SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
BAB I
                                     PENDAHULUAN




1.1. LATAR BELAKANG
            Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan hidup
      (sistem sosial), dan keluarga menyediakan situasi belajar.
            Sebagai satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial), keluarga dapat
      berbentuk     keluarga inti (nucleus family),      terdiri dari ayah, ibu dan anak.
      Ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain: kakek/nenek,
      adik/ipar, pembantu, dan lain-lain). Ikatan kekeluargaan membantu anak
      mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerja
      sama, disiplin, tingkah laku yang baik, serta pengakuan akan kewibawaan.1
            Sementara itu, yang berkenaan dengan keluarga menyediakan situasi
      belajar, dapat dilihat bahwa bayi dan anak sangat bergantung kepada orang tua,
      baik karena keadaan jasmaniahnya maupun kemampuan intelektual, social, dan
      moral. Bayi dan anak belajar menerima dan meniru apa yang diajarkan oleh
      orang tua.2
           Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka,
      karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan
      demikian bentuk       pertama      dari   pendidikan terdapat dalam         kehidupan
      keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak
      mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama
      karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar bagi perkembangan dan
      kehidupan anak dikemudian hari.
           Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dra.Kartini Kartono, “keluarga
      merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan
      menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada




      1
         Kewibawaan adalah pengakuan dan penerimaan secara sukarela terhadap pengaruh atau
anjuran yang datang dari orang lain.
       2
         Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan:(Umum dan Agama Islam), (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006), hlm. 87.



                                           1
dalam       hubungan      interaksi    yang     intim.   Keluarga      memberikan       dasar
         pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak.”3
                Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang sangat
         menarik bagi seorang pendidik dan ibu-ibu yang setiap saat menghadapi anak-
         anak yang membutuhkan pendidikan. Mengasuh dan membesarkan anak berarti
         memelihara kehidupan dan kesehatanya serta mendidiknya dengan penuh
         ketulusan dan cinta kasih. Secara umum tanggung jawab mengasuh anak adalah
         tugas kedua orang tuanya. Firman Allah SWT yang menunjukkan perintah
         tersebut adalah




         Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api
         neraka.(Q.S At-Tahrim: 6)
                 Pengertian       mengasuh        anak      adalah     mendidik,       membimbing,
         memeliharanya, mengurus makanan, minuman, pakaian, kebersihanya, atau
         pada segala perkara yang seharusnya diperlukanya, sampai batas bilamana si
         anak telah mampu melaksanakan keperluanya yang vital, seperti makan,
         minum, mandi dan berpakaian.4
                 Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga.
         Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai
         pendidik terhadap anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan
         berakhlakul karimah. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari
         bahwa cara mereka mendidik membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi
         kebebasanya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya.
         Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengaruhi sikap, perasann, cara
         berfikir, bahkan kecerdasan mereka.
                 Keluarga adalah koloni terkecil terkecil di dalam masyarakat dan dari
         keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam
         satu masyarakat. Lingkungan keluarga sering disebut sebagai lingkungan
         pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak.
         3
             Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), Cet.ke 2,
hlm.19
         4
        Umar Hasyim, Anak Soleh (Cara Mendidik Anak dalam Islam), (Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1993), Jilid 2, hlm. 86



                                                 2
Adakalanya ini berlangsung melalui ucapan-ucapan, perintah-perintah yang
   diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya
   diperlihatkan atau dilakukan anak. Adakalanya orang tua bersikap atau
   bertindak sebagai patokan, sebagai contoh agar ditiru dan apa yang ditiru akan
   meresap dalam dirinya. Dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan
   bertingkah laku atau bagian dari kepribadianya. Orang tua menjadi factor
   terpenting dalam menanamkan dasar kepribadian tersebut yang turut
   menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa.
            Sebagaimana dalam buku Ilmu Pendidikan karangan Drs. Abu Ahmadi,
   Imam Ghazali menyatakan: “Dan anak itu sifatnya menrima semua yang
   dilakukan, yang dilukiskan dan condong kepada semua yang tertuju kepadanya.
   Jika anak itu dibiasakan dan diajari berbuat baik maka anak itu kan hidup
   berbahagia di dunia dan di akhirat. Dari kedua orang tua serta semua guru-
   gurunya dan pendidik-pendidiknya akan mendapatkan kebahagiaan itu. Tetapi
   jika dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja, maka anak itu akan
   celaka dan binasa. Maka yang menjadi ukuran dari ketinggian anak ialah
   terletak pada yang bertanggung jawab (pendidik) dan walinya.”5
            Prinsip serta harapan-harapan seseorang dalam bidang pendidikan anak
   beraneka ragam coraknya, ada yang menginginkan anaknya menjalankan
   disiplin keras, ada yang menginginkan anaknya lebih banyak kebebasan dalam
   berfikir maupun bertindak. Ada orang tua yang terlalu melindungi anak, ada
   yang bersikap acuh terhadap anak. Ada yang mengadakan suatu jarak anak dan
   ada pula yang menganggap anak sebagai teman.


1.2. RUMUSAN MASALAH
   Berdasarkan hal-hal yang tertulis dalam latar belakang, maka penulis dalam hal
   ini akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan.

   1. Apa yang dimaksud dengan pola asuh orang tua?
   2. Apa saja macam-macam pola asuh orang tua?
   3. Apa peranan orang tua dalam keluarga?
   4. Apa saja macam-macam aliran pendidikan?



   5
       Abu Ahmadi dan Nuruhbiyati, Ilmu Pendidikan, hlm. 117



                                           3
1.3. TUJUAN MASALAH
   Dengan berdasar kepada poin-poin pertanyaan tersebut di atas, maka penulis
   mempunyai tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu :

   1. Memahami pengertian pola asuh orang tua.
   2. Mengetahui macam-macam pola asuh orang tua.
   3. Mengetahui peranan orang tua dalam keluarga.
   4. Mengetahui macam-macam aliran pendidikan.




                                   4
BAB II
                                            ISI




2.1. PENGERTIAN POLA ASUH ORANG TUA
                 Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang
      berkpribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua
      sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus
      menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang dinyatakan
      Zakiyah Daradjat, bahwa “ Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup
      merupakan unsure-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke
      dalam pribadi anak yang sedang tumbuh”6
                 Dalam mendidik anak, terdapat berbagai macam bentuk pola asuh yang
      bias dipilih dan digunakan oleh orang tua. Sebelum berlanjut kepada
      pembahasan berikutnya, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian pola
      asuh itu sendiri.
              Pola asuh terdiri dari dua kat yaitu ”Pola”dan”Asuh”. Menurut Kamus
      Besar Bahasa Indonesia, “Pola” berarti corak, model, system, cara kerja, bentuk
      (struktur) yang tetap.7 Sedangkan kata “Asuh” berarti menjaga (merawat dan
      mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih dan sebagainya), dan
      memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.8
             Lebih jelasnya kata Asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan
      dengan pemeliharaan, dukungan dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan
      menjalani hidupnya secara sehat.9 Menurut Dr. Ahmad Tafsir seperti yang
      dikutip oleh Danny I. Yatim-Irwanto, Pola Asuh berarti pendidikan, sedangkan
      pendidikan      adalah     bimbingan        secara   sadar    oleh    pendidik     terhadap
      perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian
      yang utama.10

      6
          Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1996), Cet ke-15, hlm. 56
      7
         Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), hlm. 54
       8
          TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, hlm. 692
       9
         Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh Keutamaan Wanita, (Yogyakarta : Kanisius, 1990),
Cet. Ke-1, hlm.5
       10
          Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet.
Ke-1, hlm. 94



                                             5
Jadi, pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang
      tua dan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan
      dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap
      paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang
      secara sehat dan optimal.


2.2. MACAM-MACAM POLA ASUH ORANG TUA
             Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para
      ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda yang antara satu sama lain
      hamper mempunyai persamaan. Di antaranya adalah sebagai berikut:
      A. Dr. Paul Hauck menggolongkan pengelolaan anak ke dalam empat macam
           pola, yaitu:
           1. Kasar dan Tegas
             Orang tua yang mengurus keluarganya meurut skema neurotic
             menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan diubah dan
             mereka membina suatu hubungan seperti majikan dan pembantu antara
             mereka sendiri dan anak-anak mereka.
           2. Baik Hati dan Tidak Tegas
             Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal
             yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat kekanak-
             kanakan secara emosional.
           3. Kasar dan tidak tegas
             Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut, biasanya
             diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berperilaku
             buruk dan ia bias memperbaikinya apabila ia mempunyai kemauan untuk
             itu.
           4. Baik Hati dan Tegas
             Orang tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak mereka
             tentang tindakan yang mereka tidak setujui. Namun dalam melakukan ini,
             mereka membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu
             sendiri, tidak pernah si anak atau pribadinya.11

      11
          Paul Hauck, Psikologi Populer: Mendidik Anak Dengan Berhasil, (Jakarta: Arcan, 1993),
Cet.Ke-5, Hlm. 37




                                           6
B. Drs. H. Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, berdasrkan penelitian yang
      dilakukan oleh Fels Research Institute, corak hubungan orang tua
      dengananak dibedakan menjadi tiga pola, yaitu:
      1. Pola menerima-menolak
         Pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak.
      2. Pola memiliki-melepaskan
         Pola ini didasarkan atas sikap protektif orang tua terhadap anak. Pola ini
         bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan memiliki anak
         sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali
      3. Pola demokrasi-otokrasi
         Pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak dalam menentukan kegiatan-
         kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai
         dictator terhadap anak, sedangkan dalam pola demokrasi, sampai batas-
         batas tertentu, nak dapat berpartisipasi dalam keputusan-keputusan
         keluarga.12
C. Elizabeth B. Hurlock mengemukakan ada beberapa sikap orang tua yang
      khas dalam mengasuh anaknya, antara lain:
      1. Melindungi secara berlebihan
         Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan
         pengendalian anak yang berlebihan.
      2. Permisivitas
         Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat
         sesuka hati denagn sedikit pengendalian.
      3. Memanjakan
         Permisivitas yang berlebih/memanjakan membuat anak egois, menuntut
         dan sering tiranik.
      4. Penolakan
         Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau
         dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang
         terbuka.




12
     Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 180.



