2. Judul Kitab
Kitab al-Muwattha’ Imam Malik adalah kitab yang di dalamnya
terdapat kumpulan hadits-hadits yang di susun oleh seorang tokoh
muslim berdarah Madinah selama 40 tahun lamanya yang mendapat
perhatian ulama di antara kitab-kitab pada masa abad ke dua. Dan
penyusunan kitab al-Muwattha’ di susun bab demi bab dengan tema
fiqih. Terjadi perbedaan pendapat mengenai penamaan kitab al-
Muwattha’ diantaranya :
• Imam Malik berprinsip pada jalan tengah antara dua hal, yaitu
menjauhkan diri dari kekerasan Umar, kemurahan Ibnu Abbas yang
membuat orang cenderung melakukan amalan-amalan yang mudah,
melainkan kembali kepada hal-hal yang secara manusiawi dapat
dilakukan oleh kebanyakna orang. Demikian ini yang diriwatkan oleh
al-Mansur maka disebut al-Muwattha’.
• Menurut Imam as-Suyuti, bahwa sebab penamaan kitab al-Muwattha’
adalah karena kitab al-Muwattha’ disetujui oleh ulama-ulama besar
ahli fiqih. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Malik, dia berkata, “
saya memperlihatkan kitabku ini pada 70 orang faqih dan para ahli
fiqih Madinah, dan mereka semua menyetujui kitabku itu, setiap
fuqoha itu mempermudahkanku atas kitab tersebut maka disebut al-
Muwattha’.
3. Nasab Imam Malik R.A
Nasab Imam Malik yaitu Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin
Amr bin Ghiman bin Khatsil bin Amr bin Kharis dan nisbat beliau yaitu al
Ashbahi di karenakan ada ucapan dari paman beliau yang bernama Abu
Suhail berkata “ kami adalah kaum Asbah dahulukala kakek kami berasal
dari Madinah kemudian menikah di Taimiyin, dari itu nasab kita juga
dinisbatkan pada daerah Taimiyin”. Malik meriwatkan hadits dari
ayahnya, Anas. Ayahnya bekerja sebagai tukang pembuat panah. Ibu
beliau bernama Ghaliyah binti Syarik bin Abdurrahman al Azdiyati. Ia
termasuk dari salah satu utama-utamanya dari beberapa wanita yang
shalihah, ia juga mengedepankan mencari ilmu dan mengarahkan Imam
Malik menuntut ilmu. Ketika memasuki usia belajar, Malik disuruh ibunya
pergi menuntut ilmu dan berkata : “ pergilah kemudian tulisah hadits
Nabi SAW. Adapun kakek Imam Malik adalah pembesar-pembesarnya
tabi’in diriwayatkan hadits dari Umar, Thalhah, Aisyah, Abi Hurairah dan
Abu Hasan Ibnu Tsabit . Datuk Imam Malik adalah salah satu dari empat
orang yang memandikan, mengantarkan mengubur khalifah Utsman di
malam hari. Adapun Abu Amir adalah kakek ke dua Imam Malik, Riwayat
hidup Abu Amir bahwa beliau termasuk pembesar-pembesarnya sahabat
yang pernah mengikuti semua peperanagan yang di ikuti Rasulullah SAW
kecuali perang badar.
4. Kelahiran Imam Malik R.A
Didalam sejarah Imam Malik pada ulama berbeda pendapat
adapun pendapat yang mashur bahwa Imam Malik lahir tahun 90 H.
Dan pendapat yang lain mengatakan bahwa Imam Malik dilahirkan
pada pada tahun 93 H ada yang mengatakan 94 H ada pula 95 H ada
pula 96 H atau 97 H. Dimasa ibu mengandung Imam Malik juga
terjadi perbedaan pendapat pendapat yang pertama Imam Malik
berada didalam kandungan sang ibu selama tiga tahun, pendapat
Ibnu Mundzir berkata “ bahwa pendapat inilah yang paling
diketahui”. Pendapat yang lain mengatakan bahwasanya ibu Imam
Malik mengandung Imam Malik selama dua tahun lamanya. Dan
beliau dilahirkan di kota Madinah Munawarah. Sedikit menambahi
mengenai pendapat tentang kelahiran Imam Malik bahwasanya
Imam Yahya bin Abi Bakir meriwayatkan bahwa pernah mendengar
Malik berkata “ Aku dilahirkan pada tahun 93 H ” dan inilah riwayat
yang paling benar menurut al Sam’ani dan Ibnu Farhun.
5. Krakteristik Imam Malik R.A
Imam Malik seorang yang berpostur tubuh tinggi, besar, energik, gagah,
semangatnya besar, botak dibagian depan kepala, lebar matanya dan tajam
pandanganya, kulitnya sangat putih kemerah-merahan, bewajah tampan,
hidung mancung, simpatik, berjenggot lebat dan panjang dan sisi sampai dada.
