SlideShare a Scribd company logo
1 of 180
“ALLAH KEHIDUPAN, PIMPIN
KAMI
MEWARTAKAN KEADILAN DAN
PERDAMAIAN”
Hasil-hasil Konsultasi Nasional V
Gereja dan Komunikasi, 12-13
November 2013
Penyunting
Rainy MP Hutabarat
“Allah Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan
Perdamaian
Hasil-hasil Konsultasi Nasional V Gereja dan Komunikasi
Penerbit: YAKOMA-PGI (Pelayanan Komunikasi Masyarakat-
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia)
Jakarta, April 2015
Alamat: Jalan Cempaka Putih Timur XI/26 Jakarta 10510
Telepon: (62-21) 4205-623; Faks: (62-21) 4253-379
Surel: yakoma@cbn.net.id
Situs Web: yakomapgi.org
Penyunting: Rainy MP Hutabarat
Tata-Letak dan Sampul: George Soedarsono Esthu
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 2
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
(Dilarang mengutip tanpa mencantumkan sumber).
Kata Sambutan
Pertama-tama saya mengucapkan Selamat Datang kepada Bapak-Ibu dan Saudara
sekalian peserta Konsultasi Nasional Gereja dan Komunikasi yang bertajuk
“Allah Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian”.
Selama beberapa hari ini kita akan sama-sama berkonsultasi, yang sebenarnya
lebih tepat dimaknakan sebagai saling belajar, saling bertukar dan saling
memerkaya dalam pengetahuan, pemikiran dan pengalaman di bidang komunikasi
dan secara khusus media. Sebagaimana kita sama-sama ketahui, dunia dan pola
kehidupan manusia dewasa ini telah banyak berubah. “Globalisasi”, itulah
fenomena yang terjadi dan sekaligus istilah yang sudah kerap kita dengar.
Sebenarnya proses mengglobal itu sudah cukup lama bergulir, tapi ia masih terus
berjalan hingga kini dan akan terus berjalan ke depan entah sampai kapan dan ke
mana arahnya. Yang jelas, kita harus berupaya mengikutinya kalau tak mau
tertinggal atau ketinggalan zaman yang terus-menerus berubah ini.
Faktanya kita sekarang hidup di era multi-media, dengan revolusi internet, yang
membuat arus deras informasi dan ide begitu mudahnya masuk dan keluar dari
benak kita. Berbagai media konvensional seperti media cetak, radio dan televisi
kini sudah terkonvergensi ke dalam laptop, tablet, smart-handphone dan smart-
TV. Semua yang kita perlukan demi memuaskan keingintahuan kita begitu
mudahnya didapat, karena semuanya tersedia di ruang maya (cyber spaces). Kita
merasa senang karena kita sungguh merasa terbantu dengan pelbagai kemudahan
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 3
itu. Namun kita juga khawatir, mengingat dampak-dampaknya yang negatif selalu
mengintai dan siap menjadi ancaman yang potensial merusak pola interaksi dan
komunikasi antarpersonal kita selama ini. Bukan kehidupan sosial kita saja yang
kelak bisa berubah, bahkan kehidupan bergereja pun bisa saja “dipaksa” berubah
karenanya. Di titik itulah kita mungkin merasa cemas menatap masa depan yang
kian tak pasti. Namun alih-alih menghindarinya, lebih bijaklah jika kita berupaya
secara cerdik mengikutinya seraya berharap kita bisa juga memanfaatkannya.
Kalau kita bicara secara khusus tentang pers, di negara ini kita sudah mengalami
dua era, yakni Orde Lama dan Orde Baru, yang iklim persnya kurang
menggembirakan atau bahkan suram. Sebab, dominasi penguasa dalam hampir
seluruh aspek kehidupan dan infrastruktur politik di kedua era itu begitu kuatnya.
Di satu sisi suara-suara kritis rakyat dibungkam, di sisi lain suara-suara penguasa
memonopoli kebutuhan rakyat akan informasi. Untuk kepentingan politik
hegemoni dan a-politisasi masyarakat itulah maka pers di kedua era itu dijadikan
perpanjangan tangan penguasa. Tak heran kalau Bahasa yang digunakan kerap
bermakna ganda, baik untuk tujuan penghalusan maupun demi kepentingan
memperdayakan rakyat.
Namun, dinamika proses politik yang telah berjalan selama puluhan tahun itu kini
telah mengantar kita tiba di sebuah era baru yang oleh banyak orang disebut
sebagai Era Reformasi. Sejak rezim Orde Baru berlalu, pengelolaan negara
berjalan bagaikan tanpa arah yang jelas. Namun satu hal yang pasti, kebebasan
kini terbuka lebar. Karena 2 Konsultasi Nasional Gereja & Komunikasi 2013
perubahan itulah maka sistem pers pun turut berubah - sebagai dampaknya. Jika di
kedua era sebelumnya telah terjadi banyak pembredelan maupun pembungkaman
pers oleh pemerintah demi “stabilitas nasional”, kini situasinya jauh berbeda: pers
kian bergairah. Alhasil, jumlah pers pun tak bisa lagi secara pasti dihitung. Sebab
selalu saja ada yang baru, apalagi pers yang kini sudah mengambil rupa baru:
maya alias on-line. Siapa pun bisa membuatnya dan siapa pun bisa bersuara apa
saja di sana.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 4
Di satu sisi kita patut merayakan perubahan yang semakin menekankan nilai
kebebasan itu, namun di sisi lain kita juga pantas merasa khawatir karena di balik
itu ada tabiat-tabiat baru yang muncul dan sayangnya negatif: mudahnya mencaci-
maki dan bahkan berkatakata kotor, mudahnya beropini tanpa didukung bukti dan
nalar yang kritis, dan hal-hal lain yang sejenisnya. Di sinilah kita, sebagai gereja
dan lembaga paragereja, tertantang untuk mampu mengawal perubahan-perubahan
itu. Kita tertantang untuk mampu menggarami media-media di sekitar kita dengan
prinsip “media perdamaian dan keadilan”. Memang, media-media harus tetap
informatif dan edukatif, dengan sementara itu tetap menjujung tinggi kebebasan
karena media dewasa ini telah menjadi pilar keempat demokrasi (media sebagai
“watchdog” bagi penguasa). Namun sejalan dengan itu, bisakah media-media juga
tetap menjadi wahana untuk menyebarkan ide-ide dan nilai-nilai perdamaian dan
keadilan kepada publik?
Kiranya hal penting ini dapat menjadi perhatian kita selama beberapa hari duduk
bersama dalam acara Konsultasi Nasional ini. Sepulangnya dari sini, kita
terpanggil untuk meneruskan pesan-pesan yang kita dapatkan selama beberapa
hari ini kepada gereja, lembaga paragereja, dan publik di mana kita menjadi
bagian di dalamnya. Kita berharap peran kita sebagai Kristen, pengikut Kritus,
dapat lebih strategis lagi dalam rangka mewartakan nilai-nilai keadilan dan
kebenaran. Mungkin itu kita lakukan melalui media cetak, radio, atau bahkan
televisi, namun mungkin juga melalui media on-line atau bahkan media sosial
yang relatif murah dan mudah tapi tetap berdampak penting bagi masyarakat
sekitar kita.
Akhirnya, atas nama YAKOMA-PGI, saya mengucapkan Selamat Berkonsultasi
kepada kita semua. Terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh Gereja Bethel
Indonesia (GBI) dan pihak-pihak lain yang tak bisa disebutkan namanya satu-
persatu di sini.
Tuhan memberkati.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 5
Ketua Pengurus
Dr. Victor Silaen
Daftar Isi
halaman
Kata Sambutan
3
Bab I
10
Bab II
15
Bab III
61
Bab IV
68
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 6
Bab I
Kerangka Acuan
KONSULTASI NASIONAL V “GEREJA DAN KOMUNIKASI”
ALLAH KEHIDUPAN, PIMPIN KAMI MEWARTAKAN KEADILAN DAN
PERDAMAIAN
Grha Bethel, 12-14 November 2013
Kata Pengantar
Abad XXI dicatat sebagai era multi-media, internet atau tsunami informasi.
Berbagai media konvensional seperti media cetak, media radio dan televisi sudah
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 7
terkonvergensi ke dalam aptop, tablet, smart-handphone dan smart-TV. Revolusi
internet atau digital telah menjadikan dunia sebagai sebuah desa global. Lalu
lintas komunikasi dan informasi pun telah berubah dari kecenderungan satu arah
(atas - bawah) dan terpusat, menjadi multi-arah. Setiap orang bisa dengan bebas
berkomunikasi dengan siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Kita belum tahu
revolusi apa lagi yang akan terjadi dengan 4 G dan WI MAX yang tak lama lagi
akan segera dipasarkan.
Berbagai pihak, mulai dari kalangan partai politik, bisnis, kelompok/organisasi
agama, organisasi profesi dan keilmuan, kelompok kampanye dan seterusnya,
memanfaatkan multi-media dan ruang maya yang terbuka luas tanpa batas waktu
dan ruang bagi para penggunanya. Mudah ditebak, yang paling gesit
memanfaatkan ruang maya adalah kalangan bisnis dan politik. Di mana kalangan
remaja dan anak muda yang paling banyak menggunakan internet.
Semua ini menantang kesiapan gereja untuk memanfaatkan perkembangan era
internet ini di dalam persekutuan, kesaksian dan pelayanan ke dalam gereja
maupun keluar kepada masyarakat luas, karena penggunaan yang semakin mudah
dan menjangkau semua lapisan masyarakat. Yang menjadi persoalan sekarang ini
adalah pesan-pesan apa yang penting dan strategis yang akan dikomunikasikan
atau dipublikasikan oleh gereja-gereja atau lembaga pelayanan Kristen kepada
masyarakat luas yang plural?
Terkait ini, YAKOMA-PGI bekerjasama dengan Sinode Gereja Bethel Indonesia
(GBI) bermaksud menyelenggarakan Konsultasi Nasional Gereja dan
Komunikasi. YAKOMA-PGI sendiri sejak berdiri melalui mandat gereja-gereja di
Indonesia, sudah menyelenggarakan 4 (empat) kali Konsultasi Nasional Gereja
dan Komunikasi dan 4 (empat) kali Pekan Komunikasi Kristen sejalan dengan
rekomendasi gereja-gereja di Indonesia. Konsultasi Nasional Gereja dan
Komunikasi pertama diselenggarakan di Klender – Jakarta tahun 1976 dengan
tema “Strategi Komunikasi Massa”, kedua tahun 1987 di Sukabumi dengan tema
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 8
“Komunikasi untuk Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan”, ketiga tahun
1992 di Makasar bertema “Komunikasi Untuk Martabat Manusia” dan keempat di
Jakarta tahun 2010 bertema “Allah Itu Baik Kepada Semua Orang”. Semua
kegiatan tersebut mencoba memetakan persoalan-persoalan pada ruang dan waktu
serta sekaligus merumuskan respons dan refleksi gereja atasnya. Satu hal yang
perlu digarisbawahi dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah, semua diselenggarakan
sebelum internet menjadi bagian hidup sehari-hari masyarakat modern Indonesia.
Sejalan dengan arak-arakan oikoumenis gereja-gereja sedunia, Konsultasi
Nasional V Gereja dan Komunikasi mengangkat tema, “Allah Kehidupan,
Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian.” Tema ini hendak
menggarisbawahi bahwa gereja/umat Kristen selaku pewarta Kabar Baik harus
menjadi berkat bagi kehidupan – mewartakan keadilan dan perdamaian – bukan
semata untuk lingkungan Kristen, tetapi juga kepada orang-orang lain dan ciptaan
Allah lainnya.
Dari konsultasi nasional ke konsultasi nasional, yang secara khusus membahas
persoalan-persoalan di seputar gereja dan media (cetak, radio, audio-visual,
daring) belum pernah diselenggarakan. Kendati posisi dan fungsi strategis media
diakui, namun para pekerja media (berbasis) gereja maupun media Kristen belum
pernah duduk bersama dalam sebuah forum untuk saling berbagi pengalaman,
pengetahuan, serta visi-misi dan strategi. Padahal jumlah media gereja dan media
Kristen mencapai ratusan. Masing-masing sibuk dengan pekerjaan dan
permasalahannya dan tidak berjejaring oikoumenis untuk menyinergikan peluang
dan kekuatan. Ada media gereja dan media Kristen yang sudah sedemikian
profesional pengelolaannya, ada yang dikelola seadanya saja dan kerap terlambat
terbit, ada pula yang “hidup segan mati tak mau”.
Dari pengalaman YAKOMA-PGI menyelenggarakan lokakarya-lokakarya media
komunitas selama satu dasawarsa terakhir, diperoleh gambaran bahwa mayoritas
sinode/gereja belum mengembangkan medianya dengan sebaik-baiknya.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 9
Sejumlah masalah terkait siklus hidup media gereja terkuak: mulai dari ketiadaan
visi media yang jelas, tema tak digarap serius, perekrutan pekerja media yang asal
saja tanpa pelatihan lebih dulu, pengelolaan media yang sambil lalu dan rangkap
jabatan, pekerja yang direkrut tanpa pembekalan yang memadai, isi media yang
merupakan corong sinode sehingga kering, membosankan dan akhirnya tak
dibaca, rendahnya minat baca dan menulis, dan seterusnya.
Dari percakapan dengan para peserta lokakarya diketahui bahwa peningkatan
mutu media gereja memerlukan pendekatan dua arah: pekerja media dan
pemimpin di aras pengambilan keputusan organisasi gereja. Pekerja media perlu
diperlengkapi dengan pengetahuan dan keterampilannya dengan dasar-dasar
pengelolaan media seperti jurnalisme, menyunting, menata letak, fotografi,
pemasaran dan seterusnya. Sedangkan para pemimpin gereja juga perlu
mengetahui posisi dan fungsi strategis media gereja dan strategi komunikasi dan
media di tengah-tengah masyarakat yang plural.
Dalam era otonomi daerah dan demokrasi, posisi dan peran strategis media gereja
semakin penting sebagai “juru bicara” dalam menyosialisasikan pandangan gereja
terhadap isu-isu penting dan terkini misalnya HAM, demokrasi, korupsi,
gereja/pendeta dan politik, dan seterusnya. Ada kesan bahwa tanggapan dan
refleksi terhadap isu-isu sedemikian dilimpahkan kepada PGI (Persekutuan
Gereja-gereja di Indonesia) untuk merumuskannya dan sekaligus menyebarkannya
ke gereja-gereja antara lain melalui majalah Berita Oikoumene.
Seorang pekerja media gereja pernah mengungkapkan bahwa gerejanya memang
tidak berani memuat isu-isu sensitif karena pandangan bahwa gereja tidak
berpolitik. Yang lain menggarisbawahi bahwa kini bukan saatnya lagi media
gereja dan media Kristen berjalan sendiri-sendiri, sebab peluang dan tantangan
bersama di era digital dan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang plural
perlu disikapi bersama-sama.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 10
Dalam konteks pertarungan penyebarluasan informasi, berbagai pihak, mulai dari
partai politik, bisnis, kelompok/organisasi agama, organisasi profesi dan keilmuan,
kelompok kampanye dan seterusnya, memanfaatkan multi media dan ruang maya
yang terbuka luas tanpa batas waktu dan ruang. Mudah ditebak, yang paling gesit
memanfaatkan ruang maya adalah kalangan bisnis dan politik. Kepedulian gereja-
gereja terhadap posisi dan fungsi strategis media dapat disaksikan dari media yang
ada di lingkungannya entah cetak, radio, media daring, bahkan juga dari
keikutsertaan dalam penyelenggaraan acara mimbar agama di televisi dan
Facebook. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah gereja-gereja telah
memanfaatkan media yang ada secara maksimal?
Sejauh ini tak tampak strategi media gereja menghadapi era multimedia dan
internet. Media gereja dikelola secara sambil lalu, sebagai pekerjaan sampingan,
dan karenanya “asal ada ketimbang tidak ada”. Warga jemaat juga tidak diajak
untuk hidup sadar dan waspada terhadap gempuran media massa agar tidak
menjadi korban-korban misalnya iklan atau informasi yang bias. Di sisi lain,
warga jemaat di daerah-daerah yang infrastruktur telekomunikasinya jauh dari
memadai memperoleh pengetahuan dan informasi terkait iman Kristen dan ajaran
gereja semata berdasarkan media tradisional seperti kotbah-kotbah, katekisasi, dan
Penelaahan Alkitab.
Sehubungan dengan permasalahan di atas, YAKOMA-PGI bekerjasama dengan
beberapa gereja/lembaga media di Jabodetabek bermaksud menyelenggarakan
Konsultasi Nasional Gereja dan Media. Tema yang dipilih adalah “Allah
Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian.” Tema ini
hendak menggarisbawahi bahwa media gereja dan media Kristen selaku pewarta
Kabar Baik harus menjadi berkat bagi kehidupan – mewartakan keadilan dan
perdamaian – bukan semata untuk lingkungan Kristen, tetapi juga agama-agama
lain dan ciptaan Allah lainnya. Kehidupan yang dimaksud tak semata bersifat
antropologis (berpusat pada manusia) tetapi juga ekologis. Dengan tema ini kita
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 11
diingatkan bahwa “Tuhan itu baik kepada semua orang dan penuh rahmat terhadap
segala yang dijadikanNya.” (Maz. 145: 9).
Tujuan:
 Memetakan tantangan-tantangan dan peluang-peluang yang dihadapi
oleh media gereja dan media Kristen terutama dalam menghadapi multi
media dan internet
 Merumuskan refleksi teologis maupun faktual tentang peran dan fungsi
media gereja dan media Kristen
 Membangun dan memperkuat jejaring yang sinergis media gereja dan
media Kristen untuk proses saling belajar dan RTL bersama yang
merupakan karya bersama.
Penyelenggara: YAKOMA-PGI bekerjasama dengan Gereja Bethel Indonesia
(GBI).
Peserta: Pengelola, pekerja, pemimpin media gereja dan Kristen (radio, cetak,
daring, audiopvisual pengambil keputusan), pengelola media rakyat (teater),
pemimpin gereja di aras sinode.
Alur Lokakarya
Tahap 1
Penggalian dan pemahaman tema Konsultasi Nasional “Allah Kehidupan,
Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian” dan Pemetaan
Perubahan Media massa (Kekuatan, Kebijakan dan Orientasi, Konten,
Perngelolaan, Format) di Indonesia sebelum dan pascareformasi. Pada
tahap ini peserta mampu mengidentifikasikan permasalahan, perubahan,
tantangan, serta peluang.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 12
Tahap 2
Kebijakan infokom pemerintah pascareformasi. Pada sesi ini peserta
diperlengkapi dengan informasi seputar kebijakan-kebijakan pemerintah
terkait infokom, prioritas, tujuan dan target agar masyarakat Indonesia
menjadi masyarakat berbasis informasi dan pengetahuan. Informasi
kebijakan ini diharapkan membuka horizon tentang kebijakan infokom
dan dampaknya bagi media massa, media sosial atau media baru dan
media komunitas.
Tahap 3
Media massa dan media komunitas merespons perubahan: (1)
Bagaimana media massa komersial seperti stasiun televisi dan radio
merespons era globalisasi, internet dan pluralitas media yang mengubah
secara total lalu lintas komunikasi dan informasi dari yang terpusat dan
satu arah menuju ke populis, dua arah dan nonprofit sebagaimana media
baru atau media sosial. (2) Bagaimana media komunitas keagamaan yang
berorientasi nonprofit merespon era globalisasi, internet dan pluralitas
media? Bagaimana mereka memosisikan diri (visi, misi, strategi).
Tahap 4
Perspektif Bermedia: Pengalaman Media Difabel dan Masyarakat
Adat-Lingkungan Hidup
Media tak lepas dari bias-bias tertentu. Kerap media melakukan
reviktimisasi terhadap korban dan kelompok marjinal (ODHA, difabel,
perempuan, masyarakat adat) melalui pilihan-pilihan kata dan konstruksi
narasi berita. Di sisi lain, orientasi bisnis juga menjadi filter dalam
pemilihan berita yang diminati oleh masyarakat luas. Berita-berita tentang
politik, bisnis, perang/konflik menjadi pilihan utama.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 13
Kini kita hidup dalam lingkungan media yang mengepung kita selama 24
jam memerlukan sikap kritis. Kritis tak hanya berarti mampu mewaspadai
berbagai konten media, namun juga mampu mengelola penerbitan media
khusus bagi kelompok-kelompok marjinal yang persoalan-persoalannya
dipinggirkan oleh media massa yang berorientasi bisnis, seperti
masyarakat adat dan difabel. Berbagi visi dan misi keadilan bagi
kelompok marjinal melalui penerbitan media diharapkan dapat membuka
wawasan bagaimana media memosisikan diri di tengah-tengah gempuran
media massa berorientasi bisnis dan eforia gerakan media sosial.
Tahap 4
Penggalian dan Perumusan Masalah (Diskusi Terfokus Kelompok)
Peserta dibagi dalam empat kelompok yang menggali tiga fungsi majalah
gereja dan majalah Kristen yang tampak dalam penerbitan: humas
(internal), penginjilan, perubahan sosial. Satu kelompok akan
merumuskan pesan konsultasi nasional tentang gereja dan komunikasi.
Tahap 5
Pleno dan Tanggapan
Tiap-tiap kelompok menyajikan hasil-hasil diskusi untuk ditanggapi oleh
seluruh peserta. Hasil-hasil diskusi kelompok kemudian ditulis ulang
untuk direvisi berdasarkan masukan-masukan para peserta.
Seluruh materi Konsultasi Nasional akan dibukukan dalam bentuk format
cetak maupun digital. Format cetak akan dikirim ke pada para peserta dan
sinode-sinode gereja. Hasil Konsultasi Nasional akan menjadi bahan
masukan pada Sidang Raya PGI 2014 di Nias, Sumatra Utara.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 14
Jadwal Acara
Waktu
Selasa,
12 November 2013
Rabu,
13 November 2013
Kamis,
14 November 2013
Jumat,
15 November 2013
06.00 - 07.30
REGISTRASI
PESERTA
MAKAN PAGI MAKAN PAGI MAKAN PAGI
07.30 - 80.00 IBADAH PAGI IBADAH PAGI
CHECK OUT
08.00 - 09.30
Refleksi Teologi
Komunikasi sebagai
perwujudan Kasih
Pdt. Dr. Einar Sitompul
Refleksi Teologi
Menjadi Pewarta Keadilan
dan Perdamaian,
Pengalaman Perempuan
Pdt. Sylvana Apituley,
M.Th.
09.30 -10.00 Rehat
10.00 -12.00
Sesi I
1. Sharing: Peta
perubahan media
massa, media
komunitas di Indonesia
sebelum dan pasca-
reformasi: orientasi,
kebijakan konten,
pengelolaan dan format
(Ignatius Haryanto)
2. Kebijakan pemerintah di
bidang Infokom
(Freddy Tulung, Dirjen
Infokom Publik)
Sesi III : Awal Pemetaan
Media dan Masyarakat
Adat-Lingkungan Hidup
Media dan Difabel
dan ODHA
12.00 -13.00 MAKAN SIANG
13.00 -15.00
Bagaimana Media
menyikapi perubahan-
perubahan di era
globalisasi dan internet:
1. MNC
2. First Media
Kelompok I
Kelompok II
Kelompok III
15.00 -15.30 REHAT KOPI
15.30 -17.30
Kebaktian
Pembukaan
Sharing dari peserta:
1. HKBP
2. GKPB (MDC)
PLENO
17.30 -18.30
Sambutan-
sambutan
Pembukaan
ISTIRAHAT
PENUTUPAN
18.30 -19.30 MAKAN MALAM MAKAN MALAM
19.00 -20.30
MALAM BUDAYA
20.30 -21.00
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 15
Bab II
PROSES DAN PERCAKAPAN KONSULTASI NASIONAL
Hari Pertama, 12 November 2013
I. Pembukaan KONAS
Renungan/kotbah dalam ibadah pembuka disampaikan oleh Pdt. Dr. Japarlin
Marbun, Ketua BPH Sinode GBI. Refleksi ditekankan pada tema “Allah
kehidupan, pimpin kami mewartakan keadilan dan Kedamaian” mengacu
pada teks 1 Petrus 4: 11 “Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara
sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang
melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan.
Allah, supaya Allah dimuliakan,
dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus.
Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.”
Melalui tema dan renungan teologis, peserta KONAS didorong untuk dapat
memanfaatkan media apa pun dari sederhana sampai yang canggih.
Misalnya Facebook, bagaimana setiap warga gereja mampu memposkan
Firman Tuhan atau kata-kata hikmat yang mengandung unsur perdamaian,
keadilan, dan kebenaran. Ada tiga persyaratan dalam menyampaikan warta:
tepat waktu, tepat media, mendayagunakan yang diwartakan itu. Media yang
ada sekarang banyak menimbulkan kebencian, ketidakadilan dan bukan
kebenaran Firman Tuhan.
II. Kata Sambutan
a. Ketua Panitia (Pdt. Fecky Angkow, MA)
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 16
Bersyukur kepada Tuhan Yesus sebagai Kepala Gereja, karena diberikan
kesempatan untuk mengadakan KONAS yang dihadiri beberapa sinode,
walaupun persiapannya hanya dua bulan namun telah berusaha
semaksimal mungkin untuk menyukseskan acara KONAS. Gereja perlu
selektif dan bijak menggunakan berbagai media komunikasi dalam
menyampaikan nilai-nilai kristiani yang menyuarakan “kebenaran dan
keadilan”. YAKOMA-PGI berupaya memotivasi dan memfasilitasi
berbagai media Kristen untuk duduk bersama memikirkan,
mendiskusikan dan menyusun langkah-langkah yang riil melalui
KONAS V Gereja dan Komunikasi. Diharapkan KONAS ini
menghasilkan rumusan-rumusan rekomendasi visi, misi, dan perjuangan
bersama media Kristen dalam menyampaikan pesan-pesan ilahi yang
kontekstual dan berdampak bagi masyarakat Indonesia pada umumnya,
dan secara khusus bagi persekutuan gereja-gereja di Indonesia.
Diharapkan, melalui KONAS ini dirumuskan rencana tindak-lanjut
untuk program-program nyata sehingga kualitas dan kuantitas media
Kristen dapat dirasakan kontribusinya bagi negara, masyarakat dan
persekutuan gereja-gereja di Indonesia. Selamat mengikuti KONAS V
Gereja dan Komunikasi, kiranya berbagai acara yang diselenggarakan
dapat diikuti dengan baik dan dapat memberi masukan yang bermafaat
bagi pelayanan di lingkungan gereja dan sinode masing-masing.
b. Ketua Pengurus YAKOMA-PGI (Dr. Victor Silaen)
(membacakan Kata Pengantar di buku ini)
c. Sekretaris Umum MPH-PGI (Pdt. Gomar Gultom, M.Th)
Secara resmi Pdt. Gomar Gultom memukul gong pembukaan. KONAS
Gereja dan Komunikasi kali ini adalah kegiatan ke-5 yang
diselenggarakan YAKOMA-PGI, dengan mengangkat tema, “Allah
Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian.”
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 17
Kontak, interaksi dan relasi antara manusia yang terdiri dari beragam
manusia dipupuk oleh komunikasi dan berbagai TIK. Proses dan cara kita
berhubungan dengan manusia secara efektif menjadi sebuah kebutuhan.
Apalagi ketika harus mewartakan Injil, peran komunikasi semakin
penting. Tiga catatan penting terkait penyelenggaraan KONAS V Gereja
dan Komunikasi:
Catatan pertama: Komunikasi sebagai Sikap Peduli
Dalam perspektif Kristen, cara berelasi dan pola komunikasi harus
memiliki nilai lebih. Tidak cukup sekadar mengucapkan “halo” atau
“haleluya”. Relasi harus terungkap dalam upaya mendarmakan diri
kepada orang lain dalam wujud cinta kasih. Dalam komunikasi Kristen
harus ditandaskan bahwa komunikasi seturut dengan maknanya mewujud
dalam penyerahan diri kepada orang lain. Pemberian diri menjadi
perilaku yang hakiki kalau seseorang mau disebut sebagai Kristen.
Artinya, orang yang takut atau tidak pernah bersedia menyerahkan
dirinya demi orang lain atas dasar kasih seturut dengan perspektif
komunikasi Kristen, sulit disebut sebagai seorang Kristen sejati. Yesus
adalah contoh puncak komunikasi yang sejati, Yesus adalah figur
komunikasi yang mendarmakan dirinya demi orang lain. Lalu timbul
pertanyaan: kepada siapakah kita harus mendarmakan diri kita dalam
komunikasi ini? Tentu kita akan berkata kepada semua orang! Tetapi
komunikasi akan mendapat tingkatan yang lebih tinggi apabila
pendarmaan diri itu tertuju kepada dan demi orang yang terpinggirkan
dan terabaikan oleh sistem yang selama ini lebih mengedepankan
kepentingan diri; kepada sistem yang selama ini memuaskan diri atau
sistem yang lebih mementingkan kelompok.
Tema KONAS ini sangat tepat, “Tuhan, pimpinlah kami kepada
keadilan dan perdamaian”. Tema mengisyaratkan kepedulian kepada
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 18
mereka yang terpinggirkan. Olehnya komunikasi Kristiani ditandai
semangat untuk hidup keluar dan pergi dan berjumpa dengan rekan yang
lain, keluar dari keterkumpulan kita, keluar dari pemenuhan diri sehingga
kita mampu membebaskan diri dan pada gilirannya juga akan mampu
melepaskan diri dan akan mampu membebaskan orang lain.
Catatan Kedua: Komunikasi sebagai Upaya Pembebasan
Dewasa ini berbagai bentuk media komunikasi telah begitu hebatnya,
dengan kemajuan yang pesat dalam bentuk broadcasting radio, televisi
dan sebagainya maupun hubungan media sosial. Seperti dikatakan Pak
Fecky, komunikasi seperti tsunami.
Tapi ada sesuatu yang menguatirkan di sini, komunikasi telah
membelenggu kita sedemikian rupa, sehingga misalnya untuk berpakaian
pun selera kita telah ditentukan oleh media, seperti iklan dan sebagainya
termasuk selera musik juga telah digiring. Selera makanan anak-anak kita
pun digiring oleh media. Kita tidak lagi bebas. Anak-anak kita digiring
oleh pemberitaan media: tawuran itu sebagai bentuk perlawanan
keberanian, begitu juga dengan narkoba dan dugem sebagai tanda-tanda
modernitas. Komunikasi begitu ambigu; tsunami kata Pak Fecky tadi.
Celakanya, konon, komunikasi yang dikembangkan di lingkungan gereja
kita tidak membawa masyarakat semakin dewasa, keluar untuk mampu
menentukan atau memutuskan pilihannya sendiri. Komunikasi gereja kita
telah begitu menggurui dan memandulkan daya kritis warga jemaat kita,
dan menggiring kita kepada pola berpikir yang monolitik. Komunikasi
gereja kita konon telah memperlakukan warga gereja sebagai anak-anak
yang masih harus minum susu, dan tidak pernah sampai kepada makanan
keras.
Catatan Ketiga: Dari Media ke Mediasi
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 19
Bagaimana komunikasi tidak hanya kita anggap dalam kerangka media
tapi juga mediasi. Para pendengar komunikasi gereja dewasa ini masih
sangat fungsional melihat komunikasi, sehingga menganggap media
komunikasi melulu sebagai saluran untuk menyampaikan pesan yang
dianggap sebagai obyek komunikasi. Dari perspektif ini, kita sebagai
komunikator sering kali menggangap diri sebagai yang lebih tahu,
superman, tahu segalanya, dan komunikan itu dianggap sebagai obyek
semacam tabularasa yang siap menampung segala informasi dan pesan
yang akan disampaikan. Dalam sistem ini media dilihat sebagai saluran
atau channel. Dalam paradigma komunikasi Kristen, kita mestinya tidak
lagi berbicara tentang media sebagai saluran, karena media bukan
sekadar pengantar informasi tetapi juga sebagai lingkungan hidup, bukan
hanya media tetapi juga mediasi. Itu berarti media tidak sekadar menjadi
penyalur dan berdiri sendiri dan netral, pengantar komunikasi bisa media
yang berdiri sendiri; media adalah bagian dari masyarakat, bagian dari
realitas. Merupakan keharusan bagi kita untuk mempertanyakan siapa
pemilik media, ideologi manakah yang ada di balik media; idiom atau
bahasa apakah yang dipakai dalam operasional media, siapa di
belakangnya? Dari negara mana? Bagaimana media mengonstruksikan
gender, keadilan, kekerasan, diskriminasi, dan lain-lain. Semua itu turut
menentukan terbentuknya sebuah bangunan komunikasi.
Dengan tiga catatan inilah, kami menyambut penyelenggaraan KONAS,
yang diharapkan di satu sisi akan mengevaluasi bentuk dan subtansi
komunikasi kita selama ini dan lewat satu proses belajar sebagaimana
yang dikatakan oleh Ketua YAKOMA-PGI, lewat proses saling belajar,
saling bertukar pengalaman, bertukar pengetahuan, pemikiran, informasi
dan komunikasi mendorong kita dalam sisi lain mengembangkan
komunikasi yang perduli kepada mereka yang terpinggirkan dan
mengembangkan komunikasi yang membebaskan.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 20
Terima kasih kepada YAKOMA-PGI yang menyelenggarakan KONAS
dan terima kasih kepada Sinode GBI, dan terutama kepada Bapak/Ibu
yang bersedia mengikuti KONAS ini. Kami menilai ini sebagai
komitmen kita bersama untuk bersedia mengkomunikasikan Injil yaitu
Injil yang peduli dan Injil yang membebaskan.
d. Pembacaan Alur
Gracia L. Simanjuntak menyampaikan pengalamannya di Sekolah Minggu
kepada peserta KONAS, “Adik-adik, Ibu mau membacakan cerita-cerita
kebenaran Firman Tuhan dari ini “Alkitab! Alkitab!” Apa namanya adik-
adik?” jawab anak-anak serentak, “Alkitab!” Namun, dengan teknologi
yang semakin berkembang, bayangkan Alkitab kini berformat lain
seperti Tab, Iphone, Ipad, ponsel dan BB. Bayangkan, bagaimana
mengajukan pertanyaan kepada anak-anak, “Ini apa, adik-adik?” sambil
mengacungkan BB atau ponsel sebab Alkitab terdapat dalam software
gawai (gadget).
Dari ilustrasi di atas, media gereja dan media Kristen harus sadar, kini
teknologi dan media menjadi begitu penting.
Bagi seluruh peserta, selama KONAS akan dibagikan kartu lembaran
komitmen agar apa saja yang kita diskusikan dapat diwujudkan bentuk
nyata dalam media dan komunikasi kita bersama nantinya. Jadi setiap
peserta akan mendapat kartu komitmen dan ditempelkan di pohon supaya
dapat kita lihat bersama-sama.
Untuk pendalaman materi dalam kelompok-kelompok, akan dibentuk 5
kelompok. Setiap kelompok bisa memilih Ketua Koordinator, dengan
tugas sebagai berikut:
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 21
• Memulai doa pagi atau malam sesuai jadwal kelompok secara
mandiri bersama kelompok yang sudah ditentukan.
• Memimpin sharing pergumulan sesuai topik-topik yang ditentukan.
• Memimpin doa kelompok.
• Mengajak anggota menuliskan doa komitmen.
e. Doa Penutup
Disertai doa makan malam yang dipimpin oleh Pdt. Ny. Altje Runtu-Lumi
Hari Kedua, 13 November 2013
Refleksi Teologis:
“Komunikasi sebagai Perwujudan Kasih” (materi terlampir)
Pdt. Dr. Einar Sitompul
Tanggapan peserta:
 Dwi Yatmoko (WVI): menarik tentang tiga tahap, namun ada satu hal
jenis komunikasi yang menjadi booming, yaitu komunikasi tanda kutip
“autis”, seperti orang semakin jauh dengan keluarganya, orang semakin jauh
dengan guru agamanya dan penguasaan diri yang dibatasi oleh teknologinya
seperti aplikasi yang menarik dengan gawai (gadget) dan lain-lain. Dan,
gereja ada pada tahap mana. Yang menarik juga adalah, bagaimana gereja
melihat apa yang disebut jemaat teknologi, seperti: jemaat tidak perlu hadir
di gereja untuk persekutuan dan lain-lain. Karena sudah tersedia dengan life
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 22
streaming, cukup melihat di televisi dan lain-lain. Padahal dalam pertemuan
itu dibutuhkan relasi sosial yang membutuhkan kehadiran kita di gereja.
Narasumber
Publikasi autis atau komunikasi autis sebagai tantangan, bagaimana gereja
untuk meresponnya, jangan melulu menyalahkan karena banyak orang
mendoktrinkan untuk menyalahkan perkembangan teknologi, padahal IT atau
teknologi informasi dan komunikasi adalah sebuah penemuan baru dalam
peradaban manusia. Pernah ada opini di Kompas bertajuk Remot (remote)
yang menyinggung pemberkatan jarak jauh sebagai suatu kemungkinan:
pengantin tidak perlu hadir dalam gereja, cukup tumpang-tangan dengan cara
