SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
2.1 Pengertian Petani Tambak
Petani tambak adalah petani ikan/udang, dimana orang tersebut memperoleh
mata pencaharian pokok dengan melakukan kegiatan di bidang budidaya ikan di
tambak, yang dibedakan atas :
1. Pemilik tambak, adalah mereka yang menguasai sejumlah tertentu tambak
yang dikerjakan oleh orang lain dengan system bagi hasil.
2. Pemilik yang juga sebagai penggarap tambak, adalah mereka yang tergolong
sebagai petani penggarap dimana mereka memiliki sejumlah tambak yang
dikerjakan sendiri dan disamping itu mengerjakan empang orang lain dengan
sistem bagi hasil.
3. Penggarap tambak, adalah petani yang menggarap empang orang lain tetapi
tidak memiliki empang sendiri dan memperoleh pendapatan dari hasil empang
yang mereka kerjakan setelah dikeluarka ongkos-ongkos dalam satu musim
panen.
4. Sawi/buruh tambak, adalah mereka yang tidak sama sekali memiliki tambak,
mereka semata-mata bekerja untuk menerima upah.
2.1.2 Tambak.
Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai,
yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur).
Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang.
Penyebutan “tambak” biasanya dihubungkan dengan air payau atau air laut. Kolam
yang berisi air tawar biasanya disebut kolam saja atau empang.
8
a. Pengertian Tambak.
Tambak merupakan kolam yang di bangun pada daerah pasang surut yang di
pergunakan sebagai tempat pembudidayaan ikan, udang dan hewan lainnya yang
hidup di air. Tambak adalah genangan air dari campuran air laut dan air sungai yang
di batasi oleh pematang – pematang dan dapat di atur dari pintu air yang di gunakan
untuk pembudidayaan ikan, udang dan binatang lainnya. Keberhasilan budidaya
tambak sangat di pengaruhi oleh ketersediaannya lahan pertambakan yang memiliki
persyaratan baik fisik, kimia, biologi serta factor-faktor sosial masyarakat di sekitar
tambak.
b. Klasifikasi Tambak
Di tinjau dari segi letak tambak tehadap laut dan muara sungai yang memberi
air, Dikenal ada 3 golongan tambak yaitu:
1. Tambak Lanyah, letaknya dekat sekali dengan laut, ditepi pantai. Di
daerah yang datar sekali pantainya dan sangat besar perbedaan tinggi
permukaan air laut pasang tertinggi dan air surut terendah, maka air
lautnya dapat menggenangi tambak daerah itu sampai sejauh 1,5 kilometer
kearah pedalaman, tanpa mengurang salinitas yang menyolok, sehingga
tambak lanyah demikian praktis berisi air laut yang berkadar garam
setinggi 30%. Dibandingkan dengan tambak biasa (yang terletak lebih
jauh kearah pedalaman), air tambak lanyah cenderung untuk senantiasa
lebih tinggi kadar garamnya, karena pada dasarnya air yang masuk dari
laut memang masi tinggi, kemudian mengalami penguapan sehari-hari
sesudah ditahan dalam petakan tambak, sampai kadar garam dalam air itu
makin naik. Keadaan baru tertolong, jika pada waktu air pasang laut,
pengusaha tambak itu sempat mengalirkan air baru kedalam petakan atau
pada saat ada hujan turun. Tambak lanyah ini sangat cocok digunakan
dalam usaha pertambakan ikan bandeng dan mempermudah dalam
peningkatan produksinya. Karena, tambak lanyah habitatnya sesuai
dengan yang dibutuhkan oleh ikan bandeng karena ikan bandeng hidup di
perairan payau. Pengaruh atau resiko dari tambak ini adalah apabila terjadi
9
pasang surut air laut menyebabkan kerusakan pada tambak dikarenakan
abrasi laut dan tambak lanyah ini jauh dari pemukiman sehingga
menambah biaya (cost)
2. Tambak Biasa, yang terletak di belakang tambak lanyah, dan selalu terisi
oleh campuran air asin dari laut dan air tawar dari sungai. Airnya dapat
asin selama tambak itu diisi dengan air pasang (laut) yang tinggi, dan
dapat tawar jika diisi dengan air sungai yang leluasa mengalir ke arah
pantai, pada waktu lautnya sedang surut. Setelah kedua Jenis air itu
ditahan dalam petakan tambak (pintu air ditutup rapat setelah petakan
penuh air). Maka terciptalah air payau yang kadar garamnya mencapai
sekitar 15%.Tambak biasa ini membutuhkan pengetahuan tentang jenis
ikan apa yang harus di budidayakan. Karena, ikan tidak bisa hidup pada
perubahan lingkungan antara air payau dengan air tawar. Hasil budidaya
ikan bandeng pada jenis tambak biasa agak kurang bagus karena pada
daging ikan mengalami bau lumpur menyebabkan hasil produksi yang
kurang bagus.
3. Tambak darat, yang terletak jauh sekali dari pantai laut. Pasokan air hanya
dapat dipertahankan hanya selama musim hujan saja. Tambak darat
kebanyakan di pergunakan di daerah-daeraah pegunungan karena tambak
ini mengharapkan air dari hujan dan aliran air dari gunung-gunung dan
biasanya tambak ini digunakan untung memelihara ikan air tawar aja dan
perlu penanganan yang khusus.
c. Bentuk dan Tata Letak Tambak
Menurut Zakaria (2011) Konstruksi tambak untuk pemeliharaan ikan
bandeng dan udang widu biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan
perbandingan lebar : panjang, 1 : 2 atau 1 : 3 dan setiap unit tambak terdiri
dari 3 jenis petakan yaitu petak peneneran, petak buyaran (penggelondongan)
dan petak pembesaran selain itu diperlukan pula petak pembagi air, saluran
keliling (caren) dan plataran. Luas dari petak pembesaran sebaiknya berkisar
10
antara 1 – 3 Ha, sedangkan luas dari petak peneneran dan petak buyarannya
bisa diperhitungkan berdasarkan perbandingan. Petak peneneran:petak
buyaran : petak pembesaran = 1 : 9 : 90. Jadi untuk setiap Ha pembesaran
diperlukan 0,01 Ha petak peneneran dan 0,1 Ha petak buyaran. Setiap petakan
dalam satu unit, mempunyai pintu air sendiri-sendiri agar pengaturan dan
pengelolaan air menjadi mudah baik pada waktu pengisian maupun pada
waktu pengeringannya. Tinggi air pada jenis petakan berlainan, yaitu antara
20 – 30 cm untuk petak peneneran, 30 – 40 cm untuk petak buyaran dan 50 –
60 cm untuk petak pembesaran. Sedangkan di petak / saluran pembagi air
lebih dalam lagi. Di sepanjang pinggiran petakan dibuat saluran keliling yang
disebut Caren yang lebarnya berkisar antara 4 – 6 cm dan dalamnya 40 – 60
cm, berfungsi sebagai tempat berlindung ikan dari panas terik matahari,
gangguan hama serta untuk memudahkan penangkapan ikan pada waktu
panen. Dasar pelataran tambak dibuat melandai ke atas pintu air dan
semaksimal mungkin dibuat rata sebagai tempat tumbuhnya makanan alami
terutama klekap. Luas pelataran sekitar 90 % dari luas seluruh areal tanah
yang ada.
d. Sistem Tambak
Menurut Reza (2011), teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga
sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya,
yaitu tambak ekstensif (tradisional), semi intensif, dan intensif.
1. Tambak Ekstensif atau Tradisional.
a. Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa
bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan.
b. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur.
c. Luasnya antara 3-10 ha per petak.
d. Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m
di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga
dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50
11
cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian
pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.
e. Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk
mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan.
f. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong
dan tipe taman.
g. Pada tambak ini tidak ada pemupukan.
2. Tambak Semi Intensif
a. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3
ha/petakan.
b. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu
pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air,
penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan.
c. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa)
inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet
untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada
waktu panen.
d. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran.
e. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm.
f. Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.
3. Tambak Intensif
a. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan
pengawasannya lebih mudah.
b. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau
dari tanah seperti biasa atau dinding dari tembok, sedangkan dasar
masih tanah.
c. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah
dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk
dan konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.
12
d. Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil.
Tanggul biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur
dalam bak pencampur sebelum masuk dalam tambak.
e. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang
mati di sudut petak.
f. Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.
g. Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan
pompa.
2.2 Hutan Mangrove.
Hutan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugis) dan grove
(Inggris). Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland,
dan vloedbosschen. Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan
yang tumbuh di daerah batas pasang-surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar
muara sungai. Tumbuhan tersebut tergenang di saat kondisi air pasang dan bebas dari
genangan di saat kondisi air surut. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi
mayoritas pesisir pantai di daerah tropis dan sub tropis yang didominasi oleh
tumbuhan mangrove pada daerah pasang surut pantai berlumpur khususnya di
tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik
(Departemen Kehutanan, 2007).
Sumber makanan utama bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam
bentuk partikel bahan organik (detritus) yang dihasilkan dari dekomposisi serasah
mangrove (seperti daun, ranting dan bunga). Hutan mangrove sangat berbeda dengan
tumbuhan lain di hutan pedalaman tropis dan subtropis, ia dapat dikatakan merupakan
suatu hutan di pinggir laut dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa. Akarnya,
yang selalu tergenang oleh air, dapat bertoleransi terhadap kondisi alam yang ekstrem
seperti tingginya salinitas dan garam. Hal ini membuatnya sangat unik dan menjadi
suatu habitat atau ekosistem yang tidak ada duanya. Kita sering menyebut hutan di
pinggir pantai tersebut sebagai hutan bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat
dinamakan hutan mangrove (Rahmawati, 2006).
13
Istilah „mangrove‟ digunakan sebagai pengganti istilah hutan bakau untuk
menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon
mangrove Rhizophora spp, karena bukan hanya pohon mangrove yang tumbuh di
sana, selain mangrove, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya.
Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama
di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Hutan
mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai
yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang
terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung
(Nybakken, 1982).
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.
Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi
mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah
yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil)
yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan
kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan
ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada
bagian arah daratan (Nybakken, 1982).
Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus
serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya.
Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti
sediakala. Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove
mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan
terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan
salinitas (Nybakken,1982).
2.2.1 Fungsi Dan Manfaat Magrove
Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropis yang mempunyai
manfaat ganda dengan pengaruh luas ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi .
14
Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan
dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan , baik yang hidup diperairan , diatas
lahan maupun ditajuk-tajuk pohon mangrove serta manusia yang bergantung pada
hutan mangrove. (Naamin, 1991 dalam Paryono, 2006) Mangrove mempunyai
berbagai fungsi di antaranya: (Anwar,1996 dalam Susie Apriani,2007)
a. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil,
melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan
intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar.
b. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan
kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman
biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan
tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah.
c. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang),
bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-
obatan. Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai
sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan
penting bagi kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari
tanaman mangrove yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya
kepiting sesarmid, kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang
melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai
makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang
mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, berbagai jenis
juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Karena keberadaan mangrove sangat
penting maka pemanfaatan mangrove untuk budi daya perikanan harus
rasional. Hutan mangrove sebagian besar di manfaatkan dalam bidang
perikanan khususnya pertambakan, baik berupa tumpangsari (silvofishery)
maupun tambak terbuka. Berubahnya fungsi hutan mangrove menjadi tambak
tumpangsari, maka berubah pula manfaat yang dirasakan oleh petani tambak. (
handayani,2004 dalam Susie Apriani,2007).
15
2.2.1 Wanamina (silvofishery).
Pengertian dan definisi dari Silvofishery atau Wanamina adalah suatu pola
agroforestri yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di
kawasan hutan mangrove. Petani dapat memelihara ikan dan udang atau jenis
komersial lainnya untuk menambah penghasilan, di samping itu ada kewajiban untuk
memelihara hutan Mangrove. Jadi prinsip silvofishery adalah perlindungan tanaman
mangrove dengan memberikan hasil dari sektor perikanan. Sistem ini mampu
menambah pendapatan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan
mangrove. Silvofishery yang telah dikembangkan selama ini menggunakan jenis
Rhyzophora sp (Bengen, 1998).
Secara umum terdapat tiga model tambak wanamina, yaitu; model empang
parit, komplangan, dan jalur. Selain itu terdapat pula tambak sistem tanggul yang
berkembang di masyarakat. Pada tambak wanamina model empang parit, lahan untuk
hutan mangrove dan empang masih menjadi satu hamparan yang diatur oleh satu
pintu air. Pada tambak wanamina model komplangan, lahan untuk hutan mangrove
dan empang terpisah dalam dua hamparan yang diatur oleh saluran air dengan dua
pintu yang terpisah untuk hutan mangrove dan empang (Bengen, 2003). Tambak
wanamina model jalur merupakan hasil modifikasi dari tambak wanamina model
empang parit. Pada tambak wanamina model ini terjadi penambahan saluran-saluran
di bagian tengah yang berfungsi sebagai empang. Sedangkan tambak model tanggul,
hutan mangrove hanya terdapat di sekeliling tanggul. Berdasarkan 3 pola wanamina
dan pola yang berkembang di masyarakat, direkomendasikan pola wanamina
kombinasi empang parit dan tanggul. Pemilihan pola ini didasarkan atas
pertimbangan:
1. Penanaman mangrove di tanggul bertujuan untuk memperkuat tanggul dari
longsor, sehingga biaya perbaikan tanggul dapat ditekan dan untuk produksi
serasah.
2. Penanaman mangrove di tengah bertujuan untuk menjaga keseimbangan
perubahan kualitas air dan meningkatkan kesuburan di areal pertambakan.
16
Prinsip dasar silvofishery adalah perlindungan tanaman hutan bakau dengan
memberikan hasil lain dari segi perikanan. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian
besar masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mangrove bermata pencaharian
sebagai pencari ikan. Jadi dengan adanya pengembangan pola sistem silvofishery,
disamping sesuai dari segi ekologis, juga selaras dengan pola hidup masyarakat
sekitarnya.
Sejak tahun 1976 Perum Perhutani selaku pengelola kawasan hutan telah
mengembangkan program yang mengintegrasikan kegiatan budidaya ikan dan
pengelolaan hutan mangrove yang dikenal dengan istilah tambak tumpang sari,
tambak empang parit, hutan tambak atau silvofishery yang semuanya bertujuan
menekan laju degradasi hutan mangrove. Silvofishery adalah suatu bentuk usaha
terpadu antara hutan mangrove dan perikanan budidaya. Pendekatan terpadu terhadap
konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove memberikan kesempatan
untuk mempertahankan kondisi kawasan hutan tetap baik, disamping itu budidaya
perairan payau dapat menghasilkan keuntungan ekonomi. Faktor penting lainnya
adalah teknologi ini menawarkan alternatif yang praktis untuk tambak tetap
berkelanjutan (sustainable).
Adapun bentuk silvofishery menurut Perum Perhutani Unit III Jawa Barat &
Banten (2009) adalah penanaman tumpangsari dengan sistem banjar harian tetapi
dikombinasikan dengan kegiatan pertambakan. Penanaman selain pada jalur tanam
juga dapat dilakukan di pelataran tambak dengan jarak tanam yang disesuaikan
dengan kondisi lapangan. Pada umumnya jarak tanam yang digunakan adalah 5 x 5
m dengan jumlah bibit per hektar 320 batang. Menurut Puspita dkk (2005) dalam
Buku Lahan Buatan di Indonesia, bentuk tambak silvofishery terdapat 5 macam pola
yaitu tipe empang parit tradisonal, tipe komplangan, tipe empang parit terbuka, tipe
kao-kao serta tipe tasik rejo seperti pada Gambar 2.
17
Keterangan :
A. Saluran air X. Pelataran tambak
B. Tanggul/pematang tambak
C. Pintu air
D. Empang
Gambar 2 . Tipe atau model tambak pada sistem silvofishery menurut Buku
Lahan Basah Buatan di Indonesia.
2.2.2 Wanatani (Agroforestry).
Dalam bahasa Indonesia Agroforestry lebih dikenal dengan Wanatani. Dalam
pengertian sederhana agroforestry adalah membudidayakan pepohonan pada lahan
pertanian. Sedangkan arti luas nya wanatani atau agroforestry adalah suatu system
pengelolaan dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil secara
keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman (termasuk tanaman pohon-
pohonan) dan tanaman hutan dan hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit
lahan yang sama, serta menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan
kebudayaan penduduk setempat, (King dan Chandler, 1978 dalam King,1979).
Bentuk dan jenis-janis wanatani ada beberapa model wanatani atau
agroforestry yang dapat dikembangkan, antara lain sistem :
18
a. Agrisilvopastur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan
pertimbangan masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan
kehutanan.
b. Sylvopastoral, yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk
menghasilkan kayu dan memelihara ternak.
c. Agrosylvo-pastoral, yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk
memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan, dan sekaligus
untuk memelihara hewan ternak.
d. Multipurpose forest, yaitu sistem pengelolaan dan penanaman berbagai jenis
tanaman kayu, yang tidak hanya untuk hasil kayunya, akan tetapi juga daun-
daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan
manusia, ataupun pakan ternak.
2.3 Partisipasi.
Partisipasi memiliki konotasi yang berbeda-beda untuk berbagai orang,
sebagaimana terumus dalam pokok-pokok berikut (Kanisius,1999).
1. Sikap kerja sama petani dalam pelaksanaan programa penyuluhan dengan cara
menghadiri rapat-rapat penyuluhan, mendemonstrasikan metode baru untuk
usaha tani mereka, mengajukan pertanyaan pada agen penyuluhan.
2. Pengorganisasian kegiatan-kegiatan penyuluhan oleh kelompok-kelompok
petani, seperti pertemuam-pertemuan tempat agen penyuluhan memberikan
ceramah, mengelolah kursus-kursus demonstrasi, menerbitkan surat kabar tani
yang ditulis oleh agen penyuluhan dan peneliti untuk petani.
3. Menyediakan informasi yang diperlukan untuk merencanakan programa
penyuluhan yang efektif.
4. Petani atau para wakilnya berpartisipasi dalam organisasi jasa penyuluhan
dalam pengambilan keputusan mengenai tujuan, kelompok sasaran, pesan-
pesan dan metode, dan dalam evaluasi kegiatan.
5. Petani atau organisasinya membayar seluruh biaya yang dibutuhkan jasa
penyuluhan.
19
6. Supervisi agen penyuluhan oleh anggota dewan organisasi petani yang
mempekerjakannya.
Pada dasarnya partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau
pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang
mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha
mencapai tujuan. Keterlibatan aktif dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti
keterlibatan jasmaniah semata. Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan mental,
pikiran, dan emosi atau perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang
mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha
mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.
Menurut Davis (2005), ada tiga unsur penting partisipasi :
1. Bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu
keterlibatan mental dan perasaan, tidak hanya semata-mata keterlibatan
secara jasmaniah.
2. Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan
kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk
membantu kelompok.
3. Unsur tanggung jawab. Unsur tersebut merupakan segi yang menonjol dari
rasa menjadi anggota kelompok tani.
Davis (2005), juga mengemukakan jenis-jenis partisipasi, yaitu sebagai berikut:
1. Pikiran (Psychological Participation)
2. Tenaga (Physical Partisipation)
3. Pikiran dan tenaga
4. Keahlian
5. Barang
2.3.1 Pentingnya Partisipasi.
Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan,
sehingga hampir semua negara mengakui adanya kebutuhan akan partisipasi dalam
semua proses pembangunan. Hal ini terlihat dengan munculnya konsep pembangunan
20
dari bawah yang melibatkan peran serta masyarakat (bottom up) untuk mengimbangi
modus konsep pembangunan dari atas (top down) (Zulkarnain dan Dodo, 1989).
Pentingnya partisipasi dari seluruh masyarakat dapat dilihat : pertama,
partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhan masyatakat setempat, yang tanpa kehadirannya program
pembangunan serta proyek-proyeknya akan gagal; kedua ,bahwa masyarakat akan
lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam
proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk
beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut;
ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat mereka sendiri (Zulkarnaen dan Dodo,1989). Atmanto
(1995), mengemukakan unsur penting dari partisipasi adalah:
1. Komunitas yang menumbuhkan pengertian yang efektif.
2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian
yang menumbuhkan kesadaran.
3. Kesadaran yang didasarkan atas perhitungan dan pertimbangan.
4. Spontanitas yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk
hati sendiri tanpa dipaksa orang lain dan.
5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.
2.3.2. Tahapan Partisipasi Dalam Prakteknya.
Masyarakat secara aktif terlibat dalam setiap tahapan partisipasi mulai dari
perencanaan hingga pelaksanaan. Masyarakat menjadi subjek bukan lagi objek dalan
pembangunan, dimana peran aktif masyarakat dalam menyelesaikan masalah sangat
penting. Ada empat tahapan partisipasi (asnawati, 2004), yaitu:
1) Tahap perencanaan, keterlibatan masyarakat dalam bentuk tahapan
perencanaan dapat berupa kehadiran, menyampaikan pendapat, dan
pengambilan keputusan yang diwujudkan dengan keikutsertaan pada rapat-
rapat berkaitan dengan rencana kegiatan yang akan dilakukan.
21
2) Tahap pelaksanaan, meliputi: penyediaan dana, pengadaan sarana,
pengorbanan tenaga serta waktu mulai dari tahap perencanaan dilakukan,
sumbangan pemikiran, tindakan langsung sebagai anggota proyek.
3) Tahap monitoring dan evaluasi, tahap monitoring meliputi pengawasan
setiap kegiatan. Evaluasi dilakukan sebagai umpan balik dari masyarakat
dalam memberi masukan demi perbaikan program selanjutnya.
4) Tahap menikmati hasil, masyarakat dapat mengambil manfaat dari hasil
kegiatan yang dilakukan. Dalam hal ini masyarakat sebagai subjek
pembangunan, maka semakin besar manfaat yang dirasakan dan proyek
tersebut berhasil mengenai sasaran.
Makmur (2005), membagi partisipasi ke dalam 4 tahapan, yaitu :
a) Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan
rapat-rapat. Tahap pengambilan yang dimaksud adalah perencanaan suatu
kegiatan.
b) Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam
pembangunan, karena tahapan ini adalah pelaksanaannya. Tahapan ini
digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentik sumbangan
pemikiran, bentuk sumbangan meteri, tindakan sebagai anggota.
c) Tahap evaluasi, dianggap penting karena partisipasi masyarakat pada
tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat member masukan
demi perbaikan program pembangunan.
d) Tahap menikmati hasil, yang menjadi indicator keberhasilan partisipasi
masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.
2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh beberapa factor
yang akan mempengaruhi besar kecilnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam
masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
22
1. Umur
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah
ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih
mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari
kelompok usia lainnya.
2. Jenis Kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan
bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam
banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah
tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser
dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3. Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan
dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu
sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan Penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan
menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan
yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan
perekonomian.
5. Lamanya Tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang.
Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap
lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap
kegiatan lingkungan tersebut.
23
B. Penelitian Terdahulu.
No Nama
Dan
Tahun
Penelitian
Judul Tujuan Metode /
Analisis
Hasil
1. Sapto
Husodo
(2006)
Partisipasi Petani
Dalam Kegiatan
DAFEP Di
Kabupaten
Bantul.
Mengetahui faktor-
faktor apa saja yang
mempengaruhi
Partisipasi dalam
program DAFEP.
Analisis
deskriptif
dan
eksplanatif
Metode
regresi
berganda.
Partisipasi petani selama
pelaksanaan program
Dafep relatif tinggi
yaitu 97%, ini
menggambarkan bahwa
program dafep
telahberhasil
mendorong partisipasi
petani untuk terlibat
dalam program Dafep.
2. Adi
Winata
(2010)
Tingkat
Partisipasi Hutan
Dalam Program
Pengelolaan
Hutan Bersama
Mayarakat
(PHBM)
Perhutani.
Mengidentifikasi
karakteristik petani
hutan dan tingkat
partisipasinya dalam
program PHBM.
Analisis
Deskriptif.
Secara umum tingkat
partisipasi petani hutan
dalam perencanaan
program masih rendah,
sementara dalam
pelaksanaan program
termasuk kategori
sedang, dan dalam
evaluasi program masih
rendah. Sebagian besar
petani hutan (98%)
menghadiri rapat
perencanaan PHBM.
Semua petani hutan
hadir dalam rapat
pelaksanaan dan
memberikan sumbangan
pemikiran, dan 70%
petani hutan menghadiri
rapat evaluasi PHBM.
3. Bramasto
Nugroho
(2007)
Partsipasi
Kelompok
Masyarakat
Menjelaskan
bagaimana peran
partisipasi
masyarakat,
heterogenitas serta
Analisis
Stakeholder
.
Partisipasi masyarakat
dalam kegiatan
perencanaan,
pelaksanaan, penerimaan
24
C. Kerangka Konsep
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya
kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
Dalam
Pengelolaan
Kawasan Hutan
Lindung Kota
AmboN Provinsi
Maluku Utara.
karakteristik
individu dan
organisasi itu
terhadap efektivitas
pencapaian
partisipasi
masyarakat dalam
pengelolaan
kawasan tersebut
sehingga
pentingnya
penelitian ini
dilakukan.
Analisis
Distribusi
Frekuensi
Metode Chi
Square.
manfaat serta evaluasi
dan monitoring terhadap
kawasan HLGN masih
tergolong rendah.
4. Ridwan
Tambunan
(2005)
Partisipasi
Masyarakat
Dalam
Pengelolaan
Hutan Mangrove
Di Kecamatan
Lima Kabupaten
Asahan.
Bagaimanakah
bentuk aspirasi
masyarakat setempat
dalam mengelola
dan melestarikan
hutan mangrove di
Kabupaten Asahan
berkaitan dengan
kebijakan –
kebijakan yang telah
dilaksanakan oleh
pemerintah
Kabupaten Asahan
untuk mengelola
hutan mangrove.
.Analisis
Desktiptif
Dengan Diakibatkan oleh
kurangnya pengetahuan
para pengambil
keputusan akan
pentingnya hutan
mangrove, khusus nya
para pengambil kebijakan
yang ada pada pemirintah
kabupaten/kota
mengatakan hanya
bersifat insidentil dan
didukung oleh dana yang
yang sangat terbatas dan
tidak dapat menjamin
terjaganya hutan
mangrove pada daerah
pantai.
25
lingkungannya dan di antara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,
terpengaruh pasang surut air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang
khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).
Dilaksanakan penelitian mengenai partisipasi petani terhadap pengelolaan
tambak wanamina dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : (1) untuk mengetahui
partisipasi petani terhadap penanaman dan pemeliharaan mangrove pada tambak, dan
(2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam berpartisipasi .
Partisipasi masyarakat dalam prakteknya terdiri dari empat bentuk tahapan
(Pamudji, 1997 dalam Asnawati, 2004; Cohen dan Uphoff, 1977 dalam Makmur,
2005), yaitu : (1) tahap perencanaan: (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap
monitoring/evaluasi; (4) tahap menikmati hasil. Masing-masing bentuk tahapan
tersebut dirinci lagi indikatornya agar dapat diukur dan pada akhirnya dapat menilai
apakah partisipasi petani dalam pengelolaan tambak wanamina adalah rendah atau
tinggi.
26
Gambar 2. Kerangka Konsep.
Usaha Perikanan
Tambak Wanamina
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1. Umur.
2. Pendidikan.
3. Jenis kelamin.
4. Pekerjaan dan penghasilan.
5. Lamanya tinggal.
Keberhasilan Tambak Wanamina.
 Menghasilkan Dari Segi Ekonomi.
 Perbaikan Lingkungan dan Konseravi
(Pelestarian) Mangrove.
Partisipasi petani dalam pengelolaan tambak
wanamina :
1. Partisipasi dalam perencanaan.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan.
3. Pertisipasi dalam evaluasi/monitoring.
4. Partisipasi dalam hasil.