                                          7
5. Penerimaan
             Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian yang besar dan kasih sayang
             pada anak, orang tua menerima, memperhatikan perkembangan kemapuan
             anak dan memperhitungkan minat anak.
           6. Dominasi
             Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua. Bersifat jujur,
             sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah
             dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitive.
           7. Tunduk pada anak
             Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi
             mereka dan rumah mereka.
           8. Favoritisme
             Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan
             sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat
             mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain
             dalam keluarga.
           9. Ambisi orang tua
             Hamper semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka, seringkali
             sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering dipengaruhi oleh
             ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak
             mereka naik di tangga status social.13
      D. Danny I. Yatim Irwanto mengemukakan beberapa pola asuh orang tua, yaitu:
           1. Pola asuh Otoriter
             Pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua.
             Kebatasan anak sangat dibatasi.
           2. Pola asuh Demokratik
             Pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan
             anaknya.
           3. Pola Asuh Permisif
             Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak
             untuk berperilaku sesuai dengan keinginanya.
           4. Pola Asuh dengan Ancaman

      13
           Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak/Child Development, Terj. Meitasari Tjandrasa,
(Jakarta: Erlangga, 1990), Cet.Ke-2, hlm. 204



                                              8
Ancaman atau peringatan keras yang diberikan pada anak akan dirasa
              sebagai    tantangan      terhadap     otonomi      dan    pribadinya.      Ia   akan
              melanggarnya untuk menunjukkanbahwa ia mempunyai harga diri.
           5. Pola Asuh dengan Hadiah
              Dalam hal ini yang dimaksud adalah jika orang tua memergunakan hadiah
              yang bersifat material atau suatu janji ketika menyuruh anak
              berperilakuseperti apa yang diinginkan.14
      E. Thomas Gordon mengemukakan pola asuh orang tua, yaitu:
           1. Pola Asuh Menang
           2. Pola Asuh Mengalah
           3. Pola Asuh Tidak Menag Dan Tidak Kalah15
      F. Syamsu Yusuf mengemukakan pola asuh orang tua, yaitu:
           1. Overprotection (terlalu melindungi)
           2. Permisivienes (pembolehan)
           3. Rejection (penolakan)
           4. Acceptance (penerimaan)
           5. Domination (dominasi)
           6. Submission (penyerahan)
           7. Over discipline (terlalu disiplin)16
      G. Marlcom Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh
           yang dilakuakan orang tua dalam keluarga, yaitu:
           1. Autokratis (otoriter)
              Pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua
              dan kebebasan anak sangat dibatasi.
           2. Demokratis
              Pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan
              anaknya.
           3. Permisif
              Pola ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk
              berperilaku sesuai dengan keinginanya sendiri.

      14
          Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet.
Ke-1, hlm. 94
       15
          Thomas Gordon, Menjadi Orang Tua Efektif, (Jakarta: Gramedia, 1994), hlm. 127
       16
          Syamsu Arif, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Terj. Sumarji, (Jakarta: Erlangga,
1986), hlm. 21



                                              9
4. Laissez Faire
             Pola ini ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua kepada anaknya.17


             Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya
      akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu: pola asuh otoriter, demokratis dan
      laissez Faire. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembahasan menjadi
      lebih terfokus dan jelas.
             Oleh karena itu, jika dilihat dari berbagai macam bentuk pola asuh di atas
      pada intinya hampir sama. Misalnya saja antara pola asuh autokratis, over
      protection, over disclipine, dominasi, favoritism, ambisi orang tua dan otoriter.
      Semua menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan yang
      berlebihan. Demikian oula halnya dengan pola asuh Laissez Faire, rejection,
      submission, permissiveness, memanjakan. Secara implisit, kesemuanya itu
      memperlihatkan suatu sikap yang kurang berwibawa, bebas, acuh tak acuh.
      Adapun acceptance (penerimaan) bias termasuk bagian dari pola asuh
      demokratis. Oleh karena itulah, maka penulis hanya akan membahas tiga
      macam pola asuh, yang secara teoritis lebih dikenal bila dibandingkan dengan
      yang lainya, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan laissez faire.


      1.   Otoriter
             Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, otoriter berarti berkuasa sendiri
      dan sewenang-wenang.18 Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D
      Gunarsa, pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak
      agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh
      orang tua tanpa da kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya
      sendiri.19
             Jadi pola auh otoriter adalah cara mengasuh anak yang dilakukan orang
      tua dengan menentukan sendiri aturan -aturan dan batasan-batasan yang mutlak
      harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan memperhitungkan keadaan anak.
      Serta orang tualah yang berkuasa menentukan segala sesuatu untuk anak dan

      17
          Malcom Hary dan Steve Heyes, Terj. Soenardi, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga, 1986)
Edisi Ke-2, hlm. 131
       18
          Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), hlm. 692
       19
          Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
(Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7, hlm. 87



                                             10
anak hanyalah sebagai objek pelaksana saja. Jika nak-anaknya menentang atau
      membantah, maka ia tak segan-segan untuk memberikan hukuman. Jadi, dalam
      hal ini kebebasan anak sangatlah dibatasi. Apa saja yang dilakukan anak harus
      sesuai dengan keninginan orang tua.
             Pada pola asuh ini akan terjadi komunikasi satu arah. Orang tualah yang
      memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan
      keadaan dan keinginan anak. Perintah yang diberikan berorientaasi pada sikap
      keras orang tua. Karena menurutnya tanpa sikap keras tersebut anak tidak akan
      melaksanakaan tugas dan kewajibanya. Jadi anak melakukan perintah orang tua
      karena takut, bukan karena suatu kesadaran bahwa pa yang dikerjakanya itu
      akan bermanfaat bagi kehidupanya kelak.20
             Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua terhadap anak, dapat
      mempengaruhi         proses    pendidikan      anak     terutama     dalam     pembentukan
      kepribadianya. Karena displin yang dinilai efektif oleh orang yang tua
      (sepihak), belum tentu serasi dengan perkembangan anak. Prof. Dr. Utami
      Munandar mengemukakan bahwa, “sikap orang tua yang otoriter paling tidak
      menunjang perkembangan kemandirian dan tanggung jawab social. Anak
      menjadi patuh, sopan, rajin mengerjakan pekerjaan sekolah, tetapi kurang bebas
      dan kurang percaya diri.”21
             Disini perkembangan anak itu semata-mata ditentukan oleh orang tuanya.
      Sifat pribadi anak yang otoriter biasanya suka menyendiri, mengalami
      kemunduran kematanganya, ragu-ragu di dalam semua tindakan, serta lambat
      berinisiatif.22anakyang dibesarkan di rumah yang bernuansa otoriter akan
      mengalami perkembangan yang tidak diharapkan orang tua. Anak akan menjadi
      krang kreatif jika orang tua selalu melarang segala tindakan anak yang sedikit
      menyimpang dari yang seharusnya dilakukan. Larangan dan hukuman orang tua
      akan menekan daya kreatifitas anak yang sedang berkembang, anak tidak akan
      berani mencoba dan ia tidak kan mengembangkan kemampuan untuk
      melakukan sesuatu karena tidak dapat kesempatan untuk mencoba. Anak juga
      akan takut untuk mengemukakan pendapatnya, ia merasa tidak dapat

      20
          Parsono, Materi Pokok Landasan Kependidikan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), Cet. Ke-
2, hlm. 6-8
       21
          Utami Munandar, Hubungan Isteri, Suami dan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta: Pustaka
Antara, 1992), hlm. 127
       22
          Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 112.



                                             11
mengimbangi teman-temanya dalam segala hal, sehingga anak menjadi pasif
         dalam pergaulan. Lama- lama ia akan mempunyai perasaan rendah diri dan
         kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri. Karena kepercayaan terhadap diri
         sendiri tidak ada, maka setelah dewasapun maasih akan terus mencari bantua,
         perlindungan dan pengamanan. Ini berarti anak tidak berani tanggung jawab.23
                  Adapun ciri-ciri dari pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:
         1). Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua yang dan tidak boleh
               membantah
         2). Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudia
               menghukumnya.
         3). Orang tua cenderung memberikan perintah danlarangan kepada anak.
         4). Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak maka nak
               dianggap membangkang.
         5). Orang tua cenderung memaksakan disiplin.
         6). Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak
               hanya sebagai pelaksana.
         7). Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.24


         2. Demokratis
                  Menurut Prof. Dr. Utami Munandar, “pola asuh demokratis adalah cara
         mendidik anak, dimana orang tua menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan
         memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak.”25
                  Pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang yang
         memperhatikan dan menghargai kebebasan anak anak, namun kebebasan itu
         tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara orang tua dan
         anak.26 Dengan kata lain, pola asuh demokratis ini memberikan kebebasan
         kepada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang diinginkanya
         dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah ditetapkan
         orang tua.
         23
              Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), Cet.ke 2,
hlm.98
         24
          Zahara Idris Dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992),
Cet.Ke-2, hlm. 88
       25
          Utami Munandar, Pemanduan Anak Berbakat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1982), hlm. 98
       26
          Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
(Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7, hlm. 84



                                                  12
Orang tua juga selalu memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh
      pengertian terhadap anak, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Hal
      tersebut dilakukan orang tua dengan lemah lembut dan penuh kasih saying.
      Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yang berbunyi:




      “Sesungguhnya Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala hal urusan”
      (HR.Bukhari)


              Pola asuh demokrasi ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang
      tua dan anak. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak
      diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginanya.
      Jadi dalam pola asuh ini terdapat komunikasi yang baik antara orang tua dan
      anak.
              Pola asuh demokratis dapat dikatakan sebagai kombinasi dari dua pola
      asuh ekstrim yang bertentangan, yaitu pola asuh otoriter dan laissez faire. pola
      Asuhan demokrati ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua
      dengan anaknya. Mereka membuat aturan aturan yang disetujui bersama. Anak
      diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginanya dan
      belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersikap
      sebagai pemberi pendapat pertimbangan terhadap aktivitas anak.
              Dengan pola asuh ini, anak akan mampu mengembangkan control
      terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang dapat diterima oleh
      masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggung
      jawab dan yakin terhadap dirinya sendiri. Daya kreativitasnya berkembang baik
      karena orang tua selalu merangsang anaknya untuk mampu berinisiatif.27
              Rumah tangga yang hangat dan demokratis, juga berarti orang tua
      merencanakan kegiatan keluarga untuk mempertimbangkan kebutuhan anak
      agar tumbuh dan berkembang sebagai individu dan bahwa orang tua
      memberinya kesempatan berbicara atas suatu keputusan semampu yang diatasi
      oleh anak. Saran orang tua ialah mengembangkan individu yang berfikir, yang

      27
         Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet.
Ke-1, hlm. 97




