Buku ini membahas tentang kurikulum dan pengajaran, mulai dari pengertian kurikulum, proses pengembangan kurikulum, determinan-determinan yang mempengaruhi kurikulum, tujuan pengajaran, strategi dan sumber belajar mengajar, hingga desain evaluasi kurikulum."
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
KURIKULUM DAN PENGAJARAN
1. KURIKULUM DAN PENGAJARAN
Penulis : Prof. Dr. S. Nasution M.A.
Penerbit : PT Bumi Aksara, Jakarta
Tahun Terbit : Cetakan 4, Juli 2006
Jumlah halaman : x + 183
Ririn Romayanti (2011031120)
Pendidikan Ekonomi / IIA
2. BAB I
KONSEP-KONSEP DASAR KURIKULUM DAN
PENGAJARAN
A. Pengertian Kurikulum
Kurikulum dipandang, sebagai suatu rencana yang disusun untuk
melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan dan tanggung
jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
1. Kurikulum formal meliputi :
Tujuan pelajaran, umum & spesifik
Bahan pelajaran yang tersusun sistematis
Strategi belejar-mengajar serta kegiatan-kegiatannya
Sistem evaluasi
2. Kurikulum tak formal : kegiatan yang direncanakan tetapi tidak
berkaitan langsung dengan bidang akademis. Misalnya, pertunjukan
sandiwara, paskibra
3. Kurikulum tersembunyi : aturan yang tak tertulis dalam proses
pembelajaran. Sebagian menganggap ini tidak tergolong kurikulum
karena tidak direncanakan
3. B. Proses Pengembangan Kurikulum
1. Pedoman Kurikulum meliputi :
Latar Belakang, berisi rumusan falsafah dan tujuan lembaga
pendidikan, populasi yang menjadi sasaran, rasional bidang studi
atau mata kuliah serta struktur organisasi bahan pelajaran.
Silabus, berisi mata pelajaran secara lebih terinci yang diberikan
yakni scope (ruang lingkup), dan sequence (urutan pengajiannya).
Desain Evaluasi, termasuk strategi revisi atau perbaikan
Pedoman kurikulum disusun untuk:
o Menentukan apa yang akan diajarkan
o Kepada siapa diajarkan
o Apa sebab diajarkan dan dengan tujuan apa
o Dalam urutan yang bagaimana
2. Pedoman Instruksional, diperoleh atas usaha pengajar untuk
menguraikan isi pedoman kurikulum agar lebih spesifik sehingga
lebih mudah untuk persiapan pembelajaran di kelas.
4. REFLEKSI BAB I
Penyusunan kurikulum dalam suatu instansi pendidikan
memang sangat diperlukan agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan terencana, teratur dengan efektif dan efisien.
Penyusunan kurikulum tentu harus sejalan dengan tujuan
instansi pendidikan, kebutuhan masyarakat, serta aspek
psikologis siswa. Suatu kurikulum mungkin sesuai jika
digunakan saat ini, tetapi belum tentu sesuai sesuai jika masih
digunakan untuk beberapa waktu mendatang. Oleh karena itu
kurikulum haruslah mengalami perkembangan sesuai dengan
perkembangan zaman untuk memaksimalkan tujuan pendidikan.
Selain itu kurikulum juga perlu penguraian dalam
pelaksanaannya agar lebih spesifik sehingga tujuan kurikulum
semakin jelas dan lebih mudah dipahami oleh guru maupun
siswa.
5. BAB II
DETERMINAN KURIKULUM
Determinan kurikulum merupakan hal-hal yang secara
mendasar menentukan kurikulum (asas-asas kurikulum).
A. Determinan Filosofis (pandangan pokok)
Pendidikan pada dasarnya bersifat normatif jadi
ditentukan oleh sistem nilai-nilai yang dianut. Tujuan
pendidikan adalah membina warga negara yang baik.
Norma-norma yang baik terkandung dalam falsafah
bangsa (Pancasila bagi Indonesia)
B. Determinan Sosiologis
Kurikulum mencerminkan keinginan, cita-cita, tuntutan
dan kebutuhan masyarakat. Keputusan mengenai
kurikulum akhirnya bergantung pada bagaimana
pengembang kurikulum memandang dunia tempat ia
hidup, bagaimana bereaksi terhadap kebutuhan golongan
dalam masyarakat dan juga oleh falsafah hidup dan
falsafah pendidikannya.
6. C. Determinan Psikologis
1. Teori Belajar, yakni bagaimana siswa belajar
Behaviorisme : pelajar sebagai organisme yang
merespon terhadap stimulus dari dunia sekitarnya.