More Related Content

What's hot

Laporan kunjungan lapangan lahan rawa lebak dan pasang surut
Laporan kunjungan lapangan lahan rawa lebak dan pasang surutLaporan kunjungan lapangan lahan rawa lebak dan pasang surut
Laporan kunjungan lapangan lahan rawa lebak dan pasang surut
Posma Andri Octavia Siagian
 
Modifikasi iklim mikro dengan wanamina
Modifikasi iklim mikro  dengan wanaminaModifikasi iklim mikro  dengan wanamina
Modifikasi iklim mikro dengan wanamina
Arok Pramudhita
 
Rawa dan daerah aliran sungai (das)
Rawa dan daerah aliran sungai (das)Rawa dan daerah aliran sungai (das)
Rawa dan daerah aliran sungai (das)
Christine Fitria
 
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di MakassarPemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
BBAP takalar
 
Prospek budidaya ikan bandeng kabupaten sidoarjo solusi bagi
Prospek budidaya ikan bandeng kabupaten sidoarjo solusi bagiProspek budidaya ikan bandeng kabupaten sidoarjo solusi bagi
Prospek budidaya ikan bandeng kabupaten sidoarjo solusi bagi
Muhammad Rizky
 

What's hot (18)

Laporan kunjungan lapangan lahan rawa lebak dan pasang surut
Laporan kunjungan lapangan lahan rawa lebak dan pasang surutLaporan kunjungan lapangan lahan rawa lebak dan pasang surut
Laporan kunjungan lapangan lahan rawa lebak dan pasang surut
 
Lahan rawa
Lahan rawaLahan rawa
Lahan rawa
 
Modifikasi iklim mikro dengan wanamina
Modifikasi iklim mikro  dengan wanaminaModifikasi iklim mikro  dengan wanamina
Modifikasi iklim mikro dengan wanamina
 
Rekayasa rawa
Rekayasa rawa Rekayasa rawa
Rekayasa rawa
 
Tambak windu
Tambak winduTambak windu
Tambak windu
 
Rawa
RawaRawa
Rawa
 
Lahan rawa
Lahan rawaLahan rawa
Lahan rawa
 
Rawa dan daerah aliran sungai (das)
Rawa dan daerah aliran sungai (das)Rawa dan daerah aliran sungai (das)
Rawa dan daerah aliran sungai (das)
 
