metabolisme karbohidrat berubah
dalam rangka membuat glukosa lebih siap pakai bagai janin. Peningkatan
kadar estrogen, progesteron, dan prolaktin menyebabkan hyperplasia
progresif pada sel beta pancreas yang mengakibatkan disekresikannya
insulin lebih dari 50% (hiperinsulinemia) pada trimester ketiga kehamilan.
Namun demikian, progesteron, laktogen plasenta manusia, dan kortisol
merupakan antagonis insulin dan akan mengurangi efektivitas insulin.
Keadaan ini disebut dengan ‘mekanisme hemat glukosa’ yang
memungkinkan glukosa dalam jumlah besar diambil oleh sirkulasi
maternal dan dialirkan ke janin melalui plasenta dengan proses yang
disebut dengan ‘difusi terfasilitasi’. Setelah kelahiran plasenta, resistensi
dan kebutuhan insulin menurun dengan cepat serta sensitivitas pra
kehamilan terhadap insulin kembali membaik.
Diabetes gestasional paling sering terjadi pada trimester ketiga
kehamilan ketika peningkatan tuntutan ekstra terhadap sel beta pankreatik
mencetuskan terjadinya intoleransi glukosa. Ibu yang menderita DM tidak
23
memiliki kemampuan untuk meningkatkan sekresi insulin sebagai respon
terhadap perubahan metabolisme karbohidrat pada kehamilan sehingga
glukosa berakumulasi di sistem peredaran maternal dan janin
mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan (Diane, 2009).
Terjadinya komplikasi pada neonatus berkaitan dengan DM adalah
hiperglikemia maternal selama kehamilan yang menyebabkan terjadinya
hiperinsulinemia janin. Hal ini menyebabkan terjadinya berbagai kondisi
yang salah satunya dapat menyebabkan terjadinya ikterus yaitu
polisitemia. Dimana, hiperinsulin janin selama kehamilan juga
menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah yang mengakibatkan
terjadinya polisetemia (hematokritvena > 65%). Pemecahan yang cepat sel
darah merah yang berlebihan disertai dengan imaturitas relatif hati pada
bayi baru lahir akan menyebabkan terjadinya ikterus pada bayi. Keadaan
ini semakin memburuk jika terdapat memar akibat trauma kelahiran
(Diane, 2009).
2) Inkompatibilitas ABO dan Rh.
Ketidaksesuaian ABO terjadi pada 10-15 persen kehamilan tetapi
jumlah yang mengakibatkan hemolisis signifikannya hanya sedikit. Ketika
golon gan darah ibu adalah O dan golongan darah bayi A atau B,
antihemolisis IgG melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis sel
darah merah pada bayi, dimana sakit kuning hemolitik terjadi dala 24 jam
pertama kelahiran (Teachers, T, 2012).
24
Menurut Simpkin (2008) ikterus yang muncul pada hari pertama atau
kedua dari kehidupan bayi bahkan lebih serius dan membutuhkan
perawatan intensif. Ikterus dini ini dapat disebabkan oleh infeksi atau
ketidakcocokan Rh atau ketidakcocokan ABO. Ketidakcocokan Rh dapat
terjadi jika resus darah ibu negatif sementara resus darah bayi positif.
Ketidakcocokan ABO terjadi jika jenis darah ibu O sementara ayah A, B,
atau AB. Fototerapi dapat digunakan untuk keadaan ini, tetapi pada
keadaan yang langkah yaitu jika kadar bilirubin sangat tinggi, mungkin
perlu dilakukan transfusi penggantian darah. Darah bayi akan diganti
dengan darah baru untuk menurunkan kadar bilirubin ke kadar yang aman,
mencegah kemungkinan terjadinya kehilangan pendengaran atau
kerusakan saraf yang lebih parah.
c. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
Selama minggu pertama kehidupan, banyak bayi yang mengalami
ikterus. Sebagian besar bayi ini tidak sakit, hanya satu dari seratus bayi yang
memang sakit, biasanya ada masalah pada hati atau ketidakcocokan golongan
darah. Janin tidak bernapas sendiri, sehingga ia membutuhkan tambahan sel
darah merah untuk mendapatkan oksigen yang diperlukannya. Setelah lahir,
bayi bernapas sendiri dan sel-sel darah merah tambahan tidak diperlukan lagi.
Saat sel-sel darah merah dipecah oleh hati, terbentuk bilirubin pigmen yang
menyebabkan warna kuning pada kulit bayi (ikterus). Hati bayi masih belum
sempurna, sehingga tidak cukup cepat dalam membuang bilirubin. Diperlukan
25
tiga sampai lima hari bagi hati untuk mmematangkan diri, dan sementara itu
bilirubin menumpuk dan menimbulkan ikterus. Ikterus lebih parah jika ada
lebam pada saat lahir, atau akibat pengaruh obat-obatan yang diberikan
kepada wanita selama kehamilan atau persalinan misalnya oksitosin atau bius
epidural (Moody dkk, 2006).
d. ASI.
Pemberian ASI ekslusif harus merupakan norma fisiologis yang
terorganisasi, bidan perlu mempertanyakan apa peran normalitas yang terkait
dengan fisiologi sakit kuning jika ibu memilih untuk memeberikan ASI secara
ekslusif kepada bayinya. Laurence (2003) menyatakan bahwa istilah
“ekslusif” berarti bahwa bayi hanya diberi ASI dan tidak mendapat susu
formula sama sekali. Selama 30 tahun terakhir atau lebih, banyak dugaan yang
terkait dengan pola-pola fisiologi sakit kuning terpengaruh oleh pemberian
susu formula yang sering atau ASI yang dicampur susu formula. Tampak
bahwa bayi yang diberi ASI secara ekslusif kurang terwakili dengan baik pada
populasi wanita yang menyusui tetapi dalam memeriksa kecenderungan sakit
kuning lebih dapat diterima bahwa bayi-bayi yang diberi ASI mempunyai
bilirubin serum yang memuncak di akhir minggu pertama dan tidak dapat
sembuh pada akhir minggu kedua. Ives (2005) berpendapat bahwa kadar
bilirubin umumnya dapat mencapai 205 µmol/L sampai 256 µmol/L. sampai
sepertiga bayi tetap berada dalam keadaan sakit kuning secara klinis setelah
usai dua minggu dan keadaan ini memerlukan screening untuk
26
mengesampingkan penyebab patologi karena pola sakit kuningnya dirasa
berlangsung lama (Teachers,T, 2012).
Ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI) disebut dengan breast
milk jaundice. Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-4 %. Pada sebagian
besar bayi, kadar bilirubin turun pada hari ke-4, tetapi pada breat milk
jaundice, bilirubin terus naik, bahkan dapat mencapai 20-30 mg/dl pada usia
14 hari. Bila ASI dihentikan bilirubin akan turun secara drastis dalam 48 jam.
Bila ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan kembali naik namun tidak
setinggi sebelumnya. Bayi menunjukan peningkatan berat badan, fungsi hati
normal, dan tidak terdapat bukti hemolisis. Mekanisme yang sesungguhnya
yang menyebabkan breast milk jaundice belum diketahui, tetapi diduga timbul
akibat terhambatnya uridine diphosphoglucuronic acid glucuronyl transferase
(UDGPA) oleh hasil metabolism progesterone, yaitu pregnane-3-alpha 2-beta-
diol yang ada didalam ASI sebagian ibu (Pediatric, 2014)
e. Trauma lahir (sefalhematom).
Trauma lahir adalah suatu tanda yang timbul akibat proses persalinan.
Trauma lahir yang sering terjadi pada umumnya tidak memerlukan tindakan
khusus. Hanya beberapa jenis kasus yang memerlukan tindakan lebih lanjut.
Sefalhematom merupakan perdarahan di bawah lapisan tulang tengkorak
terluar akibat benturan kepala bayi dengan panggul ibu. Paling umum terlihat
pada sisi samping kepala, tetapi kadang dapat terjadi pada bagian belakang
kepala. Ukurannya bertambah sejalan dengan waktu, kemudian menghilang
27
dalam waktu 2-8 minggu. Hanya sekitar 5-18% bayi dengan sefalhematom
memerlukan foto rontgen kepala dan menimbulkan komplikasi seperti ikterus
(kuning) dan anemia (pucat) (Handy, 2015).
f. Infeksi (bakteri, virus, protozoa).
Mikroorganisme jarang berhasil melewati plasenta atau menembus
amnion yang intak (utuh). Dampak dari infeksi janin tergantung dari sifat
organisme dan masa kehamilan. Infeksi yang terjadi sangat dini dapat
menyebabkan kematian janin, aborsi atau malformasi berat salah satunya
adalah virus rubela menyebabkan malformasi jika infeksi terjadi pada usia
kehamilan dini. Bayi yang terinfeksi juga dapat terlahir dengan menunjukan
gejala viremia aktif seperti ikterus, hepatosplenomegali, purpura, dan sesekali
lesi pada tulang dan paru. Hal ini dapat mengikuti infeksi yang terjadi
kemudian pada kehamilan dan tidak berlanjut menjadi malformasi (Roy,dkk,
2007). Menurut Lissauer,T (2009), ikterus terjadi dalam 24 jam dari saat
kelahiran dikarenakan infeksi kongenital, dimana bayi yang terkena mungkin
memiliki hiperbilrubinemia terkonjugasi yang ringan.
g. Berat badan lahir.
Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi
baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi berat lahir cukup dan 80% pada bayi
berat lahir rendah (BBLR), Nanny, (2011). Menurut Marmi dkk (2012) berat
badan neonatus pada saat kelahiran, ditimbang dalam waktu satu jam sesudah
lahir, yang terdiri dari :
28
1) Bayi berat lahir cukup : bayi dengan berat lahir >2500 g;
2) Bayi berat lahir rendah (BBLR) atau low birth weight infant : bayi dengan
berat lahir kurang dari 1500-2500 g;
3) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birthweight infant :
bayi dengan berat badan lahir 1000 – 1500 g;
4) Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) atau extremely very low
birthweight infant : bayi lahir hidup dengan berat badan lahir kurang 1000
gram.
BBLR dibedakan menjadi dua bagian yaitu BBL sangat rendah bila
berat badan lahir kurang dari 1500 gram dan BBLR bila berat badan lahir
antara 1.501-2.499 gram. Istilah BBLR digunakan oleh WHO untuk
mengganti istilah bayi prematur. Dimana, semua bayi prematur menjadi
ikterus karena sistem enzimnya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi
tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat
diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena
hiperbilirubinemia yang dapat menyebabkan kernikterus maka warna bayi
harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih
cepat dan bertambah coklat.
Pada bayi BBLR banyak sekali risiko terjadi permasalahan pada sistem
tubuh oleh karena kondisi yang tidak stabil salah satunya adalah ikterus. Bayi
BBLR menjadi kuning lebih awal dan lebih lama dari pada bayi yang cukup
29
berat badannya. Sehingga langkah-langkah yang diupayakan agar insiden bayi
BBLR dengan ikterus ini menurun adalah
1) Pemeriksaan laboratorium;
2) Menjalani kehamilan yang baik;
3) Ditelusuri apakah ada gangguan anemia atau kadar HB rendah yang akan
menyebabkan bayi kuning;
4) Apakah dari kehamilan atau persalinan terdahulu pernah melahirkan bayi
yang menderita bayi dengan ikterus (Proverawati dkk,2010).
h. Faktor genetik.
Salah satu yang berhubungan dengan faktor genetik adalah penyakit
spherocytosisherediter yaitu penyakit genetik dominan autosomal yang
menyebabkan sel darah merah berbentuk bulat dan bukan bicincave (cekung
ganda), yang dapat mengakibatkan hemolisis parah dan sakit kuning yang
dapat terjadi dengan tiba-tiba ketika sistem imun mengenali sel-sel yang
abnormal. Biasanya terdapat riwayat keluarga yang positif kuat. Tes darah
akan menunjukan spherocytes (Teachers,T.2012).
i. Obat-obatan.
Pengaruh hormon atau obat yang mengurangi kesanggupan hepar untuk
mengadakan konjugasi bilirubin, ini bermula pada hari keempat hingga hari
ketujuh dan menghilang selepas hari ke 3 hingga 10 minggu, dimana
gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin ini
dapat dipengaruhi adanya obat atau zat kimia yang mengurangi ikatan
30
albumin misalnya sulfafurazole, salisilat dan heparin. Defisiensi albumin
menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam
darah yang mudah melekat ke sel otak (Marmi dkk, 2012).
j. Prematuritas
Menurut wahyuni (2011) neonatus dapat diklasifikasikan menurut
masa gestasi atau maturitas :
a. Bayi kurang bulan (preterm infant/premature )
Masa gestasinya kurang dari 259 hari (kurang dari 37 minggu).
b. Bayi cukup bulan (term infant /aterm)
Masa gestasinya 259-294 hari (37-42 minggu).
c. Bayi lebih bulan (possterm infant/post date/serotinus)
Masa gestasinya lebih dari 294 hari (lebih dari 42 minggu).
Ikterus neonatorum sering terjadi pada bayi aterm dan dapat dirisaukan
keluarga karena kekurangan pengertian. Keadaan tersebut dapat merupakan
gambar fisiologi neonatus (Manuaba dkk, 2007). Menurut Teachers, T
(2012), pada bayi yang lahir kurang bulan, masalahnya adalah peningkatan
beban bilirubin yang disertai dengan produksi albumin yang rendah.
Konsentrasi molekuler albumim serum harus lebih besar daripada konsentrasi
molekuler bilirubin agar terjadi pengikatan. Pada bayi imatur, albumin dan
bilirubin juga tidak berikatan dengan efektif. Pada bayi yang tidak cukup
bulan ada peningkatan potensi menderita efek-efek hipoksia, asidosis,
hipoglikemia dan sepsis, selain itu karena pengobatan yang diberikan dapat
31
juga berkompetensi untuk daerah yang mengikat albumin sedangkan sakit
kuning pada bayi lahir cukup bulan kadar bilirubin tak terkonjugasi cukup
tinggi untuk menyebabkan gangguan pendengaran sementara dan kerusakan
neurologi permanen yang jarang terjadi.
k. Jenis persalinan.
Meskipun kejadian asfiksia, trauma dan aspirasi mekonium bisa
berkurang dengan SC, risiko distress pernapasan sekunder sampai takipneu
transien, defisiensi surfaktan, dan hipertensi pulmonal dapat meningkat. Hal
tersebut bisa berakibat terjadinya hipoperfusi hepar dan menyebabkan proses
konjugasi bilirubin terhambat. Bayi yang lahir dengan SC juga tidak
memperoleh bakteri-bakteri menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu
yang berpengaruh pada pematangan sistem daya tahan tubuh, sehingga bayi
lebih mudah terinfeksi. Ibu yang melahirkan SC biasanya jarang menyusui
langsung bayinya karena ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui
ASI ikut berperan untuk menghambat terjadinya sirkulasi enterorehepatik
bilirubin pada neonatus (Reisa, 2013).
Jika menderita hiperbilirubin pada setiap jenis persalinan, maka section
caesarea merupakan presentase terbesar karena section caesarea merupakan
jenis persalinan dengan risiko tinggi dibandingkan dengan jenis persalinan
lainnya. Pengeluaran ASI lebih cepat pada ibu post partum normal
dibandingkan ibu post section caesarea. Hal ini di antaranya disebabkan
karena ibu post sestio caesarea mengalami nyeri luka setelah operasi yang
32
mengganggu kenyamann ibu dan pengeluaran endofrin lambat sehingga aliran
darah tidak lancar ke otak. Hipotalamus lambat menerima sinyal yang akan
ditransfer ke hipofisis posterior yang mengeluarkan oksitosin dalm
merangsang reflex aliran ASI. Selain itu, faktor yang mempungaruhi
pengeluaran ASI yang lambat pada ibu post section caesarea adalah anestesi
serta masih banyak pandangan pasien yang tidak memperbolehkan atau
mengurangi makan dan minum setelah operasi. Sedangkan pada ibu yang
melahirkan normal kapanpun ibu tetap dianjurkan makan dan minum
(Rosmawaty, 2015).
Selain itu menurut Liu, T.Y David (2008) ikterus neonatus lebih sering
terjadi setelah vakum ekstrasksi daripada setelah forceps atau pelahiran
spontan, dimana vakum menyebabkan angka trauma neonatus yang lebih
tinggi. Trauma tersebut meliputi sefalhematoma dengan hiperbilirubinemia
neonatus yang memerlukan fototerapi, cedera kulit kepala dan perdarahan
retina.
33
B. Landasan Teori
Landasan teori merupakan pemisahan dari sekian banyak teori yang berasal dari
buku-buku dan jurnal yang sesuai dengan tema pokok dari tema penelitian. Menurut
(Subakti dkk, 2008) faktor risiko yang berperan dalam kejadian ikterus adalah berat
badan lahir, usia kehamilan, jenis dan komplikasi persalinan, waktu penjepitan tali
pusar, penyakit hati, penggunaan obat selama hamil dan menyusui, dan defesiensi
enzim. Akan tetapi dari beberapa faktor tersebut hanya 3 faktor yang bisa
dioperasionalkan yaitu berat badan lahir, prematuritas dan jenis persalinan.
1. Berat Badan Lahir.
Menurut Marmi dkk (2012) berat badan neonatus pada saat kelahiran,
ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir, yang terdiri dari :
a. Bayi berat lahir cukup : bayi dengan berat lahir >2500 g;
b. Bayi berat lahir rendah (BBLR) atau low birth weight infant : bayi dengan
berat lahir kurang dari 1500-2500 g;
c. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birthweight infant :
bayi dengan berat badan lahir 1000 – 1500 g;
d. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) atau extremely very low
birthweight infant : bayi lahir hidup dengan berat badan lahir kurang 1000 g.
Berat badan lahir yang kurang dari normal dapat mengakibatkan berbagai
kelainan yang timbul dari dirinya, salah satunya bayi akan rentang terhadap
infeksi yang nantinya dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Banyak baru lahir
terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir <2500 gram) mengalami ikterus pada
34
minggu pertama hidupnya. Data epidemiologi yang ada menunjukan bahwa lebih
dari 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis
dalam minggu pertama hidupnya (Anonim, 2007).
Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru
lahir, sebanyak 25-50% pada bayi berat lahir cukup dan 80% pada bayi berat lahir
rendah (BBLR), Nanny (2011). BBLR dibedakan menjadi dua bagian yaitu BBL
sangat rendah bila berat badan lahir kurang dari 1500 gram dan BBLR bila berat
badan lahir antara 1.501-2.499 gram. Pada bayi BBLR banyak sekali risiko
terjadi permasalahan pada sistem tubuh oleh karena kondisi yang tidak stabil
salah satunya adalah ikterus. Bayi BBLR menjadi kuning lebih awal dan lebih
lama dari pada bayi yang cukup berat badannya. Sehingga langkah-langkah yang
diupayakan agar insiden bayi BBLR dengan ikterus ini menurun adalah
a. Pemeriksaan laboratorium;
b. Menjalani kehamilan yang baik;
c. Ditelusuri apakah ada gangguan anemia atau kadar HB rendah yang akan
menyebabkan bayi kuning;
d. Apakah dari kehamilan atau persalinan terdahulu pernah melahirkan bayi
yang menderita bayi dengan ikterus (Proverawati dkk, 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Margaret di RS PKU
Muhammadiyah Yoyakarta tahun 2012 bahwa BBLR merupakan faktor risiko
yang berpengaruh terhadap kejadian ikterus neonatorum dengan hasil OR=2.113.
35
Penelitian yang dilakukan Astri Maulani (2007), didapatkan hasil bahwa berat
badan lahir rendah merupakan faktor risiko ikterus neonatorum.
2. Prematuritas.
Menurut wahyuni (2011) neonatus dapat diklasifikasikan menurut masa
gestasi atau maturitas :
a. Bayi kurang bulan (preterm infant/premature )
Masa gestasinya kurang dari 259 hari (kurang dari 37 minggu).
b. Bayi cukup bulan (term infant /aterm)
Masa gestasinya 259-294 hari (37-42 minggu).
c. Bayi lebih bulan (possterm infant/post date/serotinus)
Masa gestasinya lebih dari 294 hari (lebih dari 42 minggu). (Marmi, dkk,
2012)
Masa gestasi sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup bayi. Makin
rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan, makin tinggi
morbiditas dan mortalitasnya. Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti
bayi matur, oleh karena itu, ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup
diluar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya makin kurang
pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibatnya makin mudah terjadi
komplikasi dan makin tingginya angka kematian. Dalam hal ini, sebagian besar
kematian perinatal terjadi pada bayi-bayi prematur. Bersangkutan dengan kurang
sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik anatomik maupun fisiologik maka
mudah timbul beberapa kelainan sebagai berikut :
36
a. Immatur hati.
Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia. Hal ini dapat
terjadi karena belum maturnya fungsi hepar. Kurangnya enzim glukorinil
transferase sehingga konjugasi bilirubin indirect menjadi bilirubin direct
belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi
bilirubin dari jaringan ke hepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi
prematur 10 mg/dl. Hiperbilirubinemia pada bayi prematur bila tidak segera
diatasi dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang
permanen (Saifuddin, 2009).
b. Gangguan imunologik
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar
IgG gamma globulin. Bayi prematur relativ belum sanggup membentuk
antibodi dan daya tahan fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih
belum baik.
c. Perdarahan Intravaskuler
Lebih dari 5% bayi prematur menderita penyakit intraventrikuler. Hal ini
disebabkan oleh karena bayi prematur sering menderita apnea, asfiksia berat
dan sindrom gangguan pernapasan. Akibatnya bayi mengalami hipoksia,
hipertensi, sehingga menimbulkan ikterus pada bayi dan dapat menimbulkan
bahaya lebih lanjut (Saifuddin, 2009).
Maturitas bayi atau kematangan bayi baru lahir dapat mempengaruhi
terjadinya ikterus. Ikterus adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi
37
baru lahir. Semua bayi bayi baru lahir akan mengalami proses “menjadi kuning”
yang disebut sebagai ikterus neonatorum. Kejadian ikterus pada bayi baru lahir
menurut beberapa penulis berkisar antara 50% pada bayi cukup bulan dan lebih
tinggi 75% pada bayi lahir kurang bulan. Menurut Teachers, T (2012), pada bayi
yang lahir kurang bulan, masalahnya adalah peningkatan beban bilirubin yang
disertai dengan produksi albumin yang rendah. Konsentrasi molekuler albumim
serum harus lebih besar daripada konsentrasi molekuler bilirubin agar terjadi
pengikatan. Pada bayi imatur, albumin dan bilirubin juga tidak berikatan dengan
efektif. Pada bayi yang tidak cukup bulan ada peningkatan potensi menderita
efek-efek hipoksia, asidosis, hipoglikemia dan sepsis, selain itu karena
pengobatan yang diberikan dapat juga berkompetensi untuk daerah yang mengikat
albumin.
Sedangkan sakit kuning pada bayi lahir cukup bulan kadar bilirubin tak
terkonjugasi cukup tinggi untuk menyebabkan gangguan pendengaran sementara
dan kerusakan neurologi permanen yang jarang terjadi. Fisiologi sakit kuning
pada bayi cukup bulan terlihat pada hari kedua sampai ketiga, puncaknya pada
hari keempat atau kelima dan sembuh pada hari kesembilan sampai kesepuluh.
Sedangkan sakit kuning yang terjadi dalam 24 jam dari lahir tidak dianggap
fisiologis, dan ketika bilirubin total <250 µmol/L pada 48 jam pertama, <275
µmol/L pada 72 jam dan <300 µmol/L pada 96 jam. Hal ini menunjukkan proses
hemolisis yang berlangsung secara berlebihan (Ives,2005). Sehingga, waktu
ketika sakit kuning pertama kali terlihat sangat penting untuk menilai
38
kemungkinan etiologinya tetapi tidak ada gunanya untuk menilai apakah
penyebabnya adalah fisiologi atau patologi karena kisaran kadar bilirubin serum.
Namun bayi perlu untuk dinilai secara holistic untuk mengetahui pola menyusui
dan ekskresi (Teachers, T, 2012).
Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai ikterus, penelitian yang
dilakukan oleh sarici,dkk menemukan bahwa neonatus dengan umur kehamilan
36-37 minggu memiliki faktor risiko 5,7 kali terjadinya hiperbilirubinemia
dibandingkan neonatus dengan umur kehamilan 39-49 minggu, menurut sarici
bahwa risiko hiperbilirubinemia akan meningkat sesuai dengan menurunnya umur
kehamilan (0,6 kali per minggu dari umur kehamilan). (Sholeh dkk. 2007).
3. Jenis Persalinan.
Meskipun kejadian asfiksia, trauma dan aspirasi mekonium bisa berkurang
dengan SC, risiko distress pernapasan sekunder sampai takipneu transien,
defisiensi surfaktan, dan hipertensi pulmonal dapat meningkat. Hal tersebut bisa
berakibat terjadinya hipoperfusi hepar dan menyebabkan proses konjugasi
bilirubin terhambat. Bayi yang lahir dengan SC juga tidak memperoleh bakteri-
bakteri menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu yang berpengaruh pada
pematangan sistem daya tahan tubuh, sehingga bayi lebih mudah terinfeksi. Ibu
yang melahirkan SC biasanya jarang menyusui langsung bayinya karena
ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI ikut berperan untuk
menghambat terjadinya sirkulasi enterorehepatik bilirubin pada neonatus (Reisa,
2013).
39
Jika bayi menderita hiperbilirubin pada setiap jenis persalinan, maka section
caesarea merupakan presentase terbesar karena section caesarea merupakan
jenis persalinan dengan risiko tinggi dibandingkan dengan jenis persalinan
lainnya. Pengeluaran ASI lebih cepat pada ibu post partum normal dibandingkan
ibu post section caesarea. Hal ini di antaranya disebabkan karena ibu post sestio
caesarea mengalami nyeri luka setelah operasi yang mengganggu kenyamann ibu
dan pengeluaran endofrin lambat sehingga aliran darah tidak lancar ke otak.
Hipotalamus lambat menerima sinyal yang akan ditransfer ke hipofisis posterior
yang mengeluarkan oksitosin dalam merangsang reflex aliran ASI. Selain itu,
faktor yang mempungaruhi pengeluaran ASI yang lambat pada ibu post section
caesarea adalah anestesi serta masih banyak pandangan pasien yang tidak
memperbolehkan atau mengurangi makan dan minum setelah operasi. Sedangkan
pada ibu yang melahirkan normal kapanpun ibu tetap dianjurkan makan dan
minum (Rosmawaty,2015).
Selain itu menurut Liu, T.Y David (2008) ikterus neonatus lebih sering
terjadi setelah vakum ekstrasksi daripada setelah forceps atau pelahiran spontan,
dimana vakum menyebabkan angka trauma neonatus yang lebih tinggi. Trauma
tersebut meliputi sefalhematoma dengan hiperbilirubinemia neonatus yang
memerlukan fototerapi, cedera kulit kepala dan perdarahan retina. Penelitian yang
di lakukan M.Sholeh Kosim, dkk di NICU RSUP Dr Kariardi Semarang
didapatkan hasil bahwa partus dengan tindakan merupakan faktor risiko
terjadinya hiperbilirubinemia dengan nilai OR= 4,5. Menurut M, Sholeh Kosim
40
dkk, jenis persalinan merupakan faktor risiko hiperbilirubinemia karena pada
persalinan tindakan risiko terjadi infeksi lebih besar dibanding persalinan spontan.
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep berasal dari landasan teori dan biasanya berkonsentrasi pada
satu bagian dari kerangka teori. Kerangka konsep biasanya disajikan dalam bentuk
bagan yang berisis suatu rangkaian konsep yang saling berhubungan yang mencirikan
hubungan antara variable-variabel dengan tujuan untuk menjelaskan dan
memperkirakan kondisi selanjutnya.
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
Ikterus neonatorum2. Prematuritas
3. Jenis Persalinan
1. Berat Badan Lahir
41
D. Hipotesis
1. Hipotesis null (Ho)
a. Tidak ada risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan berat
badan lahir di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015.
b. Tidak ada risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan
prematuritas di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015.
c. Tidak ada risiko kejadian ikterus nenatorum pada neonatus berdasarkan jenis
persalinan di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015.
2. Hipotesis awal (Ha)
a. Ada risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan berat
badan lahir di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015.
b. Ada risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan
prematuritas di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015.
c. Ada risiko kejadian ikterus nenatorum pada neonatus berdasarkan jenis
persalinan di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015.
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode analitik dengan mengambil data
sekunder pada registrasi pasien di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014
s.d 2015 yang mengalami kasus ikterus neonatorum. Rancangan penelitian adalah
studi kasus kontrol (case control study) yaitu studi observasional yang dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan dengan objektif untuk mengetahui apakah satu atau
lebih faktor merupakan faktor risiko dari satu situasi masalah (Lapau,B 2015). Dalam
penelitian ini, dibagi menjadi dua kelompok meliputi kelompok kasus adalah ikterus
neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 dan
kelompok kontrol adalah tidak ikterus neonatorum di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015.
Gambar 2. Rancangan Penelitian Kasus Kontrol
Faktor risiko (-)
Faktor risiko (+)
Faktor risiko (-)
Faktor risiko (+)
Restropektif
Restropektif
Efek (-) /kontrol
Efek (+)/kasus
Matching
umur
Populasi
Sampel
43
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian mencakup batasan populasi, besar sampel dan cara
pengambilan sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang mengalami ikterus
neonatorum sebanyak 20 orang maupun bayi yang tidak mengalami ikterus
neonatorum sebanyak 867 orang sehingga total populasi baik yang lahir
mati/hidup sebanyak 887 bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun
2014 sampai dengan 2015.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 orang dari 887 orang
dengan perbandingan 1:1 yang terdiri dari :
a. Kasus
Semua bayi yang mengalami ikterus neonatorum yang tercatat di dalam
buku register di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015
sebanyak 20 orang.
b. Kontrol
Bayi yang tidak mengalami ikterus neonatorum tercatat dalam buku
register di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015
sebanyak 20 orang.
44
3. Teknik Pengambilan Sampel
a. Kasus
Teknik pengambilan sampel untuk kasus adalah total sampling. Yaitu
semua bayi yang mengalami ikterus neonatorun di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 sebanyak 20 orang.
b. Kontrol
Teknik pengambilan sampel untuk kontrol adalah purposive sampling
yaitu matching dengan umur sesuai jumlah umur kasus bayi yang mengalami
ikterus neonatorum yang tercatat dalam buku register di Ruang Teratai RSUD
Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 sebanyak 20 orang.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 05-29 Juli tahun 2016.
D. Identifikasi Variabel Penelitian
Penetapan variabel penelitian berdasarkan kerangka konsep yang telah di
bangun yaitu :
1. Variabel Independen : Berat badan lahir, usia gestasi dan jenis persalinan.
2. Variabel Dependen : Ikterus neonatorum.
45
E. Defenisi Operasional
Definisi operasional pada penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 3. Definisi Operasional Penelitian
No Variabel Defenisi
Operasional
Instrumen
Penelitian
Hasil Ukur Skala
1. Dependent :
Ikterus
Neonatorum
Semua bayi
yang
terdiagnosa
ikterus
neonatorum
berdasarkan
diagnosa
dokter di
Ruang Teratai
RSUD
Kabupaten
Muna tahun
2014 s.d 2015
yang tertulis di
rekam medik
pasien
Tabel cek
list
a.Ya : bila tertulis
ikterus
neonatorum
sesuai dengan
diagnosa dokter
b.Tidak : bila tidak
tertulis ikterus
neonatorum
sesuai dengan
diagnosa dokter.
Nominal
2. Independent:
Berat badan
lahir
Bayi dengan
berat badan
lahir normal
maupun berat
bayi lahir
rendah
(BBLR) yang
tertulis pada
rekam medik
pasien sesuai
diagnosa
dokter
Tabel cek
list
a. BBLR : bila
tertulis BBLR
sesuai diagnosa
dokter.
b. Tidak BBLR :
bila tidak
tertulis BBLR
sesuai diagnosa
dokter
Nominal
46
Prematuritas Prematuritas
adalah bayi
baru lahir
dengan umur
kehamilan ≤37
minggu yang
tertulis BKB di
rekam medik
pasien sesuai
diagnosa
dokter
Tabel cek
list
a.Tidak prematur :
bila tertulis BCB
sesuai diagnosa
dokter.
b.Prematur : bila
tertulis BKB
sesuai diagnosa
dokter
Nominal
. Jenis
persalinan
Jenis
persalinan
adalah jenis
persalinan baik
secara normal
ataupun
tindakan yang
tertulis SPT,
SC dan Vakum
direkam medik
pasien
berdasarkan
diagnosa
dokter.
Tabel cek
list
a. Normal : jika
tertulis SPT
sesuai diagnosa
dokter
b. Tindakan :
jika tertulis SC
atau Vakum
sesuai diagnosa
dokter
Nominal
47
F. Instrument Penelitian
Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu kasus kejadian ikterus
neonatorum yang diambil dari sumber data yaitu rekam medis di Ruang Teratai
RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015. Data sekunder yang lain adalah bukan
kasus kejadian ikterus neonatorum yang juga diambil dari sumber data yaitu rekam
medik di rumah sakit yang sama. Data sekunder yang lain adalah dari 3 variabel
independen yaitu variabel berat badan lahir, prematuritas dan jenis persalinan.
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan cek list dengan
mengambil data dari register pasien berdasarkan tabel yang diteliti.
G. Pengelolahan dan Analisis Data
1. Pengelolahan Data
a. Editing
Merupakan proses untuk meneliti kelengkapan data yang diperoleh
melalaui register kebidanan, sehinnga validitas, kesempurnaan dan
kesenambungan data dapat terjamin.
b. Koding
Merupakan proses memberikan kode pada masing-masing jawaban
untuk memudahkan pengolahan data, pengisian kode berdasarkan ketentuan
sesuai yang ada di definisi operasional
c. Tabulating
Merupakan proses untuk mengelompokan data berdasarkan variabel
yang diteliti, disajikan, dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
48
d. Entri data
Kegiatan pengelompokkan data ke dalalam program komputer untuk
selanjutnya dilakukan pengelompokkan data atau analisis data.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing faktor risiko yaitu
faktor risiko berat badan lahir, usia gestasi dan jenis persalinan berisiko
terhadap kejadian ikterus neonatorum yang dibuat dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan persentase dengan rumus :
Keterangan : f = frekuensi
p = persentase
n = jumlah populasi
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui faktor risiko berat badan
lahir, usia gestasi, jenis persalinan terhadap kejadian ikterus neonatorum
menggunakan uji Odds Ratio. Untuk hipotesis satu sisi dan besar risiko (Odds
Ratio) paparan terhadap kasus pada tingkat kepercayaan 95% dengan
menggunakan tabel 2x2.
p= f/n x 100%
49
Tabel 4. Tabel Kontingensi 2x2
Faktor Risiko
Ikterus Neonatorum Total
Kasus Kontrol
Positif a b a+b
Negatif c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Nilai besarnya Odds Ratio ditentukan dengan rumus
Keterangan :
OR = Odss ratio risiko terhadap kejadian bayi ikterus
a/b = rasio antara banyaknya kasus yang terpapar dan kasus yang tak
terpapar
c/d = rasio antara banyaknya kontrol yang terpapar dan kontrol yang
tak terpapar.
1) Bila OR > 1 menunjukan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor risiko
(kausatif)
2) Bila OR = 1 menunjukan bahwa faktor yang diteliti bukan merupakan faktor
risiko.
3) Bila OR < 1 menunjukan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor
protektif. (Lapau, B, 2015).
=
a/b
/
=
50
H. Jalannya Penelitian
Jalannya penelitian ini dibagi dalam bebarapa tahap yaitu :
1. Tahap Awal
Tahap awal penelitian dilakukan pertama-tama dengan melakukan studi
pendahuluan di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna untuk mengumpulkan data
awal dan mengadakan penjajakan kelokasi penelitian. Dari hasil studi
pendahuluan selanjutnya menyusun proposal sampai dengan melaksanankan
presentase proposal. Setelah proposal selesai, dilakukan pengurusan surat ijin dan
menemui kepala ruangan Teratai dan kepala Ruangan Rekam Medik untuk
menyampaikan rencana sekaligus minta ijin pelaksanaan penelitian yaitu
pengumpulan data sekunder. Kegiatan pada tahap awal ini dilakukan pada minggu
I dan minggu ke II pada bulan Juli.
2. Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Ruang Teratai dan diruang Rekam
Medik RSUD Kabupaten Muna dimulai dengan memberitahukan jadwal dan
rencana kegiatan kepada kepala ruangan Teratai dan Kepala Ruangan Rekam
Medik. yang menjadi lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan tabel ceklist yang diambil dari buku register pasien sesuai dengan
kasus yang diteliti. Dalam pengisian tabel cheklis dilakukan dengan cara pada
kolom pertama dimulai dari nomor 1, 3, 5, 7, 9, dan seterusnya atau ganjil
dimasukan data yang menjadi kasus dan kolom kedua atau genap dimulai dari
nomor 2, 4, 6, 8, 10,..dan seterusnya dimasukan data yang menjadi kontrol.
51
Setelah semua data dikumpulkan dan data-data yang diperlukan telah terpenuhi
semua maka syarat untuk anilis data dilakukan. Pelaksannan penelitian dilakukan
pada minggu ke II dan minggu ke III bulan Juli.
3. Penyelesaian
Tahap akhir terdiri dari penyusunan laporan penelitian dan presentase
seminar hasil. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke IV bulan Juli.
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi
Tenggara terletak di Ibukota Kabupaten Muna tepatnya di Jalan Sultan
Syahrir Kelurahan Laende Kecamatan Katobu Kabupaten Muna Provinsi
Sulawesi Tenggara. Lokasi ini mudah dijangkau dengan kendaraan umum
dengan batasan sebagai berikut di sebelah Utara berbatasan dengan Jl.
Basuki Rahmat, sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Sultan Hasanudin, di
sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Laode pandu, dan sebelah Barat
berbatasan dengan Jl. Ir Juanda.
b. Sejarah Singkat
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna didirikan pada masa
penjajahan Belanda oleh mantri yang berkebangsaan Belanda. Pada saat
itu mantri berkebangsaan Belanda hanya dibantu oleh asistennya dan dua
orang perawat. Setelah 11 tahun berlalu mantri tersebut pulang kembali ke
negerinya dan tepat pada tahun 1928 beliau diganti oleh seorang dokter
dari Jawa yang bernama dokter Soeparjo. Masyarakat Muna mengenal
dokter Soeparjo dengan sebutan dokter Jawa. Beliau tamatan dari sekolah
Belanda yaitu Nederlandhes In Launshe Aonzen School (NIAS).
53
Masa kepemimpinan dokter Soeparjo hanya berlangsung selama
tujuh tahun, kemudian beliau digantikan oleh dokter berkebangsaan
Belanda bernama dokter Hyaman. Selang 5 tahun kemudian, tepatnya pada
tahun 1940 seorang dokter asal Cina bernama dokter Pang Ing Ciang
menggantikan kepemimpinan dokter Hyaman. Pada masa kepemimpinan
dokter Pang Ing Ciang sangat disukai oleh masyarakat Muna sebab beliau
sangat memperhatikan kesehatan masyarakat Muna pada saat itu.
Pada tahun 1949, saat peralihan pemerintahan Belanda ke
pemerintahan Republik Indonesia, masa pemerintahan Pang Ing Cian
berakhir dan beliau diganti oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama
dokter Post. Dokter Post mempunyai dua orang asisten sehingga sebagian
besar pekerjaannya diserahkan kepada kedua asistennya. Namun
kepemimpinan dokter Post tidak berlangsung lama, beliau hanya satu
tahun lamanya.
Pada tahun 1950 dokter Post digantikan oleh dokter Lemens yang
berasal dari Belgia. Dokter Lemens memimpin selama 10 tahun yakni
pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1960. Pada tahun 1965 dilakukan
rehabilitasi yang diprakarsai oleh Bupati Muna Laode Rasyid, SH. Ini
merupakan rehabilitasi pertama selama rumah sakit tersebut didirikan
tahun 1965-1970. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna dipimpin
oleh dokter Ibrahim Athar Nasution, masa kepemimpinannya berlangsung
selama 3 tahun dan sejak itu periode masa kepemimpinan Rumah Sakit
54
Umum Daerah Kabupaten Muna ditetapkan setiap 3 tahun sekali
memimpin.
Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna dijadikan
sebagai salah satu rumah sakit yang merupakan lahan praktek dan kajian
ilmiah bagi Mahasiswa Keperawatan dan Mahasiswa Kebidanan.
c. Lingkungan Fisik
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Povinsi Sulawesi
Tenggara berdiri diatas lahan seluas 10.740 Ha.
d. Fasilitas Pelayanan kesehatan
Fasilitas/sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi sulawesi Tenggara adalah:
1) Pelayanan kesehatan rawat jalan yakni poliklinik penyakit dalam,
poliklinik umum, poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan,
poliklinik anak, poliklinik mata, poliklinik THT, poliklinik gigi dan
mulut, poliklinik bedah, poliklinik saraf, poliklinik dalam, poliklinik
psikiatri, instalasi rehabilitasi medis dan instansi gawat darurat.
2) Pelayanan kesehatan rawat inap yakni kebidanan dan kandungan,
perawatn bayi/perinatologi dan perawatan umum serta ICU.
3) Pelayanan medik yakni fisioterapi, rontgen, apotik, laboratorium klinik
dan instalasi gizi.
e. Ketenagaan
Jumlah ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
saat ini adalah 529 orang (terdiri atas paramedis dan non paramedis).
55
Dengan jumlah bidan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
adalah sebanyak 144 orang. Ketenagaan yang bekerja di ruang Teratai
sebanyak 26 orang baik yg honorer maupun PNS dan terdapat 1 orang
dokter anak.
2. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini, terdiri dari umur dan jenis kelamin
berdasarkan kejadian ikterus neonatorum pada neonatus yang berada di ruang
Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015.
Jumlah responden yang dianggap memenuhi kriteria dalam penelitian ini dari
887 bayi adalah sebanyak 20 bayi mengalami ikterus neonatorum sebagai
kasus. Berikut ini adalah distribusi data umur dan jenis kelamin bayi yang
menjadi responden dalam penelitian ini.
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian
Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015
(n=20)
No Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Umur (hari)
≤1 20 100
2-3 0 0
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 10 50
Perempuan 10 50
Jumlah 20 100
Sumber : data sekunder RSUD Kab. Muna
Berdasarkan tabel 5 menunjukan bahwa semua bayi yang mengalami
ikterus neonatorum adalah umur ≤1 hari berjumlah 20 bayi dengan
peresentase (100%). Sedangkan karakteristik responden berdasarkan jenis
56
kelamin memiliki jumlah yang sama, untuk jenis kelamin laki-laki
berjumlah 10 bayi (50%) dan untuk jenis kelamin perempuan berjumlah
10 bayi (50%).
3. Analisis univariat
a. Berat badan lahir
Kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan berat badan
lahir pada penelitian ini di ukur menggunakan tabel checklist dengan
jumlah sampel 40 bayi yang terbagi atas kasus dan kontrol dengan
perbandingan 1:1. Distribusi frekuensi kejadian ikterus neonatorum pada
neonatus berdasarkan berat badan lahir di ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum Pada
Neonatus Berdasarkan Berat Badan Lahir di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015
(n=20)
Berat Badan Lahir Frekuensi (f) Persentase (%) Ket
BBLR 9 45
Tidak BBLR 11 55
Jumlah (n) 20 100
Sumber: Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna 2014 s.d 2015
Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa responden yang mempunyai berat
badan lahir dengan tidak BBLR memiliki persentase lebih besar berjumlah
11 bayi dengan persentase (55%) dibandingkan dengan responden yang
mempunyai berat badan lahir dengan BBLR yang berjumlah 9 bayi
dengan persentase (45%).
57
b. Prematuritas
Kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan
prematuritas pada penelitian ini di ukur menggunakan tabel checklist
dengan jumlah sampel 40 bayi yang terbagi atas kasus dan kontrol dengan
perbandingan 1:1. Distribusi frekuensi kejadian ikterus neonatorum pada
neonatus berdasarkan prematuritas di ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus
Berdasarkan Prematuritas di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015
(n=20)
Prematuritas Frekuensi (f) Persentase (%) Ket
Ya 1 5
Tidak 19 95
Jumlah (n) 20 100
Sumber: Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna 2014 s.d 2015
Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa responden dengan tidak
prematuritas memiliki persentase terbesar berjumlah 19 bayi dengan
persentase (95%) dibandingkan dengan responden prematuritas berjumlah
1 bayi dengan persentase (5%).
c. Jenis persalinan
Kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan jenis
persalinan pada penelitian ini di ukur menggunakan tabel checklist dengan
jumlah sampel 40 bayi yang terbagi atas kasus dan kontrol dengan
perbandingan 1:1. Distribusi frekuensi kejadian ikterus neonatorum pada
58
neonatus berdasarkan jenis persalinan di ruang Teratai RSUD Kabupaten
Muna tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus
Berdasarkan Jenis Persalinan di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015
(n=20)
Jenis Persalinan Frekuensi (f) Persentase (%) Ket
Tindakan 9 45
Normal 11 55
Jumlah (n) 20 100
Sumber: Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna 2014 s.d 2015
Pada tabel 8 dapat dilihat bahwa responden jenis persalinan normal
memiliki persentase lebih besar berjumlah 11 bayi dengan persentase
(55%) dibandingkan dengan responden jenis persalinan normal dengan
tindakan berjumlah 19 bayi dengan persentase (45%).
4. Analisis bivariat
a. Risiko berat badan lahir terhadap kejadian ikterus neonatorum pada
neonatus.
Risiko berat badan lahir terhadap kejadian ikterus neonatorum pada
neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil hitungan pada tabel 9
berikut
59
Tabel 9
Analisis Faktor Risiko Berat Badan Lahir Terhadap Kejadian
Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015 (n=40)
Berat Badan Lahir
Kasus Kontrol Total
OR
1,9
f % f % n %
BBLR 9 45 6 30 15 37,5
Tidak BBLR 11 55 14 70 25 62,5
Jumlah (n) 20 100 20 100 40 100
Sumber : Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015
Hasil uji Odds Ratio (OR) pada tabel 9 menunjukan bahwa berat
badan lahir 1,9 kali berpeluang untuk terjadinya ikterus neonatorum
karena nilai Odds Ratio (OR) > 1 maka berat badan lahir merupakan faktor
risiko terjadinya ikterus neonatorum pada neonatus di ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015.
Berdasarkan hasil Odds Ratio maka Ho ditolak dan Ha diterima.
b. Risiko prematuritas terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus.
Risiko prematuritas terhadap kejadian ikterus neonatorum pada
neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil hitungan pada tabel 10
berikut :
Tabel 10
Analisis Faktor Risiko Prematuritas Terhadap Kejadian
Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015 (n=40)
Prematuritas
Kasus Kontrol Total
OR
0.298
f % f % n %
Ya 1 5 3 15 4 10
Tidak 19 95 17 85 36 90
Jumlah (n) 20 100 20 100 40 100
Sumber : Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015
60
Hasil uji Odds Ratio (OR) pada tabel 10 menunjukan prematuritas
0,298 kali berpeluang untuk terjadinya ikterus neonatorum karena nilai
Odds Ratio (OR) < 1 maka prematuritas merupakan faktor protektif
terhadap terjadinya ikterus neonatorum pada neonatus di ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015.
Berdasarkan hasil Odds Ratio maka Ho diterima dan Ha ditolak.
c. Risiko jenis persalinan terhadap kejadian ikterus neonatorum pada
neonatus.
Risiko jenis persalinan terhadap kejadian ikterus neonatorum pada
neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil hitungan pada tabel 11
berikut :
Tabel 11
Analisis Faktor Risiko Jenis Persalinan Terhadap Kejadian
Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di Ruang Teratai
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna
Tahun 2014 s.d 2015 (n=40)
Jenis Persalinan
Kasus Kontrol Total
OR
1,9
f % f % n %
Tindakan 9 45 6 30 15 37,5
Normal 11 55 14 70 25 62,5
Jumlah (n) 20 100 20 100 40 100
Sumber : Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015
Hasil uji Odds Ratio (OR) pada tabel 11 menunjukan jenis
persalinan 1,9 kali berpeluang untuk terjadinya ikterus neonatorum karena
nilai Odds Ratio (OR) > 1 maka jenis persalinan merupakan faktor risiko
terjadinya ikterus neonatorum pada neonatus di ruang Teratai Rumah Sakit
61
Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015. Berdasarkan hasil
Odds Ratio maka Ho ditolak dan Ha diterima.
B. Pembahasan
Warna kuning pada kulit bayi atau pada bagian putih matanya disebut
ikterus, yang disebabkan oleh kadar bilirubin yang tinggi dalam darah bayi.
Bilirubin berasal dari pemecahan sel-sel darah merah yang tidak diperlukan, yang
terjadi secara normal pada bayi baru lahir. Bilirubin dieksresi dari tubuh bayi
melalui tinja. Jika tidak dikeluarkan, bilirubin dapat menyebabkan ikterus. Sekitar
50% bayi baru lahir mempunyai warna kulit wajah atau leher yang sedikit
kekuningan pada hari ketiga atau keempat kehidupannya. Kondisi ini disebut
ikterus fisiologis, dan akan hilang tanpa perlu pengobatan. Akan tetapi, kadang-
kadang ikterus yang terjadi menimbulkan kekhawatiran dan sering kali dikaitkan
dengan pemberian makan yang buruk, prematuritas, atau lecet yang terjadi
sewaktu dilahirkan. Selain itu ikterus sering muncul pada hari pertama atau hari
kedua dari kehidupan bayi bahkan lebih serius dan membutuhkan perawatan
intensif, dikutip dari (Simpkin, dkk , 2012).
Pada penelitian ini, berdasarkan hasil pengolahan pada tabel 5 menunjukan
bahwa semua bayi yang mengalami ikterus neonatorum berjumlah 20 bayi
berumur ≤ 1 hari (100%) yang dialami oleh 50 % bayi laki-laki dan 50% bayi
perempuan. Berdasarkan sebaran umur, bahwa semua bayi mengalami ikterus
neonatorum pada umur 1 hari. Hal ini disebabkan Umur 1 hari pada bayi
merupakan usia atau masa yang sangat rentan terhadap penyakit baik secara
internal maupun eksternal yang dikarenakan bayi mempunyai kekebalan tubuh
62
yang sangat rendah dan organ-organ yang ada dalam tubuh bayi belum bekerja
secara maksimal sehingga jika dikaitkan dengan ikterus neonatorum, bayi baru
lahir tersebut memiliki produksi bilirubin dengan kecepatan produksi yang lebih
tinggi atau sama dengan orang dewasa yang menyebabkan terdapat cukup banyak
reabsorbsi bilirubin pada usus halus nonatal.
Berdasarkan sebaran jenis kelamin pada tabel 5 menunjukan bahwa bayi
laki- laki maupun bayi perempuan di ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Muna, distribusi frekuensinya memiliki jumlah yang sama, hal ini
menunjukan bahwa baik bayi laki-laki maupun bayi perempuan sama-sama
mempunyai prevalensi dalam menimbulkan ikterus neonatorum. Namun hal ini
tidak sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh Teachers T (2012) bahwa bayi
yang mengalami ikterus lebih di dominasi oleh bayi laki-laki dibandingkan bayi
perempuan, hal ini di sebabkan defisiensi G6PD yang merupakan suatu kelainan
enzim yang tersering pada manusia, yang terkait kromosom sex (x-linked) atau X
resesif, sehingga terutama disertai pada bayi-bayi laki-laki. Enzim G6PD sendiri
memiliki fungsi untuk melindungi sel darah merah dan sel-sel lain dari perlukaan
oksidatif dan hemolisis. Distribusi frekuensi karakteristik jenis kelamin
mempunyai prevalensi yang sama terhadap kejadian ikterus neonatorum pada
penelitian ini mungkin disebabkan oleh jumlah sampel pada penelitian ini yang
terlalu sedikit yang merupakan kelemahan dan keterbatasan dalam penelitian ini.
Berdasarkan tabel 5 yang dipeoleh, untuk pembagian ikterus baik
fisiologis maupun patologis dari kelompok kasus yang berjumlah 20, jika dilihat
dari umur yang yang dialami setiap bayi ikterus maka setiap bayi tersebut
63
termasuk dalam kategori ikterus yang patologis, dimana menurut Alimul (2008)
bahwa salah satu tanda-tanda bayi yang mengalami ikterus patologis adalah
ikterus ini terjadi pada 24 jam pertama kehidupan bayi. Akan tetapi jika dilihat
dari waktu penyembuhannya, semua bayi yang mengalami ikterus mempunyai
waktu yang berbeda-beda yaitu 3-34 hari yang berarti terbagi menjadi 2 kelompok
pembagian yaitu ikterus fisiologi dan patologi. Hal ini berdasarkan teori yang ada
yaitu Nanny (2011) dan Alimul (2008) bahwa salah satu tanda ikterus fisiologi
adalah ikterus menghilang pada hari sepuluh pertama dan salah satu tanda ikterus
patologi adalah ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
Meskipun demikian kedua hal ini tidak bisa dijadikan landasan yang secara
pasti untuk pembagian ikterus yang patologi maupun fisiologi karena untuk
menentukan lebih lanjut bahwa ikterus ini bersifat fisologi maupun patologi
adalah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar
bilirubin serum pada bayi dalam batas normal atau tidak yaitu ikterus fisiologi
tidak melebihi 10 mg% pada bayi cukup bulan dan tidak melebihi 12,5 mg% pada
neonatus kurang bulan.
1. Risiko Berat Badan Lahir terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum pada
Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupetan Muna
Tahun 2014 s.d 2015
Bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki risiko untuk terjadinya
ikterus neonatorum. Oleh karena itu penelitian ini juga telah membuktikan
teori melalui analisis faktor risiko berat badan lahir terhadap kejadian ikterus
neonatorum pada neonatus di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun
64
2014 s.d 2015 sebanyak 40 bayi dengan perbandingan (1:1) yang berarti untuk
kasus berjumlah 20 dan kontrol berjumlah 20. Berdasarkan data pada tabel 6,
bayi ikterus dengan BBLR lebih banyak di bandingkan dengan bayi yang
tidak ikterus dengan BBLR. Dengan perbandingan 9 bayi (45%) pada kasus
dan 6 bayi (30%) pada kontrol.
Faktor risiko berat badan lahir terhadap kejadian ikterus ditunjukan
pada tabel 9, dimana berdasarkan hasil uji Odds Ratio diperoleh nilai OR
sebesar 1,9 yang menunjukan bahwa OR > 1 sehingga Ho ditolak dan Ha
diterima. Hal ini menunjukan bahwa berat badan lahir dengan BBLR 1,9 kali
berpeluang berisiko terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di
ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna meskipun jumlah pada kelompok kasus
dengan tidak BBLR lebih tinggi yakni berjumlah 11 kasus dibandingkan
dengan jumlah pada kelompok kasus dengan BBLR yang berjumlah 9, tetapi
pada kelompok kontrol dengan tidak BBLR berjumlah lebih tinggi dari
kelompok kontrol dengan BBLR yakni 14, sehingga memberi pengaruh pada
perhitungan Odds Ratio (OR) yang menjadikan berat badan lahir dengan
BBLR merupakan faktor risiko terhadap kejadian ikterus neonatorum pada
neonatus.
Penelitian yang penulis lakukan sejalan dengan teori yang ada, dimana
menurut syafruddin,dkk, (2011) banyak bayi yang mengalami ikterus dalam
satu minggu pertama kehidupannya terutama pada bayi kecil (berat lahir
<2500 gram). Menuirut Nanny (2011) Ikterus adalah salah satu keadaan
menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya
65
hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering
terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi cukup bulan dan 80%
pada bayi berat lahir rendah. Di kutip dari Proverawati (2010), pada bayi
BBLR banyak sekali risiko terjadi permasalahan pada sistem tubuh oleh
karena kondisi yang tidak stabil salah satunya adalah ikterus. Bayi BBLR
menjadi kuning lebih awal dan lebih lama dari pada bayi yang cukup berat
badannya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Margaret
mengenai faktor-faktor risiko ikterus neonatorum di RS PKU Muhammadiyah
Yoyakarta tahun 2012 bahwa BBLR terbukti merupakan faktor risiko yang
berpengaruh terhadap kejadian ikterus neonatorum dengan hasil OR = 2,113.
Penelitian yang dilakukan Astri Maulani (2007), didapatkan hasil bahwa berat
badan lahir rendah merupakan faktor risiko ikterus neonatorum.
Berat badan lahir dengan BBLR merupakan faktor risiko ikterus karena
pada bayi BBLR memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang berbagai macam
penyakit salah satunya adalah ikterus, dimana ikterus ini terjadi karena sistem
hepar yang tidak berfungsi dengan baik terutama pada bayi dengan BBLR, hal
ini dikarenakan bayi dengan BBLR ini, memiliki kondisi tubuh yang tidak
stabil yang tidak sama seperti bayi dengan berat badan lahir normal sehingga
bayi BBLR ini mudah terserang penyakit dan keterbelakang petumbuhan,
bahkan Bayi dengan BBLR saat ini penyumbang terbanyak pada angka
kematian bayi.
66
Selain itu salah satu penyebab BBLR merupakan faktor risiko kejadian
ikterus neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna, disebabkan
karena adanya komplikasi yang terjadi pada bayi yang mengalami ikterus
neonatorum dengan BBLR yaitu infeksi (sepsis) yang didapatkan dari rekam
medik pasien dengan jumlah 9 bayi yang berarti bahwa bayi yang mengalami
ikterus neonatorum dengan BBLR semua mengalami komplikasi sepsis. Satu
dari Sembilan bayi BBLR dengan ikterus yang mengalami komplikasi sepsis
meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan teori pada penelitian Simbolon (2008)
bahwa pada bayi dengan BBLR pematangan organ tubuhnya (hati, paru,
enzim, pencernaan, otak, dll) belum sempurna, maka bayi BBLR sering
mengalami komplikasi yang berakhir pada kematian.
Penelitian yang dilakukan M. Sholeh Kosim, dkk bahwa didapatkan
hubungan bermakna antara awitan sepsis dengan kadar bilirubin. Bayi dengan
sepsis awitan lambat mempunyai risiko 32,3 kali lebih besar terjadi
hiperbilirubinemia dibanding dengan sepsis awitan dini. Pada sepsis awitan
lambat timbul implikasi buruk pada berbagai organ, khususnya sistem
hepatobilier sehingga kadar bilirubin menjadi lebih tinggi. Hiperbilirubinemia
karena sepsis timbul pada hari ke 2-7 setelah lahir dan pada pemeriksan fisik
tampak ikterus berat. Menurut Alimul, H, A. (2008), bahwa ikterus yang
timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu I, biasanya karena
infeksi (sepsis), dehidrasi dan asidosis, defisiensi enzim G6PD, pengaruh
obat-obatan, sindroma Criggler Najjar, sindroma Gilbert.
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis
FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis

