Tinjauan pustaka membahas tentang umur, paritas, dan preeklampsia yang berhubungan dengan kehamilan. Umur yang ideal untuk kehamilan adalah 20-35 tahun. Paritas 2-3 dianggap paling aman. Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria, dan sering terjadi pada ibu muda, primigravida, atau usia di atas 35 tahun. Beberapa faktor risiko preeklampsia ad
Manajemen Lalu Lintas Baru Di Jalan Selamet Riyadi
Bab ii
1. 13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis
1. Umur
a. Definisi
1) Umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan, umur sangat
menentukan suatu kesehatan ibu. Ibu dikatakan beresiko tinggi apa bila ibu
hamil bersusia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun (Juwaher, 2011, dalam
Kurniasari, 2015, halaman 150).
2) Umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda
atau makhluk baik yang hidup maupun yang mati, misal, umur manusia
dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu
dihitung (Antho, 2012, halaman 182).
3) Umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan (Walyani, 2015,
halaman 183). Umur yang aman untuk kehamilan dikenal juga dengan
istilah reproduksi sehat yaitu antara 20 hingga 30 tahun, dikatakan aman
karna kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada rentang
usia tersebut ternyata 2 sampai 5 kali lebih rendah dari pada kematian
maternal yang terjadi di rentang usia kurang dari 20 atau pun lebih dari 30
(Sarwono, 2012, halaman 4).
Risiko terjadinya preeklampsia pada ibu hamil dengan usia kurang
dari 20 tahun lebih besar dari ibu hamil dengan usia diatas 20 tahun dan
diatas 40 tahun. Umur < 20 tahun dan > 35 tahun merupakan faktor
predisposisi preeklampsia disamping penyakit vaskuler dan ginjal, diabetes
mellitus, hipertensi kronis dan penyakit lainnya.
2. 14
b. Klasifikasi umur
Pengelompokan usia merupakan salah satu faktor penting dalam program
Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia. Dikalangan kesehatan baik di tingkat
pelayanan dasar sampai rujukan, maupun dari hasil-hasil penelitian terdahulu,
umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun dikenal sebagai kelompok ibu risiko tinggi
sebagai salah satu batasan kelompok berisiko. Ibu berumur < 20 tahun
dianggap berisiko karena organ reproduksi dianggap belum begitu
sempurna/siap untuk menerima kehamilan, disamping secara kejiwaan ibu
muda relatif belum siap untuk hamil (Manuaba, 2010, halaman 3).
Umur sangat mempengaruhi kehamilan, usia yang baik untuk hamil
berkisar antara 20-35 tahun. Pada usia tersebut alat reproduksi wanita telah
berkembang dan berfungsi secara maksimal. Sebaliknya pada wanita dengan
usia dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun insidens >3 kali lipat. Karena
kehamilan pada usia ini memiliki resiko tinggi, seperti terjadinya keguguran
atau kegagalan persalinan, hipertensi laten bahkan bisa menyebabkan
kematian. Umur yang tidak beresiko untuk terjadi komplikasi selama
kehamilan yaitu pada umur > 20 tahun dan < 35 tahun. Umur yang beresiko
untuk terjadi kompilkasi dalam kehamilan yaitu pada umur < 20 tahun dan >
35 tahun (Antho, 2012, halaman 39).
2. Paritas
a. Definisi
1) Paritas adalah banyaknya persalinan yang dialami seorang wanita yang
melahirkan bayi yang dapat hidup ( Manuba, 2013, halaman 103).
3. 15
2) Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan lebih dari 500 gram yang
pernah dilahirkan, hidup maupun mati, bila berat badan tidak diketahui, maka
dipakai umur kehamilan lebih dari 24 minggu (Sumarah, 2009, halaman 5).
3) Paritas adalah klasifikasi wanita berdasarkan banyaknya mereka melahirkan
bayi yang usia gestasinya 24 minggu (Antho, 2012, halaman 67).
4) Paritas adalah keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang
dilahirkan (Indra, 2012, dalam Karta, 2016, halaman 641) .
b. Klasifikasi Paritas
Paritas dapat di klasifikasikan menjadi 3, yaitu :
1) Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan janin yang usia gestasinya
lebih dari 28 minggu, baik lahir hidup maupun lahir mati.
2) Multipara
Multipara adalah ibu yang telah melahirkan lebih dari 1 bayi kurang dari 5.
3) Grande multipara
Grandemultipara adalah ibu yang memiliki paritas tinggi, telah melahirkan
lebih dari 4 anak. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari
sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (diatas 3) mempunyai
angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi
kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan
obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau
dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi
adalah tidak direncanakan. Paritas tinggi menyebabkan uterus terlalu
meregang sehingga uterus kehilangan elastisitas (Maryunani, 2010, halaman
295).
4. 16
Paritas yang ideal adalah 2-3, ibu yang mempunyai anak > 5 memiliki
kecenderungan umtuk mengalami masalah dalama kehamilannya (Siswosudarmo,
2008, dalam Novianti, 2016, halaman, 30). Frekuensi pada primigravida lebih
tinggi bila dibandingkan dengan multigravida karena teori imunologik
menjelaskan hubungan paritas dengan insiden pre-eklamsia. Teori tersebut
menyebutkan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang terbentuk pada
kehamilan pertama menjadi penyebab pre-eklamisa.
