Dokumen tersebut membahas tentang unsur-unsur penting dalam pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR), meliputi visi dan misi perusahaan, struktur organisasi CSR, sumber daya manusia pengelola CSR, administrasi CSR, dan standar-standar administrasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan CSR secara efektif.
2. UNSUR POKOK PELAKSANAAN CSR
A. Visi dan Misi Perusahaan
Dalam melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR), tidak bisa
dilepaskan dari core perusahaan yang tertuang dalam visi dan misi, karena CSR
merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Terdapat dua kategori perusahaan dalam menerapkan CSR
Pertama, perusahaan yang menjalankan CSR secara reaktif, tanpa
perencanaan, tanpa landasan kebijakan, dan tanpa penganggaran.
Melainkan menjalankan CSR sebagai bentuk reaksi terhadap suatu
keadaan.
Kedua, Program CSR perusahaan merupakan penjabaran dari nilai-nilai
yang ada dalam Visi dan Misi perusahaan, kemudian diturunkan ke dalam
kebijakan, roadmap, program/kegiatan jangka pendek, menengah, maupun
jangka panjang.
3. B. Struktur Organisasi CSR
Keseriusan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas CSR bisa ditinjau juga dari
struktur organisasinya.
Secara umum terdapat dua kategori dideskripsikan sebagai berikut:
1. CSR merupakan bagian dari aktivitas departemen/divisi lain
Dalam model ini, CSR bukan merupakan sebuah departemen/divisi yang
sifatnya otonom, melainkan menjadi bagian departemen/divisi lain.
Perencanaan dan teknis pelaksanaan program, dipertanggungjawabkan
kepada manajer departemen.
Tipe struktur ini masih menunjukkan lemahnya komitmen perusahaan
terhadap program CSR, karena secara tidak langsung memiliki
kedudukan yang setara dengan departemen lain. Jika dilihat dari produk
kebijakan, program CSR bersifat lemah, karena belum mendapatkan
tempat dalam struktur organisasi perusahaan. Terlebih jika CSR bersifat
ad hock, biasanya tidak ada staf yang menangani program secara khusus
karena polanya insidental, dengan anggaran yang diambil dari pos
darurat.
Pada umumnya pengelola program CSR hanya level staf, bukan pada
level manajer, karena manajer merupakan jabatan puncak dari satu
departemen.
4. Lower Level
Middle Level
Top Level
Direktur
Manager
HRD
Manager
Humas
Training
Development
Personalia CSR
CSR Bagian Departemen Lain
5. 2. CSR sebagai departemen atau bidang otonom
Dalam model ini, CSR bukan merupakan departemen atau bidang yang
sifatnya mandiri, bukan bagian dari departemen lain. Sehingga mulai dari
perencanaan anggaran, perencanaan program, implementasi, hingga
evaluasi dilakukan secara mandiri.
Secara struktur, posisi Departemen CSR dengan departemen lain
sebagai mitra sejajar, dan pertanggungjawaban program sifatnya
langsung kepada direktur/pimpinan perusahaan.
Pola struktur ini menunjukkan besarnya komitmen perusahaan terhadap
CSR, dikarenakan CSR memiliki otoritas anggaran sendiri, memiliki hak
menentukan program jangka pendek, menengah, hingga jangka panjang.
6. Lower Level
Middle Level
Top Level
Direktur
Manager
CSR
Manager
HRD
CSR
Eksternal
CSR
Internal
Training
Development
CSR menjadi Departemen Independen
7. Director for
Sustainability
GM
Plantation
CSR Manager
Provice A
Head of CSR EHS
Business Analysis
& Project
GM
Plantation
GM
Plantation
CSR Manager
Provice B
CSR Manager
Provice C
CSR
Assistant
Media
Relation
RSPO
Coordinator
Assist
ant
CSR
PT A
Assist
ant
CSR
PT B
Assist
ant
CSR
PT C
Assistant
CSR PT F
Assistant
CSR PT D
Assistant
CSR PT E
Assistant
CSR PT G
CSR pada Posisi Top Level
8. C. Sumber Daya Manusia Pengelola CSR
Aktivitas CSR bukan sekedar membangun dan memelihara jaringan semata,
melainkan harus mampu melakukan pentahapan mulai dari analisis kebutuhan
(need assessment), memetakan stakeholders, memetakan dan menganalisis
kebutuhan dan keinginan stakeholder, melaksanakan CSR internal, eksternal, dan
aktivitas lainnya.
Oleh karena itu, ketika perusahaan melakukan penerimaan staf CSR, harus sesuai
dengan kebutuhan departemen CSR itu sendiri. Terkadang aktivitas CSR tidak
berjalan optimal dikarenakan pola rekrutmen yang tidak didasarkan pada
kapasitas, pengalaman, dan latar belakang pendidikan.