More Related Content

What's hot

INSTRUMEN SDIDTK
INSTRUMEN SDIDTKINSTRUMEN SDIDTK
INSTRUMEN SDIDTKmoharip1
 
PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN.pdf
PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN.pdfPELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN.pdf
PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN.pdfMohammadRizkiFerdian2
 
Program keselamatan pasien
Program keselamatan pasienProgram keselamatan pasien
Program keselamatan pasienZakiah dr
 
Table jenis-jenis lochea
Table jenis-jenis locheaTable jenis-jenis lochea
Table jenis-jenis locheaowik15
 
Kehamilan dengan HIV/AIDS PPT
Kehamilan dengan HIV/AIDS PPTKehamilan dengan HIV/AIDS PPT
Kehamilan dengan HIV/AIDS PPTqurratuakyun
 
Partograf dan penilaian kemajuan persalinan
Partograf dan penilaian kemajuan persalinanPartograf dan penilaian kemajuan persalinan
Partograf dan penilaian kemajuan persalinanDokter Tekno
 
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...Ulfah Hanum
 
Asuhan kebidanan ibu hamil patologi,andra dewi
Asuhan kebidanan ibu hamil patologi,andra dewiAsuhan kebidanan ibu hamil patologi,andra dewi
Asuhan kebidanan ibu hamil patologi,andra dewiAndra Dewi Hapsari
 
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmasDaftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmasbudhi mp
 
Sop sterilisasi alat medis
Sop sterilisasi alat medisSop sterilisasi alat medis
Sop sterilisasi alat medisYadiSupriyadi20
 
Power point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis GravidarumPower point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis Gravidarumsyaripinsiti
 
Laporan kegiatan surveilans
Laporan kegiatan surveilansLaporan kegiatan surveilans
Laporan kegiatan surveilansedy irawan
 
02 sistem rujukan maternal & neonatal
02 sistem rujukan maternal & neonatal02 sistem rujukan maternal & neonatal
02 sistem rujukan maternal & neonatalJoni Iswanto
 

What's hot (20)

INSTRUMEN SDIDTK
INSTRUMEN SDIDTKINSTRUMEN SDIDTK
INSTRUMEN SDIDTK
 
Teks mc
Teks mcTeks mc
Teks mc
 
PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN.pdf
PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN.pdfPELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN.pdf
PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN.pdf
 
Contoh Format lembaran rm
Contoh Format lembaran rmContoh Format lembaran rm
Contoh Format lembaran rm
 
LAPORAN KASUS pranikah.docx
LAPORAN KASUS pranikah.docxLAPORAN KASUS pranikah.docx
LAPORAN KASUS pranikah.docx
 
Program keselamatan pasien
Program keselamatan pasienProgram keselamatan pasien
Program keselamatan pasien
 
Table jenis-jenis lochea
Table jenis-jenis locheaTable jenis-jenis lochea
Table jenis-jenis lochea
 
Asuhan kebidanan pada ibu hamil normal. PKK 1
Asuhan kebidanan pada ibu hamil normal. PKK 1Asuhan kebidanan pada ibu hamil normal. PKK 1
Asuhan kebidanan pada ibu hamil normal. PKK 1
 
Kehamilan dengan HIV/AIDS PPT
Kehamilan dengan HIV/AIDS PPTKehamilan dengan HIV/AIDS PPT
Kehamilan dengan HIV/AIDS PPT
 
Partograf dan penilaian kemajuan persalinan
Partograf dan penilaian kemajuan persalinanPartograf dan penilaian kemajuan persalinan
Partograf dan penilaian kemajuan persalinan
 
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...
 