jarak jauh. Pertanyaan etisnya adalah, seberapa jauh hikmat yang diterima
oleh orang tersebut. Tujuan saya adalah: mengatakan kita saat ini sudah
memasuki peradaban baru sejak IT berkembang pesat pada abad ke 19.
Penemuan baru radio dan telegram dan kini menjadi bagian dari peradaban
yang berkembang. Saat ini penduduk terbanyak di dunia adalah Tiongkok
tetapi penduduk kedua adalah Facebook dan Twitter. Populasi saat ini bukan
hitungan kepala lagi tetapi penggunaan hobi dan media. Jadi siapa yang
menguasai media, dialah yang menguasai komunikasi. Bagaimana
menjembatani komunikasi secara lebih cepat dan tepat di era digital atau
jarak jauh: yang dekat menjadi akrab atau akrab menjadi dekat. Juga mesti
ada pengaturan atau kesepakatan kapan kita menggunakan media digital. Jadi
kita yang mengatur penggunaan teknologi, membuat kesepakatan dengan
keluarga untuk menyusun pengaturan demi kebahagiaan kita; disepakati
pukul berapa menggunakan waktu untuk hubungan personal. Bagaimana
etikanya jika berdoa pagi kepada Tuhan kita hanya mengklik gawai (gadget)
kita. Kita jangan menyalahkan dahulu, mungkin Tuhan juga senang karena
praktis dalam berdoa namun masih banyak gereja yang alergi kepada
kemajuan teknologi digital. Tunda dulu penilaian hingga kita menuju
kepada etika yang berorientasi pada peradaban manyarakat teknologis. Inilah
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 23
tujuan Konas, yakni membuka wawasan dan bukan kelemahan dan
kekurangan dari organisasi yang lain.
 Pdt. Herminsius Udjung (BPH GBI Kalteng): Bagaimana bisa menjalin
komunikasi yang baik bila selama tiga tahun lebih GBI dikeluarkan dari
PGI Wilayah dan alasannya GBI punya tiga aras PGI, PGLII dan GBI.
Kenapa gara-gara itu dikeluarkan dari PGI Wilayah sehingga tidak bisa
mengikuti kegiatan-kegiatan PGI. Soal ini sudah disampaikan ke PGI, dan
dianjurkan agar berkoordinasi dengan PGI Wilayah. Apa yang bisa kami
angkat lagi? Membangun komunikasi yang bagaimana agar kami bisa
diterima kembali menjadi anggota PGI Wilayah.
Narasumber
Saat ini kita masih mencari bentuk-bentuk kebersamaan, karena harus kita
akui PGI masih mencari kesatuan yang berazaskan NKRI. Untuk
permasalahan dengan PGI Wilayah agar dikomunikasikan langsung.
 Alex Mangonting (Gereja Toraja): Gereja tidak akan mundur dari
teknologi. Hanya, bagaimanakah respon gereja? Pengalaman di Toraja:
membuat akun Facebook untuk para perantau yang ada di luar negeri dan ini
diakte-notariskan. Gereja-gereja sangat terlambat untuk merespon hal
tersebut, padahal komunitas lain sudah merespon kemajuan teknologi
tersebut. Perlu membuat komitmen bersama di Konas untuk menjalin
komunikasi, khususnya ihwal Indonesia Timur yang kekurangan informasi.
Usul, Konas berikutnya harus di Indonesia Timur.
Narasumber
Mari kita sama-sama mengisi dan mengembangkan jaringan teknologi
informasi untuk kebersamaan dengan komunitas. Usul kepada YAKOMA-
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 24
PGI, bagaimana Konas ini bisa diselenggarakan tiap tahun atau 2 tahun
sekali.
 Pdt. Heski L. Manus (GMIM): Kita belum memiliki format yang jelas
tentang perkembangan TIK, dan ketika gereja juga belum bersikap jelas
untuk kemajuan teknologi tersebut, kita perlu banyak berkomunikasi, bukan
mencari kesepakatan melainkan memahami dahulu perkembangan teknologi.
Selanjutnya, perlu ada sikap bijak untuk berhenti dahulu karena teknologi ini
terus berkembang. Gereja masih sulit mengelola situs web, karena itu perlu
membimbing warga gereja untuk memanfaatkan TIK.
Narasumber
Sebaiknya kita sendiri yang memilih dan membatasi diri kita dengan sikap
bijak untuk menyaring TIK yang akan dimanfaatkan.
 Epifania Raintung (Persetia): Secara tidak sadar, banyak gereja dalam
arti komunitas, terbentuk karena adanya sosok-sosok hebat bertalenta dalam
berkomunikasi. Mereka adalah para komunikator. Adakah pakar komunikasi
membawa warga gereja menjadi lebih kuat, tidak membuka komunitas baru
atau gereja yang baru. Mengapa tidak fokus saja untuk membina warga
gereja.
 Chrisostomus Sihotang (Bina Kasih): Membagi cerita tentang lokakarya
penulisan bahan ajar Sekolah Minggu di daerah Toraja. Yang ditanyakan,
apakah yang perlu gereja lakukan sekarang? Jawabannya: 70 persen
menuliskan pergaulan bebas karena internet dan media komunikasi karena
gereja tidak pernah menjelaskan kebaikan dan bahaya pengunaan internet.
Seharusnya gereja merespons dan menanggapi kemajuan teknologi terutama
dalam hal penggunaan internet di kalangan anak-anak muda.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 25
 Pdt. Altje Lumi (GMIM): Persoalan: bagaimana kita menemukan kasih
dalam sebuah komunitas di era globaliasi seperti sekarang?
 Pdt. Ananta Purba (GBKP): Gereja akan mengalami lost generation
jika memandang sebelah mata pentingnya penguasaan teknologi komunikasi
dalam kehidupannya. Anak-anak muda akan minggat dari gereja, karena itu
KONAS sangat strategis untuk berpikir menempatkan TIK sebagai bagian
dari pelayanan strategis gereja. GBKP di kota-kota besar mewajibkan
memasang WIFI sehingga komunikasinya punya frekuensinya sama. Gereja
harus menempatkan TIK sebagai suatu komisi dalam program kerjanya.
Diskusi Panel
Sesi I:
♦ Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik KEMKOMINFO
Dr. Freddy H. Tulung
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 26
♦ Pengamat Media: Ignatius Haryanto
♦ Moderator: Pdt. Dr. Lies Sumampouw-Pangkey
Panelis I: Dr. Freddy H. Tulung (materi terlampir)
Keterbukaan yang membabi-buta adalah ketelanjangan. Gereja dan organisasi
keagamaan harus mendapatkan public trust dari masyarakat. Peran gereja
menjadi benteng pembangunan karakter moral bangsa. Tadi sudah saya
katakan gawai tidak bisa dihindari, data menunjukkan orang mempelajari
pembuatan bom dari internet, ini hanya sebuah alat dan kita tidak bisa
menyalahkan alat itu. Pertanyaannya, bagaimana alat itu berpengaruh dalam
membentuk karakter seseorang. Salah satu peran gereja adalah menjadi agen
dalam memberikan kontribusi signifikan dalam membangun karakter bangsa
dan memberi edukasi informasi kepada masyarakat.
Panelis II: Ignatius Haryanto (materi terlampir)
Saya membayangkan alur materi dengan tetap setia pada ToR yang diberikan
oleh panitia. Kalau boleh dikatakan media di zaman Orde Baru dikontrol oleh
pemerintah, siapa yang mengatur dan siapa yang memiliki media itu. Sekarang
orang bisa dengan mudah mengurus izin pendirian media dengan memenuhi
beberapa persyaratan yang tidak terlalu sulit. Tetapi pada zaman Orde Lama,
pemerintah menentukan media mana yang bisa beraktivitas termasuk
pemerintah, juga mengatur isi media. Kita semua tahu, dua hari lalu ada
helikopter yang jatuh di Kalimantan Utara yang merupakan milik AD,
disebutkan 13 orang tewas. Di zaman Orde Baru berita seperti ini tidak akan
muncul secepat itu, sekarang dengan mudah disebarkan. Di zaman Orde Baru
isi media kalau tidak sesuai dengan keinginan pemerintah bisa dibredel atau
dicabut izinnya. Sejak zaman Orde Baru ada lebih dari 30 media yang ditutup
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 27
usai peristiwa Malari tahun 1974; tahun 1978 juga ada dan terakhir tahun 1994
ketika 3 majalah mingguan (Tempo, Detik dan Editor) ditutup. Sebelumnya
media cenderung takut dan tidak bereaksi, namun pada 1994 mulai muncul
perlawanan. Di zaman Orde Baru tidak ada istilah media komunitas, yang ada
“penerbitan terbatas” yang berasal dari kampus dan kelompok gereja.
Penerbitan terbatas ini dan izinnya pun dibatasi. Waktu itu media gereja tidak
terlalu diperhatikan karena isinya juga tidak terlalu mengancam stabilitas
nasional. Saya tidak pernah meriset media gereja dan saya sekarang adalah
peneliti media bukan ahli Information Technology. Penerbitan berbasis gereja
memiliki peluang besar. Kita tahu beberapa media yang sudah bertahan lama
dari media gereja mungkin ada yang masih bertahan sampai sekarang seperti
Immanuel. Peluang media berbasis gereja bisa kita sebut sebagai media
komunitas yang terikat dengan satu teritori tertentu dan dari situ ini bisa
menjadi wadah latihan bagi anak-anak muda. Saya pernah mengelola media
gereja di mana saya tinggal dan difasilitasi. Sudah 10 tahun ini saya dan
beberapa teman wartawan mendidik beberapa anak muda untuk belajar
jurnalistik, minimal bukan agar mereka menjadi wartawan melainkan jadi
penulis di media umum. Radikalisasi yang terjadi sekarang tidak hanya
terlihat dalam kelompok yang menjadi teroris atau yang lain, tetapi
percakapan yang mengatakan bahwa kita tidak lagi membutuhkan Pancasila.
Ini mengkuatirkan karena landasan negara sudah digugat oleh sebagian orang,
apakah kita siap dengan generasi kita untuk meng-counter wacana semacam
itu? Ada berapa banyak orang yang kita miliki untuk berhadapan dengan
konteks jurnalis ini. Minimal bagaimana opini publik menjadi ladang penting
untuk gereja mana pun.
.Problem yang dihadapi media gereja
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 28
Kalau bicara media internal selalu ada persoalan. Media terbatas seperti ini
apakah cukup otonom atau menjadi counterpart dari para pengurus gereja?
Sebab salah satu fungsi pers adalah melakukan kontrol sosial dan apakah
media gereja sudah melakukan itu? Gereja bukan kumpulan para malaikat
yang tidak dapat salah makanya kemudian muncul gunjingan di kalangan
umat. Apakah kita siap untuk kondisi ini? Apakah media berbasis gereja
semata-mata bersifat eksklusif? Ataukah kita mulai menyebarkan semangat
inklusif? Kita perlu mengundang teman-teman dari kelompok mana saja untuk
mulai membicarakan hal-hal di luar gereja. Bagaimana gereja menjaga
keberlangsungan medianya. Kalau kita berbicara dalam konteks komunikasi
maka tidak terbatas pada percakapan. Ada gereja-gereja yang sudah memiliki
situs web yang bagus dan mereka dapat menyapa warga gereja melalui media
itu. Sebenarnya kita punya potensi besar untuk bisa mengelola media ini.
Bagaimanapun juga umat Kristiani masih merupakan kelompok penting dalam
bidang media. Kita punya Kompas, Suara Pembaharuan, artinya bahwa kita
masih punya tempat yang cukup besar dan bagaimana kita melibatkan anak-
anak muda untuk mengisi ruang-ruang publik ini untuk komunikasi yang
lebih luas dan mampu menjalankan kepentingan publik.
Moderator
Kita masih punya waktu 20 menit, nanti akan dilihat apakah bisa dikorupsi
waktu makan siang kita. Kita mendapat gambaran yang lengkap, dari Pak
Freddy maupun Pak Ignatius Haryanto, yang memberikan analisa internal dan
eksternal untuk melihat di mana posisi media gereja kita. Pak Freddy
menantang kita, ternyata gereja sangat minim memberi sumbangan pada
kondisi bangsa melalui media. Karena itu sekarang kita akan memberi respon
atas materi ini, kami beri kesempatan untuk mendaftarkan diri dulu:
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 29
Tanggapan Peserta
 Orpa Lemba (POUK Larangan Indah): Saya mantan mahasiswi Pak
Ignatius Hariyanto. Saya bukan menyinggung suku dan saya minta maaf jika
yang saya tanya ini menyakitkan hati. Saya masih terus bertanya tentang
Dayak dan Madura. Saya pernah mau meneliti dua suku ini tetapi tidak
diizinkan oleh orang tua saya. Mereka saling bunuh, apakah ini terjadi karena
persoalan komunikasi yang kurang baik ataukah ada persoalan lain, dan
bagaimana peran gereja dalam permasalahan ini.
 Pdt. Amos Puasa (GMIH): Untuk Pak Ignatius, ihwal peran media gereja.
Ketika dididik di YAKOMA-PGI beberapa waktu yang lalu tentang
jurnalisme, saya masih konsen dan sampai sekarang masih tetap menulis.
Pengalaman saya, ketika menulis di media gereja yang terbit bulanan
seringkali proses penerbitan tidak tetap, kadang terbit kadang tidak, sedangkan
ide terus berkembang dan menuntut untuk selalu di-follow-up. Kemudian
hadir media lokal milik grup Jawa Pos dan saya mulai menulis di media lokal
ini. Ini saya lakukan untuk mengimbangi banyaknya tulisan dari kawan-
kawan Muslim. Saya kemudian bergeser dari media gereja ke media lokal
tetapi persoalan yang saya hadapi adalah, saya melihat seperti tidak ada
pengaruhnya dalam masyarakat padahal apa yang saya tulis selalu berkaitan
dengan permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, misalnya politik.
Untuk Pak Freddy, apakah benar radikalisme lahir karena kebablasan dalam
dunia media? Apakah ini karena pemerintah yang sekarang, Orde Reformasi,
dan saya sempat mendengar pemerintah SBY lebih jahat dari pemerintah
Soeharto. Apakah benar penguasa dalam hal ini pemerintah dalam
berkomunikasi cenderung melakukan permainan sehingga masyarakat
dininabobokan; menganggap masyarakat kita mudah dibodohi.
 Pdt. Heski L. Manus (GMIM): Pemaparan Pak Freddy luar biasa karena
kita diberi peta tentang bagaimana pengaruh informasi dan komunikasi
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 30
terhadap maju mundurnya negara ini. Tentu sebagai gereja kita mengukur diri,
sejauh mana media komunikasi dalam gereja menjadi penting, apakah ini
bersifat substantif atau hanya suplemen. Berkaca dari Kitab Kejadian,
mengenai makan buah yang baik dan jahat, manusia sebenarnya tahu mana
yang baik dan jahat, tetapi ini merupakan tahapan awal dari evaluasi tindakan.
Mari kita jalani masa ini dan kita perlu tetap berkeyakinan sebab sekarang ada
kebingungan di kalangan warga jemaat, kami perlu bekal dari pemerintah. Di
antara sekian hal yang paling riil, apakah yang bisa dilakukan gereja?
Pengelolaan media gereja, sampai sekarang kita belum punya model, media
seperti apa yang bisa jadi acuan. Memang media gereja sebaiknya dikelola
dengan berorientasi profit tetapi gereja cenderung memilih nonprofit jadi agak
susah. Bagaimana mengatasi masalah ini?
 Alex Mangoting (Gereja Toraja): Yang dipaparkan tadi canggih, karena
saya dari desa jadi saya sedikit cerita tentang desa. Beberapa waktu yang lalu
ada “orang janggut” yang masuk di Toraja dan ini meresahkan masyarakat.
Kami meminta beberapa orang yang menjadi tokoh Muslim di Toraja untuk
berbicara dengan mereka karena tidak mungkin dari Kristen. Orang berjanggut
itu lalu meninggalkan Toraja. Komunikasi sosial seperti ini sudah lama
terbangun, sehingga tidak ada kecurigaan di antara kami meskipun kami
sering mengalami ancaman penyusupan. Bahan yang disampaikan cukup
bagus, apakah kami bisa dapatkan bahannya? Ini sangat membantu saya dalam
tugas di Sinode. Karena korban kekerasan banyak terjadi di kampung,
sehingga salah satu pekerjaan baru saya adalah mendampingi korban
kekerasan yang diakibatkan oleh media antara lain Facebook. Media di
kalangan Protestan tidak ada yang dapat dijadikan contoh sebagai media yang
hidup. Pengalaman saya di Gereja Toraja -- disepakati untuk menerbitkan
media dalam Sidang Sinodal -- hanya beberapa yang rutin berkonstribusi,
malah ada pemahaman jangan berbisnis dalam gereja, termasuk menjual
media gereja.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 31
 Pdt. Kotler Siagian (HKBP): Pak Freddy Tulung, terima kasih atas info
hari ini. Ada dua pertanyaan: pertama, Bapak sudah menyajikan peran gereja
sebagai benteng pembangunan moral bangsa dalam menghadapi dampak
negatif media karena itu gereja perlu memaksimalkan fungsi-fungsinya.
Program-program apa sajakah yang bisa dikerjasamakan dengan
Kemenkominfo sehingga peran media gereja lebih optimal. Kedua, era kita
sekarang adalah era kebebasan pers, dan pemerintah berperan sebagai pihak
penyaring dan pengontrol informasi sehingga kehadiran media di Indonesia
bermanfaat untuk kelangsungan bangsa. Untuk Pak Ignatius, HKBP sejak
1890, sudah memiliki media gereja bernama Suara Pembaruan Imanuel,
sudah berusia 123 tahun dan sampai sekarang tetap hidup. Kami mengakui
peredaran Immanuel masih terbatas, di lingkungan HKBP secara internal
dan juga belum menjadi bagian dari masyarakat Kristen Indonesia. Apakah
suatu saat majalah Imanuel memberlakukan penetapan satu penerbitan
tentang gereja lain, dalam arti media gereja jangan hanya menyuguhkan ihwal
pelayanan gereja itu sendiri seperti warta pelayanan, dan lain-lain. Perlu ada
suatu waktu media itu juga mengetengahkan informasi dari hal yang lain.
 Dwi Yatmoko (WVI): Ada dua pertanyaan yang sama dengan Pak
Kostler, jadi saya tidak perlu ungkapkan lagi. Media seperti apa yang dapat
mewakili semua unsur dalam pelayanan gereja, sebab bisa bermasalah jika
tidak mewakili golongan usia, jender dan kategori lainnya.
 Pdt. Fecky Angkow (GBI): Begitu banyak kendala yang dihadapi oleh
gereja, misalnya membuat program berbiaya besar. Memang ada ahli IT,
tetapi masih belum sepenuhnya memberikan diri untuk mengelola media
gereja sehingga diperlukan dorongan hati untuk mendedikasikan diri. Selain
itu media gereja juga tidak menyatu, terkotak-kotak, bagaimana pandangan
narasumber atas hal ini, dan strategi apakah yang bisa digunakan untuk
menyatukan hal ini.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 32
Narasumber
Ignatius Haryanto: Yang namanya konflik sosial tidak pernah ada faktor
tunggal, bukan karena agama, suku, ras tetapi ada faktor lain yang saling
berhubungan. Semua konflik memiliki sejarah yang cukup panjang di tiap-tiap
daerah. Dalam pengamatan saya, beberapa konflik di Indonesia berkaitan
dengan masyarakat asli atau pendatang. Biasanya kelompok pendatang lebih
ulet, rajin karena mereka ingin memperbaiki hidup mereka. Situasi ini yang
menimbulkan gesekan tertentu karena kelompok pendatang lebih maju
ketimbang kelompok lokal. Kebetulan masyarakat Madura kemana-mana
selalu membawa clurit dan ini sudah menjadi budaya mereka. Bagi
masyarakat Dayak, alat tajam itu hanya dipakai ketika berkebun dan setelah
itu disimpan. Konflik dimulai dengan senggolan di acara dangdutan lalu
berkembang menjadi masalah besar. Kita perlu melihat secara jeli tanpa ada
asumsi, kata Pak Amos tadi bukan Maluku Utara tanpa konflik tetapi apakah
begitu? Kita perlu memeriksa apakah sebenarnya demikian? Ataukah ada hal
yang lain?
Untuk Pak Amos, sudah harus mulai berpikir untuk mendapatkan hak Bapak
dengan meminta honor tulisan. Ini kondisi yang tidak adil. Bagaimanapun
juga ada karya intelektual bapak yang sudah dipublikasikan dan itu hak bapak.
Memelihara niat untuk tetap menulis itu butuh strategi sebab teman menulis
adalah membaca, jadi dengan membaca kita menstimulasi diri dengan
berbagai bacaan untuk menjadi amunisi kita yang berikut untuk menulis. Pak
Heski, kita juga perlu mencari beberapa terobosan atau memanfaatkan peluang
di sekitar kita. Apakah media gereja kita terpusat pada majalah, lalu
bagaimana halnya dengan radio? Sebab radio lebih efektif, mekanisme
pengurusan tidak terlalu sulit. Di beberapa tempat, media ini powerful dan
dampaknya lebih dahsyat bagi masyarakat setempat. Bagaimanapun bekerja
dalam dunia ini tidak semata-mata bisnis. Dalam beberapa institusi tertentu
mereka mengutus beberapa orang untuk studi komunikasi sehingga mereka
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 33
dipersiapkan untuk mengurus media gereja setelah menyelesaikan studi.
Sekarang, kita banyak menerima informasi yang belum tentu akurat, seperti
saya beberapa hari ini menerima SMS tentang tawaran kartu kredit, jual mobil
dll. Ini merupakan modus penipuan lewat dunia komunikasi. Ini tergantung
kita, apakah punya kemampuan untuk menyaring informasi yang berguna
bagi kita. Saya sangat senang kalau ide bapak itu dilakukan dan kita bisa
mulai dengan media kita masing-masing, dengan mencoba mengenal gereja-
gereja lain di sekitar kita. Terkait dengan mengakomodir semua golongan,
menurut saya situs web bisa dipakai mewakili berbagai segmen. Istilahnya,
kita tinggal membuat rubrikasi saja, ada yang umum dan ada yang khusus
yang akan mengakomodir kategori-kategori itu, sehingga mereka diberi ruang.
Yang menarik dari dunia situs web adalah ruang yang tidak terbatas. Unsur
situs web ini juga sangat menolong penulis, karena akan selalu mendapat
respons dari orang yang membacanya.
Freddy Tulung: Dalam penutup, presentasi saya menyampaikan 4 prinsip
memperkokoh komitmen kita. Konflik Madura dan Dayak, diawali dengan
komunikasi yang gagal sehingga tidak ada komunikasi dan terjadilah konflik.
Kita dapat melihat bagaimana minimnya komunikasi antara penduduk
pendatang dan masyarakat lokal. Saya sepakat kalau ini bukan hanya satu
segi, tetapi ada banyak hal yang saling mempengaruhi. Bagaimana peran
gereja? Saya pikir ini bukan hanya soal teologis tetapi aspek sosiologis gereja
juga menjadi penting. Pintu masuk menurut saya adalah 4 M tadi. Motivasi
menulis bisa buntu karena kebutuhan yang tidak terpenuhi atau tidak
memperoleh apresiasi dari masyarakat. Kalau mau jujur, bisa dikatakan saat
ini tidak ada komunikasi dengan pemerintah. Kalau pemerintah kejepit,
presiden marah-marah, inilah era demokrasi kita di mana semua orang bebas
bicara. Saya merasakan ada kealpaan agenda setting pemerintah. Semua
menteri bebas mengatakan apa saja tetapi agenda pentingnyya tidak muncul.
Gelas yang sama dilihat dari kacamata yang berbeda tentu hasilnya pun
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 34
berbeda. Padahal kita memiliki infrastruktur yang cukup, konten yang cukup
hanya mekanisme yang belum sejalan. Bagaimana dengan gereja apakah ikut-
ikutan juga tidak konsisten? Kemampuan mempersatukan agenda setting ini
yang tidak mudah. Kita punya jubir presiden yang selalu berbicara tentang
presiden tetapi kita tidak punya jubir pemerintah yang mau membicarakan
tetang pemerintah kita. Bapak bisa mewakili gereja di Halmahera, jangan ikut-
ikutan ada dalam kondisi seperti ini.
Pak Hesky, ada media yang selalu kami sampaikan kepada publik dalam
kepentingan agenda setting. Gereja merasa kosong dalam agenda
kemasyarakatan. Di lingkungan GPIB sangat terasa konsen bagi umat tapi
begitu berbicara kepekaan gereja dengan umat beragama lain, terasa sangat
minim. Karena perbedaan yang dikedepankan, misalnya liturgi, yang berbeda.
Saya sering berdebat dengan teman-teman Muslim, bagaimana sifat ketuhanan
menjadi al rahmat al rahim, sebenarnya kita berbicara konsep yang sama
tetapi dalam paham yang berbeda-beda. Terkait dengan kerjasama antar
lembaga, saya sudah berkali-kali menghubungi PGI tetapi tidak bersambut,
malah lebih banyak dari KWI melalui Divisi Kerasulan Awam dan saya sering
berdiskusi dengan mereka. Saya merasa susah dengan birokrasi PGI, tetapi
saya juga merasa senang karena YAKOMA-PGI mengundang saya. Dalam
program KEMENKOMINFO, sekarang ini sudah tersambung dengan kabel
optik, hampir seluruh wilayah Indonesia sudah terjangkau dan 7.700
kecamatan sudah tersedia yang namanya pusat internet kecamatan. Bahayanya
adalah tidak ada isinya, jadi karena tidak ada isinya maka orang membuka
situs yang lain. Kekuatiran kami sekarang adalah yang seperti itu. Karena itu
saya katakan kepada menteri: stop dengan program itu. Pelanggaraan konten
di media cetak itu berurusan dengan hukum dan tidak bisa seenaknya
mencabut, harus dengan persetujuan pengadilan. Program pemerintah yang
disiapkan adalah membuat pelatihan media literasi yang intinya memampukan
masyarakat untuk mampu menyeleksi informasi dalam bentuk seminar,
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 35
pelatihan, diskusi dll. Karena resources kami juga terbatas maka kami tidak
mungkin melayani satu persatu, namun memungkinkan jika bekerja sama
dengan lembaga lain misalnya dengan KWI, MUI dan lembaga lain. Secara
terbatas kami memberikan bantuan dalam bentuk perangkat tekhnologi
penyiaran. Tahun ini, kami membagikan 300 perangkat radio komunikasi
tetapi masih diprioritaskan untuk daerah perbatasan dan daerah kantong
kemiskinan. Lainnya dalam bentuk media center, perangkat lengkap IT,
konektivitas dan lembaga yang kami anggap sudah representatif, syaratnya
tidak bisa dipakai ekslusif untuk kepentingan sendiri tetapi harus berimplikasi
pada masyarakat karena itu didanai dari uang rakyat (APBN).
 Pdt. Hermusius Udjung: Saya asli Dayak. Informasi tadi sebagian benar,
sebagian perlu diklarifikasi. Ada yang menganggap ini adalah masalah
pendatang dan penduduk lokal, padahal ada banyak pendatang dan bukan
cuma Madura. Padahal, masalahnya tidak demikian. Ibarat pepatah “di mana
bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Ada masalah yang kami hadapi dengan
orang Madura; kalau mereka meminjam tanah maka tanah itu tidak akan
dikembalikan. Kalau ada perempuan Dayak yang tidak mau menikah dengan
mereka, maka perempuan itu akan dibunuh dan ini berlangsung sudah lama.
Lalu suku Dayak bertanya kepada leluhur apakah boleh berkelahi dan leluhur
mengatakan tidak boleh berkelahi. Tetapi karena ini sudah bertahun-tahun,
suku Dayak kembali bertanya kepada leluhur melalui burung elang, lalu
disebut, “Lawanlah bagaimana pun!” Maka terjadilah perkelahian itu dan yang
berkelahi bukan orang Dayak kota tetapi orang Dayak pedalaman yang
bahasanya pun kita tidak mengerti. Saya waktu itu menghadap Presiden
Megawati dan menyampaikan kondisi itu. Selain itu mereka juga suka
mengganti nama daerah misalnya Sampit jadi “Sampang”, Pangkalan jadi
“Bangkalan”, ini menunjukkan adanya keinginan untuk berkuasa di beberapa
tempat. Tetapi sekarang sudah aman dan kami sudah dapat menerima mereka
kembali.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 36
Moderator
Semua kita sudah menerima hal yang berguna, bagaimana peran media,
apakah bisa menyuarakan kritik atau memilih diam? Lalu bagaimana media
gereja bisa membekali warga jemaat untuk menyampaikan suara profetis
sehingga warga jemaat mampu menyaring informasi yang berkembang secara
kritis dan cerdas. Banyak hal, fakta dan data, yang menolong kita untuk
mengembangkan media gereja. Kami menyampaikan terima kasih banyak
kepada kedua narasumber.
Diskusi Panel
Sesi II
♦ Rudi Tanusudibyo
Menyikapi Perubahan di Era Globalisasi dan Internet
♦ Yadi Budhi Setiawan
Tantangan dan Peluang Media Gereja dalam Menghadapi
Perkembangan Multi Media dan Internet
♦ Moderator: Dr. Victor Silaen
Panelis 1:
Menyikapi Perubahan di Era Globalisasi dan Internet
Saya melihat kurangnya peran gereja dalam pendewasaaan jemaat. Saya
mengamati, kualitas itu menjadi suatu tolok-ukur yang jauh lebih penting
sehingga meninggalkan kuantitas. Saya bertemu dengan Richard Boke,
mengatakan bahwa tidak banyak gereja yang melakukan Firman Tuhan di
mana semua jemaat diberi makanan keras. Yang sering dilakukan adalah
memberi jemaat makan bubur. Beliau mengatakan, “Saya pernah berkotbah di
Afrika di hadapan 1 juta orang tetapi saya tidak bisa mengetahui kondisi
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 37
mereka sebab saya tidak hidup di Afrika”. Dia mengatakan gereja gagal
mendewasakan manusia rohani. Fokus terhadap kuantitas menyebabkan
beberapa gereja sering mengkotbahkan apa yang enak didengar seperti salah
satu gereja di Amerika yang tidak pernah mengatakan kata “dosa” dan kita
bisa membayangkan apa yang dikatakan tentu ungkapan-ungkapan seperti
“hanya Tuhan Maha Pengampun, Tuhan Maha baik, dst.” Kalau seperti ini
terus diperdengarkan kepada umat, di manakah pendewasaan karakter umat?
Permasalahan yang dihadapi antara lain: ketidaksatuan dalam gereja. Saya
sadar di sini banyak denominasi, saya pernah bermimpi kapankah umat
Kristen bisa seperti “sepupu”-nya, kapan pun datang dan tiba saat berdoa bisa
masuk di mesjid mana saja tanpa terikat dengan liturgi dll. Kenapa kita sibuk
dengan tata-cara? Kenapa kita lupa dengan pesan, “Jadikanlah semua bangsa
muridku!” Saya beribadah di salah satu gereja, tetapi saya juga suka beribadah
di GKI atau HKBP. Kesatuan sering dibicarakan tetapi tidak terjadi di
lapangan, kita sibuk dengan siapa yang paling benar. Faktor-faktor ini yang
membuat pekerja gereja perlu lebih sungguh-sungguh membina umatnya
jangan sampai ada masalah sedikit, pindah agama, diiming-iming dengan hal
sedikit masuk mesjid. Saya kira, tugas kita semua adalah memastikan bahwa
kita ikut berperan dalam membangun karakter kerohanian. Salah satu cara
yang paling efektif adalah melalui media. Ada 3 (tiga) elemen penting untuk
melaksanakan pelayanan dalam media:
1. Sumber Keuangan (Financial Resources)
Media itu mahal, kecuali di Live Channel, kami tidak memungut biaya
dari semua pembicara yang kami tayangkan 1 x 24 jam. Kalau kita
membuat sebuah sinetron Kristen yang baik dalam satu episode biayanya
sekitar Rp. 300 juta- Rp. 400 juta.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 38
Dari segi dana umat Kristen tidak kekurangan. Sayangnya unity tidak
pernah terjadi di luar gereja. Berapa banyak gereja yang ditutup, yang
sangat memprihatinkan kondisinya. Ini berarti sumber keuangan harus
membuka tirai bagi semua gereja tanpa harus diembel-embeli dengan
benderanya. Ini yang harus diperjuangkan. Unity maksudnya apa?
Apakah dengan bersatu di tempat ini, makan bersama dan duduk
bersama, bisa disebut unity? Bukan, ini gathering. Unity yang sebenarnya
belum pernah terjadi. Unity yang sesungguhnya adalah gereja yang satu
membantu gereja yang lain tanpa menuntut ini dan itu. Alokasi sumber
keuangan itu sebenarnya ada hanya kurang tepat sasaran. Jadi kita harus
berbesar hati untuk melupakan bendera kita, berkorban dan mau
melupakan siapa kita. Bukankah denominasi yang besar dan terpecah ini
adalah karena ketidakpuasan? Malah yang terjadi adalah separation dan
menjadi banyak. Kami membuka peluang bagi bapak ibu pendeta untuk
mengisi konten, dan dari pengalaman kami yang masuk sebagian besar
adalah kotbah, dan ini harus melalui proses editing dan broadcast.
Channel yang tersedia hanya satu yaitu Channel 70 dan kotbah itu harus
bersaing dengan 170 channel lain. Ini menunjukkan bahwa materi kotbah
yang disampaikan harus mengena dan menarik para penonton. Memang
ada pendeta yang rating-nya tinggi karena cara berkotbahnya juga
menarik dan kreatif. Esensinya adalah, bukan siapa yang menyampaikan
pesan itu tetapi apa isi pesan itu. Ada kompetisi eksternal terhadap
seluruh channel yang lain dan kompetisi internal terhadap semua konten
dalam satu channel. Setiap hari Minggu ada banyak siaran khotbah,
TVRI juga sering menyajikan kotbah. Yang penting dari semua itu
adalah kotbah berdampak atau tidak. Kebiasaan orang Indonesia
menonton 5 jam sehari berarti ada 20 jam seminggu. Broadcast ministry
itu sensitif. Ada karakteristik yang perlu kita pahami. Itu jangkauannya
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 39
luar biasa dan sensitif, bukannya kami menolak untuk menayangkan. Ada
beberapa stasiun televisi yang didatangi oleh kelompok FPI. Mana yang
kita pilih, apakah mengamankan jalur kita atau menimbulkan
permasalahan yang berakibat pada ruang publikasi kita. Kadang materi
lokal menjadi politis. Waktu tayang juga perlu disesuaikan. Misalnya ada
yang dapat Sabtu pagi, sedangkan Sabtu pagi itu waktunya anak-anak:
mana yang mau ditayangkan kotbah atau kartun rohani anak? Pasti lebih
penting kartun rohani anak.
2. Human Resources
Ini sangat penting dalam mendukung program. Saya melihat kompetensi
itu kurang, tidak dimiliki oleh banyak pengisi acara, ada yang bagus, ada
yang sangat bagus. Kompetensi di dunia media tidak hanya sampai dalam
hal berbicara, tetapi harus menyentuh hati para pengguna media itu.
3. Networking
Untuk hal jaringan kita perlu belajar dari negara Israel yang bersemboyan
hidup tidak boleh tergantung kepada orang lain. Sejarah mereka
mencatat, dari Tanah Perjanjian kemudian mereka tidak boleh tinggal di
tanah sendiri, karena itu orang Yahudi ada di mana-mana. Sampai tahun
1947, setelah peristiwa Hitler mereka sadar bahwa mereka tidak punya
tanah dan mereka bersatu untuk membangun bangsa mereka dan
sekarang di mana-mana ada gedung besar yang merupakan milik orang
Yahudi. Di sana ada pusat informasi dari semua negara. Dan karena itu
mereka kemudian terisolir dan tidak punya teman. Jadi network dalam
dunia media penting kalau tidak akses kita tidak akan tersampaikan
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 40
4. Media Baru - Media Sosial
Dulu yang dominan berbentuk tulisan dan karena itu efeknya tidak terlalu
berpengaruh. Era digital begitu pesat perkembangannya dan Indonesia
adalah negara ke 4 pengguna Facebook terbanyak di dunia. Ini
merupakan peluang bagi dunia media gereja tetapi juga tantangan
yang perlu disikapi. Yang penting, sekali lagi, adalah konten dan
pemahaman konten itu menentukan kualitas media.
Moderator
Kita sudah mendengarkan materi yang menarik dari Pak Rudi, saya yakin
ada banyak hal yang ingin dipertanyakan, karena itu kami langsung saja
memberi kesempatan kepada Bapak/Ibu untuk merespon materi ini.
Tanggapan Peserta
 Dwi Yatmoko (WVI): Bagaimana peran media sendiri untuk
memampukan multi media kepada gereja. Gereja sudah sangat banyak
tersebar, sampai ke desa-desa, dan orang dapat menonton video yang
menayangkan ihwal bagaimana peran media menghadirkan tontonan
menarik bagi warga desa. Konten memang diperlukan tetapi banyak orang
yang potensial namun kurang diberi kesempatan.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 41
Narasumber (Rudi Tanusudibyo)
Kita harus pisahkan dulu dari kacamata media, misalnya MNC
menayangkan sinetron yang bernuansa rohani. Kalau kita berbicara
