1. TUGAS ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA
GINJAL
Oleh:
Afifah Indah Rahman (1804034020)
Mega Miyati (1804034036)
Ika Nur Pasa Amalia (1804034044)
Maulidya Juliane (1804034064)
Eva Sofiana (1804034097)
Pembimbing:
Radietya Alvarabie, S.Ked., dr
Program D4 Analis Kesehatan
Fakultas Farmasi dan Sains
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA
2019
2. BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan
tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal,
reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai
kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam
batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.
Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama dengan 20
sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal
berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases) terutama
penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah
menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan
masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat
membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang
lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh
darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi
pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya desertai
berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit
saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan
pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal
kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah
menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat
dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang
harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap penyakit
ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal
kronik dapat dikendalikan.
3. Ginjal dilihat dari belakang (tulang rusuk dihilangkan)
Ginjal adalah organekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian
dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang
mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi.
Anatomi dasar
1. Letak
Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini
terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior)
ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).
Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi
rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal kanan
biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.
Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu
meredam goncangan.
4. Potongan membujur ginjal
2. Struktur detail
Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan ketebalan 5 cm
dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang dengan lekukan yang
menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut hilus yang menghubungkan
arteri renal, vena renal, dan ureter.
3. Organisasi
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut medulla.
Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat
adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan
jaringan ikat longgar yang disebut kapsula. Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron
yang dapat berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh
dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih
diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan
pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor.
Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urine. Sebuah nefron terdiri dari sebuah
komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh
saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang
disebut glomerulus yang berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran
darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari
glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma
darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring
akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen. Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan
berisi cairan dalam kapsula Bowman terdapat tiga lapisan:
5. 1. kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
2. lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3. selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus, melewati
ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam bentuk
filtrat glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein
yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah
manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit,
menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini
digunakan untuk tes diagnosa fungsi ginjal.
Jaringan ginjal. Warna biru menunjukkan satu tubulus
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan filtrat
glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya
adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal. Lengkung Henle diberi
nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an.
Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan
untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang menghasilkan
ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam
amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam
tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis. Cairan mengalir dari tubulus
konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri dari:
tubulus penghubung
tubulus kolektivus kortikal
tubulus kloektivus medularis
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus
juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular
adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin Cairan menjadi makin kental di sepanjang
tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih
melewati ureter.
6. BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL
1. Fungsi homeostasis ginjal
Ginjal mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah.
Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium
dan hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis
pada pH 8.
Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang melibatkan
aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus konvulasi.
Kenaikan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau kekurangan air akan
segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal pada kelenjar pituitari dengan
umpan balik negatif. Kelenjar pituitari mensekresi hormon antidiuretik (vasopresin, untuk
menekan sekresi air) sehingga terjadi perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus ginjal.
Akibatnya konsentrasi cairan jaringan akan kembali menjadi 98%.
2. Penyakit dan ketidaknormalan
Bawaan
Asidosis tubulus renalis
Congenital hydronephrosis
Congenital obstruction of urinary tract
Duplicated ureter
Ginjal sepatu kuda
Penyakit ginjal polycystic
Renal dysplasia
Unilateral small kidney
Didapat
Diabetic nephropathy
Glomerulonephritis
Hydronephrosis adalah pembesaran satu atau kedua ginjal yang disebabkan oleh
terhalangnya aliran urin.
Interstitial nephritis
Batu ginjal ketidaknormalan yang umum dan biasanya menyakitkan.
Tumor ginjal
o Wilms tumor
o Renal cell carcinoma
Lupus nephritis
Minimal change disease
7. Dalam sindrom nephrotic, glomerulus telah rusak sehingga banyak protein dalam
darah masuk ke urin. Other frequent features of the nephrotic syndrome include
swelling, low serum albumin, and high cholesterol.
Pyelonephritis adalah infeksi ginjal dan seringkali disebabkan oleh komplikasi infeksi
urinary tract.
Gagal ginjal
8. Gagal ginjal akut o
Gagal ginjal kronis
3. Dialisis dan transplantasi ginjal
Umumnya, seseorang dapat hidup normal dengan hanya satu ginjal. Bila kedua ginjal tidak
berfungsi normal, maka seseorang perlu mendapatkan suatu Terapi Pengganti Ginjal (TPG).
TPG ini dapat dilakukan baik bersifat sementara waktu maupun terus-menerus. TPG terdiri
atas tiga, yaitu: Hemodialisis (Cuci Darah), Peritoneal Dialisis (Cuci Rongga Perut) dan
Cangkok Ginjal (transplantasi). Prinsip dasar dari Hemodialisis adalah dengan membersihkan
darah dengan menggunakan Ginjal Buatan. Sedangkan Peritoneal dialisis menggunakan
Selaput rongga perut (peritoneum) sebagai saringan antara darah dan cairan Dianial.
Transplantasi ginjal sekarang ini lumayan umum. Transplantasi yang berhasil pertama kali
diumumkan pada 4 Maret1954 di Rumah Sakit Peter Bent Brigham di Boston,
Massachusetts. Operasi ini dilakukan oleh Dr. Joseph E. Murray, yang pada 1990 menerima
Penghargaan Nobel dalam fisiologi atau kedokteran.