Psikologi daya : belajar ialah mendisiplin dan
menguatkan daya mental melalui latihan ketat.
Pengembangan kognitif : kematangan mental
berkembang secara berangsur-angsur karena
interaksi dengan lingkungan.
Teori lapangan (teori Gestalt) : individu belajar
bukan hanya sekedar akumulasi pengetahuan
tetapi juga menyangkut penalaran atau
pemahaman
Teori kepribadian : tiap individu berkembang
melalui tahap-tahap perkembangan namun
menurut cara dan kecepatan yang berbeda – beda
antara individu satu dengan individu lainnya.
7. 2. Hakikat pelajar secara individual antara lain
berkenaan dengan taraf :
Motivasi
Kesiapan
Kematangan intelektual
Kematangan emosional
Latar belakang pengalaman
D. Determinan Hakikat Pengetahuan
Pengetahuan berubah dan meluas dengan kelakuan
yang kian pesat sehingga menuntut para pengembang
kurikulum untuk terus berupaya mengembangkan dan
menetapkan pengetahuan apa yang harus diajarkan
serta bagaimana pengorganisasiannya.
8. REFLEKSI BAB II
Dalam hal menyusun dan menetapkan
kurikulum tidak hanya berkenaan denga materi
apa saja yang akan diajarkan kepada siswa.
Penentuan dasar penetapan kurikulum
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
falsafah atau landasan pokok serta nialai-nilai
yang dianut, kebutuhan masyarakat sekitar,
kondisi psikologis anak (usia, faktor mental)
serta perkembangan pengetahuan. Intinya
suatu kurikulum dibuat atau dirancang harus
sesuai dengan tujuan atau cita-cita, lingkungan
(tempat), serta kepada siapa kurikulum itu
diberlakukan. Dengan demikian tujuan dari
pendidikan pun akan tercapai.
9. 1. Pendekatan Bidang Studi
Menggunakan bidang studi atau mata
pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum.
2. Pendekatan Indisipliner
Membuat suatu keterkaitan antara satu
disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya agar
siswa bisa mengintegrasikan berbagai disiplin
ilmu yang merupakan bagian dari kehidupan
manusia.
10. 3. Pendekatan Rekonstruksionisme
Memfokuskan kurikulum pada masalah-
masalah penting yang dihadapi masyarakat.
Konservatif : masalah sosial adalah hasil
ciptaan manusia dan karena itu dapat diatasi
(berupaya untuk memperbaiki hidup)
Radikal : merombak tata sosial yang ada
dan menciptakan tata sosial yang baru untuk
memperbaiki mutu hidup karena tata sosial
yang ada dianggap tidak akan pernah bisa
adil dan diperbaiki.
11. 4. Pendekatan Humanistik
Kurikulum mengutamakan perkembangan
afektif serta memfokuskan pada kebutuhan
siswa baik personal maupun sosial.
5. Pendekatan “Accountability”
Accountability merupakan pertanggung-
jawaban lembaga pendidikan tentang
pelaksanaan tugasnya pada masyarakat.
Pendekatan ini menentukan standar dan tujuan
spesifik yang jelas serta mengukur efektivitas
berdasarkan taraf keberhasilan siswa mencapai
standar tersebut. Terdapat 2 jenis pendekatan
accountability yakni sistem tertutup (latihan)
dan sistem terbuka (pendidikan)
12. Pendekatan pendekatan dalam pengembangan
kurikulum yang telah dijelaskan, tidak dapat ditentukan
mana pendekatan yang terbaik dan terburuk dalam
menyusun suatu kurikulum pendidikan dikarenakan
pendekatan-pendekatan tersebut mempunyai
karakteristik tersendiri dan tujuan yang berbeda.
Keenam pendekatan tersebut digunakan sesuai dengan
kebutuhan para pelajar dan guru dalam menjalankan
pembelajaran. Tetapi alangkah lebih baiknya jika
pendekatan-pendekatan tersebut bisa dikombinasikan
denga komposisi yang baik dalam menyusun kurikulum
pendidikan. Pengkombinasian tersebut bisa melalui
pengambilan sisi positif yang dimiliki masing-masing
pendekatan. Dengan demikian kandungan isi kurikulum
akan lebih lengkap dan bervariasi sehingga siswa tidak
hanya berkembang dalam satu aspek saja.
13. BAB IV
TUJUAN PENGAJARAN
A. Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan menggambarkan hasil
belajar siswa secara umum yang diharapkan oleh
lembaga pendidikan. Tujuan umum menentukan apa
yang harus dicapai, bukan sebagai alat untuk memberi
petunjuk bagaimana proses belajar mengajar
dilakukan.
B. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Tujuan ini menyatakan arah yang jelas tentang
bagaimana proses belajar mengajar berlangsung,
namun masih bersifat umum dan belum spesifik.
14. C. Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan ini menyatakan secara spesifik tentang
seperti apa dan bagaimana proses belajar mengajar
berlangsung. TIK dinyatakan dengan kata kerja yang
mengandung “action” (perbuatan)
Ranah Belajar
Kognitif : pengetahuan yang dipelajari siswa
Afektif : sikap siswa
Psikomotor : keterampilan siswa
15. REFLEKSI BAB IV
Ada tiga ranah yang menjadi tujuan pendidikan
yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah ini
harus diperhatikan dalam perumusan tujuan
pendidikan. Tujuan umum sering menunjukan tingkat
pencapaian ketiga ranah belajar yang tinggi. Namun
jika tidak dibarengi dengan rumusan TIU dan TIK
yang jelas dan konsisten dengan tujuan umum, maka
hasil yang diharapkan pun tidak akan tercapai.
16. BAB V
STRATEGI DAN SUMBER
MENGAJAR
A. Rasional
Dengan adanya perencanaan yang cermat
mengenai strategi dan sumber mengajar lebih
terjamin bahwa kurikulum dapat diwujudkan
dan apa yang diajarkan dikuasai dan dimiliki
siswa.
B. Sumber Mengajar
Bisa berupa buku pelajaran, buku referensi,
majalah, transparansi, proyektor serta segala
alat dan bahan lainnya yang dapat menunjang
proses belajar mengajar.
17. C. Strategi Mengajar
Strategi mengajar memiliki berbagai variasi dalam
pelaksanaannya tergantung dari tujuan tingkat
pembelajaran. Strategi yang lazim digunakan menurut
tingkatan tujuan pembelajaran :
Kuliah
Demonstrasi
Praktek latihan
Diskusi-bertanya
Analisis situasi-dilema
Inkuiri-pertemuan
Kerja lapangan
Pemprosesan informasi
Penelitian akademis
Pemecahan masalah
Dramatisasi
Simulasi
Synectics
Proyek aksi sosial
18. REFLEKSI BAB V
Dalam proses belajar-mengajar strategi mengajar
sangat perlu diterapkan agar proses pembelajaran
berjalan efektif sehingga mencapai tujuan pendidikan.
Strategi mengajar merupakan suatu bentuk dari
pelaksanaan kurikulum sehingga sangat perlu
pelaksanaan dan perencanaan yang baik dan tentunya
sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan. Walaupun
suatu kurikulum sangat sempurna penyusunannya,
tetapi tidak dibarengi dengan strategi mengajar yang
baik maka tujuan pembelajaran pun tidak akan tercapai
secara maksimal. Dari penjabaran di atas, sekiranya
strategi mengajar seperti apa yang sesuai diterapkan di
tingkat universitas khususnya di Indonesia ??
19. BAB VI
MENDISAIN RENCANA EVALUASI
KURIKULUM
Tujuan evalusi kurikulum diantaranya untuk
mengatur tingkat pencapaian tujuan, menilai
efektivitas kurikulum, dan menentukan faktor
biaya, waktu dan tingkat keberhasilan kurikulum.
Desain evaluasi menguraikan tentang data yang
harus dikumpulkan dan analisis data untuk
membuktikan nilai dan efektivitas kurikulum.
20. Langkah-langkah desain evalusi kurikulum :
a. Merumuskan tujuan evaluasi
Tujuan evaluasi yang komperehensif meliputi tiga
dimensi yaitu formatif- sumatif, proses-produk, opreasi-
hasil belajar siswa. Dalam penilaian harusnya meliputi
ketiga dimensi tersebut, namun terkadang yang diperlukan
hanya evaluasi partial (evaluasi sebagian).
b. Proses dan Metodologi Penilaian
Terdapat beberapa model evaluasi yang dapat
digunakan untuk mendesain proses dan metodologi
penialain kurikulum. Model-model evaluasi ini digunakan
bergantung pada tujuan evaluasi, waktu dan biaya serta
tingkat kecermatan dan kespesifikan yang diinginkan.
Model-model tersebut diantaranya model diskrepansi
provus, model CIPP Stufflebean, model transformasi
kualitas eisner, dan model lingkaran tertutup corrigon.
21. c. Data, Instrumen, dan Prosedur
Pengumpulannya
• Data “keras” berupa fakta seperti score test,
absensi, pembiayaan dsb.