kepada semua pelaku media, kita perlu bertanya apakah ini komersial atau
tidak? Apakah pure ministry itu berarti kita perlu menyiapkan resources-
nya. Pernah ditawarkan untuk mengusahakan sebuah satelit, sebab dengan
satelit semua bisa diakses. Tetapi itu juga tidak semudah yang
dibayangkan. Sebab tidak mungkin kita tidak memberi tempat kepada
yang mayoritas, karena negara kita terdiri dari banyak elemen. Ada aturan
dari KEMENKOMINFO yang mengatur soal-soal tersebut.
 Adi Setyawan (GBI): Saya dipercaya sebagai pengurus pemuda
dalam bidang art media. Betul yang dikatakan Pak Rudi bahwa konten
media gereja dianggap kurang seksi. Saya memperhatikan salah satu
konten, yaitu Sekolah Minggu. Dari segi human resources, ini berkaitan
dengan pengalaman saya dengan teman-teman pemuda, soal keahlian
broadcast. Apakah ada sekolah broadcast di perusahaan Bapak sehingga
bisa mendidik pemuda untuk belajar dan kemudian menjadi tenaga tetap
di bidang multi media di gereja.
Ini tidak mudah, sebab saya katakan tadi kalau saya melakukan yang
Bapak sarankan, maka saya akan ditanya oleh orang pesantren, kenapa
kami tak dapat? Ini selalu berkaitan dengan soal-soal yang demikian.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 42
Apa yang sudah disampaikan sebagai kontribusi Live Channel terhadap
kehidupan bergereja. Saya menanggapi dari sisi keadilan, dalam arti
program channel itu kalau bisa tidak didominasi oleh salah satu gereja
tertentu. Sesuai amanat PGI: memberi kesempatan kepada semua
denominasi gereja. Hanya, persoalan sekarang adalah apakah diberi
kesempatan untuk tampil atau tidak? Ada satu televisi komunitas yang
signifikan seperti Buddhis TV. Apakah bisa komunitas Kristen juga punya
televisi tersendiri sehingga dapat menyuarakan berbagai hal berkaitan
gereja.
Saya bahasakan secara lembut tentang “semua orang diberi kesempatan
yang sama”. Dalam mekanisme manajemen kami, saya tidak mencampuri
tim redaksi untuk memberi porsi lebih kepada pendeta mana pun,
termasuk pendeta dari gereja saya. Ini berarti kita perlu melihat kualitas.
Saya pribadi memantau channel lain dan mengamati supaya jangan
sampai menayangkan sesuatu yang tidak sejalan dengan penonton. Sering
ada komplain, entah soal pendeta yang berkotbah marah-marah atau
pendeta yang bermasalah, kami diprotes. Feedback yang masuk banyak,
karena itu kami selalu memantau karena ini soal ministry. Ministry itu
sebagai tontonan tidak berguna. Kami menerima jauh lebih banyak
kontribusi dari dalam dan luar negeri dari pada yang harus ditayangkan.
Sekalipun begitu terima kasih atas masukkannya. Idealnya sebuah kotbah
diambil dengan 3 kamera atau minimal 2, dan ini berkaitan kesiapan
pendeta berhadapan dengan kamera. Kadang terjadi kamera di tempat lain
dan pendeta menghadap ke arah yang lain.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 43
Panelis 2: Tantangan dan Peluang Media Gereja dalam Menghadapi
Perkembangan Multi Media dan Internet
Ada 5 jenis komunikasi:
1. Komunikasi sosial lingkungan
2. Komunikasi pemasaran dan pasar
3. Komunikasi pemerintah dan politik
4. Komunikasi ekonomi dan bisnis
5. Komunikasi seni dan budaya
Perlu dilihat terlebih dahulu tentang integrasi komunikasi sosial. Saya
berbicara sebagai warga negara indonesia, lebih konkrit lagi sebagai
warga kristiani di negara ini. Ada 4 komponen yang penting: media,
pesan, desain dan pemirsa. Indonesia termasuk paling cepat berbicara
tentang public issues, dan dengan sendirinya opini terbentuk di sana, dan
gereja tidak terlepas dari kondisi ini. Sebuah riset yang dilakukan di
Indonesia menunjukkan aktivitas penduduk/jemaat/warga aktifitas yaitu 9
persen menulis, 16 persen membaca, 30 persen berbicara, 45 persen
mendengar. Ironisnya tabel itu memberikan gambaran, sebagian besar
orang Indonesia lebih dominan mendengar dan fakta ini tidak memberi
dampak apa-apa karena hanya mendengar. Tren komunikasi sosial 2011-
2020 berkembang dengan mengacu pada:
1. Peningkatan teknologi: Contoh kasus Bina Nusantara dulunya adalah
sebuah universitas kecil, tetapi sekarang mahasiswanya mencapai
44.000 orang sedangkan Universitas Indonesia baru 33.000 padahal
Universitas Indonesia sudah tua. Ini disebabkan BINUS sangat
mengutamakan skill bukan cuma pengetahuan. Ini menunjukan sebuah
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 44
perkembangan yang sangat luas, misalnya kita bisa membandingkan
model situs web dulu dengan sekarang. Situs web yang sekarang
kontennya lebih beragam, ada video, dan kata-katanya semakin
sedikit.
2. Borderless, virtual, instant, direct, transparant: Apa yang terjadi di
Jerman akan diketahui oleh kita di Indonesia.
3. Budaya individualis, netizen global
4. Paperless
5. Dari akar rumput ke samping/peer communication
6. Monolog kurang disukai
7. Masyarakat 15-34 tahun menerima dan membaca 43 pesan per hari.
 Sasaran bidik target pemirsa (audience) (lihat slide)
 Sasaran penyampaian komunikasi ke target pemirsa (8 lokasi
terbanyak.
 Di mal atau pusat keramaian, di hotel/saat travelling, di kafe atau
resto, saat rapat di mana pun.
 Sebagai pendeta atau pekerja gereja, sasaran tidak saja diarahkan
dari atas mimbar tetapi dari lokasi virtual ini. Ini yang disebut
virtual space.
 Paradigma baru Gereja dan Komunikasi.
 Kita perlu lebih meningkatkan komunikasi, bukan hanya internal
gereja tetapi antargereja juga penting. Bisa juga antar
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 45
kelembagaan. Kita harus menggunakan dan memanfaatkan
komunikasi audiovisual bukan hanya mengandalkan teks.
Tanggapan Peserta
 Pdt. Heski L. Manus (GMIM): Ini memberi kita pandangan dan arah yang
makin tajam dalam kaitan untuk lebih serius memikirkan media gereja kita
supaya makin disempurnakan. Kalau kita melihat apa yang dipaparkan tadi,
saya pikir kita perlu survei lagi seperti apa keinginan gereja untuk konten atau
bahan apa yang tepat. Bapak tidak membahas soal pembiayaan, saya justru
ingin tanyakan bagaimana dari segi pembiayaan terutama media sosial sebab
sebagaimana yang dikatakan Pak Rudi tadi, bahwa media sosial lebih murah.
 Pnt. Johan Kristantoro (GKJ Bekasi): Teringat ungkapan tokoh gereja
“semestinya para rohaniwan berpikir keluar dari gereja”. Dan revolusi
teknologi informasi membawa pekerja gereja harus berpijak pada segi itu.
Kalaupun revolusi teknologi ini memungkinkan kita memasuki dunia yang tak
berdinding, masalahnya adalah kita sendiri yang membangun tembok itu
sendiri. Misalnya, kita jarang menggunakan bahasa yang lebih universal tetapi
masih lebih suka menggunakan bahasa Alkitab. Menurut Bapak seberapa jauh
seorang rohaniwan atau pekerja gereja dimampukan mengkomunikasikan
bahasa yang lebih universal.
Narasumber
Tadi sudah dikatakan Pak Rudi bahwa media sosial lebih murah. Untuk
mengerjakan media sosial yang sederhana misalnya situs web dan banyak
orang bisa mengerjakannya. Tetapi pada umumnya berusia di bawah 40 tahun.
Kita juga bisa menyampaikan firman melalui video games dengan
menggunakan akses Kakaotalk. Misalnya, sekarang kenapa tidak ada games
yang mengarahkan kepada pengembangan karakter. Kalau bicara komunikasi
agama, itu berkaitan dengan hal teologis tetapi saya batasi itu dalam konteks
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 46
gereja pada saat kotbah atau rapat kepengurusan. Tetapi kalau pendeta
melayani untuk pelayanan ibadah kematian, kedukaan, rumah sakit,
oikoumene, rumah-rumah itu sudah masuk area: bisa murni spiritual teologis,
bisa juga dicampurkan bahasa universal. Saya tidak mengatakan itu kasual
sebab kasual memberi kesan informal sekali. Ketika kita masuk ke departemen
pemuda dan anak, semestinya bahasa visualnya lebih banyak dimasukkan.
Pendeta bisa memanfaatkan sumber dalam jemaat yang bisa membantu
menemukan situs yang menolong dalam menggunakan bahasa universal. Saran
saya, hal itu dipakai dalam persekutuan, atau di sekolah Kristen sebab dalam
pendidikan Kristen yang sangat dibutuhkan adalah character building.
Diskusi Panel
Sesi III
♦ Jose Yusuf Marwoto (Radio Heartline)
Pengelolaan Radio di Tengah Masyarakat Plural
♦ Sinode GKPB
Gerakan Keagamaan Merespons Era Globalisasi, Internet dan Pluralisme
Panelis 1: Pengelolaan Radio di Tengah Masyarakat Plural
Sesi ini berbicara seputar keadilan dan perdamaian. Keadilan dalam konteks
informasi, kalau kita membaca UU no. 48 tahun 2008 tentang keterbukaan
informasi publik, di situ jelas disebutkan berbagai hal berkaitan informasi
sehingga orang dapat mengetahui apa yang menjadi hak-haknya: hak
kesehatan, hak pendidikan dan hak kesejahteraan. Menurut saya keadilan
adalah pendistribusian informasi yang merata. Hal kedua adalah perdamaian,
sebab dalam kenyataannya agenda konflik selalu dibuat sedemikian rupa
sehingga media sangat berperan dalam mengupayakan perdamaian. Sejarah
keselamatan adalah sejarah komunikasi antara Allah dan manusia di mana
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 47
Allah berkomunikasi untuk perdamaian dengan manusia. Visi kami adalah
bagaimana mengkomunikasikan Kristus melalui radio. Tantangan yang kami
hadapi sekarang:
• Perizinan. Ada sekitar 100 radio Kristen di seluruh Indonesia dan hampir
80 persen kesulitan mendapat izin dari pemerintah. Kesulitan utama
adalah, dalam pengajuan proposal perizinan, harus ada evaluasi atau
semacam dengar pendapat dari masyarakat setempat, lalu diadakan ujian
untuk mencari tahu lebih mendalam tentang radio ini berkaitan dengan isi,
konten, misi, kegiatan dll. Di situlah kesulitannya karena banyak radio
Kristen masih berpusat pada kepentingan internal gereja. Ini yang kami
evaluasi bahwa sebaiknya kita menggunakan ranah publik. Kita tidak bisa
siaran hanya untuk kepentingan kita saja sebab kita menggunakan
frekuensi umum.
• Sustainability. Mempertahankan keberlangsungan radio tidak cukup
hanya berharap dari gereja tetapi kita juga membutuhkan dukungan dari
lembaga lain misalnya di Tangerang, Yogyakarta, sangat mendapatkan
dukungan dari lembaga-lembaga lain. Selain itu pendekatan dengan agen
untuk iklan dsb itu tetap diupayakan untuk mendukung finansial radio
tersebut.
• Industri Radio versus Bisnis Radio. Dewasa ini ada banyak cara yang
dilakukan orang untuk mendapatkan informasi misalnya dari internet, dan
lain-lain. Ini suatu tantangan yang kita hadapi.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 48
• Budaya Visual. Televisi adalah tantangan terbesar dari radio sebab kultur
masyarakat dekat dengan sesuatu yang audiovisual. Kekuatan radio ada
pada imajinasi, misalnya anda makan burger, bukan burgernya yang enak
tetapi imajinasi anda tentang burger itu yang enak. Kita memainkan
imanjinasi kita sesuka kita. Apalagi sekarang ini banyak pekerja radio
adalah anak-anak muda, sehingga ketika mereka siaran mereka begitu
ekspresif seakan ada satu kamera yang menyorot mereka.
• Kreativitas. Kalau tidak kreatif pasti tidak akan menarik. Kalau hanya
kotbah terus maka tidak akan cukup, ada begitu banyak kreativitas yang
bisa dikerjakan termasuk juga kualitas suara, teknik penyiaran, dll.
Sebagai media yang mengandalkan pendengaran maka radio selalu
mempertahankan keintiman/ kedekatan yang dipraktikkan dalam siaran
sehingga meskipun pendengar ada di berbagai tempat maka pendengar
tetap akan menemukan suasana keakraban misalnya melalui sapaan, dll.
Tahun ini kami membuat training bagi penyiar kami dan juga
memberikan award untuk penyiar kreatif. Ini dimaksudkan untuk memacu
kreativitas tim kerja di radio kami.
Perhatian: Limited Resources. Masyarakat kita sekarang hampir tidak
punya waktu yang cukup untuk melihat sesuatu secara serius. Ada salah
satu pengamat sosial dari Jerman yang mengatakan bahwa perhatian
sekarang ini sudah seperti sumber yang terbatas, tidak fokus lagi. Ini
menunjukkan kalau anda mengelola media maka harus semenarik
mungkin. Waktu belajar broadcast dan mempraktikkannya, dan dalam 3
menit anda diminta membuat program dan tidak ada yang menelepon, itu
berati anda gagal.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 49
• Peluang Radio
1. Budaya tutur. Jurnalisme telinga: dalam banyak budaya di Indonesia
budaya tutur menjadi sesuatu yang sangat dekat. Kalau kita bisa
memanfaatkan kekuatan itu, akan sangat efektif untuk penginjilan.
2. Kekuatan imajinasi. Anak yang ditanya: “Lebih suka nonton televisi
atau dengar radio?” Anak ini menjawab, “Lebih suka dengar radio.”
Kenapa? Karena radio penggambarannya lebih bagus. Kekuatan
imajinasi ini yang menurut saya dapat dipakai untuk mewartakan Injil
sehingga iman pendengaran bertumbuh.
3. Bisa mendengar radio sambil masak, mencuci, menyetir, dan lain-
lain.
Piramida penduduk Indonesia akan lebih banyak perempuan daripada
laki-laki. Dalam survei saya, ternyata yang menjadi pendengar lebih
banyak perempuan. Karena populasi masyarakat Indonesia lebih
banyak perempuan daripada laki-laki.
• Strategi
• Melakukan dialog kemajemukan dengan semua umat
beragama.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 50
• Gray matrix: metode yang sukses kami lakukan untuk
mendapatkan izin (lihat slide)
• Community center radio. Kami melakukan training untuk
melibatkan pendengar dalam program kami.
• Thing. Mendengarkan. Filosofi China: Telinga raja - Mata
hati
Kami melakukan program dengan mendengar suara
pendengar, bukan saja pendengar yang mendengar siaran
kami. Kami rela masuk ke pelosok untuk mendapatkan
informasi dan kemudian membuat program untuk disiarkan.
Tanggapan Peserta
 Pdt. Ananta Purba: Kami punya pengalaman yang sulit untuk
mendirikan radio, banyak biaya, juga pekerjaan yang harus dilakukan,
karena itu disarankan membuat radio komunitas. Sekarang banyak warga
gereja yang mengungsi karena gunung Sinabung. Saya pernah mendengar
tentang radio komunitas Merapi yang sangat membantu saat peristiwa
Merapi bergejolak. Yang kami tanyakan, apakah radio komunitas ini juga
perlu mengurus izin?
Narasumber
Radio komunitas ini diatur oleh perizinan dan ada kategori yang sudah
ditentukan dalam aturan. Jadi memang harus diurus izinnya, kecuali
beberapa radio bergesekan dengan penerbangan itu akan mendapat
teguran. Saya juga pernah berkunjung ke radio Merapi, dan perannya
sangat penting dalam rangka mitigasi bencana. Strategi programnya
adalah menggunakan komunitas radio center, jadi yang perlu dipikirkan
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 51
adalah bagaimana radio tidak hanya melibatkan satu dua orang tetapi
melibatkan banyak orang. Kami sekarang ini melibatkan 30 orang
perempuan di Parung Panjang yang terkena kanker serviks, dan
bagaimana orang mendengar perempuan-perempuan itu bercerita.
 Pdt. Kotler Siagian: HKBP punya 2 radio, satu di antaranya Radio
Bonafide di Tarutung dan sudah beroperasi selama puluhan tahun. Apa
peluang mendirikan radio dengan menggunakan jaringan streaming?
Kami pernah punya radio di Jakarta tetapi karena persoalan biaya terpaksa
gulung tikar. Tetapi saya juga menjajaki untuk mendirikan radio FM di
Jakarta meski sangat sulit. Apakah karena biaya gelombang frekuensi
yang sangat mahal atau ada hal lain, misalnya berkaitan dengan izin, dsb.
Mungkin ada di antara peserta KONAS yang berasal dari daerah-daerah
yang ingin mendirikan radio, menurut Bapak apakah langkah konkret
melakukan hal ini dan bagaimana langkah yang harus kami usahakan
untuk mendirikan radio ini.
Narasumber
Terus-terang, Jakarta sudah full dan semua tempat sudah diborong, selain
itu biaya sangat mahal kecuali kita melakukan take-over terhadap salah
satu stasiun radio yang hampir kolaps. Streaming saya sangat setuju. Ini
konvergensi yang bisa digunakan agar didengar oleh semua komunitas.
Untuk radio lokal, kita bisa berhubungan dengan Komisi Penyiaran
Daerah, lalu mengajukan proposal ke KPID. Kemudian ada evaluasi
seperti ujian skripsi lalu membuat kalkulasi bisnisnya seperti apa. Intinya,
kita dapat frekuensi dulu, ini yang penting. Ini mungkin salah satu
strategi.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 52
 Pdt. Heski L. Manus (GMIM): Ada radio Sion sejak tahun 1971 dan
sudah berbentuk Perseroan Terbatas dengan saham milik gereja, juga
sudah streaming. Tantangan radio ini sekarang bermacam-macam, antara
lain tuntutan jemaat misalnya sekian persen harus rohani, padahal aturan
sekarang kita harus lebih umum tidak mungkin selama 1 hari putar lagu
rohani terus. Sekarang kita sedang bergiat dengan news. Pendengar kita
dari berbagai kalangan dan kita butuh sekitar 20 relawan yang
ditempatkan di beberapa tempat untuk mendapatkan berita. Ini masalah
kami sekarang. Kami radio lokal, tentu harus banyak belajar dengan radio
di Jakarta dalam pengelolaannya.
Narasumber
Tahun ini saya memulai di Samarinda dengan Gospel Radio. ini bukan
radio rohani tetapi radio yang memperdengarkan lagu yang biasa ,tetapi
bermakna rohani misalnya. Misalnya lagu-lagu Ruth Sahanaya, Jason
Miraz, Josh Groban,dll. Kontennya tetap mempertahankan nilai dan
karakter Kristiani, hanya saja dikemas dalam isu-isu yang kreatif. Nilai
adalah sesuatu yang jelas dan penting, kita tidak meninggalkan otentitas
kekristenan tetapi mencari nilai-nilai universal dan mengemasnya secara
kreatif. Misalnya, tentang puasa. Puasa bukan hanya milik umat Islam
tetapi juga umat lain termasuk umat Kristen dan itu menarik untuk
didiskusikan bersama. Saya peduli dengan training. Sayangnya, banyak
yang setelah training kemudian pindah ke radio lain atau stasiun TV dan
bahkan tidak mendengar radio. Mereka beralih ke audiovisual.
Panelis 2: Gerakan Keagamaan Merespons Era Globalisasi, Internet
dan Pluralisme
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 53
(Materi ini sedianya dibawakan oleh Bapak Bambang Wijaya, tetapi
beliau berhalangan hadir karena masih berada di luar negeri. Kami
dipercaya untuk menyampaikan materi ini, tentu berdasarkan pengalaman
kami menangani media gereja).
Contoh pemanfaatan media secara internal:
• Di antara pengerja: smartphone (BBM, Whatsapp, FB, dll),
Skype, internet (surat elektronik, referensi, pencarian materi,
pengiriman materi), kamera CCTV online dan jaringan LAN. Di
Bandung kami memiliki 4 titik tempat kami dapat mengakses
informasi dengan baik termasuk kamera CCTV online. Pak
Bambang bisa memantau keadaan gereja kami di Indonesia,
misalnya ibadah, kondisi kantor, dll.
• Kepada jemaat: Internet (pendaftaran, surel, dll), warta jemaat,
televisi, proyektor (kotbah, klip video, pengajaran, pengumuman),
CD, DVD dan USB (penyebaran informasi, materi seminar,
pengajaran, foto-foto kegiatan, dll), situs web.
• Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam media
jemaat:
 Ketepatan informasi
 Kejelasan informasi
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 54
 Desain yang menarik/kemasan sangat penting. Banyak
gereja yang lebih mengutamakan konten ketimbang
kemasan padahal kemasan juga sangat menentukan.
 Sederhana dan mudah dimengerti
 Kekinian/update selalu
 Sesuai dengan kebutuhan jemaat
Tambahan dari Pak Bambang:
Apa yang disampaikan Pak Pieter tadi adalah bagian dari upaya gereja
kami di mana multi media sudah mengambil sekian persen apa yang
menjadi visi dan misi gereja kami dan disampaikan kepada audiens
dengan harapan komunikasi yang dibangun itu efektif dan efesien. Tidak
dapat dimungkiri, media informasi menjadi kebutuhan tak terhindarkan.
Dengan kemajuan ini kita bergaul dengan banyak orang dari berbagai
latar-belakang sehingga dibutuhkan pengetahuan yang cukup, dan ini yang
disampaikan gereja kepada publik pendengar agar kita berkomunikasi
dengan siapapun dan mengkomunikasikan Injil kepada semua orang juga.
Karena jika kita tidak dapat mengunakan media dengan tepat maka jangan
salahkan orang lain apabila orang lain dapat menggunakan media ini.
Semua yang kami gunakan ini memang sudah standart tetapi kami tetap
mengutamakan firman Tuhan, Roh Kudus dan Kristus itu point center-
nya. Selain menggunakan media ini, kami juga memanfaatkannya untuk
memberkati gereja-gereja lain atau orang-orang non Kristen untuk dapat
mengenal Kristus dan gerejaNya, dan ini dikemas secara kreatif melalui
live, streaming (ibadah setiap minggu). Kebetulan divisi saya adalah divisi
multi media, jadi semua bentuk konten media itu ada dalam koordinasi
dengan divisi kami. Dengan menggunakan media, isi pengumuman
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 55
menjadi kompak, jelas dan tepat sasaran. Itu yang menjadi dasar kami
dalam menggunakan media sampai sekarang.
Tanggapan Peserta
 Pdt Amos Puasa: Berapa biaya yang dibutuhkan untuk
mengupayakan semua kebutuhan itu? Kapan kami di Halmahera bisa
begitu? Contoh praktis, misalnya ada beberapa pendeta yang
menggunakan Ipad, lalu jemaat komplain dengan mengatakan,‘
“Bagaimana kalau misalnya buka Alkitab, lalu muncul yang lain? Ini fakta
juga, di satu pihak sudah sangat maju tapi di pihak lain ini masih jauh
tertinggal.”
Narasumber
Kalau saya pikir setiap daerah tidak bisa disamakan, tentu punya konteks
berbeda-beda. Yang penting kita bisa menyampaikan pesan dengan baik
sesuai dengan budaya jemaat kita masing-masing. Dan jemaat itu bisa
berkembang atau mencari jiwa sebanyak mungkin. Memang ada biaya
yang harus dikeluarkan. Tetapi kalau kita berpikir itu efektif, tentu akan
lain ceritanya sebab semua direncanakan untuk pelayanan. Semua
peralatan dalam studio itu tidak didapat secara langsung, tetapi bertahap.
Juga dukungan dari jemaat, sebab jika jemaat melihat itu penting maka
akan bisa diusahakan berbagai peralatannya. Misalnya, kamera di studio
kami untuk kepentingan broadcast, maka kami menggunakan kamera
yang seharga Rp. 40 juta. Mengenai penggunaan gawai untuk kotbah itu
tergantung penggunanya. Jika kita tidak membarui kemampuan kita, akan
ketinggalan. Sebagai pendeta, jangan ketinggalan di era ini. Kemampuan
itu tidak terjadi dengan sendirinya, semua mulai dari yang tidak tahu.
Pengalamanlah yang menempa kita untuk berkembang terus. Kalau kita
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 56
belum yakin dengan penggunaannya maka jangan paksakan agar tidak
mempermalukan kita sendiri.
 Pdt. Y.N. Wonmaly (GBI Tanah Papua): Kita bukan berbicara cost
yang mesti dikeluarkan melainkan keharusan injil diberitakan. Yang
menjadi kesulitan kami adalah, kami memerlukan mitra seperti gereja di
Jakarta yang bisa menjadi tempat magang untuk belajar media gereja yang
efektif seperti ini.
Narasumber (Pak Pieter): Setiap kali ke daerah untuk melakukan
training broadcast, saya selalu berhadapan dengan gereja yang
menghadapi berbagai situasi sulit. Yang bisa saya katakan, jangan
skeptis, jangan pesimis. Ingin maju ada ongkos yang harus dibayar, ada
doa dan dana. Saya katakan ini agar gereja berpandangan jauh ke depan,
bukan gereja yang statis. Apa yang kami lakukan adalah harga yang harus
dibayar untuk jiwa-jiwa yang mau memberi diri bagi gereja. Kebetulan
saya adalah alumni CBN angkatan 8. Dan ini sangat menolong saya untuk
mempercayakan apa yang Tuhan percayakan kepada saya. Sampai
sekarang saya sudah membuat beberapa aplikasi multimedia, melibatkan
banyak tenaga untuk relawan yang masih bersedia dilibatkan sampai
sekarang. Ini yang menurut saya perlu dimiliki setiap pengelola media.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 57
Hari Ketiga, 14 November 2013
Refleksi Teologis
Pdt. Sylvana Apituley, M.Th.
“Menjadi Pewarta Keadilan dan Perdamaian, Pengalaman
Perempuan”
Hasil-hasil Diskusi Kelompok:
 Kelompok I
Kelompok yang termajinalkan adalah kelompok: tidak pernah mandi.
Kelompok Ahmadyah, kelompok banci, kelompok yang tidak
terakomodir dalam aturan gereja, melahirkan di luar pernikahan atau
kumpul kebo. Kedua: Pesan Injil yang membebaskan adalah semua
orang berhak menerima keselamatan dari Yesus siapa pun orangnya.
Ketiga: Cara berdialog adalah bertemu dengan mereka dan berbicara
dari hati ke hati, bahwa gereja tidak tertutup menerima mereka.
 Kelompok II
Masalah yang muncul adalah, pertama, wanita yang tertindas karena
mahar yang mahal, misal di Nias, Sumba dan berapa tempat lain.
Termajirnalkan di gereja karena status sosial dan pelayanan di gereja
berbeda antara yang kaya dan miskin. Masalah marjinalisasi
masyarakat di Mentawai akibat kemiskinan yang disebabkan
bencana dan akhirnya banyak yang pindah kepercayaan ke Padang.
Di Toraja muncul masalah tenaga kerja di Serawak dan Sabah. Di
Toraja banyak lansia kesepian -- kurang perhatian karena anak-anak
sudah menikah dan pisah rumah, tidak ada teman berdiskusi --
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 58
karena gereja tidak perduli. Di Kalimantan Tengah, anak-anak muda
yang menjauh dari gereja karena persolan dunia seperti judi dan lain-
lain karena mereka berkerja di pabrik buruh (tambang) dan uang
yang didapat habis untuk berjudi dan mabuk-mabukan.
Ada tiga poin yang harus disikapi oleh gereja:
1. Gereja harus hadir memberikan sentuhan.
2. Gereja harus mendengarkan dan menyelesaikan masalah yang
mereka hadapi.
3. Gereja harus memberi sentuhan bukan saja mendengar.
 Kelompok III
1. Orang yang termarjinalkan adalah yang menjadi korban
khususnya masyarakat yang tanahnya dirampas, dan masyarakat
di perairan pertambangan. Di mana peran gereja selama ini?
Kebanyakan gereja menganut “gereja palang merah” bukan
“palang pintu”, karena gereja tidak perduli -- setelah ada korban
gereja baru bertindak. Sering berdebat dengan aparat dan orang
yang didampingi, tetapi tetap tidak ada jalan keluarnya dengan
pemerintah. Kasus yang didampingi di daerah Dairi Sumatera
Utara.
2. Ketika berbicara dengan pihak gereja, kebanyakan mereka
menolak. Hanya ketika duduk bersama saja masalah itu dibahas
dan tidak ada solusinya. Untuk pendampingan orang sakit seperti
HIV/AIDS yang dikeluarkan dari keluarganya dan korban dari
lumpur Lapindo, apakah ada peran gereja?
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 59
3. Memandang kelompok lain sama seperti memandang aliran-aliran
yang dianggap sesat. Karena ini bukan saja persoalan teologis
melainkan sisi kemanusiaan seperti Saksi Yehova yang dari
dahulu di sebut aliran sesat. Kita harus bisa memisahkan keluarga
Kristen dan bagaimana menyelamatkan mereka.
 Kelompok IV
1. Kelompok yang termajinalkan seperti para pekerja anak berumur
di bawah 17 tahun dan yang tidak tamat sekolah dan menerima
gaji yang tidak layak juga.
2. Mereka yang tinggal di sekitar TPA khususnya anak-anak, dan
pernah ada gereja yang coba mengadakan PAUD tetapi malah
ditolak oleh pemerintah karena curiga kristenisasi.
3. Kelompok anak jalanan dan yang disebut kelompok PUNK
4. Kelompok pekerja sosial khusus yang diperhatikan adalah yang
sudah berumur, apa yang dapat diperbantukan untuk mereka?
5. Kesimpulan dan saran: Karena Kasih Allah adalah kasih untuk
semua. Yang diperlukan adalah pendampingan, pemberdayaan
dan mengupayakan hidup layak dan pelayanan.
Narasumber
Dari hasil diskusi kelompok dapat disimpulkan, antara lain analisis
yang jelas terhadap persoalan, mengindentifikasikan siapa kelompok-
kelompok marjinal, dan bagimana gereja harus bersikap:
1. Pesan Injil apa yang harus disampaikan.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 60
2. Mengkomunikasikan Injil dalam konteks masyarakat yang
marjinal.
4. Gereja harus juga menangani AIDS/HIV.
5. Bagaimana sikap gereja menangani kasus kelompok yang
dianggap sesat?
6. Belum ada sikap gereja yang jelas untuk para pekerja anak, buruh
migran, lansia, dan pekerja sosial.
7. Gereja yang ditolak oleh pemerintahan untuk melakukan
pelayanan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat
(pelayanan social justice).
Sesi II
Diskusi Panel
♦ Rukka Sombolinggi (AMAN): Perspektif Bermedia: Media,
Masyarakat Adat, Lingkungan Hidup
♦ Nestor R. Tambunan: Media dan Disabilitas
♦ Syaiful W. Harahap: Media Masa dan ODHA
♦ Moderator: Jeirry Sumampouw
Panelis 1: Media Massa, Masyarakat Adat, Lingkungan Hidup
(materi terlampir)
Panelis 2: Media dan Disabilitas (materi terlampir)
Pengertian “Media dan Disabilitas” adalah setiap orang berkelainan fisik,
mental, intelektual, sensorik dan motorik yang dalam interaksinya dengan
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 61
berbagai hambatan, dapat merintangi partisipasi mereka secara penuh
dalam masyarakat dan efektif berdasarkan pada azas kesetaraan.
Jurnalisme empati merupakan sikap dan kemampuan untuk melihat dunia
dari sisi orang lain serta memahami dan mampu menempatkan diri pada
posisi orang lain secara emosional dan intelektual dan mampu
mengkomunikasikan pemahaman empati dan sikap itu kepada orang lain.
Penyandang distabilitas sering diabaikan, baik oleh gereja maupun
lingkungan sekolahnya; mereka masih menganggap penyandang
disabilitas sebagai ketidakmampuan melakukan pekerjaan di sekolah
maupun di lingkungan keluarganya. Pemerintah pun tidak peduli akan
pendidikan dan kesempatan mereka untuk bersekolah dan mendapatkan
fasilitas umum. Kesimpulan dan persoalan yang dihadapi para disabilitas
adalah memahami keadaan mereka. Jangan mengaku sudah beradab kalau
belum memahami disabilitas.
Panelis 3: Media Massa dan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)
(materi terlampir)
Bagaimana media menyikapi masalah HIV/AIDS? Kelemahan media di
Indonesia, banyak yang tidak bisa menyampaikan secara deskriptif bahkan
menghujat. Yang diharapkan adalah, menyampaikan sesuatu ke khalayak
tanpa ada dugaan atau anggapan hal-hal lain, misalnya bagaimana
menyampaikan kemiskinan masyarakat. Media khususnya televisi gemar
menyodorkan isu-isu keagamaan. KONAS V ini perlu meminta media
massa baik cetak maupun elektronik agar mengangkat pemberitaan
HIV/AIDS tidak secara bombastis, hanya menonjolkan kengerian
penyakit tersebut. Pasalnya, banyak orang dengan ODHA terdiskriminasi
akibat pemberitaan semacam itu.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 62
Pemberitaan bombastis memang selalu menjual dan meningkatkan oplah
atau rating. Tetapi pemberitaan semacam itu mengganggu psikologi
ODHA. Kita berharap, media massa lebih bijak dan halus dalam memilih
kata menyangkut penyakit yang ini. Karena memang, kengerian yang
diungkapkan tidak sama dengan kenyataan sebenarnya. Orang yang
terjangkit HIV/AIDS, tidak terlihat secara fisik dirinya teridap virus
tersebut. Orang yang terpapar HIV akan tetap terlihat bertubuh sehat dan
beraktivitas selayaknya orang sehat. ODHA juga bukan orang yang
mempunyai perilaku menyimpang, sebagian di antara mereka ibu rumah-
tangga dan anak-anak. Bahkan, ODHA juga mempunyai profesi dengan
pekerjaan yang berkonotasi positif, ada pegawai negeri, ada karyawan,
dan ada pengusaha.
ODHA layak untuk hidup nyaman dan aman. Kehangatan dan dekapan
keluarga merupakan faktor penentu keberlangsungan perawatan pasien.
Menurut Syaiful, ODHA harus menanggung beban ganda. Selain
menderita kesakitan karena penyakitnya, mereka juga masih terus
mengalami stigma dan diskriminasi dari lingkungan, bahkan dari orang-
orang terdekatnya. Ini mengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan
seks bebas, pengguna narkoba dan kematian. Diskriminasi mulai terjadi
tatkala pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk
memperlakukan ODHA secara tidak adil berdasarkan prasangka terhadap
status HIV/AIDS seseorang. Stigma ini masih terjadi di hampir seluruh
lapisan masyarakat. Tidak hanya orang awam, bahkan tenaga medis yang
semestinya membantu pasien malah ada yang memperlakukan hal yang
sama.
Padahal, jika ODHA menderita stres hingga depresi berkepanjangan,
derajat penyakitnya akan bertambah parah. Kadar CD4 yang
mengindikasikan ketahanan tubuh penderita akan merosot drastis jika
ODHA mengalami stres berat.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 63
Moderator
1. Keterbatasan dan ketidakpahaman masyarakat terhadap
penyangdang HIV/AIDS menimbulkan ketakutan tersendiri
padahal sehingga pemberitaan tentang HIV/ AIDS masih
cenderung kurang penjelasan.
2. Media berpihak kepada kebenaran terutama kepada yang
terabaikan.
Tanggapan Peserta
 Chrisostomus Sihotang (Bina Kasih): Membagi pengalaman tentang
anak yang menderita Lupus, gereja harus lebih peka lagi terhadap para
difabel tersebut.
 Alex Mangonting: Gereja di Toraja tak punya pelayanan untuk orang-
orang yang disebut berkekurangan khusus, mungkin cara advokasi dari
AMAN dapat membantu, dan melalui KONAS ini bagaimana caranya
membangun kebersamaan antargereja dan orang-orang yang
berkekurangan. Di di Toraja bagaimana membangun kebersamaan antara
masyarakat adat dan gereja.
 Pdt. Amos Musa: Bagaimana AMAN membantu melestarikan bahasa-
bahasa di Tobelo yang hampir hilang. Untuk orang-orang yang
berkekurangan, memang gereja secara fisik belum mempersiapkan
tempat-tempat atau kemudaan mereka untuk dapat beribadah. Untuk
ODHA, di Halmahera terjadi peningkatan yang signifikan dan kebanyakan
mereka tidak berani untuk mencek darahnya di Rumah Sakit. Belum ada
kesadaran dari mereka, bagaimana cara untuk mengurangi jumlah orang-
orang terkena HIV/AIDS tersebut.
| Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 64
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi
Konsultasi Gereja dan Komunikasi