Transplantasi ginjal dapat dilakukan secara "cadaveric" (dari seseorang yang telah
meninggal) atau dari donor yang masih hidup (biasanya anggota keluarga). Ada beberapa
keuntungan untuk transplantasi dari donor yang masih hidup, termasuk kecocokan lebih
bagus, donor dapat dites secara menyeluruh sebelum transplantasi dan ginjal tersebut
cenderung memiliki jangka hidup yang lebih panjang.
4. Statistik transplantasi ginjal
Negara
Transplantasi Transplantasi donor Transplantasi
kadaverik hidup total
Kanada 724 388 1,112 (tahun 2000)
Perancis 1,991 136 2,127 (tahun 2003)
Italia 1,489 135 1,624 (tahun 2003)
Spanyol 1,991 60 2,051 (tahun 2003)
Britania Raya 1,297 439 1,736 (tahun 2003)
Amerika
8,670 6,468
15,138 (tahun
Serikat 2003)
5. Fungsi Ginjal – Organ Ekskresi
Fungsi ginjal sebagai organ tubuh sangat vital, seperti
menyaring darah, menghasilkan hormon, menjaga
keseimbanganasam basa, dan sebagainya. Kerja organ
yang berbentuk seperti kacang merah dan berukuran
kira-kira 11x7x6 cm ini dapat terganggu oleh berbagai
hal yang akan memicu penyakit ginjal, mulai dari
infeksi hingga pada tidak berfungsinya ginjal atau yang biasa kita sebut gagal ginjal.
9. Beberapa orang yang lahir dengan 1 ginjal, masih bisa hidup seperti layaknya orang normal.
Namun, jika kedua fungsi ginjal sudah tidak bisa bekerja atau berfungsi seperti semula, terapi
seperti hemodialisis dan transplantasi ginjal dapat menjadi harapan baru bagi penderita yang
mengalami gangguan fungsi ginjal kronik / gagal ginjal.
• Fungsi ginjal yang utama: ekskresi
Ginjal adalah organ yang memiliki kemampuan yang luar biasa, walaupun kecil organ ini
menyaring zat-zat yang telah tidak terpakai (zat buangan atau sampah/limbah) yang
merupakan sisa metabolisme tubuh. Setiap harinya fungsi ginjal akan memproses sekitar 200
liter darah untuk menyaring atau menghasilkan sekitar 2 liter limbah dan ekstra cairan yang
berlebih dalam bentuk urin, yang mengalir ke kandung kemih melalui saluran yang dikenal
sebagai ureter. Urin akan disimpan di dalam kandung kemih ini sebelum dikeluarkan pada
saat berkemih (buang air kecil).
Intake makanan sebagai energi dan untuk perbaikan jaringan akan disaring dan molekul yang
tidak terpakai seperti toksin (racun) akan dikeluarkan oleh ginjal. Jika fungsi ginjal terganggu
maka kemampuan menyaring zat sisa ini dapat terganggu pula dan terjadi penumpukan dalam
darah sehingga dapat menimbulkan berbagai manifestasi gangguan terhadap tubuh.
Ginjal memiliki struktur yang cukup unik, yaitu pembuluh darah dan unit penyaring. Proses
penyaringan terjadi pada bagian kecil dalam ginjal, yang disebut dengan nefron. Setiap ginjal
memiliki sekitar satu miliar nefron. Pada nefron ini terdapat pembuluh darah kecil-kecil
saling jalin menjalin dengan saluran-saluran yang kecil, yaitu tubulus.
Selain membuang sampah-sampah yang sudah tidak terpakai lagi, fungsi ginjal adalah
menjadi ‘pabrik’ penghasil tiga hormon penting, yaitueritropoietin, renin, dan bentuk aktif
vitamin D (kalsitriol).
6. Histologi Ginjal
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1
juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Dengan
demikian, kerja ginjal dapat dianggap sebagai jumlah total dari fungsi semua nefron
tersebut (Price dan Wilson, 2006). Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar yakni
korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis, dan tebal
10. 17 ansa henle, tubulus kontortus distal, dan duktus koligentes (Junquiera dan Carneiro,
2002). Darah yang membawa sisa–sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam
glomeruli kemudian di tublus ginjal, beberapa zat masih diperlukan tubuh untuk
mengalami reabsorbsi dan zat–zat hasil sisa metabolisme mengalami sekresi bersama air
membentuk urin. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh difiltrasi di glomerulus
dan menghaslkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui
piramida ke sistem pelvikalis ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter (Purnomo,
2003).
Gambar 5. Histologi ginjal normal manusia (Slomianka, 2009).
11. • Korpuskel Renalis
Setiap korpuskel renalis terdiri atas seberkas kapiler, yaitu glomerulus yang dikelilingi
oleh kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsula bowman. Lapisan dalam kapsul
ini (lapisan visceral) menyelubungi kapiler glomerulus. Lapisan luar membentuk batas
luar korpuskel renalis dan disebut lapisan parietal kapsula bowman. Lapisan parietal
kapsula bowman terdiri atas epitel selapis gepeng yang ditunjang lamina basalis dan
selapis tipis serat retikulin (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Sel viseral membentuk tonjolan–tonjolan atau kaki–kaki yang dikenal sebagai podosit,
yang bersinggungan dengan membran basalis pada jarak–jarak tertentu sehingga terdapat
daerah– daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel (Price dan Wilson, 2006). Sel
endotel kapiler glomerulus merupakan jenis kapiler bertingkap namun tidak dilengkapi
diafragma tipis yang terdapat pada kapiler bertingkap lain (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Komponen penting lainnya dari glomerulus adalah mesangium, yang terdiri dari sel
mesangial dan matriks mesangial. Sel mesangial aktivitas fagositik dan menyekresi
prostatglandin (Price dan Wilson, 2006). Sel mesangial bersifat kontraktil dan memiliki
reseptor untuk angiotensin II. Bila reseptor ini teraktifkan, aliran glomerulus akan
berkurang. Sel mesangial
12. juga memiliki beberapa fungsi lain, sel tersebut memberi tunjangan struktural pada
glomerulus, menyintesis matriks ekstrasel, mengendositosis dan membuang molekul
normal dan patologis yang terperangkap di membran basalis glomerulus, serta
menghasilkan mediator kimiawi seperti sitokin dan prostaglandin (Junquiera dan Carneiro,
2002).