Hutan rawa gambut
Hutan rawa gambutHutan rawa gambut
Hutan rawa gambut
 
Konservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan airKonservasi tanah dan air
Konservasi tanah dan air
 
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di MakassarPemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
 
Surjan 01
Surjan 01Surjan 01
Surjan 01
 
Reklamasi lahan rawa
Reklamasi lahan rawaReklamasi lahan rawa
Reklamasi lahan rawa
 
Pengelolaan lahan pasang surut
Pengelolaan lahan pasang surutPengelolaan lahan pasang surut
Pengelolaan lahan pasang surut
 
Pemanfaatan Lahan Gabut Menjadi Perkebunan
Pemanfaatan Lahan Gabut Menjadi PerkebunanPemanfaatan Lahan Gabut Menjadi Perkebunan
Pemanfaatan Lahan Gabut Menjadi Perkebunan
 
Pembenihan ikan bandeng
Pembenihan ikan bandengPembenihan ikan bandeng
Pembenihan ikan bandeng
 
Prospek budidaya ikan bandeng kabupaten sidoarjo solusi bagi
Prospek budidaya ikan bandeng kabupaten sidoarjo solusi bagiProspek budidaya ikan bandeng kabupaten sidoarjo solusi bagi
Prospek budidaya ikan bandeng kabupaten sidoarjo solusi bagi
 
Bandeng
BandengBandeng
Bandeng
 

Similar to partisipasi petani Bab 2

tugas aplikaasi komputer
tugas aplikaasi komputertugas aplikaasi komputer
tugas aplikaasi komputer
riangelyana
 
Kerusakan ligkungan nasional
Kerusakan ligkungan nasionalKerusakan ligkungan nasional
Kerusakan ligkungan nasional
IrmaNurAfni
 
Power Point Waduk
Power Point WadukPower Point Waduk
Power Point Waduk
rantikaput
 

Similar to partisipasi petani Bab 2 (20)

Tambak kepiring bakau
Tambak kepiring bakauTambak kepiring bakau
Tambak kepiring bakau
 
Apkommo
ApkommoApkommo
Apkommo
 
Lahan rawa fix
Lahan rawa fixLahan rawa fix
Lahan rawa fix
 
topik 2 sistem ternakan.pptx
topik 2 sistem ternakan.pptxtopik 2 sistem ternakan.pptx
topik 2 sistem ternakan.pptx
 
klasifikasi kolam (Akuakultur Enjinering)_1.pptx
klasifikasi kolam (Akuakultur Enjinering)_1.pptxklasifikasi kolam (Akuakultur Enjinering)_1.pptx
klasifikasi kolam (Akuakultur Enjinering)_1.pptx
 
Aquatic biodiversity present 2
Aquatic biodiversity present 2Aquatic biodiversity present 2
Aquatic biodiversity present 2
 
KARYA TULIS ILMIAH -5.docx
KARYA TULIS ILMIAH -5.docxKARYA TULIS ILMIAH -5.docx
KARYA TULIS ILMIAH -5.docx
 
tugas aplikaasi komputer
tugas aplikaasi komputertugas aplikaasi komputer
tugas aplikaasi komputer
 
Kerusakan ligkungan nasional
Kerusakan ligkungan nasionalKerusakan ligkungan nasional
Kerusakan ligkungan nasional
 
Sumber Daya Laut dan Pantai
Sumber Daya Laut dan PantaiSumber Daya Laut dan Pantai
Sumber Daya Laut dan Pantai
 
Materi Estuari
Materi EstuariMateri Estuari
Materi Estuari
 
Pendahuluan
PendahuluanPendahuluan
Pendahuluan
 
Sistem teknologi bdp
Sistem teknologi bdpSistem teknologi bdp
Sistem teknologi bdp
 
Apa sih lahan gambut itu.pdf
Apa sih lahan gambut itu.pdfApa sih lahan gambut itu.pdf
Apa sih lahan gambut itu.pdf
 
JENIS-JENIS LAHAN BASAH DI LINGKUNGAN PESISIR.pptx
JENIS-JENIS LAHAN BASAH DI LINGKUNGAN PESISIR.pptxJENIS-JENIS LAHAN BASAH DI LINGKUNGAN PESISIR.pptx
JENIS-JENIS LAHAN BASAH DI LINGKUNGAN PESISIR.pptx
 
Group 1 l ahan sawah
Group 1 l ahan sawahGroup 1 l ahan sawah
Group 1 l ahan sawah
 
Ekosistem perairan
Ekosistem perairanEkosistem perairan
Ekosistem perairan
 
Pekalongan Mangrove Park
Pekalongan Mangrove ParkPekalongan Mangrove Park
Pekalongan Mangrove Park
 
Pengantar limnologi
Pengantar limnologiPengantar limnologi
Pengantar limnologi
 
Power Point Waduk
Power Point WadukPower Point Waduk
Power Point Waduk
 

Recently uploaded

Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
NurindahSetyawati1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
AtiAnggiSupriyati
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
saptari3
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 

Recently uploaded (20)

Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
algoritma dan pemrograman komputer, tugas kelas 10
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.pptStoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
Stoikiometri kelas 10 kurikulum Merdeka.ppt
 