Teori imunologik menyebutkan karena penurunan Human Leucocite Antigen
Protein G (HLA) yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga
ibu menolak hasil konsepsi (plasenta) sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap
plasenta sehingga terjadi pre-eklamsia (Yie, dkk, 2008, halaman 30). Pre-eklamsia
sering terjadi pada wanita muda dan nulipara atau primipara (Cuningham, 2013,
dalam Fatmawati, 2017, halaman 53), sedangkan wanita yang lebih tua lebih
berisiko mengalami hipertensi kronis yang bertumpang tindih dengan pre-
eklamsia. Paritas juga dapat mempengaruhi kehamilan dan persalinan. Paritas ibu
yang sehat adalah pada paritas 2-3.Preeklampsi berat/eklampsi sering terjadi pada
kehamilan pertama terutama pada ibu yang berusia > 35 tahun dan menurun pada
kehamilan berikutnya. kejadian pre-eklamsia pada primigravida dan nuli para
lebih tinggi dibandiangkan, multigravida/multipara (Sibai, 2011, dalam
Fatmawati, 2017, halaman 57)
3. Pre-eklamsi
a. Definisi
1) Pre-eklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi,edema,dan protein uria tetapi tdak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, yang
5. 17
muncul pada kehamilan diatas 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah
persalinan (Sudarti, 2014 halaman 29).
2) Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin
dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuri, dan edema,
yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak
menunjukkan tanda tanda kelainan-kelainan vascular atau hipertensi
sebelumnya ( Cuningghan, 2011, dalam Hasmawati, 2014, halaman 29).
3) Preeklampsia adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit
140/90 mmHg, proteinuria, dan odema. Preeklampsia merupakan risiko yang
dapat membahayakan ibu serta janin (Manuaba, 2013, halaman 264).
4) Pre-eklamsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah
tinggi (hipertensi), pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein
dalam urin (proteimuria) yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya
terjadi dalam trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester
kedua kehamilan (Rukiyah dan Yulianti, 2010, halaman 89).
5) Preeklamsia merupakan penyakit dengan tanda timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan oedema. Pre-eklamsia pada umumnya terjadi pada
primigravida, kehamilan di usia remaja, kehamilan pada wanita yang berusia
diatas 40 tahun, mengandung lebih dari satu janin, riwayat tekanan darah tinggi
yang kronis sebelum kehamilan, kegemukan, riwayat kencing manis dan
riwayat preeklamsia (Yeyeh, 2010, halaman 98).
b. Etiologi
Penyebab pre-eklamsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada teori
yang dapat menjelaskan tentang penyebab pre-eklamsia, yaitu: bertambahnya
frekuensi pada primigradivitas, kehamilan ganda,hidramnion, dan mola hidatidosa.
6. 18
Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan. Dapat terjadinya perbaikan
keadaan penderita denga kematian janin dalam uterus. Ada beberapa faktor risiko
tertentu yang berkaitan dengan perkembangan penyakit dijumpai berbagai faktor
yang mempengaruhi kejadian Pre eklamsi dan eklamsi di antaranya (Sudarti, 2014,
halaman 36) :
1) Jumlah primigravida, terutama primigravida muda.
2) Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, mola hidatidosa.
3) Penyakit yang menyertai hamil : diabetes mellitus, kegemukan.
4) Jumlah umur ibu di atas 35 tahun.
Penyebab preeklamsia tidak diketahui secara jelas sehingga disebut sebagai
penyakit teoritis. Banyak teori-teori di kemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya. Teori yang dipakai sekarang sebagai penyebab pre-
eklamsia adalah teori iskemia plasenta. Namun teori ini belum dapat menerangkan
semua hal yang berhubungan dengan penyakit ini. Faktor yang dapat meningkatkan
kejadian preeklamsi adalah hamil pertama kali (primigravida), kejadiannya akan
makin tinggi pada adanya penyakit ibu yang menyertai kehamilan (penyakit ginjal,
penyakit tekanan darah tinggi), kehamilan dengan regangan rahim makin tinggi
seperti hamil dengan kebanyakan air ketuban, kehamilan ganda dan hamil dengan
janin besar (Manuaba, 2011, halaman 31). Adapun teori-teori lain yang dipakai
sebagai penyebab preeklampsi tersebut adalah (Sudarti, 2014, halaman 36):
1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsi dan eklampsi didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat.
Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi
7. 19
generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan
pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume
plasma.
2) Peran Faktor Imunologis
Preeklampsi sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta
tidak sempurna. Pada preeklampsi terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi
komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
3) Peran Faktor Genetik
Preeklampsi meningkat pada anak dari ibu yang menderita preeklampsi.
4) Iskemik dari uterus
Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus.
5) Defisiensi kalsium
Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan
vasodilatasi dari pembuluh darah.
6) Disfungsi dan Aktivasi dari Endotelial
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
patogenesis terjadinya preeklampsi. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel
yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah
wanita hamil dengan preeklampsi. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai
pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai
dengan kemajuan kehamilan
Pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiotensin, renin, dan
aldosteron, sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat
berlangsung. Pada Pre eklamsi dan eklamsi, terjadi penurunan angiotensin, rennin dan
8. 20
aldosteron, tetapi dijumpai edema, hipertensi dan proteinuria. Berdasarkan teori
iskemia implantasi plasenta, bahan trofoblas akan diserap ke dalam sirkulasi, yang
dapat meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II, rennin, dan aldosteron,
spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannya garam dan air. Teori iskemia daerah
implantasi plasenta, didukung kenyataan sebagai berikut (Manuaba, 2010, halaman
268):
a) Pre-eklamsi dan eklamsi lebih banyak terjadi pada primigravida, hamil
ganda, dan mola hidatidosa.
b) Kejadiannya makin meningkat dengan makin tuanya umur kehamilan.
c. Faktor Resiko Preeklamsi
Beberapa teori yang menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab
terjadinya pre-eklamsia faktor resiko pre-eklamsi pada ibu hamil yang dapat memicu
preeklampsia adalah paritas, hiperplasetosis misalnya mola hidatidosa, kehamilan
multipel, diabetes melitus, hidrops fetalis dan bayi besar, umur yang ekstrim, riwayat
keluarga pernah pre-eklampsia atau eklampsia, penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi
yang ada sebelum hamil. Ada beberapa kondisi yang meningkatkan risiko preeklamsia,
antara lain (Gafur, dkk, 2012, dalam Anggraini, 2014 halaman 44):
1) Umur
Umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau
makhluk baik yang hidup maupun yang mati, misal, umur manusia dikatakan lima
belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Antho, 2012,
halaman 182). Umur adalah salah satu faktor risiko terjadinya preeklamsia. umur yang
rentan terkena preeklamsia adalah umur < 18 atau > 35 tahun. Seperti yang telah
dijelaskan pada umur < 18 tahun, keadaan alat reproduksi belum siap untuk menerima
kehamilan. Hal ini akan meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk
9. 21
preeklamsia dan eklamsia. Sedangkan pada umur 35 tahun rentan terjadinya berbagai
penyakit dalam bentuk hipertensi dan eklamsia (Cunninggham, 2009, halaman 143).