• Tubulus Kontortus Proksimal
Pada kutub urinarius di korpuskel renalis, epitel gepeng di lapisan parietal kapsula
bowman berhubungan langsung dengan epitel tubulus kontortus proksimal yang
berbentuk kuboid atau silindris rendah. Filtrat glomerulus yang terbentuk di dalam
korpuskel renalis, masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal yang merupakan tempat
dimulainya proses absorbsi dan ekskresi. Selain aktivitas tersebut, tubulus kontortus
proksimal mensekresikan kreatinin dan subsatansi asing bagi organisme, seperti asam
para aminohippurat dan penisilin, dari plasma interstitial ke dalam filtrat (Junquiera dan
Carneiro, 2002).
• Ansa Henle
Ansa henle adalah struktur berbentuk huruf U yang terdiri atas segmen tebal desenden,
segmen tipis desenden, segmen tipis asenden dan segmen tebal asenden. Ansa henle
terlibat dalam retensi air, hanya hewan dengan ansa demikian dalam ginjalnya
13. yang mampu menghasilkan urin hipertonik sehingga cairan tbuh dapat dipertahankan
(Junquiera dan Carneiro, 2002).
• Tubulus Kontortus Distal
Segmen tebal asenden ansa henle menerobos korteks, setelah menempuh jarak tertentu,
segmen ini menjadi berkelak–kelok dan disebut tubulus kontortus distal. Sel–sel tubulus
kontortus distal memiliki banyak invaginasi membran basal dan mitokondria terkait yang
menunujukkan fungsi transpor ionnya (Junquiera dan Carneiro, 2002).
• Tubulus Duktus Koligentes
Tubulus koligentes yang lebih kecil dilapisi oleh epitel kuboid. Di sepanjang
perjalanannya, tubulus dan duktus koligentes terdiri atas sel–sel yang tampak pucat
dengan pulasan biasa. Epitel duktus koligentes responsif terhadap vasopressin arginin
atau hormon antidiuretik yang disekresi hipofisis posterior. Jika masukan air terbatas,
hormon antidiuretik disekresikan dan epitel duktus koligentes mudah dilalui air yang
diabsorbsi dari filtrat glomerulus (Junquiera dan Carneiro, 2002).
14. • Aparatus Jukstaglomerulus
Aparatus jukstaglomerulus (JGA) terdiri dari sekelompok sel khusus yang letaknya dekat
dengan kutub vaskular masing– masing glomerulus yang berperan penting dalam
mengatur pelepasan renin dan mengontrol volume cairan ekstraseluler dan tekanan darah.
JGA terdiri dari tiga macam sel yaitu:
1. Jukstagomerulus atau sel glanular
2. Makula densa tubulus distal
3. Mesangial ekstraglomerular atau sel lacis (Price dan Wilson,
2006).
Sel jukstaglomerulus menghasilkan enzim renin, yang bekerja pada suatu protein plasma
angiotensinogen menghasilkan suatu dekapeptida non aktif yakni angiotensin I. Sebagai
hasil kerja enzim pengkonversi yang terdapat dalam jumlah besar di dalam sel–sel endotel
paru, zat tersebut kehilangan dua asam aminonya dan menjadi oktapeptida dengan
aktviitas vasopresornya, yakni angiotensin II (Junquiera dan Carneiro, 2002).
15. Gambar 6. Gambaran histologi ginjal (Fankhauser, 2008).
Gambar 7. Gambaran histologi ginjal (Soeksmanto, 2008).
16. 7. Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah berkembang untuk
melaksanakan sejumlah fungsi penting ekskresi produk sisa metabolisme, pengendalian
air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam yang sesuai dan sekresi berbagai
hormon autokoid (Robbins dan Kummar, 2004).
Menurut Guyton dan Hall (2006), ginjal adalah organ utama untuk membuang produk
sisa metabolisme yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Produk-produk ini meliputi urea,
kreatin asam urat, produk akhir dari pemecahan hemoglobin. Ginjal tersusun dari
beberapa juta nefron yang akan melakukan ultrafiltrasi terkait dengan ekskresi dan
reabsorpsi. Kerja ginjal dimulai saat dinding kapiler glomerulus melakukan ultrafiltrasi
untuk memisahkan plasma darah dari sebagian besar air, ion-ion dan molekul-molekul.
Ultrafiltrat hasil dari ultrafiltrasi dialirkan ketubulus proksimalis untuk direabsorpsi
melalui brush broder dengan mengambil bahan-bahan yang diperlukan tubuh seperti gula,
asam-asam amino, vitamin dan sebagainya. Sisa-sisa buangan yang tidak diperlukan
disalurkan kesaluran penampung dan diekskresikan sebagai urin. Fungsi ini dilakukan
dengan filtrasi darah plasma melalui glomerulus diikuti dengan reabsorpsi disepanjang
tubulus ginjal (Soeksmanto, 2006).
17. Berikut ini adalah fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar
ditujukkan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan internal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES,
termasuk Na+
, Cl-
, K+
,HCO3-
, Ca2+
, Mg2+
, SO4
2-
, PO4
2-
, dan H+
.
Bahkan fluktuasi minor pada konsentrasi sebagian elektrolit ini
dalam CES dapat menimbulkan pengaruh besar. Sebagai contoh,
perubahan konsentrasi K+
di CES dapat menimbulkan disfungsi
jantung yang fatal.
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini
dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan
garam dan H2O.
4. Membantu memelihara keseimbangan asam–basa tubuh dan
menyesuaikan pengeluaran H+
dan HCO3-
melalui urin.
5. Memelihara osmolaritas berbagai cairan, terutama melalui
pengaturan keseimbangan H2O.
6. Mengekskresikan produk–produk sisa dari metabolisme tubuh,
misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk,
zat–zat sisa tersebut bersifat toksik bagi tubuh, terutama otak.
7. Mensekskresikan banyak senyawa asing, misalnya obat zat
penambah pada makanan, pestisida, dan bahan–bahan eksogen non
nutrisi lainnya yang berhasil masuk ke dalam tubuh.
18. 8. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat
merangsang pembentukan sel darah merah.
9. Mensekresikan renin, suatu hormonn enzimatik yang memicu
reaksi berantai yang penting dalam proses konservasi garam
oleh ginjal.
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya (Sherwood, 2001).
Gambar 8. Ginjal manusia (Slomianka, 2009).
19. BAB III
ANATOMI KLINIS GINJAL
1. Patologi Ginjal
Reaksi ginjal terhadap rangsangan dari luar serupa dengan organ tubuh lainnya, yaitu
sesuai dengan mekanisme patologi pada umumnya. Bagian ginjal yang berfungsi sebagai
alat penyaring adalah glomerulus yang bekerja berdasarkan faktor-faktor hemodinamika
dan osmotik (Ganong, 2003).
Pada keadaan normal glomerulus tidak dapat dilalui oleh protein yang bermolekul besar,
tetapi pada keadaan patologis protein tersebut dapat lolos (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Sel tubulus selain berfungsi mereabsorbsi, juga menambahkan zat-zat kimiawi seperti
yodium, amonia dan hippuric acid. Pada disfungsi glomerulus, bahan-bahan asing tiba di
tubulus dalam kadar yang abnormal melalui ruang Bowman. Hal ini menyebabkan sel
epitel tubulus mengalami degenerasi bahkan kematian jika terlalu banyak bahan-bahan
yang harus diserap kembali (Junquiera dan Carneiro, 2002).
Tubulus proksimal memiliki fungsi utama yaitu menyerap kembali natrium, albumin,
glukosa dan air, dan juga bermanfaat dalam penggunaan kembali bikarbonat. Epitelium
tubulus proksimalis merupakan bagian yang paling sering terserang iskemia atau rusak
akibat toksin, karena kerusakan yang terjadi akibat laju metabolisme yang tinggi
(Suyanti, 2008).
20. Salah satu bagian ginjal yang sering mengalami kelainan adalah glomerulus (Soeksmanto,
2006). Menurut Soeksmanto (2006), kerusakan yang terjadi sering disebabkan oleh adanya
deposisi imun kompleks, trombosis, emboli, dan infeksi virus pada komponen glomerulus.
Kerusakan dapat menyebabkan berbagai dampak baik secara morfologi maupun
fungsional. Secara morfologis kerusakan glomerulus ditandai dengan terjadinya nekrosis
dan ploriferasi dari sel membran serta infiltrasi leukosit. Rusaknya glomerulus secara
fungsional ditandai dengan berkurangnya perfusi aliran darah, lolosnya protein dan
makromolekul lain dalam jumlah yang besar pada filtrat glomerulus. Kerusakan pada
glomerulus juga dapat berupa atrofi dan fibrosis sehingga menyebabkan atrofi sekunder
pada tubulus renalis (Soekmanto, 2006).
Nefrosis merupakan istilah morfologik untuk kelainan ginjal degeneratif terutama yang
mengenai tubulus. Kelainan tubulus dapat menyebabkan albuminuria dan sedimen
abnormal di urin. Secara mikroskopis kelainan dijumpai pada tubulus kontortus proksimal
berupa degenerasi hidropis, degenerasi lemak, nekrosis dan kalsifikasi (Suyanti, 2008).
Kerusakan yang terjadi pada tubulus, disebabkan karena dua pertiga dari ultrafiltrat
glomerulus, secara terus-menerus direabsorpsi pada tubulus. Proses transpor yang terjadi
pada tubuli juga memungkinkan
21. terjadinya akumulasi toksin-toksin intrarenal, sehingga mempertinggi konsentrasi lokal
dari bahan-bahan berbahaya tersebut. Bahan-bahan asing yang masuk ke dalam tubuh,
pada umumnya dapat dimetabolisme melalui proses enzimatik sebagai pertahanan untuk
melindungi tubuh dari bahan-bahan kimia berbahaya. Secara simultan, bahan-bahan
berbahaya hasil buangan metabolisme tersebut diproses dan diekskresikan dalam bentuk
urin yang dikeluarkan setiap hari. Kemampuan untuk memproteksi kerusakan akibat bahan
kimia di atas, umumnya dimiliki oleh semua jenis mamalia, meskipun kemampuan
melawan partikel-partikel bahan tersebut bervariasi diantara species, terutama dalam
memindahkan 1 group etil melalui oksidasi mikrosomal (Soeksmanto, 2006).
