1. MAKALAH
PERAN PENDIDIKAN ISLAM DI RUMAH
Tugas ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas pada matakuliah:
ANALISIS DAN EVALUASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DOSEN PENGAMPU
Dr.`NAJMUL HAYAT, M.Pd.I
Dr. ZAWAQI AFDAL JAMIL, M.Pd.I
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD TAAJUDDIN ( NIM.801210017 )
DINNO SAHERAWAN ( NIM. 801210009 )
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2022
2. 1
A.PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia. Sebab melalui
pendidikanlah,manusia dapat belajar untuk mengenali potensi dirinya, dan kemudian
memanfaatkannya.sehingga dengannya,akan menghasilkan kemaslahatan baik bagi dirinya
sendiri, maupun secara luas bagi lingkungan yang ada disekitarnya. Hal ini menunjukkan
bahwa,proses pendidikan membutuhkan perhatian yang serius dari semua pihak
dan kalangan, karena output dariprosespendidikan akan turut mempengaruhi lingkungan,
baik dalam skala mikro sosial (keluarga), maupun dalam skala makro
sosial(lingkungan/masyarakat).
Sehingga dari hal tersebut, terlihat dengan jelas bahwa dalam proses penyelengaraan
pendidikan, meniscayakan perlunya keterpaduan yang holistik dan sekaligus
simultan,dari berbagaipihak dalam mengawal jalannya proses pendidikan, sehingga
dapat mewujudkan harapan dan tujuan dari proses pendidikan yang dimaksud.
Secara teoritis proses penyelengaraan pendidikan dibangun diatas tiga pilar utama, yakni
keluarga, masyarakat, dan sekolah/pemerintah. Dari ketiga hal tersebut, keluarga
dipandang sebagai pilar pendidikan yang sangat berpengaruh dalam proses
pembentukan anak itu sendiri. Hal ini disebabkan peran masyarakat dan
sekolah/pemerintah, hanya sebagai lembaga pendidikan lanjutan,untuk memperkuat
lembaga pendidikan utama, sementara lembaga pendidikan utama dalam hal ini,ialah
keluarga itu sendiri.1
Keberadaan keluarga sebagai lembaga sosial pertama yang terbentuk dalam pranata
kehidupan manusia, dipandang sangat memberikan pengaruh dalam mendesain
kepribadian manusia sebagai individu, dan sekaligus makhluk sosial yang baik
dilingkungannya. Keluarga sebagai lembaga pendidikan utama, tentunya diharapkan
dapat menjadi motor pengerak dalam proses pendidikan. Hal ini berarti,oreantasi
utama dalam keluaraga, seyognya mencerminkan nilai-nilai pendidikan, sehingga
seluruh rutinitas dalam keluarga tersebut,akan berdampak pada proses pemanusian
manusia (Humanisasi),sebagai tujuan utama dalam proses pendidikan. 2
1
Yohana Neni, “Konsep Pendidikan Dalam Keluarga”, Jurnal OASIS, Volume 2, Nomor 1, Tahun 2017, hal.2
2
Syahrial Labaso’,” Konsep Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis”, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. XV, No.1, 2018, hal.53
3. 2
B. PEMBAHASAN
1. Konsep Dasar Pendidikan Keluarga
Kehadiran keluarga dalam diskursus pendidikan, merupakan suatu keniscayaan yang
tidak dapat dihindari, hal ini berangkat dari adanya kesadaran mendasar,bahwa keluarga
merupakan kelompok sosial pertama bagi manusia. Dalam keluargalah untuk
pertama kalinya,manusia belajar berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya,
dalam keluarga pula manusia berupaya mengenal dirinya,dan kemudian berusaha
mengkonstruksi kehidupannya. Keluarga menjadi referensi awal bagi manusia secara
umum,untuk membentuk paradigma kehidupannya. Hal ini merupakan proses yang
secara alamiah lahir sebagai suatu kesatuan utuh dalam dimensi kehidupan
manusia. Oleh karena proses sosial yang sedemikian penting tercipta untuk pertama
kalinya dalam lingkaran keluarga, maka hal inilah yang menjadi dasar mengapa
proses pembentukan kepribadian manusia berawal dari pendidikan keluarga.
Berbagai sudut pandangyang dikemukakan oleh para ahli mengenai pendidikan
keluarga. Misalnya pandangan Mansur mendefinisikan pendidikan keluarga merupakan
proses pemberian nilai-nilai positif bagi tumbuh kembang anak sebagai fondasi pendidikan
selanjutnya. Selain itu, Abdullah juga mendefinisikan pendidikan keluarga adalah
segala usaha yang dilakukan oleh orang tua berupa pembiasaan dan improvisasi,untuk
membantu perkembangan pribadi anak. Pendapat lain yang dikemukakan oleh
an-Nahlawi dan Hasan Langgulung,yang memberikan batasan terhadap pengertian
pendidikan keluarga,sebagai usaha yang dilakukan oleh ayah dan ibu sebagai
orang yang diberi tanggung jawab untuk memberikan nilai-nilai, akhlak,
keteladanan dan kefitrahan. 3
Dari defenisi para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan keluarga
merupakan hal primer yang erat kaitannya dengan awal pembentukan jati diri
manusia.
Peran penting pendidikan keluarga dalam membentuk karakter anak juga diuraikan
oleh Ki Hajar Dewantara,yang menyatakan bahwa alam keluarga bagi setiap orang
(anak) adalah alam pendidikan permulaan. Untuk pertama kalinya, orang tua
(ayah maupun ibu) berkedudukan sebagai penuntun (guru), sebagai pengajar,
sebagai pendidik, pembimbing dan sebagai pendidik yang utama diperoleh anak.
