Teks ini membahas delapan syarat agar pakaian yang dikenakan wanita muslim bisa disebut jilbab syar'i sesuai ajaran agama Islam. Syarat-syarat tersebut antara lain menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan tangan, bukan untuk bermaksud memamerkan diri, terbuat dari kain tebal tidak tipis, tidak ketat membentuk tubuh, tidak dipakai untuk mencari popularitas, serta tidak menyerupai pakaian orang kaf
1. Jilbab dan Kesucian Diri
Oleh: Muhsin hHariyanto
Kita sepakat untuk menyatakan bahwa simbol tan selalu terkait
dengan substansi. Tetapi, kita pun harus jujur menyatakan bahwa
simbol -- dalam pelaksanaan ajaran Agama – tetap menjadi sesuatu
yang penting. Sebagaimana “jilbab“ bagi seorang muslimah.
Al-Quran – dalam pandangan ulama salaf – menyatakan bahwa
''penggunaan jilbab sebagai penutup aurat bagi setiap muslimah
adalah wajib“, meskipun dalam wacana tafsir al-Quranm kita
temukan beragam pendapat. Sebagaimana tersebut dalam al-Quran:
''Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu,
dan istri-istri orang Mukmin, hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS Al-Ahzab
[33]: 59). Dengan jilbab, identitas seorang wanita menjadi jelas.
Bahwa, mereka seorang Muslimah. Dengan jilbab pula, seorang
wanita akan terhindar dari tatapan mata liar, sehingga mereka tidak
diganggu. Kesucian mereka pun menjadi terjaga.
Namun, jilbab bukan sekadar pakaian penutup tubuh (aurat) wanita.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar pakaian yang
dikenakan seorang wanita bisa dikatakan jilbab yang sebenarnya
(jilbab syar'i).
Mengutip Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani --- dalam
kitabnya yang berjudul Jilbab Al-Mar'ah Al-Muslimah --- ada delapan
syarat jilbab syar'i.
Pertama, menutup seluruh tubuh, kecuali muka dan telapak tangan.
Kedua, bukan untuk tabarruj (bersolek) yang bisa menyebabkan
pandangan mata tertuju padanya (QS Al-Ahzab [33]: 33).
Ketiga, bahannya terbuat dari kain yang tebal, tidak tipis dan tidak
tembus pandang (transparan).
Keempat, kainnya longgar, tidak ketat, dan tidak membentuk lekuk
tubuh.
2. Kelima, tidak diberi wewangian atau parfum. ''Wanita mana saja yang
memakai wewangian, lalu ia lewat di muka orang banyak agar
mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.'' (HR Abu
Dawud dan At-Tirmidzi).
Keenam, tidak menyerupai pakaian laki-laki. Sebab, Rasulullah SAW
melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, dan wanita yang
memakai pakaian laki-laki (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Hakim,
dan Ahmad).
Ketujuh, tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir. ''Barangsiapa
menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.''
(HR Ahmad dan Abu Dawud).
Kedelapan, bukan pakaian yang dikenalan untuk mencari popularitas.
''Barangsiapa mengenakan pakaian untuk mencari popularitas di
dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan kepadanya
pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.'' (HR
Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Kedelapan, syarat ini bukanlah sesuatu yang sulit untuk dipenuhi.
Sebab, tidak ada yang sulit dalam syariat Islam. Semuanya mudah.
''Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu.'' (QS Al-Baqarah [2]: 185). Dalam firman-Nya
yang lain, ''Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu
dalam agama ini suatu kesempitan.'' (QS Al-Hajj (22): 78).
Penulis adalah Dosen Tetap FAI UM Yogyakarta dan Dosen Tidak
Tetap STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta