SlideShare a Scribd company logo
1 of 28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kehamilan Postterm
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat
waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy,
postdate/post datisme atau pascamaturitas.
Menurut WHO 1977 kehamilan postterm adalah kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama
siklus haid terakhir (HPHT) menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata
28 hari.
Menurut definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians
and Gynecologists (2004), kehamilan postterm adalah kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama
siklus haid terakhir (HPHT) (Cunningham. 2001).
Masalah yang sering terjadi dalam menegakkan diagnosis kehamilan
postterm adalah penentuan usia kehamilan berdasarkan HPHT seringkali tidaklah
mudah, karena ibu tidak ingat kapan tanggal HPHT yang pasti, selain itu
penentuan saat ovulasi yang pasti juga tidak mudah, terdapat pula faktor-faktor
yang mempengaruhi perhitungan: variasi siklus haid, kesalahan perhitungan oleh
ibu dan sebagainya. Dengan adanya pemeriksaan USG terutama pada trisemester
I, usia kehamilan dapat ditentukan lebih tepat , dengan penyimpangan hanya lebih
atau kurang satu minggu (Rustam, Mochtar. 1998).
B. Insiden Kehamilan Postterm
Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara 4%-14% dengan
rata-rata sebesar 10%. Hal ini sangat tergantung kepada kriteria yang digunakan
untuk mendiagnosis (Bakketeig and Bergasjo, 1991)
Gambar di bawah ini menyatakan bahwa 8% dari 4 juta bayi yang dilahirkan
di Amerika Serikat sepanjang tahun 1997, diperkirakan dilahirkan pada usia
gestasi ≥ 42 minggu sedangkan yang dilahirkan preterm (usia gestasi ≤ 36
minggu) hanya sebesar 11%( Wiknjosastro. 2002).
Adapted from Ventura and Colleagues, 1999
Gambar: Tabel Distribusi Usia Gestasi
Sedangkan kepustakaan lainnya menyatakan bahwa perbedaan yang lebar
juga disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam menentukan usia
kehamilan. Sebanyak 10% ibu lupa tanggal haid terakhirnya sehingga terjadi
kesukaran dalam menentukan secara tepat saat ovulasi (Cunningham. 2001).
Menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi (POGI),
insidens kehamilan lewat waktu sangat bervariasi antara lain (Pengurus besar
POGI. 2003).
 Insidens kehamilan 42 minggu lengkap : 4 – 14 %, 43 minggu lengkap 2 –
7 %.
 Insidens kehamilan post-term tergantung pada beberapa faktor : tingkat
pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran pre-term, frekuensi induksi
persalinan, frekuensi seksio sesaria elektif, pemakaian USG untuk
menentukan usia kehamilan.
 Secara spesifik, insidens kehamilan post-term akan rendah jika frekuensi
kelahiran pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan dan seksio sesaria
elektif tinggi, dan bila USG dipakai lebih sering untuk menentukan usia
kehamilan.
436.600
(11%)
1.793.421
(46%)
851.729
(22%)
458.145
(12%) 302.541
(8%)
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
1600000
1800000
2000000
≤ 36 37-39 40 41 ≥ 42
Usia Gestasi
Peningkatan mortalitas dan morbiditas secara signifikan berhubungan
dengan distosia akibat makrosomia. Sekitar 10-25% janin yang lahir lewat waktu
memiliki berat badan lebih dari 4000 gram dan 1,5% janin dengan berat badan
sekitar 4500 gram. Insidens distosia bahu pada kehamilan lewat waktu adalah
sebesar 2%. Resiko mengalami distosia akibat makrosomia adalah 3 kali lipat dan
peningkatan insiden distosia bahu sebesar 2 kali lipat pada kehamilan lewat waktu
dibandingkan dengan wanita yang melahirkan bayi pada kehamilan 40 minggu
(Wiknjosastro. 2002).
C. Etiologi Kehamilan Postterm
Penyebab pasti dan proses terjadinya kehamilan postterm sampai saat ini
masih belum diketahui dengan pasti. Teori-teori yang pernah diajukan untuk
menerangkan penyebab terjadinya kehamilan postterm antara lain (Wiknjosastro.
2002).
1. Teori progesteron. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya
kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh
progesteron melewati waktu yang semestinya.
2. Teori oksitosin. Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita
hamil pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu fakor penyebab
terjadinya kehamilan postterm.
3. Teori kortisol/ACTH janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta
sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi
estrogen. Proses ini selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada kasus-kasus kehamilan dengan cacat bawaan
janin seperti anensefalus atau hipoplasia adrenal, tidak adanya kelenjar
hipofisis janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan
baik sehingga kehamilan berlangsung lewat bulan.
4. Teori saraf uterus. Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm terjadi
pada keadaan tidak terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis dari
pleksus Frankenhauser yang membangkitkan kontraksi uterus, seperti pada
keadaan kelainan letak, tali pusat pendek, dan masih tingginya bagian
terbawah janin.
5. Teori heriditer. Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm
telah dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007)
menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah
mengalami kehamilan postterm akan memiliki risiko lebih tinggi untuk
mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian
ini memunculkan kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga dipengaruhi
oleh faktor genetik (Hacker NF and Moore George. 1992). Mogren (1999)
menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm
saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.
D. Patofisiologi Kehamilan Postterm
Pada kehamilan postterm terjadi berbagai perubahan baik pada cairan
amnion, plasenta, maupun janin. Pengetahuan mengenai perubahan-perubahan
tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengelola kasus persalinan postterm.
1. Perubahan pada Plasenta.
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada
kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Fungsi plasenta
mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun
terutama setelah 42 minggu. Rendahnya fungsi plasenta ini berkaitan dengan
peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 2-4 kali lebih tinggi. Penurunan
fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasenta
laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut.
Penimbunan kalsium. Peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta
sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta. Proses degenerasi jaringan
plasenta yang terjadi seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, trombosis
intervilli, spasme arteri spiralis dan infark villi. Selaput vaskulosinsial menjadi
tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan
metabolisme transport plasenta. Transport kalsium tidak terganggu tetapi aliran
natrium, kalium, glukosa, asam amino, lemak dan gamma globulin mengalami
gangguan sehingga janin akan mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan
berat janin (Cunningham. 2001).
2. Oligohidramnion
Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan
amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu,
yaitu sekitar 1000 ml dan menurun menjadi sekitar 800 ml pada usia kehamilan
40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar
480 ml, 250 ml, hingga 160 ml pada usia kehamilan 42, 43, dan 44 minggu
(Cunningham. 2001).
Penurunan jumlah cairan amnion pada kehamilan postterm berhubungan
dengan penurunan produksi urin janin. Dilaporkan bahwa berdasarkan
pemeriksaan Doppler velosimetri, pada kehamilan postterm terjadi peningkatan
hambatan aliran darah (resistance index/RI) arteri renalis janin sehingga dapat
menyebabkan penurunan jumlah urin janin dan pada akhirnya menimbulkan
oligohidramnion. (Oz, et al., 2002) Oleh sebab itu, evaluasi volume cairan amnion pada
kasus kehamilan postterm menjadi sangat penting artinya. Dilaporkan bahwa
kematian perinatal meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan
kompresi tali pusat. Pada persalinan postterm, keadaan ini dapat menyebabkan
keadaan gawat janin saat intra partum (Wiknjosastro. 2002).
Selain perubahan volume, terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion
sehingga menjadi lebih kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik
kaseosa dan komposisi fosfolipid. Pelepasan sejumlah badan lamellar dari paru-
paru janin akan mengakibatkan perbandingan Lesitin terhadap Sfingomielin
menjadi 4:1 atau lebih besar. Selain itu, adanya pengeluaran mekonium akan
mengakibatkan cairan amnion menjadi hijau atau kuning dan meningkatkan risiko
terjadinya aspirasi mekonium (Cunningham. 2001).
Estimasi jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan USG. Salah
satu metode yang cukup populer adalah pengukuran diameter vertikal dari
kantung amnion terbesar pada setiap kuadran dari 4 kuadran uterus. Hasil
penjumlahan keempat kuadran tersebut dikenal dengan sebutan indeks cairan
anmion (Amnionic Fluid Index/AFI). Bila nilai AFI telah turun hingga 5 cm atau
kurang, maka merupakan indikasi adanya oligohidramnion (Cunningham. 2001).
3. Perubahan pada janin
Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka
terjadi penurunan berat janin. Namun, seringkali pula plasenta masih dapat
berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertmbah terus sesuai bertambahnya
umur kehamilan. Risiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada
kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar.
Selain risiko pertambahan berat badan yang berlebihan, janin pada
kehamilan postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik khas disertai
dengan gangguan pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan sindrom
postmaturitas. Perubahan-perubahan tersebut antara lain; penurunan jumlah
lemak subkutaneus, kulit menjadi keriput, dan hilangnya vernik kaseosa dan
lanugo. Keadaan ini menyebabkan kulit janin berhubungan langsung dengan
cairan amnion. Perubahan lainnya yaitu; rambut panjang, kuku panjang, serta
warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar mekonium. Namun
demikian, Tidak seluruh neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda
postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 %
neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm. Tanda postterm
dibagi dalam 3 stadium (Wiknjosastro. 2002) :
Stadium 1 : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
Stadium 2 : Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit.
Stadium 3 : Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat.
E. Diagnosis Kehamilan Postterm
Meskipun diagnosis kehamilan postterm berhasil ditegakkan pada 4-19%
dari seluruh kehamilan, sebagian diantaranya kenyataanya tidak terbukti oleh
karena kekeliruan dalam menentukan usia kehamilan. Oleh sebab itu, pada
penegakkan diagnosis kehamilan postterm, informasi yang tepat mengenai
lamanya kehamilan menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan karena semakin
lama janin berada di dalam uterus maka semakin besar pula risiko bagi janin dan
neonatus untuk mengalami morbiditas maupun mortalitas. Namun sebaliknya,
pemberian intervensi/terminasi secara terburu-buru juga bisa memberikan dampak
yang merugikan bagi ibu maupun janin.
1. Riwayat haid
Pada dasarnya, diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit untuk
ditegakkan apabila keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis kehamilan
postterm berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan definisi yang
dirumuskan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (2004),
yaitu kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung
sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT) (Cunningham. 2001).
Permasalahan sering timbul apabila ternyata HPHT ibu tidak akurat atau
tidak bisa dipercaya. Menurut Mochtar et al (2004), jika berdasarkan riwayat haid,
diagnosis kehamilan postterm memiliki tingkat keakuratan hanya ±30 persen.
Riwayat haid dapat dipercaya jika telah memenuhi beberapa kriteria, yaitu: (a) ibu
harus yakin betul dengan HPHT-nya; (b) siklus 28 hari dan teratur, (c) tidak
minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir (Wiknjosastro. 2002).
Hasil penelitian Savitz, et al (2002) menunjukkan bahwa usia kehamilan
yang ditentukan berdasarkan HPHT cenderung lebih sering salah didiagnosa
sebagai kehamilan postterm dibanding dengan pemeriksaan USG, terutama akibat
ovulasi yang terlambat. Penentuan usia kehamilan dengan HPHT didasarkan
kepada asumsi bahwa kehamilan akan berlangsung selama 280 hari (40 minggu)
dari hari pertama siklus haid yang terakhir (Cunningham, 2010). Pendekatan ini
berpotensi menyebabkan kesalahan karena sangat bergantung kepada keakuratan
tanggal HPHT dan asumsi bahwa ovulasi terjadi pada hari ke-14 siklus
menstruasi. Padahal, ovulasi tidak selalu terjadi pada hari ke-14 siklus karena
adanya variasi durasi fase folikular, yang bisa berlangsung selama 7-21 hari. Oleh
sebab itu, pada ibu yang memiliki siklus 28 hari, masih ada kemungkinan ovulasi
terjadi setelah hari ke-14 siklus. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam penentuan
usia kehamilan yang seharusnya dihitung mulai dari terjadinya fertilisasi sampai
lahirnya bayi. Tingkat kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika
berdasarkan HPHT adalah ± 1,37 minggu (Shaver D.C. 1993).
2. Riwayat pemeriksaan antenatal
Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik
sesudah terlambat haid 2 minggu, maka dapat diperkirakan keamilan telah
berlangsung 6 minggu.
Gerak janin. Gerak janin pada umumnya dirasakan ibu pada umur
kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18
minggu, sedangkan pada multigravida pada 16 minggu. Keadaan klinis yang
ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7
kali/20 menit, atau secara obyektif dengan CTG kurang dari 10 kali/20 menit.
Denyut Jantung Janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat
didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu, sedangakn dengan Doppler dapat
terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu.
Pernoll, et al (2007) menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan
sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil
pemeriksaan sebagai berikut:
a. Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif
b. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
c. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler
d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop
Laennec.
3. Tinggi Fundus Uteri
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam
sentimeter (cm) dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang
setiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur
kehamilan secara kasar (Decherney A, dkk. 2003).
4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Penggunaan pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan telah
banyak menggantikan metode HPHT dalam mempertajam diagnosa kehamilan
postterm. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa penentuan usia
kehamilan melalui pemeriksaan USG memiliki tingkat keakuratan yang lebih
tinggi dibanding dengan metode HPHT.
Semakin awal pemeriksaan USG dilakukan, maka usia kehamilan yang
didapatkan akan semakin akurat sehingga kesalahan dalam mendiagnosa
kehamilan postterm akan semakin rendah. Tingkat kesalahan estimasi tanggal
perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan USG trimester I (crown-rump
length) adalah ± 4 hari dari taksiran persalinan (Cohn, et al. 2010). Pada usia
kehamilan antara 16-26 minggu, ukuran diameter biparietal (biparietal
diameter/BPD) dan panjang femur (femur length/FL) memberikan ketepatan ± 7
hari dari taksiran persalinan (Wiknjosastro. 2002).
Pemeriksaan usia kehamilan berdasarkan USG pada trimester III menurut
hasil penelitian Cohn, et al (2010) memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah
dibanding metode HPHT maupun USG trimester I dan II. Pemeriksaan sesaat
setelah trisemester III dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air
ketuban ataupun keadaan plasenta yang berkaitan dengan kehamilan postterm,
tetapi sukar untuk menentukan usia kehamilan. Ukuran-ukuran biometri janin
pada trimester III memiliki tingkat variabilitas yang tinggi sehingga tingkat
kesalahan estimasi usia kehamilan pada trimester ini juga menjadi tinggi. Tingkat
kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan
USG trimester III bahkan bisa mencapai ± 3,6 minggu. Keakuratan penghitungan
usia kehamilan pada trimester III saat ini sebenarnya dapat ditingkatkan dengan
melakukan pemeriksaan MRI terhadap profil air ketuban (Decherney A, dkk.
2007).
5. Pemeriksaan laboratorium
- Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel
lemak dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung
lemak melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36
minggu dan apabila jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia
kehamilan 39 minggu atau lebih.
- Tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu
berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu
pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia
kehamilan. Pada usia kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara
45-65 detik sedangkan pada usia kehamilan >42 minggu, didapatkan
ACTA <45 detik. Bila didapatkan ACTA antara 42-46 detik, ini
menunjukkan bahwa kehaminan sudah postterm.
- Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar L/S
pada usia kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada usia
kehamilan ±32 minggu, perbandingannya menjadi 1,2:1 dan pada
kehamilan genap bulan menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai
untuk menentukan kehamilan postterm tetapi hanya digunakan untuk
menentukan apakan janin cukup usia/matang untuk dilahirkan.
- Sitologi vagina. Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik >
20%) mempunyai sensitivitas 755. Perlu diingat bahwa kematangan
serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi
(Wiknjosastro. 2002).
F. Penatalaksanaan Kehamilan Postterm
Sampai saat ini pengelolaanya masih belum memuaskan dan masih banyak
perbedaan pendapat. Masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan
postterm antara lain karena pada beberapa penderita, usia kehamilan tidak selalu
dapat ditentukan dengan tepat sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana
yang diperkirakan. Selain itu, saat usia kehamilan mencapai 42 minggu, pada
±70% penderita didapatkan serviks belum matang/unfavourable dengan skor
Bishop rendah sehingga tingkat keberhasilan induksi menjadi rendah. Oleh karena
itu, setelah diagnosis kehamilan postterm ditegakkan, permasalahan yang harus
dipecahkan selanjutnya adalah apakah dilakukan pengelolaan secara aktif dengan
induksi ataukah sebaliknya dilakukan pengelolaan secara ekspektatif dengan
pemantauan terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia
sampai persalinan berlangsung dengan spontan atau timbul indikasi untuk
mengakhiri kehamilan (Wiknjosastro. 2002). Hal-hal yang harus dipertimbangkan
dalam pengambilan keputusan tindakan adalah kepastian usia kehamilan,
pemeriksaan serviks, perkiraan berat janin, keinginan pasien dan riwayat obstetrik
dahulu.
1. Pemantanauan kesejahteraan janin
Manning dkk (1980) telah mengajukan pemakaian kombinasi dari 5 variabel
biofisik untuk menilai kesejahteraan janin dan menyatakan bahwa kombinasi ini
memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan pemakaian salah satu variabel
saja. Secara umum, tes ini membutuhkan waktu sekitar 30-60 menit. Variabel
yang digunakan dalam penilaian profil biofisik adalah; (a) tes tanpa beban (non-
stress test/NST), (b) gerak nafas janin, (c) gerakan janin, (d) tonus janin, dan (e)
volume cairan amnion. Setiap variabel diberikan skor 2 bila normal dan skor 0
bila abnormal. Oleh sebab itu, seorang janin sehat akan memiliki skor 10 pada
pemeriksaan profil biofisiknya (Cunningham. 2010).
a. Tes Tanpa Beban (Non-Stress Test/NST)
Denyut jantung janin secara normal meningkat maupun menurun sebagai
akibat pengaruh dari sistem saraf simpatis-parasimpatis yang impulsnya berasal
dari batang otak. Menurut hipotesis, denyut jantung janin yang tidak berada dalam
keadaan asidosis akibat hipoksia ataupun depresi saraf akan mengalami akselerasi
sementara sebagai respon terhadap gerakan janin. Adanya akselerasi ini
dipegaruhi oleh usia kehamilan. Menurut hasil penelitian, besarnya tingkat
akselerasi denyut jantung akibat gerakan janin akan meningkat seiring dengan
peningkatan usia kehamilan (Cunningham. 2010).
Penggunaan NST memiliki tujuan yang berbeda dengan tes beban kontraksi
(contraction stress test/oxytocin stress test/OST). Secara sederhana, NST adalah
tes untuk mengetahui kondisi janin sedangkan OST digunakan untuk menilai
fungsi uteroplasenta. Sampai saat ini, NST adalah tes utama yang paling sering
digunakan untuk menilai kesejahteraan janin (Cunningham. 2010).
b. Pemeriksaan gerakan nafas janin (fetal breathing)
Salah satu fenomena menarik dari gerakan pernafasan janin adalah gerakan
dinding dada yang paradoks (paradoxical chest wall movement). Pada janin,
ketika proses inspirasi, dinding dada secara paradoks mengempis sedangkan
dinding perut mengembung. Hal ini berkebalikan dengan proses inspirasi yang
terjadi pada neonatus dan orang dewasa. Gerakan ini dihubungkan dengan
kemungkinan adanya gerakan janin untuk mengeluarkan debris cairan amnion
yang menyerupai gerakan pada saat batuk (Cunningham. 2010).
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan penelitian mengenai adanya
keterkaitan antara gerakan nafas janin melalui pemeriksaan USG dengan proses
evaluasi kesejahteraan janin. Oleh karena gerakan nafas janin terjadi secara
episodik, maka interpretasi hasil tes pada saat tidak ditemukan gerakan nafas
menjadi tidak dapat dipercaya. Patrick dkk (1980) melakukan penelitian observasi
selama 24 jam menggunakan ultrasonografi real time untuk mendapatkan
gambaran karakteristik gerakan nafas janin selama 10 minggu terakhir kehamilan.
Hasilnya menunjukkan bahwa pada janin normal pun bisa saja tidak ditemukan
gerakan nafas bahkan sampai 122 menit lamanya. Penelitian ini mengindikasikan
bahwa untuk dapat mendiagnosis tidak ditemukannya gerakan nafas
membutuhkan waktu observasi yang panjang. Oleh sebab itu, untuk menilai
kesejahteraan janin, pemeriksaan gerakan nafas sering digabungkan dengan
pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan denyut jantung janin (Cunningham.
2010).
c. Pemeriksaan gerakan janin (fetal movements)
Aktivitas pasif janin tanpa rangsangan sebenarnya sudah mulai ada sejak
minggu ke-7 dan akan menjadi lebih kompleks serta terkoordinasi pada akhir
kehamilan. Bahkan setelah minggu ke-8 usia kehamilan, gerakan janin tidak
pernah berhenti dengan waktu lebih dari 13 menit. Namun demikian, ibu hamil
baru bisa merasakan pergerakan janin pertama kali sekitar usia kehamilan 18-20
minggu. Mula-mula gerakannya jarang, lemah, dan terkadang tidak dapat
dibedakan dengan sensasi abdomen lainnya seperti gerakan usus (Cunningham.
2010).
Antara minggu ke-20 sampai ke-30, gerakan tubuh umum menjadi lebih
teratur dan janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas. Pada trimester
ketiga, pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36 minggu, saat
sikap tubuh normal telah terbentuk pada 80% janin. (Cunningham. 2010).
Pergerakan rata-rata harian janin selama kehamilan bervariasi. Pada umur
kehamilan 20 minggu, pergerakan janin rata-rata adalah sekitar 200 gerakan per
12 jam. Pergerakan janin mencapai nilai maksimal sekitar minggu ke-32
kehamilan, yaitu ± 500 gerakan per 12 jam. Setelah itu, pergerakan menjadi
kurang dirasakan setelah minggu ke-36 karena janin tumbuh dan volume cairan
amnion berkurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas
pada kehamilan aterm mungkin juga disebabkan oleh pertambahan waktu tidur
janin seiring dengan makin maturnya janin. Keadaan ini merupakan hal yang
terjadi secara fisiologis pada trimester ke- tiga (Cunningham. 2010).
d. Pemeriksaan tonus janin
Tonus janin dengan pemeriksaan USG diketahui sebagai gerakan ekstensi
ekstremitas atau tubuh janin, yang dilanjutkan dengan gerakan kembali ke
posisi fleksi. Tonus janin dapat juga dinilai dengan melihat gerakan jari-jari
tangan yang membuka (ekstensi) dan kembali ke posisi mengepal. Dalam keadaan
normal, gerakan tersebut terlihat sedikitnya sekali dalam 30 menit pemeriksaan.
Tonus janin juga dianggap normal apabila jari-jari tangan terlihat mengepal terus
selama 30 menit pemeriksaan.
e. Pemeriksaan volume cairan amnion
Pemeriksaan volume cairan amnion telah menjadi bagian dari pemeriksaan
antepartum pada kehamilan yang memiliki risiko kematian janin. Pelaksanaan tes
ini didasari pada pemikiran bahwa penurunan perfusi uteroplasenta akan
menurunkan aliran darah ginjal janin, menurunkan produksi urin janin, dan pada
akhirnya akan menimbulkan oligohidramnion (Cunningham. 2010).
Estimasi volume cairan amnion dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG
dengan cara menilai indeks cairan amnion (amniotic fluid index/AFI). Penilaian
dengan indeks ini dilakukan dengan cara menambahkan ukuran kedalaman dari
setiap kantung vertikal terbesar pada tiap kuadran uterus. Bila nilai AFI telah
turun hingga 5 cm atau kurang, maka merupakan indikasi adanya oligohidramnion
(Cunningham. 2010).
Metode lain adalah dengan cara mengukur salah satu kantung cairan amnion
vertikal yang terbesar (single deepest pocket). Menurut pemeriksaan ini, volume
cairan amnion dikatakan berkurang bila didapatkan ukuran kantong ≤ 2 cm
(Cunningham. 2010).
Gambar: Amniotic Fluid Index (Cunningham, 2010)
Berdasarkan penilaian kelima variabel yang telah dijelaskan di atas, maka
didapatkanlah skor profil biofisik dari janin yang dinilai kesejahteraanya. Skor
profil biofisik yang didapatkan berkisar antara nilai minimal 0 dan maksimal 10.
Tabel: Penilaian Skor Profil Biofisik (Cunningham, 2010)
Penatalaksanaan kehamilan berdasarkan skor profil biofisik dapat berupa
penanganan ekspektatif tanpa melakukan intervensi apapun sambil melakukan
pemeriksaan ulangan. Namun jika didapatkan gambaran keadaan asfiksia, maka
penanganan diberikan secara aktif dengan terminasi kehamilan.
Tabel: Manajemen kehamilan berdasarkan skor profil biofisik
(Cunningham, 2010)
Pengeloloaan secara ekpetatif dipertahankan selama 1 minggu dengan
pemantauan secara berkala. Apabila timbul suatu masalah seperti kegawatan janin
dapat dilakukan pengelolaan aktif.
1. Induksi persalinan
Kehamilan postterm merupakan keadaan klinis yang sering menjadi indikasi
untuk pelaksanaan induksi persalinan dengan pertimbangan kondisi bayi yang
cukup baik atau optimal. Induksi persalinan menjadi salah satu prosedur medis
yang paling sering dilakukan di Amerika Serikat dengan proporsi yang meningkat
dari 9% pada tahun 1989 menjadi 19% di tahun 1998 (Heimstad. 2007).
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum
inpartu, baik secara tindakan atau medisinal, untuk merangsang timbulnya
kontraksi uterus. Pematangan serviks adalah tindakan farmakologik atau cara lain
untuk memperlunak atau meningkatkan dilatasi serviks dengan tujuan untuk
meningkatkan keberhasilan induksi persalinan. Tindakan induksi persalinan ini
adalah untuk keselamatan ibu dan anak, tetapi walaupun dilakukan dengan
terencana dan hati-hati, kemungkinan untuk menimbulkan risiko terhadap ibu dan
janin tetap ada (Heimstad. 2007).
Kemungkinan keberhasilan induksi persalinan ditentukan oleh beberapa
keadaan sebelum dilakukan induksi, salah satunya dari kematangan serviks
(favorable). Penilainan kematangan serviks ini dapat dilakukan dengan
menggunakan skor Bishop. Skor ini dinilai berdasarkan lima faktor yang
didapatkan dari pemeriksaan dalam dan akan digunakan untuk memperkirakan
keberhasilan induksi persalainan. Lima faktor yang diperiksa adalah (1) dilatasi
serviks, (2) penipisan serviks/effacement, (3) konsistensi serviks, (4) posisi
serviks, dan (5) station dari bagian terbawah janin.
Tabel :Pelviks skor menurut Bishop. (Cunningham, 2010)
Skor Bishop >8 memberikan kemungkinan keberhasilan induksi persalinan
yang tinggi. Sementara itu, skor Bishop ≤4 biasanya menunjukkan keadaan
serviks yang belum matang (unfavorable) sehingga membutuhkan pematangan
