3. Indonesia Country Office
Survei Dampak Pandemi COVID-19 terhadap
Sistem Kesehatan
55%
56%
50%
46%
62%
39%
58%
41%
58%
60%
57%
60%
58%
53%
49%
56%
52%
52%
42%
44%
29%
25%
31%
29%
18%
18%
13%
19%
22%
4%
26%
6%
22%
4%
2%
4%
0%
2%
6%
9%
0%
2%
0%
2%
0%
6%
10%
2%
0%
9%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%
Routine immunization (outreach)
Dental services
Rehabilitation services
Implementation of planned ITN campaigns
NCD diagnosis and treatment
Implementation of seasonal malaria campaigns
Routine immunization (health facilities)
Implementation of planned IRS campaigns
Family planning and contraception
Treatment for mental health disorders
Cancer diagnosis and treatment
Antenatal care
Sick child services
Management of malnutrition
Palliative services
Malaria diagnosis and treatment
Outbreak detection and control (non-COVID )
TB case detection and treatment
Facility based births
Continuation of established ARV treatment
Urgent blood transfusion services
Inpatient critical care services
24-hour emergency room/unit services
Emergency surgery
Others*
Percentage of countries
Service disruptions reported by countries (n=52)
Partially disrupted
Completely disrupted
* includes postnatal care, school-based
programmes, elective surgery, and medicine
supply chains
Partially disrupted: 5% to 50% of patients not
treated as usual
Completely disrupted: more than 50% of patients
not treated as usual
5/15/2023 3
4. Indonesia Country Office
Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I)
Tuberculosis Polio
Tetanus
Diphteria
Pertusis Measles
Pneumonia
5. Indonesia Country Office
140,000 kematian per tahun
akibat CAMPAK terjadi di dunia.
CFR 2.2% (tergantung settings)
Per tahun 100.000 bayi lahir dengan cacat
bawaan akibat infeksi Rubella di dunia
1 dari 5 kasus Difteri pada anak usia < 5
tahun meninggal per tahunnya
Penyakit Penularan R0
*
Campak Airborne 12 - 18
Pertussis Airborne 12 - 17
Rubella Airborne 6 - 7
Diphtheria Saliva 6 - 7
Gondongan Airborne 4 - 7
Polio Fecal Oral
route
5 - 7
Di tahun 2015, 34.000 bayi
meninggal akibat tetanus
Gambaran Tingkat Penularan Penyakit PD3I
9. Indonesia Country Office
Global WPV1 & cVDPV Cases1, Previous 12 Months2
15/05/2023
Endemic country (WPV1)
1Excludes viruses detected from environmental surveillance; 2Onset of paralysis 30 Mar. 2021 to 29 Mar. 2022
WPV1 cases (latest onset)
Afghanistan 4 14-Jan-22
Malawi 1 19-Nov-21
cVDPV1 cases (latest onset)
Madagascar 10 07-Jan-22
cVDPV2 cases (latest onset)
DR Congo 29 10-Feb-22
Nigeria 416 25-Jan-22
Somalia 2 01-Jan-22
Ukraine 2 24-Dec-21
Niger 17 14-Dec-21
Mozambique 2 10-Dec-21
Yemen 32 06-Dec-21
Senegal 14 27-Oct-21
Cameroon 3 11-Oct-21
Ethiopia 6 16-Sep-21
Guinea-Bissau 3 15-Jul-21
Afghanistan 9 09-Jul-21
Tajikistan 26 26-Jun-21
Burkina Faso 1 09-Jun-21
Liberia 1 28-May-21
Benin 2 08-May-21
Pakistan 2 23-Apr-21
South Sudan 1 08-Apr-21
Guinea 1 01-Apr-21
cVDPV3 case (latest onset)
Israel 1 12-Feb-22
10. Indonesia Country Office
Situasi PD3I Indonesia
Campak dan Rubella masih menjadi penyakit endemik di Indonesia, sesuai dengan hasil rekomendasi Regional Verification Committee (RVC) untuk
Eliminasi Campak dan Rubella yang diselenggarakan pada 27-29 September 2021. Kasus Campak dan Rubela dilaporkan meningkat terutama di kuartal
3-4 tahun 2021.