Singkatnya, dia bertampilan rapi dengan pakaian yang serba bagus dan
modern, ubanya dibiarkan putih tanpa disemir, kumisnya selalu dipotong rapi
tanpa di cukur habis dan tidak pula dibiarkan panjang. Totalitasnaya, dia
adalah seorang pria ideal.
• Mush’id al-Zubairi bekata : “Imam Malik seorang yang paling tampan
wajahnya, paling manis dan menarik kedua matanya, kulitnya paling bersih,
dan paling ideal tinggi badanya.”
• Isa bin Umar al-Madani berkata : “ aku tidak pernah melihat putih atau
kemerah-merahan yang lebih bagus dari pada wajahnya Imam Malik, dan
tidak pula aku pernah melihat pakaian yang lebih putih dari pada Imam
Malik.”
• Abdurrahman bin Mahdi, ia mengatakan : “ aku tidak pernah melihat orang
yang lebih wibawa, lebih sempurna akalnya dan lebih kokoh ketakwaanya dari
pada Imam Malik.”
6. Masa-Masa Mencari Ilmu Imam Malik R.A
• Imam Malik sejak kecil sudah terlihat kegemaranya dalam menuntut ilmu,
aktifitas sehari-harinya selalu mengarah pada kepentingan mengumpulkan ilmu
yang diguletinya. Dia datang kepada gurunya, Abu Bakar bin Abdullah bin
Yazid, yang populer dengan sebutan Ibnu Hurmuz, pada pagi hari dan baru
kembali pulang kerumahnya pada malam hari. Setiap hari dia menghabiskan
waktu selama tujuh atau delapan jam untuk belajar kepada gurunya itu.
• Imam Malik adalah seorang yang kuat hafalanya, sebagaimana yang
diucapkanya “ aku datang kepada Sa’id bin Muayyib, Urwah, Qasim, Abu
Salamah, Hamid, Salim ( dan masih banyak lagi guru-guru lainya yang
disebutkanya), dan aku mendengarkan hadits-hadits dari mereka satu persatu,
yang masing-masing mencapai 50-100 hadits, setelah itu aku keluar, dan
Alhamdulillah aku telah hafal semuanya, tanpa terjadi adanya kekeliruan antara
satu hadits dengan hadits yang lain dari semua guru-guru itu.”
• Imam Malik, di samping orang yang memiliki daya hafalan yang sangat kuat,
juga memiliki kecakapan akademik, cerdas daya pikirnya, tepat pandanganya,
analis, dan teliti dalam menggali hukum dari al-Qur’an dan hadits, interpretasi
fiqihnya indah, relefantif dalam mengkorelasikan dalil-dalil nash terhadap
tujuan-tujuan syara’ dengan tetap menjaga kemaslahatan umum dan
menghindari timbulnya fitnah dan kerusakan.
7. Imam Malik belajar ilmu hadits dari ayah dan paman-
pamanya. Imam Malik mempunyai dua sifat yaitu pertama ahli
hadits kedua fatwa dan menggali ilmu. Bukti bahwa Imam Malik
ahli hadits karena ada ulama’ besar dari gurunya yang meriwatkan
hadits darinya seperti:
• Robi’ah
• Yahya bin Sa’id
• Musa bin Uqbah
Guru-guru Imam Malik :
• Abu Muhammad Abdullah bin Wahab bin Muslim al-Quraisyi
• Abu Abdullah Abdurrahman bin al-Qasim al-‘Atqa
• Asyhab bin Abdul Aziz al-Qaisi
• Abu Muhammad Abdullah bin Abdul Hakim bin A’yan bin Laits
• Ashbag bin al-Firaj al-Amawi
• Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakim
• Muhammad bin Ibrahim bin Ziyad al-Iskandari
8. Murid-murid besar Imam Malik :
• Muhammad Idris as-Syafi’i
• Abdullah Ibnu Mubarok
• Muhammad bin Hasan as-Syaibani
Murid-murid Imam Malik:
• Abu Abdullah Ziyad bin Abdurrahman al-Qurthubi
• Isa bin Dinar al-Andalusi
• Yahya bin Yahya bin Katsir al-Laitsi
• Abdul Malik bin Habib bin Sulaiman as-Salami
• Abu Hasan Ali bin Ziyad at-Tunisi
• Asad bin al-Furat
• Abdu as-Salam bin Sa’id
9. Kehati-hatian Imam Malik Dalam Berfatwa
• Dari Malik mengatakan, “ Perisai seorang yang berilmu adalah ‘aku tidak
tahu’ dan jika seseorang melalaikanya maka dia binasa.”