serviks yang bisa dilakukan secara farmakologis (prostaglandin, nitrit oksida)
ataupun teknik (kateter transervikal, dilator higroskopis, stripping) (Cunningham.
2010).
Pada kehamilan postterm, harus diperhatikan nilai pematangan serviks (Skor
Bishop) karena akan mempengaruhi tindakan induksi. Apabila skor bishop > 5
maka di induksi dengan infus oksitosin,tetapi bila skor bishop ≤ 5 maka diberikan
misoprostol 25 µg per vaginam. Dievaluasi 6 jam kemudian, apabila skor bishop
sudah >5 maka dilanjutkan infus oksitosin, namun apabila setelah 6 jam masih
sama atau ≤ 5 maka dilanjutkan misoprostol dengan cara pemberian yang sama.
Bila dalam 6 jam kemudian belum inpartu maka dilanjutkan infus oksitosin.
Oksitosin adalah zat yang paling sering digunakan untuk induksi persalinan
dalam bidang obstetri(Heimstad. 2007).Oksitosin mempunyai efek yang poten
terhadap otot polos uterus dan kelenjar mammae. Kepekaan terhadap oksitosin
meningkat pada saat persalinan. Induksi persalinan dengan oksitosin yang
diberikan melalui infus secara titrasi ternyata efektif dan banyak dipakai. Titrasi
ini biasanya dilakukan dengan cara memberikan 10-20 unit oksitosin (10.000-
20.000 mU) yang dilarutkan dalam 1000 cc larutan Ringer laktat. Rejimen ini
akan menghasilkan kadar oksitosin 10-20 mU/mL (Cunningham. 2010). Terdapat
berbagai macam metode induksi dengan menggunakan drip oksitosin, baik yang
menggunakan dosis rendah maupun dosis tinggi.
Tabel :Rejimen drip induksi dengan oksitosin. (Cunningham, 2010)
Biasanya, kontraksi yang adekuat akan dicapai dengan dosis oksitosin 20
mU/menit. Apabila dengan pemberian dosis oksitosin 30-40 mU/menit masih
tidak didapatkan his yang adekuat, maka induksi tak perlu lagi dilanjutkan.
Pemberian dengan dosis yang lebih besar akan menyebabkan ikatan oksitosin
dengan reseptor vasopresin sehingga akan menimbulkan kontraksi yang tetanik
atau hipertonik. Selain itu, dapat juga muncul efek antidiuretik sehingga
meningkatkan risiko terhadap keracunan air. Induksi dianggap berhasil kalau
didapatkan kontraksi uterus yang adekuat, yaitu his sekitar 3 kali dalam 10 menit
dengan kekuatan sekitar 40 mmHg atau lebih (200 Montevidio) (Cunningham.
2010).
2. Penatalaksanaan Kehamilan Postterm dengan Oligohidramnion
Penatalaksanaan kasus oligohidramnion pada kehamilan postterm
tergantung pada situasi klinik pasien yang bersangkutan. Pada tahap awal, harus
dilakukan evaluasi terhadap anomali janin dan gangguan pertumbuhan. Pada
kehamilan postterm yang diperberat dengan komplikasi oligohidramnion harus
dilakukan pengawasan ketat karena tingginya risiko morbiditas janin. (Heimstad,
2007)
Hasil dari kehamilan dengan oligohidramnion intrapartum menurut
beberapa penelitian memiliki hasil yang berbeda-beda. Chauhan dkk (1999) yang
dikutip dari (Cunningham, 2010). Melakukan penelitian terhadap lebih dari
10.500 ibu hamil yang memiliki nilai AFI intrapartum <5 cm dibandingkan
dengan kontrol yang memiliki nilai AFI >5 cm. Menurut hasil penelitian
didapatkan bahwa risiko seksio sesarea atas indikasi gawat janin pada kelompok
oligohidramnion lebih tinggi 2 kali lipat. Selain itu, risiko janin dengan skor
APGAR 5 menit dibawah 7 pada kelompok ini lebih tinggi 5 kali lipat. Hasil
penelitian Divon dkk (1995) yang dikutip dari Cunningham et al, (2010) juga
menyatakan bahwa hanya ibu paturien postterm yang memiliki nilai AFI ≤5 cm
yang mengalami deselerasi denyut jantung janin dan aspirasi mekonium
(Cunningham. 2010).
Sebaliknya, Zhang dkk (2004) yang dikutip dari Cunningham et al. (2010)
melaporkan bahwa kondisi oligohidramnion dengan nilai AFI ≤ 5 cm tidak
berhubungan dengan kondisi perinatal yang buruk. Begitu juga dengan Magann
dkk (1999) yang tidak menemukan peningkatan risiko komplikasi intrapartum
pada kondisi oligohidramnion (Cunningham. 2010).
Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin
postterm sehingga setiap persalinan postterm harus dilakukan pengawasan ketat
dan sebaiknya dilaksanakan di Rumah Sakit dengan pelayanan operatif dan
neonatal yang memadai.
Menurut Mochtar, et al (2004) pengelolaan persalinan pada kehamilan
postterm mencakup:
a. Pemantauan yang baik terhadap kontraksi uterus dan kesejahteraan janin.
Pemakaian alat monitor janin secara kontinu sangat bermanfaat.
b. Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
c. Persiapan oksigen dan tindakan seksio sesarea bila sewaktu-waktu terjadi
kegawatan janin
d. Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah
neonatus dan penghisapan pada tenggorokan saat kepala lahir dilanjutkan
resusitasi sesuai prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur
mekonium.
e. Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas
G. Komplikasi Kehamilan Postterm
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu seperti korioamnionitis, laserasi
perineum, perdarahan post partum, endomiometritis dan penyakit tromboemboli.
Komplikasi terjadi pada bayi seperti hipoksia, hipovolemia, asidosis, sindrom
gawat nafas, hipoglikemia, hipofungsi adrenal (Rustam, Mochtar. 1998).
BAB III
LAPORAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny “A”
DENGAN KEHAMILAN PATOLOGIS POST TERM
DI RSUD KOTA MATARAM
Tanggal pengkajian : 02 januari 2019
Pukul : 09:30 wita
Tempat pengkajian : Ruangan Poli Obgyn RSUD Kota Mataram
No rekam medik : 314963
DATA SUBYEKTIF
A. Identitas
Nama pasien : Ny.I Nama suami : Tn.I
Umur : 28 tahun Umur : 29 tahun
Agama : Hindu Agama :Hindu
Suku/bangsa : Sasak/Indonesia Suku/bangsa : Sasak
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Cakra Negara Utara
B. Keluhan utama / alasan kunjungan
Ibu mengatakan ingin memeriksakan kehamilan, nyeri perut kadang-kadang.
C. Riwayat keluhan utama
Ibu datang ke rumah sakit pukul 09:30 mengatakan ingin memeriksakan
kehamilan dan merasakan nyeri perut sejak 2 minggu yang lalu.
D. Riwayat menstruasi
Menarche : 14 tahun Disminorhe : Tidak pernah
Siklus : Teratur Fluor albus : Tidak pernah
Lama :6-7 hari HPHT :18Maret 2017
E. Status perkawinan
Berapa kali menikah : ibu mengatakan menikah hanya 1 kali
Umur pertama kali menikah
Suami : 23 tahun Istri : 20 tahun
Lama : kurang lebih 8 tahun
F. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas, anak yang lalu
Perk
a
wina
n no
Keh
a
mila
n no
UK JP Tempat
Penolon
g
Penyulit
BBL JK Usia Ket
H B N
I I 42
min
ggu
nor
mal
RSUD
Kota
mataram
Bidan - - - 2700 pere
mpu
an
6
tahun
Hidup
2 Ini
G. Riwayat Kontrasepsi
Jenis kontrasepsi : IUD
Lama : 4 tahun
Mulai KB : 5 tahun lalu
Kapan berhenti : Sebelum hamil kedua
Alasan berhenti : Ingin punya anak lagi
Keluhan : Tidak ada
H. Riwayat kehamilan sekarang
Usia Kehamilan : 42-43 minggu
Gerakan Janin : Aktif
ANC : 14 kali, di RSUD Kota Mataram
Obat /jamu yang dikonsumsi : Tidak pernah
Imunisasi TT : TT1 (16/06/18), TT2 (12/12/18)
Perawatan payudara : Tidak pernah
Senam hamil : Tidak pernah
Kekhawatiran khusus : Tidak ada
Kepercayaan selama hamil : Ada
Rencana KB : Belum direncanakan
I. Riwayat kesehatankeluarga
Riwayat keturunan kembar : Tidak
Penyakit menular/keturunan : Tidak ada
J. Riwayat kesehatanyang lalu