Asuhan kebidanan ibu hamil patologi,andra dewi
Asuhan kebidanan ibu hamil patologi,andra dewiAsuhan kebidanan ibu hamil patologi,andra dewi
Asuhan kebidanan ibu hamil patologi,andra dewi
 
askeb akseptor Kb suntik 3 bulan
askeb akseptor Kb suntik 3 bulanaskeb akseptor Kb suntik 3 bulan
askeb akseptor Kb suntik 3 bulan
 
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmasDaftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
Daftar 144 diagnosa penyakit yg harus ditangani puskesmas
 
Sop sterilisasi alat medis
Sop sterilisasi alat medisSop sterilisasi alat medis
Sop sterilisasi alat medis
 
Power point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis GravidarumPower point Hiperemesis Gravidarum
Power point Hiperemesis Gravidarum
 
Laporan kegiatan surveilans
Laporan kegiatan surveilansLaporan kegiatan surveilans
Laporan kegiatan surveilans
 
Sop ekg
Sop ekgSop ekg
Sop ekg
 
02 sistem rujukan maternal & neonatal
02 sistem rujukan maternal & neonatal02 sistem rujukan maternal & neonatal
02 sistem rujukan maternal & neonatal
 
Aspek hukum dalam praktek kebidanan
Aspek hukum dalam praktek kebidananAspek hukum dalam praktek kebidanan
Aspek hukum dalam praktek kebidanan
 

Viewers also liked

Viewers also liked (16)

Ikterus (kuning) pada bayi baru lahir
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahirIkterus (kuning) pada bayi baru lahir
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahir
 
Ikterus Neonatorum
Ikterus NeonatorumIkterus Neonatorum
Ikterus Neonatorum
 
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahir
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahirIkterus (kuning) pada bayi baru lahir
Ikterus (kuning) pada bayi baru lahir
 
Nýsköpunarmenning
NýsköpunarmenningNýsköpunarmenning
Nýsköpunarmenning
 
5.mortalitas (kematian)
5.mortalitas (kematian)5.mortalitas (kematian)
5.mortalitas (kematian)
 
Ikterus
IkterusIkterus
Ikterus
 
Asuhan Keperawatan HIPERBILIRUBIN
Asuhan Keperawatan HIPERBILIRUBINAsuhan Keperawatan HIPERBILIRUBIN
Asuhan Keperawatan HIPERBILIRUBIN
 
Mortalitas dan Morbiditas
Mortalitas dan MorbiditasMortalitas dan Morbiditas
Mortalitas dan Morbiditas
 
Metabolisme Bilirubin
Metabolisme BilirubinMetabolisme Bilirubin
Metabolisme Bilirubin
 
Mengenali bayi kuning dan penanganannya
Mengenali bayi kuning dan penanganannyaMengenali bayi kuning dan penanganannya
Mengenali bayi kuning dan penanganannya
 
Laporan Riskesdas Tahun 2013
Laporan Riskesdas Tahun  2013Laporan Riskesdas Tahun  2013
Laporan Riskesdas Tahun 2013
 
Birth injuries and icterus neonatarum
Birth injuries and icterus neonatarumBirth injuries and icterus neonatarum
Birth injuries and icterus neonatarum
 
Hyperbilirubinemia
Hyperbilirubinemia Hyperbilirubinemia
Hyperbilirubinemia
 
Ppt hiperbilirubin
Ppt hiperbilirubinPpt hiperbilirubin
Ppt hiperbilirubin
 
Breastfeeding
BreastfeedingBreastfeeding
Breastfeeding
 
Birth injuries
Birth injuriesBirth injuries
Birth injuries
 

Similar to FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSALINAN PREMATURE DI RUMAH SAKIT UMUM DAER...
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSALINAN PREMATURE DI RUMAH SAKIT UMUM DAER...GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSALINAN PREMATURE DI RUMAH SAKIT UMUM DAER...
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSALINAN PREMATURE DI RUMAH SAKIT UMUM DAER...Warnet Raha
 
IDENTIFIKASI IBU HAMIL DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MU...
IDENTIFIKASI IBU HAMIL DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MU...IDENTIFIKASI IBU HAMIL DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MU...
IDENTIFIKASI IBU HAMIL DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MU...Warnet Raha
 
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...Warnet Raha
 
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...Warnet Raha
 
Cover dan lain lain
Cover dan lain lainCover dan lain lain
Cover dan lain lainWarnet Raha
 
FAKTOR RISIKO TERJADINYA PLASENTA PREVIA PADA IBU HAMIL DI RUANG DELIMA RSUD ...
FAKTOR RISIKO TERJADINYA PLASENTA PREVIA PADA IBU HAMIL DI RUANG DELIMA RSUD ...FAKTOR RISIKO TERJADINYA PLASENTA PREVIA PADA IBU HAMIL DI RUANG DELIMA RSUD ...
FAKTOR RISIKO TERJADINYA PLASENTA PREVIA PADA IBU HAMIL DI RUANG DELIMA RSUD ...Warnet Raha
 
IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO IBU HAMIL YANG MENGALAMI PREEKLAMSIA DI RUANG DELI...
IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO IBU HAMIL YANG MENGALAMI PREEKLAMSIA DI RUANG DELI...IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO IBU HAMIL YANG MENGALAMI PREEKLAMSIA DI RUANG DELI...
IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO IBU HAMIL YANG MENGALAMI PREEKLAMSIA DI RUANG DELI...Warnet Raha
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL PADA NY. “H” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL PADA NY. “H” DENGA...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL PADA NY. “H” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL PADA NY. “H” DENGA...Warnet Raha
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADABAYINY“H”DENGANBBLR PRE...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN  PADABAYINY“H”DENGANBBLR  PRE...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN  PADABAYINY“H”DENGANBBLR  PRE...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADABAYINY“H”DENGANBBLR PRE...Warnet Raha
 

Similar to FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis (20)

Kti nirwana akbid paramata raha
Kti nirwana akbid paramata rahaKti nirwana akbid paramata raha
Kti nirwana akbid paramata raha
 
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSALINAN PREMATURE DI RUMAH SAKIT UMUM DAER...
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSALINAN PREMATURE DI RUMAH SAKIT UMUM DAER...GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSALINAN PREMATURE DI RUMAH SAKIT UMUM DAER...
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERSALINAN PREMATURE DI RUMAH SAKIT UMUM DAER...
 
IDENTIFIKASI IBU HAMIL DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MU...
IDENTIFIKASI IBU HAMIL DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MU...IDENTIFIKASI IBU HAMIL DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MU...
IDENTIFIKASI IBU HAMIL DENGAN ABORTUS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MU...
 
Kti haslia akbid paramata raha
Kti haslia akbid paramata rahaKti haslia akbid paramata raha
Kti haslia akbid paramata raha
 
Kti sarnia
Kti sarniaKti sarnia
Kti sarnia
 
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
 
Kti sarnia akbid paramata raha
Kti sarnia akbid paramata rahaKti sarnia akbid paramata raha
Kti sarnia akbid paramata raha
 
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANKEJADIAN RESPIRATORYDISTRESS OF NEWBORN(...
 
Cover dan lain lain
Cover dan lain lainCover dan lain lain
Cover dan lain lain
 
Bab 1 3
Bab 1 3Bab 1 3
Bab 1 3
 
Bab 1 3
Bab 1 3Bab 1 3
Bab 1 3
 
FAKTOR RISIKO TERJADINYA PLASENTA PREVIA PADA IBU HAMIL DI RUANG DELIMA RSUD ...
FAKTOR RISIKO TERJADINYA PLASENTA PREVIA PADA IBU HAMIL DI RUANG DELIMA RSUD ...FAKTOR RISIKO TERJADINYA PLASENTA PREVIA PADA IBU HAMIL DI RUANG DELIMA RSUD ...
FAKTOR RISIKO TERJADINYA PLASENTA PREVIA PADA IBU HAMIL DI RUANG DELIMA RSUD ...
 
Kti yunianti akbid paramata raha
Kti yunianti akbid paramata rahaKti yunianti akbid paramata raha
Kti yunianti akbid paramata raha
 
Kti wa ida
Kti wa idaKti wa ida
Kti wa ida
 
Kti wa ida
Kti wa idaKti wa ida
Kti wa ida
 
IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO IBU HAMIL YANG MENGALAMI PREEKLAMSIA DI RUANG DELI...
IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO IBU HAMIL YANG MENGALAMI PREEKLAMSIA DI RUANG DELI...IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO IBU HAMIL YANG MENGALAMI PREEKLAMSIA DI RUANG DELI...
IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO IBU HAMIL YANG MENGALAMI PREEKLAMSIA DI RUANG DELI...
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL PADA NY. “H” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL PADA NY. “H” DENGA...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL PADA NY. “H” DENGA...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN INTRANATAL PADA NY. “H” DENGA...
 
Isran esra kti
Isran esra ktiIsran esra kti
Isran esra kti
 
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADABAYINY“H”DENGANBBLR PRE...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN  PADABAYINY“H”DENGANBBLR  PRE...MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN  PADABAYINY“H”DENGANBBLR  PRE...
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN PADABAYINY“H”DENGANBBLR PRE...
 
Kti la ode ali anugrah jufri
Kti la ode ali anugrah jufriKti la ode ali anugrah jufri
Kti la ode ali anugrah jufri
 

More from Warnet Raha

Pengaruh organik terhadap tanah dan tanaman
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanamanPengaruh organik terhadap tanah dan tanaman
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanamanWarnet Raha
 
Warnet vast raha
Warnet vast rahaWarnet vast raha
Warnet vast rahaWarnet Raha
 
Surat tugas pls wakorsel
Surat tugas pls wakorselSurat tugas pls wakorsel
Surat tugas pls wakorselWarnet Raha
 
Silsilah keluarga
Silsilah keluargaSilsilah keluarga
Silsilah keluargaWarnet Raha
 
Silsilah keluarg1
Silsilah keluarg1Silsilah keluarg1
Silsilah keluarg1Warnet Raha
 
Makalah haji dan umroh
Makalah haji dan umrohMakalah haji dan umroh
Makalah haji dan umrohWarnet Raha
 
Motivasi dan kepuasan kerja
Motivasi dan kepuasan kerjaMotivasi dan kepuasan kerja
Motivasi dan kepuasan kerjaWarnet Raha
 
Manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”
Manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”Manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”
Manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”Warnet Raha
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramataWarnet Raha
 
Format manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”
Format manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”Format manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”
Format manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”Warnet Raha
 
Pengaruh mediao sosial terhadap genesari muda
Pengaruh mediao sosial terhadap genesari mudaPengaruh mediao sosial terhadap genesari muda
Pengaruh mediao sosial terhadap genesari mudaWarnet Raha
 
Surat keterangan kematian 4
Surat keterangan kematian 4Surat keterangan kematian 4
Surat keterangan kematian 4Warnet Raha
 

More from Warnet Raha (20)

Serune kale
Serune kaleSerune kale
Serune kale
 
Alat musik
Alat musikAlat musik
Alat musik
 
Septian
SeptianSeptian
Septian
 
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanaman
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanamanPengaruh organik terhadap tanah dan tanaman
Pengaruh organik terhadap tanah dan tanaman
 
Perihal
PerihalPerihal
Perihal
 
Warnet vast raha
Warnet vast rahaWarnet vast raha
Warnet vast raha
 
Surat tugas pls wakorsel
Surat tugas pls wakorselSurat tugas pls wakorsel
Surat tugas pls wakorsel
 
Silsilah keluarga
Silsilah keluargaSilsilah keluarga
Silsilah keluarga
 
Ipink
IpinkIpink
Ipink
 
Silsilah keluarg1
Silsilah keluarg1Silsilah keluarg1
Silsilah keluarg1
 
Makalah haji dan umroh
Makalah haji dan umrohMakalah haji dan umroh
Makalah haji dan umroh
 
Motivasi dan kepuasan kerja
Motivasi dan kepuasan kerjaMotivasi dan kepuasan kerja
Motivasi dan kepuasan kerja
 
Salim 2
Salim 2Salim 2
Salim 2
 
Manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”
Manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”Manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”
Manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Format manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”
Format manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”Format manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”
Format manajemen asuhan kebidanan ibu nifas pada ny. “w”
 
Pengaruh mediao sosial terhadap genesari muda
Pengaruh mediao sosial terhadap genesari mudaPengaruh mediao sosial terhadap genesari muda
Pengaruh mediao sosial terhadap genesari muda
 
Jurnal ella
Jurnal ellaJurnal ella
Jurnal ella
 
Penelitian
PenelitianPenelitian
Penelitian
 
Surat keterangan kematian 4
Surat keterangan kematian 4Surat keterangan kematian 4
Surat keterangan kematian 4
 

Recently uploaded

DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024RoseMia3
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfIwanSumantri7
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAAmmar Ahmad
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptannanurkhasanah2
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxriscacriswanda
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptnovibernadina
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptxSusanSanti20
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxDedeRosza
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYNovitaDewi98
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKgamelamalaal
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 

Recently uploaded (20)

DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptxPPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
PPT MODUL 6 DAN 7 PDGK4105 KELOMPOK.pptx
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMKAksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
Aksi Nyata Disiplin Positif Keyakinan Kelas untuk SMK
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 

FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis

  • 1. FAKTOR RISIKO KEJADIAN IKTERUS NEONATORUM PADA NEONATUS DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN MUNA TAHUN 2014 S.D 2015 Karya Tulis Ilmiah Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna Oleh : Mudmainna Aksan PSW.B.2013.IB.0075 YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA KABUPATEN MUNA 2016
  • 2. ii LEMBAR PERSETUJUAN Karya Tulis Ilmiah Faktor Risiko Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015 Telah disetujui untuk diseminarkan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna Raha, Juli 2016 Pembimbing I Pembimbing II Dina Asminatalia, S.Kep., Ns. La Hasariy, SKM., M.Kes. Mengetahui, Direktur Akbid Paramata Raha Kab. Muna Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes.
  • 3. iii LEMBAR PENGESAHAN Karya tulis ini telah diperiksa dan disahkan oleh Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna Tim Penguji 1. Wa Ode Siti Asma, SST., M.Kes. (. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. ) 2. Dina Asminatalia, S.Kep., Ns. (. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..) 3. La Hasariy, SKM., M.Kes. (. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .) Raha, Juli 2016 Pembimbing I Pembimbing II Dina Asminatalia, S.Kep., Ns. La Hasariy, SKM., M.Kes. Mengetahui, Direktur Akbid Paramata Raha Kab. Muna Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes.
  • 4. iv RIWAYAT HIDUP A. IDENTITAS DIRI 1. Nama : Mudmainna Aksan 2. Nim : 2013. IB. 0075 3. Tempat/ tanggal lahir : Laiworu, 21 Juni 1995 4. Jenis Kelamin : Perempuan 5. Agama : Islam 6. Suku/Kebangsaan : Muna Bugis/ Indonesia 7. Alamat : Jl. Lumba-lumba No 59 Raha Muna Sultra B. IDENTITAS ORANG TUA 1. Nama Ayah dan Ibu : Aksan Aras, Ama.Pd. dan Wa Nihi 2. Pekerjaan : PNS dan PNS 8. Alamat : Jl. Lumba-lumba No 59 Raha Muna Sultra
  • 5. v C. PENDIDIKAN 1. TK : TK Dharma Wanita 2. SD : SD Negeri 9 Katobu 2001 – 2007 3. SMP : MTs Negeri Raha 2007 - 2010 4. SMA : SMA Negeri 1 Raha 2010 -2013 5. Sejak tahun 2013 mengikuti Pendidikan Diploma III Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna dan Insya Allah akan menyelesaikannya tahun 2016.
  • 6. vi KATA PENGANTAR Assalamu Alaikum Wr. Wb Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Faktor Risiko Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015.” Karya Tulis Ilmiah disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program DIII Kebidanan Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna. Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini banyak hambatan dan kesulitan yang dijumpai namun berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan, Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu Dina Asminatalia, S.Kep., Ns selaku pembimbing I dan Bapak La Hasariy, SKM., M.Kes selaku pembimbing II atas kesediaannya berupa waktu, bimbingan, motivasi, petunjuk, pengarahan dan dorongan moril begitu sangat berharga. Dalam penyusunan Studi Kasus ini tidak terlepas pula dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Bapak La Ode Muhlisi, S.Kep, M.Kes selaku ketua Yayasan Sowite Akademi Kebidanan Paramata Raha.
  • 7. vii 2. Ibu Rosminah Mansyarif, S.Si.T., M.Kes selaku Direktur Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna. 3. Ibu Wa Ode Siti Asma, SST, M.Kes selaku Pudir I Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna dan sekaligus sebagai penguji Karya Tulis Ilmiah. 4. Ibu Yanti, SST selaku Pudir III Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna. 5. Seluruh Dosen dan Staf Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, pengetahuan dan keterampilan yang sangat bermanfaat bagi penulis selama mengikuti pendidikan. 6. Direktur, Kepala Ruangan Teratai dan Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna yang telah memberi kesempatan melakukan penelitian Karya Tulis ilmiah ini di RSUD Kabupaten Muna. 7. Terkhusus kepada ibunda tercinta Wa Nihi yang telah mengajarkan cinta, kasih sayang dan kesabaran serta doa yang selalu dipanjatkan kepada Allah SWT dan ayahanda tercinta Aksan Aras yang telah mengajarkan kegigihan dari sebuah perjuangan dan pentingnnya perencanaan dalam kehidupan serta doa dan pengorbanan materi maupun non materi yang diberikan kepadaku selama mengikuti pendidikan. 8. Untuk kakak-kakakku tersayang Wa Ode Sitti Aisah, Andi Muh. Bathari. Dan Muh. Saleh dan Wulansari yang selalu memberi dukungan untukku dan selalu
  • 8. viii menyayangiku serta adikku Prita Zuwmirrah dan WaOde Alika Naila Putri yang selalu membuatku tersenyum di saat kelelahan menyertaiku. 9. Untuk sahabat-sahabatku Risma, Isran, Ifa, Harlin, Arun, Sita, Hazriani, Cerah, Ela, dan warga Kos tidak lupa, kalian adalah sahabat terbaikku yang selalu membuatku semangat dan selalu memberiku dukungan. 11.Untuk rekan-rekan seperjuangan dalam mengikuti pendidikan di Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna Angkatan 2013, serta pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terima kasih atas dorongan, semangat dan kebersamaannya selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan penyusunan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata penulis mengucapkan semoga Allah SWT memberikan imbalan yang setimpal atas jerih payah dari semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua, amin. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Raha , Juli 2016 Penulis
  • 9. ix DAFTAR ISI Halaman judul ……………………………………………………..……... i Lembar persetujuan ………………………………………………..……... ii Lembar pengesahan ……………………………………………………… iii Riwayat Hidup……………………………………………………………. iv Kata Pengantar……………………………………………………………. vi Daftar isi ………………………………………………………………… ix Daftar Tabel ……………………………………………………………… xi Daftar Gambar …………………………...……………………………… xii Daftar Lampiran…………………………………………………….……... xiii Pernyataan ………………………………………………………… ……... xiv Intisari ……………………………………………………………………. xv Bab 1 Pendahuluan.................................................................................... 1 A. Latar Belakang...................................................................................1 B. Rumusan Masalah…………..............................................................3 C. Tujuan Penelitian............................................................................... 4 1. Tujuan Umum………………………………………………….. 4 2. Tujuan Khusus…………………………………………………. 4 D. Manfaat Penelitian............................................................................. 4 1. Manfaaat Teoritis……………………………………………….4 2. Manfaat Praktis………………………………………………… 5 Bab II Tinjauan Pustaka............................................................................ 6 A. Telaah Pustaka................................................................................... 6 1. Defenisi Ikterus............................................................................6 2. Pembagian Ikterus........................................................................7 3. Etiologi Ikterus………………………………………………….9 4. Patolofisiologi Ikterus…………………………………………..12 5. Diagnosis Ikterus……………………………………………… 14 6. Penatalaksanaan Ikterus ………………………………………16
  • 10. x 7. Pencegahan Ikterus ……………………………………………. 19 8. Komplikasi Ikterus……………………………………………...19 9. Faktor Risiko Ikterus……………………………………………20 B. Landasan Teori………………………...............................................33 1. Berat Badan Lahir........................................................................33 2. Prematuritas…………................................................................. 35 3. Jenis Persalinan………………………........................................38 C. Kerangka Konsep………………………...........................................40 D. Hipotesis………................................................................................ 41 Bab III Metode Penelitian ..........................................................................42 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................42 B. Subjek Penelitian …………….......................................................... 43 C. Tempat dan Waktu Penelitian …………………………...................44 D. Identifikasi Variabel Penelitian..........................................................44 E. Definisi Operasional.......................................................................... 45 F. Instrumen Penelitian.......................................................................... 47 G. Analisis Data.................................................................................... 48 H. Jalannya Penelitian ……….............................................................. 50 Bab IV Hasil Penelitian dan Kesimpulan………………………………. 52 A. Hasil Peneliitian…………………………………………………….52 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………………………52 2. Karakteristik Responden………………………………………. 55 3. Analisis Univariat……………………………………………… 56 4. Analisis Bivariat………………………………………………. 58 B. Pembahasan ………………………………………………………. 61 BAB V Kesimpulan dan saran………………………………………….. 75 A. Kesimpulan………………………………………………………… 75 B. Saran ……………………………………………………………… 75 Daftar Pustaka……………………………………………………………. 77 Lampiran-Lampiran
  • 11. xi DAFTAR TABEL Tabel 1. Penilaian Ikterus Menurut Kramer…….……………………………….. 15 Tabel 2. Penatalaksanaa Hiperbilirubinemia pada Neonatus Cukup Bulan yang Sehat……………..…………………………........... 18 Tabel 3. Definisi Operasional Penelitian……..…………………………………. 45 Tabel 4. Tabel Kontingesi 2x2…………………………………………………….49 Tabel 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015…………………55 Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus Berdasarkan Berat Badan Lahir di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015…………………………………………………… 56 Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus Berdasarkan Prematuritas di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015……………..………… 57 Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus Berdasarkan Jenis Persalinan di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015………………... 58 Tabel 9. Analisis Faktor Risiko Berat Badan Lahir Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015…………………………58 Tabel 10. Analisis Faktor Risiko Prematuritas Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015…………………………59 Tabel 11. Analisis Faktor Risiko Jenis Persalinan Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015……………………………….. 60
  • 12. xii DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian……………………………………40 Gambar 2. Rancangan Penelitian Kasus kontrol.. ………………………….42
  • 13. xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian. Lampiran 2 : Hasil Odds Ratio. Lampiran 3 : Master Tabel hasil Penelitian. Lampiran 4 : Surat Izin telah Meneliti.
  • 14. xiv PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanan di suatu perguruan tinggi, disepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dan tulis atau terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka Raha, Juli 2016 Mudmainna Aksan
  • 15. xv INTISARI Mudmainna Aksan (PSW.B.2013.IB.0075) Faktor Risiko Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus Di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015 dibawah bimbingan Dina Asminatalia dan La Hasariy. (x + 79 hal +10 tabel+ 2 gambar + lampiran ) Latar Belakang : Menurut Nanny ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia yang berujung pada kern ikterus. Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna kejadian ikterus neonatorum meningkat tiap tahunnya, pada tahun 2014 kejadian ikterus 6 kasus, pada tahun 2015 meningkat menjadi 14 kasus, dan pada bulan Januari s.d Mei tahun 2016 terdapat 16 kasus , diantaranya 3 bayi meninggal akibat ikterus usia neonatal 0-7 hari Metode : penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan desain case control. Populasi adalah semua bayi yang mengalami dan tidak mengalami ikterus neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 sebanyak 887 bayi baik lahir mati/hidup. Sampel sebanyak 40 bayi dari 887 bayi dengan perbandingan 1:1 kasus dan kontrol diambil dari data sekunder rekam medik pasien. Cara pengambilan sampel dengan teknik total sampling untuk kasus dan purposive sampling untuk kontrol dengan tabel ceklist. Analisis menggunakan uji OR. Hasil : berat badan lahir nilai OR = 1,9 > 1 dan jenis persalinan nilai OR = 1,9 >1 yang berarti keduanya merupakan faktor risiko kejadian ikterus neonatorum sedangkan prematuritas nilai OR = 0,298 < 1 merupakan faktor protektif terhadap kejadian ikterus neonatorum Kesimpulan : berat badan lahir dan jenis persalinan merupakan faktor risiko ikterus neonatorum sedangkan prematuritas merupakan faktor protektif. Kata kunci : bayi baru lahir, ikterus neonatorum, faktor risiko. Daftar pustaka : 36 (2005-2015)
  • 16. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi berat lahir rendah (Nanny, 2011). Di negara maju seperti Amerika Serikat terdapat sekitar 60% bayi menderita ikterus sejak lahir, lebih dari 50% bayi tersebut mengalami hiperbilirubin, sedangkan di RSCM proporsi ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,9%. Bagi tenaga kesehatan hal ini tidak dapat dianggap sepele karena kejadian ikterus pada neonatus dapat berakibat buruk bagi kelangsungan hidup neonatus nantinya (Drakeiron, 2008). Penelitian di dunia kedokteran menyebutkan bahwa 70% bayi baru lahir mengalami kuning atau ikterus, meski kondisi ini bisa dikategorikan normal namun diharapkan untuk tetap waspada. Sehingga tidak sampai terjadi hiperbilirubinemia pada keadaan dimana terjadi peningkatan kadar hiperbilirubin serum yang dihubungkan dengan pemecahan sel darah merah dan reasorbsi lanjut dari bilirubin yang dihasilkan dari usus kecil. Perhatian utama pada ikterus adalah potensinya dalam menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf. Ikterus pada bayi baru lahir yang berat dan tidak ditangani dengan benar dapat
  • 17. 2 menimbulkan komplikasi pada batang otak dan serebelum yang menyebabkan kematian sel. Bayi yang selamat setelah mengalami kerusakan otak akibat ikterus , akan mengalami kerusakan otak permanen (Syafrudin, dkk, 2011). Menurut Indiarti (2015), bayi kuning disebabkan meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Normalnya, secara berkala sel darah merahnya akan dipecah, kandungan “sampah” dari proses pemecahan itu, yang disebut bilirubin indirek, harus dibuang karena dalam kadar tinggi dapat bersifat racun. Dimana kadar bilirubin indirek yang terlalu tinggi dapat merusak sel-sel otak. Dalam kondisi sehat dan normal, otak mempunyai pelindung sampai tak sembarang zat bisa menembusnya. Sementara, pada bayi yang sakit berat, pelindung tadi ikut terganggu fungsinya. Akibatnya, zat-zat yang bersifat toksik atau racun, termasuk bilirubin indirek, bisa menembus dan masuk ke sel-sel otak. Dampak jangka pendek bayi mengalami kejang-kejang, sementara jangka panjang bisa mengalami cacat neurologis. Adapun faktor risiko terjadinya ikterus terdiri dari faktor dari ibu yaitu ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunanai), komplikasi kehamilan (DM, Inkompatibilitas ABO dan Rh), penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik, ASI. Faktor persalinan yaitu trauma lahir, infeksi (bakteri, virus, protozoa). Faktor dari bayi yaitu prematuritas, faktor genetik, obat-obatan, rendahnya asupan ASI, kurangnya albumin, (syafrudin, dkk, 2011). Menurut Subakti dkk (2008), faktor yang berperan dalam kejadian ikterus adalah berat badan lahir, usia kehamilan, jenis dan komplikasi persalinan, waktu penjepitan tali pusar, penyakit hati, penggunaan obat selama hamil dan menyusui, dan defisiensi enzim. Ikterus ini pada sebagian
  • 18. 3 penderita dapat bersifat fisiologis dan pada sebagian lagi bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian, terutama apabila ikterus di temukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat >5 mg/dl dalam 24 jam (Anonim, 2007). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Muna terdapat 1 bayi meninggal akibat ikterus pada tahun 2015 di Puskesmas Marobo sedang yang mengalami ikterus pada tahun 2014 sebanyak 16 kasus dan tahun 2015 sebanyak 7 kasus. Berdasarkan data rekam medik di RSUD Raha Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2016 kejadian ikterus neonatorum mengalami peningkatan tiap tahunnya dan ditemukan beberapa bayi meninggal akibat ikterus. Pada tahun 2014 kejadian ikterus hanya 6 kasus sedangkan pada tahun 2015 meningkat menjadi 14 kasus, dan pada bulan Januari s.d Mei tahun 2016 terdapat 16 kasus yang diantaranya ada 3 bayi yang meninggal akibat ikterus pada usia neonatal 0-7 hari. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti faktor risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di ruang Teratai RSUD Kab. Muna tahun 2014 s.d 2015 karena tejadi peningkatan tiap tahunnya dan ditahun 2016 ada 3 bayi yang meninggal dengan ikterus. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ apakah ada faktor risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 ?”.
  • 19. 4 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui faktor risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan berat badan lahir di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015. b. Untuk mengetahui faktor risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan Prematuritas di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015. c. Untuk mengetahui faktor risiko kejadian ikterus nenatorum pada neonatus berdasarkan jenis persalinan di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai faktor risiko kejadian ikterus neonatorum pad neonatus.
  • 20. 5 2. Manfaat Praktis a. Dinas Kesehatan Kabupaten Muna. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi dalam pengambilan kebijakan untuk mengurangi morbiditas maupun mortalitas bayi akibat ikterus. b. Institusi Pendidikan. Selain dapat menambah khasanah keilmuan Program Studi Kesehatan Masyarakat, khususnya dalam peminatan Epidemiologi, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan penelitian sejenis dan berkelanjutan mengenai faktor risiko kejadian ikterus pada neonatus. c. Tempat Penelitian Sebagai salah satu indikator dalam meningkatkan pelayanan dan pemeriksaan pada bayi yang mengalami komplikasi maupun bayi sehat dan khususnya yang mengalami kasus ikterus neonarorum. d. Mahasiswa. Penelitian ini dapat dijadikan wacana pembelajaran mahasiswa untuk menambah dan memperluas khasanah keilmuan serta sebagai sarana dalam mengaplikasikan keilmuan tentang faktor risiko kejadian ikterus pada neonatus.
  • 21. 6 BAB II TINJUAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Definisi Ikterus Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi berat lahir rendah (Nanny, 2011). Menurut Marmi dkk (2012), ikterus ialah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Keadaan ini merupakan penyakit darah. Bilirubin merupakan hasil penguraian sel darah merah di dalam darah. Penguraian sel darah merah merupakan proses yang dilakukan oleh tubuh badan manusia apabila sel darah merah telah berusia 120 hari. Hasil penguraian hati ( hepar ) dan disingkirkan dari badan melalui buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK). Hiperbilirubinemia fisiologis atau ikterik neonatal merupakan kondisi yang normal pada 50% bayi cukup bulan dan 80% bayi prematur (Dompas, 2010). Kejadian ikterus pada bayi baru lahir (BBL) menurut beberapa penulis Barat berkisar antara 50% pada bayi cukup bulan dan 75% pada bayi kurang bulan. Kejadian itu ternyata berbeda-beda untuk beberapa negara tertentu, beberapa klinik tertentu dan waktu yang tertentu. Hal ini kemungkinan besar disebabkan perbedaan dalam pengelolaan BBL yang pada akhir-akhir ini mengalami banyak
  • 22. 7 kemajuan. Yang dapat digolongkan disini ialah pemberian makanan yang lebih dini, derajat iluminisasi tempat perawatan bayi yang ditingkatkan, penggunaan beberapa tindakan profilaksis seperti luminal pada ibu dan bayi, suntikan immunoglobulin anti-D pada inkompatibilitas darah Rh, penghindaran faktor- faktor pencetus hemolysis pada defesiensi enzim G6PD, pemberian obat yang lebih hati-hati pada ibu dalam kehamilan dan persalinan (sulfa, Novobiosin, oksitosin), demikian pula pada bayi (Saifuddin, 2009). 2. Pembagian Ikterus a. Fisiologis. Ikterus pada neonatus tidak selamanya merupakan iktrerus patologi. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang tidak mempunyai dasar patologi, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. (Marmi,dkk, 2012). Adapun tanda dan gejala ikterus fisiologis, menurut Komalasari, R (2010) ikterus fisiologi ini biasanya dimulai pada usia dua sampai tiga hari (3- 5 hari pada bayi yang disusui). Ikterus dapat terlihat di wajah bayi ketika kadar dalam serum mencapai sekitar 5 mg/dl, kemudian berkurang jika kadar bilirubin meningkat. Ikterus ini juga bisa terlihat pada abdomen tengah jika kadar bilirubin kurang lebih 15 mg/dl, dan di tumit kaki jika kadarnya 20 mg/dl. Pada hari kelima hingga ketujuh, kadarnya berkurang menjadi sekitar 2
  • 23. 8 mg/dl. Sedangkan menurut Nanny (2011) Ikterus fisiologi ini memiliki tanda- tanda berikut : 1) Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir. 2) Kadar bilirubin indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan. 3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg% per hari. 4) Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%. 5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama. 6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis. b. Patologis. Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia (Nanny, 2011). Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskuler, sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi yang mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut : adanya ikterus pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir
  • 24. 9 kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan dan lain-lain. Adapun tanda dan gejala ikterus patologi sebagai berikut 1) Ikterus ini terjadi pada 24 jam pertama. 2) Kadar bilirubin serum melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5 mg % pada neonatus yang kurang bulan. 3) Terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari. 4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. 5) Kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg% (Alimul, 2008). Sedangkan menurut Marmi dkk, (2012) tanda klinis hiperbilirubinemia adalah 1) Sklera, puncak hidung, mulut, dada, perut dan ekstremitas berwarna kuning, 2) Letargi, 3) Kemampuan menghisap turun, 4) Kejang. 3. Etiologi ikterus a. Ikterus Fisiologis Ikterus disebabkan hemolisis darah janin dan selanjutnya diganti menjadi darah dewasa. Pada janin menjelang persalinan terdapat kombinasi antara darah janin (fetal blood ) dan darah dewasa (adult blood ) yang mampu menarik O2 dari udara dan mengeluarkan CO2 melalui paru-paru. Penghancuran darah janin inilah yang menyebabkan terjadinya ikterus yang