Berbagai pendapat para ahli di atas, menunjukkan konsep pendidikan keluarga, tidak
3
Jailani M.Syahran, “Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang Tua”, Jurnal Nadwa,
Volume 8, Nomor 2, Tahun 2014, hal.248
4. 3
hanya sekedar tindakan (proses), akantetapi ia hadir dalam praktek dan implementasi,
yang dilaksanakan oleh orang tua (ayah-ibu) melalui penanaman nilai-nilai pendidikan
dalam keluarga.4
Adapun secara konstitusional, urgensi pembangunan keluarga telah diuraikan
dalamUndang-Undang Nomor 52 Tahun 2009,tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga Bab II, Pasal 4 ayat (2) yang menyatakan bahwa:
“Pembangunan keluarga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar
dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik,dalam
mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.” 5
Landasan konstitusional diatas,menegaskan pandangan bangsa Indonesia bahwa peran
penting keluarga menjadi sangat vital dalam pembangunan sumber daya manusia,
tidak hanya dalam lingkup domestik, namun juga diharapkan dapat menjadi penyanggah
stabilitas sosial dalam arti yang lebih luas, yakni mewujudkan kesejahteraan dan
kebahagian lahir dan batin. Hal ini sejalan dengan konvensi United Nation tahun
1993,yang menyatakan bahwa fungsi keluarga meliputi fungsi pengukuhan ikatan
suami istri, prokreasi dan hubungan seksual, sosialisasi dan pendidikan anak,
pemberian nama dan status, perawatan dasar anak, perlindungan anggota keluarga,
rekreasi dan perawatan emosi, sertapertukaran barang dan jasa 6
Eksistensi keluarga dalam pranata sosial, juga dipahami sebagai sebuah proses
pembelajaran.Mengingat manusia adalah makhluk sosial, dan keluarga merupakan
lembaga sosial terkecil yang menyangkut hubungan antarapribadi dan hubungan
antara manusia dengan lingkungan di sekitarnya.7
Secara ideal komunikasi dan pola interaksi yang terjadi dalam internal keluarga
menjadikan setiap individu dalam keluarga tersebut menyadari tugas dan
tangungjawabnya masing-masing, kesadaran akan tugas dan tanggungjawab
tersebut,yang akan melahirkan kedewasaan berpikir dan bertindak,sehingga pada
gilirannya nanti,akan melahirkan individu yang memiliki integritas,dan kapabiltas
yang handal di masyarakat.
Pada titik inilah keluarga memiliki ruang yang sangat luas untuk memainkan peran
dan fungsinya sebagai lembaga pendidikan awal yang sangat strategis.Pentingnya
4
Syahrial Labaso, op.cit, hal.55
5
ibid, hal.55
6
Puspitawati Herien, Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia, (Bogor: IPB Press, 2013),
hal.2
7
ibid, hal.4
5. 4
pendidikan keluarga dalam proses pendidikan, juga disebabkan karena keluarga
merupakan lingkungan pertama yang dikenali oleh seorang anak. Dalam lingkungan
tersebut, anak akan belajar mengenali kararakter dari anggota keluarganya,sehingga
akan membentuk pola perilaku yang kemudian akan menjadi kebiasaan dalam
hidupnya sehingga pada gilirannya nanti akan menjadi karakter yang melekat pada
anak tersebut sebagai bagian dari ciri khas kepribadiannya. Model inilah yang
sesungguhnya menjadi esensi utama dalam pendidikan, yang sebahagian besar
proses pembentukannya terjadi dalam keluarga. Dalam proses pertumbuhan anak,
keluarga merupakan hal terpenting yang menjadi pusat perhatian, hal ini
disebabkan karenakeluarga memberikan pengalaman pertama yang merupakan
faktoryang sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian anak.8
Berdasarakan uraian dan deskripsi diatas, dapatlah dipahami bahwa konsep
pendidikan keluarga,merupakan substansi utama dalam pendidikan. Dari lingkungan
keluargalah anak akan mendapatkan gambaran awal yang menjadi representasi dalam
kehidupannya. Representasi awal yang diterima dan diyakini anak sebagai kebenaran
dalam keluarganya,akan membentuk paradigma mendasar, yang kelak akan menentukan
perilaku dan karakter sang anak,hingga menjadi dewasa di lingkugan sosialnya.
Sehingga pada hakekatnya, pendidikan keluarga baik yang dilakukan secara langsung
melalui pengajaran dan pembiasaan, maupun secara tidak langsung melalui keteladan
orang tuanya, tidak hanya bertujuan sebagai proses pemindahan pengetahuan (transfer
of knowledge), melainkan juga sebagai penanaman nilai (transfer of values). Esensi
pendidikan keluarga sebagai bentuk penanaman nilai (transfer of values) adalah
hal yang sangat fundamental dalam proses pendidikan.
lebih jelas lagi menurut pandangan Al-Qur’an mengenai pendidikan keluarga dijelaskan
dalam Q.S. At- Tahrim ayat 6, Allah SWT berfirman:
ةَكِئ َ
َلَم اَهْيَلَع ُة َارَج ِحْال َو ُاسَّنال َاهُدوُق َو ًاَارن ْمُكيِلْهَأ َو ْمُكَسُفنَأ واُق واُنَمآ َِينذَّال اَهُّيَأ اَي
َونُرَمْؤُي اَم َونُلَعْفَي َو ْمُه َرَمَأ اَم َ َّ
َّللا َونُصْعَي َ
َل ادَدِش ظ َ
َلِغ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”( Q.S. At- Tahrim:6)
8
Wahyu Hasbi, “Keluarga Sebagai Basis Pendidikan Pertama dan Utama”, Jurnal Ilmiah Didaktika, Volume
12, Nomor 2, 2012, hal. 253
6. 5
Pada ayat di atas terdapat kata qu anfusakum yang berarti,buatlah sesuatu yang dapat
menjadi penghalang datangnya siksaan api neraka dengan cara menjauhkan perbuatan
maksiat. Memperkuat diri agar tidak mengikuti hawa nafsu, dan senantiasa taat
menjalankan perintah Allahswt. Selanjutnya kata wa ahlikum, maksudnya adalah
keluargamu yang terdiri dari istri, anak, saudara, kerabat, pembantu dan budak,
diperintahkan kepada mereka agar menjaganya, dengan cara memberikan
bimbingan, nasehat, dan pendidikan kepada mereka. Perintahkan mereka untuk
melaksanakannya dan membantu mereka dalam merealisasikannya. Bila melihat ada
yang berbuat maksiat kepada Allah SWT, maka cegah dan larang mereka.
Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu mengajarkan kepada orang yang
berada di bawah tanggung jawabnya, segala sesuatu yang telah diwajibkan dan
dilarang oleh Allah SWT.9
Adapun menurut tafsiran M.Quraish Shihab dalam kitab
tafsir Al-Misbahnya, menyatakan bahwa QS. At-Tahrim ayat 6 merupakan gambaran
bahwa dakwah dan pedidikan harusah berawal dari rumah. Walaupun secara
redaksional ayat tersebut tertuju kepada kaum pria (ayah), namun hal tersebut
bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Istilah Ayat tersebut juga meliputi
perempuan dan lelaki (ibu dan ayah) sebagaimana ayat-ayat yang serupa (misalnya
ayat yang memerintahkan berpuasa) yang juga tertuju kepada lelaki dan
perempuan. Fakta tersebut mengindikasikan adanya pertangung jawaban moril
orang tua untuk bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dan juga kepada
pasangannya masing-masing, sebagaimana masing-masing bertanggung jawab atas
kelakuannya.10
Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan keadaan rumah tangga
yang diliputi oleh nilai-nilai agama, serta diliputi oleh hubungan yang harmonis,
melainkan harus terjalin kerjasama sebagai relasi yang setara untuk mewujudkan hal
tersebut .
2. Peran Keluarga Dalam Pendidikan
Menurut etimologi peran keluarga dalam pertumbuhan anak ibarat baju besi yang
kuat yang melindungi manusia. Secara terminologis, keluarga berarti sekelompok
orangyang pertama berinteraksi dengan bayi. Pada tahun-tahun pertama hidup bayi
bersama keluarga. Bayi tumbuh danberkembang mengikuti kebiasaan dan tingkah laku
9
Srifariyati, “Pendidikan Keluarga dalam Al-Quran (Kajian Tafsir Tematik)”, Jurnal Madaniyah, Volume
2, Edisi XI, 2016, hal.231
10
M.Quraish Shihab , Tafsir Al-Misbah Volume 14, Cet. III, ( Tangerang: Lentera Hati, 2005), hal.237
7. 6
orangtua dan orang-orang sekitamya.Psikolog dan ahli pendidikan meyakini bahwa
keluargamerupakan faktor utama yang mampu memberikanpengaruh terhadap
pembentukan dan pengaturan ahklakanak. Keluarga terus memiliki pengaruh di masa
kanak-kanak saat anak selesai sekolah, sampai anak itu lepasdari pengasuhan dan
mengarungi bahtera rumah tangganya.Peran Keluarga adalah:
(1) Merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama karena dalam
keluargalahmanusia dilahirkan, berkembang dan menjadi dewasa.Pendidikan di dalam
keluarga sangat mempengaruhitumbuh dan terbentuknya watak, budi pekerti
dankepribadian tiap-tiap manusia.
(2) Ibarat sekolah pertamadimasuki anak sebagai pusat untuk menumbuhkembangkan
kebiasaan (tabiat), mencari pengetahuan danpengalaman.
(3) Perantara untuk membangun kesempurnaan akal anak dan kedua orang tuanya
yang bertanggung jawab untuk mengarahkan serta membangun dan
mengembangkan kecerdasan berpikir anak.Semua sikap, perilaku dan perbuatan,
kedua orang tua selalu menjadi perhatian anak-anak.11
Fungsi-fungsi utama keluarga yaitu:
(1) Menjagafitrah anak yang luhur dan suci.
(2) Meluruskan fitrahnyadan membangkitkan serta mengembangkan bakatkemampuan
positifnya.
(3) Menciptakan lingkungan yangaman dan tenang dan mengasuhnya di lingkungan
yangpenuh kasih sayang, lemah lembut dan saling mencintai.Dengan demikian anak
tersebut memiliki kepribadian normal yang mampu melaksanakan kewajiban dan
bergunadi masyarakat.
(4) Memberikan informasi tentang pendidikan dan kebudayaan masyarakat, bahasa,
adatistiadat dan norma-norma sosial agar anak dapatmempersiapkan kehidupan
sosialnya dalam masyarakat.12
Untuk itu keluarga perlu:
(1) Memupuk bakat dankemampuan anak dalam mencapai perkembangan yang baik.
(2) Menyediakan lingkungan yang efektif dankesempatan untuk menumbuhkan
kecerdasan emosional,tingkah laku, sosial kemasyarakatan dan
kecerdasanintelegensi.
11
Isnanita Noviya Andriyani, “Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Masyarakat” jurnal Al-Manar Vol 5, No
1, 2016, hal.6-7
12
ibi, hal.7
8. 7
(3) Memberikan kenyamanan dan ketenangan,serta mampu memahami gerakan,
isyarat, dan kebutuhananak.
(4) Memberikan jawaban yang tepat atas pertanyaan-pertanyaan anak pada waktu
yang tepat.