• Dari al-Haitsam bin Jamil, dia mengatakan : “ aku mendengar Malik
ditanya tentang 48 persoalan, dan dia menjawab 32 di antaranya dengan
kata-kata ‘aku tidak tahu’.
• Dari Malik bahwa dia mendengar Abdullah bin Yazid bin Hurmuz
mengatakan : “ semestinya orang yang berilmu itu mewariskan kepada
anggota majelisnya kata-kata ‘ aku tidak tahu’ hingga itu menjadi pokok
rujukan mereka.
• Dari Abdurrahman bin Mahdi, dia mengatakan : “ seorang laki-laki
bertanya kepada Malik tentang suatu persoalan, maka dia menjawab, “
aku tidak bisa menjawabnya dengan baik.” Orang itu mengatakan, aku
pergi kepadamu dari negeri demikian dan demikian untuk bertanya
kepadamu tentang masalah tersebut.” Malik mengatakan kepadanya, “
jika engkau kembali ke tempatmu, maka sampaikan kepada mereka
bahwa aku telah mengatakan kepadamu, ‘aku tidak bisa menjawabnya
dengan baik.”
10. Kemulian Jiwa Imam Malik dan Penghormatanya Terhadap
Hadits
• Dari Ibnu Abi Uwais, dia mengatakan, apabila Malik hendak
menceritakan hadits, dia berwudhu, duduk didepan permadaninya,
menyisir jenggotnya, dan duduk dengan tenang dan penuh wibawa,
kemudian dia menceritakan hadits. Ketika dia ditanya mengenai hal itu,
dia menjawab: “ aku ingin menggunakan hadits Nabi SAW dan aku tidak
akan menceritakannya kecuali dalam keadaan suci lagi duduk dengan
mantap.” Dia tidak suka menceritakan hadits dijalan dalam keadaan
berdiri atau tergesa-gesa, seraya mengatakan, “Aku ingin agar hadits
yang aku ceritakan dari Rasulullah bisa dipahami.
• Dari Ma’n bin Isa, dia menyatakan, “ Malik bin Anas apabila hendak
duduk untuk menceritakan hadits, maka dia mandi, membakar gaharu
dan memakai wewangian. Apabila ada seseorang mengeraskan suaranya
dimajlisnya, maka dia membentaknya seraya mengatakan,
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
meninggikan suaramu melebihi suara nabi ( al-Hujurat :2)
Barang siapa mengeraskan suara saat hadits Rasulullah dibacakan, maka
11. Karya-Karya Imam Malik R.A
• Al- Muwattha’ merupakan hasil karya Imam Malik
yang paling monumental, dan disana masih ada
beberapa karya beliau yang tersebar, diantaranya :
• Risalah fi al-Qadar
• Risalah fi an-Nujum wa manazili al qamar
• Risalah fi al-Aqdliyyah
• Risalah Ila Abi Ghassan Muhammad bin Mutharrif
• Risalah Ila al-Laits bin Sa’d fi ijma’i ahli al-Madinah
• Juz’un fi at-Tafsir
• Kitabu as-Sir
12. System kitab al-Muwattha’
Imam Malik dalam karyanya al-Muwattha’ menjelaskan sistem
dalam semua hadits dan mengarangnya, melalaui karangan inilah
penggalian sistem penulisan hadits mengalami kemajuan yang
gemilang, sistem tersebut berpengaruh pada adanya karangan-
karangan hadits, pembukuan yang ada sebelum Imam Malik tidak
berdasarkan bab-bab terhadap beberapa bab ilmu secara keseluruhan,
sebagaimana yang dilakukan Muhammad bin Muslim bin Syihab az-
Zuhri 125 H dalam permulaan tadwin (pembukuan) tulisan atas
perintah Umar bin Abdul Aziz, dan beliau mengumpulkan hadits tidak
berdasarkan bab-bab ilmu, kemudian bangkitlah karya-karya pada
masa kepimpinan az-Zuhri maka Maliklah orang yang pertama kali
mengarang hadits dan mengurutkanya berdasarkan bab-bab.
Imam Malik dalam mengklasifiksi hadist-hadits yang terdapat
dalam al-Muwatha’ berdasarkan pada sistematika yang dipakai dalam
kitab Fiqih, yaitu dengan klasifikasi hadits sesuai dengan hukum Fiqih.
Kitab yang di tahqiq oleh Muhammad Fuad Abd
Metode Penulisan al-Muwattha’
Imam malik membukukan hadits dengan tidak menyaringnya dan
tidak hanya membukukan hadits saja, melainkan fatwa-fatwa sahabat,
bahkan fatwa-fatwa tabi’in, semua itu dibukukan. Maka dalam kitabnya
terdapat hadits-hadits marfu’, mauquf dan hadits maqthu’.