  • 25. 10 bersifat fisiologis. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa kadar bilirubin indirek bayi cukup bulan sekitar 15 mg% sedangkan bayi belum cukup bulan 10 mg%. diatas angka tersebut disebut sebagai hiperbilirubinemia, yang dapat menimbulkan kern ikterus (Dwienda,dkk 2014). Selain itu ikterus juga dapat disebabkan oleh kurangnya asupan ASI pada awal-awal proses menyusui . pemberian air susu ibu (breast feeding jaundice), kolostrum merupakan laksatif alami yang membantu meningkatkan pengeluaran mekonium. Konsekuensinya, pemberian air susu ibu yang sering dan dini akan meningkatkan ekskresi mekonium dan menurunkan kadar bilirubin. Oleh sebab itu, bayi baru lahir harus disusui minimal 8 kali atau lebih dalam sehari dan ibu dianjurkan menyusui secara teratur dalam 24 jam. Breast milk jaundice adalah peningkatan kadar bilirubin indirek setelah minggu pertama kehidupan bayi yang disebabkam oleh hormone pregnandiol dalam air susu ibu yang menghambat pengeluaran bilirubin (Dompas, 2010). Hiperbilirubinemia fisiologis atau ikterik neonatal merupakan kondisi yang normal pada 50% bayi cukup bulan dan 80% bayi prematur. Korones (1986) mencatat bahwa ikterik neonatal terjadi akibat : 1) Bayi baru lahir memiliki produksi bilirubin dengan kecepatan produksi yang lebih tinggi, jumlah sel darah merah janin/kg BB ≥ orang dewasa (120 hari).
  • 26. 11 2) Terdapat cukup banyak reabsorbsi bilirubin pada usus halus neonatal (Dompas, 2010). b. Ikterus patologis. Bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat masuk ke dalam lumen usus halus sehingga tetap berada di dalam usus, kemudian didekonjugasi dan diresorbsi ke dalam aliran darah. Sedangkan bilirubin yang tidak terkonjugasi (indirek), suatu zat larut lemak memiliki afinitas untuk jaringan ekstravaskular. Disini bilirubin disimpan jika ada kelebihan bilirubin di dalam darah. Bilirubin yang disimpan di dalam kulit dan sclera menyebabkan ikterus. Jika kadar bilirubin yang disimpan di otak menjadi cukup tinggi dapat menyebabkan letargi, ikterus menjadi patologis (Komalasari, R 2010). Selain itu ikterus ini terjadi karena produksi yang berlebihan misalnya pada proses hemolisis, gangguan transportasi misalnya hipoalbuminemia pada bayi kurang bulan, gangguan pengelolahan oleh hepar, gangguan fungsui hepar atau imaturitas, dan gangguan ekskresi atau obstruksi Sedangkan secara umum menurut Nanny, (2011) Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ikterus, yaitu sebagai berikut : 1) Prehapatik (ikterus hemolitik) Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada proses hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik). Peningkatan bilirubin dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah infeksi, kelainan sel darah merah, dan toksin dari luar tubuh, serta dari tubuh itu sendiri.
  • 27. 12 2) Pascahepatik (obstruktif) Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin konjugasi akan kembali lagi kedalam sel hati dan masuk ke dalam aliran darah, kemudian sebagian masuk dalam ginjal dan diekskresikan dalam urine. Sementara itu, sebagian lagi tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sclera berwarna kuning kehijauan serta gatal. Sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu menyebabkan ekskresi bilirubin ke dalam saluran pencernaan berkurang, sehingga feses akan berwarna putih keabu-abuan, liat, dan seperti dempul. 3) Hepatoseluler Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati, apabila sel hati mengalami kerusakan maka secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin sehingga bilirubin direct meningkat dalam aliran darah. Bilirubin direct mudah diekskresikan oleh ginjal karena sifatnya yang mudah larut dalam air, namun sebagian masih tertimbun dalam aliran darah (Nanny, 2011). 4. Patofisiologi Ikterus Ikterus pada bayi baru lahir (BBL) disebabkan oleh stadium maturasi fungsional (fisiologik) atau manifestasi dari suatu penyakit (patologik). Tujuh puluh lima persen dari bilirubin yang ada pada BBL berasal dari penghancuran hemoglobin dan dari mioglobin sitokrom, katalase dan triptofan pirolase. Satu gram hemoglobin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak 1 gram/hari dalam bentuk bilirubin
  • 28. 13 indirek yang terikat dengan albumin bebas ( 1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi kernicterus. Yang memudahkan terjadinya hal tersebut ialah maturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500 g), infeksi, hipoglikemia,hiperkarbia dan lain-lain. Didalam hepar birirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi ke sistem empedu selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin. Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urine sebagai urobilinogen. Pada BBL bilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena disini terdapat beta- glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali, oleh usus selanjutrnya masuk kembali ke hati (inilah siklus intrahepatik). Keadaan ikterus dipengaruhi oleh : a. Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluarannya. Terdapat pada hemolisis yang meningkat seperti pada ketidakcocokkan golongan darah (Rh, ABO antagonis, defisiensi G-6-PD dan sebagainya). b. Gangguan dalam ambilan dan konjugasi hepar yang disebabkan imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil transferase (G-6-PD). c. Gangguan transportasi bilirubin darah terikat oleh albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan ini dapat dipengaruhi oleh obat seperti salisilat dan lain-lain.
  • 29. 14 Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada otak (terjadi kernicterus). d. Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain (Ngastiyah, 2005). 5. Diagnosis Ikterus Diagnosis dapat ditegakkan dengan : a. Visual. WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut : 1) Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan biasa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang. 2) Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan. 3) Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
  • 30. 15 Tabel 1. Penilaian Ikterus Menurut Kremer Daerah Luas ikterus Kadar Bilirubin (mg%) 1 Kepala dan leher 5 2 Daerah 1 + badan bagian atas 9 3 Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan tungkai 11 4 Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki di bawah tungkai 12 5 Daerah 1, 2, 3, 4 + tangan dan kaki 16 Sumber: (Nanny, 2011) b. Bilirubin Serum. Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakkan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya dengan aluminium foil. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dl atau usia bayi > 2 minggu. c. Bilirubinometer Transkutan. Bilirubinometer adalah instrument spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan
  • 31. 16 bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavalength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. d. Pemeriksaan Bilirubin Bebas dan CO. Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. (Rosmawaty, 2015). 6. Penatalaksanaan Ikterus a. Ikterus fisiologis. 1) Lakukan perawatan seperti bayi baru lahir normal lainnya. 2) Lakukan perawatan bayi sehari-hari seperti : a) Memandikan; b) Melakukan perawatan tali pusat; c) Membersihkan jalan napas; d) Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi, kurang lebih 30 menit. 3) Ajarkan ibu cara : a) Memandikan bayi; b) Melakukan perawatan tali pusat; c) Menjaga agar bayi tidak hipotermi; d) Menjemur bayi di bawah sinar matahari pagi, kurang lebih 30 menit.
  • 32. 17 4) Jelaskan pentingnya hal-hal seperti : a) Memberikan ASI sedini dan sesering mungkin; b) Menjemur bayi dibawah sinar matahari dengan kondisi telanjang selama 30 menit, 15 menit dalam posisi telentang, dan 15 menit sisanya dalam posisi tengkurap; c) Memberikan asupan makanan bergizi tinggi bagi ibu; d) Menganjurkan ibu dan pasangan untuk ber-KB sesegera mungkin; e) Menganjurkan ibu untuk tidak minum jamu; 5) Apabila ada tanda ikterus lebih parah (misalnya feses berwarna putih keabu-abuan dan liat seperti dempul), anjurkan ibu untuk segera membawa bayinya ke Puskesmas; 6) Anjurkan ibu untuk kontrol setelah 2 hari. Menurut Nursalam (2008), bayi dengan ikterus fisiologis sebenarnya tidak memerlukan penanganan khusus karena ikterus tersebut akan menghilang dengan sendirinya pada hari ke 10. Pemberian minum secara mencukupi sangat diperlukan pada bayi karena dapat membantu hati untuk mengekskresi bilirubin. Oleh karena itu hindari puasa panjang pada bayi baru lahir. b. Hiperbilirubinemia Sedang. 1) Berikan ASI secara adekuat; 2) Lakukan pencegahan hipotermi;
  • 33. 18 3) Letakan bayi ditempat yang cukup sinar matahari ± 30 menit, selama 3-4 hari; 4) Lakukan pemeriksaan ulang 2 hari kemudian; 5) Anjurkan ibu dan keluarga untuk segera merujuk bayinya jika keadaan bayi bertambah parah serta mengeluarkan feses berwarna putih keabu- abuan dan liat seperi dempul. c. Hiperbilirubinemia Berat. 1) Berikan informed consent pada keluarga untuk segara merujuk bayinya; 2) Selama persiapan merujuk, berikan ASI secara adekuat; 3) Lakukan pencegahan hipotermi; 4) Bila mungkin, ambil contoh darah ibu sebanyak 2,5 ml (Nanny, 2011). Tabel.2 Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia pada Neonatus Cukup Bulan yang Sehat (American Academy of Pediatrics) Total Serum Bilirubin mg/dl (mmol/L) Umur (jam) Pertimbangk an terapi sinar Terapi sinar Transfusi tukar (Terapi sinar gagal) Transfusi tukar dan terapi sinar < 24 * * * * 24 < 48 ≥ 12 (170) ≥ 15 (260) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430) 49 < 72 ≥ 15 (260) ≥ 18 (310) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510) >72 ≥ 17 (290) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510) Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur ≤ 24 jam, bukan neonatus sehat dan perlu evaluasi ketat. Sumber (Nanny, 2011).
  • 34. 19 7. Pencegahan Ikterus Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan cara: a. Pengawasan antenatal yang baik; b. Menghindari obat yang meningkatkan ikterus contoh sulfafurazole, novobiosin; c. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada neonatus; d. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus; e. Imunosasi; f. Pencegahan infeksi (Dwienda dkk, 2014). 8. Komplikasi Ikterus Kern ikterus (ensefalopati biliaris) adalah suatu kerusakan otak akibat adanya bilirubin indirek pada otak. Kern ikterus ditandai dengan kadar bilirubin darah yang tinggi (>20 mg% pada bayi cukup bulan atau >18 mg% pada bayi berat lahir rendah) disertai dengan adanya gejala kerusakan otak berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau mengisap, tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus, dan sianosis, serta dapat juga diikuti dengan ketulian, gangguan berbicara, retardasi mental di kemudian hari (Nanny, 2011). Sedangkan menurut Komalasari (2010), kern ikterus adalah sindrom neurologis yang disebabkan oleh penyimpanan bilirubin tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak neonatus. Kondisi ini biasanya terjadi jika kadar bilirubin serum >25 mg/dl. Tujuh puluh lima persen bayi yang mengalami kern ikterus meninggal, 80% bayi yang bertahan mengalami kerusakan otak yang berat.
  • 35. 20 Gambaran klinis kern ikterus antara lain: a. Bentuk akut. 1) Fase 1 (hari1-2) : menetek tidak kuat, stupor, hipotonia, kejang; 2) Fase 2 (pertengahan minggu I): hipertensi otot ekstensor, opistotonus, retrococollis, demam; 3) Fase 3 (setelah minggu I) : hipertoni. b. Bentuk kronis. 1) Tahun pertama : hipotoni, active deep tendon reflexes, obligatory tonicneck reflexes, keterampilan motorik yang terlambat; 2) Setelah tahun pertama : gangguan gerakan (choreoathetosis, ballismus, tremor), gangguan pendengaran (Anonim, 2007). 9. Faktor Risiko Ikterus Faktor risiko untuk timbulnya ikterus antara lain : a. Faktor Maternal. 1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, native American, Yunani); 2) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh); 3) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik; 4) ASI. b. Faktor Persalinan. 1) Trauma lahir; 2) Infeksi.
  • 36. 21 c. Faktor Neonatus. 1) Prematuritas; 2) Faktor genetik; 3) Obat – obatan; 4) Rendahnya asupan ASI; 5) Kurangnya albumin (Syafrudin dkk, 2011). Menurut (Subakti dkk, 2008) faktor risiko yang berperan dalam kejadian ikterus adalah berat badan lahir, usia kehamilan, jenis dan komplikasi persalinan, waktu penjepitan tali pusar, penyakit hati, penggunaan obat selama hamil dan menyusui, dan defesiensi enzim. a. Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, native American, Yunani). Glukosa 6 fosfat dehydrogenase adalah enzim yang normalnya melindungi sel darah merah dan sel-sel lain dari perlukaan oksidatif dan hemolisis. Glucose 6 phosphate dehydrogenase deficiency (G6PD) adalah gangguan yang terkait X resesif sehingga terutama disertai bayi-bayi laki-laki, meskipun bayi-bayi perempuan menderita penyakit yang kurang parah. Penyakit ini diderita oleh lebih dari 100 juta orang diseluruh dunia dan dapat menyebabkan sakit kuning neonatal pada bangsa Afro Ameika, Cina dan mereka dengan varien genetik dari Mediterania atau Timur Tengah atau Timur Jauh). Orangtua dari bayi-bayi yang sakit harus diberi nasihat untuk menghindari pengobatan tertentu yang dapat diberikan melalui air susu ibu atau langsung diberikan kepada bayi (beberapa antibiotik, aspirin dan
  • 37. 22 parasetamol ) ketika bayi mengalami infeksi karena keadaan tersebut dapat memicu hemolisis yang menyebabkan terjadinya sakit kuning (Teacher, T, 2012). b. Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh). 1) Diabetes Mellitus (DM). Kehamilan ditandai oleh beberapa faktor yang menghasilkan status diabetikogenetik sehingga insulin dan metabolisme karbohidrat berubah dalam rangka membuat glukosa lebih siap pakai bagai janin. Peningkatan kadar estrogen, progesteron, dan prolaktin menyebabkan hyperplasia progresif pada sel beta pancreas yang mengakibatkan disekresikannya insulin lebih dari 50% (hiperinsulinemia) pada trimester ketiga kehamilan. Namun demikian, progesteron, laktogen plasenta manusia, dan kortisol merupakan antagonis insulin dan akan mengurangi efektivitas insulin. Keadaan ini disebut dengan ‘mekanisme hemat glukosa’ yang memungkinkan glukosa dalam jumlah besar diambil oleh sirkulasi maternal dan dialirkan ke janin melalui plasenta dengan proses yang disebut dengan ‘difusi terfasilitasi’. Setelah kelahiran plasenta, resistensi dan kebutuhan insulin menurun dengan cepat serta sensitivitas pra kehamilan terhadap insulin kembali membaik. Diabetes gestasional paling sering terjadi pada trimester ketiga kehamilan ketika peningkatan tuntutan ekstra terhadap sel beta pankreatik mencetuskan terjadinya intoleransi glukosa. Ibu yang menderita DM tidak
  • 38. 23 memiliki kemampuan untuk meningkatkan sekresi insulin sebagai respon terhadap perubahan metabolisme karbohidrat pada kehamilan sehingga glukosa berakumulasi di sistem peredaran maternal dan janin mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan (Diane, 2009). Terjadinya komplikasi pada neonatus berkaitan dengan DM adalah hiperglikemia maternal selama kehamilan yang menyebabkan terjadinya hiperinsulinemia janin. Hal ini menyebabkan terjadinya berbagai kondisi yang salah satunya dapat menyebabkan terjadinya ikterus yaitu polisitemia. Dimana, hiperinsulin janin selama kehamilan juga menyebabkan peningkatan produksi sel darah merah yang mengakibatkan terjadinya polisetemia (hematokritvena > 65%). Pemecahan yang cepat sel darah merah yang berlebihan disertai dengan imaturitas relatif hati pada bayi baru lahir akan menyebabkan terjadinya ikterus pada bayi. Keadaan ini semakin memburuk jika terdapat memar akibat trauma kelahiran (Diane, 2009). 2) Inkompatibilitas ABO dan Rh. Ketidaksesuaian ABO terjadi pada 10-15 persen kehamilan tetapi jumlah yang mengakibatkan hemolisis signifikannya hanya sedikit. Ketika golon gan darah ibu adalah O dan golongan darah bayi A atau B, antihemolisis IgG melewati plasenta dan menyebabkan hemolisis sel darah merah pada bayi, dimana sakit kuning hemolitik terjadi dala 24 jam pertama kelahiran (Teachers, T, 2012).
  • 39. 24 Menurut Simpkin (2008) ikterus yang muncul pada hari pertama atau kedua dari kehidupan bayi bahkan lebih serius dan membutuhkan perawatan intensif. Ikterus dini ini dapat disebabkan oleh infeksi atau ketidakcocokan Rh atau ketidakcocokan ABO. Ketidakcocokan Rh dapat terjadi jika resus darah ibu negatif sementara resus darah bayi positif. Ketidakcocokan ABO terjadi jika jenis darah ibu O sementara ayah A, B, atau AB. Fototerapi dapat digunakan untuk keadaan ini, tetapi pada keadaan yang langkah yaitu jika kadar bilirubin sangat tinggi, mungkin perlu dilakukan transfusi penggantian darah. Darah bayi akan diganti dengan darah baru untuk menurunkan kadar bilirubin ke kadar yang aman, mencegah kemungkinan terjadinya kehilangan pendengaran atau kerusakan saraf yang lebih parah. c. Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. Selama minggu pertama kehidupan, banyak bayi yang mengalami ikterus. Sebagian besar bayi ini tidak sakit, hanya satu dari seratus bayi yang memang sakit, biasanya ada masalah pada hati atau ketidakcocokan golongan darah. Janin tidak bernapas sendiri, sehingga ia membutuhkan tambahan sel darah merah untuk mendapatkan oksigen yang diperlukannya. Setelah lahir, bayi bernapas sendiri dan sel-sel darah merah tambahan tidak diperlukan lagi. Saat sel-sel darah merah dipecah oleh hati, terbentuk bilirubin pigmen yang menyebabkan warna kuning pada kulit bayi (ikterus). Hati bayi masih belum sempurna, sehingga tidak cukup cepat dalam membuang bilirubin. Diperlukan
  • 40. 25 tiga sampai lima hari bagi hati untuk mmematangkan diri, dan sementara itu bilirubin menumpuk dan menimbulkan ikterus. Ikterus lebih parah jika ada lebam pada saat lahir, atau akibat pengaruh obat-obatan yang diberikan kepada wanita selama kehamilan atau persalinan misalnya oksitosin atau bius epidural (Moody dkk, 2006). d. ASI. Pemberian ASI ekslusif harus merupakan norma fisiologis yang terorganisasi, bidan perlu mempertanyakan apa peran normalitas yang terkait dengan fisiologi sakit kuning jika ibu memilih untuk memeberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya. Laurence (2003) menyatakan bahwa istilah “ekslusif” berarti bahwa bayi hanya diberi ASI dan tidak mendapat susu formula sama sekali. Selama 30 tahun terakhir atau lebih, banyak dugaan yang terkait dengan pola-pola fisiologi sakit kuning terpengaruh oleh pemberian susu formula yang sering atau ASI yang dicampur susu formula. Tampak bahwa bayi yang diberi ASI secara ekslusif kurang terwakili dengan baik pada populasi wanita yang menyusui tetapi dalam memeriksa kecenderungan sakit kuning lebih dapat diterima bahwa bayi-bayi yang diberi ASI mempunyai bilirubin serum yang memuncak di akhir minggu pertama dan tidak dapat sembuh pada akhir minggu kedua. Ives (2005) berpendapat bahwa kadar bilirubin umumnya dapat mencapai 205 µmol/L sampai 256 µmol/L. sampai sepertiga bayi tetap berada dalam keadaan sakit kuning secara klinis setelah usai dua minggu dan keadaan ini memerlukan screening untuk
  • 41. 26 mengesampingkan penyebab patologi karena pola sakit kuningnya dirasa berlangsung lama (Teachers,T, 2012). Ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu (ASI) disebut dengan breast milk jaundice. Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-4 %. Pada sebagian besar bayi, kadar bilirubin turun pada hari ke-4, tetapi pada breat milk jaundice, bilirubin terus naik, bahkan dapat mencapai 20-30 mg/dl pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan bilirubin akan turun secara drastis dalam 48 jam. Bila ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan kembali naik namun tidak setinggi sebelumnya. Bayi menunjukan peningkatan berat badan, fungsi hati normal, dan tidak terdapat bukti hemolisis. Mekanisme yang sesungguhnya yang menyebabkan breast milk jaundice belum diketahui, tetapi diduga timbul akibat terhambatnya uridine diphosphoglucuronic acid glucuronyl transferase (UDGPA) oleh hasil metabolism progesterone, yaitu pregnane-3-alpha 2-beta- diol yang ada didalam ASI sebagian ibu (Pediatric, 2014) e. Trauma lahir (sefalhematom). Trauma lahir adalah suatu tanda yang timbul akibat proses persalinan. Trauma lahir yang sering terjadi pada umumnya tidak memerlukan tindakan khusus. Hanya beberapa jenis kasus yang memerlukan tindakan lebih lanjut. Sefalhematom merupakan perdarahan di bawah lapisan tulang tengkorak terluar akibat benturan kepala bayi dengan panggul ibu. Paling umum terlihat pada sisi samping kepala, tetapi kadang dapat terjadi pada bagian belakang kepala. Ukurannya bertambah sejalan dengan waktu, kemudian menghilang
  • 42. 27 dalam waktu 2-8 minggu. Hanya sekitar 5-18% bayi dengan sefalhematom memerlukan foto rontgen kepala dan menimbulkan komplikasi seperti ikterus (kuning) dan anemia (pucat) (Handy, 2015). f. Infeksi (bakteri, virus, protozoa). Mikroorganisme jarang berhasil melewati plasenta atau menembus amnion yang intak (utuh). Dampak dari infeksi janin tergantung dari sifat organisme dan masa kehamilan. Infeksi yang terjadi sangat dini dapat menyebabkan kematian janin, aborsi atau malformasi berat salah satunya adalah virus rubela menyebabkan malformasi jika infeksi terjadi pada usia kehamilan dini. Bayi yang terinfeksi juga dapat terlahir dengan menunjukan gejala viremia aktif seperti ikterus, hepatosplenomegali, purpura, dan sesekali lesi pada tulang dan paru. Hal ini dapat mengikuti infeksi yang terjadi kemudian pada kehamilan dan tidak berlanjut menjadi malformasi (Roy,dkk, 2007). Menurut Lissauer,T (2009), ikterus terjadi dalam 24 jam dari saat kelahiran dikarenakan infeksi kongenital, dimana bayi yang terkena mungkin memiliki hiperbilrubinemia terkonjugasi yang ringan. g. Berat badan lahir. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi berat lahir cukup dan 80% pada bayi berat lahir rendah (BBLR), Nanny, (2011). Menurut Marmi dkk (2012) berat badan neonatus pada saat kelahiran, ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir, yang terdiri dari :
  • 43. 28 1) Bayi berat lahir cukup : bayi dengan berat lahir >2500 g; 2) Bayi berat lahir rendah (BBLR) atau low birth weight infant : bayi dengan berat lahir kurang dari 1500-2500 g; 3) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birthweight infant : bayi dengan berat badan lahir 1000 – 1500 g; 4) Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) atau extremely very low birthweight infant : bayi lahir hidup dengan berat badan lahir kurang 1000 gram. BBLR dibedakan menjadi dua bagian yaitu BBL sangat rendah bila berat badan lahir kurang dari 1500 gram dan BBLR bila berat badan lahir antara 1.501-2.499 gram. Istilah BBLR digunakan oleh WHO untuk mengganti istilah bayi prematur. Dimana, semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzimnya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu. Ikterus dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hiperbilirubinemia yang dapat menyebabkan kernikterus maka warna bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat dan bertambah coklat. Pada bayi BBLR banyak sekali risiko terjadi permasalahan pada sistem tubuh oleh karena kondisi yang tidak stabil salah satunya adalah ikterus. Bayi BBLR menjadi kuning lebih awal dan lebih lama dari pada bayi yang cukup