(5) Menumbuhkan kepekaan kesadaran bermasyarakat pada anak yang merupakan
salah satu unsur kejiwaan, seperti nurani.Kepekaan kesadaran masyarakat itu terus tumbuh
di dalam jiwa anak dalam kedisiplinan keluarga13
3. Urgensi Pendidikan Islam dalam Keluarga
Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus diberikan kepada anak
sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut mengingat bahwa pribadi anak pada usia
kanak-kanak masih muda untuk dibentuk dan anak didik masih banyak berada di
bawah pengaruh lingkungan rumah tangga. Mengingat arti strategis lembaga
keluarga tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar
itu harus dimulai dari rumah tangga oleh orang tua.
Pendidikan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus
mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Pendidikan agama
dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang
bersifat naluri yang ada pada kanak-kanak. Demikian pula, memberikan kepada anak
bekal pengetahuan agama dan nilai-nilai budaya Islam yang sesuai dengan umurnya
sehingga dapat menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang betul.
Inti pendidikan agama sesungguhnya adalah penanaman iman kedalam jiwa anak didik,
dan untuk pelaksanaan hal itu secara maksimal hanya dapat dilaksanakan dalam
rumah tangga. Harun Nasution menyebutkan bahwa pendidikan agama, dalam arti
pendidikan dasar dan konsep Islam adalah pendidikan moral. Pendidikan budi
pekerti luhur yang berdasarkan agama inilah yang harus dimulai oleh ibu-bapak di
lingkungan rumah tangga. Disinilah harus dimulai pembinaan kebiasaan-kebiasaan
yang baik dalam diri anak didik. Lingkungan rumah tanggalah yang dapat membina
pendidikan ini, karena anak yang berusia muda dan kecil itu lebih banyak berada di
lingkungan rumah tangga daripada di luar. 14
Tugas lingkungan rumah dalam hal pendidikan moral itu penting sekali, bukan hanya
karena usia kecil dan muda anak didik serta besarnya pengaruh rumah tangga, tetapi
karena pendidikan moral dalam sistem pendidikan kita pada umumnya belum
13
ibi, hal.7
14
Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. Jakarta: Mizan, 1995, hal.25
9. 8
mendapatkan tempat yang sewajarnya. Pendidikan formal di Indonesia masih
lebih banyak mengambil bentuk pengisian otak anak didik dalam pengetahuan-
pengetahuan yang diperlukan untuk masa depannya, sehingga penanaman nilai-nilai
moral belum menjadi skala prioritas. Oleh sebab itu, tugas ini lebih banyak
dibebankan pada keluarga atau rumah tangga. Jika rumah tangga tidak menjalankan
tugas tersebut sebagaimana mestinya, maka moral dalam masyarakat kita akan
menghadapi krisis.
Dari segi kegunaan, pendidikan agama dalam rumah tangga berfungsi sebagai
berikut: pertama,penanaman nilai dalam arti pandangan hidup yang kelak mewarnai
perkembangan jasmani dan akalnya, kedua,penanaman sikap yang kelak menjadi basis
dalam menghargai guru dan pengetahuan di sekolah.15
Bagaimanapun sederhananya pendidikan agama yang diberikan di rumah, itu akan berguna
bagi anak dalam memberi nilai pada teori-teori pengetahuan yang kelak akan diterimanya
disekolah. Inilah tujuan atau kegunaan pertama pendidikan agama dalam rumah tangga.
Oleh karena itu, peranan pendidikan (khususnya pendidikan agama) memainkan peranan
pokok yang sepatutnya dijalankan oleh setiap keluarga terhadap anggota-anggotanya.
Lembaga-lembaga lain dalam masyarakat, seperti lembaga politik, ekonomi dan lain-lain,
tidak dapat memegang dan menggantikan peranan ini. Lembaga-lembaga lain mungkin
dapat membantu keluarga dalam tindakan pendidikan, akan tetapi tidak berarti dapat
menggantikannya, kecuali dalam keadaan-keadaan luar biasa.16
Barangkali ada orang yang sering berbicara tentang pendidikan sementara pandangannya
tertuju secara khusus kepada sekolah. Pendidikan lebih luas dari sekedar sekolah. Memang
sekolah merupakan suatu lembaga yang mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan,
namun tidak dipungkiri bahwa sekolah menerima anak setelah anak ini melalui berbagai
pengalaman dan memperoleh banyak pola tingkah laku dan keterampilan dalam rumah
tangga.
Dalam kehidupan masyarakat primitif, keluarga menjalankan proses pengembangan sosial
anak dengan memperkenalkan berbagai keterampilan, kebiasaan dan nilai-nilai moral yang
berlaku dalam kehidupan komunitas. Karena kehidupan masyarakat primitif masih
sederhana, baik dalam anasir-anasir maupun isinya, maka pola-pola pendidikannya pun
masih sangat sederhana. Sejalan dengan perkembangan sejarah dan kompleknya
15
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remadja Rosdakarya 1994 , hal.68
16
Hasan Langgulung, , Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. (Cetakan Ketiga).
Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995, hal.75
10. 9
kehidupan, terjadi perubahan besar terhadap masyarakat. Implikasinya, anak-anak
mengalami kesulitan untuk belajar dengan sekedar meniru. Demikian pula, orang tua
sudah mengalami kesulitan untuk tetap tinggal bercengkrama bersama anak-anaknya
sepanjang hari. Dari situ muncul kebutuhan akan suatu lembaga khusus yang membantu
keluarga dalam mendidik anak-anak dan memelihara kelangsungan hidup komunitas.17
Demikianlah, keluarga pernah dan masih tetap merupakan tempat pendidikan pertama,
tempat anak berinteraksi dan menerima kehidupan emosional. Individu dewasa ini
menghadapi arus informasi dan budaya modern yang mesti disikapi. Kesalahan utama
yang dilakukan budaya modern yang berpijak pada budaya barat adalah lahirnya
pandangan bahwa segala yang bersumber dari barat diserap dan dianggap sebagai ciri
kemodernan.18
Akibatnya, penyerapan secara membabi buta terhadap cara pandang seperti itu
menyebabkan generasi-generasi muda (remaja) terjerumus ke dalam berbagai bentuk
penyimpangan dan kenakalan yang tidak dapat ditolerir secara agamis.