More Related Content

Similar to Konsultasi Gereja dan Komunikasi

Rekoleksi_OMK_tentang_Media_Sosial.pptx
Rekoleksi_OMK_tentang_Media_Sosial.pptxRekoleksi_OMK_tentang_Media_Sosial.pptx
Rekoleksi_OMK_tentang_Media_Sosial.pptxLeonardusIndramarwan1
 
Pidato "Hidup Berdampingan Itu Luar Biasa"
Pidato "Hidup Berdampingan Itu Luar Biasa"Pidato "Hidup Berdampingan Itu Luar Biasa"
Pidato "Hidup Berdampingan Itu Luar Biasa"JasonCundrawijaya
 
Berdialog Dengan Umat Islam 🌍🪐🌤 (1).pptx
Berdialog Dengan Umat Islam 🌍🪐🌤 (1).pptxBerdialog Dengan Umat Islam 🌍🪐🌤 (1).pptx
Berdialog Dengan Umat Islam 🌍🪐🌤 (1).pptxpakrinmanalu
 
Tabloid reformata edisi 150 april 2012
Tabloid reformata edisi 150 april 2012Tabloid reformata edisi 150 april 2012
Tabloid reformata edisi 150 april 2012Reformata.com
 
MODUL MATERI 1 - SMA.docx
MODUL MATERI 1 - SMA.docxMODUL MATERI 1 - SMA.docx
MODUL MATERI 1 - SMA.docxMIRZAFARABDIBA
 
Seri Dokumen Ajaran Sosial Gereja (No. 7 s/d 12)
Seri Dokumen Ajaran Sosial Gereja (No. 7 s/d 12)Seri Dokumen Ajaran Sosial Gereja (No. 7 s/d 12)
Seri Dokumen Ajaran Sosial Gereja (No. 7 s/d 12)Juan Karnadi
 
Dialog Antara Tamadun Di Malaysia
Dialog Antara Tamadun Di MalaysiaDialog Antara Tamadun Di Malaysia
Dialog Antara Tamadun Di Malaysiamohdsanusisidik
 
Makalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinMakalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinFelix Juanto
 
Tabloid reformata edisi 142 agustus 2011
Tabloid reformata edisi 142 agustus 2011Tabloid reformata edisi 142 agustus 2011
Tabloid reformata edisi 142 agustus 2011Reformata.com
 
Tabloid reformata edisi 162 april 2013
Tabloid reformata edisi 162 april 2013Tabloid reformata edisi 162 april 2013
Tabloid reformata edisi 162 april 2013Reformata.com
 
Substansiasi agama dan banalitas media revisi
Substansiasi agama dan banalitas media   revisiSubstansiasi agama dan banalitas media   revisi
Substansiasi agama dan banalitas media revisiarief permadi arief
 