Secara umum keilmuan yang relevan bagi pengelola CSR adalah mereka yang
berlatar belakang ilmu sosial, baik sosiologi, antropologi, maupun ilmu
kesejahteraan sosial.
9. D. Administrasi CSR
Dalam mengelola program CSR, tentunya tidak hanya menjalankan aktivitas rutin
yang berhubungan dengan stakeholders semata, melainkan juga perlu
kemampuan dalam aspek administrasi.
Tertib administrasi merupakan bagian dari proses pertanggungjawaban baik
program maupun keuangan.
Seorang praktisi CSR baru bisa dikatakan profesional ketika ia menguasai aspek
praktis maupun administratif.
10. E. Standar Administrasi CSR
Mengapa administrasi memegang peranan penting? Tujuannya adalah agar CSR
sebagai mainstreaming baru dalam perusahaan mendapatkan kedudukan
terhormat, dijalankan secara profesional sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang
menganggap CSR sebagai pelengkap dalam perusahaan.
Standar administrasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan CSR, meliputi:
1. Kebijakan (Policy)
2. Kode Etik (Code of Conduct)
3. Administrasi dan Database
4. Penelitian dan Pengembangan:
a. Pengumpulan Data (Data Collection)
b. Baseline Survey
5. Siklus proyek
6. Laporan:
a. Laporan Situasi
b. Laporan Program
c. Laporan Bulanan
d. Laporan Tahunan
e. Review Keberlanjutan
11. 7. Pemantauan dan Evaluasi:
a. Perkembangan Proyek
b. Rapat Koordinasi
c. Audit
8. Hubungan Stakeholder:
a. Hubungan dengan Media
b. Hubungan dengan Pemerintah
c. Hubungan dengan LSM
9. Keluhan masyarakat:
a. Tanggap Respon
b. Antar Departemen
c. Resolusi Konflik
10.Publikasi:
a. Publikasi Media
b. Foto Dokumentasi
c. Video Dokumentasi
12. 11. Anggaran dan Laporan Keuangan:
a. Perencanaan Anggaran
b. Beban Anggaran
c. Variasi Analisis
d. Manajemen Grant
e. Sponsor
12. Tanggap Darurat:
a. Pohon Telepon Darurat
13. F. Deskripsi mengenai Standar Administrasi dalam Pelaksanaan CSR
1. Kebijakan (Policy)
Kebijakan CSR menguraikan bagaimana pendekatan perusahaan dalam
mengelola CSR, dan mendukung tujuan bisnis perusahaan.
Kebijakan lahir dari keinginan untuk merumuskan praktik terbaik dan sikap
bagaimana mengimplementasikan CSR baik secara internal (manajemen
dan karyawan) dan stakeholders lain yang terkait, termasuk masyarakat
lokal, pemerintah, LSM, media, dan masyarakat umum untuk kepentingan
semua.
Kebijakan CSR menetapkan arah dan kerangka yang ada dalam visi CSR itu
sendiri, bersumber pada penjabaran nilai visi dan misi perusahaan.
Tujuan dari kebijakan ini adalah:
a. Memberikan standar untuk mengelola resiko dan peluang yang berkaitan
dengan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.
b. Meningkatkan kapasitas unit bisnis perusahaan dan pihak terkait dalam
memajukan CSR.
c. Mengembangkan kerangka kerja akuntabilitas untuk melaporkan
kemajuan, menjamin transparansi dan berdasarkan bukti pengambilan
keputusan dalam program CSR.
14. Kebijakan perusahaan merupakan rujukan utama dalam
pengimplementasian program CSR, dengan adanya kebijakan, maka apapun
aktivitas terkait implementasi program CSR harus bersumber atau
berpatokan pada kebijakan yang sudah ditentukan.
Arahan kebijakan perusahaan, pada umumnya meliputi:
Kode etik (code of conduct)
Pola hubungan dan komunikasi
Program-program CSR prioritas
2. Kode Etik (Code of Conduct)
Kode etik merupakan tata aturan bertindak yang dibuat sebagai kerangka
sikap yang mengikat staf CSR, maupun sebagai institusi.
Kode etik CSR mengacu pada aturan pokok perusahaan dan kebijakan CSR
yang diturunkan ke dalam bentuk kode etik. Kode etik ini menetapkan
kerangka kerja umum dan konsisten pada seluruh aktivitas CSR. Kode etik
merupakan arah dan klarifikasi dalam melakukan aktivitas tugas sehari-hari.
Hal ini menjadi penting, karena etika perusahaan dan integritas pribadi
memastikan kredibilitas dan reputasi perusahaan itu sendiri.
