Dokumen tersebut membahas tentang pembentukan dan fungsi humor dalam dakwah pada masyarakat multikultural di Kota Medan. Terdapat beberapa sumber daya yang ditinjau seperti teori humor, dakwah, linguistik sistemik fungsional, dan analisis wacana kritis yang digunakan untuk menganalisis data dakwah yang mengandung unsur humor."
HUMOR DALAM DAKWAH PADA MASYARAKAT MULTIKULTURAL KOTA MEDAN.pptx
1. HUMOR DALAM DAKWAH PADA
MASYARAKAT MULTIKULTURAL
KOTA MEDAN
REZKY KHOIRINA TARIHORAN
218107010
2. Latar belakang
Humor sejatinya terbentuk akibat naluri manusia yang selalu mencari kegirangan, kesenangan,
kegembiraan, dan hiburan.
Humor adalah sebuah upaya verbal atau visual untuk meransang senyum dan tawa pendengar
atau orang yang melihatnya. Selain sebagai hiburan, humor bisa membebaskan diri manusia dari
beban kecemasan, kebingungan, kekejaman, dan kesengsaraan.
Secara linguistic humor difenisikan sebagai "kategori yang mencakup semua yang mencakup
setiap peristiwa atau objek yang menimbulkan tawa, menghibur atau dianggap lucu“ (Attardo,
1994)
3. HUMOR ADA DIMANA-MANA
Di dunia politik, humor menjadi alat kritik yang efektif, sarana ekpresi protes masyarakat yang
tidak bisa ditumpahkan melalui lembaga resmi, dan bahkan pemecah kebekuan diplomasi,.
Di dunia pendidikan dan public speaking, humor adalah alat efektif untuk memecah kebosanan,
ilmu yang disampaikan dengan bumbu humor akan lebih menarik untuk didengarkan, humor
juga bisa menjadi cara lain memberi nasehat tanpa terkesan menggurui.
Dalam perspektif agama, Islam mengajarkan kita untuk bersikap santai, rileks,murah senyum,
dan tidak berlebihan dalam tindakan, ucapakan, dan perilaku di seluruh aspek kehidupan.
Artinya dalam kehidupan sehari-hari tidaklah harus diisi dengan keseriusan. Perlu ada senyum,
tawa, canda, dan humor, namun tidak boleh berlebihan.
4. HUMOR DALAM DAKWAH
Menurut Fahriansyah (Fahriansyah, 2019) humor dalam dakwah berbentuk ceramah adalah agar
ceramah yang disampaikan Pendakwah bersifat rekreatif untuk menghindarkan kebosanan
obyek dakwah didalam mendengar atau menyerap isi dari ceramah tersebut.
Dakwah sendiri berarti salah satu media komunikasi Islam dalam menyampaikan pesan
keagamaan yaitu merupakan cara dai dalam meyebar luaskan ajaran agama islam kepada
seluruh mad’u (penerima dakwah) (Wandi, 2020).
5. MASYARAKAT MULTIKULTURAL
Masyarakat multikultural merupakan tolak ukur untuk persatuan dan kesatuan bangsa, tapi
multikulural juga memiliki potensi dan sangat rentan dengan berpecah-belah antar suku,
bahasa, budaya dan bangsa diakibatkan perbedaan tersebut.
Website Pemko Medan mencatat bahwa keberagaman di Kota Medan menjadi sesuatu yang
sangat menarik karena pengaruh akulturasi budaya dari berbagai etnik yang mendiami Kota
Medan, seperti yang ada didalam data pemko Medan diantaranya adalah suku Melayu, Jawa,
Karo, Toba, Simalungun, Minang, Pakpak, Tamil dan lain sebagainya.
Dalam aspek dakwah, pada masyarakat multicultural hal ini merupakan ujian berat bagi juru
dakwah (Sihabudin, 2019).