• Data “lunak” seperti persepsi dan pendapat
orang yang dapat berbeda-beda.
d. Mengumpulkan, Menyusun dan
Mengolah Data
e. Menganalisis dan melaporkan data
Proses analisis berhubungan dengan tujuan
evaluasi yakni hasil-hasil, kesimpulan, dan
rekomendasi.
22. REFLEKSI BAB VI
Evaluasi kurikulum perlu dilakukan untuk
melihat sejauh mana kurikulum itu berhasil
diterapkan dalam lembaga pendidikan. Dari hasil
evaluasi tersebut bisa dilihat dimana keunggulan
dan kelemahan dari suatu kurikulum. Hal ini
dapat menjadi pedoman untuk penyusunan
kurikulum selanjutnya yang tentunya diharapkan
dapat lebih baik dari kurikulum sebelumnya.
23. BAB VII
DISAIN RENCANA INSTRUKSIONAL PENGAJARAN
EFEKTIF
Instruksi atau pengajaran adalah proses interaktif yang
berlangsung antara guru dengan siswa dengan tujuan untuk
memperoleh pengetahuan, keterampilan, serta
memantapkan apa yang dipelajari.
Pengajaran efektif merupakan proses sirkuler (berupa
lingkaran) yang setidaknya terdiri dari 4 komponen :
Penilaian
Latihan
Pengajaran Perencanaan
Efdektif
pengajaran
24. REFLEKSI BAB VII
Pengajaran dikatakan efektif jika pengajaran mencapai
tujuan yang diharapkan yakni keberhasilan siswa dalam
memahami dan menguasai pelajaran. Guru sebagai pengajar
menentukan tingkat keberhasilan proses pembelajaran di
kelas. Seorang guru harus mampu merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran yang efektif dengan tidak hanya
memberikan materi pelajaran saja, tetapi harus mampu
mendorong, memotivasi dan membimbing siswa dalam
belajar. Selain itu tentu saja harus memperhatikan juga
waktu dalam proses pembelajaran. Intinya untuk mencapai
pengajaran efektif guru dituntut untuk bersikap profesional.
25. BAB VIII
MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERFIKIR
DAN MEMECAHKAN MASALAH
Pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan
secara rasional dengan mengolah informasi yang diperoleh
melalui pengamatan untuk mencapai suatu hasil pemikiran.
Pendekatan –pendekatan dalam pemecahan masalah
a. Yang bertalian dengan waktu
Reaktif : tidak memiliki banyak alternatif pemecahan
masalah karena waktu yang singkat atau terbelenggu oleh
adat kebiasaaan.
Antisifatif : masalah dipikirkan sejak awal timbulnya
sehingga punya banyak alternatif pemecahan masalah.
26. b. Yang berkenaan dengan kedalaman analisis
Reflektif : masalah dipikirkan secara mendalam
Implusif: masalah dipecahkan berdasarkan insting
atau perasaan.
Tipe-tipe berfikir :
Divergen : membuka diri terhadap ide baru
Konvergen : konservatif, (kurang terbuka pada ide
baru)
27. REFLEKSI BAB VIII
Untuk dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah, maka seorang guru harus mampu
membantu siswa dalam menguasai unsur-unsur
keterampilan berpikir karena dengan menguasai hal tersebut
akan sangat membantu siswa dalam memecahkan masalah.
Siswa hendaknya dibiasakan untuk melatih unsur
keterampilan berpikir seperti mengamati, menyusun dan
membuat kesimpulan dalam kegiatan belajar di kelas
maupun di luar kelas. Dengan begitu siswa akan terbiasa
untuk “berpikir” tidak hanya sekedar “tahu” tentang suatu
hal. Berkenaan dengan tipe-tipe berpikir baik divergen
maupun konvergen memiliki kelemahan dan keunggulan
masing-masing. Berpikir divergen berguna untuk
mendapatkan ide-ide baru untuk dijadikan referensi bagi
pengambilan keputusan. Sedangkan berpikir konvergen, bisa
digunakan dalam hal pengambilan tindakan dan
mengevaluasi suatu keputusan yang telah dipikirkan
matang-matang dari hasil pemikiran divergen.
28. BAB IX
PERENCANAAN INSTRUKSIONAL
UNTUK TUJUAN AFEKTIF
Tujuan Pendidikan Nilai-Nilai
Nilai adalaha seperangkat sikap yang dijadikan dasar
pertimbangan, prinsip sebagai ukuran bagi kelakuan. Tujuan
pendidikan nilai adalah untuk meningkatkan mutu pemikiran dan
perasaan siswa terhadap nilai-nilai yang mereka miliki.
