Ilmu sosial budaya merupakan ilmu yang menjadi salah satu dasar untuk melakukan komunikasi. Setiap manusia memerlukan komunikasi untuk melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Dengan melakukan komunikasi, seseorang dapat memiliki cara pandang yang berbeda terhadap diri sendiri maupun orang lain. Tetapi, tidak jarang komunikasi tersebut dapat menimbulkan miskomunikasi sehingga mengakibatkan timbulnya konflik-konflik. Pada topik jurnal kali ini, kami mengangkat tema perbedaan penampilan yang bertujuan untuk mengetahui segala hambatan-hambatan yang menjadi faktor sebagai penentu rasa percaya diri para mahasiswa. Kami menggunakan model Lasswell sebagai penunjuk proses komunikasi yang terjadi antara komunikan dan komunikator. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif karena membutuhkan pengamatan yang mendalam terhadap narasumber.
PENAMPILAN DIRI SEBAGAI FAKTOR PENENTU RASA PERCAYA DIRI MAHASISWA
1. PENAMPILAN DIRI SEBAGAI FAKTOR PENENTU RASA
PERCAYA DIRI MAHASISWA
Diva Saskia Adisty, Shafa Anindya Sari, Novalia Agung W. Ardhoyo
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama)
Email: divasaskia0512@gmail.com
ABSTRAK
Ilmu sosial budaya merupakan ilmu yang menjadi salah satu dasar untuk melakukan
komunikasi. Setiap manusia memerlukan komunikasi untuk melakukan interaksi dengan
manusia lainnya. Dengan melakukan komunikasi, seseorang dapat memiliki cara pandang
yang berbeda terhadap diri sendiri maupun orang lain. Tetapi, tidak jarang komunikasi
tersebut dapat menimbulkan miskomunikasi sehingga mengakibatkan timbulnya konflik-
konflik. Pada topik jurnal kali ini, kami mengangkat tema perbedaan penampilan yang
bertujuan untuk mengetahui segala hambatan-hambatan yang menjadi faktor sebagai penentu
rasa percaya diri para mahasiswa. Kami menggunakan model Lasswell sebagai penunjuk
proses komunikasi yang terjadi antara komunikan dan komunikator. Metode penelitian yang
digunakan adalah kualitatif karena membutuhkan pengamatan yang mendalam terhadap
narasumber.
Kata kunci: penampilan, kepercayaan diri, identitas
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki arti bahwa manusia membutuhkan manusia
lain. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat menjalankan hidupnya
sendiri. Hal ini berlaku untuk semua manusia. Tidak mengenal sebuah kedudukan bahkan
2. sebuah kekayaan. Setiap manusia selalu membutuhkan manusia lainnya. Aristoteles (384-322
SM) seorang ahli filsafat Yunani kuno menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah
zoon politicon artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk, pada dasarnya selalu ingin
bergaul dalam masyarakat. Karena sifatnya ingin bergaul satu sama lain, maka manusia
disebut sebagai makhluk sosial.1
Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang
senantiasa hidup dengan manusia lain (masyarakatnya). Ia tidak dapat merealisasikan potensi
hanya dengan dirinya sendiri. Manusia akan membutuhkan manusia lain untuk hal tersebut,
termasuk dalam mencukupi kebutuhannya. Adanya hal tersebut mendorong sebuah proses
terjadinya interaksi sosial, yang dijembatani oleh sebuah komunikasi. Setiap manusia dalam
bermasyarakat pasti melakukan komunikasi, sosialisasi dan juga interaksi dengan masyarakat
lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial sudah terjadi sejak ia lahir. Seorang manusia yang
akan lahir pun membutuhkan manusia lain untuk memberikan pertolongan. Karna itulah
manusia harus berinterasi dengan manusia lain.
Salah satu contoh yang bisa dilakukan adalah saling menyapa antara satu dengan yang
lainnya. Saling tegur sapa merupakan satu interaksi antar manusia yang sangat sederhana dan
sangat mudah dilakukan. Ketika sesama manusia saling menyapa dengan ramah, maka
hubungan baik akan terjalin. Selain itu akan ada sikap untuk saling menghormati dan saling
menghargai antara satu dengan lainnya. Saling tegur sapa juga tidak hanya dilakukan oleh
orang-orang dekat atau saling mengenal saja. Meskipun tidak sering bertemu atau bahkan baru
saja bertemu, bertegur sapa sebaiknya tetap dilakukan.
Dalam berinteraksi itulah komunikasi dibutuhkan. Manusia harus berkomunikasi.
Karena komunikasi, seperti halnya kebutuhan akan relasi dengan manusia lainnya, merupakan
kebutuhan dasar yang hampir setiap orang merasakannya. Tidak ada satu manusia pun yang
tidak membutuhkan komunikasi. Ia merupakan penghubung maksud dari kehendak manusia
lain, sehingga tercipta relasi yang di maksud itu di dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Joseph A. Devito, komunikasi adalah sebuah tindakan oleh satu orang atau lebih yang
mengirimkan dan menerima pesan dengan situasi tertentu. Lalu menghasilkan dampak dan
kesempatan untuk menerima pesan. Tindakan komunikasi mencakup beberapa komponen
yaitu, situasi, pengirim, penerima, media, hambatan, penerimaan, pemahaman, respon, dan
efek.
Sebab itulah komunikasi merupakan keharusan untuk dipelajari oleh semua orang.
Dengan mempelajari komunikasi seseorang dapat memperbaiki cara pandang orang lain
3. terhadap diri sendiri dan tentu saja cara pandang diri sendiri. Mempelajari komunikasi juga
dapat meningkatkan pengetahuan serta meluaskan relasi dalam memenuhi kebutuhan dalam
kehidupan. Berkomunikasi juga dapat melatih seseorang untuk melatih kebebasan berpendapat
dan meningkatkan kemampuan berbahasa. Darisanalah keterampilan penting seseorang yang
mungkin selama ini terpendam akan terasah dan tentu saja ini merupakan aspek penting untuk
kebutuhan seseorang dalam menghadapi dunia yang semakin maju.
Tetapi, ternyata komunikasi tidaklah mudah. Karna apabila kita membayangkan
berkomunikasi hanya sekedar tukar-menukar informasi, tak mengejutkan kita akan
kebingungan melihat banyaknya salah paham dalam komunikasi antara dua orang. Tentu saja
konflik-konflik karena salah paham banyak yang bisa dihindari jika memang komunikasi hanya
sekedar tukar-menukar informasi. Namun, nyatanya dalam berkomunikasi sering terjadi
miskomunikasi yang mengakibatkan konflik-konflik. Isu ini merupakan salah satu di antara
banyak hambatan komunikasi, di mana pesan atau kata yang disampaikan secara keliru
diartikan oleh pendengar. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat menafsirkan makna
sebenarnya dari pembicara. Miskomunikasi sendiri sering terjadi dalam situasi di mana ada
kesalahan dalam mengungkapkan pikiran atau salah persepsi oleh salah satu lawan bicara.
Alasan terjadinya hal ini cukup beragam mulai dari prasangka, bias, perbedaan latar belakang,
dan ketidaksesuaian emosi.
Seperti konflik yang kami angkat dengan topik perbedaan penampilan. Topik ini kami
angkat berdasarkan apa yang sering kami lihat di lingkungan sekitar kami. Nyatanya di era
yang serba modern penampilan menjadi salah satu tolak ukur seseorang untuk meraih
kesuksesan atau keberhasilan dalam kehidupan. Penampilan yang dimaksud disini adalah
bagaimana cara seseorang untuk memberikan kesan baik untuk orang yang diajak berinteraksi
atau pun orang awam. Dengan berpenampilan yang baik seseorang akan lebih dihargai dalam
bermasyarakat. Namun, kebalikannya hal-hal negatif akan didapatkan oleh seseorang yang
berpenampilan aneh, berbeda maupun buruk. Semua itu akan berpengaruh pada kepercayaan
diri seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Membuat seseorang merasa terasingkan
di lingkungan yang harusnya memberikan kesan terbaik untuknya. Membuat seseorang
akhirnya menjauhkan dirinay dari dunia luar. Membatasi untuk berinteraksi, menutup diri dari
dunia luar, bahkan sampai mengakhiri dirinya sendiri karna tidak kuat akan cacian yang
didapatkannya.