                                             13
dapat menilai situasi dan bertindak dengantepat, bukan seekor hewan terlatih
      yang patuh tanpa pertanyaan.28
             Pendapat Fromm, seperti yang dikuti oleh Abu Ahmadi bahwa anak yang
      dibesarkan dalam keluarga yang bersuasana demokratik, perkembanganya lebih
      luwes dan dapat menerima kekuasaan secara rasional. Sebaliknya anak yang
      dibesarkan dalam suasana otoriter, memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang
      harus ditakuti dan bersifat nagi (rahasia). Ini mungkin menimbulakan sikap
      tunduk secara membuta kepada kekuasaan, atau justru sikap menentang
      kekuasaan.29
             Indikasi dari hasil penelitian Lutfi (1991), Nur Hidayat (1993) dan Nur
      Hidayah dkk. (1995), yang dikutip oleh Mohammad Schohib adalah bahwa
      dalam pola asuh dan sikap orang tua yang demokratis menjadikan adanya
      komunikasi yang dialogis antara anak dan orang tua dan adanya kehangatan
      yang membuat anak remaja yang merasa diterima oleh orang tua
      memungkinkan mereka memahami, menerima dan menginternalisasi “pesan”
      nilai moral yang diupayakan untuk diapresiasikan berdasarkan kata hati.30
             Adapun cirri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut :
      1). Menentukan         peraturan     dan     disiplin    dengan     memperhatikan        dan
           mempertimbangkan alas an-alasan yang dapat diterima, dipahami dan
           dimengerti oleh anak.
      2). Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan
           dan yang tidak baik agar ditinggalkan.
      3). Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian.
      4). Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.
      5). Dapat menciptakan suasana komunikatf antara orang tua dan anak serta
           sesama keluarga.31
             Dari berbagai macam pola asuh yang banyak dikenal, pola asuh
      demokratis mempunyai dampak positifyang lebih besar dibandingkan dengan
      pola asus otoriter maupun laissez fraire. Dengan pola asuh demokratis anak


      28
          Joan Beck, asih asuh asah, hal.51
      29
          Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 180.
       30
          Mohammad Schohib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Disiplin Diri, (Jakarta: PT
Rieneka Cipta, 1998), Cet. Ke-1, hlm. 6
       31
          Zahara Idris Dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992),
Cet.Ke-2, hlm. 87-88



                                             14
akan menjadi orang yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu
      menghargai orang lain, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu
      bertanggung jawab terhadap kehidupan sosialnya. Tidak ada orang tua yang
      menerapkan salah satu macam pola asuh dengan murni, dalam mendidik anak-
      anaknya. Orang tua menerapkan berbagai macam pola asuh dengan memiliki
      kecenderungan kepada salah satu macam pola.


      3. Laissez Faire
             Kata laissez faire berasal dari bahasa Prancis yang berarti membiarkan
      (leave alone). Dalam istilah pendidikan, laissez faire adalah suatu system
      dimana pendidik menganut kebijaksanaan non intereference (tidak turut
      campur).32 Pola ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak
      untuk berperilaku sesuai dengan keinginanya sendiri. Orang tua tidak pernah
      memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan
      kepada anak tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu apakah prilakunya
      benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan ataupun
      menyalahkan anak. Akibatnya anak akan berprilaku sesuai denagn keinginanya
      sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau
      tidak.33 Pada pola asuh ini anak dipandang sebagai makhluk hidup yang
      berpribadi bebas. Anak adalah subjek yang tidak dapat bertindak menurut hati
      nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menentukan sendiri apa
      yang diinginkanya. Kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua
      seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh tak acuh terhadap mereka.
      Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang
      manja, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan secara emosional.
             Seorang anak yang belum pernah diajar untuk mentoleransi frustasi,
      Karena ia diperlakukan terlalu bauk oleh orang tuanya, kan menemukan banyak
      masalah ketika dewasa. Dalam perkawinan dan pekerjaan, anak-anak manja
      tersebut mengharapkan oranglain untuk membuat penyasuaian terhadap tingkah
      laku mereka. Ketika mereka kecewa mereka menjadi gusar, penuh kebencian


      32
         Soegarda Poebakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hlm.163
      33
         Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet.
Ke-1, hlm. 97




                                            15
dan bahkan marah-marah. Pandangan orang lain jarang sekali dipertimbangkan.
      Hanya pandangan mereka yang berguna. Kesukaran-kesukaran yang terpendam
      antara pandangan suami istri atau kawan sekerja terlihat nyata.34
             Adapun cirri-ciri pola asuh laissez faire adalah sebagai berikut:
      1). Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa monitor dan membimbingnya.
      2). Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.
      3). Mengutamakan kebutuhan material saja.
      4). Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan)
            untuk mengatur dirinya sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-
            norma yang diberikan atau digariskan oleh orang tua.
      5). Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalm keluarga.35




2.3. PERANAN ORANG TUA DALAM KELUARGA
             Menurut Gunarsa (1995: 31 – 38) dalam keluarga yang ideal (lengkap)
      maka ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan
      peran ibu. Secara umum peran kedua individu tersebut adalah:
      A. Peran Ibu adalah
           1) Memenuhi kebutuhan biologis dan fisik.
           2) Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan konsisiten.
           3) Mendidik, mengatur dan mengendalikan anak.
           4) Menjadi contoh dan teladan bagi anak.


      B. Peran Ayah adalah
           1) Ayah sebagai pencari nafkah.
           2) Ayah sebagai suami yang penuh pengertian dan member rasa aman.
           3) Ayah berpastisipasi dalam pendidikan anak.
           4) Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas bijaksana, mengasihi
             keluarga.



      34
           Paul Hauck, Psikologi Populer: Mendidik Anak Denagan Berhasil, (Jakarta: Arcan, 1993),
Cet.Ke-5, Hlm. 50-52
       35
          Zahara Idris Dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992),
Cet.Ke-2, hlm. 89-90




                                            16
2.4. ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
              Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan
      dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun di masa depan
      pendidikan itu selalu mengalami perkembanagan seiring dengan perkembangan
      social-budaya dan perkembangan IPTEK. Pemikiran-pemikiran yang membawa
      pembaruan pendidikan itu              disebut aliran-aliran pendidikan. Seperti dalam
      bidang-bidang lainya, pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu berlangsung
      seperti suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikiran terdahulu
      selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir-pemikir berikutnya, dan
      arena dialog tersebut akan melahirkan lagi pemikiran-pemikiran baru, dan
      demikian seterusnya.36
              Aliran-aliran telah dimulai sejak awal hidup manusia karena setiap
      kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunanya yang
      memerlukan pendidikan yang lebih baikdari orang tuanya. Di dalam berbagai
      kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang
      pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini (seperti: Ulich,
      1950).37
      A. Aliran Klasik dan Gerakan Baru Dalam Pendidikan
              1. Aliran-Aliran Klasik Dalam Pendidikan dan Pengaruhnya
                 Terhadap Pemikiran Pendidikan di Indonesia.
                 a. Aliran Empirisme
                             Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang
                     mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan
                     menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan,
                     sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang
                     diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia
                     sekitarnya yang berupa stimulant-stimulan. Stimulasi ini berasal dari
                     alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk
                     program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalah seoarang


      36
           Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005)
Hlm. 191
      37
           Ibid, hlm. 192



                                               17
filsuf Inggris yang bernama John Locke (1704-1932) yang
                  mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia
                  bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirikyang
                  diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan
                  perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme (biasa pula
                  disebut enviromentalisme) pendidik memegang peranan yang sangat
                  penting sebab pendidik dapat menyedikan lingkungan pendidikan
                  kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-
                  pengalaman. Pengalaman-pengalaman itu tentunya yang sesuai
                  dengan tujuan pendidikan.38
               b. Aliran Nativisme
                           Aliran nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang
                  menekankan        kemampuan        dalam     diri   anak.     Sehingga     factor
                  lingkungan , termasuk factor pendidikan , kurang berpengaruh
                  terhadap      perkembangan        anak.    Hasil     perkembangan        tersebut
                  ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran.
                  Lingkungan        kurang      berpengaruh       terhadap     pendidikan       dan
                  perkembangan anak. Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan.
                  Schopenhauer (filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi
                  itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh
                  karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang
                  sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka
                  keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri.
                  Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik
                  akan menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan
                  pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak
                  sendiri. Istilah Nativisme dari asal kata Natie yang artinya adalah
                  terlahir. Bagi Nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab
                  lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan
                  anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak
                  mempunyai pembawaan baik maka dia akan menjadi orang baik.


      38
        Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005)
Hlm. 194-195



                                             18
Pembawaann buruk dan baik ini tidak dapat diubah dari kekuatan
                     luar.39
                 c. Aliran Konvergensi
                               Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seoarang
                     ahli pendidikan dari Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak
                     dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun
                     pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam
                     proses perkembangan anak baik factor pembawaan maupun factor
                     lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting
                     bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan
                     baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk
                     perkembangan itu. Sebaliknya, lingjungan yang baik tidak dapat
                     menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada
                     diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan
                     itu.40
                               William Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu
                     tergantung dari pembawaan dan lingkungan, seakan-akan dua garis
                     yang yang menuju kesatu titik pertemuan sebagai berikut:




                               Karena itu teori William Stern disebut teori konvergensi
                     (konvergen artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori
                     konvergensi :
                     1. Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.