Bijak_dalam_Menggunakan_Sosial_Media_ald.pptx
Bijak_dalam_Menggunakan_Sosial_Media_ald.pptxBijak_dalam_Menggunakan_Sosial_Media_ald.pptx
Bijak_dalam_Menggunakan_Sosial_Media_ald.pptxalisaid80
 
GoPray! Doa Merdeka!
GoPray! Doa Merdeka!GoPray! Doa Merdeka!
GoPray! Doa Merdeka!SABDA
 
Literasi Media Digital dalam Menangkal Hoaks
Literasi Media Digital dalam Menangkal HoaksLiterasi Media Digital dalam Menangkal Hoaks
Literasi Media Digital dalam Menangkal HoaksMunawwarah Nasir
 
Musni Umar: Ketahanan Ideologi dan Agama Benteng UntukMenyelamatkan Indonesia...
Musni Umar: Ketahanan Ideologi dan Agama Benteng UntukMenyelamatkan Indonesia...Musni Umar: Ketahanan Ideologi dan Agama Benteng UntukMenyelamatkan Indonesia...
Musni Umar: Ketahanan Ideologi dan Agama Benteng UntukMenyelamatkan Indonesia...musniumar
 
Budaya dan komunikasi interpersonal
Budaya dan komunikasi interpersonalBudaya dan komunikasi interpersonal
Budaya dan komunikasi interpersonalRatih Aini
 
PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS
PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDSPIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS
PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDSjselv
 
Profil BKPRMI Jakarta
Profil BKPRMI JakartaProfil BKPRMI Jakarta
Profil BKPRMI Jakartabkprmijakarta
 

Similar to Konsultasi Gereja dan Komunikasi (20)

Rekoleksi_OMK_tentang_Media_Sosial.pptx
Rekoleksi_OMK_tentang_Media_Sosial.pptxRekoleksi_OMK_tentang_Media_Sosial.pptx
Rekoleksi_OMK_tentang_Media_Sosial.pptx
 
Pidato "Hidup Berdampingan Itu Luar Biasa"
Pidato "Hidup Berdampingan Itu Luar Biasa"Pidato "Hidup Berdampingan Itu Luar Biasa"
Pidato "Hidup Berdampingan Itu Luar Biasa"
 
Berdialog Dengan Umat Islam 🌍🪐🌤 (1).pptx
Berdialog Dengan Umat Islam 🌍🪐🌤 (1).pptxBerdialog Dengan Umat Islam 🌍🪐🌤 (1).pptx
Berdialog Dengan Umat Islam 🌍🪐🌤 (1).pptx
 
Tabloid reformata edisi 150 april 2012
Tabloid reformata edisi 150 april 2012Tabloid reformata edisi 150 april 2012
Tabloid reformata edisi 150 april 2012
 
MODUL MATERI 1 - SMA.docx
MODUL MATERI 1 - SMA.docxMODUL MATERI 1 - SMA.docx
MODUL MATERI 1 - SMA.docx
 
Pemilih Pemula
Pemilih PemulaPemilih Pemula
Pemilih Pemula
 
Seri Dokumen Ajaran Sosial Gereja (No. 7 s/d 12)
Seri Dokumen Ajaran Sosial Gereja (No. 7 s/d 12)Seri Dokumen Ajaran Sosial Gereja (No. 7 s/d 12)
Seri Dokumen Ajaran Sosial Gereja (No. 7 s/d 12)
 
Dialog Antara Tamadun Di Malaysia
Dialog Antara Tamadun Di MalaysiaDialog Antara Tamadun Di Malaysia
Dialog Antara Tamadun Di Malaysia
 
Makalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddinMakalah m. zainuddin
Makalah m. zainuddin
 
Tabloid reformata edisi 142 agustus 2011
Tabloid reformata edisi 142 agustus 2011Tabloid reformata edisi 142 agustus 2011
Tabloid reformata edisi 142 agustus 2011
 
Tabloid reformata edisi 162 april 2013
Tabloid reformata edisi 162 april 2013Tabloid reformata edisi 162 april 2013
Tabloid reformata edisi 162 april 2013
 
Substansiasi agama dan banalitas media revisi
Substansiasi agama dan banalitas media   revisiSubstansiasi agama dan banalitas media   revisi
Substansiasi agama dan banalitas media revisi
 
Bijak_dalam_Menggunakan_Sosial_Media_ald.pptx
Bijak_dalam_Menggunakan_Sosial_Media_ald.pptxBijak_dalam_Menggunakan_Sosial_Media_ald.pptx
Bijak_dalam_Menggunakan_Sosial_Media_ald.pptx
 
GoPray! Doa Merdeka!
GoPray! Doa Merdeka!GoPray! Doa Merdeka!
GoPray! Doa Merdeka!
 
Tugas akhir pancasila
Tugas akhir pancasilaTugas akhir pancasila
Tugas akhir pancasila
 
Literasi Media Digital dalam Menangkal Hoaks
Literasi Media Digital dalam Menangkal HoaksLiterasi Media Digital dalam Menangkal Hoaks
Literasi Media Digital dalam Menangkal Hoaks
 
Musni Umar: Ketahanan Ideologi dan Agama Benteng UntukMenyelamatkan Indonesia...
Musni Umar: Ketahanan Ideologi dan Agama Benteng UntukMenyelamatkan Indonesia...Musni Umar: Ketahanan Ideologi dan Agama Benteng UntukMenyelamatkan Indonesia...
Musni Umar: Ketahanan Ideologi dan Agama Benteng UntukMenyelamatkan Indonesia...
 
Budaya dan komunikasi interpersonal
Budaya dan komunikasi interpersonalBudaya dan komunikasi interpersonal
Budaya dan komunikasi interpersonal
 
PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS
PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDSPIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS
PIKM dan Peran Serta Masyarakat dalam Penanggulangan HIV dan AIDS
 
Profil BKPRMI Jakarta
Profil BKPRMI JakartaProfil BKPRMI Jakarta
Profil BKPRMI Jakarta
 

Recently uploaded

Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anakbekamalayniasinta
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 

Recently uploaded (20)

Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 

Konsultasi Gereja dan Komunikasi

  • 1. “ALLAH KEHIDUPAN, PIMPIN KAMI MEWARTAKAN KEADILAN DAN PERDAMAIAN” Hasil-hasil Konsultasi Nasional V Gereja dan Komunikasi, 12-13 November 2013 Penyunting Rainy MP Hutabarat
  • 2. “Allah Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian Hasil-hasil Konsultasi Nasional V Gereja dan Komunikasi Penerbit: YAKOMA-PGI (Pelayanan Komunikasi Masyarakat- Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) Jakarta, April 2015 Alamat: Jalan Cempaka Putih Timur XI/26 Jakarta 10510 Telepon: (62-21) 4205-623; Faks: (62-21) 4253-379 Surel: yakoma@cbn.net.id Situs Web: yakomapgi.org Penyunting: Rainy MP Hutabarat Tata-Letak dan Sampul: George Soedarsono Esthu | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 2
  • 3. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang (Dilarang mengutip tanpa mencantumkan sumber). Kata Sambutan Pertama-tama saya mengucapkan Selamat Datang kepada Bapak-Ibu dan Saudara sekalian peserta Konsultasi Nasional Gereja dan Komunikasi yang bertajuk “Allah Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian”. Selama beberapa hari ini kita akan sama-sama berkonsultasi, yang sebenarnya lebih tepat dimaknakan sebagai saling belajar, saling bertukar dan saling memerkaya dalam pengetahuan, pemikiran dan pengalaman di bidang komunikasi dan secara khusus media. Sebagaimana kita sama-sama ketahui, dunia dan pola kehidupan manusia dewasa ini telah banyak berubah. “Globalisasi”, itulah fenomena yang terjadi dan sekaligus istilah yang sudah kerap kita dengar. Sebenarnya proses mengglobal itu sudah cukup lama bergulir, tapi ia masih terus berjalan hingga kini dan akan terus berjalan ke depan entah sampai kapan dan ke mana arahnya. Yang jelas, kita harus berupaya mengikutinya kalau tak mau tertinggal atau ketinggalan zaman yang terus-menerus berubah ini. Faktanya kita sekarang hidup di era multi-media, dengan revolusi internet, yang membuat arus deras informasi dan ide begitu mudahnya masuk dan keluar dari benak kita. Berbagai media konvensional seperti media cetak, radio dan televisi kini sudah terkonvergensi ke dalam laptop, tablet, smart-handphone dan smart- TV. Semua yang kita perlukan demi memuaskan keingintahuan kita begitu mudahnya didapat, karena semuanya tersedia di ruang maya (cyber spaces). Kita merasa senang karena kita sungguh merasa terbantu dengan pelbagai kemudahan | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 3
  • 4. itu. Namun kita juga khawatir, mengingat dampak-dampaknya yang negatif selalu mengintai dan siap menjadi ancaman yang potensial merusak pola interaksi dan komunikasi antarpersonal kita selama ini. Bukan kehidupan sosial kita saja yang kelak bisa berubah, bahkan kehidupan bergereja pun bisa saja “dipaksa” berubah karenanya. Di titik itulah kita mungkin merasa cemas menatap masa depan yang kian tak pasti. Namun alih-alih menghindarinya, lebih bijaklah jika kita berupaya secara cerdik mengikutinya seraya berharap kita bisa juga memanfaatkannya. Kalau kita bicara secara khusus tentang pers, di negara ini kita sudah mengalami dua era, yakni Orde Lama dan Orde Baru, yang iklim persnya kurang menggembirakan atau bahkan suram. Sebab, dominasi penguasa dalam hampir seluruh aspek kehidupan dan infrastruktur politik di kedua era itu begitu kuatnya. Di satu sisi suara-suara kritis rakyat dibungkam, di sisi lain suara-suara penguasa memonopoli kebutuhan rakyat akan informasi. Untuk kepentingan politik hegemoni dan a-politisasi masyarakat itulah maka pers di kedua era itu dijadikan perpanjangan tangan penguasa. Tak heran kalau Bahasa yang digunakan kerap bermakna ganda, baik untuk tujuan penghalusan maupun demi kepentingan memperdayakan rakyat. Namun, dinamika proses politik yang telah berjalan selama puluhan tahun itu kini telah mengantar kita tiba di sebuah era baru yang oleh banyak orang disebut sebagai Era Reformasi. Sejak rezim Orde Baru berlalu, pengelolaan negara berjalan bagaikan tanpa arah yang jelas. Namun satu hal yang pasti, kebebasan kini terbuka lebar. Karena 2 Konsultasi Nasional Gereja & Komunikasi 2013 perubahan itulah maka sistem pers pun turut berubah - sebagai dampaknya. Jika di kedua era sebelumnya telah terjadi banyak pembredelan maupun pembungkaman pers oleh pemerintah demi “stabilitas nasional”, kini situasinya jauh berbeda: pers kian bergairah. Alhasil, jumlah pers pun tak bisa lagi secara pasti dihitung. Sebab selalu saja ada yang baru, apalagi pers yang kini sudah mengambil rupa baru: maya alias on-line. Siapa pun bisa membuatnya dan siapa pun bisa bersuara apa saja di sana. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 4
  • 5. Di satu sisi kita patut merayakan perubahan yang semakin menekankan nilai kebebasan itu, namun di sisi lain kita juga pantas merasa khawatir karena di balik itu ada tabiat-tabiat baru yang muncul dan sayangnya negatif: mudahnya mencaci- maki dan bahkan berkatakata kotor, mudahnya beropini tanpa didukung bukti dan nalar yang kritis, dan hal-hal lain yang sejenisnya. Di sinilah kita, sebagai gereja dan lembaga paragereja, tertantang untuk mampu mengawal perubahan-perubahan itu. Kita tertantang untuk mampu menggarami media-media di sekitar kita dengan prinsip “media perdamaian dan keadilan”. Memang, media-media harus tetap informatif dan edukatif, dengan sementara itu tetap menjujung tinggi kebebasan karena media dewasa ini telah menjadi pilar keempat demokrasi (media sebagai “watchdog” bagi penguasa). Namun sejalan dengan itu, bisakah media-media juga tetap menjadi wahana untuk menyebarkan ide-ide dan nilai-nilai perdamaian dan keadilan kepada publik? Kiranya hal penting ini dapat menjadi perhatian kita selama beberapa hari duduk bersama dalam acara Konsultasi Nasional ini. Sepulangnya dari sini, kita terpanggil untuk meneruskan pesan-pesan yang kita dapatkan selama beberapa hari ini kepada gereja, lembaga paragereja, dan publik di mana kita menjadi bagian di dalamnya. Kita berharap peran kita sebagai Kristen, pengikut Kritus, dapat lebih strategis lagi dalam rangka mewartakan nilai-nilai keadilan dan kebenaran. Mungkin itu kita lakukan melalui media cetak, radio, atau bahkan televisi, namun mungkin juga melalui media on-line atau bahkan media sosial yang relatif murah dan mudah tapi tetap berdampak penting bagi masyarakat sekitar kita. Akhirnya, atas nama YAKOMA-PGI, saya mengucapkan Selamat Berkonsultasi kepada kita semua. Terima kasih atas bantuan yang diberikan oleh Gereja Bethel Indonesia (GBI) dan pihak-pihak lain yang tak bisa disebutkan namanya satu- persatu di sini. Tuhan memberkati. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 5
  • 6. Ketua Pengurus Dr. Victor Silaen Daftar Isi halaman Kata Sambutan 3 Bab I 10 Bab II 15 Bab III 61 Bab IV 68 | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 6
  • 7. Bab I Kerangka Acuan KONSULTASI NASIONAL V “GEREJA DAN KOMUNIKASI” ALLAH KEHIDUPAN, PIMPIN KAMI MEWARTAKAN KEADILAN DAN PERDAMAIAN Grha Bethel, 12-14 November 2013 Kata Pengantar Abad XXI dicatat sebagai era multi-media, internet atau tsunami informasi. Berbagai media konvensional seperti media cetak, media radio dan televisi sudah | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 7
  • 8. terkonvergensi ke dalam aptop, tablet, smart-handphone dan smart-TV. Revolusi internet atau digital telah menjadikan dunia sebagai sebuah desa global. Lalu lintas komunikasi dan informasi pun telah berubah dari kecenderungan satu arah (atas - bawah) dan terpusat, menjadi multi-arah. Setiap orang bisa dengan bebas berkomunikasi dengan siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Kita belum tahu revolusi apa lagi yang akan terjadi dengan 4 G dan WI MAX yang tak lama lagi akan segera dipasarkan. Berbagai pihak, mulai dari kalangan partai politik, bisnis, kelompok/organisasi agama, organisasi profesi dan keilmuan, kelompok kampanye dan seterusnya, memanfaatkan multi-media dan ruang maya yang terbuka luas tanpa batas waktu dan ruang bagi para penggunanya. Mudah ditebak, yang paling gesit memanfaatkan ruang maya adalah kalangan bisnis dan politik. Di mana kalangan remaja dan anak muda yang paling banyak menggunakan internet. Semua ini menantang kesiapan gereja untuk memanfaatkan perkembangan era internet ini di dalam persekutuan, kesaksian dan pelayanan ke dalam gereja maupun keluar kepada masyarakat luas, karena penggunaan yang semakin mudah dan menjangkau semua lapisan masyarakat. Yang menjadi persoalan sekarang ini adalah pesan-pesan apa yang penting dan strategis yang akan dikomunikasikan atau dipublikasikan oleh gereja-gereja atau lembaga pelayanan Kristen kepada masyarakat luas yang plural? Terkait ini, YAKOMA-PGI bekerjasama dengan Sinode Gereja Bethel Indonesia (GBI) bermaksud menyelenggarakan Konsultasi Nasional Gereja dan Komunikasi. YAKOMA-PGI sendiri sejak berdiri melalui mandat gereja-gereja di Indonesia, sudah menyelenggarakan 4 (empat) kali Konsultasi Nasional Gereja dan Komunikasi dan 4 (empat) kali Pekan Komunikasi Kristen sejalan dengan rekomendasi gereja-gereja di Indonesia. Konsultasi Nasional Gereja dan Komunikasi pertama diselenggarakan di Klender – Jakarta tahun 1976 dengan tema “Strategi Komunikasi Massa”, kedua tahun 1987 di Sukabumi dengan tema | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 8
  • 9. “Komunikasi untuk Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan”, ketiga tahun 1992 di Makasar bertema “Komunikasi Untuk Martabat Manusia” dan keempat di Jakarta tahun 2010 bertema “Allah Itu Baik Kepada Semua Orang”. Semua kegiatan tersebut mencoba memetakan persoalan-persoalan pada ruang dan waktu serta sekaligus merumuskan respons dan refleksi gereja atasnya. Satu hal yang perlu digarisbawahi dari kegiatan-kegiatan tersebut adalah, semua diselenggarakan sebelum internet menjadi bagian hidup sehari-hari masyarakat modern Indonesia. Sejalan dengan arak-arakan oikoumenis gereja-gereja sedunia, Konsultasi Nasional V Gereja dan Komunikasi mengangkat tema, “Allah Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian.” Tema ini hendak menggarisbawahi bahwa gereja/umat Kristen selaku pewarta Kabar Baik harus menjadi berkat bagi kehidupan – mewartakan keadilan dan perdamaian – bukan semata untuk lingkungan Kristen, tetapi juga kepada orang-orang lain dan ciptaan Allah lainnya. Dari konsultasi nasional ke konsultasi nasional, yang secara khusus membahas persoalan-persoalan di seputar gereja dan media (cetak, radio, audio-visual, daring) belum pernah diselenggarakan. Kendati posisi dan fungsi strategis media diakui, namun para pekerja media (berbasis) gereja maupun media Kristen belum pernah duduk bersama dalam sebuah forum untuk saling berbagi pengalaman, pengetahuan, serta visi-misi dan strategi. Padahal jumlah media gereja dan media Kristen mencapai ratusan. Masing-masing sibuk dengan pekerjaan dan permasalahannya dan tidak berjejaring oikoumenis untuk menyinergikan peluang dan kekuatan. Ada media gereja dan media Kristen yang sudah sedemikian profesional pengelolaannya, ada yang dikelola seadanya saja dan kerap terlambat terbit, ada pula yang “hidup segan mati tak mau”. Dari pengalaman YAKOMA-PGI menyelenggarakan lokakarya-lokakarya media komunitas selama satu dasawarsa terakhir, diperoleh gambaran bahwa mayoritas sinode/gereja belum mengembangkan medianya dengan sebaik-baiknya. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 9
  • 10. Sejumlah masalah terkait siklus hidup media gereja terkuak: mulai dari ketiadaan visi media yang jelas, tema tak digarap serius, perekrutan pekerja media yang asal saja tanpa pelatihan lebih dulu, pengelolaan media yang sambil lalu dan rangkap jabatan, pekerja yang direkrut tanpa pembekalan yang memadai, isi media yang merupakan corong sinode sehingga kering, membosankan dan akhirnya tak dibaca, rendahnya minat baca dan menulis, dan seterusnya. Dari percakapan dengan para peserta lokakarya diketahui bahwa peningkatan mutu media gereja memerlukan pendekatan dua arah: pekerja media dan pemimpin di aras pengambilan keputusan organisasi gereja. Pekerja media perlu diperlengkapi dengan pengetahuan dan keterampilannya dengan dasar-dasar pengelolaan media seperti jurnalisme, menyunting, menata letak, fotografi, pemasaran dan seterusnya. Sedangkan para pemimpin gereja juga perlu mengetahui posisi dan fungsi strategis media gereja dan strategi komunikasi dan media di tengah-tengah masyarakat yang plural. Dalam era otonomi daerah dan demokrasi, posisi dan peran strategis media gereja semakin penting sebagai “juru bicara” dalam menyosialisasikan pandangan gereja terhadap isu-isu penting dan terkini misalnya HAM, demokrasi, korupsi, gereja/pendeta dan politik, dan seterusnya. Ada kesan bahwa tanggapan dan refleksi terhadap isu-isu sedemikian dilimpahkan kepada PGI (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) untuk merumuskannya dan sekaligus menyebarkannya ke gereja-gereja antara lain melalui majalah Berita Oikoumene. Seorang pekerja media gereja pernah mengungkapkan bahwa gerejanya memang tidak berani memuat isu-isu sensitif karena pandangan bahwa gereja tidak berpolitik. Yang lain menggarisbawahi bahwa kini bukan saatnya lagi media gereja dan media Kristen berjalan sendiri-sendiri, sebab peluang dan tantangan bersama di era digital dan di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang plural perlu disikapi bersama-sama. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 10
  • 11. Dalam konteks pertarungan penyebarluasan informasi, berbagai pihak, mulai dari partai politik, bisnis, kelompok/organisasi agama, organisasi profesi dan keilmuan, kelompok kampanye dan seterusnya, memanfaatkan multi media dan ruang maya yang terbuka luas tanpa batas waktu dan ruang. Mudah ditebak, yang paling gesit memanfaatkan ruang maya adalah kalangan bisnis dan politik. Kepedulian gereja- gereja terhadap posisi dan fungsi strategis media dapat disaksikan dari media yang ada di lingkungannya entah cetak, radio, media daring, bahkan juga dari keikutsertaan dalam penyelenggaraan acara mimbar agama di televisi dan Facebook. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah gereja-gereja telah memanfaatkan media yang ada secara maksimal? Sejauh ini tak tampak strategi media gereja menghadapi era multimedia dan internet. Media gereja dikelola secara sambil lalu, sebagai pekerjaan sampingan, dan karenanya “asal ada ketimbang tidak ada”. Warga jemaat juga tidak diajak untuk hidup sadar dan waspada terhadap gempuran media massa agar tidak menjadi korban-korban misalnya iklan atau informasi yang bias. Di sisi lain, warga jemaat di daerah-daerah yang infrastruktur telekomunikasinya jauh dari memadai memperoleh pengetahuan dan informasi terkait iman Kristen dan ajaran gereja semata berdasarkan media tradisional seperti kotbah-kotbah, katekisasi, dan Penelaahan Alkitab. Sehubungan dengan permasalahan di atas, YAKOMA-PGI bekerjasama dengan beberapa gereja/lembaga media di Jabodetabek bermaksud menyelenggarakan Konsultasi Nasional Gereja dan Media. Tema yang dipilih adalah “Allah Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian.” Tema ini hendak menggarisbawahi bahwa media gereja dan media Kristen selaku pewarta Kabar Baik harus menjadi berkat bagi kehidupan – mewartakan keadilan dan perdamaian – bukan semata untuk lingkungan Kristen, tetapi juga agama-agama lain dan ciptaan Allah lainnya. Kehidupan yang dimaksud tak semata bersifat antropologis (berpusat pada manusia) tetapi juga ekologis. Dengan tema ini kita | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 11
  • 12. diingatkan bahwa “Tuhan itu baik kepada semua orang dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikanNya.” (Maz. 145: 9). Tujuan:  Memetakan tantangan-tantangan dan peluang-peluang yang dihadapi oleh media gereja dan media Kristen terutama dalam menghadapi multi media dan internet  Merumuskan refleksi teologis maupun faktual tentang peran dan fungsi media gereja dan media Kristen  Membangun dan memperkuat jejaring yang sinergis media gereja dan media Kristen untuk proses saling belajar dan RTL bersama yang merupakan karya bersama. Penyelenggara: YAKOMA-PGI bekerjasama dengan Gereja Bethel Indonesia (GBI). Peserta: Pengelola, pekerja, pemimpin media gereja dan Kristen (radio, cetak, daring, audiopvisual pengambil keputusan), pengelola media rakyat (teater), pemimpin gereja di aras sinode. Alur Lokakarya Tahap 1 Penggalian dan pemahaman tema Konsultasi Nasional “Allah Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian” dan Pemetaan Perubahan Media massa (Kekuatan, Kebijakan dan Orientasi, Konten, Perngelolaan, Format) di Indonesia sebelum dan pascareformasi. Pada tahap ini peserta mampu mengidentifikasikan permasalahan, perubahan, tantangan, serta peluang. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 12
  • 13. Tahap 2 Kebijakan infokom pemerintah pascareformasi. Pada sesi ini peserta diperlengkapi dengan informasi seputar kebijakan-kebijakan pemerintah terkait infokom, prioritas, tujuan dan target agar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat berbasis informasi dan pengetahuan. Informasi kebijakan ini diharapkan membuka horizon tentang kebijakan infokom dan dampaknya bagi media massa, media sosial atau media baru dan media komunitas. Tahap 3 Media massa dan media komunitas merespons perubahan: (1) Bagaimana media massa komersial seperti stasiun televisi dan radio merespons era globalisasi, internet dan pluralitas media yang mengubah secara total lalu lintas komunikasi dan informasi dari yang terpusat dan satu arah menuju ke populis, dua arah dan nonprofit sebagaimana media baru atau media sosial. (2) Bagaimana media komunitas keagamaan yang berorientasi nonprofit merespon era globalisasi, internet dan pluralitas media? Bagaimana mereka memosisikan diri (visi, misi, strategi). Tahap 4 Perspektif Bermedia: Pengalaman Media Difabel dan Masyarakat Adat-Lingkungan Hidup Media tak lepas dari bias-bias tertentu. Kerap media melakukan reviktimisasi terhadap korban dan kelompok marjinal (ODHA, difabel, perempuan, masyarakat adat) melalui pilihan-pilihan kata dan konstruksi narasi berita. Di sisi lain, orientasi bisnis juga menjadi filter dalam pemilihan berita yang diminati oleh masyarakat luas. Berita-berita tentang politik, bisnis, perang/konflik menjadi pilihan utama. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 13
  • 14. Kini kita hidup dalam lingkungan media yang mengepung kita selama 24 jam memerlukan sikap kritis. Kritis tak hanya berarti mampu mewaspadai berbagai konten media, namun juga mampu mengelola penerbitan media khusus bagi kelompok-kelompok marjinal yang persoalan-persoalannya dipinggirkan oleh media massa yang berorientasi bisnis, seperti masyarakat adat dan difabel. Berbagi visi dan misi keadilan bagi kelompok marjinal melalui penerbitan media diharapkan dapat membuka wawasan bagaimana media memosisikan diri di tengah-tengah gempuran media massa berorientasi bisnis dan eforia gerakan media sosial. Tahap 4 Penggalian dan Perumusan Masalah (Diskusi Terfokus Kelompok) Peserta dibagi dalam empat kelompok yang menggali tiga fungsi majalah gereja dan majalah Kristen yang tampak dalam penerbitan: humas (internal), penginjilan, perubahan sosial. Satu kelompok akan merumuskan pesan konsultasi nasional tentang gereja dan komunikasi. Tahap 5 Pleno dan Tanggapan Tiap-tiap kelompok menyajikan hasil-hasil diskusi untuk ditanggapi oleh seluruh peserta. Hasil-hasil diskusi kelompok kemudian ditulis ulang untuk direvisi berdasarkan masukan-masukan para peserta. Seluruh materi Konsultasi Nasional akan dibukukan dalam bentuk format cetak maupun digital. Format cetak akan dikirim ke pada para peserta dan sinode-sinode gereja. Hasil Konsultasi Nasional akan menjadi bahan masukan pada Sidang Raya PGI 2014 di Nias, Sumatra Utara. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 14
  • 15. Jadwal Acara Waktu Selasa, 12 November 2013 Rabu, 13 November 2013 Kamis, 14 November 2013 Jumat, 15 November 2013 06.00 - 07.30 REGISTRASI PESERTA MAKAN PAGI MAKAN PAGI MAKAN PAGI 07.30 - 80.00 IBADAH PAGI IBADAH PAGI CHECK OUT 08.00 - 09.30 Refleksi Teologi Komunikasi sebagai perwujudan Kasih Pdt. Dr. Einar Sitompul Refleksi Teologi Menjadi Pewarta Keadilan dan Perdamaian, Pengalaman Perempuan Pdt. Sylvana Apituley, M.Th. 09.30 -10.00 Rehat 10.00 -12.00 Sesi I 1. Sharing: Peta perubahan media massa, media komunitas di Indonesia sebelum dan pasca- reformasi: orientasi, kebijakan konten, pengelolaan dan format (Ignatius Haryanto) 2. Kebijakan pemerintah di bidang Infokom (Freddy Tulung, Dirjen Infokom Publik) Sesi III : Awal Pemetaan Media dan Masyarakat Adat-Lingkungan Hidup Media dan Difabel dan ODHA 12.00 -13.00 MAKAN SIANG 13.00 -15.00 Bagaimana Media menyikapi perubahan- perubahan di era globalisasi dan internet: 1. MNC 2. First Media Kelompok I Kelompok II Kelompok III 15.00 -15.30 REHAT KOPI 15.30 -17.30 Kebaktian Pembukaan Sharing dari peserta: 1. HKBP 2. GKPB (MDC) PLENO 17.30 -18.30 Sambutan- sambutan Pembukaan ISTIRAHAT PENUTUPAN 18.30 -19.30 MAKAN MALAM MAKAN MALAM 19.00 -20.30 MALAM BUDAYA 20.30 -21.00 | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 15
  • 16. Bab II PROSES DAN PERCAKAPAN KONSULTASI NASIONAL Hari Pertama, 12 November 2013 I. Pembukaan KONAS Renungan/kotbah dalam ibadah pembuka disampaikan oleh Pdt. Dr. Japarlin Marbun, Ketua BPH Sinode GBI. Refleksi ditekankan pada tema “Allah kehidupan, pimpin kami mewartakan keadilan dan Kedamaian” mengacu pada teks 1 Petrus 4: 11 “Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; jika ada orang yang melayani, baiklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan. Allah, supaya Allah dimuliakan, dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus. Ialah yang empunya kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya! Amin.” Melalui tema dan renungan teologis, peserta KONAS didorong untuk dapat memanfaatkan media apa pun dari sederhana sampai yang canggih. Misalnya Facebook, bagaimana setiap warga gereja mampu memposkan Firman Tuhan atau kata-kata hikmat yang mengandung unsur perdamaian, keadilan, dan kebenaran. Ada tiga persyaratan dalam menyampaikan warta: tepat waktu, tepat media, mendayagunakan yang diwartakan itu. Media yang ada sekarang banyak menimbulkan kebencian, ketidakadilan dan bukan kebenaran Firman Tuhan. II. Kata Sambutan a. Ketua Panitia (Pdt. Fecky Angkow, MA) | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 16
  • 17. Bersyukur kepada Tuhan Yesus sebagai Kepala Gereja, karena diberikan kesempatan untuk mengadakan KONAS yang dihadiri beberapa sinode, walaupun persiapannya hanya dua bulan namun telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyukseskan acara KONAS. Gereja perlu selektif dan bijak menggunakan berbagai media komunikasi dalam menyampaikan nilai-nilai kristiani yang menyuarakan “kebenaran dan keadilan”. YAKOMA-PGI berupaya memotivasi dan memfasilitasi berbagai media Kristen untuk duduk bersama memikirkan, mendiskusikan dan menyusun langkah-langkah yang riil melalui KONAS V Gereja dan Komunikasi. Diharapkan KONAS ini menghasilkan rumusan-rumusan rekomendasi visi, misi, dan perjuangan bersama media Kristen dalam menyampaikan pesan-pesan ilahi yang kontekstual dan berdampak bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, dan secara khusus bagi persekutuan gereja-gereja di Indonesia. Diharapkan, melalui KONAS ini dirumuskan rencana tindak-lanjut untuk program-program nyata sehingga kualitas dan kuantitas media Kristen dapat dirasakan kontribusinya bagi negara, masyarakat dan persekutuan gereja-gereja di Indonesia. Selamat mengikuti KONAS V Gereja dan Komunikasi, kiranya berbagai acara yang diselenggarakan dapat diikuti dengan baik dan dapat memberi masukan yang bermafaat bagi pelayanan di lingkungan gereja dan sinode masing-masing. b. Ketua Pengurus YAKOMA-PGI (Dr. Victor Silaen) (membacakan Kata Pengantar di buku ini) c. Sekretaris Umum MPH-PGI (Pdt. Gomar Gultom, M.Th) Secara resmi Pdt. Gomar Gultom memukul gong pembukaan. KONAS Gereja dan Komunikasi kali ini adalah kegiatan ke-5 yang diselenggarakan YAKOMA-PGI, dengan mengangkat tema, “Allah Kehidupan, Pimpin Kami Mewartakan Keadilan dan Perdamaian.” | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 17
  • 18. Kontak, interaksi dan relasi antara manusia yang terdiri dari beragam manusia dipupuk oleh komunikasi dan berbagai TIK. Proses dan cara kita berhubungan dengan manusia secara efektif menjadi sebuah kebutuhan. Apalagi ketika harus mewartakan Injil, peran komunikasi semakin penting. Tiga catatan penting terkait penyelenggaraan KONAS V Gereja dan Komunikasi: Catatan pertama: Komunikasi sebagai Sikap Peduli Dalam perspektif Kristen, cara berelasi dan pola komunikasi harus memiliki nilai lebih. Tidak cukup sekadar mengucapkan “halo” atau “haleluya”. Relasi harus terungkap dalam upaya mendarmakan diri kepada orang lain dalam wujud cinta kasih. Dalam komunikasi Kristen harus ditandaskan bahwa komunikasi seturut dengan maknanya mewujud dalam penyerahan diri kepada orang lain. Pemberian diri menjadi perilaku yang hakiki kalau seseorang mau disebut sebagai Kristen. Artinya, orang yang takut atau tidak pernah bersedia menyerahkan dirinya demi orang lain atas dasar kasih seturut dengan perspektif komunikasi Kristen, sulit disebut sebagai seorang Kristen sejati. Yesus adalah contoh puncak komunikasi yang sejati, Yesus adalah figur komunikasi yang mendarmakan dirinya demi orang lain. Lalu timbul pertanyaan: kepada siapakah kita harus mendarmakan diri kita dalam komunikasi ini? Tentu kita akan berkata kepada semua orang! Tetapi komunikasi akan mendapat tingkatan yang lebih tinggi apabila pendarmaan diri itu tertuju kepada dan demi orang yang terpinggirkan dan terabaikan oleh sistem yang selama ini lebih mengedepankan kepentingan diri; kepada sistem yang selama ini memuaskan diri atau sistem yang lebih mementingkan kelompok. Tema KONAS ini sangat tepat, “Tuhan, pimpinlah kami kepada keadilan dan perdamaian”. Tema mengisyaratkan kepedulian kepada | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 18
  • 19. mereka yang terpinggirkan. Olehnya komunikasi Kristiani ditandai semangat untuk hidup keluar dan pergi dan berjumpa dengan rekan yang lain, keluar dari keterkumpulan kita, keluar dari pemenuhan diri sehingga kita mampu membebaskan diri dan pada gilirannya juga akan mampu melepaskan diri dan akan mampu membebaskan orang lain. Catatan Kedua: Komunikasi sebagai Upaya Pembebasan Dewasa ini berbagai bentuk media komunikasi telah begitu hebatnya, dengan kemajuan yang pesat dalam bentuk broadcasting radio, televisi dan sebagainya maupun hubungan media sosial. Seperti dikatakan Pak Fecky, komunikasi seperti tsunami. Tapi ada sesuatu yang menguatirkan di sini, komunikasi telah membelenggu kita sedemikian rupa, sehingga misalnya untuk berpakaian pun selera kita telah ditentukan oleh media, seperti iklan dan sebagainya termasuk selera musik juga telah digiring. Selera makanan anak-anak kita pun digiring oleh media. Kita tidak lagi bebas. Anak-anak kita digiring oleh pemberitaan media: tawuran itu sebagai bentuk perlawanan keberanian, begitu juga dengan narkoba dan dugem sebagai tanda-tanda modernitas. Komunikasi begitu ambigu; tsunami kata Pak Fecky tadi. Celakanya, konon, komunikasi yang dikembangkan di lingkungan gereja kita tidak membawa masyarakat semakin dewasa, keluar untuk mampu menentukan atau memutuskan pilihannya sendiri. Komunikasi gereja kita telah begitu menggurui dan memandulkan daya kritis warga jemaat kita, dan menggiring kita kepada pola berpikir yang monolitik. Komunikasi gereja kita konon telah memperlakukan warga gereja sebagai anak-anak yang masih harus minum susu, dan tidak pernah sampai kepada makanan keras. Catatan Ketiga: Dari Media ke Mediasi | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 19
  • 20. Bagaimana komunikasi tidak hanya kita anggap dalam kerangka media tapi juga mediasi. Para pendengar komunikasi gereja dewasa ini masih sangat fungsional melihat komunikasi, sehingga menganggap media komunikasi melulu sebagai saluran untuk menyampaikan pesan yang dianggap sebagai obyek komunikasi. Dari perspektif ini, kita sebagai komunikator sering kali menggangap diri sebagai yang lebih tahu, superman, tahu segalanya, dan komunikan itu dianggap sebagai obyek semacam tabularasa yang siap menampung segala informasi dan pesan yang akan disampaikan. Dalam sistem ini media dilihat sebagai saluran atau channel. Dalam paradigma komunikasi Kristen, kita mestinya tidak lagi berbicara tentang media sebagai saluran, karena media bukan sekadar pengantar informasi tetapi juga sebagai lingkungan hidup, bukan hanya media tetapi juga mediasi. Itu berarti media tidak sekadar menjadi penyalur dan berdiri sendiri dan netral, pengantar komunikasi bisa media yang berdiri sendiri; media adalah bagian dari masyarakat, bagian dari realitas. Merupakan keharusan bagi kita untuk mempertanyakan siapa pemilik media, ideologi manakah yang ada di balik media; idiom atau bahasa apakah yang dipakai dalam operasional media, siapa di belakangnya? Dari negara mana? Bagaimana media mengonstruksikan gender, keadilan, kekerasan, diskriminasi, dan lain-lain. Semua itu turut menentukan terbentuknya sebuah bangunan komunikasi. Dengan tiga catatan inilah, kami menyambut penyelenggaraan KONAS, yang diharapkan di satu sisi akan mengevaluasi bentuk dan subtansi komunikasi kita selama ini dan lewat satu proses belajar sebagaimana yang dikatakan oleh Ketua YAKOMA-PGI, lewat proses saling belajar, saling bertukar pengalaman, bertukar pengetahuan, pemikiran, informasi dan komunikasi mendorong kita dalam sisi lain mengembangkan komunikasi yang perduli kepada mereka yang terpinggirkan dan mengembangkan komunikasi yang membebaskan. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 20
  • 21. Terima kasih kepada YAKOMA-PGI yang menyelenggarakan KONAS dan terima kasih kepada Sinode GBI, dan terutama kepada Bapak/Ibu yang bersedia mengikuti KONAS ini. Kami menilai ini sebagai komitmen kita bersama untuk bersedia mengkomunikasikan Injil yaitu Injil yang peduli dan Injil yang membebaskan. d. Pembacaan Alur Gracia L. Simanjuntak menyampaikan pengalamannya di Sekolah Minggu kepada peserta KONAS, “Adik-adik, Ibu mau membacakan cerita-cerita kebenaran Firman Tuhan dari ini “Alkitab! Alkitab!” Apa namanya adik- adik?” jawab anak-anak serentak, “Alkitab!” Namun, dengan teknologi yang semakin berkembang, bayangkan Alkitab kini berformat lain seperti Tab, Iphone, Ipad, ponsel dan BB. Bayangkan, bagaimana mengajukan pertanyaan kepada anak-anak, “Ini apa, adik-adik?” sambil mengacungkan BB atau ponsel sebab Alkitab terdapat dalam software gawai (gadget). Dari ilustrasi di atas, media gereja dan media Kristen harus sadar, kini teknologi dan media menjadi begitu penting. Bagi seluruh peserta, selama KONAS akan dibagikan kartu lembaran komitmen agar apa saja yang kita diskusikan dapat diwujudkan bentuk nyata dalam media dan komunikasi kita bersama nantinya. Jadi setiap peserta akan mendapat kartu komitmen dan ditempelkan di pohon supaya dapat kita lihat bersama-sama. Untuk pendalaman materi dalam kelompok-kelompok, akan dibentuk 5 kelompok. Setiap kelompok bisa memilih Ketua Koordinator, dengan tugas sebagai berikut: | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 21
  • 22. • Memulai doa pagi atau malam sesuai jadwal kelompok secara mandiri bersama kelompok yang sudah ditentukan. • Memimpin sharing pergumulan sesuai topik-topik yang ditentukan. • Memimpin doa kelompok. • Mengajak anggota menuliskan doa komitmen. e. Doa Penutup Disertai doa makan malam yang dipimpin oleh Pdt. Ny. Altje Runtu-Lumi Hari Kedua, 13 November 2013 Refleksi Teologis: “Komunikasi sebagai Perwujudan Kasih” (materi terlampir) Pdt. Dr. Einar Sitompul Tanggapan peserta:  Dwi Yatmoko (WVI): menarik tentang tiga tahap, namun ada satu hal jenis komunikasi yang menjadi booming, yaitu komunikasi tanda kutip “autis”, seperti orang semakin jauh dengan keluarganya, orang semakin jauh dengan guru agamanya dan penguasaan diri yang dibatasi oleh teknologinya seperti aplikasi yang menarik dengan gawai (gadget) dan lain-lain. Dan, gereja ada pada tahap mana. Yang menarik juga adalah, bagaimana gereja melihat apa yang disebut jemaat teknologi, seperti: jemaat tidak perlu hadir di gereja untuk persekutuan dan lain-lain. Karena sudah tersedia dengan life | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 22