partisipasi petani Bab 2

  • 1. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 2.1 Pengertian Petani Tambak Petani tambak adalah petani ikan/udang, dimana orang tersebut memperoleh mata pencaharian pokok dengan melakukan kegiatan di bidang budidaya ikan di tambak, yang dibedakan atas : 1. Pemilik tambak, adalah mereka yang menguasai sejumlah tertentu tambak yang dikerjakan oleh orang lain dengan system bagi hasil. 2. Pemilik yang juga sebagai penggarap tambak, adalah mereka yang tergolong sebagai petani penggarap dimana mereka memiliki sejumlah tambak yang dikerjakan sendiri dan disamping itu mengerjakan empang orang lain dengan sistem bagi hasil. 3. Penggarap tambak, adalah petani yang menggarap empang orang lain tetapi tidak memiliki empang sendiri dan memperoleh pendapatan dari hasil empang yang mereka kerjakan setelah dikeluarka ongkos-ongkos dalam satu musim panen. 4. Sawi/buruh tambak, adalah mereka yang tidak sama sekali memiliki tambak, mereka semata-mata bekerja untuk menerima upah. 2.1.2 Tambak. Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai, yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur). Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang. Penyebutan “tambak” biasanya dihubungkan dengan air payau atau air laut. Kolam yang berisi air tawar biasanya disebut kolam saja atau empang.
  • 2. 8 a. Pengertian Tambak. Tambak merupakan kolam yang di bangun pada daerah pasang surut yang di pergunakan sebagai tempat pembudidayaan ikan, udang dan hewan lainnya yang hidup di air. Tambak adalah genangan air dari campuran air laut dan air sungai yang di batasi oleh pematang – pematang dan dapat di atur dari pintu air yang di gunakan untuk pembudidayaan ikan, udang dan binatang lainnya. Keberhasilan budidaya tambak sangat di pengaruhi oleh ketersediaannya lahan pertambakan yang memiliki persyaratan baik fisik, kimia, biologi serta factor-faktor sosial masyarakat di sekitar tambak. b. Klasifikasi Tambak Di tinjau dari segi letak tambak tehadap laut dan muara sungai yang memberi air, Dikenal ada 3 golongan tambak yaitu: 1. Tambak Lanyah, letaknya dekat sekali dengan laut, ditepi pantai. Di daerah yang datar sekali pantainya dan sangat besar perbedaan tinggi permukaan air laut pasang tertinggi dan air surut terendah, maka air lautnya dapat menggenangi tambak daerah itu sampai sejauh 1,5 kilometer kearah pedalaman, tanpa mengurang salinitas yang menyolok, sehingga tambak lanyah demikian praktis berisi air laut yang berkadar garam setinggi 30%. Dibandingkan dengan tambak biasa (yang terletak lebih jauh kearah pedalaman), air tambak lanyah cenderung untuk senantiasa lebih tinggi kadar garamnya, karena pada dasarnya air yang masuk dari laut memang masi tinggi, kemudian mengalami penguapan sehari-hari sesudah ditahan dalam petakan tambak, sampai kadar garam dalam air itu makin naik. Keadaan baru tertolong, jika pada waktu air pasang laut, pengusaha tambak itu sempat mengalirkan air baru kedalam petakan atau pada saat ada hujan turun. Tambak lanyah ini sangat cocok digunakan dalam usaha pertambakan ikan bandeng dan mempermudah dalam peningkatan produksinya. Karena, tambak lanyah habitatnya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh ikan bandeng karena ikan bandeng hidup di perairan payau. Pengaruh atau resiko dari tambak ini adalah apabila terjadi
  • 3. 9 pasang surut air laut menyebabkan kerusakan pada tambak dikarenakan abrasi laut dan tambak lanyah ini jauh dari pemukiman sehingga menambah biaya (cost) 2. Tambak Biasa, yang terletak di belakang tambak lanyah, dan selalu terisi oleh campuran air asin dari laut dan air tawar dari sungai. Airnya dapat asin selama tambak itu diisi dengan air pasang (laut) yang tinggi, dan dapat tawar jika diisi dengan air sungai yang leluasa mengalir ke arah pantai, pada waktu lautnya sedang surut. Setelah kedua Jenis air itu ditahan dalam petakan tambak (pintu air ditutup rapat setelah petakan penuh air). Maka terciptalah air payau yang kadar garamnya mencapai sekitar 15%.Tambak biasa ini membutuhkan pengetahuan tentang jenis ikan apa yang harus di budidayakan. Karena, ikan tidak bisa hidup pada perubahan lingkungan antara air payau dengan air tawar. Hasil budidaya ikan bandeng pada jenis tambak biasa agak kurang bagus karena pada daging ikan mengalami bau lumpur menyebabkan hasil produksi yang kurang bagus. 3. Tambak darat, yang terletak jauh sekali dari pantai laut. Pasokan air hanya dapat dipertahankan hanya selama musim hujan saja. Tambak darat kebanyakan di pergunakan di daerah-daeraah pegunungan karena tambak ini mengharapkan air dari hujan dan aliran air dari gunung-gunung dan biasanya tambak ini digunakan untung memelihara ikan air tawar aja dan perlu penanganan yang khusus. c. Bentuk dan Tata Letak Tambak Menurut Zakaria (2011) Konstruksi tambak untuk pemeliharaan ikan bandeng dan udang widu biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan perbandingan lebar : panjang, 1 : 2 atau 1 : 3 dan setiap unit tambak terdiri dari 3 jenis petakan yaitu petak peneneran, petak buyaran (penggelondongan) dan petak pembesaran selain itu diperlukan pula petak pembagi air, saluran keliling (caren) dan plataran. Luas dari petak pembesaran sebaiknya berkisar
  • 4. 10 antara 1 – 3 Ha, sedangkan luas dari petak peneneran dan petak buyarannya bisa diperhitungkan berdasarkan perbandingan. Petak peneneran:petak buyaran : petak pembesaran = 1 : 9 : 90. Jadi untuk setiap Ha pembesaran diperlukan 0,01 Ha petak peneneran dan 0,1 Ha petak buyaran. Setiap petakan dalam satu unit, mempunyai pintu air sendiri-sendiri agar pengaturan dan pengelolaan air menjadi mudah baik pada waktu pengisian maupun pada waktu pengeringannya. Tinggi air pada jenis petakan berlainan, yaitu antara 20 – 30 cm untuk petak peneneran, 30 – 40 cm untuk petak buyaran dan 50 – 60 cm untuk petak pembesaran. Sedangkan di petak / saluran pembagi air lebih dalam lagi. Di sepanjang pinggiran petakan dibuat saluran keliling yang disebut Caren yang lebarnya berkisar antara 4 – 6 cm dan dalamnya 40 – 60 cm, berfungsi sebagai tempat berlindung ikan dari panas terik matahari, gangguan hama serta untuk memudahkan penangkapan ikan pada waktu panen. Dasar pelataran tambak dibuat melandai ke atas pintu air dan semaksimal mungkin dibuat rata sebagai tempat tumbuhnya makanan alami terutama klekap. Luas pelataran sekitar 90 % dari luas seluruh areal tanah yang ada. d. Sistem Tambak Menurut Reza (2011), teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya, yaitu tambak ekstensif (tradisional), semi intensif, dan intensif. 1. Tambak Ekstensif atau Tradisional. a. Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan. b. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur. c. Luasnya antara 3-10 ha per petak. d. Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50
  • 5. 11 cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja. e. Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan. f. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan tipe taman. g. Pada tambak ini tidak ada pemupukan. 2. Tambak Semi Intensif a. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha/petakan. b. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. c. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu panen. d. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran. e. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm. f. Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran. 3. Tambak Intensif a. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih mudah. b. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih tanah. c. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.
  • 6. 12 d. Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak pencampur sebelum masuk dalam tambak. e. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang mati di sudut petak. f. Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air. g. Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan pompa. 2.2 Hutan Mangrove. Hutan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugis) dan grove (Inggris). Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, dan vloedbosschen. Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan yang tumbuh di daerah batas pasang-surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara sungai. Tumbuhan tersebut tergenang di saat kondisi air pasang dan bebas dari genangan di saat kondisi air surut. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi mayoritas pesisir pantai di daerah tropis dan sub tropis yang didominasi oleh tumbuhan mangrove pada daerah pasang surut pantai berlumpur khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik (Departemen Kehutanan, 2007). Sumber makanan utama bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan organik (detritus) yang dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove (seperti daun, ranting dan bunga). Hutan mangrove sangat berbeda dengan tumbuhan lain di hutan pedalaman tropis dan subtropis, ia dapat dikatakan merupakan suatu hutan di pinggir laut dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa. Akarnya, yang selalu tergenang oleh air, dapat bertoleransi terhadap kondisi alam yang ekstrem seperti tingginya salinitas dan garam. Hal ini membuatnya sangat unik dan menjadi suatu habitat atau ekosistem yang tidak ada duanya. Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut sebagai hutan bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan mangrove (Rahmawati, 2006).