Persoalan kenakalan remaja yang sering menjadi buah bibir dan bahan diskusi berbagai
kalangan merupakan salah satu tema yang merupakan implikasi dari salah kaprah terhadap
makna modernitas. Berkumpulnya remaja-remaja yang menyebabkan terganggunya orang-
orang yang ada di sekelilingnya, tindakan-tindakan seperti minum minuman keras,
menelan obat-obat terlarang, pemuasan nafsu seksual, dan bentuk-bentuk kejahatan
lainnya, sebagaian besar merupakan akibat dari kesalahan pemaknaan tersebut. Di samping
itu, egoisme pribadi yang mengakibatkan pelecehan terhadap hak-hak orang lain menandai
dunia yang semakin maju.
Bekal pendidikan agama yang diperoleh anak dari lingkungan keluarga akan memberinya
kemampuan untuk mengambil haluan di tengah-tengah kemajuan yang demikian pesat.
Keluarga muslim merupakan keluarga-keluarga yang mempunyai tanggung jawab yang
sangat besar dalam mendidik generasi-generasinya untuk mampu terhindar dari berbagai
bentuk tindakan yang menyimpang. Oleh sebab itu, perbaikan pola pendidikan anak dalam
keluarga merupakan sebuah keharusan dan membutuhkan perhatian yang serius.
Suatu kenyataan yang dapat dipastikan bahwa masa remaja adalah masa yang penuh
dengan kegoncangan, di samping itu disadari pula bahwa remaja mempunyai potensi yang
sangat besar. Oleh karena itu, remaja sangat memerlukan pembinaan. Agamalah yang
17
Hery Noer Aly dan H. Munzier, S, Watak Pendidikan Islam. Cet. I. Jakarta: Friska Agung Insani, 2000,
hal.56
18
Akbar S. Ahmed. Post Modernisme and Islam; Predicement and Promise, terjemahan Bahasa Indonesia
dengan judul Posmodernisme; Bahaya dan Harapan Bagi Islam. Bandung: Mizan, 1993, hal.78
11. 10
dapat membantu mereka dalam mengatasi dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan
yang belum pernah mereka kenal sebelumnya yang seringkali bertentangan dengan nilai-
nilai agama yang dianut oleh para orang tua atau lingkungan tempat mereka hidup. Ajaran
agama Islam berintikan keyakinan (aqidah), ibadah, syariah dan akhlak yang sangat
membantu dalam mengatasi kehidupan remaja yang serba kompleks.19
Dalam kaitannya dengan pendidikan anak dalam keluarga, dapat memberikan implikasi-
implikasi sebagai berikut:
1) Anak Memiliki Pengetahuan Dasar-dasar Keagamaan
Kenyataan membuktikan bahwa anak-anak yang semasa kecilnya terbiasa dengan
kehidupan keagamaan dalam keluarga, akan memberikan pengaruh positif terhadap
perkembangan kepribadian anak pada fase-fase selanjutnya. Oleh karena itu, sejak dini
anak seharusnya dibiasakan dalam praktek-praktek ibadah dalam rumah tangga seperti
ikut shalat jamaah bersama dengan orang tua atau ikut serta ke mesjid untuk
menjalankan ibadah, mendengarkan khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan dan
kegiatan religius lainnya. Hal ini sangat penting, sebab anak yang tidak terbiasa dalam
keluarganya dengan pengetahuan dan praktek-praktek keagamaan maka setelah dewasa
mereka tidak memiliki perhatian terhadap kehidupan keagamaan.20
Pengetahuan agama dan spiritual termasuk bidang-bidang pendidikan yang harus
mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap anak-anaknya. Pengetahuan agama
sangat berarti dalam membangkitkan kekuatan dan kesediaan spritual yang bersifat
naluri yang ada pada anak melalui bimbingan agama dan pengalaman ajaran–ajaran
agama dan pengamalan ajaran–ajaran agama yang disesuaikan dengan tingkatan
usianya, sehingga dapat menolong untuk mendapatkan dasar pengetahuan agama
yangberimplikasi pada lahirnya kesadaran bagi anak tersebut untuk menjalankan ajaran
agama secara baik dan benar . 21
Dirumah, ayah dan ibu mengajarkan dan menanamkan dasar-dasar keagamaan kepada
anak-anaknya, termasuk di dalamnya dasar-dasar kehidupan bernegara, berprilaku yang
baik dan hubungan-hubungan sosial lainnya. Dengan demikian, sejak dini anak-anak
dapat merasakan betapa pentingnya nilai-nilai keagamaan dalam pembentukan
kepribadian. Latihan-latihan keagamaan hendaknya dilakukan sedemikian rupa
19
, H. Abd. Rahman Getteng.. Pendidikan Islam dalam Pembangunan. Ujungpandang: Yayasan al-Ahkam.
1997, hal. 86
20
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Cet. I. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1999, hal.28
21
Hasan Langgulung, op. cit., hal.25
12. 11
sehingga menumbuhkan perasaan aman dan memiliki rasa iman dan takwa kepada sang
pencipta.
