Upaya Indonesia dalam menyelesaikan sengketa dengan Timor Timur hingga tercip...
KLHS-Penyebrangan Selat Sunda.ppt
1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis
Penyeberangan Selat Sunda;
Identifikasi awal
Triarko Nurlambang
Anggota Tim KLHS Dirjen Bina Bangda - DEPDAGRI
Pusat Penelitian Geografi Terapan UI
3. Jika menggunakan
pendekatan regional maka
akan dilihat lebih holistik
/komprehensif (capturing) dan
sistemik; prioritas nya adalah
kebutuhan stakeholder Pengang
guran
Tabungan
terbatas
Kurang
modal
Produktifi
tas rendah
Pendapatan
/kapita
rendah
Daya beli
rendah
Pertmbhn
eko. rendah
Keluarga
besar
Laju
kelahiran
tinggi
Permintaan
tenga kerja
tinggi
Output/
pekerja
kurang
Pendidikan
kurang
Kemiskinan
Perumahan
tak layak
Kondisi hidup
tak sehat
Kesehatan
buruk
Kurang gizi
Diet jelek
Ouput
pertanian
kecil
Sedikit input
modern
REGION
Jabodetabekcur
Jika menggunakan
pendekatan sektoral
maka sulit menentukan
prioritas diantara sektor-
sektor
Penetapan Prioritas
Pembangunan
Relatif lebih mudah Relatif lebih sulit
Sumber: Triarko N, 2006
4. Krisis Ekologi
B
e
r
b
a
s
i
s
R
e
g
i
o
n
a
l
A
k
t
i
f
i
t
a
s
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n
A
k
t
i
f
i
t
a
s
M
a
s
y
a
r
a
k
a
t
Tingkat
Pembangunan
Penyeberangan
Selat Sunda –
Sumatera/Jawa
Layak untuk
melanjutkan
kegiatan
pembangunan
Tidak Layak untuk
melanjutkan
kegiatan
pembangunan
Kondisi
Pembangunan
mengarah kritis
perlu
perlakuan khusus
Kondisi Pembangunan
sudah kritis Kegiatan
Pembangu Utama perlu
dibekukan/ dihentikan
Kondisi
pembangunan
yg aman
perlu/ dapat
dipertahankan
kelangusnganny
a
Ambang batas Ambang batas
Kondisi Krisis Ekologi dan Pembangunan
Waktu
Tingkat
Pembangunan
Penyeberangan
Selat Sunda –
Sumatera/Jawa
Tingkat
Pembangunan
Penyeberangan
Selat Sunda-
Sumatera/Jawa
Sumber: Triarko N, 2006
5. Alih fungsi lahan sawah
Penyusutan luasan sawah terbesar terjadi di wilayah Jawa dan Bali seluas
36.000 ha atau sekitar 3.600 ha/tahun.
Perubahan Penggunaan Tanah Sawah 1994 - 2004
(%)
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
140
160
SU
M
ATER
A
JAW
A
&
BA
LI
KA
LIM
AN
TAN
SU
LA
W
ESI
N
T
&
M
A
LU
KU
PA
PU
A
1994-1998
1998-2002
2002-2004
4.
Pangan
Indikasi umum kondisi pulau Sumatera dan Jawa
6. Threat Status (Loss since 1985)
Critically Endangered (>70% )
Endangered (50-70%)
Vulnerable (40-50%)
Near Threatened (20-40%)
Least Concern (0-20%)
2007 Threat Status of Natural forest
in 38 EFRs
Many EFRs in Eastern lowland and
Swamp zones are “Critically
Endangered ” or “Endangered”.
Many EFRs in Western coast,
Hill and Montane zones are
“Near Threatened” or “Least Concern”.
oristic Region
kasi umum kondisi pulau Sumatera dan Jawa
7. Natural forest loss 1985-2007 by Function by Province
ha loss % loss ha loss % loss ha loss % loss ha loss % loss ha loss % loss
CA -3,321 -21% -12,518 -6% N.A. -4,730 -79%
CA-L N.A.