  • 44. 29 berat badannya. Sehingga langkah-langkah yang diupayakan agar insiden bayi BBLR dengan ikterus ini menurun adalah 1) Pemeriksaan laboratorium; 2) Menjalani kehamilan yang baik; 3) Ditelusuri apakah ada gangguan anemia atau kadar HB rendah yang akan menyebabkan bayi kuning; 4) Apakah dari kehamilan atau persalinan terdahulu pernah melahirkan bayi yang menderita bayi dengan ikterus (Proverawati dkk,2010). h. Faktor genetik. Salah satu yang berhubungan dengan faktor genetik adalah penyakit spherocytosisherediter yaitu penyakit genetik dominan autosomal yang menyebabkan sel darah merah berbentuk bulat dan bukan bicincave (cekung ganda), yang dapat mengakibatkan hemolisis parah dan sakit kuning yang dapat terjadi dengan tiba-tiba ketika sistem imun mengenali sel-sel yang abnormal. Biasanya terdapat riwayat keluarga yang positif kuat. Tes darah akan menunjukan spherocytes (Teachers,T.2012). i. Obat-obatan. Pengaruh hormon atau obat yang mengurangi kesanggupan hepar untuk mengadakan konjugasi bilirubin, ini bermula pada hari keempat hingga hari ketujuh dan menghilang selepas hari ke 3 hingga 10 minggu, dimana gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin ini dapat dipengaruhi adanya obat atau zat kimia yang mengurangi ikatan
  • 45. 30 albumin misalnya sulfafurazole, salisilat dan heparin. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak (Marmi dkk, 2012). j. Prematuritas Menurut wahyuni (2011) neonatus dapat diklasifikasikan menurut masa gestasi atau maturitas : a. Bayi kurang bulan (preterm infant/premature ) Masa gestasinya kurang dari 259 hari (kurang dari 37 minggu). b. Bayi cukup bulan (term infant /aterm) Masa gestasinya 259-294 hari (37-42 minggu). c. Bayi lebih bulan (possterm infant/post date/serotinus) Masa gestasinya lebih dari 294 hari (lebih dari 42 minggu). Ikterus neonatorum sering terjadi pada bayi aterm dan dapat dirisaukan keluarga karena kekurangan pengertian. Keadaan tersebut dapat merupakan gambar fisiologi neonatus (Manuaba dkk, 2007). Menurut Teachers, T (2012), pada bayi yang lahir kurang bulan, masalahnya adalah peningkatan beban bilirubin yang disertai dengan produksi albumin yang rendah. Konsentrasi molekuler albumim serum harus lebih besar daripada konsentrasi molekuler bilirubin agar terjadi pengikatan. Pada bayi imatur, albumin dan bilirubin juga tidak berikatan dengan efektif. Pada bayi yang tidak cukup bulan ada peningkatan potensi menderita efek-efek hipoksia, asidosis, hipoglikemia dan sepsis, selain itu karena pengobatan yang diberikan dapat
  • 46. 31 juga berkompetensi untuk daerah yang mengikat albumin sedangkan sakit kuning pada bayi lahir cukup bulan kadar bilirubin tak terkonjugasi cukup tinggi untuk menyebabkan gangguan pendengaran sementara dan kerusakan neurologi permanen yang jarang terjadi. k. Jenis persalinan. Meskipun kejadian asfiksia, trauma dan aspirasi mekonium bisa berkurang dengan SC, risiko distress pernapasan sekunder sampai takipneu transien, defisiensi surfaktan, dan hipertensi pulmonal dapat meningkat. Hal tersebut bisa berakibat terjadinya hipoperfusi hepar dan menyebabkan proses konjugasi bilirubin terhambat. Bayi yang lahir dengan SC juga tidak memperoleh bakteri-bakteri menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu yang berpengaruh pada pematangan sistem daya tahan tubuh, sehingga bayi lebih mudah terinfeksi. Ibu yang melahirkan SC biasanya jarang menyusui langsung bayinya karena ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI ikut berperan untuk menghambat terjadinya sirkulasi enterorehepatik bilirubin pada neonatus (Reisa, 2013). Jika menderita hiperbilirubin pada setiap jenis persalinan, maka section caesarea merupakan presentase terbesar karena section caesarea merupakan jenis persalinan dengan risiko tinggi dibandingkan dengan jenis persalinan lainnya. Pengeluaran ASI lebih cepat pada ibu post partum normal dibandingkan ibu post section caesarea. Hal ini di antaranya disebabkan karena ibu post sestio caesarea mengalami nyeri luka setelah operasi yang
  • 47. 32 mengganggu kenyamann ibu dan pengeluaran endofrin lambat sehingga aliran darah tidak lancar ke otak. Hipotalamus lambat menerima sinyal yang akan ditransfer ke hipofisis posterior yang mengeluarkan oksitosin dalm merangsang reflex aliran ASI. Selain itu, faktor yang mempungaruhi pengeluaran ASI yang lambat pada ibu post section caesarea adalah anestesi serta masih banyak pandangan pasien yang tidak memperbolehkan atau mengurangi makan dan minum setelah operasi. Sedangkan pada ibu yang melahirkan normal kapanpun ibu tetap dianjurkan makan dan minum (Rosmawaty, 2015). Selain itu menurut Liu, T.Y David (2008) ikterus neonatus lebih sering terjadi setelah vakum ekstrasksi daripada setelah forceps atau pelahiran spontan, dimana vakum menyebabkan angka trauma neonatus yang lebih tinggi. Trauma tersebut meliputi sefalhematoma dengan hiperbilirubinemia neonatus yang memerlukan fototerapi, cedera kulit kepala dan perdarahan retina.
  • 48. 33 B. Landasan Teori Landasan teori merupakan pemisahan dari sekian banyak teori yang berasal dari buku-buku dan jurnal yang sesuai dengan tema pokok dari tema penelitian. Menurut (Subakti dkk, 2008) faktor risiko yang berperan dalam kejadian ikterus adalah berat badan lahir, usia kehamilan, jenis dan komplikasi persalinan, waktu penjepitan tali pusar, penyakit hati, penggunaan obat selama hamil dan menyusui, dan defesiensi enzim. Akan tetapi dari beberapa faktor tersebut hanya 3 faktor yang bisa dioperasionalkan yaitu berat badan lahir, prematuritas dan jenis persalinan. 1. Berat Badan Lahir. Menurut Marmi dkk (2012) berat badan neonatus pada saat kelahiran, ditimbang dalam waktu satu jam sesudah lahir, yang terdiri dari : a. Bayi berat lahir cukup : bayi dengan berat lahir >2500 g; b. Bayi berat lahir rendah (BBLR) atau low birth weight infant : bayi dengan berat lahir kurang dari 1500-2500 g; c. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) atau very low birthweight infant : bayi dengan berat badan lahir 1000 – 1500 g; d. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) atau extremely very low birthweight infant : bayi lahir hidup dengan berat badan lahir kurang 1000 g. Berat badan lahir yang kurang dari normal dapat mengakibatkan berbagai kelainan yang timbul dari dirinya, salah satunya bayi akan rentang terhadap infeksi yang nantinya dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Banyak baru lahir terutama bayi kecil (bayi dengan berat lahir <2500 gram) mengalami ikterus pada
  • 49. 34 minggu pertama hidupnya. Data epidemiologi yang ada menunjukan bahwa lebih dari 50% bayi baru lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi secara klinis dalam minggu pertama hidupnya (Anonim, 2007). Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi berat lahir cukup dan 80% pada bayi berat lahir rendah (BBLR), Nanny (2011). BBLR dibedakan menjadi dua bagian yaitu BBL sangat rendah bila berat badan lahir kurang dari 1500 gram dan BBLR bila berat badan lahir antara 1.501-2.499 gram. Pada bayi BBLR banyak sekali risiko terjadi permasalahan pada sistem tubuh oleh karena kondisi yang tidak stabil salah satunya adalah ikterus. Bayi BBLR menjadi kuning lebih awal dan lebih lama dari pada bayi yang cukup berat badannya. Sehingga langkah-langkah yang diupayakan agar insiden bayi BBLR dengan ikterus ini menurun adalah a. Pemeriksaan laboratorium; b. Menjalani kehamilan yang baik; c. Ditelusuri apakah ada gangguan anemia atau kadar HB rendah yang akan menyebabkan bayi kuning; d. Apakah dari kehamilan atau persalinan terdahulu pernah melahirkan bayi yang menderita bayi dengan ikterus (Proverawati dkk, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Margaret di RS PKU Muhammadiyah Yoyakarta tahun 2012 bahwa BBLR merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian ikterus neonatorum dengan hasil OR=2.113.
  • 50. 35 Penelitian yang dilakukan Astri Maulani (2007), didapatkan hasil bahwa berat badan lahir rendah merupakan faktor risiko ikterus neonatorum. 2. Prematuritas. Menurut wahyuni (2011) neonatus dapat diklasifikasikan menurut masa gestasi atau maturitas : a. Bayi kurang bulan (preterm infant/premature ) Masa gestasinya kurang dari 259 hari (kurang dari 37 minggu). b. Bayi cukup bulan (term infant /aterm) Masa gestasinya 259-294 hari (37-42 minggu). c. Bayi lebih bulan (possterm infant/post date/serotinus) Masa gestasinya lebih dari 294 hari (lebih dari 42 minggu). (Marmi, dkk, 2012) Masa gestasi sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup bayi. Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan, makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur, oleh karena itu, ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya makin kurang pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibatnya makin mudah terjadi komplikasi dan makin tingginya angka kematian. Dalam hal ini, sebagian besar kematian perinatal terjadi pada bayi-bayi prematur. Bersangkutan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul beberapa kelainan sebagai berikut :
  • 51. 36 a. Immatur hati. Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia. Hal ini dapat terjadi karena belum maturnya fungsi hepar. Kurangnya enzim glukorinil transferase sehingga konjugasi bilirubin indirect menjadi bilirubin direct belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar kurang. Kadar bilirubin normal pada bayi prematur 10 mg/dl. Hiperbilirubinemia pada bayi prematur bila tidak segera diatasi dapat menjadi kern ikterus yang akan menimbulkan gejala sisa yang permanen (Saifuddin, 2009). b. Gangguan imunologik Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relativ belum sanggup membentuk antibodi dan daya tahan fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik. c. Perdarahan Intravaskuler Lebih dari 5% bayi prematur menderita penyakit intraventrikuler. Hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindrom gangguan pernapasan. Akibatnya bayi mengalami hipoksia, hipertensi, sehingga menimbulkan ikterus pada bayi dan dapat menimbulkan bahaya lebih lanjut (Saifuddin, 2009). Maturitas bayi atau kematangan bayi baru lahir dapat mempengaruhi terjadinya ikterus. Ikterus adalah suatu gejala yang sering ditemukan pada bayi
  • 52. 37 baru lahir. Semua bayi bayi baru lahir akan mengalami proses “menjadi kuning” yang disebut sebagai ikterus neonatorum. Kejadian ikterus pada bayi baru lahir menurut beberapa penulis berkisar antara 50% pada bayi cukup bulan dan lebih tinggi 75% pada bayi lahir kurang bulan. Menurut Teachers, T (2012), pada bayi yang lahir kurang bulan, masalahnya adalah peningkatan beban bilirubin yang disertai dengan produksi albumin yang rendah. Konsentrasi molekuler albumim serum harus lebih besar daripada konsentrasi molekuler bilirubin agar terjadi pengikatan. Pada bayi imatur, albumin dan bilirubin juga tidak berikatan dengan efektif. Pada bayi yang tidak cukup bulan ada peningkatan potensi menderita efek-efek hipoksia, asidosis, hipoglikemia dan sepsis, selain itu karena pengobatan yang diberikan dapat juga berkompetensi untuk daerah yang mengikat albumin. Sedangkan sakit kuning pada bayi lahir cukup bulan kadar bilirubin tak terkonjugasi cukup tinggi untuk menyebabkan gangguan pendengaran sementara dan kerusakan neurologi permanen yang jarang terjadi. Fisiologi sakit kuning pada bayi cukup bulan terlihat pada hari kedua sampai ketiga, puncaknya pada hari keempat atau kelima dan sembuh pada hari kesembilan sampai kesepuluh. Sedangkan sakit kuning yang terjadi dalam 24 jam dari lahir tidak dianggap fisiologis, dan ketika bilirubin total <250 µmol/L pada 48 jam pertama, <275 µmol/L pada 72 jam dan <300 µmol/L pada 96 jam. Hal ini menunjukkan proses hemolisis yang berlangsung secara berlebihan (Ives,2005). Sehingga, waktu ketika sakit kuning pertama kali terlihat sangat penting untuk menilai
  • 53. 38 kemungkinan etiologinya tetapi tidak ada gunanya untuk menilai apakah penyebabnya adalah fisiologi atau patologi karena kisaran kadar bilirubin serum. Namun bayi perlu untuk dinilai secara holistic untuk mengetahui pola menyusui dan ekskresi (Teachers, T, 2012). Berdasarkan penelitian sebelumnya mengenai ikterus, penelitian yang dilakukan oleh sarici,dkk menemukan bahwa neonatus dengan umur kehamilan 36-37 minggu memiliki faktor risiko 5,7 kali terjadinya hiperbilirubinemia dibandingkan neonatus dengan umur kehamilan 39-49 minggu, menurut sarici bahwa risiko hiperbilirubinemia akan meningkat sesuai dengan menurunnya umur kehamilan (0,6 kali per minggu dari umur kehamilan). (Sholeh dkk. 2007). 3. Jenis Persalinan. Meskipun kejadian asfiksia, trauma dan aspirasi mekonium bisa berkurang dengan SC, risiko distress pernapasan sekunder sampai takipneu transien, defisiensi surfaktan, dan hipertensi pulmonal dapat meningkat. Hal tersebut bisa berakibat terjadinya hipoperfusi hepar dan menyebabkan proses konjugasi bilirubin terhambat. Bayi yang lahir dengan SC juga tidak memperoleh bakteri- bakteri menguntungkan yang terdapat pada jalan lahir ibu yang berpengaruh pada pematangan sistem daya tahan tubuh, sehingga bayi lebih mudah terinfeksi. Ibu yang melahirkan SC biasanya jarang menyusui langsung bayinya karena ketidaknyamanan pasca operasi, dimana diketahui ASI ikut berperan untuk menghambat terjadinya sirkulasi enterorehepatik bilirubin pada neonatus (Reisa, 2013).
  • 54. 39 Jika bayi menderita hiperbilirubin pada setiap jenis persalinan, maka section caesarea merupakan presentase terbesar karena section caesarea merupakan jenis persalinan dengan risiko tinggi dibandingkan dengan jenis persalinan lainnya. Pengeluaran ASI lebih cepat pada ibu post partum normal dibandingkan ibu post section caesarea. Hal ini di antaranya disebabkan karena ibu post sestio caesarea mengalami nyeri luka setelah operasi yang mengganggu kenyamann ibu dan pengeluaran endofrin lambat sehingga aliran darah tidak lancar ke otak. Hipotalamus lambat menerima sinyal yang akan ditransfer ke hipofisis posterior yang mengeluarkan oksitosin dalam merangsang reflex aliran ASI. Selain itu, faktor yang mempungaruhi pengeluaran ASI yang lambat pada ibu post section caesarea adalah anestesi serta masih banyak pandangan pasien yang tidak memperbolehkan atau mengurangi makan dan minum setelah operasi. Sedangkan pada ibu yang melahirkan normal kapanpun ibu tetap dianjurkan makan dan minum (Rosmawaty,2015). Selain itu menurut Liu, T.Y David (2008) ikterus neonatus lebih sering terjadi setelah vakum ekstrasksi daripada setelah forceps atau pelahiran spontan, dimana vakum menyebabkan angka trauma neonatus yang lebih tinggi. Trauma tersebut meliputi sefalhematoma dengan hiperbilirubinemia neonatus yang memerlukan fototerapi, cedera kulit kepala dan perdarahan retina. Penelitian yang di lakukan M.Sholeh Kosim, dkk di NICU RSUP Dr Kariardi Semarang didapatkan hasil bahwa partus dengan tindakan merupakan faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia dengan nilai OR= 4,5. Menurut M, Sholeh Kosim
  • 55. 40 dkk, jenis persalinan merupakan faktor risiko hiperbilirubinemia karena pada persalinan tindakan risiko terjadi infeksi lebih besar dibanding persalinan spontan. C. Kerangka Konsep Kerangka konsep berasal dari landasan teori dan biasanya berkonsentrasi pada satu bagian dari kerangka teori. Kerangka konsep biasanya disajikan dalam bentuk bagan yang berisis suatu rangkaian konsep yang saling berhubungan yang mencirikan hubungan antara variable-variabel dengan tujuan untuk menjelaskan dan memperkirakan kondisi selanjutnya. Gambar 1. Kerangka konsep penelitian Keterangan : : Variabel Independen : Variabel Dependen Ikterus neonatorum2. Prematuritas 3. Jenis Persalinan 1. Berat Badan Lahir
  • 56. 41 D. Hipotesis 1. Hipotesis null (Ho) a. Tidak ada risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan berat badan lahir di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015. b. Tidak ada risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan prematuritas di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015. c. Tidak ada risiko kejadian ikterus nenatorum pada neonatus berdasarkan jenis persalinan di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015. 2. Hipotesis awal (Ha) a. Ada risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan berat badan lahir di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015. b. Ada risiko kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan prematuritas di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015. c. Ada risiko kejadian ikterus nenatorum pada neonatus berdasarkan jenis persalinan di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015.
  • 57. 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan metode analitik dengan mengambil data sekunder pada registrasi pasien di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 yang mengalami kasus ikterus neonatorum. Rancangan penelitian adalah studi kasus kontrol (case control study) yaitu studi observasional yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan dengan objektif untuk mengetahui apakah satu atau lebih faktor merupakan faktor risiko dari satu situasi masalah (Lapau,B 2015). Dalam penelitian ini, dibagi menjadi dua kelompok meliputi kelompok kasus adalah ikterus neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 dan kelompok kontrol adalah tidak ikterus neonatorum di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015. Gambar 2. Rancangan Penelitian Kasus Kontrol Faktor risiko (-) Faktor risiko (+) Faktor risiko (-) Faktor risiko (+) Restropektif Restropektif Efek (-) /kontrol Efek (+)/kasus Matching umur Populasi Sampel
  • 58. 43 B. Subjek Penelitian Subjek penelitian mencakup batasan populasi, besar sampel dan cara pengambilan sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang mengalami ikterus neonatorum sebanyak 20 orang maupun bayi yang tidak mengalami ikterus neonatorum sebanyak 867 orang sehingga total populasi baik yang lahir mati/hidup sebanyak 887 bayi di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 sampai dengan 2015. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 40 orang dari 887 orang dengan perbandingan 1:1 yang terdiri dari : a. Kasus Semua bayi yang mengalami ikterus neonatorum yang tercatat di dalam buku register di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 sebanyak 20 orang. b. Kontrol Bayi yang tidak mengalami ikterus neonatorum tercatat dalam buku register di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 sebanyak 20 orang.
  • 59. 44 3. Teknik Pengambilan Sampel a. Kasus Teknik pengambilan sampel untuk kasus adalah total sampling. Yaitu semua bayi yang mengalami ikterus neonatorun di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 sebanyak 20 orang. b. Kontrol Teknik pengambilan sampel untuk kontrol adalah purposive sampling yaitu matching dengan umur sesuai jumlah umur kasus bayi yang mengalami ikterus neonatorum yang tercatat dalam buku register di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 sebanyak 20 orang. C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 05-29 Juli tahun 2016. D. Identifikasi Variabel Penelitian Penetapan variabel penelitian berdasarkan kerangka konsep yang telah di bangun yaitu : 1. Variabel Independen : Berat badan lahir, usia gestasi dan jenis persalinan. 2. Variabel Dependen : Ikterus neonatorum.
  • 60. 45 E. Defenisi Operasional Definisi operasional pada penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut : Tabel 3. Definisi Operasional Penelitian No Variabel Defenisi Operasional Instrumen Penelitian Hasil Ukur Skala 1. Dependent : Ikterus Neonatorum Semua bayi yang terdiagnosa ikterus neonatorum berdasarkan diagnosa dokter di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 yang tertulis di rekam medik pasien Tabel cek list a.Ya : bila tertulis ikterus neonatorum sesuai dengan diagnosa dokter b.Tidak : bila tidak tertulis ikterus neonatorum sesuai dengan diagnosa dokter. Nominal 2. Independent: Berat badan lahir Bayi dengan berat badan lahir normal maupun berat bayi lahir rendah (BBLR) yang tertulis pada rekam medik pasien sesuai diagnosa dokter Tabel cek list a. BBLR : bila tertulis BBLR sesuai diagnosa dokter. b. Tidak BBLR : bila tidak tertulis BBLR sesuai diagnosa dokter Nominal
  • 61. 46 Prematuritas Prematuritas adalah bayi baru lahir dengan umur kehamilan ≤37 minggu yang tertulis BKB di rekam medik pasien sesuai diagnosa dokter Tabel cek list a.Tidak prematur : bila tertulis BCB sesuai diagnosa dokter. b.Prematur : bila tertulis BKB sesuai diagnosa dokter Nominal . Jenis persalinan Jenis persalinan adalah jenis persalinan baik secara normal ataupun tindakan yang tertulis SPT, SC dan Vakum direkam medik pasien berdasarkan diagnosa dokter. Tabel cek list a. Normal : jika tertulis SPT sesuai diagnosa dokter b. Tindakan : jika tertulis SC atau Vakum sesuai diagnosa dokter Nominal
  • 62. 47 F. Instrument Penelitian Jenis data yang dikumpulkan adalah data sekunder yaitu kasus kejadian ikterus neonatorum yang diambil dari sumber data yaitu rekam medis di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015. Data sekunder yang lain adalah bukan kasus kejadian ikterus neonatorum yang juga diambil dari sumber data yaitu rekam medik di rumah sakit yang sama. Data sekunder yang lain adalah dari 3 variabel independen yaitu variabel berat badan lahir, prematuritas dan jenis persalinan. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan cek list dengan mengambil data dari register pasien berdasarkan tabel yang diteliti. G. Pengelolahan dan Analisis Data 1. Pengelolahan Data a. Editing Merupakan proses untuk meneliti kelengkapan data yang diperoleh melalaui register kebidanan, sehinnga validitas, kesempurnaan dan kesenambungan data dapat terjamin. b. Koding Merupakan proses memberikan kode pada masing-masing jawaban untuk memudahkan pengolahan data, pengisian kode berdasarkan ketentuan sesuai yang ada di definisi operasional c. Tabulating Merupakan proses untuk mengelompokan data berdasarkan variabel yang diteliti, disajikan, dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
  • 63. 48 d. Entri data Kegiatan pengelompokkan data ke dalalam program komputer untuk selanjutnya dilakukan pengelompokkan data atau analisis data. 2. Analisis Data a. Analisis Univariat Dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing faktor risiko yaitu faktor risiko berat badan lahir, usia gestasi dan jenis persalinan berisiko terhadap kejadian ikterus neonatorum yang dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase dengan rumus : Keterangan : f = frekuensi p = persentase n = jumlah populasi b. Analisis Bivariat Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui faktor risiko berat badan lahir, usia gestasi, jenis persalinan terhadap kejadian ikterus neonatorum menggunakan uji Odds Ratio. Untuk hipotesis satu sisi dan besar risiko (Odds Ratio) paparan terhadap kasus pada tingkat kepercayaan 95% dengan menggunakan tabel 2x2. p= f/n x 100%