Penyakit Difteti juga masih dalam kategori endemik di Indonesia, dan termasuk penyumbang kasus terbanyak di regional Asia Tenggara sesuai
dengan laporan WHO SEARO 2020 (WHO/UNICEF JRF 2020). Terjadi peningkatan Case Fatality Rate (CFR) di tahun 2021 dibandingkan tahun
2020.
Indonesia, sesuai dengan laporan International Health Regulation (IHR), masuk dalam kategori negara yang rentan untuk terjadi reinfeksi
terhadap virus polio. Indonesia mengalami KLB Polio cVDPV-1 di Papua dan Papua Barat pada tahun 2019 yang mengharuskan pelaksanaan 2
putaran Sub-PIN Polio untuk anak dibawah usia 15 tahun.
Indonesia telah mendapatkan status eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal pada tahun 2016 dan saat ini dalam upaya untuk mempertahankan
status tersebut.
11. Indonesia Country Office
Kab/Kota Terdampak Difteri Tahun 2021; 96 Kab/Kota di 23 Provinsi
Provinsi Aceh
1. Kota Banda Aceh
2. Aceh Timur
3. Bireun
4. Kota Lhokseumawe
5. Nagan Raya
Provinsi Sumatera Utara
1. Langkat
2. Mandailing Natal
3. Kota Medan
Provinsi Sumatera Barat
1. Kota Pariaman
2. Solok
3. Kota Padang
Provinsi Riau
1. Kota Pekanbaru
Provinsi Jambi
1. Kota Jambi
2. Muaro Jambi
Provinsi Sumatera Selatan
1. Kota Palembang
2. Empat Lawang
3. Musi Banyuasin
Provinsi Lampung
1. Lampung Selatan
2. Lampung Utara
3. Lampung Tengah
4. Lampung Timur
5. Tulang Bawang
Provinsi DKI Jakarta
1. Jakarta Utara
2. Jakarta Barat
3. Jakarta Selatan
4. Jakarta Timur
5. Jakarta Pusat
Provinsi Jawa Barat
1. Kota Bandung
2. Kota Bogor
3. Bogor
4. Cianjur
5. Majalengka
6. Bekasi
7. Purwakarta
8. Bandung
9. Kota Bekasi
10. Kota Depok
11. Bandung Barat
12. Indramayu
13. Kota Sukabumi
14. Karawang
15. Sukabumi
Provinsi Jawa Tengah
1. Sragen
2. Wonosobo
3. Temanggung
4. Kota Semarang
5. Kudus
Provinsi Jawa Timur
1. Gresik
2. Sidoarjo
3. Jombang
4. Tuban
5. Ngawi
6. Magetan
7. Blitar
8. Pasuruan
9. Lumajang
10. Situbondo
11. Sumenep
12. Kota Surabaya
13. Kota Madiun
14. Sampang
15. Malang
16. Nganjuk
17. Kota Batu
18. Kota Blitar
19. Kota Mojokerto
20. Bangkalan
21. Bojonegoro
22. Lamongan
23. Tulungagung
Provinsi Kalimantan Barat
1. Kota Pontianak
2. Kota Singkawang
3. Sintang
4. Sambas
5. Mempawah
6. Melawi
7. Bengkayang
8. Kubu Raya
Provinsi Kalimantan Tengah
1. Kapuas
Provinsi Kalimantan Selatan
1. Kota Baru
2. Kota Banjar Baru
Provinsi Kalimantan Timur
1. Kota Balikpapan
2. Penajam Paser Utara
Provinsi Sulawesi Selatan
1. Kota Makassar
2. Luwu
3. Bulukumba
Provinsi Sulawesi Tenggara
1. Kota Kendari
2. Buton
Provinsi Banten
1. Kab Tangerang
Provinsi Papua
1. Kota Jayapura
Provinsi Gorontalo
1. Pohuwato
Provinsi Bangka Belitung
1. Bangka
2. Bangka Tengah
Provinsi Papua Barat
1. Kota Sorong
2. Raja Amat
Provinsi Maluku
1. Maluku Tenggara Barat
: Difteri konfirmasi lab
: Difteri klinis
Suspek difteri secara klinis sudah
termasuk kasus difteri namun sampel
tidak diperiksa karena kasus meninggal,
atau pasien tidak mampu membuka
mulut karena kesakitan, atau sampel
diambil namun sudah tidak adekuat
untuk pemeriksaan laboratorium
12. Indonesia Country Office
Peta Sebaran Kasus Campak Konfirmasi Lab dan Rubela Konfirmasi Lab
Indonesia, Week 52 2021
Dots are randomly placed within province
: Campak (C)
: Rubela (R)
Provinsi Aceh
1. Kota Banda Aceh (R)
2. Aceh Besar (R)
3. Bireun (C & R)
4. Pidie Jaya (R)
5. Aceh Tamiang (C)
Provinsi Sumatera Barat
1. Kota Padang (C)
2. Kota Payakumbuh (C & R)
3. Pasaman (C)
4. Kota Pariaman (R)
5. Padang Pariaman (C)
6. Tanah Datar (C)
Provinsi Sumatera Selatan
1. Ogan Ilir (C)
2. Kota Palembang (C & R)
Provinsi Lampung
1. Kota Bandar Lampung (C & R)
Provinsi DKI Jakarta
1. Kota Jakarta Pusat (C & R)
2. Kota Jakarta Utara (C & R)
3. Kota Jakarta Barat (C & R)
4. Kota Jakarta Selatan (C & R)
5. Kota Jakarta Timur (C & R)
6. Kepulauan Seribu (C)
Provinsi Jawa Barat
1. Kota Bandung (R)
2. Kota Sukabumi (C)
3. Cianjur (R)
4. Cirebon (C & R)
5. Garut (R)
6. Kota Bekasi (R)
7. Kota Depok (C)
8. Bandung Barat (C & R)
9. Bandung (C & R)
Provinsi Jawa Tengah
1. Kota Salatiga (R)
2. Kota Surakarta (C & R)
3. Banyumas (R)
4. Cilacap (R)
5. Wonosobo (C & R)
6. Tegal (R)
7. Brebes (R)
8. Jepara (R)
9. Blora (C & R)
10. Sukoharjo (R)
11. Karanganyar (C & R)
12. Semarang (C)
13. Demak (C)
Provinsi DI Yogyakarta
1. Kota Yogyakarta (R)
2. Kulon Progo (C & R)
3. Gunungkidul (C)
4. Sleman (R)
5. Bantul (C & R)
Provinsi Jawa Timur
1. Gresik (R)
2. Sidoarjo (C & R)
3. Ponorogo (C)
4. Lumajang (C & R)
5. Situbondo (C & R)
6. Kota Surabaya (C & R)
7. Kota Blitar (C & R)
8. Kota Kediri (C)
9. Kota Batu (C & R)
10. Kota Mojokerto (R)
11. Kota Pasuruan (R)
Provinsi Kalimantan Timur
1. Kota Samarinda (C)
2. Kutai Kartanegara (C)
3. Kota Bontang (C)
4. Penajem Paser Utara (C)
Provinsi Sulawesi Tengah
1. Kota Palu (C)
Provinsi Sulawesi Selatan
1. Tana Toraja (R)
2. Enrekang (R)
3. Barru (C)
4. Sidrap (R)
5. Jeneponto (R)
6. Luwu Timur (C & R)
Provinsi Bali
1. Jembrana (C)
2. Tabanan (C & R)
3. Badung (C & R)
4. Klungkung (C & R)
5. Gianyar (R)
6. Kota Denpasar (R)
7. Karangasem (C)
Provinsi Papua
1. Kota Jayapura (C)
2. Yahukimo (R)
3. Lanny Jaya (R)
Provinsi Banten
1. Pandeglang (R)
2. Kota Tangerang (R)
3. Kota Serang (C & R)
4. Kota Tangerang Selatan (C & R)
Provinsi Maluku Utara
1. Kota Ternate (C)
2. Halmahera Barat (C & R)
3. Halmahera Selatan (C & R)
4. Halmahera Timur (C)
5. Pulau Morotai (R)
Provinsi Bangka Belitung
1. Kota Pangkal Pinang (R)
2. Bangka (R)
3. Bangka Selatan (C)
Provinsi Kalimantan Utara
1. Kota Tarakan (R)
132 Kasus campak konfirmasi laboratorium terdapat di 71 Kab/Kota di 25 Provinsi
267 Kasus rubela konfirmasi laboratorium terdapat di 84 Kab/Kota di 25 Provinsi
Provinsi Papua Barat
1. Raja Ampat (R)
2. Kaimana (C)
Provinsi Sulawesi Barat
1. Poliwari Mandar (R)
2. Mamuju Tengah (C)
Provinsi Jambi
1. Kota Jambi (C & R)
2. Tanjung Jabung Timur (R)
3. Tanjung Jabung Barat (C & R)
Provinsi Sulawesi Tenggara
1. Kolaka (R)
2. Muna (R)
3. Kota Kendari (C & R)
Provinsi Bengkulu
1. Kota Bengkulu (C & R)