Apabila latihan-latihan keagamaan diterapkan pada waktu anak masih kecil dalam
keluarga dengan cara yang kaku atau tidak benar, maka ketika menginjak usia dewasa
nanti akan cenderung kurang peduli terhadap agama atau kurang merasakan pentingnya
agama bagi dirinya. Sebaliknya, semakin banyak si anak mendapatkan latihan-latihan
keagamaan sewaktu kecil, maka pada saat ia dewasa akan semakin marasakan
kebutuhannya kepada agama 22
Menurut Umar Hasyim, mempelajari agama di rumah adalah pendidikan yang penting
dan akan terasa amat terkesan dan mendalam bagi penghayatan agama oleh keluarga,
terutama dalam pembentukan kepribadian agamis anak.23
Keluarga menjadi tempat berlangsungnya sosialisasi yang berfungsi dalam
pembentukan kepribadian sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila
dan makhluk keagamaan. Jika anak mengalami atau selalu menyaksikan praktek
keagamaan yang baik, teratur dan disiplin dalam rumah tangganya, maka anak akan
senang meniru dan menjadikan hal itu sebagai adat kebiasan dalam hidupnya, sehingga
akan dapat membentuknya sebagai makhluk yang taat beragama. Dengan demikian,
agama tidak hanya dipelajari dan diketahui saja, tetapi juga dihayati dan diamalkan
dengan konsisten.24
Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang dalam pergaulan dengan anggotanya
memiliki ciri spesifik. Disini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan
tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya. Dasar-dasar pengalamandapat diberikan
melalui rasa kasih sayang dan penuh kecintaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilai-
nilai kepatuhan. Justru karena pergaulan yang demikian itu berlangsung dalam
hubungan yang bersifat pribadi dan wajar, maka penghayatan terhadapnya mempunyai
arti yang amat penting. 25
2) Anak Memiliki Pengetahuan Dasar Akhlak.
Keluarga merupakan penanaman utama dasar-dasar akhlak bagi anak, yang biasanya
bercermin dalam sikap dan prilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak.
Dalam hubungan ini, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa rasa cinta, rasa bersatu
dan lain-lain perasaan dan keadaan jiwa yang pada umumnya sangat berfaedah untuk
22
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Cetakan Kelima belas). Jakarta: Bulan Bintang, 1996,hal.56
23
Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak dalam Islam, Seri II. Surabaya: Bina Ilmu. 1985, hal.75
24
Imam Barnadib, Pemikiran Tentang Pendidikan Baru. Yogyakarta: Andi Offset. 1983, hal.48
25
, Zakiah Daradjat . Ilmu Pendidikan Islam (Cetakan Kedua). Jakarta: Bumi Aksara. 1992., hal.28
13. 12
berlangsungnya pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapat dalam
kehidupan keluarga dengan sifat yang kuat dan murni, sehingga pusat-pusat pendidikan
lainnya tidak dapat menyamainya.26
Tampak jelas bahwa tingkah laku, cara berbuat dan berbicara akan ditiru oleh anak.
Dengan teladan ini, melahirkan gejala identifikasi positif, yakni penyamaan diri dengan
orang yang ditirunya. Perlu disadari bahwa sebagai tugas utama dari keluarga bagi
pendidikan anak ialah peletak dasar bagi pendidikan anak ialah peletak dasar bagi
pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian
besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga lainnya 27
Pendidikan agama sangat terkait dengan pendidikan akhlak. Tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian islam adalah bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Hal tersebut karena agama selalu menjadi
parameter, sehingga yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk
adalah yang dianggap buruk oleh agama. Oleh sebab itu, tujuan tertinggi pendidikan
islam adalah mendidik jiwa dan akhlak.28
Keluarga adalah sekolah tempat putra putri belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-
sifat mulia, sifat kesetiaan, kasih sayang, gairah (kecemburuan positif) dan sebagainya.
Dari kehidupan keluarga, seorang ayah atau suami memupuk sifat keberanian dan
keuletan dalam upaya membela sanak keluarga dan membahagiakan mereka pada saat
hidup dan setelah kematiannya.29
Keluarga adalah unit terkecil yang menjadi
pendukung dan pembangkit lahirnya bangsa dan masyarakat.
Dari segi pendidikan, keluarga memegang peranan yang sangat penting untuk
melanjutkan dan mengembangkan sosial budaya yang telah diajarkan kepada anak.
Dianggap bahwa kejadian shari-hari dalam kehidupan keluarga, anak-anak harus
mempelajari kebenaran dan peraturan-peraturan yang ada, menghormati hak dan
perasan orang lain, menghindari pergaulan yang kurang baik dan lain sebagainya
(Partowisastro, 1983). Pada setiap anak, sebagian besar tingkah lakunya diberi corak
oleh tradisi kebudayaan serta kepercayaan keluarga. Hanya saja hal ini belum tentu
dapat dipastikan, karena adanya gejala bosan terhadap tradisi lama.
26
Suwarno. 1985. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta: Aksara Baru, hal. 47
27
Khursid Ahmad, Family Life in Islam, diterjemahkan oleh Soetomo dengan judul Keluarga Muslim. Cet. I.
Bandung: Risalah, 1986, hal. 78
28
M. Arifin,. Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner. Cet. IV. Jakarta: Bumi Aksara., 1996
29
, M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Cetakan Kedua). Bandung: Mizan. . 1997. hal.87.
14. 13
Dasar-dasar kelakuan anak tertanam sejak dini dalam keluarga, sikap hidup serta
kebiasaan. Bagaimana pun adanya pengaruh luar, pengaruh keluarga tetap terkesan
pada anak karena di dalam keluargalah anak itu hidup dan menghabiskan waktunya.
Lingkungan keluarga harus merasa bertanggungjawab atas kelakuan, pembentukan
watak, kesehatan jasmani dan rohani (mental). 30
Jadi penerapan pendidikan keluarga, khususnya dalam pendidikan, akhlak harus dibina
dari kecil dengan pembiasaan-pembiasaan dan contoh teladan dari keluarga terutama
kedua orang tua. Dengan demikian anak akan memiliki pengetahuan tentang dasar-
dasar akhlak.