  • 7. 13 Istilah „mangrove‟ digunakan sebagai pengganti istilah hutan bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon mangrove Rhizophora spp, karena bukan hanya pohon mangrove yang tumbuh di sana, selain mangrove, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya. Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung (Nybakken, 1982). Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Nybakken, 1982). Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala. Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas (Nybakken,1982). 2.2.1 Fungsi Dan Manfaat Magrove Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh luas ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi .
  • 8. 14 Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan , baik yang hidup diperairan , diatas lahan maupun ditajuk-tajuk pohon mangrove serta manusia yang bergantung pada hutan mangrove. (Naamin, 1991 dalam Paryono, 2006) Mangrove mempunyai berbagai fungsi di antaranya: (Anwar,1996 dalam Susie Apriani,2007) a. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. b. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. c. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat- obatan. Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan penting bagi kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari tanaman mangrove yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya kepiting sesarmid, kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, berbagai jenis juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Karena keberadaan mangrove sangat penting maka pemanfaatan mangrove untuk budi daya perikanan harus rasional. Hutan mangrove sebagian besar di manfaatkan dalam bidang perikanan khususnya pertambakan, baik berupa tumpangsari (silvofishery) maupun tambak terbuka. Berubahnya fungsi hutan mangrove menjadi tambak tumpangsari, maka berubah pula manfaat yang dirasakan oleh petani tambak. ( handayani,2004 dalam Susie Apriani,2007).
  • 9. 15 2.2.1 Wanamina (silvofishery). Pengertian dan definisi dari Silvofishery atau Wanamina adalah suatu pola agroforestri yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di kawasan hutan mangrove. Petani dapat memelihara ikan dan udang atau jenis komersial lainnya untuk menambah penghasilan, di samping itu ada kewajiban untuk memelihara hutan Mangrove. Jadi prinsip silvofishery adalah perlindungan tanaman mangrove dengan memberikan hasil dari sektor perikanan. Sistem ini mampu menambah pendapatan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan mangrove. Silvofishery yang telah dikembangkan selama ini menggunakan jenis Rhyzophora sp (Bengen, 1998). Secara umum terdapat tiga model tambak wanamina, yaitu; model empang parit, komplangan, dan jalur. Selain itu terdapat pula tambak sistem tanggul yang berkembang di masyarakat. Pada tambak wanamina model empang parit, lahan untuk hutan mangrove dan empang masih menjadi satu hamparan yang diatur oleh satu pintu air. Pada tambak wanamina model komplangan, lahan untuk hutan mangrove dan empang terpisah dalam dua hamparan yang diatur oleh saluran air dengan dua pintu yang terpisah untuk hutan mangrove dan empang (Bengen, 2003). Tambak wanamina model jalur merupakan hasil modifikasi dari tambak wanamina model empang parit. Pada tambak wanamina model ini terjadi penambahan saluran-saluran di bagian tengah yang berfungsi sebagai empang. Sedangkan tambak model tanggul, hutan mangrove hanya terdapat di sekeliling tanggul. Berdasarkan 3 pola wanamina dan pola yang berkembang di masyarakat, direkomendasikan pola wanamina kombinasi empang parit dan tanggul. Pemilihan pola ini didasarkan atas pertimbangan: 1. Penanaman mangrove di tanggul bertujuan untuk memperkuat tanggul dari longsor, sehingga biaya perbaikan tanggul dapat ditekan dan untuk produksi serasah. 2. Penanaman mangrove di tengah bertujuan untuk menjaga keseimbangan perubahan kualitas air dan meningkatkan kesuburan di areal pertambakan.
  • 10. 16 Prinsip dasar silvofishery adalah perlindungan tanaman hutan bakau dengan memberikan hasil lain dari segi perikanan. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mangrove bermata pencaharian sebagai pencari ikan. Jadi dengan adanya pengembangan pola sistem silvofishery, disamping sesuai dari segi ekologis, juga selaras dengan pola hidup masyarakat sekitarnya. Sejak tahun 1976 Perum Perhutani selaku pengelola kawasan hutan telah mengembangkan program yang mengintegrasikan kegiatan budidaya ikan dan pengelolaan hutan mangrove yang dikenal dengan istilah tambak tumpang sari, tambak empang parit, hutan tambak atau silvofishery yang semuanya bertujuan menekan laju degradasi hutan mangrove. Silvofishery adalah suatu bentuk usaha terpadu antara hutan mangrove dan perikanan budidaya. Pendekatan terpadu terhadap konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove memberikan kesempatan untuk mempertahankan kondisi kawasan hutan tetap baik, disamping itu budidaya perairan payau dapat menghasilkan keuntungan ekonomi. Faktor penting lainnya adalah teknologi ini menawarkan alternatif yang praktis untuk tambak tetap berkelanjutan (sustainable). Adapun bentuk silvofishery menurut Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten (2009) adalah penanaman tumpangsari dengan sistem banjar harian tetapi dikombinasikan dengan kegiatan pertambakan. Penanaman selain pada jalur tanam juga dapat dilakukan di pelataran tambak dengan jarak tanam yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Pada umumnya jarak tanam yang digunakan adalah 5 x 5 m dengan jumlah bibit per hektar 320 batang. Menurut Puspita dkk (2005) dalam Buku Lahan Buatan di Indonesia, bentuk tambak silvofishery terdapat 5 macam pola yaitu tipe empang parit tradisonal, tipe komplangan, tipe empang parit terbuka, tipe kao-kao serta tipe tasik rejo seperti pada Gambar 2.
  • 11. 17 Keterangan : A. Saluran air X. Pelataran tambak B. Tanggul/pematang tambak C. Pintu air D. Empang Gambar 2 . Tipe atau model tambak pada sistem silvofishery menurut Buku Lahan Basah Buatan di Indonesia. 2.2.2 Wanatani (Agroforestry). Dalam bahasa Indonesia Agroforestry lebih dikenal dengan Wanatani. Dalam pengertian sederhana agroforestry adalah membudidayakan pepohonan pada lahan pertanian. Sedangkan arti luas nya wanatani atau agroforestry adalah suatu system pengelolaan dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman (termasuk tanaman pohon- pohonan) dan tanaman hutan dan hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama, serta menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat, (King dan Chandler, 1978 dalam King,1979). Bentuk dan jenis-janis wanatani ada beberapa model wanatani atau agroforestry yang dapat dikembangkan, antara lain sistem :
  • 12. 18 a. Agrisilvopastur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan pertimbangan masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan kehutanan. b. Sylvopastoral, yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk menghasilkan kayu dan memelihara ternak. c. Agrosylvo-pastoral, yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan, dan sekaligus untuk memelihara hewan ternak. d. Multipurpose forest, yaitu sistem pengelolaan dan penanaman berbagai jenis tanaman kayu, yang tidak hanya untuk hasil kayunya, akan tetapi juga daun- daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia, ataupun pakan ternak. 2.3 Partisipasi. Partisipasi memiliki konotasi yang berbeda-beda untuk berbagai orang, sebagaimana terumus dalam pokok-pokok berikut (Kanisius,1999). 1. Sikap kerja sama petani dalam pelaksanaan programa penyuluhan dengan cara menghadiri rapat-rapat penyuluhan, mendemonstrasikan metode baru untuk usaha tani mereka, mengajukan pertanyaan pada agen penyuluhan. 2. Pengorganisasian kegiatan-kegiatan penyuluhan oleh kelompok-kelompok petani, seperti pertemuam-pertemuan tempat agen penyuluhan memberikan ceramah, mengelolah kursus-kursus demonstrasi, menerbitkan surat kabar tani yang ditulis oleh agen penyuluhan dan peneliti untuk petani. 3. Menyediakan informasi yang diperlukan untuk merencanakan programa penyuluhan yang efektif. 4. Petani atau para wakilnya berpartisipasi dalam organisasi jasa penyuluhan dalam pengambilan keputusan mengenai tujuan, kelompok sasaran, pesan- pesan dan metode, dan dalam evaluasi kegiatan. 5. Petani atau organisasinya membayar seluruh biaya yang dibutuhkan jasa penyuluhan.