Hal ini disebabkan karena tenjadinya perubahan pada jaringan alat-alat kandungan
dan jalan lahir tidak lentur lagi. Selain itu, hal ini juga diakibatkan karena tekanan
darah yang meningkat seiring dengan pertambahan umur. Sehingga pada umur 35
tahun atau lebih dapat cenderung meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia.
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada umur di bawah 20 tahun
ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada umur 20-29
tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudahumur 30-35 tahun (Soelaeman,
2009, dalam Sfofyan, 2015, halaman 31).
2) Riwayat Pre-eklamsi.
Penyakit hipertensi pada kehamilan berperan besar dalam morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar
7% sampai 10% seluruh kehamilan. Seluruh ibu yang mengalami hipertensi selama
masa hamil, setengah sampai dua pertiganya didiagnosa mengalami
preeklampsia.Preeklamsia biasanya menyerang ibu yang baru pertama kali mendapat
kehamilan. Mereka yang memiliki riwayat preeklamsia (saudara/ibu) maka
mendapatkan resiko yang sama untuk terkena preeklamsia pada kehamilannya. Ibu
hamil dengan bayi kembar, ibu hamil usia remaja dan ibu hamil dengan usia lanjut
(diatas 40 tahun) juga berpotensi untuk terkena preeklamsia pada masa kehamilan.
Selain itu ibu yang sebelumnya telah memiliki penyakit darah tinggi atau penyakit
ginjal juga memiliki potensi terkena preeklamsia pada masa kehamilan. Beberapa
kondisi yang memiliki kemungkinan mengalami preeklamsi yaitu kehamilan pertama,
kehamilan bayi kembar, diabetes, hipertensi, ada masalah dengan ginjal, dan juga
10. 22
perempuan yang hamil pertama pada usia 20 tahun di atas 35 tahun (Shety, 2011,
dalam Kurniasari, 2015, halaman 148).
3) Obesitas
Gemuk didefinisikan sebagai kelebihan berat badan terhadap tinggi badannya
yang dinyatakan dalam indeks massa tubuh (IMT) lebih besar dari 25. Rumus IMT
adalah berat badan dalam kg dibagi dengan tinggi badan kuadrat dalam meter (IMT=
BB (kg)). Badan gemuk lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki.
Kegemukan ini berpengaruh kurang baik terhadap citra diri dan perkembangan fisik
serta sosial, sehingga dapat berakibat isolusi atau depresi, yang akhirnya memacu
makan lebih banyak lagi (Purnama, 2015, dalam Fahira, 2017, halaman 72). Obesitas
selalu berdampak buruk pada setiap orang yang mengalaminya. Begitu pun pada ibu
hamil yang mengalami obesitas baik sebelum, maupun saat kehamilan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan American College of Obstetrics and Gynecology, obesitas
selama kehamilan dapat membahayakan untuk sang ibu dan bayi (Dewi, 2014,
halaman 72).
Para ahli menyebutkan, obesitas selama kehamilan juga dapat menyebabkan
efek negatif pada sang bayi saat ia dewasa nanti. Banyak dari anak-anak ini nantinya
akanmengalami obesitas, baik selama masa kecilnya ataupun saat ia dewasa. Oleh
karena itu disarankan para ibu hamil untuk menjaga berat badan mereka selama
kehamilan .Normalnya, kenaikan berat badan ibu hamil antara 12,5 kilogram sampai
17,5 kilogram dan bagi ibu yang mengalami berat badan berlebih disarankan untuk
menurunkan berat badan, namun diiringi pemantauan dokter. Untuk menurunkan berat
badan selama kehamilan ini ibu tidak diharuskan untuk melakukan diet keras, namun
diet aman dengan pemantauan dokter kandungan ibu dan olahraga ringan yang aman
untuk ibu hamil. Kegemukan ternyata juga menjadi ancaman yang cukup serius bagi
11. 23
ibu hamil karena kemungkinan akan mengalami masalah ketika persalinan dan pasca
persalinan kebanyakan ibu hamil mengalami obesitas karena kelebihan makan.
Banyak orang yang percaya bahwa ibu hamil makan untuk dua orang menjadikan para
ibu hamil makan untuk dua orang menjadikan para ibu hamil makan dengan porsi
berlebihan. Mitos tersebut keliru, sebenarnya kebutuhan makan ibu hamil hanya naik
rata-rata 10-15% (Mochtar, 2012, halaman 143).
4. Paritas
Paritas adalah jumlah kelahiran yang pernah dialami ibu dengan mencapai
viabilitas. Ditinjau dari tingkatannya paritas dikelompokkan menjadi tiga antara lain:
a) Paritas rendah atau primipara
Paritas rendah meliputi nullipara (jumlah anak 0) dan primipara (jumlah anak
2).
b) Paritas sedang atau multipara
Paritas sedang atau multipara digolongkan pada hamil dan bersalin dua sampai
empat kali. Pada paritas sedang ini, sudah masuk kategori rawan terutama pada
kasus-kasus obstetrik yang jelek, serta interval kehamilan yang terlalu dekat kurang
dari 2 tahun.
c) Paritas tinggi
Kehamilan dan persalinan pada paritas tinggi atau grande multipara, adalah ibu
hamil dan melahirkan di atas 5 kali. Paritas tinggi merupakan paritas rawan oleh
karena paritas tinggi banyak kejadian-kejadian obstetri patologi yang bersumber
pada paritas tinggi, antara lain :plasenta praevia, perdarahan postpartum, dan lebih
memungkinkan lagi terjadinya atonia uteri. Pada paritas tinggi bisa terjadi Pre
eklamsi ringan oleh karena paritas tinggi banyak terjadi pada ibu Umur lebih 35
12. 24
tahun. Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan dan di bagi menjadi
beberapa istilah :
1)) Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan sebanyak satu kali.
2)) Multipara yaitu wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali,
di mana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.
3)) Grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari
lima kali (Manuaba, 2010, halaman 132 )
5. Usia kehamilan
Usia kehamilan adalah lamanya kehamilan ibu. Kehamilan dibagi atas 3
triwulan (trimester): kehamilan triwulan I antara 0-12 minggu, kehamilan triwulan II
antara 12-28 minggu dan kehamilan triwulan III antara 28-40 mingg (Manuaba,
2010, halaman 90). Kehamilan berlangsung selama 40 minggu, dengan perhitungan
bahwa satu bulan berumur 28 hari. Kehamilan dianggap lewat bulan bila lebih dari
42 minggu. Pada kehamilan berumur 20 minggu berisiko terjadi komplikasi
kehamilan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada plasenta. Komplikasi
tersebut antara lain : hamil dengan diabetes melitus, hamil dengan hipertensi, hamil
yang lewat waktu dan komplikasi hamil, pre eklampsi dan eklamsi.
Pre eklamsi kerap terjadi saat hamil, akibat tekanan darah yang tinggi dan
kelebihan kadar protein dalam urin, setelah kehamilan berusia 20 minggu. Meski
hanya peningkatan tekanan darah, tapi dapat berakibat fatal yang memungkinkan
terjadinya komplikasi pada ibu dan bayi yang dikanduung. Preeklamsi akan hilang
saat melahirkan, sehingga bila pre eklamsi terjadi di minggu-minggu akhir
kehamilan, dokter akan mengambil tindakan untuk segera mengeluarkan bayi. Tapi
bila pre eklamsi terjadi di awal kehamilan, maka dokter akan berusaha
memperpanjang kehamilan sampai bayi dianggap telah cukup untuk lahir.Pre-
13. 25
eklamsi biasanya menjangkiti wanita hamil ketika usia kandungannya memasuki 20
minggu. Meski pada wanita hamil yang sehat dan tak menderita sakit tekanan darah
tinggi sekalipun.
6. Kehamilan Kembar
Ibu yang mengalami kehamilan kembar beresiko mengalami pre-eklamsia.
Menurut teori winkjosastro (2008, dalam Nursal, 2015, halaman 45), pre-eklamsia
lebih besar kemungkinan terjadi pada kehamilan kembar. Selain itu juga, hipertensi
diperberat karena kehamilan banyak terjadi pada kehamilan kembar. Dilihat dari segi
teori hiperplasentasis, kehamilan kembar mempunyai resiko untuk berkembangnya
pre-eklamsia. Kejadian pre-eklamsia pada kehamilan kembar meningkat menjadi 4-5
kali dibandingkan kehamilan tunggal.
7. Riwayat Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan keskitan yang
tinggi. Hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah
yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat
sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Secara umum, hipertensi
merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan darah yang tinggi didalam
arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan kardiovaskuler. Riwayat hipertensi merupakan faktor resiko
kejadian pre-eklamsia (Nyirenda, 2013, dalam Fahira, 2017, halaman 73).
8. Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus pada kehamilan adalah penyakit kelainan
metabolisme dimana tuguh penderita tidak bisa secara otomatis mengendalikan
tingkat gula (glukosa) dalam darahnya. Penderita Diabetes mellitus tidak bisa
memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup sehingga terjadi kelebihan gula
14. 26
dalam tubuh (Rukiyah, 2010, halama 8). Penyakit diabetes mellitus terjadi karena
adanya peningkatan substansial risiko pada ibu dan janin. Risiko pada ibu mencakup
kerusakan retina, ginjal, dan jantung, infeksi saluran kemih, ketoasidosis diabetes,
dan seksio sesarea. Hipertensi sering dijumpai dan wanita diabetik dengan penyakit
ginjal sehingga beresiko tinggi mengalami preeklampsia. Diabetes militus
gestasional merupakan gangguan metabolisme pada kehamilan yang ringan, tetapi
hiperglikemia ringan dapat memberikan penyulit pada ibu berupa preeklampsia,
polihidramnion, infeksi saluran kemih, persalinan seksio sesarea dan trauma
persalinan akibat bayi besar (Saifudin, 2009, halaman 8).
d. Patofisiologi
Pada pre-eklamsia terdapat penurunan aliran darah. perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus.
Keadaaan skemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropobastik yaitu akibat
hiperoksidasi lemak dan pelepaan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan
terjadinya endotheliosis menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang
dilepaskan mengakibatkan pelepasan tromboksan dan aktivasi agregasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasopasmes
sedangkan aktivitasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi
intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif koagulapati.
Komsutif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah
menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostatis. Renin uterus yang dikeluarkan
akan mengalir bersama daarah sampai organ hati dan bersama-sama angiotensinogen
menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi angiotensi II. Angiotensi II bersama
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme. Vasospasme menyebabkan
lumen antriol menyempit. Lumen antriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya
15. 27
dapat dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar
oksigen mencukupi kebutuhan tubuh hingga menyebabkan terjadinya hipertensi.