Jika policy mengatur secara umum, kode etik lebih diarahkan pada sikap dan
aturan memberikan respon atau menyikapi suatu keadaan.
15. 3. Administrasi dan Database
Tujuan administrasi dan database adalah mendukung standar perusahaan
untuk sistem perapihan dan pembakuan administrasi, di mana semua
program CSR harus didokumentasikan baik berbentuk hard copy dan soft
copy ke dalam database.
Staf CSR harus terus menerus memperbaharui dan bertindak juga sebagai
administrator untuk pengumpulan database apapun yang terkait dengan
CSR, baik laporan maupun jenis publikasi lainnya (foto, CD, buku, poster,
dll).
Dalam melakukan proses administrasi dan database, standar minimal yang
harus dimiliki adalah:
a. Pusat Data
Pengelola program CSR harus memiliki database dan manajemen arsip,
baik di kantor utama maupun di kantor-kantor cabang, yang kemudian
mengkategorikannya berdasarkan lokasi, berdasarkan masing-masing
stakeholders. Selain itu profil wilayah harus terus menerus diperbaharui
setiap periode.
b. Katalog
Pengelola CSR harus mampu melakukan pengelompokkan data
berdasarkan kebutuhannya.
16. 4. Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)
Penelitian dan pengembangan merupakan salah satu pondasi dalam
menentukan prioritas program dan kegiatan CSR. Karena program tidak
akan ideal atau menjawab kebutuhan stakeholders jika tidak bersumber pada
basis data.
Pada umumnya perusahaan mendapatkan data dari pemerintah terkait profil
kewilayahan, namun alangkah lebih baik jika perusahaan melakukan survei
secara mandiri baik kuantitatif yang outputnya berupa data monograf
maupun kualitatif yang outputnya adalah informasi demografi.
Terdapat dua unsur penelitian dan pengembangan
a. Pengembangan Database
Desain survei merupakan gambaran awal mengenai suatu wilayah,
dalam hal ini wilayah operasional perusahaan. Kondisi awal kewilayahan
merupakan landasan utama dalam menentukan program dan
intervensinya. Metode yang dilakukan adalah survei.
b. Kajian Dampak Sosial
Kajian dampak sosial berbeda dengan pengumpulan basis data. Kajian
dampak sosial bersifat kualitatif karena data yang dihimpun adalah
penilaian terhadap stakeholders dalam hal ini masyarakat, terkait
dampak yang ditimbulkan dari adanya operasional perusahaan. Di mana
dampak tersebut bisa positif dan negatif. Selain itu untuk mengukur
sejauhmana tingkat efektifitas program CSR yang telah dilakukan secara
periodik enam bulan atau satu tahun sekali.
17. 5. Program Pembangunan (Cycle Project)
Program pengembangan merupakan siklus dari sebuah program, mulai dari
perusahaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, terminasi, hingga after care.
6. Laporan
Laporan merupakan deskripsi atau gambaran mengenai pelaksanaan suatu
aktivitas maupun program, beserta parameternya. Parameter menjadi
penting untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu
program.
Terdapat beberapa bentuk laporan:
a. Laporan Situasi
Laporan ini berisi aktivitas harian atau rutinitas yang dilakukan oleh staf,
sebagai dasar memberikan penilaian key performance indicator (KPI)
b. Laporan Program/Project
Laporan ini merupakan laporan pada umumnya, di mana staf yang
bertanggungjawab pada satu program membuat dan melaporkan
perkembangan program tersebut. Pada umumnya laporan ini dibuat
setelah program selesai.
18. c. Laporan Bulanan
Laporan ini berisi review baik aktivitas maupun pelaksanaan program
selama sebulan. Laporan bulanan menjadi penting sebagai sarana untuk
mengetahui program yang terlaksana beserta catatannya dan kondisi
anggaran.
d. Laporan Tahunan
Laporan tahunan, merupakan laporan akhir program berdasarkan tahun
anggaran. Laporan ini menjadi penting sebagai sarana evaluasi program
beserta catatannya, evaluasi anggaran, dan sumber utama dalam
menentukan program pada tahun berikutnya.
e. Review Program
Review program merupakan bentuk pelaporan yang sifatnya
pembaharuan dan perubahan, sumber review program adalah hasil
evaluasi terhadap program tahunan.
19. 7. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi terbagi ke dalam internal maupun eksternal.
Pemantauan dan evaluasi termasuk ke dalam siklus program.
Selain itu terdapat pemantauan dan evaluasi yang sifatnya periodik,
dilakukan tengah tahun sebagai evaluasi formatif dan pada akhir tahun pada
saat berakhirnya tahun program.