2. Bengkulu Selatan (R)
Provinsi Sulawesi Utara
1. Kota Kotamobagu (R)
Provinsi Kalimantan Barat
1. Kota Pontianak (C)
2. Sanggau (C & R)
3. Kota Singkawang (R)
Provinsi Riau
1. Kota Pekanbaru (R)
2. Indragiri Hilir (R)
Provinsi Kalimantan Selatan
1. Kota Banjarmasin (C & R)
14. Indonesia Country Office
Permenkes No.45 tahun 2014 : Penyelenggaraan
Surveilans Kesehatan
Surveilans Kesehatan adalah kegiatan
pengamatan yang sistematis dan terus
menerus terhadap data dan informasi tentang
kejadian penyakit atau masalah kesehatan
dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah kesehatan untuk memperoleh dan
memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan pengendalian dan penanggulangan
secara efektif dan efisien
15. Indonesia Country Office
Tujuan Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan
1. Tersedianya informasi tentang
situasi/tren/faktor risiko
2. Terselenggaranya kewaspadaan
dini
3. Terselenggaranya investigasi dan
penanggulangan KLB/Wabah
4. Dasar penyampaian informasi
16. Indonesia Country Office
ORI/Imunisasi
massal, pemberian
obat pencegahan
Deteksi dini
dari surveillans
penanganan
dini
Verifikasi rumor
Terlambat
dilaporkan atau
tidak dilaporkan
PERAN SURVEILANS
19. Indonesia Country Office
c
Poliomyelitis (POLIO)
Virus Polio: Tipe 1, Tipe 2 (eradikasi), Tipe 3 (eradikasi)
Gejala awal: seperti flu (demam, lemas), pada 1% kasus dapat menyebabkan
kelumpuhan permanen.
Surveilans AFP: penemuan kasus lumpuh layuh untuk dibuktikan bahwa
bukan diakibatkan oleh virus Polio >2/100.000 penduduk <15 tahun
Vaksin Jenis vaksin Perlindungan Jadwal
tOPV (s/d April 2016) Virus dilemahkan 1, 2, 3 -
bOPV Virus dilemahkan 1, 3 1, 2, 3, 4 bulan (interval 4
minggu)
IPV Virus dimatikan 1, 2, 3 4 bulan (1x)
20. Indonesia Country Office
Acute Flaccid Paralysis (AFP)
Semua anak berusia <15 tahun dengan
Kelumpuhan yang bersifat layuh (lemas/flaccid)
Terjadi secara mendadak (1-14 hari)
Tidak disebabkan oleh trauma/ruda paksa/kekerasan
(jika ada keraguan, laporkan sebagai kasus AFP!)
21. Indonesia Country Office
Pengambilan Spesimen
Spesimen feses/tinja
– 2 spesimen berjarak minimal 24 jam
– 8-10 gram (1 ruas ibu jari orang
dewasa, jika feses encer maka
sekitar 1 sendok makan)
– Sebisa mungkin didapatkan ≤14 hari
setelah onset kelumpuhan
Pengiriman dalam suhu 2-8⁰ C
22. Indonesia Country Office
DIAGNOSIS PENYAKIT
DENGAN GEJALA AFP
(Pokja Ahli Nas)
1. Sindrom Guillain Barre
(SGB)
2. Myelitis transversa
3. Poliomyelitis
4. Polyneuropathy
5. Myelopathy
6. Dermatomyositis
7. Hipokalemi
8. Erb’s paralysis
9. Food drop paralysis
10.Stroke pada anak
11.Todd’s paralysis
12.Duchene Muscular
Dystrophy
13.Periodic Paralysis hipokalemi
14.Spinal Muscular Atrophy
15.Efek samping sitostatika (mis:
vincristin)
16.Ensepalitis atau Ensefalopati
17.Meningitis
18.Miastenia gravis umum
19.Metabolic myopathies
20.Herediter Motor and Sensory
Neoropathy (HMSN)
INGAT:
Gejala AFP dapat ditemukan juga pada penyakit selain tersebut di atas.