HSAW -69 0% -34,606 -8% -222 -5% -45,086 -12%
SM -5,406 -7% N.A.
TAHURA -771 -22% N.A. -5,402 -48%
TB -8,213 -10% N.A.
TN -15,344 -2% -14,501 -4% N.A. -79,929 -11%
TN-L N.A.
TWA N.A. -687 -100%
TWA-L N.A.
Protection Forest HL -172,402 -10% -241,725 -31% -110,576 -13% -165,909 -50% -25,125 -15%
HPT -19,890 -46% -240,204 -42% -22,327 -12% -1,074,275 -59% -81,801 -28%
HP -166,165 -31% -330,797 -61% -21,844 -27% -916,366 -51% -456,433 -49%
HPK -11,154 -96% -30,534 -28% -1,922,262 -79% -1,974 -86%
APL APL -633,702 -67% -583,037 -74% -331,730 -59% -106,137 -97% -835,107 -83%
Water
Danau/
Sungai/
Perairan*
-5,627 -71% -2,808 -63% -1,384 -64% -3,793 -40% -1,802 -69%
TOTAL Total -1,030,910 -25% -1,444,332 -46% -545,637 -23% -4,233,829 -62% -1,492,990 -48%
ha loss % loss ha loss % loss ha loss % loss ha loss % loss ha loss % loss
CA -946 -100% -21,514 -9%
CA-L
HSAW -79,984 -10%
SM -115,065 -61% -3,804 -70% -124,274 -46%
TAHURA -19 -100% -993 -25% -7,185 -38%
TB -7,713 -99% -15,926 -17%
TN -9,768 -3% -60,513 -15% -81,519 -27% -261,573 -10%
TN-L -835 -82% -835 -82%
TWA -8,337 -59% -9,023 -61%
TWA-L
Protection Forest HL -34,250 -15% -104,900 -27% -57,684 -48% -912,572 -20% -912,572 -20%
HPT -58,329 -34% -44,975 -34% -12,764 -61% -1,554,566 -48%
HP -16,271 -48% -913,369 -81% -108,466 -100% -2,929,711 -57%
HPK -170,142 -93% -2,136,066 -78%
APL APL -320,581 -89% -874,529 -90% -256,480 -93% -3,941,303 -78% -3,941,303 -78%
Water
Danau/
Sungai/
Perairan*
-927 -93% -6,723 -82% -2,365 -85% -25,429 -66% -25,429 -66%
TOTAL Total -457,121 -38% -2,291,070 -67% -524,074 -62% -12,019,962 -48% -12,019,962 -48%
-6,620,343 -59%
TOTAL by Class
-520,315 -12%
Bengkulu S. Sumatra Lampung TOTAL by Function
Conservation
Production
Class Function
Function
Aceh N. Sumatra W. Sumatra
Class
Conservation
Production
Riau Jambi
Sumber:
WWF, 2008
8. HASIL PERHITUNGAN DAYA DUKUNG AIR PROPINSI-PROPINSI DI PULAU JAWA DAN BALI
A. Bila Kebutuhan air per orang berdasarkan pada kebutuhan hidup layak setara beras untuk wilayah perdesaan
(360 kg setara beras/orang x 4 m3
/kg beras); dan curah hujan diasumsikan 2000 mm/tahun
No. Propinsi Luas Wilayah Kebutuhan air Ketersediaan air
(000 ha) Jumlah penduduk Kebutuhan air/orang Demand Curah hujan 10 x Luas wil x (0.67CH - 600) Nilai Status
(000 orang) (m3
/orang/tahun) (m3
/tahun) (mm/tahun) Supply (m3
/tahun) Supply/Demand
1 Bali 544.9 3379 1440 4,865,760,000.0 2,000.0 4,032,260.0 0.00082870 Overshoot
2 Banten 90,186.4 9309 1440 13,404,960,000.0 2,000.0 667,379,360.0 0.04978600 Overshoot
3 DKI Jakarta 7,402.9 8700 1440 12,528,000,000.0 2,000.0 54,781,460.0 0.00437272 Overshoot