Dimana dalam hal ini apabila da’I tidak memiliki strategi yang tepat di dalam menyampaikan
pesan atau materi dakwahnya maka akan menimbulkan konflik. Salah satu strategi yang dapat
digunakan adalah humor.
6. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pembentukan humor dalam dakwah pada masyarakat multikultural di Kota
Medan?
2. Apakah fungsi humor dalam dakwah pada masyarakat multikultural di Kota Medan?
3. Apa saja nilai multikultural yang terkandung di dalam humor pada dakwah di Kota Medan?
4. Bagaimana pola humor yang ideal untuk dakwah multicultural di kota Medan?
7. TINJAUAN PUSTAKA
1. HUMOR
Secara etimologi, humor berasal dari bahasa Latin yaitu umor yang berarti cairan. Konotasi
cairan merujuk pada suasana hati yang mencair (tidak beku) yang ditandai tawa dan perasaan
senang, riang, dan gembira. (Junaedi & Ridwan, 2013: 2).
Humor memiliki suatu potensi yang penting bagi kehidupan manusia, karena humor merupakan
kebutuhan mutlak bagi manusia untuk ketahanan diri dalam proses pertahanan hidupnya.
Humor juga dapat memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil menghibur. (Setiawan,
1990: 34-35)
8. Terdapat tujuh indikator muatan humor. Sesuatu disebut humor apabila mengandung hal-hal
berikut:
a. Absurd/menyimpang yakni suatu peristiwa atau pernyataan yang dianggap masuk akal
jika tidak logis atau tidak konsisten dengan apa yang diketahui atau dianggap benar.
b. Aneh yakni gagasan tentang sesuatu yang lumrah dan ganjil mengacu pada hubungan
antara komponen-komponen dari sebuah objek, peristiwa, ide, harapan sosial, dan sebagainya.
Ketika susunan unsur-unsur pokok dari suatu peristiwa tidak sesuai dengan pola normal atau
yang diharapkan, maka peristiwa tersebut dianggap aneh.
c. Konyol yakni mengacu pada peristiwa yang menggelikan dan tidak untuk dianggap
serius.
d. Menggelikan yakni konsep tingkat tinggi, mengacu pada setiap peristiwa yang
menghasilkan tawa karena keganjilan, absurditas, keberlebihan, atau kekonyolan.
e. Lucu yakni hasil dari mengamati sesuatu yang aneh, ganjil, absurd, dan sebagainya.
f. Menyenangkan yakni Penempatan perhatian seseorang dengan cara yang
menyenangkan dan menghibur adalah inti dari hiburan. (Suharijadi, 2016)
9. DAKWAH
Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan, ajakan baik dalam bentuk lisan,
tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha
mempengaruhi orang lain baik secara individu maupun secara kelompok supaya timbul dalam
dirinya suatu pengertian kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran
agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan (Sumadi,
2016).
Masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang sosial keagamaan dan budaya yang
kompleks terkadang sulit untuk menerima pesan-pesan dakwah. Salah satu penyebabnya karena
para da‟i sering menganggap objek dakwah sebagai masyarakat yang vakum, Padahal sekarang
ini mereka berhadapan dengan seting masyarakat yang memiliki ragam corak keadaan dengan
berbagai persoalannya, masyarakat yang ragam nilai serta majemuk dalam tata kehidupan,
masyarakat yang sering mengalami perubahan secara cepat, yang mengarah pada masyarakat
fungsional, masyarakat gelobal, dan masyarakat terbuka (Ghozali, 2021).
10. HUMOR DALAM DAKWAH
Menurut Ridwan (2010: 921-56) konsep dasar kepatutan humor yang dapat disisipkan
dalam dakwah adalah humor yang memiliki dua standar, yakni etis dan estetis. Dalam standar
etis, humor harus memiliki empat kriteria yakni:
1. Edukasi yaitu humor yang memiliki kandungan pesan mendidik dan membawa misi
pencerahan.
2. Kritis yaitu humor yang menstimulus dai untuk melakukan analisis terhadap sejumlah
ketimpangan dan ketidakseimbangan realitas kehidupan.