3) Anak Memiliki Pengetahuan Dasar Sosial
Anak adalah generasi penerus yang di masa depannya akan menjadi anggota
masyarakat secara penuh dan mandiri. Oleh karena itu seorang anak sejak kecil harus
sudah mulai belajar bermasyarakat, agar nantinya dia dapat tumbuh dan berkembang
menjadi manusia yang dapat menjalankan fungsi-fungsi sosialnya. Orang tua harus
menyadari bahwa dirinya merupakan lapisan mikro dari masyarakat, sehingga sejak
awal orang tua sudah menyiapkan anaknya untuk mengadakan hubungan sosial yang di
dalamnya akan terjadi proses saling mempengaruhi satu sama lain.
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenalkan kepada anak, atau
dapat dikatakan bahwa seorang anakitu mengenal hubungan sosial pertama-tama dalam
lingkungan keluarga. Adanya interaksi anggota keluarga yang satu dengan keluarga
yang lain menyebabkan seorang anak menyadari akan dirinya bahwa ia berfungsi
sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai individu, ia harus memenuhi
segala kebutuhan hidupnya demi untuk kelangsungan hidupnya di dunia ini. Sedangkan
sebagai makhluk sosial, ia menyesuaikan diri dengan kehidupan bersama yaitu saling
tolong-menolong dan mempelajari adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat.
Dengan demikian, perkembangan seorang anak dalam keluarga sangat ditentukan oleh
kondisi keluarga dan pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh orang tuanya
sehingga, di dalam kehidupan bermasyarakat akan kita jumpai bahwa perkembangan
anak yang satu dengan yang lain akan berbeda-beda.31
Kehidupan keluarga dibangun atas hubungan-hubungan sosial yang diatasnya terletak
tanggung jawab penting terhadap orang perorang dan terhadap masyarakat umum.
Mengingat pentingnya kehidupan keluarga dalam masyarakat sehari-hari, maka para
30
Imam Barnadib,op cit.86
31
Abu dan Nur Uhbiyati Ahmadi, Sosiologi Pendidikan. Cet. I. Jakarta: Rineka Cipta., 1991, hal. 30
15. 14
pemikir dan filosof zaman klasik telah merencanakan dan menggambarkan segala
sesuatu yang dapat menunjang keberhasilan dan kelangsungan keluarga itu. Perhatian
para pemikir tentang pangaturan kehidupan masyarakat sangat memprioritaskan kepada
pengenalan akan pentingnya keluarga karena ia merupakan inti dan unsur pertama
dalam masyarakat. 32
Lingkungan sosial yang pertama bagi anak ialah rumah. Di sanalah terdapat hubungan
yang pertama antara anak dengan orang-orang yang mengurusnya. Hubungan
diwujudkan dengan air muka, gerak-gerik dan suara. Karena hubungan ini, anak belajar
memahami gerak-gerik dan air muka orang lain. Hal ini penting sekali artinya untuk
perkembangan selanjutnya. Air muka dan gerak-gerik itu memegang peranan penting
dalam hubungan sosial. Kemudian alat hubungan kedua yang penting yang mula-mula
dipelajari di rumah adalah bahasa. Dengan bahasa, anak itu mendapat hubungan yang
lebih baik dengan orang-orang yang serumah dengannya. Sebaliknya anak dapat pula
berkata yang tidak senonoh atau mencaci maki dengan menggunakan bahasa pula.
Hal yang penting diketahui bahwa lingkungan keluarga itu akan membawa
perkembangan perasaan sosial yang pertamamisalnya, perasaan simpati yaitu suatu
usaha untuk menyesuaikan diri dengan perasaan orang lain. Anak-anak itu merasa
simpati kepada orang dewasa dan juga kepada orang yang mengurus mereka. Dari rasa
simpati itu tumbuhlah kelak pada anak-anak itu rasa cinta terhadap orang tua dan
kakak-kakaknya. Demikian pula, perasaan simpati itu menjadi dasar untuk perasaan
cinta terhadap sesama manusia. Di samping itu, lingkungan keluarga dapat memberi
suatu tanda peradaban yang tertentu kepada sekalian anggotanya. Dari caranya
bercakap-cakap, berpakaian, bergaul dengan orang lain, dapat kita kenal pertama kali
dalam lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga sangat mempengaruhi perasaan sosial
anak selanjutnya.
Sebagai akibat dari pengalaman sosialnya, anak yang sedang berkembang menerima
sejumlah besar ilmu tentang dunia dan bagaimana dunia beroperasi. Ia juga akan
mengembangkan nilai-nilai tentang bagaimana ia harus berinteraksi dengan dunia itu.
Pendidikan informal adalah semua pengajaran dan pelajaran yang dilakukan atau
dialami manusia sepanjang hidupnya
Dengan demikian, terlihat betapa besar tanggung jawab orang tua terhadap anak. Bagi
seorang anak, keluarga merupakan persekutuan hidup pada lingkungan keluarga tempat
32
Mustafa Fahmi, Penyesuaian Diri: Lapangan Implementasi dari Penyesuaian Diri (Cetakan Pertama).
Jakarta: Bulan Bintang. 1983, hal.87
16. 15
di mana ia menjadi pribadi atau diri sendiri. Selain itu, keluarga juga merupakan wadah
bagi anak dalam konteks proses belajarnya untuk mengembangkan dan membentuk diri
dan fungsi sosialnya. Di samping itu, keluarga merupakan tempat belajar bagi anak
dalam segala sikap untuk berbakti kepada Tuhan sebagai perwujudan hidup yang
tertinggi
Kesimpulan
1. Penerapan pendidikan agama terhadap anak dalam keluarga secara dini memiliki
tingkat urgenitas yang sangat besar. Hal tersebut mengingat bahwa peranan yang
dimainkan oleh lembaga pendidikan formal tidak mampu menggantikan posisi
lembaga keluarga dalam penanaman nilai-nilai moral keagamaan. Fenomena tersebut
menempatkan pendidikan dalam lembaga keluarga menempati posisi strategis.