Penyakit menular/keturunan : Tidak ada
Riwayat biologis
a. Pola Nutrisi (Sebelum dan selama hamil) :
Makanan Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS
Komposisi Nasi lauk Nasi lauk
Frekuensi 2x sehari 3-4x sehari
Makanan Pantangan Tidak ada Tidak ada
Masalah Tidak ada Tidak ada
Minum
Jenis Air putih Air putih
Frekuensi 4-5 kali sehari 6-9x sehari
Masalah Tidak ada Tidak ada
b. Pola eliminasi (Sebelum dan selama hamil) :
BAK Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS
Warna jernih jernih
Frekuensi 2x sehari 3-4x sehari
Masalah Tidak ada Tidak ada
BAB
Konsistensi/Warna kuning Kuning
Frekuensi Lembek lembek
Masalah Tidak ada Tidak ada
c. Pola istirahat (Sebelum dan selama hamil) :
Istirahat Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS
Siang 1 jam 2 jam
Malam 7-8 jam 7-9 jam
Masalah Tidak ada Tidak ada
d. Personal hygiene :
Personal Hygiene Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS
Mandi 2-3x sehari 2-3x sehari
Gosok gigi 2-3x sehari 2-3x sehari
Ganti Pakaian 2x sehari 2x sehari
Ganti Pakaian
Dalam
2x sehari 2x sehari
K. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Komunikasi : Baik
Verbal : bahasa indonesia.
Keadaan emosional : kooperatif.
Hubungan dengan keluarga : akrab
Hubungan dengan orang lain : akrab
Proses berfikir : terarah
Ibadah/spiritual : patuh
Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan : bahagia
Dukungan keluarga : sangat mendukung.
Pengambil keputusan dalam keluarga : suami
Beban kerja dan kegiatan sehari-hari : IRT
Tempat dan petugas yang diinginkan untuk bersalin: RSUD kota
mataram
DATA OBJEKTIF
A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan umum : baik
2. Komunikasi nonverbal : verbal
3. Kesadaran : composmentis
4. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg (berbaring, duduk,
berdiri)
Nadi : 80 kali/menit (teratur/tidak teratur)
Pernafasan : 24 kali / permenit
Suhu : 36,2 0C (aksila, oral, rektal)
Berat badan saat ini : 56 Kg
Berat badan sebelum hamil : 50 Kg
Tinggi badan : 168cm
LILA : 25cm
HPL :25 Desember,2018
B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Inspeksi : bersih,rambut tidak pirang
Palpasi : tidak ada ketombe,tidak ada luka.
2. Wajah
Inspeksi : simetris,tidak pucat,tidak luka.
Palpasi : tidak ada odema
3. Mata
Inspeksi : simetris,konjungtiva merah muda
Palpasi :
4. Telinga
Inspeksi : simetris,bersih
Palpasi : tidak ada sekriet
5. Hidung
Inspeksi : simetris,tidak ada polip
Palpasi : tidak ada odema,tidak ada skret
6. Mulut dan gigi
Inspeksi : bibir lembab,tidak pucat,lidah bersih,tidak ada
pembengkakan gusi,tidak ada karang gigi
7. Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis,tidak ada luka operasi.
Palpasi :
8. Payudara
Inspeksi : simetris tidak ada hiperfigmentasi
Palpasi : tidak ada benjolan tidak ada kolostrum
9. Abdomen
Inspeksi : Bersih, tidak ada linia ligra ada striae
Palpasi :.
Leopold I : TFU 34 cm,Teraba bokong (bulat lembek).
Leopold II : puka teraba bagian kecil janin pada sebelah kiri ibu dan
punggung janin sebelah kanan ibu.
Leopold III : bagian terendah janin sudah masuk pap
Leopold IV : sudah masuk 4/5 bagian
.
TBJ : 3410 gr
Auskultasi : 136x/menit
10. Panggul (jika ada indikasi)
Distansia spinarum : Tidak dilakukan
Distansia cristarum : Tidak dilakukan
Distansia tuberum : Tidak dilakukan
Konjungtiva eksternal : Tidak dilakukan
Lingkar panggul : Tidak dilakukan
11. Genetalia (jika ada indikasi)
Kebersihan vulva : bersih/kotor, varises, hematom, fluxus, flour albus,
bau, luka,
Portio : tertutup/terbuka, licin, berdungkul, nyeri goyang,
pedarahan
Uteri : normal, antefleksi, retrafleksi, pembesaran
Adnexa : nyeri tekan kanan/kiri, ada masa/tidak
Ukuran PD : Tidak dilakukan
Cavum duoglas : tonjolan, darah
Lain-lain, jelaskan : Tidak ada
12. Ekstremitas atas dan bawah : simetris, tidak ada eodema serta varises.
C. Pemeriksaan penunjang (tanggal : 02-01-2019 )
Laboraturium : Tidak dilakukan
Radiologi : Tidak dilakukan
USG : janin : tunggal/intra uterin
Letak : kepala
Usia kehamilan : 42-43 minggu
AFI : oligohidramnion
ANALISA :
Diagnosa Kebidanan
Ibu : Ny. A G2P2A0H1 Uk 42-43 minggu,dengan kehamilan
post term.
Janin : Tunggal,Hidup,Intrauterin,Persentasi kepala
PENATALAKSANAAN :
Tanggal :02 Januari,2019
Waktu : 09.40 wita
1. memberitahu ibu hasil pemeriksaan
TD : 120/80 Mmhg
N : 80X/menit
S : 36,2
RR :24x/menit
TFU : 34 cm
BB : 65
2. Menganjurkan ibu untuk melakukan hubungan suami istri karena hormone
prostaglandin dapat merangsang kontraksi supaya terjadi tanda-tanda persalinan.
3. menganjurkan ibu untuk memperbanyak istirahat,rileks dan mengurangi
aktifitas yang berat.
4. memberitahu ibu untuk makan makanan yang bergizi yang mengandung protein
misalnya,tahu tempe,telor dan ikan,karbohidrat nasi roti jagung,singkong dan lain-
lain. Jangan lupa mengonsumsi vitamin misalnya buah buahan dan sayur,
5. memantau adanya syok hipovelemik dengan cara melakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital sign.
6. melakukan rujukan ke dokter SpoG.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.G., et al. 2001. Postterm Pregnancy, Antepartum
Assessment, In : Williams Obstetrics. Edisi 21. Mc Graw Hill. New York:
729 – 742. 1095-1108.
2. Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, edisi III, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Kehamilan Lewat Waktu, Jakarta, 2002 hal: 317-
320.
3. Rustam, Mochtar. 1998 Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi Obstertri
Patologi). Edisi 2. EGC. Jakarta.
4. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas
Padjajaran Bandung. 1982. Obstetri Patologi,. Penerbit : Elstar Offset.
Bandung
5. Hacker NF and Moore George, Essensial of Obstetrics and Gynecology,
2nd edition, W.B. Sauders company,1992, page 316-318
6. Shaver D.C. et al, Clinical Manual Of Obstetrics, 2 nd Edition, Mc Graw
International Editions, 1993 page 313-321.
7. Decherney A, Nathan L, Goodwin T,Leufer N, Current Diagnosis and
Treatment Obstetrics & Gynacology 10th edition; McGraw-Hill, 2007 page
187-189
8. Pengurus besar POGI, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi,
bagian 1, Balai penerbit FKUI, 2003, hal 70-71.
9. Rosa C. 2001. Postdate Pregnancy in: Obstetrics and Gyecology Principles
for Practice, McGraw-Hill. New York, America: 388-395
10. Asrat T.,Quilligan E.J., 2000. Postterm Pregnancy in: Current Therapy in
Obstetrics and Gynecology, edisi 5. WB. Saunders Company. Philadelphia
America:321-322
28
11. Spellacy W.N., 1999.Postdate Pregnancy in:Danforth’s Obstetrics and
Gynecology. Edisi 8. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia:287-
291.
12. Puder K.S., Sokol R.J., 1995. Clinical use of Antepartum Fetal monitoring
techniques in:John J.Sciarra Gynecology and Obstetrics vol 2.edisi revisi.
Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia
13. Briscoe D., et al. 2005. Management of Pregnancy Beyond 40 Weeks’
Gestation in: www.aafp.org/afp
14. Singal P., et al. 2001. Fetomaternal Outcome Following Postdate
Pregnancy-A Prospective Study in: www.journal-obgyn-
india.com/articles/issue_sep_oct2001/o_papers_89.asp