      39
           Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005)
Hlm. 196
      40
           Ibid, hlm. 198



                                               19
2. Pendidikan       diartikan    sebagai     pertolongan       yang    diberikan
                        lingkunagn kepada anak didik untuk mengembangkan potensi
                        yang baikdan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
                     3. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan
                        lingkungan.
                             Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas
                        sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang
                        manusia.41


                 d. Aliran Naturalisme
                             Pandangan yang ada persamaanya dengan nativisme adalah
                     aliran Naturalisme yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J
                     Rousseau (1712-1778). Berbeda dengan Schopenhauer, Rousseau
                     berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai
                     pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena
                     dipengaruhi oleh lingkungan. Rousseau juga berpendapat bahwa
                     pendidikan yang diberikan oleh orang dewasa malahan dapat merusak
                     pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut Negativisme,
                     karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan anak pada
                     alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan.42


                  Pengaruh Aliran Klasik Terhadap Pemikiran dan Praktek
                     Pendidikan di Indonesia.
                             Khusus dalam latar persekolahan, kini terdapat sejumlah
                     pendapat yang lebih menginginkan yang lebih agar peserta didik lebih
                     ditempatkan pada posisi yang seharusnya, yakni sebagai manusia
                     yang dapat dididik dan juga mendidikdirinya sendiri. Hubungan
                     pendidik dan peserta didik seyogyanya adalah hubungan yang setara
                     antara dua pribadi, meskipun yang satu lebih berkembang dari yang
                     lain (Raka Joni, 1983: 29; Sulo La Sulo, 1984). Hubungan kesetaraan
                     dalam interaksi edukatif tersebut seyogyanya diarahkan menjadi suatu

      41
           Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005),
hlm. 199
      42
           Ibid, hlm. 197



                                                20
hubungan transaksional, suatu hubungan antar pribadi yang member
                     peluang baik bagi peserta didik yang belajar, maupun bagi pendidik
                     yang ikut belajar (colearner). Dengan demikian, cita-cita pendidikan
                     seumur hidup dapat diwujudkan melaui belajar seumur hidup.
                     Hubungan tersebut sesuai asas Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madyo
                     Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Serta pandekatan Cara Belajar
                     Siswa Aktif (CBSA) dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam UU RI
                     No.2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, peran peserta didik dalam
                     mengembangkan bakat, minat, dan kemampuanya itu telah diakui dan
                     dilindungi (antara lain: Pasal 23 Ayat 1, Pasal 24, Pasal 26, dan lain-
                     lain).43


              2. Gerakan Baru Pendidikan.
                 a. Pengajaran Alam Sekitar.
                 b. Pengajaran Pusat Perhatian.
                 c. Sekolah Kerja.
                 d. Pengajaran Proyek.44


      B. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia.
              1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
              2. Ruang INS (Indonesia Nederlandsche School).45




      43
           Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005),
hlm. 200
      44
           Ibid, hlm. 200-204
      45
           Ibid, hlm, 205



                                                21
BAB III

                              PENUTUP




3.1. KESIMPULAN

         Dari berbagai macam pola asuh yang banyak dikenal, pola asuh
    demokratis mempunyai dampak positifyang lebih besar dibandingkan dengan
    pola asus otoriter maupun laissez fraire. Dengan pola asuh demokratis anak
    akan menjadi orang yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu
    menghargai orang lain, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu
    bertanggung jawab terhadap kehidupan sosialnya. Tidak ada orang tua yang
    menerapkan salah satu macam pola asuh dengan murni, dalam mendidik anak-
    anaknya. Orang tua menerapkan berbagai macam pola asuh dengan memiliki
    kecenderungan kepada salah satu macam pola.


3.2. SARAN

         Sebaiknya anak dibiarkan menikmati masa bermainya, karena dengan
    memaksakan kehendak orang tua pada anak seperti mengaharuskan anak
    mengamen di jalan dengan sendirnya telah merampas dunia kanak-kanak
    mereka.
         Perlunya penguatan pada orang tua agar tidak terus menerus
    mengkaryakan anaknya untuk mendapatkan uang dengan tanpa susah payah
    bekerja keras. Lambat laun orang tua ini akan mengahargai sebuah proses
    menujunkesuksesan dibandingkan budaya malas yang menghinggapi selama ini.




                                  22
DAFTAR PUSTAKA




Hasbullah. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kartono, Kartini. 1992. Peran Keluarga Memandu Anak. Jakarta: Rajawali Press.
Hasyim, Umar. 1993. Anak Sholeh (Cara Mendidik Anak Dalam Islam). Surabaya :
     PT Bina Ilmu.
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT
     Rineka Cipta.
Lamsuri, Mohamad. (Ed). 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan.
     Yogyakarta: Laksbang Mediatama Yogyakarta.
Darajat, Zakyat. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Depdikbud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Donelson, Elaine. 1990. Asih, sah, Asuh Keutamaan Wanita. Yogyakarta: Kanisius.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus Besar Bahasa
     Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
I Yatim Irwanto, Danny. 1991. Kepribadian Keluarga Narkotika. Jakarta: Arcan.
Hauck, Paul. 1993. Psikologi Populer: Mendidik Anak Dengan Berhasil.
     Jakarta:Arcan.
Idris, Zahara dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Gramedia
     Widia Sarana
Poebakawatja, Soegarda. 1976. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung.
Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rieneka Cipta

http://alimurfikependidikanislamuinsuka.blogspot.com




                                      23
24

More Related Content

What's hot

Perkembangan Nilai dan Moral Akhir Masa Kanak-Kanak
Perkembangan Nilai dan Moral Akhir Masa Kanak-KanakPerkembangan Nilai dan Moral Akhir Masa Kanak-Kanak
Perkembangan Nilai dan Moral Akhir Masa Kanak-KanakRista Nurizki Putri
 
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK DI TAMAN KANAK-KA...
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA  DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK  DI TAMAN KANAK-KA...HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA  DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK  DI TAMAN KANAK-KA...
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK DI TAMAN KANAK-KA...Atik Cm Seonara
 
Psikologi anak & pendidikan
Psikologi anak & pendidikanPsikologi anak & pendidikan
Psikologi anak & pendidikanGusti Irwansyah
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosioemosi kanak-kanak
Faktor-faktor yang mempengaruhi  perkembangan sosioemosi kanak-kanakFaktor-faktor yang mempengaruhi  perkembangan sosioemosi kanak-kanak
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosioemosi kanak-kanakAzyyati Zainudin
 
WAWACARA DAN OBSERVASI PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PSI...
WAWACARA DAN OBSERVASI PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PSI...WAWACARA DAN OBSERVASI PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PSI...
WAWACARA DAN OBSERVASI PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PSI...Riska Nur'Akhidah Sari
 
M1 Perkembangan Sosial Kanak-kanak
M1 Perkembangan Sosial Kanak-kanakM1 Perkembangan Sosial Kanak-kanak
M1 Perkembangan Sosial Kanak-kanakNormala Mehat
 
Pola asuh yang baik bagi anak usia 4
Pola asuh yang baik bagi anak usia 4Pola asuh yang baik bagi anak usia 4
Pola asuh yang baik bagi anak usia 4Meita Rizki
 
Jurnal perkembangan peserta didik
Jurnal perkembangan peserta didikJurnal perkembangan peserta didik
Jurnal perkembangan peserta didikkhairul jalil
 
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak
Pengaruh   keluarga terhadap   perkembangan anakPengaruh   keluarga terhadap   perkembangan anak
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan anakAde Rifai Kolot
 
Pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anak
Pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anakPengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anak
Pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anakrismawijayanti
 
Materi pola asuh dalam pendidikan anak usia dini
Materi pola asuh dalam pendidikan anak usia diniMateri pola asuh dalam pendidikan anak usia dini
Materi pola asuh dalam pendidikan anak usia diniMasriqon Masriqon
 
Td10003 latihan 1 jenry saiparudin
Td10003 latihan 1 jenry saiparudinTd10003 latihan 1 jenry saiparudin
Td10003 latihan 1 jenry saiparudinJenry Saiparudin
 
Kecerdasan emosi kanak pra sekolah
Kecerdasan emosi kanak pra sekolahKecerdasan emosi kanak pra sekolah
Kecerdasan emosi kanak pra sekolahjonyrod
 
Penglibatan keluarga
Penglibatan keluargaPenglibatan keluarga
Penglibatan keluargaAzizan Amanda
 
Perkembangan Sosial Pada Anak Homeschooling
Perkembangan Sosial Pada Anak HomeschoolingPerkembangan Sosial Pada Anak Homeschooling
Perkembangan Sosial Pada Anak HomeschoolingMuhamad Yogi
 
GROUP ASSIGNMENT - PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI
 GROUP ASSIGNMENT - PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI GROUP ASSIGNMENT - PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI
GROUP ASSIGNMENT - PERKEMBANGAN SOSIOEMOSINurul Normalisa
 

What's hot (19)

Perkembangan Nilai dan Moral Akhir Masa Kanak-Kanak
Perkembangan Nilai dan Moral Akhir Masa Kanak-KanakPerkembangan Nilai dan Moral Akhir Masa Kanak-Kanak
Perkembangan Nilai dan Moral Akhir Masa Kanak-Kanak
 
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK DI TAMAN KANAK-KA...
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA  DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK  DI TAMAN KANAK-KA...HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA  DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK  DI TAMAN KANAK-KA...
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK DI TAMAN KANAK-KA...
 
Psikologi anak & pendidikan
Psikologi anak & pendidikanPsikologi anak & pendidikan
Psikologi anak & pendidikan
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosioemosi kanak-kanak
Faktor-faktor yang mempengaruhi  perkembangan sosioemosi kanak-kanakFaktor-faktor yang mempengaruhi  perkembangan sosioemosi kanak-kanak
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosioemosi kanak-kanak
 
WAWACARA DAN OBSERVASI PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PSI...
WAWACARA DAN OBSERVASI PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PSI...WAWACARA DAN OBSERVASI PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PSI...
WAWACARA DAN OBSERVASI PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PSI...
 
M1 Perkembangan Sosial Kanak-kanak
M1 Perkembangan Sosial Kanak-kanakM1 Perkembangan Sosial Kanak-kanak
M1 Perkembangan Sosial Kanak-kanak
 
Pendidikan keluarga
Pendidikan keluargaPendidikan keluarga
Pendidikan keluarga
 
Pola asuh yang baik bagi anak usia 4
Pola asuh yang baik bagi anak usia 4Pola asuh yang baik bagi anak usia 4
Pola asuh yang baik bagi anak usia 4
 
Jurnal perkembangan peserta didik
Jurnal perkembangan peserta didikJurnal perkembangan peserta didik
Jurnal perkembangan peserta didik
 
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak
Pengaruh   keluarga terhadap   perkembangan anakPengaruh   keluarga terhadap   perkembangan anak
Pengaruh keluarga terhadap perkembangan anak
 
Pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anak
Pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anakPengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anak
Pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anak
 
Materi pola asuh dalam pendidikan anak usia dini
Materi pola asuh dalam pendidikan anak usia diniMateri pola asuh dalam pendidikan anak usia dini
Materi pola asuh dalam pendidikan anak usia dini
 
Pendidikan dalam keluarga
Pendidikan dalam keluargaPendidikan dalam keluarga
Pendidikan dalam keluarga
 
Td10003 latihan 1 jenry saiparudin
Td10003 latihan 1 jenry saiparudinTd10003 latihan 1 jenry saiparudin
Td10003 latihan 1 jenry saiparudin
 
Kecerdasan emosi kanak pra sekolah
Kecerdasan emosi kanak pra sekolahKecerdasan emosi kanak pra sekolah
Kecerdasan emosi kanak pra sekolah
 