  • 64. 49 Tabel 4. Tabel Kontingensi 2x2 Faktor Risiko Ikterus Neonatorum Total Kasus Kontrol Positif a b a+b Negatif c d c+d Jumlah a+c b+d a+b+c+d Nilai besarnya Odds Ratio ditentukan dengan rumus Keterangan : OR = Odss ratio risiko terhadap kejadian bayi ikterus a/b = rasio antara banyaknya kasus yang terpapar dan kasus yang tak terpapar c/d = rasio antara banyaknya kontrol yang terpapar dan kontrol yang tak terpapar. 1) Bila OR > 1 menunjukan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor risiko (kausatif) 2) Bila OR = 1 menunjukan bahwa faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko. 3) Bila OR < 1 menunjukan bahwa faktor yang diteliti merupakan faktor protektif. (Lapau, B, 2015). = a/b / =
  • 65. 50 H. Jalannya Penelitian Jalannya penelitian ini dibagi dalam bebarapa tahap yaitu : 1. Tahap Awal Tahap awal penelitian dilakukan pertama-tama dengan melakukan studi pendahuluan di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna untuk mengumpulkan data awal dan mengadakan penjajakan kelokasi penelitian. Dari hasil studi pendahuluan selanjutnya menyusun proposal sampai dengan melaksanankan presentase proposal. Setelah proposal selesai, dilakukan pengurusan surat ijin dan menemui kepala ruangan Teratai dan kepala Ruangan Rekam Medik untuk menyampaikan rencana sekaligus minta ijin pelaksanaan penelitian yaitu pengumpulan data sekunder. Kegiatan pada tahap awal ini dilakukan pada minggu I dan minggu ke II pada bulan Juli. 2. Tahap pelaksanaan Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Ruang Teratai dan diruang Rekam Medik RSUD Kabupaten Muna dimulai dengan memberitahukan jadwal dan rencana kegiatan kepada kepala ruangan Teratai dan Kepala Ruangan Rekam Medik. yang menjadi lokasi penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tabel ceklist yang diambil dari buku register pasien sesuai dengan kasus yang diteliti. Dalam pengisian tabel cheklis dilakukan dengan cara pada kolom pertama dimulai dari nomor 1, 3, 5, 7, 9, dan seterusnya atau ganjil dimasukan data yang menjadi kasus dan kolom kedua atau genap dimulai dari nomor 2, 4, 6, 8, 10,..dan seterusnya dimasukan data yang menjadi kontrol.
  • 66. 51 Setelah semua data dikumpulkan dan data-data yang diperlukan telah terpenuhi semua maka syarat untuk anilis data dilakukan. Pelaksannan penelitian dilakukan pada minggu ke II dan minggu ke III bulan Juli. 3. Penyelesaian Tahap akhir terdiri dari penyusunan laporan penelitian dan presentase seminar hasil. Kegiatan ini dilakukan pada minggu ke IV bulan Juli.
  • 67. 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Letak Geografis Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di Ibukota Kabupaten Muna tepatnya di Jalan Sultan Syahrir Kelurahan Laende Kecamatan Katobu Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini mudah dijangkau dengan kendaraan umum dengan batasan sebagai berikut di sebelah Utara berbatasan dengan Jl. Basuki Rahmat, sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Sultan Hasanudin, di sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Laode pandu, dan sebelah Barat berbatasan dengan Jl. Ir Juanda. b. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna didirikan pada masa penjajahan Belanda oleh mantri yang berkebangsaan Belanda. Pada saat itu mantri berkebangsaan Belanda hanya dibantu oleh asistennya dan dua orang perawat. Setelah 11 tahun berlalu mantri tersebut pulang kembali ke negerinya dan tepat pada tahun 1928 beliau diganti oleh seorang dokter dari Jawa yang bernama dokter Soeparjo. Masyarakat Muna mengenal dokter Soeparjo dengan sebutan dokter Jawa. Beliau tamatan dari sekolah Belanda yaitu Nederlandhes In Launshe Aonzen School (NIAS).
  • 68. 53 Masa kepemimpinan dokter Soeparjo hanya berlangsung selama tujuh tahun, kemudian beliau digantikan oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama dokter Hyaman. Selang 5 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1940 seorang dokter asal Cina bernama dokter Pang Ing Ciang menggantikan kepemimpinan dokter Hyaman. Pada masa kepemimpinan dokter Pang Ing Ciang sangat disukai oleh masyarakat Muna sebab beliau sangat memperhatikan kesehatan masyarakat Muna pada saat itu. Pada tahun 1949, saat peralihan pemerintahan Belanda ke pemerintahan Republik Indonesia, masa pemerintahan Pang Ing Cian berakhir dan beliau diganti oleh dokter berkebangsaan Belanda bernama dokter Post. Dokter Post mempunyai dua orang asisten sehingga sebagian besar pekerjaannya diserahkan kepada kedua asistennya. Namun kepemimpinan dokter Post tidak berlangsung lama, beliau hanya satu tahun lamanya. Pada tahun 1950 dokter Post digantikan oleh dokter Lemens yang berasal dari Belgia. Dokter Lemens memimpin selama 10 tahun yakni pada tahun 1950 sampai dengan tahun 1960. Pada tahun 1965 dilakukan rehabilitasi yang diprakarsai oleh Bupati Muna Laode Rasyid, SH. Ini merupakan rehabilitasi pertama selama rumah sakit tersebut didirikan tahun 1965-1970. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna dipimpin oleh dokter Ibrahim Athar Nasution, masa kepemimpinannya berlangsung selama 3 tahun dan sejak itu periode masa kepemimpinan Rumah Sakit
  • 69. 54 Umum Daerah Kabupaten Muna ditetapkan setiap 3 tahun sekali memimpin. Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna dijadikan sebagai salah satu rumah sakit yang merupakan lahan praktek dan kajian ilmiah bagi Mahasiswa Keperawatan dan Mahasiswa Kebidanan. c. Lingkungan Fisik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Povinsi Sulawesi Tenggara berdiri diatas lahan seluas 10.740 Ha. d. Fasilitas Pelayanan kesehatan Fasilitas/sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi sulawesi Tenggara adalah: 1) Pelayanan kesehatan rawat jalan yakni poliklinik penyakit dalam, poliklinik umum, poliklinik kebidanan dan penyakit kandungan, poliklinik anak, poliklinik mata, poliklinik THT, poliklinik gigi dan mulut, poliklinik bedah, poliklinik saraf, poliklinik dalam, poliklinik psikiatri, instalasi rehabilitasi medis dan instansi gawat darurat. 2) Pelayanan kesehatan rawat inap yakni kebidanan dan kandungan, perawatn bayi/perinatologi dan perawatan umum serta ICU. 3) Pelayanan medik yakni fisioterapi, rontgen, apotik, laboratorium klinik dan instalasi gizi. e. Ketenagaan Jumlah ketenagaan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna saat ini adalah 529 orang (terdiri atas paramedis dan non paramedis).
  • 70. 55 Dengan jumlah bidan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna adalah sebanyak 144 orang. Ketenagaan yang bekerja di ruang Teratai sebanyak 26 orang baik yg honorer maupun PNS dan terdapat 1 orang dokter anak. 2. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini, terdiri dari umur dan jenis kelamin berdasarkan kejadian ikterus neonatorum pada neonatus yang berada di ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015. Jumlah responden yang dianggap memenuhi kriteria dalam penelitian ini dari 887 bayi adalah sebanyak 20 bayi mengalami ikterus neonatorum sebagai kasus. Berikut ini adalah distribusi data umur dan jenis kelamin bayi yang menjadi responden dalam penelitian ini. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015 (n=20) No Karakteristik Frekuensi (f) Persentase (%) 1. Umur (hari) ≤1 20 100 2-3 0 0 2. Jenis Kelamin Laki-laki 10 50 Perempuan 10 50 Jumlah 20 100 Sumber : data sekunder RSUD Kab. Muna Berdasarkan tabel 5 menunjukan bahwa semua bayi yang mengalami ikterus neonatorum adalah umur ≤1 hari berjumlah 20 bayi dengan peresentase (100%). Sedangkan karakteristik responden berdasarkan jenis
  • 71. 56 kelamin memiliki jumlah yang sama, untuk jenis kelamin laki-laki berjumlah 10 bayi (50%) dan untuk jenis kelamin perempuan berjumlah 10 bayi (50%). 3. Analisis univariat a. Berat badan lahir Kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan berat badan lahir pada penelitian ini di ukur menggunakan tabel checklist dengan jumlah sampel 40 bayi yang terbagi atas kasus dan kontrol dengan perbandingan 1:1. Distribusi frekuensi kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan berat badan lahir di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 6 Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Berdasarkan Berat Badan Lahir di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015 (n=20) Berat Badan Lahir Frekuensi (f) Persentase (%) Ket BBLR 9 45 Tidak BBLR 11 55 Jumlah (n) 20 100 Sumber: Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna 2014 s.d 2015 Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa responden yang mempunyai berat badan lahir dengan tidak BBLR memiliki persentase lebih besar berjumlah 11 bayi dengan persentase (55%) dibandingkan dengan responden yang mempunyai berat badan lahir dengan BBLR yang berjumlah 9 bayi dengan persentase (45%).
  • 72. 57 b. Prematuritas Kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan prematuritas pada penelitian ini di ukur menggunakan tabel checklist dengan jumlah sampel 40 bayi yang terbagi atas kasus dan kontrol dengan perbandingan 1:1. Distribusi frekuensi kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan prematuritas di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 7 Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Berdasarkan Prematuritas di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015 (n=20) Prematuritas Frekuensi (f) Persentase (%) Ket Ya 1 5 Tidak 19 95 Jumlah (n) 20 100 Sumber: Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna 2014 s.d 2015 Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa responden dengan tidak prematuritas memiliki persentase terbesar berjumlah 19 bayi dengan persentase (95%) dibandingkan dengan responden prematuritas berjumlah 1 bayi dengan persentase (5%). c. Jenis persalinan Kejadian ikterus neonatorum pada neonatus berdasarkan jenis persalinan pada penelitian ini di ukur menggunakan tabel checklist dengan jumlah sampel 40 bayi yang terbagi atas kasus dan kontrol dengan perbandingan 1:1. Distribusi frekuensi kejadian ikterus neonatorum pada
  • 73. 58 neonatus berdasarkan jenis persalinan di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8 Distribusi Frekuensi Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Berdasarkan Jenis Persalinan di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015 (n=20) Jenis Persalinan Frekuensi (f) Persentase (%) Ket Tindakan 9 45 Normal 11 55 Jumlah (n) 20 100 Sumber: Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna 2014 s.d 2015 Pada tabel 8 dapat dilihat bahwa responden jenis persalinan normal memiliki persentase lebih besar berjumlah 11 bayi dengan persentase (55%) dibandingkan dengan responden jenis persalinan normal dengan tindakan berjumlah 19 bayi dengan persentase (45%). 4. Analisis bivariat a. Risiko berat badan lahir terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus. Risiko berat badan lahir terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil hitungan pada tabel 9 berikut
  • 74. 59 Tabel 9 Analisis Faktor Risiko Berat Badan Lahir Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015 (n=40) Berat Badan Lahir Kasus Kontrol Total OR 1,9 f % f % n % BBLR 9 45 6 30 15 37,5 Tidak BBLR 11 55 14 70 25 62,5 Jumlah (n) 20 100 20 100 40 100 Sumber : Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 Hasil uji Odds Ratio (OR) pada tabel 9 menunjukan bahwa berat badan lahir 1,9 kali berpeluang untuk terjadinya ikterus neonatorum karena nilai Odds Ratio (OR) > 1 maka berat badan lahir merupakan faktor risiko terjadinya ikterus neonatorum pada neonatus di ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015. Berdasarkan hasil Odds Ratio maka Ho ditolak dan Ha diterima. b. Risiko prematuritas terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus. Risiko prematuritas terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil hitungan pada tabel 10 berikut : Tabel 10 Analisis Faktor Risiko Prematuritas Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015 (n=40) Prematuritas Kasus Kontrol Total OR 0.298 f % f % n % Ya 1 5 3 15 4 10 Tidak 19 95 17 85 36 90 Jumlah (n) 20 100 20 100 40 100 Sumber : Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015
  • 75. 60 Hasil uji Odds Ratio (OR) pada tabel 10 menunjukan prematuritas 0,298 kali berpeluang untuk terjadinya ikterus neonatorum karena nilai Odds Ratio (OR) < 1 maka prematuritas merupakan faktor protektif terhadap terjadinya ikterus neonatorum pada neonatus di ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015. Berdasarkan hasil Odds Ratio maka Ho diterima dan Ha ditolak. c. Risiko jenis persalinan terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus. Risiko jenis persalinan terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 dapat dilihat berdasarkan hasil hitungan pada tabel 11 berikut : Tabel 11 Analisis Faktor Risiko Jenis Persalinan Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum Pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Tahun 2014 s.d 2015 (n=40) Jenis Persalinan Kasus Kontrol Total OR 1,9 f % f % n % Tindakan 9 45 6 30 15 37,5 Normal 11 55 14 70 25 62,5 Jumlah (n) 20 100 20 100 40 100 Sumber : Data Sekunder RSUD Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015 Hasil uji Odds Ratio (OR) pada tabel 11 menunjukan jenis persalinan 1,9 kali berpeluang untuk terjadinya ikterus neonatorum karena nilai Odds Ratio (OR) > 1 maka jenis persalinan merupakan faktor risiko terjadinya ikterus neonatorum pada neonatus di ruang Teratai Rumah Sakit
  • 76. 61 Umum Daerah Kabupaten Muna tahun 2014 s.d 2015. Berdasarkan hasil Odds Ratio maka Ho ditolak dan Ha diterima. B. Pembahasan Warna kuning pada kulit bayi atau pada bagian putih matanya disebut ikterus, yang disebabkan oleh kadar bilirubin yang tinggi dalam darah bayi. Bilirubin berasal dari pemecahan sel-sel darah merah yang tidak diperlukan, yang terjadi secara normal pada bayi baru lahir. Bilirubin dieksresi dari tubuh bayi melalui tinja. Jika tidak dikeluarkan, bilirubin dapat menyebabkan ikterus. Sekitar 50% bayi baru lahir mempunyai warna kulit wajah atau leher yang sedikit kekuningan pada hari ketiga atau keempat kehidupannya. Kondisi ini disebut ikterus fisiologis, dan akan hilang tanpa perlu pengobatan. Akan tetapi, kadang- kadang ikterus yang terjadi menimbulkan kekhawatiran dan sering kali dikaitkan dengan pemberian makan yang buruk, prematuritas, atau lecet yang terjadi sewaktu dilahirkan. Selain itu ikterus sering muncul pada hari pertama atau hari kedua dari kehidupan bayi bahkan lebih serius dan membutuhkan perawatan intensif, dikutip dari (Simpkin, dkk , 2012). Pada penelitian ini, berdasarkan hasil pengolahan pada tabel 5 menunjukan bahwa semua bayi yang mengalami ikterus neonatorum berjumlah 20 bayi berumur ≤ 1 hari (100%) yang dialami oleh 50 % bayi laki-laki dan 50% bayi perempuan. Berdasarkan sebaran umur, bahwa semua bayi mengalami ikterus neonatorum pada umur 1 hari. Hal ini disebabkan Umur 1 hari pada bayi merupakan usia atau masa yang sangat rentan terhadap penyakit baik secara internal maupun eksternal yang dikarenakan bayi mempunyai kekebalan tubuh
  • 77. 62 yang sangat rendah dan organ-organ yang ada dalam tubuh bayi belum bekerja secara maksimal sehingga jika dikaitkan dengan ikterus neonatorum, bayi baru lahir tersebut memiliki produksi bilirubin dengan kecepatan produksi yang lebih tinggi atau sama dengan orang dewasa yang menyebabkan terdapat cukup banyak reabsorbsi bilirubin pada usus halus nonatal. Berdasarkan sebaran jenis kelamin pada tabel 5 menunjukan bahwa bayi laki- laki maupun bayi perempuan di ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna, distribusi frekuensinya memiliki jumlah yang sama, hal ini menunjukan bahwa baik bayi laki-laki maupun bayi perempuan sama-sama mempunyai prevalensi dalam menimbulkan ikterus neonatorum. Namun hal ini tidak sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh Teachers T (2012) bahwa bayi yang mengalami ikterus lebih di dominasi oleh bayi laki-laki dibandingkan bayi perempuan, hal ini di sebabkan defisiensi G6PD yang merupakan suatu kelainan enzim yang tersering pada manusia, yang terkait kromosom sex (x-linked) atau X resesif, sehingga terutama disertai pada bayi-bayi laki-laki. Enzim G6PD sendiri memiliki fungsi untuk melindungi sel darah merah dan sel-sel lain dari perlukaan oksidatif dan hemolisis. Distribusi frekuensi karakteristik jenis kelamin mempunyai prevalensi yang sama terhadap kejadian ikterus neonatorum pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh jumlah sampel pada penelitian ini yang terlalu sedikit yang merupakan kelemahan dan keterbatasan dalam penelitian ini. Berdasarkan tabel 5 yang dipeoleh, untuk pembagian ikterus baik fisiologis maupun patologis dari kelompok kasus yang berjumlah 20, jika dilihat dari umur yang yang dialami setiap bayi ikterus maka setiap bayi tersebut
  • 78. 63 termasuk dalam kategori ikterus yang patologis, dimana menurut Alimul (2008) bahwa salah satu tanda-tanda bayi yang mengalami ikterus patologis adalah ikterus ini terjadi pada 24 jam pertama kehidupan bayi. Akan tetapi jika dilihat dari waktu penyembuhannya, semua bayi yang mengalami ikterus mempunyai waktu yang berbeda-beda yaitu 3-34 hari yang berarti terbagi menjadi 2 kelompok pembagian yaitu ikterus fisiologi dan patologi. Hal ini berdasarkan teori yang ada yaitu Nanny (2011) dan Alimul (2008) bahwa salah satu tanda ikterus fisiologi adalah ikterus menghilang pada hari sepuluh pertama dan salah satu tanda ikterus patologi adalah ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama. Meskipun demikian kedua hal ini tidak bisa dijadikan landasan yang secara pasti untuk pembagian ikterus yang patologi maupun fisiologi karena untuk menentukan lebih lanjut bahwa ikterus ini bersifat fisologi maupun patologi adalah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar bilirubin serum pada bayi dalam batas normal atau tidak yaitu ikterus fisiologi tidak melebihi 10 mg% pada bayi cukup bulan dan tidak melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan. 1. Risiko Berat Badan Lahir terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang Teratai Rumah Sakit Umum Daerah Kabupetan Muna Tahun 2014 s.d 2015 Bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki risiko untuk terjadinya ikterus neonatorum. Oleh karena itu penelitian ini juga telah membuktikan teori melalui analisis faktor risiko berat badan lahir terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di Ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna tahun
  • 79. 64 2014 s.d 2015 sebanyak 40 bayi dengan perbandingan (1:1) yang berarti untuk kasus berjumlah 20 dan kontrol berjumlah 20. Berdasarkan data pada tabel 6, bayi ikterus dengan BBLR lebih banyak di bandingkan dengan bayi yang tidak ikterus dengan BBLR. Dengan perbandingan 9 bayi (45%) pada kasus dan 6 bayi (30%) pada kontrol. Faktor risiko berat badan lahir terhadap kejadian ikterus ditunjukan pada tabel 9, dimana berdasarkan hasil uji Odds Ratio diperoleh nilai OR sebesar 1,9 yang menunjukan bahwa OR > 1 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukan bahwa berat badan lahir dengan BBLR 1,9 kali berpeluang berisiko terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna meskipun jumlah pada kelompok kasus dengan tidak BBLR lebih tinggi yakni berjumlah 11 kasus dibandingkan dengan jumlah pada kelompok kasus dengan BBLR yang berjumlah 9, tetapi pada kelompok kontrol dengan tidak BBLR berjumlah lebih tinggi dari kelompok kontrol dengan BBLR yakni 14, sehingga memberi pengaruh pada perhitungan Odds Ratio (OR) yang menjadikan berat badan lahir dengan BBLR merupakan faktor risiko terhadap kejadian ikterus neonatorum pada neonatus. Penelitian yang penulis lakukan sejalan dengan teori yang ada, dimana menurut syafruddin,dkk, (2011) banyak bayi yang mengalami ikterus dalam satu minggu pertama kehidupannya terutama pada bayi kecil (berat lahir <2500 gram). Menuirut Nanny (2011) Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya
  • 80. 65 hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25-50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi berat lahir rendah. Di kutip dari Proverawati (2010), pada bayi BBLR banyak sekali risiko terjadi permasalahan pada sistem tubuh oleh karena kondisi yang tidak stabil salah satunya adalah ikterus. Bayi BBLR menjadi kuning lebih awal dan lebih lama dari pada bayi yang cukup berat badannya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Margaret mengenai faktor-faktor risiko ikterus neonatorum di RS PKU Muhammadiyah Yoyakarta tahun 2012 bahwa BBLR terbukti merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian ikterus neonatorum dengan hasil OR = 2,113. Penelitian yang dilakukan Astri Maulani (2007), didapatkan hasil bahwa berat badan lahir rendah merupakan faktor risiko ikterus neonatorum. Berat badan lahir dengan BBLR merupakan faktor risiko ikterus karena pada bayi BBLR memiliki risiko lebih tinggi untuk terserang berbagai macam penyakit salah satunya adalah ikterus, dimana ikterus ini terjadi karena sistem hepar yang tidak berfungsi dengan baik terutama pada bayi dengan BBLR, hal ini dikarenakan bayi dengan BBLR ini, memiliki kondisi tubuh yang tidak stabil yang tidak sama seperti bayi dengan berat badan lahir normal sehingga bayi BBLR ini mudah terserang penyakit dan keterbelakang petumbuhan, bahkan Bayi dengan BBLR saat ini penyumbang terbanyak pada angka kematian bayi.
  • 81. 66 Selain itu salah satu penyebab BBLR merupakan faktor risiko kejadian ikterus neonatorum di ruang Teratai RSUD Kabupaten Muna, disebabkan karena adanya komplikasi yang terjadi pada bayi yang mengalami ikterus neonatorum dengan BBLR yaitu infeksi (sepsis) yang didapatkan dari rekam medik pasien dengan jumlah 9 bayi yang berarti bahwa bayi yang mengalami ikterus neonatorum dengan BBLR semua mengalami komplikasi sepsis. Satu dari Sembilan bayi BBLR dengan ikterus yang mengalami komplikasi sepsis meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan teori pada penelitian Simbolon (2008) bahwa pada bayi dengan BBLR pematangan organ tubuhnya (hati, paru, enzim, pencernaan, otak, dll) belum sempurna, maka bayi BBLR sering mengalami komplikasi yang berakhir pada kematian. Penelitian yang dilakukan M. Sholeh Kosim, dkk bahwa didapatkan hubungan bermakna antara awitan sepsis dengan kadar bilirubin. Bayi dengan sepsis awitan lambat mempunyai risiko 32,3 kali lebih besar terjadi hiperbilirubinemia dibanding dengan sepsis awitan dini. Pada sepsis awitan lambat timbul implikasi buruk pada berbagai organ, khususnya sistem hepatobilier sehingga kadar bilirubin menjadi lebih tinggi. Hiperbilirubinemia karena sepsis timbul pada hari ke 2-7 setelah lahir dan pada pemeriksan fisik tampak ikterus berat. Menurut Alimul, H, A. (2008), bahwa ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu I, biasanya karena infeksi (sepsis), dehidrasi dan asidosis, defisiensi enzim G6PD, pengaruh obat-obatan, sindroma Criggler Najjar, sindroma Gilbert.