  • 23. streaming, cukup melihat di televisi dan lain-lain. Padahal dalam pertemuan itu dibutuhkan relasi sosial yang membutuhkan kehadiran kita di gereja. Narasumber Publikasi autis atau komunikasi autis sebagai tantangan, bagaimana gereja untuk meresponnya, jangan melulu menyalahkan karena banyak orang mendoktrinkan untuk menyalahkan perkembangan teknologi, padahal IT atau teknologi informasi dan komunikasi adalah sebuah penemuan baru dalam peradaban manusia. Pernah ada opini di Kompas bertajuk Remot (remote) yang menyinggung pemberkatan jarak jauh sebagai suatu kemungkinan: pengantin tidak perlu hadir dalam gereja, cukup tumpang-tangan dengan cara jarak jauh. Pertanyaan etisnya adalah, seberapa jauh hikmat yang diterima oleh orang tersebut. Tujuan saya adalah: mengatakan kita saat ini sudah memasuki peradaban baru sejak IT berkembang pesat pada abad ke 19. Penemuan baru radio dan telegram dan kini menjadi bagian dari peradaban yang berkembang. Saat ini penduduk terbanyak di dunia adalah Tiongkok tetapi penduduk kedua adalah Facebook dan Twitter. Populasi saat ini bukan hitungan kepala lagi tetapi penggunaan hobi dan media. Jadi siapa yang menguasai media, dialah yang menguasai komunikasi. Bagaimana menjembatani komunikasi secara lebih cepat dan tepat di era digital atau jarak jauh: yang dekat menjadi akrab atau akrab menjadi dekat. Juga mesti ada pengaturan atau kesepakatan kapan kita menggunakan media digital. Jadi kita yang mengatur penggunaan teknologi, membuat kesepakatan dengan keluarga untuk menyusun pengaturan demi kebahagiaan kita; disepakati pukul berapa menggunakan waktu untuk hubungan personal. Bagaimana etikanya jika berdoa pagi kepada Tuhan kita hanya mengklik gawai (gadget) kita. Kita jangan menyalahkan dahulu, mungkin Tuhan juga senang karena praktis dalam berdoa namun masih banyak gereja yang alergi kepada kemajuan teknologi digital. Tunda dulu penilaian hingga kita menuju kepada etika yang berorientasi pada peradaban manyarakat teknologis. Inilah | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 23
  • 24. tujuan Konas, yakni membuka wawasan dan bukan kelemahan dan kekurangan dari organisasi yang lain.  Pdt. Herminsius Udjung (BPH GBI Kalteng): Bagaimana bisa menjalin komunikasi yang baik bila selama tiga tahun lebih GBI dikeluarkan dari PGI Wilayah dan alasannya GBI punya tiga aras PGI, PGLII dan GBI. Kenapa gara-gara itu dikeluarkan dari PGI Wilayah sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan-kegiatan PGI. Soal ini sudah disampaikan ke PGI, dan dianjurkan agar berkoordinasi dengan PGI Wilayah. Apa yang bisa kami angkat lagi? Membangun komunikasi yang bagaimana agar kami bisa diterima kembali menjadi anggota PGI Wilayah. Narasumber Saat ini kita masih mencari bentuk-bentuk kebersamaan, karena harus kita akui PGI masih mencari kesatuan yang berazaskan NKRI. Untuk permasalahan dengan PGI Wilayah agar dikomunikasikan langsung.  Alex Mangonting (Gereja Toraja): Gereja tidak akan mundur dari teknologi. Hanya, bagaimanakah respon gereja? Pengalaman di Toraja: membuat akun Facebook untuk para perantau yang ada di luar negeri dan ini diakte-notariskan. Gereja-gereja sangat terlambat untuk merespon hal tersebut, padahal komunitas lain sudah merespon kemajuan teknologi tersebut. Perlu membuat komitmen bersama di Konas untuk menjalin komunikasi, khususnya ihwal Indonesia Timur yang kekurangan informasi. Usul, Konas berikutnya harus di Indonesia Timur. Narasumber Mari kita sama-sama mengisi dan mengembangkan jaringan teknologi informasi untuk kebersamaan dengan komunitas. Usul kepada YAKOMA- | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 24
  • 25. PGI, bagaimana Konas ini bisa diselenggarakan tiap tahun atau 2 tahun sekali.  Pdt. Heski L. Manus (GMIM): Kita belum memiliki format yang jelas tentang perkembangan TIK, dan ketika gereja juga belum bersikap jelas untuk kemajuan teknologi tersebut, kita perlu banyak berkomunikasi, bukan mencari kesepakatan melainkan memahami dahulu perkembangan teknologi. Selanjutnya, perlu ada sikap bijak untuk berhenti dahulu karena teknologi ini terus berkembang. Gereja masih sulit mengelola situs web, karena itu perlu membimbing warga gereja untuk memanfaatkan TIK. Narasumber Sebaiknya kita sendiri yang memilih dan membatasi diri kita dengan sikap bijak untuk menyaring TIK yang akan dimanfaatkan.  Epifania Raintung (Persetia): Secara tidak sadar, banyak gereja dalam arti komunitas, terbentuk karena adanya sosok-sosok hebat bertalenta dalam berkomunikasi. Mereka adalah para komunikator. Adakah pakar komunikasi membawa warga gereja menjadi lebih kuat, tidak membuka komunitas baru atau gereja yang baru. Mengapa tidak fokus saja untuk membina warga gereja.  Chrisostomus Sihotang (Bina Kasih): Membagi cerita tentang lokakarya penulisan bahan ajar Sekolah Minggu di daerah Toraja. Yang ditanyakan, apakah yang perlu gereja lakukan sekarang? Jawabannya: 70 persen menuliskan pergaulan bebas karena internet dan media komunikasi karena gereja tidak pernah menjelaskan kebaikan dan bahaya pengunaan internet. Seharusnya gereja merespons dan menanggapi kemajuan teknologi terutama dalam hal penggunaan internet di kalangan anak-anak muda. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 25
  • 26.  Pdt. Altje Lumi (GMIM): Persoalan: bagaimana kita menemukan kasih dalam sebuah komunitas di era globaliasi seperti sekarang?  Pdt. Ananta Purba (GBKP): Gereja akan mengalami lost generation jika memandang sebelah mata pentingnya penguasaan teknologi komunikasi dalam kehidupannya. Anak-anak muda akan minggat dari gereja, karena itu KONAS sangat strategis untuk berpikir menempatkan TIK sebagai bagian dari pelayanan strategis gereja. GBKP di kota-kota besar mewajibkan memasang WIFI sehingga komunikasinya punya frekuensinya sama. Gereja harus menempatkan TIK sebagai suatu komisi dalam program kerjanya. Diskusi Panel Sesi I: ♦ Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik KEMKOMINFO Dr. Freddy H. Tulung | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 26
  • 27. ♦ Pengamat Media: Ignatius Haryanto ♦ Moderator: Pdt. Dr. Lies Sumampouw-Pangkey Panelis I: Dr. Freddy H. Tulung (materi terlampir) Keterbukaan yang membabi-buta adalah ketelanjangan. Gereja dan organisasi keagamaan harus mendapatkan public trust dari masyarakat. Peran gereja menjadi benteng pembangunan karakter moral bangsa. Tadi sudah saya katakan gawai tidak bisa dihindari, data menunjukkan orang mempelajari pembuatan bom dari internet, ini hanya sebuah alat dan kita tidak bisa menyalahkan alat itu. Pertanyaannya, bagaimana alat itu berpengaruh dalam membentuk karakter seseorang. Salah satu peran gereja adalah menjadi agen dalam memberikan kontribusi signifikan dalam membangun karakter bangsa dan memberi edukasi informasi kepada masyarakat. Panelis II: Ignatius Haryanto (materi terlampir) Saya membayangkan alur materi dengan tetap setia pada ToR yang diberikan oleh panitia. Kalau boleh dikatakan media di zaman Orde Baru dikontrol oleh pemerintah, siapa yang mengatur dan siapa yang memiliki media itu. Sekarang orang bisa dengan mudah mengurus izin pendirian media dengan memenuhi beberapa persyaratan yang tidak terlalu sulit. Tetapi pada zaman Orde Lama, pemerintah menentukan media mana yang bisa beraktivitas termasuk pemerintah, juga mengatur isi media. Kita semua tahu, dua hari lalu ada helikopter yang jatuh di Kalimantan Utara yang merupakan milik AD, disebutkan 13 orang tewas. Di zaman Orde Baru berita seperti ini tidak akan muncul secepat itu, sekarang dengan mudah disebarkan. Di zaman Orde Baru isi media kalau tidak sesuai dengan keinginan pemerintah bisa dibredel atau dicabut izinnya. Sejak zaman Orde Baru ada lebih dari 30 media yang ditutup | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 27
  • 28. usai peristiwa Malari tahun 1974; tahun 1978 juga ada dan terakhir tahun 1994 ketika 3 majalah mingguan (Tempo, Detik dan Editor) ditutup. Sebelumnya media cenderung takut dan tidak bereaksi, namun pada 1994 mulai muncul perlawanan. Di zaman Orde Baru tidak ada istilah media komunitas, yang ada “penerbitan terbatas” yang berasal dari kampus dan kelompok gereja. Penerbitan terbatas ini dan izinnya pun dibatasi. Waktu itu media gereja tidak terlalu diperhatikan karena isinya juga tidak terlalu mengancam stabilitas nasional. Saya tidak pernah meriset media gereja dan saya sekarang adalah peneliti media bukan ahli Information Technology. Penerbitan berbasis gereja memiliki peluang besar. Kita tahu beberapa media yang sudah bertahan lama dari media gereja mungkin ada yang masih bertahan sampai sekarang seperti Immanuel. Peluang media berbasis gereja bisa kita sebut sebagai media komunitas yang terikat dengan satu teritori tertentu dan dari situ ini bisa menjadi wadah latihan bagi anak-anak muda. Saya pernah mengelola media gereja di mana saya tinggal dan difasilitasi. Sudah 10 tahun ini saya dan beberapa teman wartawan mendidik beberapa anak muda untuk belajar jurnalistik, minimal bukan agar mereka menjadi wartawan melainkan jadi penulis di media umum. Radikalisasi yang terjadi sekarang tidak hanya terlihat dalam kelompok yang menjadi teroris atau yang lain, tetapi percakapan yang mengatakan bahwa kita tidak lagi membutuhkan Pancasila. Ini mengkuatirkan karena landasan negara sudah digugat oleh sebagian orang, apakah kita siap dengan generasi kita untuk meng-counter wacana semacam itu? Ada berapa banyak orang yang kita miliki untuk berhadapan dengan konteks jurnalis ini. Minimal bagaimana opini publik menjadi ladang penting untuk gereja mana pun. .Problem yang dihadapi media gereja | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 28
  • 29. Kalau bicara media internal selalu ada persoalan. Media terbatas seperti ini apakah cukup otonom atau menjadi counterpart dari para pengurus gereja? Sebab salah satu fungsi pers adalah melakukan kontrol sosial dan apakah media gereja sudah melakukan itu? Gereja bukan kumpulan para malaikat yang tidak dapat salah makanya kemudian muncul gunjingan di kalangan umat. Apakah kita siap untuk kondisi ini? Apakah media berbasis gereja semata-mata bersifat eksklusif? Ataukah kita mulai menyebarkan semangat inklusif? Kita perlu mengundang teman-teman dari kelompok mana saja untuk mulai membicarakan hal-hal di luar gereja. Bagaimana gereja menjaga keberlangsungan medianya. Kalau kita berbicara dalam konteks komunikasi maka tidak terbatas pada percakapan. Ada gereja-gereja yang sudah memiliki situs web yang bagus dan mereka dapat menyapa warga gereja melalui media itu. Sebenarnya kita punya potensi besar untuk bisa mengelola media ini. Bagaimanapun juga umat Kristiani masih merupakan kelompok penting dalam bidang media. Kita punya Kompas, Suara Pembaharuan, artinya bahwa kita masih punya tempat yang cukup besar dan bagaimana kita melibatkan anak- anak muda untuk mengisi ruang-ruang publik ini untuk komunikasi yang lebih luas dan mampu menjalankan kepentingan publik. Moderator Kita masih punya waktu 20 menit, nanti akan dilihat apakah bisa dikorupsi waktu makan siang kita. Kita mendapat gambaran yang lengkap, dari Pak Freddy maupun Pak Ignatius Haryanto, yang memberikan analisa internal dan eksternal untuk melihat di mana posisi media gereja kita. Pak Freddy menantang kita, ternyata gereja sangat minim memberi sumbangan pada kondisi bangsa melalui media. Karena itu sekarang kita akan memberi respon atas materi ini, kami beri kesempatan untuk mendaftarkan diri dulu: | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 29
  • 30. Tanggapan Peserta  Orpa Lemba (POUK Larangan Indah): Saya mantan mahasiswi Pak Ignatius Hariyanto. Saya bukan menyinggung suku dan saya minta maaf jika yang saya tanya ini menyakitkan hati. Saya masih terus bertanya tentang Dayak dan Madura. Saya pernah mau meneliti dua suku ini tetapi tidak diizinkan oleh orang tua saya. Mereka saling bunuh, apakah ini terjadi karena persoalan komunikasi yang kurang baik ataukah ada persoalan lain, dan bagaimana peran gereja dalam permasalahan ini.  Pdt. Amos Puasa (GMIH): Untuk Pak Ignatius, ihwal peran media gereja. Ketika dididik di YAKOMA-PGI beberapa waktu yang lalu tentang jurnalisme, saya masih konsen dan sampai sekarang masih tetap menulis. Pengalaman saya, ketika menulis di media gereja yang terbit bulanan seringkali proses penerbitan tidak tetap, kadang terbit kadang tidak, sedangkan ide terus berkembang dan menuntut untuk selalu di-follow-up. Kemudian hadir media lokal milik grup Jawa Pos dan saya mulai menulis di media lokal ini. Ini saya lakukan untuk mengimbangi banyaknya tulisan dari kawan- kawan Muslim. Saya kemudian bergeser dari media gereja ke media lokal tetapi persoalan yang saya hadapi adalah, saya melihat seperti tidak ada pengaruhnya dalam masyarakat padahal apa yang saya tulis selalu berkaitan dengan permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, misalnya politik. Untuk Pak Freddy, apakah benar radikalisme lahir karena kebablasan dalam dunia media? Apakah ini karena pemerintah yang sekarang, Orde Reformasi, dan saya sempat mendengar pemerintah SBY lebih jahat dari pemerintah Soeharto. Apakah benar penguasa dalam hal ini pemerintah dalam berkomunikasi cenderung melakukan permainan sehingga masyarakat dininabobokan; menganggap masyarakat kita mudah dibodohi.  Pdt. Heski L. Manus (GMIM): Pemaparan Pak Freddy luar biasa karena kita diberi peta tentang bagaimana pengaruh informasi dan komunikasi | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 30
  • 31. terhadap maju mundurnya negara ini. Tentu sebagai gereja kita mengukur diri, sejauh mana media komunikasi dalam gereja menjadi penting, apakah ini bersifat substantif atau hanya suplemen. Berkaca dari Kitab Kejadian, mengenai makan buah yang baik dan jahat, manusia sebenarnya tahu mana yang baik dan jahat, tetapi ini merupakan tahapan awal dari evaluasi tindakan. Mari kita jalani masa ini dan kita perlu tetap berkeyakinan sebab sekarang ada kebingungan di kalangan warga jemaat, kami perlu bekal dari pemerintah. Di antara sekian hal yang paling riil, apakah yang bisa dilakukan gereja? Pengelolaan media gereja, sampai sekarang kita belum punya model, media seperti apa yang bisa jadi acuan. Memang media gereja sebaiknya dikelola dengan berorientasi profit tetapi gereja cenderung memilih nonprofit jadi agak susah. Bagaimana mengatasi masalah ini?  Alex Mangoting (Gereja Toraja): Yang dipaparkan tadi canggih, karena saya dari desa jadi saya sedikit cerita tentang desa. Beberapa waktu yang lalu ada “orang janggut” yang masuk di Toraja dan ini meresahkan masyarakat. Kami meminta beberapa orang yang menjadi tokoh Muslim di Toraja untuk berbicara dengan mereka karena tidak mungkin dari Kristen. Orang berjanggut itu lalu meninggalkan Toraja. Komunikasi sosial seperti ini sudah lama terbangun, sehingga tidak ada kecurigaan di antara kami meskipun kami sering mengalami ancaman penyusupan. Bahan yang disampaikan cukup bagus, apakah kami bisa dapatkan bahannya? Ini sangat membantu saya dalam tugas di Sinode. Karena korban kekerasan banyak terjadi di kampung, sehingga salah satu pekerjaan baru saya adalah mendampingi korban kekerasan yang diakibatkan oleh media antara lain Facebook. Media di kalangan Protestan tidak ada yang dapat dijadikan contoh sebagai media yang hidup. Pengalaman saya di Gereja Toraja -- disepakati untuk menerbitkan media dalam Sidang Sinodal -- hanya beberapa yang rutin berkonstribusi, malah ada pemahaman jangan berbisnis dalam gereja, termasuk menjual media gereja. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 31
  • 32.  Pdt. Kotler Siagian (HKBP): Pak Freddy Tulung, terima kasih atas info hari ini. Ada dua pertanyaan: pertama, Bapak sudah menyajikan peran gereja sebagai benteng pembangunan moral bangsa dalam menghadapi dampak negatif media karena itu gereja perlu memaksimalkan fungsi-fungsinya. Program-program apa sajakah yang bisa dikerjasamakan dengan Kemenkominfo sehingga peran media gereja lebih optimal. Kedua, era kita sekarang adalah era kebebasan pers, dan pemerintah berperan sebagai pihak penyaring dan pengontrol informasi sehingga kehadiran media di Indonesia bermanfaat untuk kelangsungan bangsa. Untuk Pak Ignatius, HKBP sejak 1890, sudah memiliki media gereja bernama Suara Pembaruan Imanuel, sudah berusia 123 tahun dan sampai sekarang tetap hidup. Kami mengakui peredaran Immanuel masih terbatas, di lingkungan HKBP secara internal dan juga belum menjadi bagian dari masyarakat Kristen Indonesia. Apakah suatu saat majalah Imanuel memberlakukan penetapan satu penerbitan tentang gereja lain, dalam arti media gereja jangan hanya menyuguhkan ihwal pelayanan gereja itu sendiri seperti warta pelayanan, dan lain-lain. Perlu ada suatu waktu media itu juga mengetengahkan informasi dari hal yang lain.  Dwi Yatmoko (WVI): Ada dua pertanyaan yang sama dengan Pak Kostler, jadi saya tidak perlu ungkapkan lagi. Media seperti apa yang dapat mewakili semua unsur dalam pelayanan gereja, sebab bisa bermasalah jika tidak mewakili golongan usia, jender dan kategori lainnya.  Pdt. Fecky Angkow (GBI): Begitu banyak kendala yang dihadapi oleh gereja, misalnya membuat program berbiaya besar. Memang ada ahli IT, tetapi masih belum sepenuhnya memberikan diri untuk mengelola media gereja sehingga diperlukan dorongan hati untuk mendedikasikan diri. Selain itu media gereja juga tidak menyatu, terkotak-kotak, bagaimana pandangan narasumber atas hal ini, dan strategi apakah yang bisa digunakan untuk menyatukan hal ini. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 32
  • 33. Narasumber Ignatius Haryanto: Yang namanya konflik sosial tidak pernah ada faktor tunggal, bukan karena agama, suku, ras tetapi ada faktor lain yang saling berhubungan. Semua konflik memiliki sejarah yang cukup panjang di tiap-tiap daerah. Dalam pengamatan saya, beberapa konflik di Indonesia berkaitan dengan masyarakat asli atau pendatang. Biasanya kelompok pendatang lebih ulet, rajin karena mereka ingin memperbaiki hidup mereka. Situasi ini yang menimbulkan gesekan tertentu karena kelompok pendatang lebih maju ketimbang kelompok lokal. Kebetulan masyarakat Madura kemana-mana selalu membawa clurit dan ini sudah menjadi budaya mereka. Bagi masyarakat Dayak, alat tajam itu hanya dipakai ketika berkebun dan setelah itu disimpan. Konflik dimulai dengan senggolan di acara dangdutan lalu berkembang menjadi masalah besar. Kita perlu melihat secara jeli tanpa ada asumsi, kata Pak Amos tadi bukan Maluku Utara tanpa konflik tetapi apakah begitu? Kita perlu memeriksa apakah sebenarnya demikian? Ataukah ada hal yang lain? Untuk Pak Amos, sudah harus mulai berpikir untuk mendapatkan hak Bapak dengan meminta honor tulisan. Ini kondisi yang tidak adil. Bagaimanapun juga ada karya intelektual bapak yang sudah dipublikasikan dan itu hak bapak. Memelihara niat untuk tetap menulis itu butuh strategi sebab teman menulis adalah membaca, jadi dengan membaca kita menstimulasi diri dengan berbagai bacaan untuk menjadi amunisi kita yang berikut untuk menulis. Pak Heski, kita juga perlu mencari beberapa terobosan atau memanfaatkan peluang di sekitar kita. Apakah media gereja kita terpusat pada majalah, lalu bagaimana halnya dengan radio? Sebab radio lebih efektif, mekanisme pengurusan tidak terlalu sulit. Di beberapa tempat, media ini powerful dan dampaknya lebih dahsyat bagi masyarakat setempat. Bagaimanapun bekerja dalam dunia ini tidak semata-mata bisnis. Dalam beberapa institusi tertentu mereka mengutus beberapa orang untuk studi komunikasi sehingga mereka | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 33
  • 34. dipersiapkan untuk mengurus media gereja setelah menyelesaikan studi. Sekarang, kita banyak menerima informasi yang belum tentu akurat, seperti saya beberapa hari ini menerima SMS tentang tawaran kartu kredit, jual mobil dll. Ini merupakan modus penipuan lewat dunia komunikasi. Ini tergantung kita, apakah punya kemampuan untuk menyaring informasi yang berguna bagi kita. Saya sangat senang kalau ide bapak itu dilakukan dan kita bisa mulai dengan media kita masing-masing, dengan mencoba mengenal gereja- gereja lain di sekitar kita. Terkait dengan mengakomodir semua golongan, menurut saya situs web bisa dipakai mewakili berbagai segmen. Istilahnya, kita tinggal membuat rubrikasi saja, ada yang umum dan ada yang khusus yang akan mengakomodir kategori-kategori itu, sehingga mereka diberi ruang. Yang menarik dari dunia situs web adalah ruang yang tidak terbatas. Unsur situs web ini juga sangat menolong penulis, karena akan selalu mendapat respons dari orang yang membacanya. Freddy Tulung: Dalam penutup, presentasi saya menyampaikan 4 prinsip memperkokoh komitmen kita. Konflik Madura dan Dayak, diawali dengan komunikasi yang gagal sehingga tidak ada komunikasi dan terjadilah konflik. Kita dapat melihat bagaimana minimnya komunikasi antara penduduk pendatang dan masyarakat lokal. Saya sepakat kalau ini bukan hanya satu segi, tetapi ada banyak hal yang saling mempengaruhi. Bagaimana peran gereja? Saya pikir ini bukan hanya soal teologis tetapi aspek sosiologis gereja juga menjadi penting. Pintu masuk menurut saya adalah 4 M tadi. Motivasi menulis bisa buntu karena kebutuhan yang tidak terpenuhi atau tidak memperoleh apresiasi dari masyarakat. Kalau mau jujur, bisa dikatakan saat ini tidak ada komunikasi dengan pemerintah. Kalau pemerintah kejepit, presiden marah-marah, inilah era demokrasi kita di mana semua orang bebas bicara. Saya merasakan ada kealpaan agenda setting pemerintah. Semua menteri bebas mengatakan apa saja tetapi agenda pentingnyya tidak muncul. Gelas yang sama dilihat dari kacamata yang berbeda tentu hasilnya pun | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 34
  • 35. berbeda. Padahal kita memiliki infrastruktur yang cukup, konten yang cukup hanya mekanisme yang belum sejalan. Bagaimana dengan gereja apakah ikut- ikutan juga tidak konsisten? Kemampuan mempersatukan agenda setting ini yang tidak mudah. Kita punya jubir presiden yang selalu berbicara tentang presiden tetapi kita tidak punya jubir pemerintah yang mau membicarakan tetang pemerintah kita. Bapak bisa mewakili gereja di Halmahera, jangan ikut- ikutan ada dalam kondisi seperti ini. Pak Hesky, ada media yang selalu kami sampaikan kepada publik dalam kepentingan agenda setting. Gereja merasa kosong dalam agenda kemasyarakatan. Di lingkungan GPIB sangat terasa konsen bagi umat tapi begitu berbicara kepekaan gereja dengan umat beragama lain, terasa sangat minim. Karena perbedaan yang dikedepankan, misalnya liturgi, yang berbeda. Saya sering berdebat dengan teman-teman Muslim, bagaimana sifat ketuhanan menjadi al rahmat al rahim, sebenarnya kita berbicara konsep yang sama tetapi dalam paham yang berbeda-beda. Terkait dengan kerjasama antar lembaga, saya sudah berkali-kali menghubungi PGI tetapi tidak bersambut, malah lebih banyak dari KWI melalui Divisi Kerasulan Awam dan saya sering berdiskusi dengan mereka. Saya merasa susah dengan birokrasi PGI, tetapi saya juga merasa senang karena YAKOMA-PGI mengundang saya. Dalam program KEMENKOMINFO, sekarang ini sudah tersambung dengan kabel optik, hampir seluruh wilayah Indonesia sudah terjangkau dan 7.700 kecamatan sudah tersedia yang namanya pusat internet kecamatan. Bahayanya adalah tidak ada isinya, jadi karena tidak ada isinya maka orang membuka situs yang lain. Kekuatiran kami sekarang adalah yang seperti itu. Karena itu saya katakan kepada menteri: stop dengan program itu. Pelanggaraan konten di media cetak itu berurusan dengan hukum dan tidak bisa seenaknya mencabut, harus dengan persetujuan pengadilan. Program pemerintah yang disiapkan adalah membuat pelatihan media literasi yang intinya memampukan masyarakat untuk mampu menyeleksi informasi dalam bentuk seminar, | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 35
  • 36. pelatihan, diskusi dll. Karena resources kami juga terbatas maka kami tidak mungkin melayani satu persatu, namun memungkinkan jika bekerja sama dengan lembaga lain misalnya dengan KWI, MUI dan lembaga lain. Secara terbatas kami memberikan bantuan dalam bentuk perangkat tekhnologi penyiaran. Tahun ini, kami membagikan 300 perangkat radio komunikasi tetapi masih diprioritaskan untuk daerah perbatasan dan daerah kantong kemiskinan. Lainnya dalam bentuk media center, perangkat lengkap IT, konektivitas dan lembaga yang kami anggap sudah representatif, syaratnya tidak bisa dipakai ekslusif untuk kepentingan sendiri tetapi harus berimplikasi pada masyarakat karena itu didanai dari uang rakyat (APBN).  Pdt. Hermusius Udjung: Saya asli Dayak. Informasi tadi sebagian benar, sebagian perlu diklarifikasi. Ada yang menganggap ini adalah masalah pendatang dan penduduk lokal, padahal ada banyak pendatang dan bukan cuma Madura. Padahal, masalahnya tidak demikian. Ibarat pepatah “di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Ada masalah yang kami hadapi dengan orang Madura; kalau mereka meminjam tanah maka tanah itu tidak akan dikembalikan. Kalau ada perempuan Dayak yang tidak mau menikah dengan mereka, maka perempuan itu akan dibunuh dan ini berlangsung sudah lama. Lalu suku Dayak bertanya kepada leluhur apakah boleh berkelahi dan leluhur mengatakan tidak boleh berkelahi. Tetapi karena ini sudah bertahun-tahun, suku Dayak kembali bertanya kepada leluhur melalui burung elang, lalu disebut, “Lawanlah bagaimana pun!” Maka terjadilah perkelahian itu dan yang berkelahi bukan orang Dayak kota tetapi orang Dayak pedalaman yang bahasanya pun kita tidak mengerti. Saya waktu itu menghadap Presiden Megawati dan menyampaikan kondisi itu. Selain itu mereka juga suka mengganti nama daerah misalnya Sampit jadi “Sampang”, Pangkalan jadi “Bangkalan”, ini menunjukkan adanya keinginan untuk berkuasa di beberapa tempat. Tetapi sekarang sudah aman dan kami sudah dapat menerima mereka kembali. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 36
  • 37. Moderator Semua kita sudah menerima hal yang berguna, bagaimana peran media, apakah bisa menyuarakan kritik atau memilih diam? Lalu bagaimana media gereja bisa membekali warga jemaat untuk menyampaikan suara profetis sehingga warga jemaat mampu menyaring informasi yang berkembang secara kritis dan cerdas. Banyak hal, fakta dan data, yang menolong kita untuk mengembangkan media gereja. Kami menyampaikan terima kasih banyak kepada kedua narasumber. Diskusi Panel Sesi II ♦ Rudi Tanusudibyo Menyikapi Perubahan di Era Globalisasi dan Internet ♦ Yadi Budhi Setiawan Tantangan dan Peluang Media Gereja dalam Menghadapi Perkembangan Multi Media dan Internet ♦ Moderator: Dr. Victor Silaen Panelis 1: Menyikapi Perubahan di Era Globalisasi dan Internet Saya melihat kurangnya peran gereja dalam pendewasaaan jemaat. Saya mengamati, kualitas itu menjadi suatu tolok-ukur yang jauh lebih penting sehingga meninggalkan kuantitas. Saya bertemu dengan Richard Boke, mengatakan bahwa tidak banyak gereja yang melakukan Firman Tuhan di mana semua jemaat diberi makanan keras. Yang sering dilakukan adalah memberi jemaat makan bubur. Beliau mengatakan, “Saya pernah berkotbah di Afrika di hadapan 1 juta orang tetapi saya tidak bisa mengetahui kondisi | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 37
  • 38. mereka sebab saya tidak hidup di Afrika”. Dia mengatakan gereja gagal mendewasakan manusia rohani. Fokus terhadap kuantitas menyebabkan beberapa gereja sering mengkotbahkan apa yang enak didengar seperti salah satu gereja di Amerika yang tidak pernah mengatakan kata “dosa” dan kita bisa membayangkan apa yang dikatakan tentu ungkapan-ungkapan seperti “hanya Tuhan Maha Pengampun, Tuhan Maha baik, dst.” Kalau seperti ini terus diperdengarkan kepada umat, di manakah pendewasaan karakter umat? Permasalahan yang dihadapi antara lain: ketidaksatuan dalam gereja. Saya sadar di sini banyak denominasi, saya pernah bermimpi kapankah umat Kristen bisa seperti “sepupu”-nya, kapan pun datang dan tiba saat berdoa bisa masuk di mesjid mana saja tanpa terikat dengan liturgi dll. Kenapa kita sibuk dengan tata-cara? Kenapa kita lupa dengan pesan, “Jadikanlah semua bangsa muridku!” Saya beribadah di salah satu gereja, tetapi saya juga suka beribadah di GKI atau HKBP. Kesatuan sering dibicarakan tetapi tidak terjadi di lapangan, kita sibuk dengan siapa yang paling benar. Faktor-faktor ini yang membuat pekerja gereja perlu lebih sungguh-sungguh membina umatnya jangan sampai ada masalah sedikit, pindah agama, diiming-iming dengan hal sedikit masuk mesjid. Saya kira, tugas kita semua adalah memastikan bahwa kita ikut berperan dalam membangun karakter kerohanian. Salah satu cara yang paling efektif adalah melalui media. Ada 3 (tiga) elemen penting untuk melaksanakan pelayanan dalam media: 1. Sumber Keuangan (Financial Resources) Media itu mahal, kecuali di Live Channel, kami tidak memungut biaya dari semua pembicara yang kami tayangkan 1 x 24 jam. Kalau kita membuat sebuah sinetron Kristen yang baik dalam satu episode biayanya sekitar Rp. 300 juta- Rp. 400 juta. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 38
  • 39. Dari segi dana umat Kristen tidak kekurangan. Sayangnya unity tidak pernah terjadi di luar gereja. Berapa banyak gereja yang ditutup, yang sangat memprihatinkan kondisinya. Ini berarti sumber keuangan harus membuka tirai bagi semua gereja tanpa harus diembel-embeli dengan benderanya. Ini yang harus diperjuangkan. Unity maksudnya apa? Apakah dengan bersatu di tempat ini, makan bersama dan duduk bersama, bisa disebut unity? Bukan, ini gathering. Unity yang sebenarnya belum pernah terjadi. Unity yang sesungguhnya adalah gereja yang satu membantu gereja yang lain tanpa menuntut ini dan itu. Alokasi sumber keuangan itu sebenarnya ada hanya kurang tepat sasaran. Jadi kita harus berbesar hati untuk melupakan bendera kita, berkorban dan mau melupakan siapa kita. Bukankah denominasi yang besar dan terpecah ini adalah karena ketidakpuasan? Malah yang terjadi adalah separation dan menjadi banyak. Kami membuka peluang bagi bapak ibu pendeta untuk mengisi konten, dan dari pengalaman kami yang masuk sebagian besar adalah kotbah, dan ini harus melalui proses editing dan broadcast. Channel yang tersedia hanya satu yaitu Channel 70 dan kotbah itu harus bersaing dengan 170 channel lain. Ini menunjukkan bahwa materi kotbah yang disampaikan harus mengena dan menarik para penonton. Memang ada pendeta yang rating-nya tinggi karena cara berkotbahnya juga menarik dan kreatif. Esensinya adalah, bukan siapa yang menyampaikan pesan itu tetapi apa isi pesan itu. Ada kompetisi eksternal terhadap seluruh channel yang lain dan kompetisi internal terhadap semua konten dalam satu channel. Setiap hari Minggu ada banyak siaran khotbah, TVRI juga sering menyajikan kotbah. Yang penting dari semua itu adalah kotbah berdampak atau tidak. Kebiasaan orang Indonesia menonton 5 jam sehari berarti ada 20 jam seminggu. Broadcast ministry itu sensitif. Ada karakteristik yang perlu kita pahami. Itu jangkauannya | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 39
  • 40. luar biasa dan sensitif, bukannya kami menolak untuk menayangkan. Ada beberapa stasiun televisi yang didatangi oleh kelompok FPI. Mana yang kita pilih, apakah mengamankan jalur kita atau menimbulkan permasalahan yang berakibat pada ruang publikasi kita. Kadang materi lokal menjadi politis. Waktu tayang juga perlu disesuaikan. Misalnya ada yang dapat Sabtu pagi, sedangkan Sabtu pagi itu waktunya anak-anak: mana yang mau ditayangkan kotbah atau kartun rohani anak? Pasti lebih penting kartun rohani anak. 2. Human Resources Ini sangat penting dalam mendukung program. Saya melihat kompetensi itu kurang, tidak dimiliki oleh banyak pengisi acara, ada yang bagus, ada yang sangat bagus. Kompetensi di dunia media tidak hanya sampai dalam hal berbicara, tetapi harus menyentuh hati para pengguna media itu. 3. Networking Untuk hal jaringan kita perlu belajar dari negara Israel yang bersemboyan hidup tidak boleh tergantung kepada orang lain. Sejarah mereka mencatat, dari Tanah Perjanjian kemudian mereka tidak boleh tinggal di tanah sendiri, karena itu orang Yahudi ada di mana-mana. Sampai tahun 1947, setelah peristiwa Hitler mereka sadar bahwa mereka tidak punya tanah dan mereka bersatu untuk membangun bangsa mereka dan sekarang di mana-mana ada gedung besar yang merupakan milik orang Yahudi. Di sana ada pusat informasi dari semua negara. Dan karena itu mereka kemudian terisolir dan tidak punya teman. Jadi network dalam dunia media penting kalau tidak akses kita tidak akan tersampaikan | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 40
  • 41. 4. Media Baru - Media Sosial Dulu yang dominan berbentuk tulisan dan karena itu efeknya tidak terlalu berpengaruh. Era digital begitu pesat perkembangannya dan Indonesia adalah negara ke 4 pengguna Facebook terbanyak di dunia. Ini merupakan peluang bagi dunia media gereja tetapi juga tantangan yang perlu disikapi. Yang penting, sekali lagi, adalah konten dan pemahaman konten itu menentukan kualitas media. Moderator Kita sudah mendengarkan materi yang menarik dari Pak Rudi, saya yakin ada banyak hal yang ingin dipertanyakan, karena itu kami langsung saja memberi kesempatan kepada Bapak/Ibu untuk merespon materi ini. Tanggapan Peserta  Dwi Yatmoko (WVI): Bagaimana peran media sendiri untuk memampukan multi media kepada gereja. Gereja sudah sangat banyak tersebar, sampai ke desa-desa, dan orang dapat menonton video yang menayangkan ihwal bagaimana peran media menghadirkan tontonan menarik bagi warga desa. Konten memang diperlukan tetapi banyak orang yang potensial namun kurang diberi kesempatan. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 41