Gambar 9. Potongan melintang ginjal tikus yang
mengalami kerusakan (Soeksmanto, 2006).
22. Anatomi ginjal dan saluran kemih
Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi untuk
homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur kesetimbangan
cairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia, masing-masing di
sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di belakang
peritoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan sepasang ureter,
sebuah vesika urinaria (buli-buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine ke
lingkungan luar tubuh.
Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing
satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak
sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra
T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub
bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas
tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Syntopi ginjal
Ginjal kiri Ginjal kanan
Anterior Dinding dorsal gaster Lobus kanan hati
Pankreas Duodenum pars descendens
Limpa Fleksura hepatica
Vasa lienalis Usus halus
23. Posterior
Usus halus
Fleksura lienalis
Diafragma, m.psoas major, m. quadratus lumborum, m.
transversus abdominis(aponeurosis), n.subcostalis,
n.iliohypogastricus, a.subcostalis, aa.lumbales 1-2(3), iga
12 (ginjal kanan) dan iga 11-12 (ginjal kiri).
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal
dan tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf
atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
24. Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/Malpighi (yaitu
glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus
kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan menuju glomerulus)
serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron
dapat dibagi menjadi: (1) nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di
korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang
terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya
terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta abdominal,
sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui
25. hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-
segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anterior-inferior,
inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal
melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.
Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal
(filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang
ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Syntopi ureter
Ureter kiri Ureter kanan
Anterior Kolon sigmoid Duodenum pars descendens
a/v. colica sinistra Ileum terminal
a/v. testicularis/ovarica a/v. colica dextra
a/v.ileocolica
mesostenium
Posterior M.psoas major, percabangan a.iliaca communis
Laki-laki: melintas di bawah lig. umbilikal lateral dan ductus
deferens
26. Perempuan: melintas di sepanjang sisi cervix uteri dan
bagian atas vagina
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu
menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-
inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai
vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki
kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu
peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica
urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen
T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior
dan inferior.
Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk
menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke
uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ
reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf.
27. Syntopi vesica urinaria
Vertex
Infero-
lateral
Superior
Infero-posterior
Lig. umbilical medial
Os. Pubis, M.obturator internus, M.levator ani
Kolon sigmoid, ileum (laki-laki), fundus-korpus uteri, excav.
vesicouterina (perempuan)
Laki-laki: gl.vesiculosa, ampula vas deferens,rektum
Perempuan: korpus-cervis uteri, vagina
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian
yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan
inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal,
sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae.
Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari
orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada perempuan,
a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis.
Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus
lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4,
yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju
lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria
memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan
dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu,
Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor
dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat
volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari
kandung kemih dan bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa dan
pars spongiosa.
Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
28. urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang
berada di bawah kendali volunter (somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh
korpus spongiosum di bagian luarnya.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada pria.
Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara
klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di
bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki
fungsi reproduktif.
29.
30. • Rifampisin
Rifampisin adalah suatu derivat semisintetik rifampisin B yang merupakan salah satu
anggota kelompok antibiotik makrosiklik yang disebut rifampisin. Kelompok zat ini
dihasilkan oleh jamur Streptomyces meditteranei. Obat ini merupakan ion zwitter, larut
dalam pelarut organik dan air yang pH-nya asam (Syarif dkk., 2009). Strain yang resisten
timbul dengan cepat selama terapi, karena itu rifampisin tidak pernah diberikan sebagai
obat tunggal pada penggunaan obat tuberkulosis aktif (Mycek dkk., 2002).
* Aktivitas Antibakteri
Rifampisin bersifat bakterisidal terhadap mikobakterium intraseluler
dan ekstraseluler termasuk Mycobacterium tuberculosis, mikobakteri
atipik dan Mycobacterium leprae. Rifampisin efektif terhadap banyak
organisme Gram (+) dan Gram (-) dan sering diguanakan secara
profilaksis untuk anggota rumah tangga yang terpapar dengan
meningitis yang disebabkan oleh Meningococcus atau Haemophillus
influenza (Mycek dkk., 2002). Rifampisin juga aktif terhadap kuman
gram positif lain terutama Staphylococcus sp., termasuk yang resisten
terhadap penisilin (Tjay dan Rahardja, 2007).
* Mekanisme Kerja
Rifampisin terutama terhadap sel yang sedang bertumbuh. Rifampisin
menghambat transkripsi dengan cara berinteraksi dengan β–subunit
RNA polymerase bakterial tergantung DNA, sehingga menghambat
31. sintesis RNA menekan langkah permulaan. Obat tersebut spesifik untuk
prokariot (Mycek dkk., 2002). Inti RNA polymerase dari berbagai sel
eukariot tidak mengikat rifampisin dan sintesis RNAnya tidak
dipengaruhi. Rifampisin dapat menghambat sintesis RNA mitokondria
mamalia tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi dari kadar untuk
penghmbatan pada kuman. Pemberian rifampisin per oral menghasilkan
kadar puncak dalam plasma setelah 2–4 jam dengan dosis tunggal
sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7 g/ml. Asam para amino
salisilat dapat memperlambat absorbsi rifampisin, sehingga kadar terapi
rifampisin dalam plasma tidak tercapai. Bila rifampisisn harus diberikan
bersama asam para amino salisilat, maka pemberian kedua kedua
sediaan harus berjarak 8–12 jam (Syarif dkk., 2009).
Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresikan melalui
empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik.
Penyerapannya dihambat oleh adanya makanan, sehingga dalam waktu
6 jam hampir semua obat yang berada dalam empedu berbentuk
deasetil rifampisin, yang mempunyai aktivitas antibakteri penuh.
Rifampisin menyebabkan induksi metabolisme, sehingga walaupun
biovailabilitasnya tinggi, eliminasinya meningkat pada pemberian
berulang (Tjay dan Rahardja, 2007).
32. * Farmakokinetik
Farmakokinetik obat rifampisin adalah sebagai berikut:
1. Absorbsi
Rifampisin secara oral diabsorpsi dengan baik. Reabsorbsi
rifampisin di usus sangat tinggi.
2. Distribusi
Rifampisin sangat lipofilik, dapat menembus sawar darah otak
(bood-brain barrier) dengan baik. Difusi relatif dari darah ke dalam
cairan serebrospinal adekuat dengan atau tanpa inflamasi.
3. Metabolisme
Rifampisin dimetabolisme melalui resirkulasi enterohepatik.
Ikatan proteinnya 80%. Rifampisin sendiri dapat menginduksi
oksidase fungsi campuran dalam hati, menyebabkan suatu
pemendekan waktu paruh. Waktu paruh (T½ ) eliminasi rifampisin
adalah 3-4 jam, waktu tersebut akan memanjang pada keadaan
gagal hepar, dan gagal ginjal terminal menjadi 1,8-11 jam.
Sedangkan waktu untuk mencapai kadar puncak, serum atau oral
adalah 2-4 jam.
4. Ekskresi
Sebagian besar ekskresi rifampisin dilakukan melalui ginjal.
Rifampisin dieksresi dalam feses (60%-65%) dan urin (30%)
sebagai obat yang tidak berubah (Syarif dkk., 2009).
33. * Efek Samping
Efek samping adalah suatu masalah dari rifampisin. Obat tersebut harus
digunakan hati-hati pada penderita dengan kegagalan hati sebab ikterus
yang kronik dapat terjadi pada penderita penyakit hati kronik, peminum
alkohol, dan usia lanjut (Syarif dkk., 2009).
Berbagai keluhan yang berhubungan dengan sistem saraf seperti rasa
lelah, mengantuk, sakit kepala, atraksia, bingung, sukar
berkonsentrasi, sakit pada tangan dan kaki, dan melemahnya otot juga
dapat terjadi. Reaksi hipersensitivitas dapat berupa demam, pruritus,
urikaria, berbagai macam kelainan kulit, euseofilia, dan rasa sakit pada
mulut dan lidah. Hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufisisensi
ginjal, dan gagal ginjal akut juga merupakan reaksi hipersensitivitas,
tetapi jarang terjadi (Syarif dkk., 2009).
* Efek Rifampisin Terhadap Ginjal
Mekanisme terjadinya gangguan fungsi ginjal akibat penggunaan
antibiotika antara lain dengan cara penurunan ekskresi natrium dan air,
perubahan aliran darah, obstruksi pada saluran air kemih serta karena
perubahan umur seseorang menjadi tua (Chasani, 2008). Rifampisin
adalah salah satu obat yang penggunaannya dikombinasikan dengan
isoniazid, etambutol, dan pirazinamid, obat ini merupakan pilihan
pertama dalam pengobatan penyakit TBC. Rifampisin adalah salah
satu obat yang banyak menimbulkan efek hepatoksik, tetapi hal
tersebut
34. tidak juga menutup kemungkinan bahwa rifampisin
menyebabkan keadaan nefrotoksik pada ginjal (Meulen dkk.,
2009).
Manifestasi klinis penyakit ginjal dapat dikelompokkan ke dalam
sindrom–sindrom. Sebagian bersifat khas untuk penyakit glomerulus,
yang lain terdapat pada penyakit yang mengenai salah satu
komponen ginjal. Secara singkat sindrom penyakit klinis ginjal
adalah:
1. Sindrom nefritik akut adalah suatu sindrom glomerulus yang
didominasi oleh onset hematuria makroskopik proteinuria ringan
sampai sedang, azotemia, edema, dan hipertensi hal ini
merupakan presentasi klasik glumeronefritis pascastreptokokus
akut.
2. Sindrom nefrotik ditandai dengan adanya proteinuria berat
hipoalbuminemia, edema berat, hiperlipidemia, dan
lipiduria.
3. Hematuria atau proteinuria asimtomatik, atau kombinasi
keduanya, biasanya merupakan manifestasi kelainan glomerulus
yang ringan atau samar.
4. Glumeronefritis progresif cepat menyebabkan gangguan fungsi
ginjal dalam beberapa hari atau minggu dan bermanifestasi
sebagai sedimen urin aktif.
35. 5. Gangguan ginjal akut didominasi oleh oliguria atau anuria, disertai
azotemia akut. Kelainan ini dapat terjadi akibat cedera
glomerulus, cedera interstitium, atau nekrosis tubulus akut.