3. Tidak rasis yaitu humor tidak berisi hinaan, penodaan, dan citraan stigmatis terhadap
seseorang, lembaga, agama, ras, atau golongan
4. Tidak berunsur pornografi, yaitu humor yang tidak mengeksploitasi tubuh dan
sensasional badaniyah melalui pembicaraan jorok dan porno
11. Dalam standar ini, humor yang disisipkan harus memiliki empat kriteria yaitu:
1. Rekreatif yaitu humor yang bersifat lucu dan menghibur. Indikator lucu dan menghibur adalah
lahirnya suasana senang, riang, dan gembira para mad’u.
2. Inovatif yaitu humor yang bersifat aktual dan baru. Humor yang disisipkan dalam dakwah janganlah
replicative, yaitu humor pasaran yang sudah banyak diketahui atau sering dipakai dan digunakan oleh
dai lain. Besar kemungkinan dengan menyisipkan humor replicative tidak akan mengundang tawa.
3. Aplikatif, yaitu humor yang bisa membantu menafsirkan dan menjelaskan pesan dakwah agar
mencapai tujuannya. Adakalanya isi pesan dakwah membutuhkan tafsiran dan penjelasan yang
mudah dicerna. Dengan ini pesan dai dapat tersampaikan secara kenyataan faktual. Humor harus
saling berkaitan, maksudnya humor yang disisipkan dai haruslah humor yang berkaitan dengan pesan
dakwah. Jangan memaksakan untuk menyampaikan humor yang tidak berkaitan dengan isi pesan
dakwah. Hal ini dapat menyebabkan objek tertawa bukanlah humor yang disampaikan, tetapi dai
yang menyampaikan.
4. roporsional yaitu humor yang disisipkan harus seimbang. Sebagai sisipan, meski tidak memiliki
fungsi yang luar biasa, humor hanyalah tambahan yang sifatnya sekunder. Karena itu, yang sekunder
tidakboleh melebihi yang primer. Harus disadari bahwa kegiatan dakwah adalah bagian dari syariat
yang sarat dengan aturan normatif dan muatan sakralitas. Sisipan humor yang melebihi porsinya
dikhawatirkan akan menggeser hakikat dakwah sebagai kegiatan normatif menjadi semacam dagelan
dan guyonan belaka. Hal ini dikarenakan humor yang tidak diposisikan sebagai sisipan yang sifatnya
sekunder, tetapi sebagai konten atau isi pesan yang primer.
12. Linguistik Sistemik Fungsional
Dalam LSF, saat orang berkomunikasi ia sedang mengemban tiga makna sekaligus, yaitu makna
ideasional, makna interpersonal, dan makna tekstual.
1. Fungsi Ideasional Fungsi ideasional terdiri atas makna esperiensial dan logikal. Pada makna
eksperiensial, bahasa digunakan untuk mengungkapkan realitas fisik-biologis serta berkenaan dengan
interpretasi dan representasi pengalaman. Di tingkat klausa fungsi ini berhubungan dengan
transitifitas yang membahas partisipan, proses, dan sirkumstansi. Sementara makna logikal dalam
klausa direalisasikan dalam klausa kompleks, kelompok nomina, dan kelompok verba.
2. Fungsi Interpersonal Di bawah fungsi interpersonal, bahasa digunakan untuk
mengungkapkan realitas sosial dan berkenaan dengan interaksi antara penulis dan pembaca. Fungsi
ini di dalam klausa direalisasikan ke dalam sistem mood, struktur mood, dan modalitas.
3. Fungsi Tekstual
Dalam fungsi tekstual ini, bahasa digunakan untuk mengungkapkan realitas semiotik atau realitas
simbol dan berkenaan dengan cara penciptaan teks dalam konteks. Pembaca dapat mengetahui apa
yang sebenarnya ingin disampaikan oleh penulis melalui konstruksi theme dan rheme.
13. Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana kritis Norman Faircluogh merupakan sebuah metode yang apabila ingin
memahami wacana kita tidak dapat melepaskan dari konteks, supaya menemukan sebuah
realitas dibalik teks kita harus melakukan penelusuran atas konteks produksi teks, konsumsi
teks, dan aspek sosial budaya yang mempengaruhi pembuatan teks (Hamad, 2004).
Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough memberikan 3 tahap proses analisis yang berbeda,
yaitu dimulai dengan tahap deskripsi, merupakan tahap dimana analisis dilakukan kepada teks
pada bagian kohesi, tata bahasa, lalu diksi., tahap selanjutnya adalah interpretasi, tahap ini
dimulai dengan melakukan analisis pada bagian produksi teks, penyebaran serta konsumsi teks.,
tahap terakhir adalah eksplanasi digunakan untuk analisis pada ranah sosiokultural dengan
cakupan situasional, lalu institusional, dan sosial secara keseluruhan.
14. PENELITIAN TERDAHULU
Muhammd Afdhal, Hamzah Hamzah. AN ANALYSIS OF VERBAL HUMOR FOUND IN PREACHING OF
USTADZ ABDUL SOMAD. 2019
Menganalisis verbal humor yang disampaikan oleh UAS dengan menggunakan teori GTVH
Siti Isnaniah. KAJIAN SOSIOLINGUISTIK TERHADAP BAHASA DAKWAH AKTIVIS DAKWAH KAMPUS
(ADK) SURAKARTA. 2013
Menjelaskan gaya bahasa dakwah (register) yang digunakan olehADK Surakarta, pengertian register
yang digunakan ADK Surakarta, alasan penggunaan register, dan kontribusi register ADK terhadap
dakwah Islam.
Gabrielle Toretta. Preaching on Laughter: The Theology of Laughter in Augustine’s Sermons. 2015
Menemukan bahwa Tertawa dan bercanda merupakan salah satu hal yang dilakukan oleh Yesus Kristus
(yang dibuktikan dalam berbagai ayat), sehingga humor dapat disisipkan di dalam khutbah agar lebih
menarik
16. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan alat analisis Systemic
Functional Linguistics (SFL) Halliday yang dipadukan dengan pendekatan Analisis Wacana Kritis (AWK)
Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data primer adalah rekaman dari kegiatan dakwah yang dilakukan oleh
pendakwah dari berbagai etnis yang ada di kota Medan.
Setelah semua data dikumpulkan, data dianalisis dengan menggunakan beberapa tahapan antara lain; Tahap
pertama, penelitian dimulai dengan data wacana berupa ujaran yang mengandung unsur humor pada dakwah di
kota Medan untuk kemudian direduksi, ditranskrip, dan dicatat.
Tahap kedua, menganalisis teks yaitu mendeskripsikan data teks yang telah diperoleh dengan menggunakan
analisis transitivitas dan klausa kompleks dari Systemic Functional Grammar (SFL) Halliday.
Tahap ketiga, hasil analisis teks dibahas dan dikaitkan dengan perspektif Fairclough khususnya yang dikenal
dengan wacana tiga dimensi yaitu; dimensi teks/textual yaitu pendeskripsian (description) mengenai teks.,
dimensi kewacanaan/discourse practice yaitu (interpretation) hubungan antara proses produksi wacana dan teks.,
dimensi social practice atau penjelasan (explanation) hubungan antara proses wacana dengan konteks sosial yang
ada.
Tahap keempat, menarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
17. DAFTAR PUSTAKA
Aang Ridwan, “Humor Dalam Tabligh Sisipan Yang Sarat Estetika,” Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies 5, no. 15 (2010): 921–56.Attardo, S. (1994). Linguistic
theories of humor. Berlin and New York: Mouton De Gruyter.
Attardo, S. (2001). Humorous texts: A semantic and pragmatic analysis. Berlin: Mouton De Gruyter.