Kedua aspek monitoring dan evaluasi ini dilakukan oleh pihak internal CSR.
Monitoring dan evaluasi yang sifatnya eksternal dikenal dengan istilah audit.
Dalam hal ini pihak eksternal bisa departemen lain yang memang
bertanggungjawab melakukan audit, atau pihak lain yaitu auditor berlisensi
melakukan pemeriksaan program dan anggaran CSR.
20. 8. Hubungan Stakeholders
Selain menjalankan program secara reguler, hal yang tidak kalah penting
adalah berkaitan dengan kemampuan dalam mengelola hubungan baik
dengan stakeholders.
Terdapat beberapa stakeholders, yang harus dikelola hubungan baiknya
karena akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, diantaranya:
a. Hubungan dengan Media
Media menjalankan peran Public Relation (PR) bagi perusahaan.
b. Hubungan dengan Pemerintah
Hubungan yang baik harus dijaga dengan pemerintah dalam segala
level, baik dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten, Pemerintahan Desa, hingga pada level terkecil, yaitu Rukun
Warga (RW)/Rukun Tetangga (RT).
c. Hubungan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
LSM memiliki kelebihan dalam hal fokus aktivitas dan basis data baik
terkait dalam aspek lingkungan, sosial, maupun budaya. Perusahaan
harus membangun dan menjaga hubungan baik dengan LSM terkait
dengan informasi dan pandangan LSM terhadap kebijakan perusahaan.
21. d. Pendekatan Komunitas
Pendekatan komunitas dalam hal ini terkait mengelola hubungan baik
dengan masyarakat lokal, dalam bentuk beneficiaries, yang artinya
masyarakat menerima manfaat dari perusahaan atas program CSR yang
dijalankan.
Menjaga hubungan baik dengan masyarakat, terkait erat dengan istilah
local license, sekuat apapun izin formal dari pemerintah, tidak akan ada
artinya jika tidak ada izin (penerimaan) dari masyarakat lokal.
9. Keluhan Masyarakat
Keberadaan perusahaan pada dasarnya memberikan dampak positif
maupun negatif terhadap masyarakat setempat. Hubungan yang tidak
harmonis akan membuka ruang-ruang konflik antara masyarakat dengan
perusahaan.
Bentuk standar respon diantaranya:
Membuat sarana pengaduan: kotak pengaduan, hotline, dan formulir
pengaduan.
Pola tanggap respon: jika bentuknya adalah force major seperti bencana,
konflik, dan hal-hal lain yang berdampak pada terancamnya keamanan
dan jiwa seseorang, maka pengaduan ditanggapi segera.
22. Antar departemen: dalam hal ini CSR bertindak sebagai penghubung antar
lini.
Resolusi konflik: perusahaan harus memiliki standar acuan dalam
melakukan resolusi konflik, sehingga ketika ada konflik, perusahaan tidak
asal merespon, melainkan sesuai dengan acuan bertindak.
10. Publikasi
Publikasi menjadi aspek yang amat penting dalam proses
pertanggungjawaban program CSR. Setiap apapun momen yang terkait
aktivitas CSR, diharapkan selalu ada publikasi baik internal maupun
eksternal.
Manfaat lain dari publikasi adalah sebagai bentuk rekam jejak. Ketika ada
masalah, fitnah, atau pemberitaan yang sifatnya tendensius, maka media
publikasi yang dimiliki perusahaan, akan menjadi bukti orisinil dalam
menyelesaikan permasalahan yang ada.
Secara umum publikasi terbagi ke dalam:
a. Publikasi Media
b. Foto Dokumentasi
c. Video Dokumentasi
23. 11. Anggaran dan Laporan Keuangan
Dalam menjalankan kebijakan dan implementasi program CSR, tidak akan
lepas dari penganggaran yang tepat.
Pada umumnya tiap perusahaan memiliki standar anggaran yang berbeda.
Namun yang paling penting dalam aspek transparansi adalah kejelasan dan
konsistensi mata anggaran, sehingga kondisi keuangan CSR bisa terukur
dan mencukupi hingga akhir tahun program.
Dalam pengelolaan CSR, setidaknya terdapat lima lini anggaran yang harus
dijalankan, diantaranya:
a. Perencanaan Anggaran
b. Beban Anggaran
c. Variasi Analisis
d. Manajemen Grant
e. Sponsor
12. Tanggap Darurat
Tanggap darurat terkait dengan sistem dalam mengatasinya. Hal yang
sederhana, namun kadang terabaikan adalah menyiapkan Contact Person
(CP) atau pihak-pihak yang bisa dan memungkinkan dilibatkan dalam kondisi
tanggap darurat.