Mush'ab bin Umair adalah salah satu sahabat Nabi yang utama yang mengajarkan dan mendakwahkan Islam di Madinah. Ia memiliki ilmu yang mendalam sehingga diutus Nabi untuk mendakwahi penduduk Madinah. Di Madinah, ia berhasil mengislamkan banyak orang termasuk tokoh utama seperti Saad bin Muadz melalui penjelasan dan argumentasi yang baik.
3. SIAPA ITU MUSH’AB BIN
UMAIR ?
Ia merupakan pemuda kaya keturunan Quraisy; Mush’ab bin Umair bin
Hasyim bin Abdu Manaf bin Abdud Dar bin Qushay bin Kilab al-Abdari al-
Qurasyi.
Dalam Asad al-Ghabah, Imam Ibnul Atsir mengatakan, “Mush’ab adalah
seorang pemuda yang tampan dan rapi penampilannya. Kedua orang
tuanya sangat menyayanginya. Ibunya adalah seorang wanita yang
sangat kaya. Sandal Mush’ab adalah sandal al-Hadrami, pakaiannya
merupakan pakaian yang terbaik, dan dia adalah orang Mekah yang
paling harum sehingga semerbak aroma parfumnya meninggalkan jejak di
jalan yang ia lewati.” (al-Jabiri, 2014: 19).
4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ْصُم ْنِم ًةَمْعِن َمَعْنَأ ال َو ، ًةَّلُح َّقَرَأ ال َو ، ًةَّمِل َنَسْحَأ ًادَحَأ َةَّكَمِب ُْتيَأ َر اَمٍَْْمُُ ِْنب َِِع
“Aku tidak pernah melihat seorang pun di Mekah yang lebih rapi rambutnya, paling
bagus pakaiannya, dan paling banyak diberi kenikmatan selain dari Mush’ab bin
Umair.” (HR. Hakim).
Ibunya sangat memanjakannya, sampai-sampai saat ia tidur dihidangkan bejana
makanan di dekatnya. Ketika ia terbangun dari tidur, maka hidangan makana sudah
ada di hadapannya.
Demikianlah keadaan Mush’ab bin Umair. Seorang pemuda kaya yang mendapatkan
banyak kenikmatan dunia. Kasih sayang ibunya, membuatnya tidak pernah
merasakan kesulitan hidup dan kekurangan nikmat.
5. Mush’ab bin Umair dilahirkan di masa jahiliyah, empat
belas tahun (atau lebih sedikit) setelah kelahiran Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam dilahirkan pada tahun 571 M
(Mubarakfuri, 2007: 54), sehingga Mush’ab bin Umair
dilahirkan pada tahun 585 M.
6. MENYAMBUT HIDAYAH ISLAM
Orang-orang pertama yang menyambut dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah istri beliau Khadijah, sepupu beliau Ali bin Abi Thalib, dan anak angkat beliau Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhum.
Kemudian diikuti oleh beberapa orang yang lain. Ketika intimidasi terhadap dakwah Islam yang baru saja muncul itu kian
menguat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah secara sembunyi-sembunyi di rumah al-Arqam bin Abi al-
Arqam radhiyallahu ‘anhu. Sebuah rumah yang berada di bukit Shafa, jauh dari pengawasan orang-orang kafir Quraisy
Mush’ab bin Umair yang hidup di lingkungan jahiliyah; penyembah berhala,
pecandu khamr, penggemar pesta dan nyanyian, Allah beri cahaya di hatinya,
sehingga ia mampu membedakan manakah agama yang lurus dan mana agama
yang menyimpang. Manakah ajaran seorang Nabi dan mana yang hanya warsisan
nenek moyang semata. Dengan sendirinya ia bertekad dan menguatkan hati untuk
memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumah al-
Arqam dan menyatakan keimanannya.