  • 42. Narasumber (Rudi Tanusudibyo) Kita harus pisahkan dulu dari kacamata media, misalnya MNC menayangkan sinetron yang bernuansa rohani. Kalau kita berbicara kepada semua pelaku media, kita perlu bertanya apakah ini komersial atau tidak? Apakah pure ministry itu berarti kita perlu menyiapkan resources- nya. Pernah ditawarkan untuk mengusahakan sebuah satelit, sebab dengan satelit semua bisa diakses. Tetapi itu juga tidak semudah yang dibayangkan. Sebab tidak mungkin kita tidak memberi tempat kepada yang mayoritas, karena negara kita terdiri dari banyak elemen. Ada aturan dari KEMENKOMINFO yang mengatur soal-soal tersebut.  Adi Setyawan (GBI): Saya dipercaya sebagai pengurus pemuda dalam bidang art media. Betul yang dikatakan Pak Rudi bahwa konten media gereja dianggap kurang seksi. Saya memperhatikan salah satu konten, yaitu Sekolah Minggu. Dari segi human resources, ini berkaitan dengan pengalaman saya dengan teman-teman pemuda, soal keahlian broadcast. Apakah ada sekolah broadcast di perusahaan Bapak sehingga bisa mendidik pemuda untuk belajar dan kemudian menjadi tenaga tetap di bidang multi media di gereja. Ini tidak mudah, sebab saya katakan tadi kalau saya melakukan yang Bapak sarankan, maka saya akan ditanya oleh orang pesantren, kenapa kami tak dapat? Ini selalu berkaitan dengan soal-soal yang demikian. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 42
  • 43. Apa yang sudah disampaikan sebagai kontribusi Live Channel terhadap kehidupan bergereja. Saya menanggapi dari sisi keadilan, dalam arti program channel itu kalau bisa tidak didominasi oleh salah satu gereja tertentu. Sesuai amanat PGI: memberi kesempatan kepada semua denominasi gereja. Hanya, persoalan sekarang adalah apakah diberi kesempatan untuk tampil atau tidak? Ada satu televisi komunitas yang signifikan seperti Buddhis TV. Apakah bisa komunitas Kristen juga punya televisi tersendiri sehingga dapat menyuarakan berbagai hal berkaitan gereja. Saya bahasakan secara lembut tentang “semua orang diberi kesempatan yang sama”. Dalam mekanisme manajemen kami, saya tidak mencampuri tim redaksi untuk memberi porsi lebih kepada pendeta mana pun, termasuk pendeta dari gereja saya. Ini berarti kita perlu melihat kualitas. Saya pribadi memantau channel lain dan mengamati supaya jangan sampai menayangkan sesuatu yang tidak sejalan dengan penonton. Sering ada komplain, entah soal pendeta yang berkotbah marah-marah atau pendeta yang bermasalah, kami diprotes. Feedback yang masuk banyak, karena itu kami selalu memantau karena ini soal ministry. Ministry itu sebagai tontonan tidak berguna. Kami menerima jauh lebih banyak kontribusi dari dalam dan luar negeri dari pada yang harus ditayangkan. Sekalipun begitu terima kasih atas masukkannya. Idealnya sebuah kotbah diambil dengan 3 kamera atau minimal 2, dan ini berkaitan kesiapan pendeta berhadapan dengan kamera. Kadang terjadi kamera di tempat lain dan pendeta menghadap ke arah yang lain. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 43
  • 44. Panelis 2: Tantangan dan Peluang Media Gereja dalam Menghadapi Perkembangan Multi Media dan Internet Ada 5 jenis komunikasi: 1. Komunikasi sosial lingkungan 2. Komunikasi pemasaran dan pasar 3. Komunikasi pemerintah dan politik 4. Komunikasi ekonomi dan bisnis 5. Komunikasi seni dan budaya Perlu dilihat terlebih dahulu tentang integrasi komunikasi sosial. Saya berbicara sebagai warga negara indonesia, lebih konkrit lagi sebagai warga kristiani di negara ini. Ada 4 komponen yang penting: media, pesan, desain dan pemirsa. Indonesia termasuk paling cepat berbicara tentang public issues, dan dengan sendirinya opini terbentuk di sana, dan gereja tidak terlepas dari kondisi ini. Sebuah riset yang dilakukan di Indonesia menunjukkan aktivitas penduduk/jemaat/warga aktifitas yaitu 9 persen menulis, 16 persen membaca, 30 persen berbicara, 45 persen mendengar. Ironisnya tabel itu memberikan gambaran, sebagian besar orang Indonesia lebih dominan mendengar dan fakta ini tidak memberi dampak apa-apa karena hanya mendengar. Tren komunikasi sosial 2011- 2020 berkembang dengan mengacu pada: 1. Peningkatan teknologi: Contoh kasus Bina Nusantara dulunya adalah sebuah universitas kecil, tetapi sekarang mahasiswanya mencapai 44.000 orang sedangkan Universitas Indonesia baru 33.000 padahal Universitas Indonesia sudah tua. Ini disebabkan BINUS sangat mengutamakan skill bukan cuma pengetahuan. Ini menunjukan sebuah | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 44
  • 45. perkembangan yang sangat luas, misalnya kita bisa membandingkan model situs web dulu dengan sekarang. Situs web yang sekarang kontennya lebih beragam, ada video, dan kata-katanya semakin sedikit. 2. Borderless, virtual, instant, direct, transparant: Apa yang terjadi di Jerman akan diketahui oleh kita di Indonesia. 3. Budaya individualis, netizen global 4. Paperless 5. Dari akar rumput ke samping/peer communication 6. Monolog kurang disukai 7. Masyarakat 15-34 tahun menerima dan membaca 43 pesan per hari.  Sasaran bidik target pemirsa (audience) (lihat slide)  Sasaran penyampaian komunikasi ke target pemirsa (8 lokasi terbanyak.  Di mal atau pusat keramaian, di hotel/saat travelling, di kafe atau resto, saat rapat di mana pun.  Sebagai pendeta atau pekerja gereja, sasaran tidak saja diarahkan dari atas mimbar tetapi dari lokasi virtual ini. Ini yang disebut virtual space.  Paradigma baru Gereja dan Komunikasi.  Kita perlu lebih meningkatkan komunikasi, bukan hanya internal gereja tetapi antargereja juga penting. Bisa juga antar | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 45
  • 46. kelembagaan. Kita harus menggunakan dan memanfaatkan komunikasi audiovisual bukan hanya mengandalkan teks. Tanggapan Peserta  Pdt. Heski L. Manus (GMIM): Ini memberi kita pandangan dan arah yang makin tajam dalam kaitan untuk lebih serius memikirkan media gereja kita supaya makin disempurnakan. Kalau kita melihat apa yang dipaparkan tadi, saya pikir kita perlu survei lagi seperti apa keinginan gereja untuk konten atau bahan apa yang tepat. Bapak tidak membahas soal pembiayaan, saya justru ingin tanyakan bagaimana dari segi pembiayaan terutama media sosial sebab sebagaimana yang dikatakan Pak Rudi tadi, bahwa media sosial lebih murah.  Pnt. Johan Kristantoro (GKJ Bekasi): Teringat ungkapan tokoh gereja “semestinya para rohaniwan berpikir keluar dari gereja”. Dan revolusi teknologi informasi membawa pekerja gereja harus berpijak pada segi itu. Kalaupun revolusi teknologi ini memungkinkan kita memasuki dunia yang tak berdinding, masalahnya adalah kita sendiri yang membangun tembok itu sendiri. Misalnya, kita jarang menggunakan bahasa yang lebih universal tetapi masih lebih suka menggunakan bahasa Alkitab. Menurut Bapak seberapa jauh seorang rohaniwan atau pekerja gereja dimampukan mengkomunikasikan bahasa yang lebih universal. Narasumber Tadi sudah dikatakan Pak Rudi bahwa media sosial lebih murah. Untuk mengerjakan media sosial yang sederhana misalnya situs web dan banyak orang bisa mengerjakannya. Tetapi pada umumnya berusia di bawah 40 tahun. Kita juga bisa menyampaikan firman melalui video games dengan menggunakan akses Kakaotalk. Misalnya, sekarang kenapa tidak ada games yang mengarahkan kepada pengembangan karakter. Kalau bicara komunikasi agama, itu berkaitan dengan hal teologis tetapi saya batasi itu dalam konteks | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 46
  • 47. gereja pada saat kotbah atau rapat kepengurusan. Tetapi kalau pendeta melayani untuk pelayanan ibadah kematian, kedukaan, rumah sakit, oikoumene, rumah-rumah itu sudah masuk area: bisa murni spiritual teologis, bisa juga dicampurkan bahasa universal. Saya tidak mengatakan itu kasual sebab kasual memberi kesan informal sekali. Ketika kita masuk ke departemen pemuda dan anak, semestinya bahasa visualnya lebih banyak dimasukkan. Pendeta bisa memanfaatkan sumber dalam jemaat yang bisa membantu menemukan situs yang menolong dalam menggunakan bahasa universal. Saran saya, hal itu dipakai dalam persekutuan, atau di sekolah Kristen sebab dalam pendidikan Kristen yang sangat dibutuhkan adalah character building. Diskusi Panel Sesi III ♦ Jose Yusuf Marwoto (Radio Heartline) Pengelolaan Radio di Tengah Masyarakat Plural ♦ Sinode GKPB Gerakan Keagamaan Merespons Era Globalisasi, Internet dan Pluralisme Panelis 1: Pengelolaan Radio di Tengah Masyarakat Plural Sesi ini berbicara seputar keadilan dan perdamaian. Keadilan dalam konteks informasi, kalau kita membaca UU no. 48 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, di situ jelas disebutkan berbagai hal berkaitan informasi sehingga orang dapat mengetahui apa yang menjadi hak-haknya: hak kesehatan, hak pendidikan dan hak kesejahteraan. Menurut saya keadilan adalah pendistribusian informasi yang merata. Hal kedua adalah perdamaian, sebab dalam kenyataannya agenda konflik selalu dibuat sedemikian rupa sehingga media sangat berperan dalam mengupayakan perdamaian. Sejarah keselamatan adalah sejarah komunikasi antara Allah dan manusia di mana | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 47
  • 48. Allah berkomunikasi untuk perdamaian dengan manusia. Visi kami adalah bagaimana mengkomunikasikan Kristus melalui radio. Tantangan yang kami hadapi sekarang: • Perizinan. Ada sekitar 100 radio Kristen di seluruh Indonesia dan hampir 80 persen kesulitan mendapat izin dari pemerintah. Kesulitan utama adalah, dalam pengajuan proposal perizinan, harus ada evaluasi atau semacam dengar pendapat dari masyarakat setempat, lalu diadakan ujian untuk mencari tahu lebih mendalam tentang radio ini berkaitan dengan isi, konten, misi, kegiatan dll. Di situlah kesulitannya karena banyak radio Kristen masih berpusat pada kepentingan internal gereja. Ini yang kami evaluasi bahwa sebaiknya kita menggunakan ranah publik. Kita tidak bisa siaran hanya untuk kepentingan kita saja sebab kita menggunakan frekuensi umum. • Sustainability. Mempertahankan keberlangsungan radio tidak cukup hanya berharap dari gereja tetapi kita juga membutuhkan dukungan dari lembaga lain misalnya di Tangerang, Yogyakarta, sangat mendapatkan dukungan dari lembaga-lembaga lain. Selain itu pendekatan dengan agen untuk iklan dsb itu tetap diupayakan untuk mendukung finansial radio tersebut. • Industri Radio versus Bisnis Radio. Dewasa ini ada banyak cara yang dilakukan orang untuk mendapatkan informasi misalnya dari internet, dan lain-lain. Ini suatu tantangan yang kita hadapi. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 48
  • 49. • Budaya Visual. Televisi adalah tantangan terbesar dari radio sebab kultur masyarakat dekat dengan sesuatu yang audiovisual. Kekuatan radio ada pada imajinasi, misalnya anda makan burger, bukan burgernya yang enak tetapi imajinasi anda tentang burger itu yang enak. Kita memainkan imanjinasi kita sesuka kita. Apalagi sekarang ini banyak pekerja radio adalah anak-anak muda, sehingga ketika mereka siaran mereka begitu ekspresif seakan ada satu kamera yang menyorot mereka. • Kreativitas. Kalau tidak kreatif pasti tidak akan menarik. Kalau hanya kotbah terus maka tidak akan cukup, ada begitu banyak kreativitas yang bisa dikerjakan termasuk juga kualitas suara, teknik penyiaran, dll. Sebagai media yang mengandalkan pendengaran maka radio selalu mempertahankan keintiman/ kedekatan yang dipraktikkan dalam siaran sehingga meskipun pendengar ada di berbagai tempat maka pendengar tetap akan menemukan suasana keakraban misalnya melalui sapaan, dll. Tahun ini kami membuat training bagi penyiar kami dan juga memberikan award untuk penyiar kreatif. Ini dimaksudkan untuk memacu kreativitas tim kerja di radio kami. Perhatian: Limited Resources. Masyarakat kita sekarang hampir tidak punya waktu yang cukup untuk melihat sesuatu secara serius. Ada salah satu pengamat sosial dari Jerman yang mengatakan bahwa perhatian sekarang ini sudah seperti sumber yang terbatas, tidak fokus lagi. Ini menunjukkan kalau anda mengelola media maka harus semenarik mungkin. Waktu belajar broadcast dan mempraktikkannya, dan dalam 3 menit anda diminta membuat program dan tidak ada yang menelepon, itu berati anda gagal. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 49
  • 50. • Peluang Radio 1. Budaya tutur. Jurnalisme telinga: dalam banyak budaya di Indonesia budaya tutur menjadi sesuatu yang sangat dekat. Kalau kita bisa memanfaatkan kekuatan itu, akan sangat efektif untuk penginjilan. 2. Kekuatan imajinasi. Anak yang ditanya: “Lebih suka nonton televisi atau dengar radio?” Anak ini menjawab, “Lebih suka dengar radio.” Kenapa? Karena radio penggambarannya lebih bagus. Kekuatan imajinasi ini yang menurut saya dapat dipakai untuk mewartakan Injil sehingga iman pendengaran bertumbuh. 3. Bisa mendengar radio sambil masak, mencuci, menyetir, dan lain- lain. Piramida penduduk Indonesia akan lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Dalam survei saya, ternyata yang menjadi pendengar lebih banyak perempuan. Karena populasi masyarakat Indonesia lebih banyak perempuan daripada laki-laki. • Strategi • Melakukan dialog kemajemukan dengan semua umat beragama. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 50
  • 51. • Gray matrix: metode yang sukses kami lakukan untuk mendapatkan izin (lihat slide) • Community center radio. Kami melakukan training untuk melibatkan pendengar dalam program kami. • Thing. Mendengarkan. Filosofi China: Telinga raja - Mata hati Kami melakukan program dengan mendengar suara pendengar, bukan saja pendengar yang mendengar siaran kami. Kami rela masuk ke pelosok untuk mendapatkan informasi dan kemudian membuat program untuk disiarkan. Tanggapan Peserta  Pdt. Ananta Purba: Kami punya pengalaman yang sulit untuk mendirikan radio, banyak biaya, juga pekerjaan yang harus dilakukan, karena itu disarankan membuat radio komunitas. Sekarang banyak warga gereja yang mengungsi karena gunung Sinabung. Saya pernah mendengar tentang radio komunitas Merapi yang sangat membantu saat peristiwa Merapi bergejolak. Yang kami tanyakan, apakah radio komunitas ini juga perlu mengurus izin? Narasumber Radio komunitas ini diatur oleh perizinan dan ada kategori yang sudah ditentukan dalam aturan. Jadi memang harus diurus izinnya, kecuali beberapa radio bergesekan dengan penerbangan itu akan mendapat teguran. Saya juga pernah berkunjung ke radio Merapi, dan perannya sangat penting dalam rangka mitigasi bencana. Strategi programnya adalah menggunakan komunitas radio center, jadi yang perlu dipikirkan | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 51
  • 52. adalah bagaimana radio tidak hanya melibatkan satu dua orang tetapi melibatkan banyak orang. Kami sekarang ini melibatkan 30 orang perempuan di Parung Panjang yang terkena kanker serviks, dan bagaimana orang mendengar perempuan-perempuan itu bercerita.  Pdt. Kotler Siagian: HKBP punya 2 radio, satu di antaranya Radio Bonafide di Tarutung dan sudah beroperasi selama puluhan tahun. Apa peluang mendirikan radio dengan menggunakan jaringan streaming? Kami pernah punya radio di Jakarta tetapi karena persoalan biaya terpaksa gulung tikar. Tetapi saya juga menjajaki untuk mendirikan radio FM di Jakarta meski sangat sulit. Apakah karena biaya gelombang frekuensi yang sangat mahal atau ada hal lain, misalnya berkaitan dengan izin, dsb. Mungkin ada di antara peserta KONAS yang berasal dari daerah-daerah yang ingin mendirikan radio, menurut Bapak apakah langkah konkret melakukan hal ini dan bagaimana langkah yang harus kami usahakan untuk mendirikan radio ini. Narasumber Terus-terang, Jakarta sudah full dan semua tempat sudah diborong, selain itu biaya sangat mahal kecuali kita melakukan take-over terhadap salah satu stasiun radio yang hampir kolaps. Streaming saya sangat setuju. Ini konvergensi yang bisa digunakan agar didengar oleh semua komunitas. Untuk radio lokal, kita bisa berhubungan dengan Komisi Penyiaran Daerah, lalu mengajukan proposal ke KPID. Kemudian ada evaluasi seperti ujian skripsi lalu membuat kalkulasi bisnisnya seperti apa. Intinya, kita dapat frekuensi dulu, ini yang penting. Ini mungkin salah satu strategi. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 52
  • 53.  Pdt. Heski L. Manus (GMIM): Ada radio Sion sejak tahun 1971 dan sudah berbentuk Perseroan Terbatas dengan saham milik gereja, juga sudah streaming. Tantangan radio ini sekarang bermacam-macam, antara lain tuntutan jemaat misalnya sekian persen harus rohani, padahal aturan sekarang kita harus lebih umum tidak mungkin selama 1 hari putar lagu rohani terus. Sekarang kita sedang bergiat dengan news. Pendengar kita dari berbagai kalangan dan kita butuh sekitar 20 relawan yang ditempatkan di beberapa tempat untuk mendapatkan berita. Ini masalah kami sekarang. Kami radio lokal, tentu harus banyak belajar dengan radio di Jakarta dalam pengelolaannya. Narasumber Tahun ini saya memulai di Samarinda dengan Gospel Radio. ini bukan radio rohani tetapi radio yang memperdengarkan lagu yang biasa ,tetapi bermakna rohani misalnya. Misalnya lagu-lagu Ruth Sahanaya, Jason Miraz, Josh Groban,dll. Kontennya tetap mempertahankan nilai dan karakter Kristiani, hanya saja dikemas dalam isu-isu yang kreatif. Nilai adalah sesuatu yang jelas dan penting, kita tidak meninggalkan otentitas kekristenan tetapi mencari nilai-nilai universal dan mengemasnya secara kreatif. Misalnya, tentang puasa. Puasa bukan hanya milik umat Islam tetapi juga umat lain termasuk umat Kristen dan itu menarik untuk didiskusikan bersama. Saya peduli dengan training. Sayangnya, banyak yang setelah training kemudian pindah ke radio lain atau stasiun TV dan bahkan tidak mendengar radio. Mereka beralih ke audiovisual. Panelis 2: Gerakan Keagamaan Merespons Era Globalisasi, Internet dan Pluralisme | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 53
  • 54. (Materi ini sedianya dibawakan oleh Bapak Bambang Wijaya, tetapi beliau berhalangan hadir karena masih berada di luar negeri. Kami dipercaya untuk menyampaikan materi ini, tentu berdasarkan pengalaman kami menangani media gereja). Contoh pemanfaatan media secara internal: • Di antara pengerja: smartphone (BBM, Whatsapp, FB, dll), Skype, internet (surat elektronik, referensi, pencarian materi, pengiriman materi), kamera CCTV online dan jaringan LAN. Di Bandung kami memiliki 4 titik tempat kami dapat mengakses informasi dengan baik termasuk kamera CCTV online. Pak Bambang bisa memantau keadaan gereja kami di Indonesia, misalnya ibadah, kondisi kantor, dll. • Kepada jemaat: Internet (pendaftaran, surel, dll), warta jemaat, televisi, proyektor (kotbah, klip video, pengajaran, pengumuman), CD, DVD dan USB (penyebaran informasi, materi seminar, pengajaran, foto-foto kegiatan, dll), situs web. • Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam media jemaat:  Ketepatan informasi  Kejelasan informasi | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 54
  • 55.  Desain yang menarik/kemasan sangat penting. Banyak gereja yang lebih mengutamakan konten ketimbang kemasan padahal kemasan juga sangat menentukan.  Sederhana dan mudah dimengerti  Kekinian/update selalu  Sesuai dengan kebutuhan jemaat Tambahan dari Pak Bambang: Apa yang disampaikan Pak Pieter tadi adalah bagian dari upaya gereja kami di mana multi media sudah mengambil sekian persen apa yang menjadi visi dan misi gereja kami dan disampaikan kepada audiens dengan harapan komunikasi yang dibangun itu efektif dan efesien. Tidak dapat dimungkiri, media informasi menjadi kebutuhan tak terhindarkan. Dengan kemajuan ini kita bergaul dengan banyak orang dari berbagai latar-belakang sehingga dibutuhkan pengetahuan yang cukup, dan ini yang disampaikan gereja kepada publik pendengar agar kita berkomunikasi dengan siapapun dan mengkomunikasikan Injil kepada semua orang juga. Karena jika kita tidak dapat mengunakan media dengan tepat maka jangan salahkan orang lain apabila orang lain dapat menggunakan media ini. Semua yang kami gunakan ini memang sudah standart tetapi kami tetap mengutamakan firman Tuhan, Roh Kudus dan Kristus itu point center- nya. Selain menggunakan media ini, kami juga memanfaatkannya untuk memberkati gereja-gereja lain atau orang-orang non Kristen untuk dapat mengenal Kristus dan gerejaNya, dan ini dikemas secara kreatif melalui live, streaming (ibadah setiap minggu). Kebetulan divisi saya adalah divisi multi media, jadi semua bentuk konten media itu ada dalam koordinasi dengan divisi kami. Dengan menggunakan media, isi pengumuman | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 55
  • 56. menjadi kompak, jelas dan tepat sasaran. Itu yang menjadi dasar kami dalam menggunakan media sampai sekarang. Tanggapan Peserta  Pdt Amos Puasa: Berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengupayakan semua kebutuhan itu? Kapan kami di Halmahera bisa begitu? Contoh praktis, misalnya ada beberapa pendeta yang menggunakan Ipad, lalu jemaat komplain dengan mengatakan,‘ “Bagaimana kalau misalnya buka Alkitab, lalu muncul yang lain? Ini fakta juga, di satu pihak sudah sangat maju tapi di pihak lain ini masih jauh tertinggal.” Narasumber Kalau saya pikir setiap daerah tidak bisa disamakan, tentu punya konteks berbeda-beda. Yang penting kita bisa menyampaikan pesan dengan baik sesuai dengan budaya jemaat kita masing-masing. Dan jemaat itu bisa berkembang atau mencari jiwa sebanyak mungkin. Memang ada biaya yang harus dikeluarkan. Tetapi kalau kita berpikir itu efektif, tentu akan lain ceritanya sebab semua direncanakan untuk pelayanan. Semua peralatan dalam studio itu tidak didapat secara langsung, tetapi bertahap. Juga dukungan dari jemaat, sebab jika jemaat melihat itu penting maka akan bisa diusahakan berbagai peralatannya. Misalnya, kamera di studio kami untuk kepentingan broadcast, maka kami menggunakan kamera yang seharga Rp. 40 juta. Mengenai penggunaan gawai untuk kotbah itu tergantung penggunanya. Jika kita tidak membarui kemampuan kita, akan ketinggalan. Sebagai pendeta, jangan ketinggalan di era ini. Kemampuan itu tidak terjadi dengan sendirinya, semua mulai dari yang tidak tahu. Pengalamanlah yang menempa kita untuk berkembang terus. Kalau kita | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 56
  • 57. belum yakin dengan penggunaannya maka jangan paksakan agar tidak mempermalukan kita sendiri.  Pdt. Y.N. Wonmaly (GBI Tanah Papua): Kita bukan berbicara cost yang mesti dikeluarkan melainkan keharusan injil diberitakan. Yang menjadi kesulitan kami adalah, kami memerlukan mitra seperti gereja di Jakarta yang bisa menjadi tempat magang untuk belajar media gereja yang efektif seperti ini. Narasumber (Pak Pieter): Setiap kali ke daerah untuk melakukan training broadcast, saya selalu berhadapan dengan gereja yang menghadapi berbagai situasi sulit. Yang bisa saya katakan, jangan skeptis, jangan pesimis. Ingin maju ada ongkos yang harus dibayar, ada doa dan dana. Saya katakan ini agar gereja berpandangan jauh ke depan, bukan gereja yang statis. Apa yang kami lakukan adalah harga yang harus dibayar untuk jiwa-jiwa yang mau memberi diri bagi gereja. Kebetulan saya adalah alumni CBN angkatan 8. Dan ini sangat menolong saya untuk mempercayakan apa yang Tuhan percayakan kepada saya. Sampai sekarang saya sudah membuat beberapa aplikasi multimedia, melibatkan banyak tenaga untuk relawan yang masih bersedia dilibatkan sampai sekarang. Ini yang menurut saya perlu dimiliki setiap pengelola media. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 57
  • 58. Hari Ketiga, 14 November 2013 Refleksi Teologis Pdt. Sylvana Apituley, M.Th. “Menjadi Pewarta Keadilan dan Perdamaian, Pengalaman Perempuan” Hasil-hasil Diskusi Kelompok:  Kelompok I Kelompok yang termajinalkan adalah kelompok: tidak pernah mandi. Kelompok Ahmadyah, kelompok banci, kelompok yang tidak terakomodir dalam aturan gereja, melahirkan di luar pernikahan atau kumpul kebo. Kedua: Pesan Injil yang membebaskan adalah semua orang berhak menerima keselamatan dari Yesus siapa pun orangnya. Ketiga: Cara berdialog adalah bertemu dengan mereka dan berbicara dari hati ke hati, bahwa gereja tidak tertutup menerima mereka.  Kelompok II Masalah yang muncul adalah, pertama, wanita yang tertindas karena mahar yang mahal, misal di Nias, Sumba dan berapa tempat lain. Termajirnalkan di gereja karena status sosial dan pelayanan di gereja berbeda antara yang kaya dan miskin. Masalah marjinalisasi masyarakat di Mentawai akibat kemiskinan yang disebabkan bencana dan akhirnya banyak yang pindah kepercayaan ke Padang. Di Toraja muncul masalah tenaga kerja di Serawak dan Sabah. Di Toraja banyak lansia kesepian -- kurang perhatian karena anak-anak sudah menikah dan pisah rumah, tidak ada teman berdiskusi -- | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 58
  • 59. karena gereja tidak perduli. Di Kalimantan Tengah, anak-anak muda yang menjauh dari gereja karena persolan dunia seperti judi dan lain- lain karena mereka berkerja di pabrik buruh (tambang) dan uang yang didapat habis untuk berjudi dan mabuk-mabukan. Ada tiga poin yang harus disikapi oleh gereja: 1. Gereja harus hadir memberikan sentuhan. 2. Gereja harus mendengarkan dan menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. 3. Gereja harus memberi sentuhan bukan saja mendengar.  Kelompok III 1. Orang yang termarjinalkan adalah yang menjadi korban khususnya masyarakat yang tanahnya dirampas, dan masyarakat di perairan pertambangan. Di mana peran gereja selama ini? Kebanyakan gereja menganut “gereja palang merah” bukan “palang pintu”, karena gereja tidak perduli -- setelah ada korban gereja baru bertindak. Sering berdebat dengan aparat dan orang yang didampingi, tetapi tetap tidak ada jalan keluarnya dengan pemerintah. Kasus yang didampingi di daerah Dairi Sumatera Utara. 2. Ketika berbicara dengan pihak gereja, kebanyakan mereka menolak. Hanya ketika duduk bersama saja masalah itu dibahas dan tidak ada solusinya. Untuk pendampingan orang sakit seperti HIV/AIDS yang dikeluarkan dari keluarganya dan korban dari lumpur Lapindo, apakah ada peran gereja? | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 59
  • 60. 3. Memandang kelompok lain sama seperti memandang aliran-aliran yang dianggap sesat. Karena ini bukan saja persoalan teologis melainkan sisi kemanusiaan seperti Saksi Yehova yang dari dahulu di sebut aliran sesat. Kita harus bisa memisahkan keluarga Kristen dan bagaimana menyelamatkan mereka.  Kelompok IV 1. Kelompok yang termajinalkan seperti para pekerja anak berumur di bawah 17 tahun dan yang tidak tamat sekolah dan menerima gaji yang tidak layak juga. 2. Mereka yang tinggal di sekitar TPA khususnya anak-anak, dan pernah ada gereja yang coba mengadakan PAUD tetapi malah ditolak oleh pemerintah karena curiga kristenisasi. 3. Kelompok anak jalanan dan yang disebut kelompok PUNK 4. Kelompok pekerja sosial khusus yang diperhatikan adalah yang sudah berumur, apa yang dapat diperbantukan untuk mereka? 5. Kesimpulan dan saran: Karena Kasih Allah adalah kasih untuk semua. Yang diperlukan adalah pendampingan, pemberdayaan dan mengupayakan hidup layak dan pelayanan. Narasumber Dari hasil diskusi kelompok dapat disimpulkan, antara lain analisis yang jelas terhadap persoalan, mengindentifikasikan siapa kelompok- kelompok marjinal, dan bagimana gereja harus bersikap: 1. Pesan Injil apa yang harus disampaikan. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 60
  • 61. 2. Mengkomunikasikan Injil dalam konteks masyarakat yang marjinal. 4. Gereja harus juga menangani AIDS/HIV. 5. Bagaimana sikap gereja menangani kasus kelompok yang dianggap sesat? 6. Belum ada sikap gereja yang jelas untuk para pekerja anak, buruh migran, lansia, dan pekerja sosial. 7. Gereja yang ditolak oleh pemerintahan untuk melakukan pelayanan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat (pelayanan social justice). Sesi II Diskusi Panel ♦ Rukka Sombolinggi (AMAN): Perspektif Bermedia: Media, Masyarakat Adat, Lingkungan Hidup ♦ Nestor R. Tambunan: Media dan Disabilitas ♦ Syaiful W. Harahap: Media Masa dan ODHA ♦ Moderator: Jeirry Sumampouw Panelis 1: Media Massa, Masyarakat Adat, Lingkungan Hidup (materi terlampir) Panelis 2: Media dan Disabilitas (materi terlampir) Pengertian “Media dan Disabilitas” adalah setiap orang berkelainan fisik, mental, intelektual, sensorik dan motorik yang dalam interaksinya dengan | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 61
  • 62. berbagai hambatan, dapat merintangi partisipasi mereka secara penuh dalam masyarakat dan efektif berdasarkan pada azas kesetaraan. Jurnalisme empati merupakan sikap dan kemampuan untuk melihat dunia dari sisi orang lain serta memahami dan mampu menempatkan diri pada posisi orang lain secara emosional dan intelektual dan mampu mengkomunikasikan pemahaman empati dan sikap itu kepada orang lain. Penyandang distabilitas sering diabaikan, baik oleh gereja maupun lingkungan sekolahnya; mereka masih menganggap penyandang disabilitas sebagai ketidakmampuan melakukan pekerjaan di sekolah maupun di lingkungan keluarganya. Pemerintah pun tidak peduli akan pendidikan dan kesempatan mereka untuk bersekolah dan mendapatkan fasilitas umum. Kesimpulan dan persoalan yang dihadapi para disabilitas adalah memahami keadaan mereka. Jangan mengaku sudah beradab kalau belum memahami disabilitas. Panelis 3: Media Massa dan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) (materi terlampir) Bagaimana media menyikapi masalah HIV/AIDS? Kelemahan media di Indonesia, banyak yang tidak bisa menyampaikan secara deskriptif bahkan menghujat. Yang diharapkan adalah, menyampaikan sesuatu ke khalayak tanpa ada dugaan atau anggapan hal-hal lain, misalnya bagaimana menyampaikan kemiskinan masyarakat. Media khususnya televisi gemar menyodorkan isu-isu keagamaan. KONAS V ini perlu meminta media massa baik cetak maupun elektronik agar mengangkat pemberitaan HIV/AIDS tidak secara bombastis, hanya menonjolkan kengerian penyakit tersebut. Pasalnya, banyak orang dengan ODHA terdiskriminasi akibat pemberitaan semacam itu. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 62
  • 63. Pemberitaan bombastis memang selalu menjual dan meningkatkan oplah atau rating. Tetapi pemberitaan semacam itu mengganggu psikologi ODHA. Kita berharap, media massa lebih bijak dan halus dalam memilih kata menyangkut penyakit yang ini. Karena memang, kengerian yang diungkapkan tidak sama dengan kenyataan sebenarnya. Orang yang terjangkit HIV/AIDS, tidak terlihat secara fisik dirinya teridap virus tersebut. Orang yang terpapar HIV akan tetap terlihat bertubuh sehat dan beraktivitas selayaknya orang sehat. ODHA juga bukan orang yang mempunyai perilaku menyimpang, sebagian di antara mereka ibu rumah- tangga dan anak-anak. Bahkan, ODHA juga mempunyai profesi dengan pekerjaan yang berkonotasi positif, ada pegawai negeri, ada karyawan, dan ada pengusaha. ODHA layak untuk hidup nyaman dan aman. Kehangatan dan dekapan keluarga merupakan faktor penentu keberlangsungan perawatan pasien. Menurut Syaiful, ODHA harus menanggung beban ganda. Selain menderita kesakitan karena penyakitnya, mereka juga masih terus mengalami stigma dan diskriminasi dari lingkungan, bahkan dari orang- orang terdekatnya. Ini mengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks bebas, pengguna narkoba dan kematian. Diskriminasi mulai terjadi tatkala pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan ODHA secara tidak adil berdasarkan prasangka terhadap status HIV/AIDS seseorang. Stigma ini masih terjadi di hampir seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya orang awam, bahkan tenaga medis yang semestinya membantu pasien malah ada yang memperlakukan hal yang sama. Padahal, jika ODHA menderita stres hingga depresi berkepanjangan, derajat penyakitnya akan bertambah parah. Kadar CD4 yang mengindikasikan ketahanan tubuh penderita akan merosot drastis jika ODHA mengalami stres berat. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 63
  • 64. Moderator 1. Keterbatasan dan ketidakpahaman masyarakat terhadap penyangdang HIV/AIDS menimbulkan ketakutan tersendiri padahal sehingga pemberitaan tentang HIV/ AIDS masih cenderung kurang penjelasan. 2. Media berpihak kepada kebenaran terutama kepada yang terabaikan. Tanggapan Peserta  Chrisostomus Sihotang (Bina Kasih): Membagi pengalaman tentang anak yang menderita Lupus, gereja harus lebih peka lagi terhadap para difabel tersebut.  Alex Mangonting: Gereja di Toraja tak punya pelayanan untuk orang- orang yang disebut berkekurangan khusus, mungkin cara advokasi dari AMAN dapat membantu, dan melalui KONAS ini bagaimana caranya membangun kebersamaan antargereja dan orang-orang yang berkekurangan. Di di Toraja bagaimana membangun kebersamaan antara masyarakat adat dan gereja.  Pdt. Amos Musa: Bagaimana AMAN membantu melestarikan bahasa- bahasa di Tobelo yang hampir hilang. Untuk orang-orang yang berkekurangan, memang gereja secara fisik belum mempersiapkan tempat-tempat atau kemudaan mereka untuk dapat beribadah. Untuk ODHA, di Halmahera terjadi peningkatan yang signifikan dan kebanyakan mereka tidak berani untuk mencek darahnya di Rumah Sakit. Belum ada kesadaran dari mereka, bagaimana cara untuk mengurangi jumlah orang- orang terkena HIV/AIDS tersebut. | Konsultasi Nasional V – Gereja dan Komunikasi 64