  • 13. 19 6. Supervisi agen penyuluhan oleh anggota dewan organisasi petani yang mempekerjakannya. Pada dasarnya partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan. Keterlibatan aktif dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti keterlibatan jasmaniah semata. Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan mental, pikiran, dan emosi atau perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. Menurut Davis (2005), ada tiga unsur penting partisipasi : 1. Bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, tidak hanya semata-mata keterlibatan secara jasmaniah. 2. Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok. 3. Unsur tanggung jawab. Unsur tersebut merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota kelompok tani. Davis (2005), juga mengemukakan jenis-jenis partisipasi, yaitu sebagai berikut: 1. Pikiran (Psychological Participation) 2. Tenaga (Physical Partisipation) 3. Pikiran dan tenaga 4. Keahlian 5. Barang 2.3.1 Pentingnya Partisipasi. Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan, sehingga hampir semua negara mengakui adanya kebutuhan akan partisipasi dalam semua proses pembangunan. Hal ini terlihat dengan munculnya konsep pembangunan
  • 14. 20 dari bawah yang melibatkan peran serta masyarakat (bottom up) untuk mengimbangi modus konsep pembangunan dari atas (top down) (Zulkarnain dan Dodo, 1989). Pentingnya partisipasi dari seluruh masyarakat dapat dilihat : pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan masyatakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyeknya akan gagal; kedua ,bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri (Zulkarnaen dan Dodo,1989). Atmanto (1995), mengemukakan unsur penting dari partisipasi adalah: 1. Komunitas yang menumbuhkan pengertian yang efektif. 2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian yang menumbuhkan kesadaran. 3. Kesadaran yang didasarkan atas perhitungan dan pertimbangan. 4. Spontanitas yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk hati sendiri tanpa dipaksa orang lain dan. 5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama. 2.3.2. Tahapan Partisipasi Dalam Prakteknya. Masyarakat secara aktif terlibat dalam setiap tahapan partisipasi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Masyarakat menjadi subjek bukan lagi objek dalan pembangunan, dimana peran aktif masyarakat dalam menyelesaikan masalah sangat penting. Ada empat tahapan partisipasi (asnawati, 2004), yaitu: 1) Tahap perencanaan, keterlibatan masyarakat dalam bentuk tahapan perencanaan dapat berupa kehadiran, menyampaikan pendapat, dan pengambilan keputusan yang diwujudkan dengan keikutsertaan pada rapat- rapat berkaitan dengan rencana kegiatan yang akan dilakukan.
  • 15. 21 2) Tahap pelaksanaan, meliputi: penyediaan dana, pengadaan sarana, pengorbanan tenaga serta waktu mulai dari tahap perencanaan dilakukan, sumbangan pemikiran, tindakan langsung sebagai anggota proyek. 3) Tahap monitoring dan evaluasi, tahap monitoring meliputi pengawasan setiap kegiatan. Evaluasi dilakukan sebagai umpan balik dari masyarakat dalam memberi masukan demi perbaikan program selanjutnya. 4) Tahap menikmati hasil, masyarakat dapat mengambil manfaat dari hasil kegiatan yang dilakukan. Dalam hal ini masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat yang dirasakan dan proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Makmur (2005), membagi partisipasi ke dalam 4 tahapan, yaitu : a) Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan rapat-rapat. Tahap pengambilan yang dimaksud adalah perencanaan suatu kegiatan. b) Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, karena tahapan ini adalah pelaksanaannya. Tahapan ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentik sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan meteri, tindakan sebagai anggota. c) Tahap evaluasi, dianggap penting karena partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat member masukan demi perbaikan program pembangunan. d) Tahap menikmati hasil, yang menjadi indicator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. 2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh beberapa factor yang akan mempengaruhi besar kecilnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
  • 16. 22 1. Umur Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya. 2. Jenis Kelamin Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik. 3. Pendidikan Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat. 4. Pekerjaan dan Penghasilan Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian. 5. Lamanya Tinggal Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.
  • 17. 23 B. Penelitian Terdahulu. No Nama Dan Tahun Penelitian Judul Tujuan Metode / Analisis Hasil 1. Sapto Husodo (2006) Partisipasi Petani Dalam Kegiatan DAFEP Di Kabupaten Bantul. Mengetahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi Partisipasi dalam program DAFEP. Analisis deskriptif dan eksplanatif Metode regresi berganda. Partisipasi petani selama pelaksanaan program Dafep relatif tinggi yaitu 97%, ini menggambarkan bahwa program dafep telahberhasil mendorong partisipasi petani untuk terlibat dalam program Dafep. 2. Adi Winata (2010) Tingkat Partisipasi Hutan Dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Mayarakat (PHBM) Perhutani. Mengidentifikasi karakteristik petani hutan dan tingkat partisipasinya dalam program PHBM. Analisis Deskriptif. Secara umum tingkat partisipasi petani hutan dalam perencanaan program masih rendah, sementara dalam pelaksanaan program termasuk kategori sedang, dan dalam evaluasi program masih rendah. Sebagian besar petani hutan (98%) menghadiri rapat perencanaan PHBM. Semua petani hutan hadir dalam rapat pelaksanaan dan memberikan sumbangan pemikiran, dan 70% petani hutan menghadiri rapat evaluasi PHBM. 3. Bramasto Nugroho (2007) Partsipasi Kelompok Masyarakat Menjelaskan bagaimana peran partisipasi masyarakat, heterogenitas serta Analisis Stakeholder . Partisipasi masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penerimaan
  • 18. 24 C. Kerangka Konsep Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan Dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Kota AmboN Provinsi Maluku Utara. karakteristik individu dan organisasi itu terhadap efektivitas pencapaian partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan tersebut sehingga pentingnya penelitian ini dilakukan. Analisis Distribusi Frekuensi Metode Chi Square. manfaat serta evaluasi dan monitoring terhadap kawasan HLGN masih tergolong rendah. 4. Ridwan Tambunan (2005) Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Kecamatan Lima Kabupaten Asahan. Bagaimanakah bentuk aspirasi masyarakat setempat dalam mengelola dan melestarikan hutan mangrove di Kabupaten Asahan berkaitan dengan kebijakan – kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Asahan untuk mengelola hutan mangrove. .Analisis Desktiptif Dengan Diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan para pengambil keputusan akan pentingnya hutan mangrove, khusus nya para pengambil kebijakan yang ada pada pemirintah kabupaten/kota mengatakan hanya bersifat insidentil dan didukung oleh dana yang yang sangat terbatas dan tidak dapat menjamin terjaganya hutan mangrove pada daerah pantai.
  • 19. 25 lingkungannya dan di antara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir, terpengaruh pasang surut air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000). Dilaksanakan penelitian mengenai partisipasi petani terhadap pengelolaan tambak wanamina dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : (1) untuk mengetahui partisipasi petani terhadap penanaman dan pemeliharaan mangrove pada tambak, dan (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam berpartisipasi . Partisipasi masyarakat dalam prakteknya terdiri dari empat bentuk tahapan (Pamudji, 1997 dalam Asnawati, 2004; Cohen dan Uphoff, 1977 dalam Makmur, 2005), yaitu : (1) tahap perencanaan: (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap monitoring/evaluasi; (4) tahap menikmati hasil. Masing-masing bentuk tahapan tersebut dirinci lagi indikatornya agar dapat diukur dan pada akhirnya dapat menilai apakah partisipasi petani dalam pengelolaan tambak wanamina adalah rendah atau tinggi.
  • 20. 26 Gambar 2. Kerangka Konsep. Usaha Perikanan Tambak Wanamina Faktor-faktor yang mempengaruhi : 1. Umur. 2. Pendidikan. 3. Jenis kelamin. 4. Pekerjaan dan penghasilan. 5. Lamanya tinggal. Keberhasilan Tambak Wanamina.  Menghasilkan Dari Segi Ekonomi.  Perbaikan Lingkungan dan Konseravi (Pelestarian) Mangrove. Partisipasi petani dalam pengelolaan tambak wanamina : 1. Partisipasi dalam perencanaan. 2. Partisipasi dalam pelaksanaan. 3. Pertisipasi dalam evaluasi/monitoring. 4. Partisipasi dalam hasil.