7. Kemudian Mush’ab menyembunyikan keislamannya sebagaimana sahabat yang lain,
untuk menghindari intimidasi kafir Quraisy. Dalam keadaan sulit tersebut, ia tetap
terus menghadiri majelis Rasulullah untuk menambah pengetahuannya tentang
agama yang baru ia peluk. Hingga akhirnya ia menjadi salah seorang sahabat yang
paling dalam ilmunya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengutusnya ke Madinah untuk berdakwah di sana.
8. MENJUAL DUNIA
UNTUK MEMBELI
AKHIRAT
Suatu hari Utsmani bin
Thalhah melihat Mush’ab
bin Umair sedang
beribadah kepada Allah
Ta’ala, maka ia pun
melaporkan apa yang ia
lihat kepada ibunda
Mush’ab. Saat itulah
periode sulit dalam
kehidupan pemuda yang
terbiasa dengan
kenikmatan ini dimulai.
Mengetahui putra kesayangannya meninggalkan agama
nenek moyang, ibu Mush’ab kecewa bukan kepalang. Ibunya
mengancam bahwa ia tidak akan makan dan minum serta
terus beridiri tanpa naungan, baik di siang yang terik atau di
malam yang dingin, sampai Mush’ab meninggalkan
agamanya. Saudara Mush’ab, Abu Aziz bin Umair, tidak tega
mendengar apa yang akan dilakukan sang ibu. Lalu ia
berujar, “Wahai ibu, biarkanlah ia. Sesungguhnya ia adalah
seseorang yang terbiasa dengan kenikmatan. Kalau ia
dibiarkan dalam keadaan lapar, pasti dia akan meninggalkan
agamanya”. Mush’ab pun ditangkap oleh keluarganya dan
dikurung di tempat mereka.
9. Hari demi hari, siksaan yang dialami Mush’ab
kian bertambah. Tidak hanya diisolasi dari
pergaulannya, Mush’ab juga mendapat siksaan
secara fisik. Ibunya yang dulu sangat
menyayanginya, kini tega melakukan
penyiksaan terhadapnya. Warna kulitnya
berubah karena luka-luka siksa yang
menderanya. Tubuhnya yang dulu berisi, mulai
terlihat mengurus.
Berubahlah kehidupan pemuda kaya raya itu. Tidak
ada lagi fasilitas kelas satu yang ia nikmati. Pakaian,
makanan, dan minumannya semuanya berubah. Ali
bin Abi Thalib berkata, “Suatu hari, kami duduk
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
masjid. Lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan
mengenakan kain burdah yang kasar dan memiliki
tambalan. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melihatnya, beliau pun menangis teringat akan
kenikmatan yang ia dapatkan dahulu (sebelum
memeluk Islam) dibandingkan dengan keadaannya
sekarang…” (HR. Tirmidzi No. 2476).
10. Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk
dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah
Mush’ab bin Umair dengan kain burdah (jenis kain yang
kasar) yang tidak menutupi tubuhnya secara utuh.
Orang-orang pun menunduk. Lalu ia mendekat dan
mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji dan
mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau
bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala
bersama kedua orang tuanya di Mekah. Keduanya
memuliakan dia dan memberinya berbagai macam
fasilitas dan kenikmatan. Tidak ada pemuda-pemuda
Quraisy yang semisal dengan dirinya. Setelah itu, ia
tinggalkan semua itu demi menggapai ridha Allah dan
menolong Rasul-Nya…” (HR. Hakim No. 6640).
11. Saad bin Abi Waqqash radhiayallahu ‘anhu berkata,
“Dahulu saat bersama orang tuanya, Mush’ab bin Umair
adalah pemuda Mekah yang paling harum. Ketika ia
mengalami apa yang kami alami (intimidasi), keadaannya
pun berubah. Kulihat kulitnya pecah-pecah mengelupas
dan ia merasa tertatih-taih karena hal itu sampai-sampai
tidak mampu berjalan. Kami ulurkan busur-busur kami,
lalu kami papah dia.” (Siyar Salafus Shaleh oleh Ismail
Muhammad Ashbahani, Hal: 659).