Berger, A. (1995). Blind men and elephant perspective on humor. New Brunswick: transaction publishers.Ayuningsih, A. (2021). Pelaksanaan Pendidikan Islam Pada Masyarakat
Multikultural Di Desa Banjarpanepen Sumpiuh Kabupaten Banyumas (Doctoral Dissertation, Uin Saifudin Zuhri Purwokerto).
Ermida, I. (2008). The language of comic narratives: Humor construction in short stories. New York: Mounton de Gruyter.
Fahriansyah. (2019). FILOSOFI HUMOR DAKWAH. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 58-71.Farida, P. D., & Dienaputra, R. D. (2021). Multikulturalisme dalam Novel Pulang Karya
Leila S. Chudori. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, 21(1), 137-146.
Ghozali, R. M. (2021). Peta Dan Potensi Dakwah Di Kelurahan Lemahwungkuk Kota Cirebon Rw 02 Kaprabonan (Doctoral Dissertation, Iain Syekh Nurjati Cirebon).
Kenney, M. (2017). A Community of True Believers: Learning as Process among “The Emigrants.”
M Saekhan Muchith, “MEMBANGUN KOMUNIKASI EDUKATIF,” AT-TABSYIR STAIN Kudus 3, no. 1 (2015): 165–84.
Ramdhani, R. (2018). Dakwah dan pemberdayaan masyarakat berbasis agama. Jurnal Ilmiah Syi'ar, 18(2), 8-25.
Ridwan, “Humor Dalam Tabligh Sisipan Yang Sarat Estetika.”
Rosmalina, A. (2019). Teknologi Informasi Sebagai Media Komunikasi Pesan Dakwah. Orasi: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, 10(1), 66-73.
Ross, A. (1998). The language of humor. London: Routledge.
Rozikan, M. (2017). Transformasi dakwah melalui konseling islami. INJECT (Interdisciplinary Journal of Communication), 2(1), 77-98.
Rusdi, M. (2019). Strategi Pemasaran untuk Meningkatkan Volume Penjualan pada Perusahaan Genting UD. Berkah Jaya. Jurnal Studi Manajemen Dan Bisnis, 6(2), 83-88.
Shane J Lopez, The Encyclopedia of Positive Psychology (John Wiley & Sons, 2011).
Sihabudin, D. (2019). Komunikasi Dakwah Pada Masyarakat Adat Kampung Dukuh Garut. Anida (Aktualisasi Nuansa Ilmu Dakwah), 19(1), 63-88.
S S DIDIK SUHARIJADI, “HUMOR DALAM SINETRON PARA PENCARI TUHAN” (Universitas Gadjah Mada, 2016).
Sumadi, E. (2016). Dakwah dan Media Sosial: Menebar Kebaikan Tanpa Diskrimasi. Komunikasi Penyiaran Islam, 1(1), 173-190.
Victor Raskin, S. A. (1991). Script theory revisited: Joke similarity and joke representational model. Attardo, S. (1994). Linguistic theories of humor. Berlin and New York: Mouton De
Gruyter.
Wandi. (2020). PENGGUNAAN HUMOR DALAM DAKWAH KOMUNIKASI ISLAM. Al-Din: Jurnal Dakwah dan Sosial Keagamaan , 84-100.
Wijaya, H. (2019). Analisis Data Kualitatif: Sebuah Tinjauan Teori & Praktik. Sekolah Tinggi Theologia Jaffray.
Wiratno, T. (2009). Makna metafungsional teksiIlmiah dalam Bahasa Indonesia pada Jurnal Ilmiah. (sebuah analisis Sistemik Fungsional). Disertasi. Surakarta: UNS.
Wiratno, T. (2011). Pengantar ringkas Sistemik Fungsional Linguistik (draft 2011). Surakarta: UNS.
Zellatifanny, C. M., & Mudjiyanto, B. (2018). Tipe penelitian deskripsi dalam ilmu komunikasi. Diakom: Jurnal Media Dan Komunikasi, 1(2), 83-90.