Pendidikan moral
Moral adalah seperangkat nilai, prinsip yang diterima baik
dalam suatu kontek kultur tertentu. Tujuan pendidikan moral
adalah untuk membantu siswa agar mampu memberi pendapat
yang bertanggung jawab, adil dan matang.
Pendidikan afektif
Mencakup pendidikan nilai dan moral. Tujuannya membantu
siswa dalam mematangkan diri secara moral dan
menginternalisasi nilai-nilai yang diterima.
29. Nilai-nilai dan penelitian otak
Otak mempengaruhi sistem kepercayaan, sikap serta
pandangan terhadap nilai-nilai. Menurut penelitian tahun
1960-1970, otak kiri manusia berfungsi logis-linguistik,
sedangkan otak kanan berfungsi afektif-kreatif.
Komunikasi dan informasi baru dalam
hubungannya dengan pendidikan afektif
Hakikat dan isi informasi yang diterima oleh manusia
bergantung pada sejumlah faktor yang saling
berhubungan yaitu kepercayaan, sikap dan nilai-nilai.
Selain itu terdapat faktor yang mempengaruhi informasi
yaitu kredibilitas, kesiapan internal, motivasi dan metode,
atau proses penerimaan informasi.
Perubahan kelakuan sebagai pengaruh informasi
baru
Belajar hakikatnya adalah menerima informasi-
informasi baru yang akan berpengaruh pada kelakuan
30. REFLEKSI BAB IX
Tujuan afektif dalam suatu kurikulum sangat
penting keberadaannya karena menyangkut
perubahan tingkah laku, pola pikir, dan sikap
siswa. Penyusunan kurikulum dan desain
instruksional afektif harus ditangani sama seperti
penyusunan kognitif sekolah, karena aspek
afektif juga sangat penting bagi perkembangan
siswa dalam hal efektivitas serta
produktivitasnya sebagai siswa, individu dan
warga negara.
31. BAB X
PENDIDIKAN AFEKTIF, PERSFEKTIF HISTORIS,
DAN MODEL-MODEL PENDIDIKAN AFEKTIF
Pendidikan afektif dipandang sebagai bidang
studi indisipliner karena didasarkan atas
berbagai bidang ilmu. Bidang-bidang ilmu
tersebut diantaranya:
a. Filosofi sosial
Tokoh yang berpengaruh :
Thomas Hobbes (Teori Kontrak Sosial)
Jean Jacques Rousseau (Naturalisme)
Immanuel Kant (Rasionalisme)
Emile Durkheim (Teori Konteks Sosial)
32. b. Psikologi
Tokoh yang berpengaruh :
Sigmund Freud : kepribadian terbentuk dari ego,
super ego dan id (diri tak sadar)
John Dewey : pertumbuhan moral berlangsung
secara berangsur-angsur.
Jean Piaget : belajar dipengaruhi lingkungan
eksternal
c. Kepribadian
Tokoh yang berpengaruh
Peck & Havighurst : membagi 5 tipe kepribadian,
amoral, expendient, conformist, irrasional,
rational.
Abraham maslow : tipa orang mempunyai
motivasi yang berbeda-beda namun nilai-nilai
sama bagi setiap orang.
33. Model-model pendidikan afektif
Model Konsiderasi (kepedulian terhadap orang lain)
Model Pembentukan Rasional (Kematangan pemikiran
moral)
Model “Values Clarification” (proses perolehan
gambaran yang jelas tentang nilai-nilai)
Model Pengembangan Kognitif (perkembangan
berangsur-angsur, bertahap tanpa lompatan)
Model Analisis Nilai (mencapai prinsip penilaian
melalui pengumpulan dan analisis data secara
sistematis, rasional dan ilmiah)
Model Aksi Sosial (pengembangan kompetensi
kewarganegaraan siswa)
Model Masa Depan : Sains-Teknologi Masyarakat (
masalah sosial berkaitan erat dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi
34. REFLEKSI BAB X
Pendidikan afektif dipengaruhi oleh falsafah
moral, psikologi dan kepribadian. Dalam
menjalankan pendidikan afektif seorang guru
dapat mengambil inspirasi dari beberapa tokoh
dunia dalam menyusun dan melaksanakan
kurikulum. Pendidikan afektif akan lebih efektif jika
dilaksanakan secara bertahap dari tingkat yang
paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi
tanpa melewatkan satu tahap pun. Semuanya
harus terurut sehingga siswa dapat mencapai
kematangan berpikir mengenai nilai dan moral.