Selain menyebabkan vasospasm, angiotensin II akan merangsang galandula suprarenal
untuk mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulapati
intravaskuler akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ
(Sukarni, 2014, dalam Novianti ,2016, halaman 32).
e. Klasifikasi
Pre-eklamsia digolongkan kedalam pre-elamsia ringan dan pre-eklamsia berat
dengan gejala dan tanda sebagai berikut (Sudarti, 2014, halaman 35-36):
1) Pre-eklamsia ringan
a) Tekanan Darah
Kenaikan darah sistole ≥ 30 mmHg dan diastole > 15mmHg (dari tekanan darah
sebelum hamil). Pada kehamian 20 minggu atau ebih dari atau sistole ≥ 140
mmHg (<160 mmHg) diastole ≥90 mmHg (≤110 mmHg) dengan interval
pemeriksaan dengan 6 jam.
b) kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.
c) Protein urin 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin
kateter .
d) Edema dependen, bengkak dimata, wajah,jari,bunyi pulmoner tidak terdengar.
e) Pengeluaran urine sama dengan masukan ≥ 30ml/jam.
f) Nyeri kepala sementara, tidak ada gangguan penglihatan, tidak ada nyeri ulu
hati.
2) Pre-eklamsia Berat
Pre-eklamsi berat dintandai dengan tanda dan gejala yaitu:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg.
16. 28
b) Oliguri, urin kurang dari 400cc/24 jam.
c) Proteinuria lebih dari 3 gr/liter
d) Keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium,gangguan penglihatan,nyeri
kepala,edema paru dan sianosis, gangguan kesadaran.
e) Pemeriksaan kadar enzim hati meningkat disertai ikterus, perdarahan pada
retina, trombosit kurang dari 100.000/mm.
f. Diagnosis
Kejdian pre-eklamsia sulit dicegah, tetapi diagnosis dini sangat menentukan
prognosis janin. Pengawasan hamil sangat penting karena pre-eklamsia berat dan
eklamsia merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi, terutama negara
berkembang. Diagnosisi ditetapkan dengan dua dari trias pre-eklamsia yaitu kenaikan
berat badan, kenaikan tekanan darah dan terdapat proteinuria (Manuaba, 2013,
halaman 264).
g. Manifestasi Klinik
Biasanya tanda-tanda pre-eklamsia timbul dalam urutan, pertambahan berat badan
yang berlebihan, diikuti edema,hipertensi,dan akhirnya proteiunuria. Pada pre-
eklamsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subjektif. Pada pre-eklamsia berat
didapatkan sakit kepala didaerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri didaerah
epigastrium, mual dan muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre-eklamsia
yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul (Sudarti, 2014,
halaman 39).
h. Komplikasi
Pre-eklamsi dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada organ tubuh.
Terjadinya vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular akan menyebabkan
gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ. Menurut Mochtar (2012 ,halaman
17. 29
34 ) pada penderita pre-eklamsia adanya perubahan pada organ-organ penting dalam
tubuh, seperti :
1) Otak
Pada otak akan dapat menyebabkan terjadinya edema sereberi dan selanjutnya
terjadi peningkatan tekanan intrakarnial. Tekanan intrakarnial yang meningkat
menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral,nyeri, dan terjadinya kejang.
Resistensi pembuluh darah meninggi terjadi pula pada pembuluh darah otak.
Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan pada serebral dan
gangguan visus, bahkan dalam keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2) Plasenta dan Rahim
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen
terjadi gawat janin. Pada pre-eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan
kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.
3) Ginjal
Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorsi natrium
dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya edema
sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan.
Selain itu, vasospasme arteriol pada ginjal akan menyebabkan penurunan
Glomerular Filtration Rate (GFR) dan permeabilitas terhadap protein akan protein
akan meningkat. Penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) tidak diimbangi
dengan peningkatan reabsorsi oleh tubulus sehingga menyebabkan diuresis
sehingga menyebabkan terjadinya oliguri dan anuri. Permeabilitas terhadap protein
yang meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi
glomerulus dan menyebabkan proteinuria. Filtrasi glomerulus berkurang oleh
18. 30
karena aliran ke ginjal menurun. Hal ini menyebabkan filtrasi natrium melalui
glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi
glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut
dapat terjadi oliguria.
4) Mata
Pada mata, akan terjadi spasmu arteriola selanjutnya menyebabkan oedema
diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia.
Edema pada retina dan spasme pembuluh darah dapat terjadi pada pre-eklamsia
berat. Gejala lain yang dapat menunjukkkan pre-eklamsia berat yang mengarah
pada pre-eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di
korteks serebri atau didalam retina.
5) Keseimbangan Air dan Elektrolit
Perubahan metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum umumnya
tidak dijumpai pada pre-eklmasia ringan. Gula darah, kadar natrium bikarbonat dan
pH darah berada pada batas normal. Pada pre-eklamsia berat kadar gula darah naik,
asam laktat dan asam organik naik, sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan
ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat
organik di oksidasi, dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik
sehingga terbentuk natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat
pulih normal.
Selain ada gangguan pada organ, pre-eklamsi pada kehamilan dapat juga
berdampak pada ibu dan janin. Komplikasi dari pre-eklamsia terhadap ibu antara
lain: dapat terjadinya pre-eklamsia berat sampai eklamsi. Sedangkan komplikasi
yang dapat terjadi akibar pre-eklamsi terhadap janin selama kehamilan yaitu dapat
19. 31
terjadi prematuritas, Intrauterina Growth Restriction (IUGR), gawat janin, dan
Intrauterina Fetal Deadth (IUFD). Selain itu juga terdapat beberap komplikasi pre-
eklamsia termasuk abrusio plasenta, keterbatasan pertumbuhan intra uterin, sindrom
HELLP (Haemolysis, Elevated Liver Enzymes, Low Platelet Count), koagulasi
intravaskuler diseminata, kelahiran prematur, dan bahkan dapat menyebabkan
kematian (Robson dan Jason, 2013, dalam Noverina, 2015, halaman 57 ).