Penglibatan keluarga
Penglibatan keluargaPenglibatan keluarga
Penglibatan keluarga
 
Perkembangan Sosial Pada Anak Homeschooling
Perkembangan Sosial Pada Anak HomeschoolingPerkembangan Sosial Pada Anak Homeschooling
Perkembangan Sosial Pada Anak Homeschooling
 
GROUP ASSIGNMENT - PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI
 GROUP ASSIGNMENT - PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI GROUP ASSIGNMENT - PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI
GROUP ASSIGNMENT - PERKEMBANGAN SOSIOEMOSI
 
Keterampilan sosial anak usia dini aud ratna
Keterampilan sosial anak usia dini aud ratnaKeterampilan sosial anak usia dini aud ratna
Keterampilan sosial anak usia dini aud ratna
 

Similar to Model Pola Asuh dalam Keluarga

Keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan
Keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikanKeluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan
Keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikanCNVIP
 
Lingkungan pendidikan dan hubungan timbal balik nya
Lingkungan pendidikan dan hubungan timbal balik nyaLingkungan pendidikan dan hubungan timbal balik nya
Lingkungan pendidikan dan hubungan timbal balik nyaDodyk Fallen
 
PENGASUHAN ANAK.pptx
PENGASUHAN ANAK.pptxPENGASUHAN ANAK.pptx
PENGASUHAN ANAK.pptxrayitri1
 
Makalah lingkungan pendidikan
Makalah lingkungan pendidikanMakalah lingkungan pendidikan
Makalah lingkungan pendidikanWarnet Raha
 
Bab.3
Bab.3Bab.3
Bab.3yelti
 
Ilmu pendidikan 5
Ilmu pendidikan 5Ilmu pendidikan 5
Ilmu pendidikan 5FENY DYAH
 
MAKALAH ANALISI DAN EVALUASI KEBIJAKAN PAI.docx
MAKALAH ANALISI DAN EVALUASI KEBIJAKAN PAI.docxMAKALAH ANALISI DAN EVALUASI KEBIJAKAN PAI.docx
MAKALAH ANALISI DAN EVALUASI KEBIJAKAN PAI.docxMhdTaajuddin
 
6. KONSEP KELUARGA SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT.ppt
6. KONSEP KELUARGA SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT.ppt6. KONSEP KELUARGA SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT.ppt
6. KONSEP KELUARGA SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT.pptDaraHumayra
 
Lingkunga pendidikan ppt
Lingkunga pendidikan pptLingkunga pendidikan ppt
Lingkunga pendidikan pptAisyah Turidho
 
Pendidikan Karakter (New Style)
Pendidikan Karakter (New Style)Pendidikan Karakter (New Style)
Pendidikan Karakter (New Style)Christian Lokas
 
Pembelajaran_Agama_Kristen.pptx
Pembelajaran_Agama_Kristen.pptxPembelajaran_Agama_Kristen.pptx
Pembelajaran_Agama_Kristen.pptxToniPenuam
 
komunikasi antar pribadi antara orang tua dan anak dalam pembentukan kepribad...
komunikasi antar pribadi antara orang tua dan anak dalam pembentukan kepribad...komunikasi antar pribadi antara orang tua dan anak dalam pembentukan kepribad...
komunikasi antar pribadi antara orang tua dan anak dalam pembentukan kepribad...MuhammadZaqiFariraSy
 
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan karakter peserta didik di ...
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan karakter peserta didik di ...Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan karakter peserta didik di ...
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan karakter peserta didik di ...Anis Ilahi
 
Modal asiment
Modal asimentModal asiment
Modal asimentYing Yin
 
Gabung semua-bab-tesis
Gabung semua-bab-tesisGabung semua-bab-tesis
Gabung semua-bab-tesisAfshan Mbo
 
33760961 topik-1-alam-belajar-2
33760961 topik-1-alam-belajar-233760961 topik-1-alam-belajar-2
33760961 topik-1-alam-belajar-2shahrul
 

Similar to Model Pola Asuh dalam Keluarga (20)

Keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan
Keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikanKeluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan
Keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan
 
Lingkungan pendidikan dan hubungan timbal balik nya
Lingkungan pendidikan dan hubungan timbal balik nyaLingkungan pendidikan dan hubungan timbal balik nya
Lingkungan pendidikan dan hubungan timbal balik nya
 
PENGASUHAN ANAK.pptx
PENGASUHAN ANAK.pptxPENGASUHAN ANAK.pptx
PENGASUHAN ANAK.pptx
 
Makalah lingkungan pendidikan
Makalah lingkungan pendidikanMakalah lingkungan pendidikan
Makalah lingkungan pendidikan
 
Makalah lingkungan pendidikan
Makalah lingkungan pendidikanMakalah lingkungan pendidikan
Makalah lingkungan pendidikan
 
Makalah lingkungan pendidikan
Makalah lingkungan pendidikanMakalah lingkungan pendidikan
Makalah lingkungan pendidikan
 
Bab.3
Bab.3Bab.3
Bab.3
 
Maalah keluarga
Maalah keluargaMaalah keluarga
Maalah keluarga
 
Lingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikanLingkungan pendidikan
Lingkungan pendidikan
 
Ilmu pendidikan 5
Ilmu pendidikan 5Ilmu pendidikan 5
Ilmu pendidikan 5
 
MAKALAH ANALISI DAN EVALUASI KEBIJAKAN PAI.docx
MAKALAH ANALISI DAN EVALUASI KEBIJAKAN PAI.docxMAKALAH ANALISI DAN EVALUASI KEBIJAKAN PAI.docx
MAKALAH ANALISI DAN EVALUASI KEBIJAKAN PAI.docx
 
6. KONSEP KELUARGA SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT.ppt
6. KONSEP KELUARGA SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT.ppt6. KONSEP KELUARGA SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT.ppt
6. KONSEP KELUARGA SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT.ppt
 
Lingkunga pendidikan ppt
Lingkunga pendidikan pptLingkunga pendidikan ppt
Lingkunga pendidikan ppt
 
Pendidikan Karakter (New Style)
Pendidikan Karakter (New Style)Pendidikan Karakter (New Style)
Pendidikan Karakter (New Style)
 
Pembelajaran_Agama_Kristen.pptx
Pembelajaran_Agama_Kristen.pptxPembelajaran_Agama_Kristen.pptx
Pembelajaran_Agama_Kristen.pptx
 
komunikasi antar pribadi antara orang tua dan anak dalam pembentukan kepribad...
komunikasi antar pribadi antara orang tua dan anak dalam pembentukan kepribad...komunikasi antar pribadi antara orang tua dan anak dalam pembentukan kepribad...
komunikasi antar pribadi antara orang tua dan anak dalam pembentukan kepribad...
 
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan karakter peserta didik di ...
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan karakter peserta didik di ...Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan karakter peserta didik di ...
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan karakter peserta didik di ...
 
Modal asiment
Modal asimentModal asiment
Modal asiment
 
Gabung semua-bab-tesis
Gabung semua-bab-tesisGabung semua-bab-tesis
Gabung semua-bab-tesis
 
33760961 topik-1-alam-belajar-2
33760961 topik-1-alam-belajar-233760961 topik-1-alam-belajar-2
33760961 topik-1-alam-belajar-2
 

More from Ali Murfi

Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...Ali Murfi
 
From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...
From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...
From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...Ali Murfi
 
Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...
Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...
Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...Ali Murfi
 
Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...
Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...
Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...Ali Murfi
 
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di IndonesiaKepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di IndonesiaAli Murfi
 
Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...
Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...
Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...Ali Murfi
 
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and ChallengesIslamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and ChallengesAli Murfi
 
Achievement Motivation Training
Achievement Motivation TrainingAchievement Motivation Training
Achievement Motivation TrainingAli Murfi
 
COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION
COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION
COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION Ali Murfi
 
Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristen
Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan KristenBias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristen
Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan KristenAli Murfi
 
Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini
Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini  Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini
Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini Ali Murfi
 
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...Ali Murfi
 
"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer
"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer
"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam KontemporerAli Murfi
 
Life mapping
Life mappingLife mapping
Life mappingAli Murfi
 
Kepemimpinan dan Karakter Bangsa
Kepemimpinan dan Karakter BangsaKepemimpinan dan Karakter Bangsa
Kepemimpinan dan Karakter BangsaAli Murfi
 
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...Ali Murfi
 
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)Ali Murfi
 
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIYSurvey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIYAli Murfi
 
Wawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan IslamWawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan IslamAli Murfi
 
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"Ali Murfi
 

More from Ali Murfi (20)

Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
Coping with the impact of Covid-19 pandemic on primary education: teachers' s...
 
From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...
From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...
From teachers to students creativity? the mediating role of entrepreneurial e...
 
Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...
Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...
Human Resources Approach for Optimization of Knowledge Management Implementat...
 
Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...
Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...
Strategi Pembelajaran Aktif Question Student Have (QSH) Pada Mata Pelajaran F...
 
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di IndonesiaKepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
Kepemimpinan Sekolah dalam Situasi Krisis Covid-19 di Indonesia
 
Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...
Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...
Islam Nusantara: Religion Dialectic and Cultural for Pluralism-Democratic Soc...
 
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and ChallengesIslamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
Islamic Education System in Singapore: Current Issues and Challenges
 
Achievement Motivation Training
Achievement Motivation TrainingAchievement Motivation Training
Achievement Motivation Training
 
COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION
COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION
COMPARISON OF PAI AND PAK: AN OVERVIEW OF VALUES OF MULTICULTURAL EDUCATION
 
Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristen
Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan KristenBias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristen
Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristen
 
Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini
Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini  Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini
Posdaya Sebagai Alternatif Pemerataan Pendidikan Anak Usia Dini
 
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
Analisis Gaya Belajar Siswa Berprestasi : Studi Komparasi Siswa Berprestasi S...
 
"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer
"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer
"Muslim Progresif" Omid Safi dan Isu-Isu Islam Kontemporer
 
Life mapping
Life mappingLife mapping
Life mapping
 
Kepemimpinan dan Karakter Bangsa
Kepemimpinan dan Karakter BangsaKepemimpinan dan Karakter Bangsa
Kepemimpinan dan Karakter Bangsa
 
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
KEBIJAKAN PENDIDIKAN PEMERINTAH INDIA (Respon Terhadap Isu Multikulturalisme ...
 