4 Jawa Barat 369,250.5 39067 1440 56,256,480,000.0 2,000.0 2,732,453,700.0 0.04857136 Overshoot
5 DI Yogyakarta 31,331.5 3280 1440 4,723,200,000.0 2,000.0 231,853,100.0 0.04908814 Overshoot
6 Jawa Tengah 327,997.1 31887 1440 45,917,280,000.0 2,000.0 2,427,178,540.0 0.05285981 Overshoot
7 Jawa Timur 466,896.4 35550 1440 51,192,000,000.0 2,000.0 3,455,033,360.0 0.06749167 Overshoot
Sumber Data: Statistik Indonesia 2005-2006, BPS
B. Bila Kebutuhan air per orang berdasarkan pada kebutuhan hidup layak setara beras untuk wilayah perkotaan
(480 kg setara beras/orang x 4 m3
/kg beras); dan curah hujan diasumsikan 2000 mm/tahun
No. Propinsi Luas Wilayah Kebutuhan air Ketersediaan air
(000 ha) Jumlah penduduk Kebutuhan air/orang Demand Curah hujan 10 x Luas wil x (0.67CH - 600) Nilai Status
(000 orang) (m3
/orang/tahun) (m3
/tahun) (mm/tahun) Supply (m3
/tahun) Supply/Demand
1 Bali 544.9 3379 1920 6,487,680,000.0 2,000.0 4,032,260.0 0.00062153 Overshoot
2 Banten 90,186.4 9309 1920 17,873,280,000.0 2,000.0 667,379,360.0 0.03733950 Overshoot
3 DKI Jakarta 7,402.9 8700 1920 16,704,000,000.0 2,000.0 54,781,460.0 0.00327954 Overshoot
4 Jawa Barat 369,250.5 39067 1920 75,008,640,000.0 2,000.0 2,732,453,700.0 0.03642852 Overshoot
5 DI Yogyakarta 31,331.5 3280 1920 6,297,600,000.0 2,000.0 231,853,100.0 0.03681610 Overshoot
6 Jawa Tengah 327,997.1 31887 1920 61,223,040,000.0 2,000.0 2,427,178,540.0 0.03964485 Overshoot
7 Jawa Timur 466,896.4 35550 1920 68,256,000,000.0 2,000.0 3,455,033,360.0 0.05061875 Overshoot
Sumber Data: Statistik Indonesia 2005-2006, BPS
C. Bila Kebutuhan air per orang berdasarkan pada kebutuhan 4 sehat 5 sempurna dan kebutuhan lainnya
(2 x 800 m3 air/orang/tahun); dan curah hujan diasumsikan 2000 mm/tahun
No. Propinsi Luas Wilayah Kebutuhan air Ketersediaan air
(000 ha) Jumlah penduduk Kebutuhan air/orang Demand Curah hujan 10 x Luas wil x (0.67CH - 600) Nilai Status
(000 orang) (mm3
/orang/tahun) (m3
/tahun) (mm/tahun) Supply (m3
/tahun) Supply/Demand
1 Bali 544.9 3379 1600 5,406,400,000.0 2,000.0 4,032,260.0 0.00074583 Overshoot
2 Banten 90,186.4 9309 1600 14,894,400,000.0 2,000.0 667,379,360.0 0.04480740 Overshoot
3 DKI Jakarta 7,402.9 8700 1600 13,920,000,000.0 2,000.0 54,781,460.0 0.00393545 Overshoot
4 Jawa Barat 369,250.5 39067 1600 62,507,200,000.0 2,000.0 2,732,453,700.0 0.04371422 Overshoot
5 DI Yogyakarta 31,331.5 3280 1600 5,248,000,000.0 2,000.0 231,853,100.0 0.04417933 Overshoot
6 Jawa Tengah 327,997.1 31887 1600 51,019,200,000.0 2,000.0 2,427,178,540.0 0.04757383 Overshoot
7 Jawa Timur 466,896.4 35550 1600 56,880,000,000.0 2,000.0 3,455,033,360.0 0.06074250 Overshoot
