Imam Abu Hanifah memegang pandangan bahwa Allah telah mengetahui segala sesuatu sejak masa kekekalan, termasuk perbuatan manusia. Namun, manusia memiliki kehendak bebas untuk berbuat baik atau buruk berdasarkan fitrah yang diberikan Allah. Semua yang terjadi, baik di dunia maupun akhirat, telah ditetapkan oleh takdir Allah berdasarkan pengetahuan-Nya.
1. Pendapat Imam Abu Hanifah Tentang Qadar
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=940&bagian=0
Pendapat Imam Abu Hanifah Tentang Qadar
Kategori :
I'tiqad Al-A'immah
Tanggal : Senin, 26 Juli 2004 23:49:26 WIB
PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH TENTANG QADAR
Oleh
Dr. Muhammad Abdurrahman Al-Khumais
[1]. Seseorang datang kepada Imam Abu Hanifah dan mendebat beliau tentang masalah qadar. Kata beliau:
“Tahukah Anda, bahwa orang yang melihat masalah matahari dengan matanya, semakin lama ia melihat, ia
semakin bingung.” [1]
[2]. Beliau berkata lagi: “Allah telah mengetahui segala sesuatu sejak masa azali, sebelum segala sesuatu itu
terwujud.” [2]
[3]. Beliau juga berkata: “Allah juga mengetahui sesuatu yang tidak ada ketika hal itu tidak ada, dan juga
Allah mengetahui bagaimana hal itu akan ada apabila Allah ,mewujudkannya. Allah juga mengetahui
bagaimana kehancuran sesuatu itu.” [3]
[4]. Imam Abu Hanifah berkata: “Taqdir Allah adalah di Lauh Mahfuzh.” [4]
[5]. Beliau juga berkata: “Kita menetapkan, bahwa Allah telah memerintahkan kepada al-Qalam dn ia berkata,
“Apa yang alkan saya tulis wahai Tuhanku?” Allah menjawab: “Tulislah apa yang ada dan terjadi sampai hari
kiamat.” Hal ini berdasarkan firman Allah “
“ Artinya : Segala sesuatu yang mereka lakukan tertulis dalam al_kitab. Dan segala yang kecil dan besar
tertulis.” [Al-Qamar: 52-53] [5]
[6]. Beliau juga berkata: “Di dunia ini dan akhirat tidaklah ada dan terjadi sesuatu kecuali berdasarkan
kehendak Allah.” [6]
[7]. Kata beliau lagi: “Allah menciptakan segala sesuatu tanpa bahan apa-apa.”
[8]. Beliau juga brkata: “Allah adalah Maha Pencipta sebelum Dia menciptakan.”
[9]. Beliau juga berkata: “Kita menetapkan, bahwa hamba bersama amal-amalnya. Penetapannya dan
pengetahuannya adalah makhluk. Apabila yang berbuat saja makhluk, maka perbuatan-perbuatannya lebih
tepat untuk disebut makhluk.”
[10]. Beliau berkata lagi: “Semua perbuatan hamba, baik yang bergerak ataupun diam, merupakan usahanya,
dan Allah yang menciptakannya. Semua perbuatan itu berdasarkan kehendak, pengetahuan, penetapan dan
qadar Allah.
Halaman 1/2
2. Pendapat Imam Abu Hanifah Tentang Qadar
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=940&bagian=0
[11]. Beliau berkata: “Semua perbuatan hamba, baik yang bergerak maupun yang diam, adalah betul-betul
upaya mereka, dan Allah menciptakannya. Semua perbuatan itu berdasarkan kehendak, ilmu, penetapan, dan
qadar Allah. Semua ketaatan adalah wajib berdasarkan peritah Allah, dan hal itu disukai, diridhai, diketahui
dikehendaki, ditetapkan dan ditaqdirkan Allah. Sedangkan maksiat semuanya diketahui, ditetapkan,
ditakdirkan dan dikehendaki oleh Allah, tetapi Allah tidak menyukai dan tidak meridhai hal itu,bahkan Allah
juga tidak memerintahkannya.” [7]
[12]. Beliau juga berkata: “Allah menciptakan makhluk berdasarkan fithrahnya, suci dari perbuatan yang
terlarang. Kemudian Allah menyuruh mereka untuk berbuat kebajikan dan melarang untuk berbuat yang
tercela. Maka, di antara mereka kemudian ada yang kafir dengan melakukan perbuatan-perbuatan kekafiran
dan mengingkari kebenaran (hak). Ada juga di antara mereka yang beriman, baik melalui perbuatannya, iqrar
lisannya, dan pembenaran hatinya. Dan hal itu merupakan taufiq dan pertolongan Allah kepadanya.” [8]
[13]. Beliau juga berkata: “Allah telah mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang punggungnya dalam bentuk
sel-sel, kemudian mereka diberi akal, lalu Allah menyuruh mereka untuk beriman dan melarang mereka
melakukan kekafiran. Kemudian mereka mengakui ketuhanan (rububiyyah) Allah. Maka hal itu merupakan
iman mereka. Kemudian mereka dilahirkan berdasarkan fithrah tersebut. Karenanya, sebenarnya ia telah
mengubah dan mengganti fitrah itu. Sedangkan orang yang beriman dengan penuh keyakinan hatinya, maka ia
tetap berada dalam fithrah tersebut.[9]
[14]. Beliau juga berkata: “Allah-lah yang menetapkan segala sesuatu. Tidak ada sesuatupun di dunia dan
akhirat kecuali atas kehendak, pengetahuan, dan qadja serta qadar Allah. Dan hal itu telah ditulis di Lauh
Mahfuzh.” [10]
[15]. Beliau juga berkata: “Allah tidak memaksa seorangpun dari makhluk-Nya untuk menjadi kafir atau
mukmin. Tetapi Allah menciptakan mereka menjdai orang-orang. Sementara beriman atau menjadi kafir
ituadalah perbuatan hamba. Allahmengetauhi orang yang kafir pada saat ia kafir. Manakala setelah itu ia
beriman, Allah juga mengetahui dan dia akan dicintai Allah. Dan ilmu Allah tidak berubah. [11]
[Disalin dari kitab I'tiqad Al-A'immah Al-Arba'ah edisi Indonesia Aqidah Imam Empat (Abu Hanifah, Malik,
Syafi'i, Ahmad), Bab Aqidah Imam Abu Hanifah, oleh Dr. Muhammad Abdurarahman Al-Khumais, Penerbit
Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia Di Jakarta]
_________
Foote Note
[1] Qalaid Uqud Al-Aqyan, lembar 77-A
[2] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 302-303
[3] Ibid
[4] Ibid, hal. 302
[5] Al-Washiyah bersama Syarhnya, hal. 21
[6] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 303
[7] Ibid
[8] Ibid, hal. 302-303
[9] Ibid, hal. 302
[10] Ibid
[11] Ibid, hal. 303
Halaman 2/2