4. Ibu Hamil
a. Definisi
kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak
konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. kehamilan adalah masa ketika
seorang wanita membawa embrio atau fetus di dalam tubuhnya. Awal kehamilan
terjadi pada saat sel telur perempuan lepas dan masuk ke dalam saluran sel telur
(Maryunani, 2010, halaman 294).
b. Periode Antepartum
Periode antepartum dibagi menjadi tiga trimester (Walyani, 2015, halaman 54 -
44) yaitu:
1) Trimester I berlangsung pada 0 minggu hingga ke-12.
2) Trimester II minggu ke-13 sampai dengan minggu ke-17.
3) Trimester III minggu ke-28 sampai dengan minggu ke-40.
c. Fisiologi Khamilan
Terdapat beberapa peristiwa prinsip pada terjadinya kehamilan dan peristiwa-
peristiwa tersebut merupakan mata rantai yang berkasinambungan dari adanya proses
kehamilan (fisiologi kehamilan) (Mayurnani, 2010, halaman 294-295), yaitu:
1) Pembuahan (fertilisasi) yaitu, bertemunya sel telur (ovun) wanita dengan sel benih
(sperma) laki-laki.
20. 32
2) Pembelahan sel (zigot), yang merupakan hasil dari pembuahan tersebut.
3) Nidasi/implantasi zigot tersebut ke dinding saluran reproduksi (pada keadaan
normal, implantasi terjadi pada lapisan endometrium dinding kavum uteri).
4) Pertumbuhan dan perkembangan zigot, embrio, janin sampai menjadi bakal
individu baru.
5) Kehamilan juga dipengaruhi oleh berbargai hormon, antaralain: estrogen,
progesteron, human chorionic gonadotropin.
d. Tanda-Tanda Kehamilan
Untuk menegakan diagnosa kehamilan ditetapkan dengan melakukan
penilaian terhadap berapa tanda dan gejala kehamilan (Medfort, 2013, halaman 69)
tanda-tanda kehamilan , yaitu:
1) Tanda tidak pasti hamil
Tanda tidak pasti hamil terdiri dari:
a) Amenorea (berhentinya menstruasi)
b) Mual (nausea) dan muntah (emesis)
c) Ngidam (menginginkan makanan tertentu)
d) Syncope (pingsan)
e) Payudara tegang
f) Sering miksi
g) Konstipasi atau obstipasi
h) Tanda kemungkinan hamil
2) Tanda kemungkinan hamil antara lain:
a) Pembesaran perut
b) Tanda Hegar: adalah pelunakan dan dapat ditekannya isthmus uteri.
c) Tanda Goodel : adalah pelunakan serviks.
21. 33
d) Tanda Chadwicks: adalah perubahan menjadi keunguan pada vulva dan
mukosa vagina termasuk juga porsio dan serviks.
e) Tanda Piscaseck : merupakan pembesaran uterus yang simetris.
f) Kontraksi Braxton Hicks: merupakan peregangan sel-sel otot uterus.
g) Teraba ballotement
h) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif.
3) Tanda pasti hamil
Tanda pasti hamil meliputi:
a) Gerakan janin dalam rahim
b) Denyut jantung janin
c) Teraba bagian-bagian janin dan pada pemriksaan USG terlihat bagian janin.
d) Kerangka janin dapat dilihat dengan foto rontgen.
e) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehamilan
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan (Maryunani, 2010, halaman 315) yaitu:
1) Faktor fisik
a) Status kesehatan
Ada dua klasifikasi dasar yang berkaitan dengan status kesehatan atau
penyakit yang dialami oleh ibu:
1)) Penyakit atau komplikasi akibat langsung kehamilan, yaitu hyperemesis
gravidarum, preeklamsi/eklamsia, kelainan lamanya kehamilan, kehamilan
ektopik, kelainan plasenta atau selaput janin, perdarahan antepartum, gemelli.
2)) Penyakit atau kelainan yang tidak berhubungan langsung dengan kehamilan,
yaitu penyakit atau kelainan alat kandungan, penyakit kardiovaskuler,
penyakit darah, penyakit saluran nafas, penyakit traktus digestivus, penyakit
22. 34
ginjal, penyakit saraf, dan IMS. Beberapa pengaruh penyakit terhadap
kehamilan adalah terjadi abortus, IUFD, anemia berat, infeksi transplasenta,
dismaturitas, asfiksia, syok dan perdarahan.
b. Status gizi
Status gizi merupakan hal yang penting diperhatikan masa kehamilan,
karena faktor gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan ibu selama
hamil serta guna pertumbuhan dan perkembangan janin.
c. Gaya hidup
Dari gaya hidup bisa merugikan wanita hamil karena gaya hidup ini
mengganggu kesejahteraan janin. Gaya hidup yang mempengaruhi kehamilan
adalah: minuman alkohol, merokok, penggunaan obat-obatan selama hamil,
kebiasaan minum jamu, dan kehamilan diluar nikah.
2) Faktor psikologis
Status emosional dan psikologis ibu turut menentukan keadaan yang timbul
sebagai akibat atau diperburuk oleh kehamilan, sehingga dapat terjadi pergeseran
dimana kehamilan sebagai proses fisiologis menjadi kehamilan patologis. Peristiwa
kehamilan adalah peristiwa fisiologis, namun proses alami tersebut dapat
mengalami penyimpangan samapai berunah menjadi patologi.