4. Orang yang hidup dengan standar dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri yang
menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakannya, dan akan kemana dirinya melangkah
akan memiliki rasa harga diri yang tinggi dan rasa kepercayaan diri yang tinggi. Sebaliknya,
orang yang terlalu jauh dari standar dan harapan-harapannya akan memiliki rasa harga diri
yang rendah dan juga memiliki rasa kepercayaan diri yang rendah. Hingga mereka memilih
untuk menjauhkan diri mereka dari dunia luar. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
perbedaan dalam berpenampilan dapat mempengaruhi rasa kepercayaan diri seseorang.
Oleh karena itu, kami tertarik untuk meneliti perbedaan cara berpenampilan mahasiswa
Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) di lingkungan Kampus. Perbedaan yang terjadi
ketika mahasiswa mulai memasuki tahun ajaran baru. Perbedaan cara berpenampilan yang
terjadi dapat diakibatkan oleh perbedaan lingkungan hidup, perkembangan fashion, dan teman-
teman di sekitar. Dengan mengangkat topik ini kami meneliti perbedaan cara berpenampilan
mahasiswa dengan judul “PENAMPILAN DIRI SEBAGAI FAKTOR PENENTU RASA
PERCAYA DIRI MAHASISWA”. Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk
mengetahui hambatan-hambatan dalam interaksi dan komunikasi di antara mahasiswa yang
berbeda penampilan.
1
Ilmu Sosial & Budaya. Buku oleh Herimanto dan Winarno (2021)
METODOLOGI
Pada penelitian ini, paradigma yang digunakan adalah paradigma konstruktivisme.
Paradigma konstruktivisme adalah paradigma yang kebenaran realitas sosialnya dapat dilihat
sebagai hasil konstruksi sosial dan kebenaran realitas sosial bersifat relatif. Penelitian ini
mengangkat fenomena bagaimana penampilan diri mahasiswa dapat menjadi faktor dari
penentu kepercayaan diri mahasiswa. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan kualitatif, hal ini dikarenakan butuh pengamatan yang mendalam dalam
objek yang diteliti. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
adalah wawancara, observasi, dan studi kepustakaan.
ANALISIS PEMBAHASAN
5. Dalam penelitian ini, kami meneliti tentang penampilan diri sebagai fsktor penentu
rasa percaya diri mahasiswa. Dimana di jaman sekarang penampilan menjadi salah satu fsktor
penting bagi seseorang untuk beraktivitas setiap harinya. Manusia sebagai makhluk sosial
tentu saja berinteraksi dengan manusia lainnya setiap hari. Dalam proses berinteraksi itulah
komunikasi dibutuhkan. Manusia harus berkomunikasi. Karena komunikasi tidak hanya
sekedar bertukar pikiran, tapi komunikasi juga membangun relasi. Sebab itulah komunikasi
merupakan keharusan untuk dipelajari oleh semua orang.
Namun, komunikasi tidaklah mudah. Karna bisa saja menimbulkan kesalahpahaman
yang justru berakhir menjadi konflik. Lalu disinilah kami mengamati bahwa penampilan juga
menjadi salah satu faktor penting bagi mahasiswa dalam membangun kepercayaan diri di
lingkungan kampus. Perbedaan seseorang dalam berpenampilan ternyata sangat berpengaruh
besar dalam kepercayaan diri seorang mahasiswa. Penampilan yang kami bahas bukan hanya
sekedar busana yang dipakai, melainkan juga seperti aksesoris, gaya rambut, model pakaian,
dll.
Penampilan yang dimaksud disini adalah bagaimana cara seseorang untuk
memberikan kesan baik untuk orang yang diajak berinteraksi atau pun orang awam. Dengan
berpenampilan yang baik seseorang akan lebih dihargai dalam bermasyarakat. Namun,
kebalikannya hal-hal negatif akan didapatkan oleh seseorang yang berpenampilan aneh,
berbeda maupun buruk. Semua itu akan berpengaruh pada kepercayaan diri seseorang untuk
berinteraksi dengan orang lain. Membuat seseorang merasa terasingkan di lingkungan yang
harusnya memberikan kesan terbaik untuknya. Membuat seseorang akhirnya menjauhkan
dirinya dari dunia luar. Membatasi untuk berinteraksi, menutup diri dari dunia luar, bahkan
sampai mengakhiri dirinya sendiri karna tidak kuat akan cacian yang didapatkannya.