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
Strategi Pembelajaran Aktif : Question Student Have (QSH)
 
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIYSurvey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
Survey Evaluasi Pendidikan ; SMA N 1 Banguntapan Bantul DIY
 
Wawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan IslamWawasan Pengembangan Pendidikan Islam
Wawasan Pengembangan Pendidikan Islam
 
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
Latar Belakang Masalah "Pendidikan Multikultural"
 

Model Pola Asuh dalam Keluarga

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dilihat dari segi pendidikan, keluarga merupakan satu kesatuan hidup (sistem sosial), dan keluarga menyediakan situasi belajar. Sebagai satu kesatuan hidup bersama (sistem sosial), keluarga dapat berbentuk keluarga inti (nucleus family), terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain: kakek/nenek, adik/ipar, pembantu, dan lain-lain). Ikatan kekeluargaan membantu anak mengembangkan sifat persahabatan, cinta kasih, hubungan antar pribadi, kerja sama, disiplin, tingkah laku yang baik, serta pengakuan akan kewibawaan.1 Sementara itu, yang berkenaan dengan keluarga menyediakan situasi belajar, dapat dilihat bahwa bayi dan anak sangat bergantung kepada orang tua, baik karena keadaan jasmaniahnya maupun kemampuan intelektual, social, dan moral. Bayi dan anak belajar menerima dan meniru apa yang diajarkan oleh orang tua.2 Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar bagi perkembangan dan kehidupan anak dikemudian hari. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dra.Kartini Kartono, “keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada 1 Kewibawaan adalah pengakuan dan penerimaan secara sukarela terhadap pengaruh atau anjuran yang datang dari orang lain. 2 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan:(Umum dan Agama Islam), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 87. 1
  • 2. dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan anak.”3 Masalah anak-anak dan pendidikan adalah suatu persoalan yang sangat menarik bagi seorang pendidik dan ibu-ibu yang setiap saat menghadapi anak- anak yang membutuhkan pendidikan. Mengasuh dan membesarkan anak berarti memelihara kehidupan dan kesehatanya serta mendidiknya dengan penuh ketulusan dan cinta kasih. Secara umum tanggung jawab mengasuh anak adalah tugas kedua orang tuanya. Firman Allah SWT yang menunjukkan perintah tersebut adalah Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.(Q.S At-Tahrim: 6) Pengertian mengasuh anak adalah mendidik, membimbing, memeliharanya, mengurus makanan, minuman, pakaian, kebersihanya, atau pada segala perkara yang seharusnya diperlukanya, sampai batas bilamana si anak telah mampu melaksanakan keperluanya yang vital, seperti makan, minum, mandi dan berpakaian.4 Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga. Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlakul karimah. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka mendidik membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasanya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengaruhi sikap, perasann, cara berfikir, bahkan kecerdasan mereka. Keluarga adalah koloni terkecil terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan keluarga sering disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. 3 Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), Cet.ke 2, hlm.19 4 Umar Hasyim, Anak Soleh (Cara Mendidik Anak dalam Islam), (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993), Jilid 2, hlm. 86 2
  • 3. Adakalanya ini berlangsung melalui ucapan-ucapan, perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan anak. Adakalanya orang tua bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh agar ditiru dan apa yang ditiru akan meresap dalam dirinya. Dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan bertingkah laku atau bagian dari kepribadianya. Orang tua menjadi factor terpenting dalam menanamkan dasar kepribadian tersebut yang turut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa. Sebagaimana dalam buku Ilmu Pendidikan karangan Drs. Abu Ahmadi, Imam Ghazali menyatakan: “Dan anak itu sifatnya menrima semua yang dilakukan, yang dilukiskan dan condong kepada semua yang tertuju kepadanya. Jika anak itu dibiasakan dan diajari berbuat baik maka anak itu kan hidup berbahagia di dunia dan di akhirat. Dari kedua orang tua serta semua guru- gurunya dan pendidik-pendidiknya akan mendapatkan kebahagiaan itu. Tetapi jika dibiasakan berbuat jahat dan dibiarkan begitu saja, maka anak itu akan celaka dan binasa. Maka yang menjadi ukuran dari ketinggian anak ialah terletak pada yang bertanggung jawab (pendidik) dan walinya.”5 Prinsip serta harapan-harapan seseorang dalam bidang pendidikan anak beraneka ragam coraknya, ada yang menginginkan anaknya menjalankan disiplin keras, ada yang menginginkan anaknya lebih banyak kebebasan dalam berfikir maupun bertindak. Ada orang tua yang terlalu melindungi anak, ada yang bersikap acuh terhadap anak. Ada yang mengadakan suatu jarak anak dan ada pula yang menganggap anak sebagai teman. 1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan hal-hal yang tertulis dalam latar belakang, maka penulis dalam hal ini akan merumuskan permasalahan dalam beberapa pertanyaan. 1. Apa yang dimaksud dengan pola asuh orang tua? 2. Apa saja macam-macam pola asuh orang tua? 3. Apa peranan orang tua dalam keluarga? 4. Apa saja macam-macam aliran pendidikan? 5 Abu Ahmadi dan Nuruhbiyati, Ilmu Pendidikan, hlm. 117 3
  • 4. 1.3. TUJUAN MASALAH Dengan berdasar kepada poin-poin pertanyaan tersebut di atas, maka penulis mempunyai tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu : 1. Memahami pengertian pola asuh orang tua. 2. Mengetahui macam-macam pola asuh orang tua. 3. Mengetahui peranan orang tua dalam keluarga. 4. Mengetahui macam-macam aliran pendidikan. 4
  • 5. BAB II ISI 2.1. PENGERTIAN POLA ASUH ORANG TUA Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi orang yang berkpribadian baik, sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk pribadi yang pertama dalam kehidupan anak, dan harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Sebagaimana yang dinyatakan Zakiyah Daradjat, bahwa “ Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsure-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang tumbuh”6 Dalam mendidik anak, terdapat berbagai macam bentuk pola asuh yang bias dipilih dan digunakan oleh orang tua. Sebelum berlanjut kepada pembahasan berikutnya, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian pola asuh itu sendiri. Pola asuh terdiri dari dua kat yaitu ”Pola”dan”Asuh”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Pola” berarti corak, model, system, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap.7 Sedangkan kata “Asuh” berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga.8 Lebih jelasnya kata Asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, dukungan dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat.9 Menurut Dr. Ahmad Tafsir seperti yang dikutip oleh Danny I. Yatim-Irwanto, Pola Asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.10 6 Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1996), Cet ke-15, hlm. 56 7 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), hlm. 54 8 TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, hlm. 692 9 Elaine Donelson, Asih, Asah, Asuh Keutamaan Wanita, (Yogyakarta : Kanisius, 1990), Cet. Ke-1, hlm.5 10 Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet. Ke-1, hlm. 94 5
  • 6. Jadi, pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. 2.2. MACAM-MACAM POLA ASUH ORANG TUA Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda yang antara satu sama lain hamper mempunyai persamaan. Di antaranya adalah sebagai berikut: A. Dr. Paul Hauck menggolongkan pengelolaan anak ke dalam empat macam pola, yaitu: 1. Kasar dan Tegas Orang tua yang mengurus keluarganya meurut skema neurotic menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan diubah dan mereka membina suatu hubungan seperti majikan dan pembantu antara mereka sendiri dan anak-anak mereka. 2. Baik Hati dan Tidak Tegas Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat kekanak- kanakan secara emosional. 3. Kasar dan tidak tegas Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut, biasanya diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berperilaku buruk dan ia bias memperbaikinya apabila ia mempunyai kemauan untuk itu. 4. Baik Hati dan Tegas Orang tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak mereka tentang tindakan yang mereka tidak setujui. Namun dalam melakukan ini, mereka membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu sendiri, tidak pernah si anak atau pribadinya.11 11 Paul Hauck, Psikologi Populer: Mendidik Anak Dengan Berhasil, (Jakarta: Arcan, 1993), Cet.Ke-5, Hlm. 37 6
  • 7. B. Drs. H. Abu Ahmadi mengemukakan bahwa, berdasrkan penelitian yang dilakukan oleh Fels Research Institute, corak hubungan orang tua dengananak dibedakan menjadi tiga pola, yaitu: 1. Pola menerima-menolak Pola ini didasarkan atas taraf kemesraan orang tua terhadap anak. 2. Pola memiliki-melepaskan Pola ini didasarkan atas sikap protektif orang tua terhadap anak. Pola ini bergerak dari sikap orang tua yang overprotektif dan memiliki anak sampai kepada sikap mengabaikan anak sama sekali 3. Pola demokrasi-otokrasi Pola ini didasarkan atas taraf partisipasi anak dalam menentukan kegiatan- kegiatan dalam keluarga. Pola otokrasi berarti orang tua bertindak sebagai dictator terhadap anak, sedangkan dalam pola demokrasi, sampai batas- batas tertentu, nak dapat berpartisipasi dalam keputusan-keputusan keluarga.12 C. Elizabeth B. Hurlock mengemukakan ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam mengasuh anaknya, antara lain: 1. Melindungi secara berlebihan Perlindungan orang tua yang berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan. 2. Permisivitas Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak berbuat sesuka hati denagn sedikit pengendalian. 3. Memanjakan Permisivitas yang berlebih/memanjakan membuat anak egois, menuntut dan sering tiranik. 4. Penolakan Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan yang terbuka. 12 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 180. 7
  • 8. 5. Penerimaan Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian yang besar dan kasih sayang pada anak, orang tua menerima, memperhatikan perkembangan kemapuan anak dan memperhitungkan minat anak. 6. Dominasi Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua. Bersifat jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitive. 7. Tunduk pada anak Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak mendominasi mereka dan rumah mereka. 8. Favoritisme Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain dalam keluarga. 9. Ambisi orang tua Hamper semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak mereka, seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua supaya anak mereka naik di tangga status social.13 D. Danny I. Yatim Irwanto mengemukakan beberapa pola asuh orang tua, yaitu: 1. Pola asuh Otoriter Pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebatasan anak sangat dibatasi. 2. Pola asuh Demokratik Pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. 3. Pola Asuh Permisif Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginanya. 4. Pola Asuh dengan Ancaman 13 Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak/Child Development, Terj. Meitasari Tjandrasa, (Jakarta: Erlangga, 1990), Cet.Ke-2, hlm. 204 8