B. Hubungan Umur dengan Kejadian Pre-eklamsi pada Ibu Hamil
Umur merupakan bagian dari status reproduksi yang penting. Umur berkaitan dengan
peningkatan atau penurunan fungsi tubuh sehingga mempengaruhi status kesehatan. Pre-
eklamsia lebih sering didapatkan pada masa awal dan akhir usia reproduktif yaitu usia
remaja atau diatas 35 tahun. Ibu hamil < 20 tahun mudah mengalami kenaikan tekanan
darah dan lebih cepat menimbulkan kejang. Sedangkan umur lebih 35 tahun seiring
bertambahnya umur rentan untuk terjadinya peningkatan tekanan darah (Djanah, 2009,
23. 35
dalam Nursal, 2015, halaman 41). Selain itu juga, usia dibawah 20 tahun dan diatas 35
tahun disebut juga sebagai usia resiko terjadinya komplikasi selama kehamilan. Pada usia
> 20 tahun, ukuran uterus belum mencapai ukuran yang normal untuk kehamilan,
sehingga kemungkinan terjadinya gangguan dalam kehamilan seperti pre-eklamsi
menjadi lebih besar. Pada usia > 35 tahun terjadi proses degeneratif yang mengakibatkan
perubahan struktural dan fungsional yang terjadi pada pembuluh darah perifer yang
bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah, sehingga lebih rentan mengalami
pre-eklamsia (Cunningham, 2010, dalam Novianti, 2016, halaman 29)
Umur seorang wanita untuk hamil yang terbaik adalah pada saat umur 20-35 tahun.
Kehamilan diatas 35 tahun dikatakan resiko tinggi, hal ini dikarenakan pada usia diatas
30-an, biasanya penyakit-penyakit degenerative seperti tekanan darah tinggi atau diabetes
mellitus pada wanita sudah lebih sering muncul yang merupakan penyebab munculnya
pre-eklamsi dalam kehamilan. Semakin bertambah usia, penyakit degenerative seperti
gangguan pada pembuluh darah biasanya lebih banyak muncul dibandingkan jika mereka
masih muda. Pada umur kurang dari 20 tahun rahim dan panggul belum tumbuh
mencapai ukuran dewasa. Akibatnya ibu hamil pada umur itu beresiko mengalami
penyulit pada kehamilannya dikarenakan belum matangnya alat reproduksi. Kedaan
tersebut diperpah jika ada tekanan (stress) psikologi saat kehamilan (Sukaesih, 2012,
dalam Kurniasari, 2015, halaman 142).
C. Hubungan Paritas dengan Kejadian Pre-eklamsi pada Ibu Hamil
Paritas pada ibu merupakan salah satu faktor terjadinya preeklampsia. Pada
primigravida atau ibu yang pertama kali hamil sering mengalami stress dalam
menghadapi persalinan. Stres emosi yang terjadi pada primigravida menyebabkan
peningkatan pelepasan Corticotropic-Releasing Hormon (CRH) oleh hipotalamus, yang
kemudian menyebabkan peningkatan kortisol adalah mempersiapkan tubuh untuk
24. 36
merespon terhadap semua stressor dengan meningkatkan respon simpatis, termasuk
respon yang ditujukkan untuk meningkatkan curah jantung dan mempertahankan tekanan
darah. Hipertensi pada kehamilan terjadi akibat kombinasi peningkatan curah jantung dan
retensi perifer total. Pada wanita dengan pre-eklamsia, tidak terjadi penurunan sensivitas
terhadap terhadap vasopeptida tersebut, sehingga peningkatan besar volume darah
langsung meningkatkan curah jantung dan tekanan darah (Purnama, 2015, dalam
Ariffudin, 2017, halaman 71).
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih
dari tiga) merupakan paritas beresiko terjadinya preeklampsia. Ibu dengan paritas tinggi
(lebih dari 4) sudah mengalami penurunan fungsi sistem reproduksi. Pada
primigravida/primipara terjadi gangguan imunologik (blocking antibodies) dimana
produksi antibodi penghambat berkurang. Hal ini dapat menghambat invasi arteri spiralis
ibu oleh trofoblas sampai batas tertentu hingga mengganggu fungsi placenta. Ketika
kehamilan berlanjut, hipoksia placenta menginduksi proliferasi sitotrofoblas dan
penebalan membran basalis trofoblas yang mungkin menggangu fungsi metabolik
placenta. Sekresi vasodilator prostasiklin oleh sel-sel endotial placenta berkurang dan
sekresi trombosan oleh trombosit bertambah, sehingga timbul vasokonstriksi generalisata
dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini terjadilah pengurangan perfusi
placenta sebanyak 50 persen, hipertensi ibu, penurunan volume plasma ibu (Rozikhan,
2009, dalam Kurniasari, 2015, halaman 145).
Jika vasospasmenya menetap, mungkin akan terjadi cedera sel epitel trofoblas,
dan fragmen-fragmen trofoblas dibawa ke paru-paru dan mengalami destruksi sehingga
melepaskan tromboplastin. Selanjutnya tromboplastin menyebabkan koagulasi
intravaskular dan deposisi fibrin di dalam glomeruli ginjal (endoteliosis glomerular) yang
menurunkan laju filtrasi glomerulus dan secara tidak langsung meningkatkan
25. 37
vasokonstriksi. Pada kasus berat dan lanjut, deposit fibrin ini terdapat di dalam pembuluh
darah sistem saraf pusat, sehingga menyebabkan konvulsi. Semua wanita memiliki risiko
preeklampsia selama hamil, bersalin, dan nifas. Preeklampsia tidak hanya terjadi pada
primigravida/primipara, pada grandemultipara juga memiliki risiko untuk mengalami
eklampsia. Misalnya pada ibu hamil dan bersalin lebih dari tiga kali. Peregangan rahim
yang berlebihan menyebabkan iskemia berlebihan yang dapat menyebabkan
preeklampsia (Suwanti, dkk, 2012, dalam Prawati, 2015, halaman 5-6 ).
D. Tinjauan Islam
kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak
konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Pada masa kehamilan terjadi
perubahan pada fisik ibu. Semakin tua usia kehamilan ibu terutama pada usia kehamilan
timester II dan trimester III , ibu hamil lebih sering mengalami kelelahan karena janin
yang dikandungnya terus tumbuh dan berkembang sehingga ibu hamil sering mengeluh
sering kelelalahan dan bahkan kondisi fisik ibu sampai kondisi lemah(Maryunani,
2010,316).Hal ini juga di jelaskan dalam Al-Qur’an sebagaimana firman Allah SWT
dalan surah Luqman ayat 14 :
Artinya:
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun[1180]. bersyukurlah kepadaku dan kepada
dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Luqman: 14).
Dalam kehamilan sering terjadi komplikasi atau penyakit yang menyertai ibu
hamil dalam kehamilan salah satunya pre-eklamsi. Pre-eklamsi sering terjadi dalam
kehamilan tetapi jika ditangani dan diobati dengan segera maka pre-eklamsi dapat
26. 38
dicegah dan disembuhkan sebelum berlanjut menjadi eklamsi.Dalam islam sudah
ditegaskan oleh Allah SWT setiap penyakit pasti ada obatnya. Maka sikap seorang
muslim dalam menghadapi berbagai jenis cobaan seperti penyakit, harus senantiasa
berusaha, sabar, ikhlas, mengharapkan pahala dari Allah SWT sebagaimana dijelaskan
dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
Artinya:
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
yang zalim selain kerugian” (QS. Al Isra’: 82).
Isi kandungan QS. Al Isra’: 82:
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa sesungguhnya al-Quran itu
merupakan obat (penawar) dan rahmat bagi kaum yang beriman. Bila seseorang
mengalami keraguan, penyimpangan dan kegundahan yang terdapat dalam hati, maka al-
Quran-lah yang menjadi obat (penawar) semua itu. Di samping itu Al-Quran merupakan
rahmat yang membuahkan kebaikan dan mendorong untuk melakukannya. Kegunanaan
itu tidak akan didapatkan kecuali bagi orang yang mengimani (membenarkan) serta
mengikutinya. Bagi orang yang seperti ini (beriman), Al-Quran akan berfungsi menjadi
obat (penawar) dan sekaligus rahmat baginya.
Adapun bagi orang kafir yang telah dengan sengaja mendzalimi diri sendiri dengan
sikap kufurnya, maka tatkala mereka mendengarkan dan membaca ayat-ayat Al-Quran,
tidaklah bacaan ayat-ayat Al-Quran itu tidak akan berguna bagi mereka, melainkan
mereka bahkan akan semakin jauh dan semakin bersikap kufur, karena hati mereka telah
tertutup oleh dosa-dosa yang mereka perbuat. dan yang menjadi sebab bagi orang kafir
menjadi semakin jauh dari kesembuhan dari penyakit dan rahmat Allah itu bukanlah
27. 39
karena (kesalahan) bacaan ayat-ayat (Al-Quran)-nya,tetapi karena (disebabkan oleh)
sikap mereka yang salah terhadap al-Quran. Syaikhul Islam Ibnul Qayyim rahimahullahu
dalam kitabnya ZadulMa'ad:
"Al-Qur`an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan
jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang diberi
keahlian dan taufiq untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten
berobat dengannya dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan
keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurnakan
syaratnya, niscaya penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya.
Bagaimana mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki
langit dan bumi. Jika diturunkan kepada gunung, maka ia akan menghancurkannya. Atau
diturunkan kepada bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak satu pun jenis
penyakit, baik penyakit hati maupun jasmani, melainkan dalam Al-Qur`an ada cara yang
membimbing kepada obat dan sebab (kesembuhan) nya." (Zadul Ma'ad, 4/287
E. Kerangka Konsep Penelitian
Adapun kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Variabel Independent Variabel Dependent
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan :
= Variabel yang di teliti.
= Variabel yang tidak di teliti.
Faktor Umur
Faktor Paritas
Kejadian Pre-Eklamsi Pada
Ibu Hamil
Variabel pengganggu
Riwayat Pre-eklamsi
Obesitas
Usia Kehamilan
Kehamilan Kembar
Riwayat Hipertensi
Penyakit Diabetes Melitus
Pre-eklamsi
Ringan
Pre-eklamsi
Berat
28. 40
Penjelasannya:
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel independent dan
variabel dependent. Variabel independent yang diteliti dalam penelitian ini adalah faktor
umur dan faktor paritas. Sedangkan variabel dependent yang diteliti dalam penelitian ini
adalah kejadian pre-eklamsi dalam kehamilan. Output dari variabel dependent adalah pre-
eklamsi ringan dan pre-eklamsi berat. Pre-eklamsi ringan dapat meimbulkan gangguan
pada organ tubuh ibu hamil seperti gangguan pada otak dapat terjadi edema serebri, pada
plasenta akan menyebabkan terjadinya solusio plasenta, dan pada mata akan menyebabkan
terjadinya spasmu arteriorola yang dapat berlanjut menjadi odema diskus optikus dan
retina.Dampak pre-eklamsi ringan ini jika tidak ditangani dengan cepat makan akan
menyebabkan bertambahnya angka kesakitan pada ibu hamil.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari pre-eklamsia berat yaitu dapat terjadinya
sindrom terjadi prematuritas, Intrauterina Growth Restriction (IUGR), gawat janin, dan
Intrauterina Fetal Deadth (IUFD). Selain itu juga terdapat beberap komplikasi pre-
eklamsia termasuk abrusio plasenta, keterbatasan pertumbuhan intra uterin, sindrom
HELLP (Haemolysis, Elevated Liver Enzymes, Low Platelet Count), koagulasi
intravaskuler diseminata, kelahiran prematur, dan dapat berlanjut menjadi eklamsi atau
kejang yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyenbabka kematian pada ibu.Jika
hal tersebut terjadi maka kan menyebabkan meningkatnya angka kematian ibu (Robson
dan Jason, 2013, dalam Noverina, 2015, halaman 57 ).
F. Hipotesis
Ada hubungan antara umur dan paritas dengan kejadian pre-eklamsi pada ibu hamil
di RSUD Penembahan Senopati Bantul Tahun 2016-2017.