Orang yang hidup dengan standar dan harapan-harapan untuk dirinya sendiri yang
menyukai siapa dirinya, apa yang sedang dikerjakannya, dan akan kemana dirinya melangkah
akan memiliki rasa harga diri yang tinggi dan rasa kepercayaan diri yang tinggi. Sebaliknya,
orang yang terlalu jauh dari standar dan harapan-harapannya akan memiliki rasa harga diri
yang rendah dan juga memiliki rasa kepercayaan diri yang rendah. Hingga mereka memilih
untuk menjauhkan diri mereka dari dunia luar. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
perbedaan dalam berpenampilan dapat mempengaruhi rasa kepercayaan diri seseorang.
Dahulu busana merupakan kebutuhan, namun seiring berkembangnya zaman, busana
tidak lagi sekedar pemenuhan kebutuhan, akan tetapi juga menjadi sebuah sarana
6. mengekspresikan diri. Sekarang busana yang dulu merupakan sebuah kebutuhkan menjadi
salah satu hal penting dalam berpenampilan. Penampilan merupakan cara seseorang untuk
mengekspresikan identitasnya atau jati dirinya. Dengan melihat penampilannya, orang-orang
disekitarnya dapat menilai orang tersebut dari sisi yang paling luar. Karna penampilan adalah
hal pertama yang akan dilihat orang lain ketika bertemu. Sebab itulah pnampilan yang
menjadi salah satu hal yang pertama kali dinilai lawan bicara saat berinteraksi ternyata
mempunyai posisi yang sangat penting bagi kedua narasumber kami. Entah itu untuk
menjalani aktivitas ataupun untuk membangun hubungan sosial dengan orang-orang
disektikarnya.
Kedua narasumber kami wawancara langsung serta di observasi. Narasumber yang
kami dapatkan disini adalah dua orang mahasiswi di universitas yang berbeda. Berdasarkan
hasil wawancara kepada kedua narasumber, dalam beberapa pertanyaan yang kami ajukan
kedua narasumber memiliki kesamaan sekaligus perbedaan dalam menjawab pertanyaan.
Hingga kami menganalisis serta membahasnya disini menggunakan model komunikasi
Laswell sebagai acuan kami. Dari banyaknya jawaban yang mereka utarakan kata-kata seperti
kepercayaan diri, penampilan, serta identitas menjadi sorotan. Ketiga kata tersebut seakan
menjadi tolak ukur keduanya saat kami wawamcarai.
Narasumber pertama yang kami panggil dengan Narasumber A, memiliki penampilan
yang cukup berbeda serta unik dibandingkan mahasiswa di lingkungan kampusnya.
Narasumber A sering berpenampilan dengan gaya ke Jepang-an serta menggunakan lipstik
berwarna merah tua dan hitam yang terlihat sangat berbeda. Penampilannya yang mencolok
tersebut awalnya sering membuatnya tidak merasa percaya diri. Karna sering kali dirinya
mendapatkan tatapan yang menilai dirinya. Bahkan dia mengaku pernah ditatap sinis oleh
mahasiswa lain yang melihat gaya penampilannya. Tanpa dirinya sadari, kejadian tersebut
membekas diingatannya sehingga dia sempat mengubah penampilannya dengan penampilan
'normal' orang lainnya.
Tanpa sadar, dia merubah identitas dirinya sendiri karna takut dinilai oleh orang-
orang disekitarnya. Namun, dirinya akhirnya sadar bahwa tidak apa memiliki penampilan
yang berbeda asalkan itu tetap sopan, memenuhi etika berpenampilan, serta tidak merugikan
orang disekitarnya. Sekarang dirinya lebih percaya diri dalam berpenampilan. Walaupun
masih sering dirinya menangkap beberapa orang yang menilai gaya penampilannya yang
7. berbeda, itu tidak mengurangi rasa percaya dirinya. Karna penampilannya adalah identitasnya
dan dia tidak akan merubahnya.