More Related Content

What's hot

Table jenis-jenis lochea
Table jenis-jenis locheaTable jenis-jenis lochea
Table jenis-jenis lochea
owik15
 
Kuesioner pra skrining perkembangan (kpsp)
Kuesioner pra skrining perkembangan (kpsp)Kuesioner pra skrining perkembangan (kpsp)
Kuesioner pra skrining perkembangan (kpsp)
Amalia Senja
 
Atresia ani kelompok 3 non reg a bu henik
Atresia ani kelompok 3 non reg a bu henikAtresia ani kelompok 3 non reg a bu henik
Atresia ani kelompok 3 non reg a bu henik
Ayu Bunga Muslimah
 
Kista sarkoma philodes
Kista sarkoma philodesKista sarkoma philodes
Kista sarkoma philodes
Nova Ci Necis
 

What's hot (20)

Manajemen asuhan kebidanan komunitas
Manajemen asuhan kebidanan komunitasManajemen asuhan kebidanan komunitas
Manajemen asuhan kebidanan komunitas
 
Power point abortus
Power point abortusPower point abortus
Power point abortus
 
Preeklampsia berat
Preeklampsia beratPreeklampsia berat
Preeklampsia berat
 
Klasifikasi dan tingkat maserasi
Klasifikasi dan tingkat maserasiKlasifikasi dan tingkat maserasi
Klasifikasi dan tingkat maserasi
 
Table jenis-jenis lochea
Table jenis-jenis locheaTable jenis-jenis lochea
Table jenis-jenis lochea
 
USG dasar dalam kehamilan
USG dasar dalam kehamilanUSG dasar dalam kehamilan
USG dasar dalam kehamilan
 
PEMBERIAN MGSO4 DI RSIA BUDI KEMULIAAN
PEMBERIAN MGSO4 DI RSIA BUDI KEMULIAANPEMBERIAN MGSO4 DI RSIA BUDI KEMULIAAN
PEMBERIAN MGSO4 DI RSIA BUDI KEMULIAAN
 
Diagnosa Kehamilan
Diagnosa KehamilanDiagnosa Kehamilan
Diagnosa Kehamilan
 
Case Report Ketuban Pecah Dini (KPD)
Case Report Ketuban Pecah Dini (KPD)Case Report Ketuban Pecah Dini (KPD)
Case Report Ketuban Pecah Dini (KPD)
 
EDEMA PARU AKUT PADA PASIEN EKLAMPSIA DENGAN KOMORBIDITAS TALASEMIA YANG MEND...
EDEMA PARU AKUT PADA PASIEN EKLAMPSIA DENGAN KOMORBIDITAS TALASEMIA YANG MEND...EDEMA PARU AKUT PADA PASIEN EKLAMPSIA DENGAN KOMORBIDITAS TALASEMIA YANG MEND...
EDEMA PARU AKUT PADA PASIEN EKLAMPSIA DENGAN KOMORBIDITAS TALASEMIA YANG MEND...
 
Diare Akut Non Dehidrasi
Diare Akut Non DehidrasiDiare Akut Non Dehidrasi
Diare Akut Non Dehidrasi
 
13. p emantauan kesehatan janin
13. p emantauan kesehatan janin13. p emantauan kesehatan janin
13. p emantauan kesehatan janin
 
Anamnesa (data subjektif)
Anamnesa (data subjektif)Anamnesa (data subjektif)
Anamnesa (data subjektif)
 
KPSP & DDST
KPSP & DDST KPSP & DDST
KPSP & DDST
 
Askeb komunitas paramata raha
Askeb komunitas paramata rahaAskeb komunitas paramata raha
Askeb komunitas paramata raha
 
Kehamilan Ektopik
Kehamilan EktopikKehamilan Ektopik
Kehamilan Ektopik
 
Kuesioner pra skrining perkembangan (kpsp)
Kuesioner pra skrining perkembangan (kpsp)Kuesioner pra skrining perkembangan (kpsp)
Kuesioner pra skrining perkembangan (kpsp)
 
Atresia ani kelompok 3 non reg a bu henik
Atresia ani kelompok 3 non reg a bu henikAtresia ani kelompok 3 non reg a bu henik
Atresia ani kelompok 3 non reg a bu henik
 
Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamil
Pemeriksaan Fisik Pada Ibu HamilPemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamil
Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamil
 
Kista sarkoma philodes
Kista sarkoma philodesKista sarkoma philodes
Kista sarkoma philodes
 

Similar to 262711979 laporan-kasus-kehamilan-posterm

190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
Septian Muna Barakati
 
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
Warnet Raha
 
Asuhan keperawatan pada bayi baru lahir post matur
Asuhan keperawatan pada bayi baru lahir post maturAsuhan keperawatan pada bayi baru lahir post matur
Asuhan keperawatan pada bayi baru lahir post matur
Operator Warnet Vast Raha
 
Askep pos sc atas indikasi kpsw
Askep pos sc atas indikasi kpswAskep pos sc atas indikasi kpsw
Askep pos sc atas indikasi kpsw
nurulrachma0
 