  • 9. Ancaman atau peringatan keras yang diberikan pada anak akan dirasa sebagai tantangan terhadap otonomi dan pribadinya. Ia akan melanggarnya untuk menunjukkanbahwa ia mempunyai harga diri. 5. Pola Asuh dengan Hadiah Dalam hal ini yang dimaksud adalah jika orang tua memergunakan hadiah yang bersifat material atau suatu janji ketika menyuruh anak berperilakuseperti apa yang diinginkan.14 E. Thomas Gordon mengemukakan pola asuh orang tua, yaitu: 1. Pola Asuh Menang 2. Pola Asuh Mengalah 3. Pola Asuh Tidak Menag Dan Tidak Kalah15 F. Syamsu Yusuf mengemukakan pola asuh orang tua, yaitu: 1. Overprotection (terlalu melindungi) 2. Permisivienes (pembolehan) 3. Rejection (penolakan) 4. Acceptance (penerimaan) 5. Domination (dominasi) 6. Submission (penyerahan) 7. Over discipline (terlalu disiplin)16 G. Marlcom Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakuakan orang tua dalam keluarga, yaitu: 1. Autokratis (otoriter) Pola ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan kebebasan anak sangat dibatasi. 2. Demokratis Pola ini ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. 3. Permisif Pola ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginanya sendiri. 14 Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet. Ke-1, hlm. 94 15 Thomas Gordon, Menjadi Orang Tua Efektif, (Jakarta: Gramedia, 1994), hlm. 127 16 Syamsu Arif, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Terj. Sumarji, (Jakarta: Erlangga, 1986), hlm. 21 9
  • 10. 4. Laissez Faire Pola ini ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua kepada anaknya.17 Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, penulis hanya akan mengemukakan tiga macam saja, yaitu: pola asuh otoriter, demokratis dan laissez Faire. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar pembahasan menjadi lebih terfokus dan jelas. Oleh karena itu, jika dilihat dari berbagai macam bentuk pola asuh di atas pada intinya hampir sama. Misalnya saja antara pola asuh autokratis, over protection, over disclipine, dominasi, favoritism, ambisi orang tua dan otoriter. Semua menekankan pada sikap kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan yang berlebihan. Demikian oula halnya dengan pola asuh Laissez Faire, rejection, submission, permissiveness, memanjakan. Secara implisit, kesemuanya itu memperlihatkan suatu sikap yang kurang berwibawa, bebas, acuh tak acuh. Adapun acceptance (penerimaan) bias termasuk bagian dari pola asuh demokratis. Oleh karena itulah, maka penulis hanya akan membahas tiga macam pola asuh, yang secara teoritis lebih dikenal bila dibandingkan dengan yang lainya, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan laissez faire. 1. Otoriter Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, otoriter berarti berkuasa sendiri dan sewenang-wenang.18 Menurut Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D Gunarsa, pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa da kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri.19 Jadi pola auh otoriter adalah cara mengasuh anak yang dilakukan orang tua dengan menentukan sendiri aturan -aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan memperhitungkan keadaan anak. Serta orang tualah yang berkuasa menentukan segala sesuatu untuk anak dan 17 Malcom Hary dan Steve Heyes, Terj. Soenardi, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga, 1986) Edisi Ke-2, hlm. 131 18 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1988), hlm. 692 19 Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7, hlm. 87 10
  • 11. anak hanyalah sebagai objek pelaksana saja. Jika nak-anaknya menentang atau membantah, maka ia tak segan-segan untuk memberikan hukuman. Jadi, dalam hal ini kebebasan anak sangatlah dibatasi. Apa saja yang dilakukan anak harus sesuai dengan keninginan orang tua. Pada pola asuh ini akan terjadi komunikasi satu arah. Orang tualah yang memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan dan keinginan anak. Perintah yang diberikan berorientaasi pada sikap keras orang tua. Karena menurutnya tanpa sikap keras tersebut anak tidak akan melaksanakaan tugas dan kewajibanya. Jadi anak melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu kesadaran bahwa pa yang dikerjakanya itu akan bermanfaat bagi kehidupanya kelak.20 Penerapan pola asuh otoriter oleh orang tua terhadap anak, dapat mempengaruhi proses pendidikan anak terutama dalam pembentukan kepribadianya. Karena displin yang dinilai efektif oleh orang yang tua (sepihak), belum tentu serasi dengan perkembangan anak. Prof. Dr. Utami Munandar mengemukakan bahwa, “sikap orang tua yang otoriter paling tidak menunjang perkembangan kemandirian dan tanggung jawab social. Anak menjadi patuh, sopan, rajin mengerjakan pekerjaan sekolah, tetapi kurang bebas dan kurang percaya diri.”21 Disini perkembangan anak itu semata-mata ditentukan oleh orang tuanya. Sifat pribadi anak yang otoriter biasanya suka menyendiri, mengalami kemunduran kematanganya, ragu-ragu di dalam semua tindakan, serta lambat berinisiatif.22anakyang dibesarkan di rumah yang bernuansa otoriter akan mengalami perkembangan yang tidak diharapkan orang tua. Anak akan menjadi krang kreatif jika orang tua selalu melarang segala tindakan anak yang sedikit menyimpang dari yang seharusnya dilakukan. Larangan dan hukuman orang tua akan menekan daya kreatifitas anak yang sedang berkembang, anak tidak akan berani mencoba dan ia tidak kan mengembangkan kemampuan untuk melakukan sesuatu karena tidak dapat kesempatan untuk mencoba. Anak juga akan takut untuk mengemukakan pendapatnya, ia merasa tidak dapat 20 Parsono, Materi Pokok Landasan Kependidikan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1994), Cet. Ke- 2, hlm. 6-8 21 Utami Munandar, Hubungan Isteri, Suami dan Anak Dalam Keluarga, (Jakarta: Pustaka Antara, 1992), hlm. 127 22 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 112. 11
  • 12. mengimbangi teman-temanya dalam segala hal, sehingga anak menjadi pasif dalam pergaulan. Lama- lama ia akan mempunyai perasaan rendah diri dan kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri. Karena kepercayaan terhadap diri sendiri tidak ada, maka setelah dewasapun maasih akan terus mencari bantua, perlindungan dan pengamanan. Ini berarti anak tidak berani tanggung jawab.23 Adapun ciri-ciri dari pola asuh otoriter adalah sebagai berikut: 1). Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua yang dan tidak boleh membantah 2). Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudia menghukumnya. 3). Orang tua cenderung memberikan perintah danlarangan kepada anak. 4). Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak maka nak dianggap membangkang. 5). Orang tua cenderung memaksakan disiplin. 6). Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana. 7). Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.24 2. Demokratis Menurut Prof. Dr. Utami Munandar, “pola asuh demokratis adalah cara mendidik anak, dimana orang tua menentukan peraturan-peraturan tetapi dengan memperhatikan keadaan dan kebutuhan anak.”25 Pola asuh demokratis adalah suatu bentuk pola asuh yang yang memperhatikan dan menghargai kebebasan anak anak, namun kebebasan itu tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara orang tua dan anak.26 Dengan kata lain, pola asuh demokratis ini memberikan kebebasan kepada anak untuk mengemukakan pendapat, melakukan apa yang diinginkanya dengan tidak melewati batas-batas atau aturan-aturan yang telah ditetapkan orang tua. 23 Kartini Kartono, Peran Keluarga Memandu Anak, (Jakarta : Rajawali Press, 1992), Cet.ke 2, hlm.98 24 Zahara Idris Dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992), Cet.Ke-2, hlm. 88 25 Utami Munandar, Pemanduan Anak Berbakat, (Jakarta: CV. Rajawali, 1982), hlm. 98 26 Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 1995), Cet. Ke-7, hlm. 84 12
  • 13. Orang tua juga selalu memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh pengertian terhadap anak, mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak. Hal tersebut dilakukan orang tua dengan lemah lembut dan penuh kasih saying. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala hal urusan” (HR.Bukhari) Pola asuh demokrasi ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginanya. Jadi dalam pola asuh ini terdapat komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Pola asuh demokratis dapat dikatakan sebagai kombinasi dari dua pola asuh ekstrim yang bertentangan, yaitu pola asuh otoriter dan laissez faire. pola Asuhan demokrati ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan dan keinginanya dan belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Orang tua bersikap sebagai pemberi pendapat pertimbangan terhadap aktivitas anak. Dengan pola asuh ini, anak akan mampu mengembangkan control terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap dirinya sendiri. Daya kreativitasnya berkembang baik karena orang tua selalu merangsang anaknya untuk mampu berinisiatif.27 Rumah tangga yang hangat dan demokratis, juga berarti orang tua merencanakan kegiatan keluarga untuk mempertimbangkan kebutuhan anak agar tumbuh dan berkembang sebagai individu dan bahwa orang tua memberinya kesempatan berbicara atas suatu keputusan semampu yang diatasi oleh anak. Saran orang tua ialah mengembangkan individu yang berfikir, yang 27 Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet. Ke-1, hlm. 97 13
  • 14. dapat menilai situasi dan bertindak dengantepat, bukan seekor hewan terlatih yang patuh tanpa pertanyaan.28 Pendapat Fromm, seperti yang dikuti oleh Abu Ahmadi bahwa anak yang dibesarkan dalam keluarga yang bersuasana demokratik, perkembanganya lebih luwes dan dapat menerima kekuasaan secara rasional. Sebaliknya anak yang dibesarkan dalam suasana otoriter, memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang harus ditakuti dan bersifat nagi (rahasia). Ini mungkin menimbulakan sikap tunduk secara membuta kepada kekuasaan, atau justru sikap menentang kekuasaan.29 Indikasi dari hasil penelitian Lutfi (1991), Nur Hidayat (1993) dan Nur Hidayah dkk. (1995), yang dikutip oleh Mohammad Schohib adalah bahwa dalam pola asuh dan sikap orang tua yang demokratis menjadikan adanya komunikasi yang dialogis antara anak dan orang tua dan adanya kehangatan yang membuat anak remaja yang merasa diterima oleh orang tua memungkinkan mereka memahami, menerima dan menginternalisasi “pesan” nilai moral yang diupayakan untuk diapresiasikan berdasarkan kata hati.30 Adapun cirri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut : 1). Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alas an-alasan yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti oleh anak. 2). Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan. 3). Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian. 4). Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga. 5). Dapat menciptakan suasana komunikatf antara orang tua dan anak serta sesama keluarga.31 Dari berbagai macam pola asuh yang banyak dikenal, pola asuh demokratis mempunyai dampak positifyang lebih besar dibandingkan dengan pola asus otoriter maupun laissez fraire. Dengan pola asuh demokratis anak 28 Joan Beck, asih asuh asah, hal.51 29 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991), hlm. 180. 30 Mohammad Schohib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Disiplin Diri, (Jakarta: PT Rieneka Cipta, 1998), Cet. Ke-1, hlm. 6 31 Zahara Idris Dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992), Cet.Ke-2, hlm. 87-88 14