12. Demikianlah perubahan keadaan Mush’ab ketika ia memeluk
Islam. Ia mengalami penderitaan secara materi. Kenikmatan-
kenikmatan materi yang biasa ia rasakan tidak lagi ia rasakan
ketika memeluk Islam. Bahkan sampai ia tidak mendapatkan
pakaian yang layak untuk dirinya. Ia juga mengalami penyiksaan
secara fisik sehingga kulit-kulitnya mengelupas dan tubuhnya
menderita. Penderitaan yang ia alami juga ditambah lagi dengan
siksaan perasaan ketika ia melihat ibunya yang sangat ia cintai
memotong rambutnya, tidak makan dan minum, kemudian
berjemur di tengah teriknya matahari agar sang anak keluar dari
agamanya. Semua yang ia alami tidak membuatnya goyah. Ia
tetap teguh dengan keimanannya.
13. PERANAN
MUSH’AB
DALAM ISLAM
Mush’ab bin Umair adalah salah
seorang sahabat nabi yang utama.
Ia memiliki ilmu yang mendalam dan
kecerdasan sehingga Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengutusnya untuk mendakwahi
penduduk Yatsrib, Madinah.
Saat datang di Madinah, Mush’ab tinggal di
tempat As’ad bin Zurarah. Di sana ia mengajrkan
dan mendakwahkan Islam kepada penduduk
negeri tersebut, termasuk tokoh utama di Madinah
semisal Saad bin Muadz. Dalam waktu yang
singkat, sebagian besar penduduk Madinah pun
memeluk agama Allah ini. Hal ini menunjukkan –
setelah taufik dari Allah- akan kedalaman ilmu
Mush’ab bin Umair dan pemahamanannya yang
bagus terhadap Alquran dan sunnah, baiknya
cara penyampaiannya dan kecerdasannya dalam
berargumentasi, serta jiwanya yang tenang dan
tidak terburu-buru.
14. Hal tersebut sangat terlihat ketika Mush’ab berhadap
dengan Saad bin Muadz. Setelah berhasil
mengislamkan Usaid bin Hudair, Mush’ab berangkat
menuju Saad bin Muadz. Mush’ab berkata kepada
Saad, “Bagaimana kiranya kalau Anda duduk dan
mendengar (apa yang hendak aku sampaikan)? Jika
engkau ridha dengan apa yang aku ucapkan, maka
terimalah. Seandainya engkau membencinya, maka aku
akan pergi”. Saad menjawab, “Ya, yang demikian itu
lebih bijak”. Mush’ab pun menjelaskan kepada Saad
apa itu Islam, lalu membacakannya Alquran.
15. Saad memiliki kesan yang mendalam terhadap Mush’ab
bin Umair radhiyallahu ‘anhu dan apa yang ia ucapkan.
Kata Saad, “Demi Allah, dari wajahnya, sungguh kami telah
mengetahui kemuliaan Islam sebelum ia berbicara tentang
Islam, tentang kemuliaan dan kemudahannya”. Kemudian
Saad berkata, “Apa yang harus kami perbuat jika kami
hendak memeluk Islam?” “Mandilah, bersihkan pakaianmu,
ucapkan dua kalimat syahadat, kemudian shalatlah dua
rakaat”. Jawab Mush’ab. Saad pun melakukan apa yang
diperintahkan Mush’ab.
16. Setelah itu, Saad berdiri dan berkata
kepada kaumnya, “Wahai Bani Abdu
Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang
kedudukanku di sisi kalian?” Mereka
menjawab, “Engkau adalah pemuka
kami, orang yang paling bagus
pandangannya, dan paling lurus
tabiatnya”.
Lalu Saad mengucapkan kalimat yang
luar biasa, yang menunjukkan begitu
besarnya wibawanya di sisi kaumnya
dan begitu kuatnya pengaruhnya bagi
mereka, Saad berkata, “Haram bagi
laki-laki dan perempuan di antara kalian
berbicara kepadaku sampai ia beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya!”
17. Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu berkata,
“Pada Perang Bu’ats aku berusia 6 tahun.
Hal itu terjadi 5 tahun sebelum Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke
Madinah. Dan saat itu aku berusia 11
tahun. Aku dipertemukan dengan
Rasulullah. Mereka berkata, ‘Ada seorang
anak dari Kabilah Khazraj yang telah
menghafal 16 surat’. Namun beliau tidak
mengizinkan aku di Perang Badar dan
Uhud. Barulah aku diizinkan di Perang
Khandaq.”
Zaid memegang bendera Bani Najjar di
Perang Tabuk. Awalnya bendera tersebut
di pegang Umarah bin Hazm, tapi
Rasulullah mengambilnya dan
menyerahkannya kepada Zaid. Umarah
berkata, “Wahai Rasulullah, apakah ada
sesuatu tentangku (yang buruk) yang
sampai kepadamu?” “Tidak ada. Tapi,
yang lebih banyak menghafal Alquran
layak dikedepankan. Dan Zaid lebih
banyak menghafal Alquran daripada
engkau.”
18. Tidak sampai sore hari seluruh kaumnya pun beriman
kecuali Ushairim.
Karena taufik dari Allah kemudian buah dakwah
Mush’ab, Madinah pun menjadi tempat pilihan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya hijrah.
Dan kemudian kota itu dikenal dengan Kota Nabi
Muhammad (Madinah an-Nabawiyah).
19. WAFAT
NYA
Mush’ab bin Umair adalah pemegang bendera Islam di peperangan.
Pada Perang Uhud, ia mendapat tugas serupa. Muhammad bin
Syarahbil mengisahkan akhir hayat sahabat yang mulia ini. Ia
berkata:
Mush’ab bin Umair radhiyallahu ‘anhu membawa bendera perang di
medan Uhud. Lalu datang penunggang kudak dari pasukan musyrik
yang bernama Ibnu Qumai-ah al-Laitsi (yang mengira bahwa
Mush’ab adalah Rasulullah), lalu ia menebas tangan kanan Mush’ab
dan terputuslah tangan kanannya. Lalu Mush’ab membaca ayat:
ۚ ُلُسٍُّال ِهِلْبَق ْنِم ْتَلَخ ْدَق ٌلوُس َر َّالِإ ٌدَّمَحُم اَم َو
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah
berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran: 144).
20. Bendera pun ia pegang dengan tangan kirinya. Lalu Ibnu
Qumai-ah datang kembali dan menebas tangan kirinya hingga
terputus. Mush’ab mendekap bendera tersebut di dadanya
sambal membaca ayat yang sama:
ۚ ُلُسٍُّال ِهِلْبَق ْنِم ْتَلَخ ْدَق ٌلوُس َر َّالِإ ٌدَّمَحُم اَم َو
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh
telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul.” (QS. Ali Imran:
144).
21. Kemudian anak panah merobohkannya dan terjatuhlah bendera
tersebut. Setelah Mush’ab gugur, Rasulullah menyerahkan bendera
pasukan kepada Ali bin Abi Thalib (Ibnu Ishaq, Hal: 329).
Lalu Ibnu Qumai-ah kembali ke pasukan kafir Quraisy, ia berkata, “Aku
telah membunuh Muhammad”.
Setelah perang usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memeriksa
sahabat-sahabatnya yang gugur. Abu Hurairah mengisahkan, “Setelah
Perang Uhud usai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari
sahabat-sahabatnya yang gugur. Saat melihat jasad Mush’ab bin Umair
yang syahid dengan keadaan yang menyedihkan, beliau berhenti, lalu
mendoakan kebaikan untuknya. Kemudian beliau membaca ayat:
َق ْنَم ْمُهْنِمَف ۖ ِهَْْلَُ َ َّاَّلل ُوادَهاَُ اَم واُقَدَص ٌلاَج ِر َْنِنِمْؤُمْال َنِمٍُِظَتْنَي ْنَم ْمُهْنِم َو ُهَبَْحن ٰىَضَّۖدَب اَم َوًِيلدْبَت واُل
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa
yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada
yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu
dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23).