Dalam hal ini, lembaga keluarga disamping menanamkan modal dasar bagi anak,
juga melengkapi kekurangan-kekurangan sistem pendidikan formal.
17. 16
2. Penerapan pendidikan agama terhadap anak sangat berpengaruh terhadap
pembentukan sikap dan tingkah laku anak. Pemberian modal-modal keagamaan
dalam keluarga, secara garis besarnya dapat melahirkan implikasi-implikasi sebagai
berikut: (a) anak memiliki pengetahuan dasar-dasar keagamaan, (b) anak
memiliki pengetahuan dasar akhlak, (c) anak memiliki pengetahuan dasar sosial.
Pengetahuan-pengetahuan dasar tersebut memiliki arti penting untuk pencapaian tujuan
asasi dari pendidikan Islam, yaitu penanaman iman dan akhlaqul karimah.
3. Mengingat besarnya peranan yang dimainkan keluarga dalam penanaman nilai-nilai
moral terhadap anak makaperlu dilakukankerjasama yang baik antara pihak
lembaga pendidikan formal dengan lembaga keluarga dalam membina para
peserta didik.
4. Mengingat besarnya peranan orang tua dalam penanaman nilai-nilai moral dan
keagamaan anak maka pendidikan tidak hanya penting diterapkan kepada anak, tetapi
juga terhadap orang tua. Minimnya pengetahuan keagamaan orang tua juga
sangat mempengaruhi kualitas pembinaannya terhadap anak. Oleh sebab itu,
dipandang perlu untuk merumuskan pola-pola pembinaan orang tua secara terencana
olehpihak pemerintah bekerjasama dengan pihak sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Khursid. 1986. Family Life in Islam, diterjemahkan oleh Soetomo dengan judul
Keluarga Muslim. Cet. I. Bandung: Risalah.
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 1991. Sosiologi Pendidikan. Cet. I. Jakarta: Rineka Cipta.
18. 17
Ahmed, Akbar S. 1993. Post Modernisme and Islam; Predicement and Promise,
terjemahan Bahasa Indonesia dengan judul Posmodernisme; Bahaya dan Harapan
Bagi Islam. Bandung: Mizan.
Aly, Hery Noer dan H. Munzier, S. 2000. Watak Pendidikan Islam. Cet. I. Jakarta: Friska
Agung Insani.
Andriyani Isnanita Noviya, “Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Masyarakat” jurnal
Al-Manar Vol 5, No 1, 2016
Arifin, M. 1996. Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner. Cet. IV. Jakarta: Bumi Aksara.
Barnadib, Imam. 1983. Pemikiran Tentang Pendidikan Baru. Yogyakarta: Andi Offset.
Daradjat, Zakiah. 1996. Ilmu Jiwa Agama (Cetakan Kelima belas). Jakarta: Bulan Bintang.
Daradjat, Zakiah.1992. Ilmu Pendidikan Islam (Cetakan Kedua). Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra.
Fahmi, Mustafa. 1983. Penyesuaian Diri: Lapangan Implementasi dari Penyesuaian Diri
(Cetakan Pertama). Jakarta: Bulan Bintang.
Getteng, H. Abd. Rahman. 1997. Pendidikan Islam dalam Pembangunan. Ujungpandang:
Yayasan al-Ahkam.
Harahap, H. Syahrin. 1999. Islam; Konsep dan Imlementasi Pemberdayaan. Cet. I.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Hasbullah. 1999. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Cet. I. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hasyim, Umar. 1985. Cara Mendidik Anak dalam Islam, Seri II. Surabaya: Bina Ilmu.
Hasbi Wahyu, “Keluarga Sebagai Basis Pendidikan Pertama dan Utama”, Jurnal Ilmiah
Didaktika, Volume 12, Nomor 2, 2012
Ibnu Musthafa. 1997. Keluarga Islam Menyongsong Abad ke-21. Cet. II. Bandung: Mizan.
Izzat, Hibbah Rauf. 1997. Al-Mar’ah Wa al-‘Amal al Siysiy: Ru’yah Islamiah.
Diterjemahkan oleh Baharuddin Fannani dengan judul Wanita dan Politik;
Pandangan Islam. Cet. I. Bandung: Remadja Rosdakarya.
Jailani M.Syahran , “Teori Pendidikan Keluarga dan Tanggung Jawab Orang Tua”,
Jurnal Nadwa, Volume 8, Nomor 2, Tahun 2014
Langgulung, Hasan. 1995. Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan
Pendidikan. (Cetakan Ketiga). Jakarta: Al-Husna Zikra,
Labaso’, Syahrial,” Konsep Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadis”,
Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV, No.1, 2018.
Nasution, Harun. 1995. Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. Jakarta: Mizan.
19. 18
Neni, Yohana, “Konsep Pendidikan Dalam Keluarga”, Jurnal OASIS, Volume 2, Nomor
1. Tahun 2017.
Shihab, M. Quraish. 1997. Membumikan al-Qur’an (Cetakan Kedua). Bandung: Mizan.
Shihab, M.Quraish, 2005, Tafsir Al-Misbah Volume 14, Cet. III, ( Tangerang:
Lentera Hati
Srifariyati, “Pendidikan Keluarga dalam Al-Quran (Kajian Tafsir Tematik)”, Jurnal
Madaniyah, Volume 2, Edisi XI, 2016.
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remadja
Rosdakarya.
Puspitawati Herien, 2013, Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia,
Bogor: IPB Press