  • 15. akan menjadi orang yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu menghargai orang lain, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan sosialnya. Tidak ada orang tua yang menerapkan salah satu macam pola asuh dengan murni, dalam mendidik anak- anaknya. Orang tua menerapkan berbagai macam pola asuh dengan memiliki kecenderungan kepada salah satu macam pola. 3. Laissez Faire Kata laissez faire berasal dari bahasa Prancis yang berarti membiarkan (leave alone). Dalam istilah pendidikan, laissez faire adalah suatu system dimana pendidik menganut kebijaksanaan non intereference (tidak turut campur).32 Pola ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan keinginanya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu apakah prilakunya benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan ataupun menyalahkan anak. Akibatnya anak akan berprilaku sesuai denagn keinginanya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak.33 Pada pola asuh ini anak dipandang sebagai makhluk hidup yang berpribadi bebas. Anak adalah subjek yang tidak dapat bertindak menurut hati nuraninya. Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menentukan sendiri apa yang diinginkanya. Kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua seperti ini cenderung kurang perhatian dan acuh tak acuh terhadap mereka. Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, lemah, tergantung dan bersifat kekanak-kanakan secara emosional. Seorang anak yang belum pernah diajar untuk mentoleransi frustasi, Karena ia diperlakukan terlalu bauk oleh orang tuanya, kan menemukan banyak masalah ketika dewasa. Dalam perkawinan dan pekerjaan, anak-anak manja tersebut mengharapkan oranglain untuk membuat penyasuaian terhadap tingkah laku mereka. Ketika mereka kecewa mereka menjadi gusar, penuh kebencian 32 Soegarda Poebakawatja, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hlm.163 33 Danny I. Yatim-Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta : Arcan, 1991), Cet. Ke-1, hlm. 97 15
  • 16. dan bahkan marah-marah. Pandangan orang lain jarang sekali dipertimbangkan. Hanya pandangan mereka yang berguna. Kesukaran-kesukaran yang terpendam antara pandangan suami istri atau kawan sekerja terlihat nyata.34 Adapun cirri-ciri pola asuh laissez faire adalah sebagai berikut: 1). Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa monitor dan membimbingnya. 2). Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh. 3). Mengutamakan kebutuhan material saja. 4). Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan) untuk mengatur dirinya sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma- norma yang diberikan atau digariskan oleh orang tua. 5). Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalm keluarga.35 2.3. PERANAN ORANG TUA DALAM KELUARGA Menurut Gunarsa (1995: 31 – 38) dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua individu yang memainkan peranan penting yaitu peran ayah dan peran ibu. Secara umum peran kedua individu tersebut adalah: A. Peran Ibu adalah 1) Memenuhi kebutuhan biologis dan fisik. 2) Merawat dan mengurus keluarga dengan sabar, mesra dan konsisiten. 3) Mendidik, mengatur dan mengendalikan anak. 4) Menjadi contoh dan teladan bagi anak. B. Peran Ayah adalah 1) Ayah sebagai pencari nafkah. 2) Ayah sebagai suami yang penuh pengertian dan member rasa aman. 3) Ayah berpastisipasi dalam pendidikan anak. 4) Ayah sebagai pelindung atau tokoh yang tegas bijaksana, mengasihi keluarga. 34 Paul Hauck, Psikologi Populer: Mendidik Anak Denagan Berhasil, (Jakarta: Arcan, 1993), Cet.Ke-5, Hlm. 50-52 35 Zahara Idris Dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992), Cet.Ke-2, hlm. 89-90 16
  • 17. 2.4. ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan masyarakatnya. Sejak dulu, kini, maupun di masa depan pendidikan itu selalu mengalami perkembanagan seiring dengan perkembangan social-budaya dan perkembangan IPTEK. Pemikiran-pemikiran yang membawa pembaruan pendidikan itu disebut aliran-aliran pendidikan. Seperti dalam bidang-bidang lainya, pemikiran-pemikiran dalam pendidikan itu berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikiran terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir-pemikir berikutnya, dan arena dialog tersebut akan melahirkan lagi pemikiran-pemikiran baru, dan demikian seterusnya.36 Aliran-aliran telah dimulai sejak awal hidup manusia karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunanya yang memerlukan pendidikan yang lebih baikdari orang tuanya. Di dalam berbagai kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini (seperti: Ulich, 1950).37 A. Aliran Klasik dan Gerakan Baru Dalam Pendidikan 1. Aliran-Aliran Klasik Dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pemikiran Pendidikan di Indonesia. a. Aliran Empirisme Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulant-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan. Tokoh perintis pandangan ini adalah seoarang 36 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Hlm. 191 37 Ibid, hlm. 192 17
  • 18. filsuf Inggris yang bernama John Locke (1704-1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih. Pengalaman empirikyang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Menurut pandangan empirisme (biasa pula disebut enviromentalisme) pendidik memegang peranan yang sangat penting sebab pendidik dapat menyedikan lingkungan pendidikan kepada anak dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman- pengalaman. Pengalaman-pengalaman itu tentunya yang sesuai dengan tujuan pendidikan.38 b. Aliran Nativisme Aliran nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak. Sehingga factor lingkungan , termasuk factor pendidikan , kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan. Schopenhauer (filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan pembawaan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik akan menjadi baik”. Pendidikan yang tidak sesuai dengan bakat dan pembawaan anak didik tidak akan berguna untuk perkembangan anak sendiri. Istilah Nativisme dari asal kata Natie yang artinya adalah terlahir. Bagi Nativisme, lingkungan sekitar tidak ada artinya sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa kalau anak mempunyai pembawaan baik maka dia akan menjadi orang baik. 38 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Hlm. 194-195 18
  • 19. Pembawaann buruk dan baik ini tidak dapat diubah dari kekuatan luar.39 c. Aliran Konvergensi Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seoarang ahli pendidikan dari Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak baik factor pembawaan maupun factor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan itu. Sebaliknya, lingjungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan itu.40 William Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan lingkungan, seakan-akan dua garis yang yang menuju kesatu titik pertemuan sebagai berikut: Karena itu teori William Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu titik). Jadi menurut teori konvergensi : 1. Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan. 39 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005) Hlm. 196 40 Ibid, hlm. 198 19
  • 20. 2. Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkunagn kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baikdan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik. 3. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan. Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang manusia.41 d. Aliran Naturalisme Pandangan yang ada persamaanya dengan nativisme adalah aliran Naturalisme yang dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J Rousseau (1712-1778). Berbeda dengan Schopenhauer, Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan. Rousseau juga berpendapat bahwa pendidikan yang diberikan oleh orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu. Aliran ini juga disebut Negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan anak pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan.42  Pengaruh Aliran Klasik Terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia. Khusus dalam latar persekolahan, kini terdapat sejumlah pendapat yang lebih menginginkan yang lebih agar peserta didik lebih ditempatkan pada posisi yang seharusnya, yakni sebagai manusia yang dapat dididik dan juga mendidikdirinya sendiri. Hubungan pendidik dan peserta didik seyogyanya adalah hubungan yang setara antara dua pribadi, meskipun yang satu lebih berkembang dari yang lain (Raka Joni, 1983: 29; Sulo La Sulo, 1984). Hubungan kesetaraan dalam interaksi edukatif tersebut seyogyanya diarahkan menjadi suatu 41 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 199 42 Ibid, hlm. 197 20
  • 21. hubungan transaksional, suatu hubungan antar pribadi yang member peluang baik bagi peserta didik yang belajar, maupun bagi pendidik yang ikut belajar (colearner). Dengan demikian, cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diwujudkan melaui belajar seumur hidup. Hubungan tersebut sesuai asas Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Serta pandekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam UU RI No.2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, peran peserta didik dalam mengembangkan bakat, minat, dan kemampuanya itu telah diakui dan dilindungi (antara lain: Pasal 23 Ayat 1, Pasal 24, Pasal 26, dan lain- lain).43 2. Gerakan Baru Pendidikan. a. Pengajaran Alam Sekitar. b. Pengajaran Pusat Perhatian. c. Sekolah Kerja. d. Pengajaran Proyek.44 B. Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia. 1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa 2. Ruang INS (Indonesia Nederlandsche School).45 43 Umar Tirtarahardja dan S.L.La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 200 44 Ibid, hlm. 200-204 45 Ibid, hlm, 205 21
  • 22. BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN Dari berbagai macam pola asuh yang banyak dikenal, pola asuh demokratis mempunyai dampak positifyang lebih besar dibandingkan dengan pola asus otoriter maupun laissez fraire. Dengan pola asuh demokratis anak akan menjadi orang yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu menghargai orang lain, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu bertanggung jawab terhadap kehidupan sosialnya. Tidak ada orang tua yang menerapkan salah satu macam pola asuh dengan murni, dalam mendidik anak- anaknya. Orang tua menerapkan berbagai macam pola asuh dengan memiliki kecenderungan kepada salah satu macam pola. 3.2. SARAN Sebaiknya anak dibiarkan menikmati masa bermainya, karena dengan memaksakan kehendak orang tua pada anak seperti mengaharuskan anak mengamen di jalan dengan sendirnya telah merampas dunia kanak-kanak mereka. Perlunya penguatan pada orang tua agar tidak terus menerus mengkaryakan anaknya untuk mendapatkan uang dengan tanpa susah payah bekerja keras. Lambat laun orang tua ini akan mengahargai sebuah proses menujunkesuksesan dibandingkan budaya malas yang menghinggapi selama ini. 22
  • 23. DAFTAR PUSTAKA Hasbullah. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kartono, Kartini. 1992. Peran Keluarga Memandu Anak. Jakarta: Rajawali Press. Hasyim, Umar. 1993. Anak Sholeh (Cara Mendidik Anak Dalam Islam). Surabaya : PT Bina Ilmu. Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Lamsuri, Mohamad. (Ed). 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama Yogyakarta. Darajat, Zakyat. 1996. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. Depdikbud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Donelson, Elaine. 1990. Asih, sah, Asuh Keutamaan Wanita. Yogyakarta: Kanisius. Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan Bahasa. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. I Yatim Irwanto, Danny. 1991. Kepribadian Keluarga Narkotika. Jakarta: Arcan. Hauck, Paul. 1993. Psikologi Populer: Mendidik Anak Dengan Berhasil. Jakarta:Arcan. Idris, Zahara dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widia Sarana Poebakawatja, Soegarda. 1976. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung. Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rieneka Cipta http://alimurfikependidikanislamuinsuka.blogspot.com 23
  • 24. 24