Sumber Data: Statistik Indonesia 2005-2006, BPS
Perhitungan Daya Dukung Air
Perhitungan kebutuhan air Daya Dukung Air
Perhitungan kebutuhan air Daya Dukung Air
9. Ketersediaan Air
Ketersediaan air per kapita (m3/kapita/th)
Nama
Provinsi
1990 1995 2000 2005
(Qrata+Air
Tanah)
(Qrata+Air
Tanah)
(Qrata+Air
Tanah)
(Qrata+Air
Tanah)
(Q90%+Ai
r Tanah)
DKI Jakarta 138 124 136 152 59
Jawa Barat*) 2,347 2,165 1,907 1,744 431
Jawa Tengah 1,480 1,421 1,368 1,303 268
DI
Yogyakarta
762 713 714 689 194
Jawa Timur 1,280 1,231 1,205 1,139 294
J a w a 1,583 1,491 1,414 1,338 323
Catatan: *)Termasuk Banten
5. Air
Indikasi umum kondisi pulau Sumatera dan Jawa
Kondisi umumLH pulausumatera dan jawamengarahpadasituasi
kritis
10. Identifikasi AWAL Penyeberangan Selat Sunda (1)
UU Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2009:
Pasal 15
• Pemerintah (Pusat) dan Pemda wajib membuat KLHS untuk memastikan prinsip pembangunan
berkelanjutan menjadi dasar dan terintegrasi dalam kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP)
pembangunan
• Pemmerintah dan Pemda wajib melaksanakan rekomendasi KLHS dalam penyusunan RPJP
(N/D), RPJM (N/D), dan RTRW (N/D)
Pasal 16
• KLHS mencakup daya dukung dan daya tampung, perkiraan resiko LH, kinerja jasa ekosistem,
efisiensi SDA, resiliensi dan kapasitas adaptasi perubahan iklim, ketahanan dan potensi
keanekaragaman hayati
Pasal 17
• KLHS menjadi dasar KRP di suatu wilayah
Pasal 18
• Tata laksana KLHS diatur dalam PP
Pasal 19
• Perencanaan tata ruang wajib didasarkan KLHS untuk menjaga kelestarian fungsi LH dengan
memperhatikan daya dukung dan daya tampung
11. Sistem Lingkungan Hidup
Perubahan Iklim
dan Variasinya
Kejadian ekstrim (bencana)
Ketersediaan SD Air,
udara dan
tanah berkualitas
Naiknya permukaan air laut
Dampak
pd
LH
Perubahan pada emisi
dan tutupan lahan
Perubahan pada SD Air,
Penggunaan Tanah,
Permodalan,
Ketenagkerjaan, dan
Produktifitas
Perubahan pada
pola produksi
dan konsumsi
Dampak
pd
Ekonomi
Kerentanan
KEBIJAKAN
Mitigasi
Adaptasi
Sistem Ekonomi
Tekanan LH
Tekanan
Ekonomi
Contoh Simplifikasi Integrasi Keterkaitan Sistem LH dan Sistem Ekonomi
(Kerangka Pemahaman KLHS)
12. Identifikasi AWAL Konsekuensi Penyeberangan Selat Sunda (2)
Titik Kritis
Ekologis
Daya dukung-
Daya tampung
( minus )
Pendekataan
perhitungan dampak
kumulatif:
a. Teknik perhitungan
- linier
- non-linier
- kombinasi (system
dynamic)
b. Orientasi output
- Trade-off?
- Zero sum game?
- Positive sum game?
Daya dukung-
Daya tampung
( surplus )
Daya dukung-
Daya tampung
( maksimum )
Sebelum
konstruksi
JSS
Saat
konstruksi
JSS Setelah
beroperasi JSS
Tahap awal Tahap operasi
penuh
?
?
?
?
