3. Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan
dengan lisan, dan memperbuat dengan
anggota badan (beramal). Dengan demikian iman
kepada Allah berarti meyakini dengan sepenuh hati
bahwa Allah SWT itu ada, Allah Maha Esa. Keyakinan itu
diucapkan dalam kalimat :
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah”
4. Sebagai perwujudan dari keyakinan dan ucapan itu, harus diikuti
dengan perbuatan, yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi
laranganNya.
Rukun Iman yang pertama adalah iman kepada Allah SWT yang
merupakan dasar dari seluruh ajaran Islam. Orang yang akan
memeluk agama Islam terlebih dahulu harus mengucapkan kalimat
syahadat. Pada hakekatnya kepercayaan kepada Allah SWT sudah
dimiliki manusia sejak ia lahir. Bahkan manusia telah menyatakan
keimanannya kepada Allah SWT sejak ia berada di alam
arwah. Firman Allah SWT :
“Dan ingatlah, ketika TuhanMu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab : “Betul Engkau Tuhan kami, kami bersaksi.” (QS. Al-A’raf :
172)
5. Jauh sebelum datangnya agama Islam, orang-
orang jahiliyah juga sudah mengenal Allah SWT.
Mereka mengerti bahwa yang menciptakan alam
semesta dan yang harus disembah adalah dzat
yang Maha Pencipta, yakni Allah SWT.
Sebagaimana diungkapkan di dalam Al-Qur’an :
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka :
“Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”,
niscaya mereka akan menjawab : “Semuanya
diciptakan oleh Yang Maha Perkasa
lagi Maha Mengetahui.” (QS. Az-Zukhruf : 9)
6. Manusia memiliki kecenderungan untuk berlindung
kepada sesuatu Yang Maha Kuasa.
Yang Maha Kuasa itu adalah dzat yang mengatur
alam semesta ini. Dzat yang mengatur alam
semesta ini sudah pasti berada di atas segalanya.
Akal sehat tidak akan menerima jika alam
semesta yang sangat luas dan teramat rumit ini
diatur oleh dzat yang kemampuannya terbatas.
Sekalipun manusia sekarang ini sudah dapat
menciptakan teknologi yang sangat canggih,
namun manusia tidak dapat mengatur alam raya
ini. Dengan kecanggihan teknologinya, manusia
tidak akan dapat menghentikan barang sedetik
pun bumi untuk berputar.
7. Dzat Allah adalah sesuatu yang ghaib. Akal manusia tidak
mungkin dapat memikirkan dzat Allah. Oleh sebab itu
mengenai adanya Allah SWT, kita harus yakin dan puas
dengan apa yang telah dijelaskan Allah SWT melalui firman-
firman-Nya dan bukti-bukti berupa adanya alam semesta ini.
Ketika Rasulullah SAW endapat kabar tentang adanya
sekelompok orang yang berusaha memikirkan dan mencari
hakekat dari dzat Allah, maka beliau melarang mereka untuk
melakukan hal itu. Rasulullah SAW bersabda :
“Dari Ibnu Abbas RA, diceritakan bahwa ada suatu kaum yang
memikirkan tentang (hakekat) dzat Allah Azza Wajalla, maka Nabi
SAW bersabda : “Pikirkanlah tentang ciptaan Allah dan janganlah
kamu memikirkan (hakekat) dzat Allah.” (HR. Abu Asy-Syaikh)
8. Sebagai perwujudan dari keyakinan akan adanya
Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah pengabdian
kita kepada Nya. Pengabdian kita kepada Allah
adalah pengabdian dalam bentuk peribadatan,
kepatuhan, dan ketaatan secara mutlak. Tidak
menghambakan diri kepada selain Allah, dan
tidak pula mempersekutukan Nya dengan sesuatu
yang lain. Itulah keimanan yang sesungguhnya.
Jika sudah demikian Insya Allah hidup kita akan
tentram. Apabila hati dan jiwa sudah tentram,
maka seseorang akan berani dan tabah dalam
menghadapi liku-liku kehidupan ini. Segala nikmat
dan kesenangan selalu disyukurinya. Sebaliknya
setiap musibah dan kesusahan selalu diterimanya
dengan sabar.
9. Dasar Beriman Kepada Allah
• a.Kecenderungan dan pengakuan hati
• b.Wahyu Allah atau Al-Qur’an
• c.Petunjuk Rasulullah atau Hadits
• Setiap manusia secara fitrah, ada kecenderungan hatinya
untuk percaya kepada kekuatan ghaib yang
bersifat Maha Kuasa. Tetapi dengan rasa kecenderungan hati
secara fitrah itu tidak cukup. Pengakuan hati merupakan
dasar iman. Namun dengan pengakuan hati tidak akan ada
artinya, tanpa ucapan lisan dan pengalaman anggota tubuh.
Sebab antara pengakuan hati, pengucapan lisan, dan
pengalaman anggota tubuh merupakan satu kesatuan yang
tak dapat dipisahkan. Untuk mencapai keimanan yang benar
tidak hanya berdasarkan fitrah pengakuan hati nurani saja,
tetapi harus dipadukan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
10. Cara Beriman Kepada Allah SWT
Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman
yang tergabung dalam rukun iman. Karena iman kepada Allah
SWT merupakan pokok dari keimanan yang lain, maka
keimanan kepada Allah SWT harus tertanam dengan benar
kepada diri seseorang. Sebab jika iman kepada Allah SWT
tidak tertanam dengan benar, maka ketidak-benaran ini akan
berlanjut kepada keimanan yang lain, seperti iman kepada
malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari
kiamat, serta qadha dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan
merusak ibadah seseorang secara keseluruhan. Di
masyarakat tidak jarang kita jumpai cara-cara beribadah
seorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam,
padahal orang tersebut mengaku beragama Islam.
11. Ditinjau dari segi yang umum dan yang khusus ada
dua cara beriman kepada Allah SWT :
• a.Bersifat Ijmali
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah,
bahwa kita mepercayai Allah SWT secara umum atau secara garis besar.
Al-Qur’an sebagai suber ajaran pokok Islam telah memberikan pedoman
kepada kita dalam mengenal Allah SWT. Diterangkan, bahwa Allah
adalah dzat yang Maha Esa, Maha Suci.
Dia Maha Pencipta, Maha Mendengar, Maha Kuasa,
danMaha Sempurna.
• b.Bersifat Tafshili
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya
adalah mempercayai Allah secara rinci. Kita wajib percaya dengan
sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang berbeda
dengan sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya
“Asmaul Husna” yang kita dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul
Husna serta menghafal dan juga meresapi dalam hati dengan
menghayati makna yang terkandung di dalamnya.
12. Terima kasih atas
perhatiannya, mohon maaf
apabila banyak kesalahan
Akhirul Kalam,
Wassalamu’alaikum
Warahmatullahi
Wabarakaatuh!