36. 6. Penyakit ginjal kronis, ditandai dengan gejala dan tanda uremia
yang berkepanjangan, adalah hasil akhir semua penyakit ginjal
kronis (Robbins dan Kummar, 2004).
Dalam penelitian Singh dkk., (2003) diketahui bahwa rifampisin adalah
salah satu obat yang dapat menginnduksi penyakit ginjal. Rifampisin
adalah salah satu obat yang dapat menyebabkan acute tubular necrosis
dan acute tubulointerstitial nephritis. Angka kejadian nefrotoksisitas
akibat rifampisin dangatlah bervariasi dari 1,8% hingga 16% dari
semua angka kejadian ganguan ginjal akut. Kebanyakan kasus dari
rifampisin menyebabkan kegagalan ginjal terjadi setelah adanya
keadaan haemolitik anemia karena obat tersebut. Lamanya durasi
penggunaan obat rifampisin akan sangat berpengaruh dalam
menimbulkan efek nefrotoksik. Dilaporkan bahwa gangguan ginjal akut
dapat muncul setelah 2 bulan penggunaan obat rifampisin namun hal
tersebut juga dapat terjadi setelah penggunaan rifampisin selama 13 hari
(Prakash, 2001).
37. Tabel 3. Fase terjadinya acute tubular necrosis.
Sumber : Tumlin, 2003.
Dalam kasus acute tubular necrosis, telah ditemukan rifampicin-
dependent antibodies dan Imunoglobulin G (IgG) yang terdeposit pada
lumen tubulus ginjal, hal tersebut menunjukan adanya hubungan
penggunaan rifampisin dengan kejadian gagal ginjal (Meulen dkk.,
2009)
38. Gambar 11. Mekanisme terjadinya acute tubulointertitial nephritis akibat
penggunaan obat rifampisin (Rose and Appel, 2008); Ket: a. Obat
dapat megikat secara normal membran basal tubulus yang berperan
sebgai hapten; b. Obat dapat berperan menjadi sebagai antigen yang
biasanya berperan sebagai membran basal tubulus dan intertitium
dan menginduksi respon kekebalan yang akan diarahkan ke antigen
tersebut; c. Obat akan berikatan dengan membran basal tubulus atau
terdeposit pada bagian interstitium dan berperan sebagai antigen; d.
Obat tersebut akan memicu reaksi terbentuknya antibodi dan
disimpan di bagian interstitium sebagai reaksi imun komplek.
Karena rifampisin adalah salah obat yang dapat menyebabkan terjadinya
hepatotoksik, Sindrom Hepato Renal (SHR) juga dapat ditemukan pada
para pengguna obat rifampisin. SHR adalah gangguan fungsi ginjal
sekunder pada penyakit hati tingkat berat baik yang akut maupun kronis.
SHR bersifat fungsional dan progresif. SHR merupakan gangguan fungsi
ginjal pre renal, yaitu disebabkan adanya hipoperfusi ginjal, namun dengan
hanya perbaikan volume plasma saja ternyata tidak dapat memperbaiki
gangguan fungsi ginjal ini (Reksodiputro dkk, 2009). Studi lain
menyatakan bahwa terjadinya penurunan sintesis nitrit oksida yang
merupakan vasodilator kuat, pada pasien SHR.
39. Penyakit hati berat atau sirosis
hepatis + hipertensi portal
Vasodilatasi arterial splanik bertambah
Hipovolemi arterial sentral
Hipovolemi arterial sentral
Aktivasi :
-Simpatis
- Renin/angiotensin/aldosteron
- Hormon antidiuretik
Vasokonstriksi renal meningkat
Intra-renal :
Vasokonstriktor meningkat
vasodilator menurun
Vasokonstriktor renal lebih meningkat
Sindrom Hepatorenal
Gambar 12. Patogenesis terjadinya sindrom hepatorenal pada pasien
penyakit hati berat atau sirosis hepatis (Sherlock and Doley,
2002).
40. • Mahkota Dewa
Alam tumbuhan Indonesia sangat kaya akan sumber daya plasma nuthfah yang
menyediakan berbagai bahan baku obat-obatan. Keadaan ini sangat berguna dalam
mengatasi berkembangnya berbagai jenis penyakit yang menganca kehidupan manusia.
Salah satu tumbuhan obat Indonesia yang sangat popular saat ini adalah mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa) dari suku Thymelaceae. Mahkota dewa tergolong tumbuhan
perdu yang tumbuh dari dataran rendah hingga ketinggian 1200 m di atas permukaan
laut (Harmanto, 2002).
Tabel 4. Klasifikasi mahkota dewa (Phaleria macrocarpa).
KLASIFIKASI KETERANGAN
Kingdom Plantae
Divisi Spermatophyta
Sub divisi Angiospermae
Kelas Dicotyledone
Ordo Thymelaesles
Famili Thymelaeaceae
Genus Phaleria
Species Phaleria macrocarpa
Sumber: Harmanto (2001).
Nama lain Phaleria macrocarpa adalah Phaleria papuana Warb var.
Wichnannii dengan nama dagang mahkota dewa. Sebutan lain untuk
tumbuhan ini adalah mahkota ratu, mahkota raja, pusaka dewa, drajat, dan
trimahkota.Secara morfologi, tumbuhan mahkota dewa termasuk dalam
tumbuhan menahun, berbentuk perdu, tegak dan tingginya dapat mencapai
1,2-5 m. Bahkan pernah ditemui di lapangan, tumbuhan ini dapat
mencapai 5 m. Batang berbentuk bulat, berwarna coklat, bergetah, dan
mempunyai
41. permukaan yang kasar. Kayu terasnya berwarna putih dan diameternya dapat
mencapai 15 cm (Harmanto, 2002).