Selanjutnya adalah narasumber kedua yang akan kami sebut dengan Narasumber B.
Narasumber B merupakan mahasiswi di sebuah universitas yang terkenal di kotanya. Dirinya
yang baru berpindah ke kotanya memiliki gaya berpenampilan yang lebih modis karna
asalnya dari Jakarta. Gaya berpenampilannya yang mengikuti tren tapi, tetap simple
mengundang orang-orang disekitarnya, khususnya para mahasiswa/mahasiswi yang
penasaran dengan gaya penampilannya. Disinilah letak perbedaan antara Narasumber A dan
Narasumber B. Narasumber B tidak pernah berada di posisi dimana penampilannya
membuatnya tidak percaya diri. Narasumber B selalu merasa percaya diri dimanapun dia
berada. Kalau pun ada orang yang mengkritik penampilannya, dia akan berusaha sedikit
merubah penampilannya. Setidaknya itu adalah sedikit dari banyak hal yang dirinya lakukan
agar dia nyaman dalam beraktivitas.
Menurutnya, penampilan adalah identitas dirinya. Jadi, dia tidak mau merubah banyak
hal dari penampilannya karna itu juga dapat merubah identitas atau jati dirinya. Menurutnya,
buruk atau tidaknya penampilannya tergantung dari pandangan orang itu sendiri. Apabila ada
orang lain beranggapan bahwa penampilannya buruk, belum tentu menurut temannya itu
buruk. Semua kembali lagi ke bagaimana seseoeang menilai orang-orang di sekitarnya. Kalau
penampilan itu menjadi faktor kepercayaan dirinya, dia akan menyetujuinya dan akan
berusaha agar penampilannya tetap dapat dinilai baik. Mengetahui situasi kondisi saat
berpenampilan, percaya diri dan Etika individu tersebut bisa menjadi langkah awal seseorang
untuk berpenampilan di setiap harinya.
KESIMPULAN
Dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa benar adanya bahwa penampilan sangatlah
penting. Terlebih penampilan dapat menjadi faktor kepercayaan diri seseorang. Pernyataan
ini sesuai dengan hasil dari wawancara kedua narasumber. Penampilan yang merupakan hal
pertama yanga kan dinilai saat berkomunikasi, mempunyai peran lain di dalam diri mereka.
Yaitu untuk menunjukkan identitas diri mereka. Dengan begitu, seseorang yang akan
berinteraksi dan berkomunikasi dengan mereka dapat menilai diri mereka. Tidak peduli
apakah penilaian nya itu baik atau buruk. Selama itu pula, penilaian itu tidak seharusnya
8. mempengaruhi diri mereka masing-masing. Karna apabila seseorang saja menilai dirinya
buruk, rasa kepercayaan diri itu akan terus menekannya hingga akhirnya seseorang menjadi
tidak percaya diri. Sebab itulah, seseorang harus mulai belajar bagaimana caranya mencintai
dirinya sendiri. Dengan begitu, rasa percaya diri mereka bukannya menurun, melainkan akan
terus meningkat disetiap waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
Inspiera. (2022). KEHARUSAN DILAKUKAN KOMUNIKASI EFEKTIF. Diambil dari
PelatihanSDM.co.id: https://pelatihansdm.co.id/keharusan-dilakukan-komunikasi-efektif/
Kompasiana. (2015). Berkomunikasi itu Tidak Mudah (1). Diambil dari Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/amp/ferinata/560682b393fdfda808e002ba/berkomunikasi-itu-
tidak-mudah-1
Kurniasih. (2021). Pengertian dan Contoh Manusia sebagai Makhluk Sosial. Diambil dari
GramediaBlog: https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-dan-contoh-manusia-sebagai-
makhluk-sosial/
Lestari. (2014). Fashion sebagai Komunikasi Identitas Sosial di Kalangan Mahasiswa. Jurnal
Pengembangan Humaniora Vol. 14 No. 3, 226-227. Diambil dari:
https://www.google.com/url?q=https://jurnal.polines.ac.id/index.php/ragam/article/view/514/
439&usg=AOvVaw3yWqIthRZnKHujcnOjIDFq&hl=in_ID