Bila diagnosis pasti belum dapat ditegakkan dapat dituliskan suspek dan DD-
nya
25. Indonesia Country Office
Campak-Rubela
Campak Rubela
Penularan Percikan ludah/droplet
kecil
Percikan ludah/droplet kecil
Kecepatan
penularan
1 kasus menularkan
sampai 18 orang
disekitarnya
1 kasus menularkan 4-7
orang disekitarnya
Gejala awal Demam dan bintik-bintik merah
Mekanisme Melumpuhkan sistem
kekebalan tubuh (immune
amnesia)
Ibu yang terkena rubella,
90% menginfeksi janin dalam
kandungan
Komplikasi/
Bahaya
Xeroftalmi (penurunan
penglihatan permanen),
pneumonia, diare berat,
kejang karena infeksi otak
Bayi lahir meninggal, atau
lahir dengan cacat
(congenital rubella
syndrome/CRS) -> kebutaan,
bocor jantung, ketulian
Katarak pada janin CRS
Tulang tidak terbentuk
sempurna
Hidrosefalus
“Dampak jangka pendek kematian, jangka Panjang
kecacatan/berkurangnya kualitas hidup”
26. Indonesia Country Office
Dampak Seumur Hidup Pasien
dan Keluarga dengan CRS
Bayi dengan cacat bawaan ketulian,
jantung bocor, kebutaan dan gejala
lain karena CRS memiliki risiko
tidak tertangani tinggi.
Bayi yang lahir dengan CRS masih
mengeluarkan virus dan menularkan
sampai usia >1 tahun (lihat grafik)
Estimasi kebutuhan (pengobatan,
terapi, pendidikan, dsb) mencapai
Rp 60 juta – 700.000 juta per tahun
per kasus (rata-rata negara
berkembang)
Grafik 1. Bayi yang lahir dengan CRS bisa menularkan rubella
sampai dengan usia 36 bulan.
27. Indonesia Country Office
Definisi Operasional Suspek Campak untuk
Mendukung Upaya Surveilans
Laporkan sebagai kasus Suspek Campak (2019) jika ditemukan:
Demam (panas) dan Ruam Makulopapular (bintik-bintik merah)]
Pada semua usia
Pengambilan spesimen
1. Spesimen serum sebanyak 1 mL (jika memungkinkan pada
periode hari ke-4 s.d 28 sejak onset ruam)
2. Jika menemukan kasus hot case (demam + ruam + salah satu
dari gejala batuk/pilek/konjungtivitis) maka dapat ditambah
swab orofaring/tenggorokan dengan media VTM.
28. Indonesia Country Office
Epidemiologi : Difteri
KLB besar terjadi di Eropa pada PD-2 dengan 1 juta
kasus dan 50.000 kematian.
Sebelum ditemukannya ADS, CFR-nya bisa 50%
(sesudah akhir tahun 1940-an)
Setelah adanya vaksinasi yang luas, jumlah kasus
turun >90%
Regional SEARO berkontribusi 55-99% dari total
kasus yang dilaporkan per tahun
Insidensi kasus shifted ke usia yang lebih tua (>15
tahun)
Mayoritas kasus tidak divaksinasi atau tidak lengkap
29. Indonesia Country Office
Difteri
Suspek Difteri: gejala-gejala demam, sakit menelan, dan
pseudomembran putih keabu-abuan, yang tidak mudah
lepas dan mudah berdarah.
Spesimen : swab menggunakan media Amis
Kasus Konfirmasi:
a. Kasus suspek dengan hasil laboratorium positif
b. Kasus hubungan epidemiologi: kasus suspek yang ada hubungannya
dengan kasus laboratorium positif.
Carrier/pembawa: kontak kasus yang tidak menunjukkan
gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium positif.