Gambar 13. Buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) (Harmanto,
2002).
Daun mahkota dewa merupakan daun tunggal, berhadapan, berbentuk lanset/ lonjong dan
berwarna hijau dengan panjang 7-10 cm dan lebar 3-5 cm. Ujung daun dan pangkal
berbentuk runcing dan bertepi rata. Sekilas daun mahkota dewa mirip dengan bentuk daun
jambu air hanya lebih langsing, teksturnya lebih liat dan warna hijau tua. Daun yang tua
warnanya lebih gelap daripada daun muda. Permukaannya licin dan tidak berbulu. Daun
mahkota dewa termasuk bagian tumbuhan yang paling sering dipakai dalam pengobatan
(Harmanto, 2002).
Bunga mahkota dewa tersusun dalam kelompok 2-4 bunga dan merupakan bunga
majemuk. Pertumbuhannya menyebar di batang atau di ketiak daun, berwarna putih dan
berbau harum, bentuknya seperti terompet kecil. Bunga muncul sepanjang tahun, dan
paling banyak dihasilkan pada musim penghujan (Harmanto, 2002).
42. Buah mahkota dewa terdiri dari kulit, daging, cangkang dan biji. Buah berbentuk ulat
atau bulat telur. Ukurannya bervariasi, dari sebesar bola pingpong hingga sebesar buah
apel. Buah yang masih muda berwarna hijau dan yang sudah tua berwarna merah dan
beralur. Ketebalan kulitnya sekitar 0,5-1 mm. Daging buah berwarna putih dan
ketebalannya bervariasi tergantung pada ukuran buah (Harmanto, 2002).
Cangkang buah merupakan batok dari biji yang juga termasuk bagian tanaman yang
paling sering dimanfaatkan sebagai obat, selain daun, kulit dan dging buah. Warnanya
putih dengan ketebalan dapat mencapai 2 mm. Sedangkan biji mahkota dewa merupakan
bagian tanaman yang paling sering beracun. Bentuknya bulat lonjong dengan diameter
sekitar 1cm. Bagian dalamnya berwarna putih, Selain untuk obat, biji ini digunakan untuk
perbanyakan dalam skala luas (Harmanto, 2001).
Zat aktif yang terkandung dalam daun dan kulit buah antara lain alkaloid, terpenoid,
saponin, dan senyawa resin. Pada daunnya diketahui terkandung senyawa polifenol,
sedangkan pada daun dan kulit buah terkandung flavonoid, alkaloid, dan saponin
(Harmanto, 2001).
Secara empiris telah banyak terbukti bahwa tumbuhan mahkota dewa mempunyai
khasiat yang beraneka ragam dalam mengobat penyakit. Penyakit-penyakit yang
berhasil disembuhkan dengan tumbuhan ini adalah penyakit jantung, diabetes, penyakit
hati, darah tinggi, rematik, asam urat,
43. kanker, ginjal serta penyakit kulit. Mahkota dewa juga dapat digunakan sebagai obat
alergi, penurun kolesterol, serta sebagai obat untuk mengatasi ketergantungan narkoba.
Selain itu, bersama dengan ramuan lain. Tumbuhan mahkota dewa juga sering digunakan
sebagai obat penambah stamina serta untuk kecantikan wajah. Mahkota dewa dapat
digunakan sebagai obat dalam dengan cara dimakan atau diminum, atau sebagai obat luar
dengan cara dioleskan atau diulurkan (Harmanto, 2001).
Menurut Gotama dkk., (1999) di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa
alkaloid, saponin dan flavonoid, sedang dalam daunnya terkandung alkaloid, saponin dan
polifenol. Dikatakan pula bahwa senyawa saponin merupakan larutan berbuih yang
diklasifikasikan berdasarkan struktur aglycon ke dalam triterpenoid dan steoid saponin.
Kedua senyawa tersebut mempunyai efek antiinflamasi, analgesik, antioksidan dan
sitotoksik (De Padua dkk., 1999).
Selain memiliki khasiat obat, ternyata tumbuhan ini memiliki racun yang apabila
dikonsumsi secara langsung dapat menyebabkan bengkak, sariawan, mati rasa pada lidah,
kaku dan demam, bahkan dapat menyebabkan pingsan (Harmanto, 2002). Ethyleugenol
yang banyak digunakan pada berbagai makanan, minuman, dan kosmetika, bila diberikan
setiap hari selama 2 tahun akan dapat menyebabkan terjadinya hiperplasia pada tubulus
ginjal, nefropati dan adenokarsinoma pada tikus. Mahkota dewa yang dikonsumsi secara
berlebihan dikhawatirkan dapat bersifat nefrotoksik pada jaringan ginjal.
Meskipun berat ginjal hanya 1% dari berat badan, tetapi ginjal secara terus menerus
menerima sekitar 20% darah dari curah jantung. Hal tersebut menjadikan ginjal sangat peka
terhadap bahan-bahan kimia yang berbahaya yang ada dalam sirkulasi darah (Johnson dkk.,
2008).
45. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th
ed. US: Saunders; 2006.
Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th
ed. US: FA Davis
Company; 2007.
Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th
ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.