10 – 15 tahun
Solusi Strategis:
‘ bend-down the curve’
• Sumatera berpotensi sebagai
hinterland Jawa aliran
(barang dan manusia) dari
Sumatera- Jawa dialihkan
sebaliknya secara berimbang
(urusan penataan ruang)
• Pola konsentrasi
pembangunan linier (mengikuti
jalur “life in the fast lane” trans
Sumatera dan Pantura Jawa)
perlu dipecah/disperse secara
terkendali sesuai daya dukung
dan daya tampung
?
?
13. Dampak Positif secara ruang
Dampak Negatif secara ruang
• Akan lebih memberikan multiplier effect
ekonomi mengikuti jalur transportasi daripada
nodal /pusat pengembangan di mulut
penyeberangan (seperti pengalaman
Eurotunnel)
• Pertumbuhan ekonomi dapat lebih cepat
karena transaksi barang dan jasa lebih lancar
• Peluang untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat lebih terbuka seiring dengan lebih
banyak modal mengalir
• Pada jalur linier transporatsi Sumatera-Jawa akan
lebih cepat mengalami tekanan dan konsekuensi alih
lahan.
• Struktur sosial budaya dan pola kehidupan sehari-
hari akan berubah ke arah yang lebih rasional.
• Mengingat lemahnya daya saing pada sektor
sekunder dan tersier maka tekanan pada sektor primer
akan menjadi titik utama, artinya eksploitasi SDA akan
meningkat tajam. Tekanan terhadap biodiversitas
meningkat.
• Ekosistem berubah peluang percepatan perubahan
iklim
• Bagaimana perhitungan portofolio terhadap total aset (tangibel/intangibel) demi PB?
• Jika SDA dan daya dukung semakin terbatas bagaimana siklus ekonomi nya? Berapa tahun “golden period”nya ?
14. CONTOH PENETAPAN STRATEGI DAN SOLUSI DIKAITKAN DENGAN
PERATURAN YANG BERLAKU
Daya
dukung
Daya
tampung
Resiko
LH
Jasa
ekosistem
Efisiensi
SDA
Mitigasi
dan
Adaptasi
terhadap
perubahan
iklim
Keanekaragaman
hayati
S T R A T E G I
Penataan ruang/Penggunaan tanah √ √ √ √ √
RPJP/RPJM : Daya saing daerah √ √ √ √ √ √ √
Pemanfaatan SDA √ √ √ √
Good Governance √ √ √ √ √ √ √
Investasi √ √ √ √ √
S O L U S I
Manajemen penggunaan tanah (P4T) √ √ √ √ √
Jawa – Sumatera Incorporate √ √ √ √ √
Efisiensi SDA/SD alternatif √ √ √ √ √
Good Governance/ Public participation √ √ √ √ √ √ √
Pola kerjasama (Public Private Partnership) √ √ √ √
UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Tema-tema
yang
dianalisis
dengan
menggunakan
KLHS
15. Contoh Penerapan KLHS dalam
Kasus Penanganan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi “Aceh Tsunami”
Tim CEPP-BAPPENAS
2006
16. Critical Pressure
Points of Natural
Resources
aspect (physical
Environment)
Critical Pressure
Points on
Social-Economic
aspects
Masa
Rehabilitasi dan
Rekonstruksi
Sebelum
Bencana Gempa
dan Tsunami
Terjadinya Bencana Gempa dan Tsunami
serta Masa Gawat Darurat
Masa setelah Rehabilitasi dan
Rekonstruksi
?
?