KLB Difteri: SATU kasus dengan hasil laboratorium positif
ATAU jika ditemukan suspek difteri yang mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus kultur positif
30. Indonesia Country Office
Pencegahan dan Pengendalian
Prinsip dasar
– Pencegahan primer : vaksinasi
– Pencegahan sekunder : investigasi cepat untuk
menemukan kontak erat agar segera
mendapatkan tindakan (obat
pencegahan/profilaksis dan pemberian imunisasi)
Kekebalan tubuh IgG difteri
– Target >1.0 IU/mL perlindungan jangka Panjang
– Infeksi alami jarang dapat meningkatkan IgG pada
level “long term protection” sehingga harus
dilengkapi setelah sembuh.
31. SUSPEK DIFTERI
TATALAKSANA
KONTAK ERAT
KEMOPROFILAKSIS/
OBAT PENCEGAHAN
Pengawasan minum obat
pada:
- Hari ke-1 : awal minum
obat
- Hari ke-2 : memastikan 2
hari pertama minum obat
secara adekuatkuman
mulai mati
- Hari ke-7: ketaatan minum
obat sampai selesai
Pengawasan efek samping
Jika timbul gejala
difteri, rujuk fasyankes
Evaluasi status
imunisasi
<3 dosis atau
tidak diketahui
≥3 dosis, atau
dosis terakhir
>5 tahun
≥3 dosis, atau
dosis terakhir
<5 tahun
- Anak yang
belum
dapat dosis
ke-4,
berikan
- Anak yang
sudah dapat
dosis ke-4:
tidak perlu
Berikan 1 dosis
imunisasi
difteri ulangan
<1 tahun: lengkapi
imunisasi dasar (3)
1-6 tahun:
imunisasi dasar (3)
dan lanjutan
≥7 tahun: 3 dosis
interval 0-1-6
*pertimbangan lain (misal tidak ada catatan, KLB:
semua kontak erat diberikan 1 dosis imunisasi difteri
Pemberian
Eritromisin
Dosis Lama
Anak 50 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis
7 hari
Dewasa 4x500 mg/hari
Imunisasi :
Usia <5 tahun DPT-Hb-Hib
Usia 5-<7 tahun DT
Usia ≥7 tahun Td
33. Indonesia Country Office
PENEMUAN KASUS
MASYARAKAT PUSKESMAS RUMAH SAKIT
PD3I
• Sosialisasi di masyarakat:
pertemuan-pertemuan
masyarakat.
• Informer/pelapor-pelapor baru:
pendeta, tokoh adat, kader,
kepala kampung, dukun bayi,
klinik dokter/perawat/bidan,
klinik tukang pijat dsb.
• Sosialisasi: dokter,
perawat, bidan, MTBS,
poli gizi, UGD.
• Pelaporan rutin melalui
SKDR
• Terintegrasi dengan
promkes, imunisasi dll.
• Sosialisasi: dokter spesialis,
dokter umum, bangsal anak,
bangsal saraf, poli
anak/dewasa/saraf, fisioterapi,
UGD.
• Surveilans aktif rumah sakit
(SARS)dinkes dan RS
• Hospital record review : review
rekam medis
*harus disampaikan
nomer kontak yang bisa
dihubungi (minimal 2
nomer untuk back-up):
1. Surveilans Kab/kota
2. Surveilans Provinsi
3. Surveilans
Puskesmas/RS
34. Indonesia Country Office
Surveilans Aktif Rumah Rumah Sakit
Prioritas kegiatan penemuan di Rumah Sakit
– Asumsi kasus kelumpuhan akan dibawa berobat ke RS
– Kasus-kasus Difteri akan dirawat di RS
– Kasus-kasus campak (morbili) yang mungkin datang ke
poliklinik RS dan pada kasus berat akan dirawat di RS
– Memantau diagnosis yang berhubungan dengan komplikasi
penyakit campak seperti pneumonia dan diare dengan
dehidrasi sedang/berat
Tujuan
– Penemuan kasus
– Sensitisasi petugas/tenaga Kesehatan di RS untuk selalu
ingat untuk melaporkan kasus
35. Indonesia Country Office
Surveilans Aktif Rumah Sakit (SARS)
Rumah Sakit Pemerintah,
Swasta, TNI/POLRI
Lokasi penemuan kasus
1. Bangsal anak (prioritas),
bangsal dewasa/syaraf
2. Poliklinik
anak/syaraf/peny.dalam
3. Unit Fisioterapi/Rehab Medis
4. UGD
Frekuensi:
– Setiap hari untuk petugas RS
(menyampaikan jika menemukan
kasus di hari tersebut)
– Setiap minggu oleh petugas Dinas
Kesehatan (atau disesuaikan dengan
prioritas rumah sakit)
Pelaksana :
– Petugas surveilans Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
– Focal point/contact person di RS
36. Indonesia Country Office
Langkah-Langkah SARS
Langkah-Langkah:
1. Menentukan RS (milik pemerintah, swasta, TNI/Polri), lakukan pendekatan.
2. Menentukan tempat yang merawat anak usia <15 tahun (bangsal anak, poli
saraf, poli rehab medik/fisioterapi, poli anak dll)
3. Frekuensi: Petugas RS (setiap hari), Dinas Kesehatan (mingguan, atau
tergantung prioritas)
4. Catat nomer-nomer penting, bawa media KIE untuk edukasi/sensitisasi
5. Mencatat hasil SARS: menemukan diagnosis yang mungkin memiliki gejala
PD3I yang perlu dilaporkan, paraf pada buku rekapan medis, “zero
reporting”
6. Diskusikan dengan dokter jika menemukan kasus
39. Indonesia Country Office
Hospital Record
Review (HRR)
Tujuan: untuk mengevaluasi kegiatan surveilans AFP dan
surveilans PD3I , dan mengukur seberapa sensitive
sistem surveilans di RS
Lakukan pada RS yang selama waktu yang ditentukan
tidak melaporkan kasus
Cara: review catatan medik/register/SIMRS/Simpus di
seluruh unit RS yg menerima anak <15 th. ( bangsal anak,
syaraf, poli anak & syaraf, peny dalam, fisioterapi & UGD)
Menggunakan kata kunci diagnosis banding atau kode
ICD-10
40. Indonesia Country Office
Langkah-Langkah Melakukan HRR
1. Lihat buku register pasien, bisa di poli/bangsal/rekam medis.
2. Pengecekan secara teliti,
a. Diagnosis banding untuk setiap penyakit
b. Menyerahkan kode ICD-10 untuk dapat dicarikan rekapannya di rekam medis.
3. Jika menemukan, cari status lengkap dari pasien.
4. Konsultasikan dengan DPJP/Dokter yang memeriksa, untuk
memastikan diagnosis (AFP atau bukan)
5. Catat dalam formulir HRR
42. Indonesia Country Office
Integrasi Petugas Surveilans dengan Poli/UGD
Jika teridentifikasi memiliki
Gejala Suspek
Campak/AFP/Difteri
Arahkan untuk pengambilan
spesimen
Hubungi petugas surveilans
Puskesmas/Rumah Sakit
Edukasi kepada pasien/orang
tua/wali pasien
Investigasi/PE
43. Indonesia Country Office
Bagaimana Jika Menemukan
Kasus Pada Saat SARS dan HRR (1)
Kelumpuhan ≤ 14
hari
Kelumpuhan >14
hari - 2 bulan
Kelumpuhan >2
bulan
Isi FP-1, Ambil 2 Spesimen
Tinja
Isi FP-1, Ambil 2 Spesimen
Tinja, KU60, Resume Medis
Isi FP-1, KU60, Resume Medis
Kasus AFP
44. Indonesia Country Office
Bagaimana Jika Menemukan
Kasus Pada Saat SARS dan HRR (2)
Kasus Demam dan Ruam Makulopapular
Jika onset (awal gejala) ruam masih <7 hari : isi MR-1 (formulir
investigasi), ambil spesimen serum, dan jika memiliki gejala tambahan
(batu, pilek, konjungtivitis/mata merah) maka dapat diambil juga
spesimen swab atau urin.
Jika onset (awal gejala) ruam masih <28 hari : isi MR-1 (formulir
investigasi), lakukan pengambilan spesimen serum
Jika onset (awal gejala) ruam sudah >28 hari : isi MR-1
Saat ini ada 9 jenis penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang vaksinnya sudah masuk ke dalam program imunisasi nasional, yaitu :
Tuberkulosis
Hepatitis B
Polio
Difteri
Pertusis
Pneumonia
Meningitis
Tetanus
Campak
Data in WHO HQ as of 30 Nov 2010
Ditambah sebaran kasus positif
Persentase positif toksigenik