13. Isi Kitab al-Muwattha’
Persesihan pendapat dari kalangan para ulama tentang jumlah hadits yang
terdapat dalam kitab al-Muwattha’, antara lain :
• Ibnu Habbab yang dikutip oleh Abu Bakar al-A’rabi dalam syarah al-Tirmidzi
menyatakan ada 500 hadits yang disaring dari 100.000 hadits.
• Abu Bakar al-Abhari berpendapat ada 1726 hadits dengan perincian 600
musnad, 222 mursal, 613 mauquf dan 285 qaul tabi’in.
• Al-Harasi dalam “a’liqah fi al-Usul” mengatakan kitab Imam Malik memuat 700
hadits dari 9000 hadits yang telah disaring
• Abu al-Hasan bin Fahr dalam “Fada’il” mengatakan ada 10.000 hadits dalam
kitab al-Muwattha’.
Faktor utama yang melatar belakangi dari timbulnya perbedaan tersebut,
terjadi karena perbedaan sumber periwayatan di satu sisi dan perbedaan cara
penghitungan, karena ulama menghitung hadits –hadits tersebut hanya
berdasarkan pada hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi saja, bahkan ada
pula yang menghitung dengan menggabungkan fatwa sahabat, fatwa tabi’in
yang termaktub dalam kitab al-Muwattha’ tersebut.
14. Kitab ini mendapat perhatian dari para ahli.
Karena itu banyak yang membuat syarah
(penjelas)nya dan mukhtashar (ringkasan)nya.
Di antara syarahnya adalah:
• At-Tahmid karya al-Imam Ibnu Abdi al-Barr.
• Al-Qabas susunan Ibnu Araby al-Maliky.
• Tanwir al-Hawalik karya as-Sayuthy.
• Syarh az-Zarqany dan al-Musawwa karya ad-
Dahlawy.
Di antara mukhtasharnya adalah:
• Mukhtashar al-Khaththaby.
• Mukhtashar al-Baji.
15. Ujian Yang Dihadapi Imam Malik
Muhammad bin Jarir mengatakan, “ Malik di
cambuk dengan cemiti. Mengenai sebab hal itu
diperselisihkan. Al-Abbas bin Walid menceritakan
kepadaku, Ibnu Dzakwan menceritakan kepada kami,
dari Marwan at-Thabari bahwa Abu Ja’far melarang
Malik menuturkan Hadits,
طالق مستكره على ليس
Artinya : Tidak ada talak atas orang yang dipaksa .
Kemudian menyelinapkan kepadanya orang yang
bertanya kepadanya (lalu dai menceritakan hadits
tersebut) dihadapan manusia, lalu dia (Abu Ja’far)
mencambukanya dengan cemeti.
16. Berbagai Pujian Terhadap Imam Malik
• Ibnu Hurmuz berkata kepada budaknya : “ siapa yang berada
dipintu? “ budak tersebut pergi untuk melihatnya dan ia tidak
melihat seorangpun dipintu tersebut kecuali Malik, kemudian
budak tersebut melapor kepada Ibnu Hurmuz dan berkata : “
panggilah Malik maka sesungguhnya dia alim-alimnya manusia.
• Ibnu Mahdi berkata : “ tidak ada seorang dibumi yang dapat
dipercaya dalam keshahihan hadits Rasulullah SAW kecuali dari
Imam Malik.
• Abu Dawud berkata : “ shahih- shahihnya hadits Rasulullah SAW
itu dari Imam Malik dari Imam Nafi’ dan Imam Nafi’ dari Ibnu
Umar. Kemudian riwayat dari Imam Malik, Imam Malik dari Imam
Zuhri dari Imam Salim dari ayah Imam Salim. Kemudian riwayat
dari Imam Malik, Imam Malik dari Abi Zinad dari Imam A’roj dari
Abu Hurairah. Riwayat Imam Malik tidak luput dari ucapan dari
Abu Dawud. Abu Dawud juga menambahi akan pujian kepada
Imam Malik ucapan beliau: “ lautan ini tidak bertepi dan keilmuan
atau kealiman Imam Malik bak lautan ini yang tak bertepi”.
17. Akhir Hayat Imam Malik
• Al-qa’nabi berkata, aku mendengar mereka mengatakan “
Malik diberi usia 89 tahun, dan dia meninggal pada tahun
179 H”
• Ismail bin Abu Uwais mengatakan, “ Malik sakit, lalu aku
bertanya kepada salah seorang keluarga kami tentang apa
yang dikatakanya saat akan meninggal. Mereka menjawab,
“ dia bertasyahud, kemudian membaca
بعد ومن قبل من األمر هلل
“Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka
menang)” (Ar-Rum:4)
• Ia meninggal pada pagi hari, 14 Rabi’ul awwal 179 H, dan
dia dishalatkan oleh gubernur Abdullah bin Muhammad
bin Ibrahim.