Perlu adanya Intervensi
Kebijakan untuk
mengurangi Dampak
Negatif Pembangunan
Tingkat
Kegiatan
Pembangunan
17. Struktur Model Dinamika
Daerah
Penduduk
Pembangunan rumah
Pembangunan jalan
Lahan
Ekonomi
Ek. pertanian
Ek. industri
Ek. non-industri
Lahan permukiman
Lahan ekonomi
Lahan terbuka
Pembuatan bata
Pengadaan kayu konstruksi
Pengadaan pasir
Pengadaan batu pondasi
Pengadaan kayu konstruksi
Pengadaan kayu bakar untuk pembuatan batu
Dinamika
Pembangunan
Daerah
Lahan pertanian
18. Metode Kajian CEPP
Mengembangkan Modeling
Berbasis System Dynamics
Dengan software Powersim
• u/ mengetahui perilaku dinamika (perubahan
berdasarkan perjalanan waktu)
• u/ mengidentifikasi variabel-variabel dari
perubahan berdasarkan perjalanan waktu
tersebut
• u/ menguji sensitivitas model melalui
intervensi terhadap variabel-variabel tersebut
• Sehingga variabel yang sensitif terhadap
perubahan perilaku dinamika dapat
diklasifikasikan sebagai Critical Environmental
Pressure Points (CEPP)
20. LINGKUNGAN MANUSIA/HUMAN ECOLOGY
Biofisik Sosial Ekonomi
Elemen Fungsi Komoditi Fungsi Bentuk Fungsi Aktivitas/Bentuk
Penambang-
an tanah liat
Industri bata
Pendapatan sektor penambangan
tanah liat
Tanah/
Top Soil
Lokasi
galian
tanah liat
Tanah
liat
Penerbitan
ijin galian
tanah liat
Peluang usaha
galian tanah
liat Penerbitan
ijin galian
tanah liat Pendapatan sektor penambangan
tanah liat per kapita
Pendapatan sektor penambangan
batu belah
Lokasi
galian
batu belah
Batu
pondasi
Penerbitaniji
n usaha
galian batu
belah
Peluang usaha
galian batu
belah
Penambang-
an batu
belah
Pendapatan sektor penambangan
batu belah per kapita
Industri bata
Pendapatan sektor industri bata
Kayu
bakar
Penerbitan
ijin usaha
industri bata
Peluang usaha
industri bata
Penerbitan
ijin usaha
industri bata
Pendapatan sektor industri bata
per kapita
Industri kayu konstruksi
Pendapatan sektor industri kayu
konstruksi
Tutupan
Lahan/
Land
Cover
Hutan
Produksi
Kayu
bulat
Penerbitan
zijin zusaha
industri
kayu
konstruksi
Peluang usaha
industri kayu
konstruksi
Penerbitan
ijin usaha
industri
kayu
konstruksi Pendapatan sektor industri kayu
konstruksi per kapita
Pendapatan sektor penambangan
pasir
Badan
Air/ Water
Bodies
Lokasi
galian
pasir
Pasir Penerbitan
ijin usaha
galian pasir
Peluang usaha
galian pasir
Penambang-
an pasir
Pendapatan sektor penambangan
pasir per kapita
Permukiman
Fasilitas
Umum
Fasilitas Sosial
Lahan/
Land
Lahan
Budidaya
Alih fungsi
lahan
permukim
an
Perumahan/
Perkotaan
Ruang Terbuka
Hijau Kota
Lahan
Permukiman
Jasa publik: kepemerintahan,
konstruksi, transportasi,
telekomunikasi, air minum,
kelistrikan dll.
Alih fungsi
lahan
aktivitas
ekonomi
Lahan
Aktivitas
Ekonomi
Aktivitas industri, perdagangan
dan jasa komersial: pabrik,
pasar, toko, mal, kawasan
industri, pelabuhan, jalan
ekonomi dll.
Alih fungsi
lahan
pertanian
Lahan
Pertanian
Sawah, ladang, tambak, kebun,
perkebunan, hutan produksi
Lahan
Konserva-
si
Alih fungsi
lahan
terbuka
Kawasan
lindung
Kawasan
lindung
Hutan Lindung, Cagar Alam,
Suaka Margasatwa, sempadan
sungai, lereng, dll.
Wirausaha Pendapatan per sektor
Tenaga kerja Pendapatan per sektor per kapita
Tidak bekerja
Kesempatan
kerja
Pendapatan per kapita
Inmigrasi Pendapatan per sektor
Pendapatan per sektor per kapita
Angkatan
kerja
Outmigrasi
PDRB
Pendapatan per kapita