22. Kemudian beliau mempersaksikan bahwa sahabat-sahabatnya
yang gugur adalah syuhada di sisi Allah.
Setelah itu, beliau berkata kepada jasad Mush’ab, “Sungguh aku
melihatmu ketika di Mekah, tidak ada seorang pun yang lebih baik
pakaiannya dan rapi penampilannya daripada engkau. Dan
sekarang rambutmu kusut dan (pakaianmu) kain burdah.”
Tak sehelai pun kain untuk kafan yang menutupi jasadnya kecuali
sehelai burdah. Andainya ditaruh di atas kepalanya, terbukalah
kedua kakinya. Sebaliknya, bila ditutupkan ke kakinya, terbukalah
kepalanya. Sehingga Rasulullah bersabda, “Tutupkanlah kebagian
kepalanya, dan kakinya tutupilah dengan rumput idkhir.”
Mush’ab wafat setelah 32 bulan hijrahnya Nabi ke Madinah. Saat itu
usianya 40 tahun.
23. PARA SAHABAT
MENGENANG
MUSH’AB BIN UMAIR
Di masa kemudian, setelah umat Islam
jaya, Abdurrahman bin Auf radhiyallahu
‘anhu yang sedang dihidangkan makanan
mengenang Mush’ab bin Umair. Ia berkata,
“Mush’ab bin Umair telah wafat terbunuh,
dan dia lebih baik dariku. Tidak ada kain
yang menutupi jasadnya kecuali sehelai
burdah”. (HR. Bukhari no. 1273).
Abdurrahman bin Auf pun menangis dan
tidak sanggup menyantap makanan yang
dihidangkan.
Khabab berkata mengenang Mush’ab, “Ia
terbunuh di Perang Uhud. Ia hanya
meninggalkan pakaian wool bergaris-garis
(untuk kafannya). Kalau kami tutupkan kain itu
di kepalanya, maka kakinya terbuka. Jika kami
tarik ke kakinya, maka kepalanya terbuka.
Rasulullah pun memerintahkan kami agar
menarik kain ke arah kepalanya dan menutupi
kakinya dengan rumput idkhir…” (HR. Bukhari
no.3897)
24.
25. PENU
TUP
Semoga Allah meridhai Mush’ab
bin Umair dan menjadikannya
teladan bagi pemuda-pemuda
Islam. Mush’ab telah mengajarkan
bahwa dunia ini tidak ada artinya
dibanding dengan kehidupan
akhirat. Ia tinggalkan semua
kemewahan dunia ketika
kemewahan dunia itu
menghalanginya untuk
mendapatkan ridha Allah.
Mush’ab juga merupakan seorang
pemuda yang teladan dalam
bersemangat menuntut ilmu,
mengamlakannya, dan
mendakwahkannya. Ia memiliki
kecerdasan dalam memahami nash-
nash syariat, pandai dalam
menyampaikannya, dan kuat
argumentasinya.
26. 1. Lebih rajin dalam beribadah
2. Harus teguh pada pendirian
3. Mengamalkan ilmu yang saya punya
4. Makin bersemangat dalam menuntut
ilmu
5. Lebih bertaqwa terhadap Allah SWT
sebab dunia hanya sementara dan
akhirat kekal
27. Sumber:
al-Jabiri, Adnan bin Sulaiman. 2014. Shirah ash-Shahabi al-Jali:
Mush’ab bin Umair. Jeddah: Dar al-Waraq al-Tsaqafah
Mubarakfury, Shafiyurrahman. 2007. ar-Rahiq al-Makhtum. Qatar:
Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu-un al-Islamiyah