Similar to 262711979 laporan-kasus-kehamilan-posterm (20)

190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
 
Kesehatan
KesehatanKesehatan
Kesehatan
 
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
 
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
190257248 makalah-serotinus-dan-askeb-serotinus
 
Komplikasi persalinan
Komplikasi persalinanKomplikasi persalinan
Komplikasi persalinan
 
139642472 repro-bbl-post-matur
139642472 repro-bbl-post-matur139642472 repro-bbl-post-matur
139642472 repro-bbl-post-matur
 
Asuhan keperawatan pada bayi baru lahir post matur
Asuhan keperawatan pada bayi baru lahir post maturAsuhan keperawatan pada bayi baru lahir post matur
Asuhan keperawatan pada bayi baru lahir post matur
 
Askep pos sc atas indikasi kpsw
Askep pos sc atas indikasi kpswAskep pos sc atas indikasi kpsw
Askep pos sc atas indikasi kpsw
 
Fff
FffFff
Fff
 
Kehamilan lewat waktu
Kehamilan  lewat waktuKehamilan  lewat waktu
Kehamilan lewat waktu
 
Askeb kegawatdaruratan
Askeb kegawatdaruratanAskeb kegawatdaruratan
Askeb kegawatdaruratan
 
Word lapsus ket
Word lapsus ketWord lapsus ket
Word lapsus ket
 
PPT MATERNITAS KEL 1 B.pptx
PPT MATERNITAS KEL 1 B.pptxPPT MATERNITAS KEL 1 B.pptx
PPT MATERNITAS KEL 1 B.pptx
 
Asuhan kebidanan kehamilan
Asuhan kebidanan kehamilan Asuhan kebidanan kehamilan
Asuhan kebidanan kehamilan
 
Karlis santi
Karlis santiKarlis santi
Karlis santi
 
Serotinus
SerotinusSerotinus
Serotinus
 
256898838 copy-of-askeb-bulin
256898838 copy-of-askeb-bulin256898838 copy-of-askeb-bulin
256898838 copy-of-askeb-bulin
 
Bab i1
Bab i1Bab i1
Bab i1
 
Makalah hpp akper muna
Makalah hpp akper munaMakalah hpp akper muna
Makalah hpp akper muna
 
Makalah hpp akper muna
Makalah hpp akper munaMakalah hpp akper muna
Makalah hpp akper muna
 

Recently uploaded

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
AlfandoWibowo2
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
saptari3
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
AtiAnggiSupriyati
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 

Recently uploaded (20)

Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
power point bahasa indonesia "Karya Ilmiah"
 
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptLingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.pptSEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA dan Trend Issue.ppt
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 

262711979 laporan-kasus-kehamilan-posterm

  • 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kehamilan Postterm Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate/post datisme atau pascamaturitas. Menurut WHO 1977 kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT) menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari. Menurut definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (2004), kehamilan postterm adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT) (Cunningham. 2001). Masalah yang sering terjadi dalam menegakkan diagnosis kehamilan postterm adalah penentuan usia kehamilan berdasarkan HPHT seringkali tidaklah mudah, karena ibu tidak ingat kapan tanggal HPHT yang pasti, selain itu penentuan saat ovulasi yang pasti juga tidak mudah, terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan: variasi siklus haid, kesalahan perhitungan oleh ibu dan sebagainya. Dengan adanya pemeriksaan USG terutama pada trisemester I, usia kehamilan dapat ditentukan lebih tepat , dengan penyimpangan hanya lebih atau kurang satu minggu (Rustam, Mochtar. 1998). B. Insiden Kehamilan Postterm Angka kejadian kehamilan lewat waktu bervariasi antara 4%-14% dengan rata-rata sebesar 10%. Hal ini sangat tergantung kepada kriteria yang digunakan untuk mendiagnosis (Bakketeig and Bergasjo, 1991) Gambar di bawah ini menyatakan bahwa 8% dari 4 juta bayi yang dilahirkan di Amerika Serikat sepanjang tahun 1997, diperkirakan dilahirkan pada usia gestasi ≥ 42 minggu sedangkan yang dilahirkan preterm (usia gestasi ≤ 36 minggu) hanya sebesar 11%( Wiknjosastro. 2002).
  • 2. Adapted from Ventura and Colleagues, 1999 Gambar: Tabel Distribusi Usia Gestasi Sedangkan kepustakaan lainnya menyatakan bahwa perbedaan yang lebar juga disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam menentukan usia kehamilan. Sebanyak 10% ibu lupa tanggal haid terakhirnya sehingga terjadi kesukaran dalam menentukan secara tepat saat ovulasi (Cunningham. 2001). Menurut Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi (POGI), insidens kehamilan lewat waktu sangat bervariasi antara lain (Pengurus besar POGI. 2003).  Insidens kehamilan 42 minggu lengkap : 4 – 14 %, 43 minggu lengkap 2 – 7 %.  Insidens kehamilan post-term tergantung pada beberapa faktor : tingkat pendidikan masyarakat, frekuensi kelahiran pre-term, frekuensi induksi persalinan, frekuensi seksio sesaria elektif, pemakaian USG untuk menentukan usia kehamilan.  Secara spesifik, insidens kehamilan post-term akan rendah jika frekuensi kelahiran pre-term tinggi, bila angka induksi persalinan dan seksio sesaria elektif tinggi, dan bila USG dipakai lebih sering untuk menentukan usia kehamilan. 436.600 (11%) 1.793.421 (46%) 851.729 (22%) 458.145 (12%) 302.541 (8%) 0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1800000 2000000 ≤ 36 37-39 40 41 ≥ 42 Usia Gestasi
  • 3. Peningkatan mortalitas dan morbiditas secara signifikan berhubungan dengan distosia akibat makrosomia. Sekitar 10-25% janin yang lahir lewat waktu memiliki berat badan lebih dari 4000 gram dan 1,5% janin dengan berat badan sekitar 4500 gram. Insidens distosia bahu pada kehamilan lewat waktu adalah sebesar 2%. Resiko mengalami distosia akibat makrosomia adalah 3 kali lipat dan peningkatan insiden distosia bahu sebesar 2 kali lipat pada kehamilan lewat waktu dibandingkan dengan wanita yang melahirkan bayi pada kehamilan 40 minggu (Wiknjosastro. 2002). C. Etiologi Kehamilan Postterm Penyebab pasti dan proses terjadinya kehamilan postterm sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Teori-teori yang pernah diajukan untuk menerangkan penyebab terjadinya kehamilan postterm antara lain (Wiknjosastro. 2002). 1. Teori progesteron. Berdasarkan teori ini, diduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesteron melewati waktu yang semestinya. 2. Teori oksitosin. Rendahnya pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita hamil pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu fakor penyebab terjadinya kehamilan postterm. 3. Teori kortisol/ACTH janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen. Proses ini selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada kasus-kasus kehamilan dengan cacat bawaan janin seperti anensefalus atau hipoplasia adrenal, tidak adanya kelenjar hipofisis janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan berlangsung lewat bulan. 4. Teori saraf uterus. Berdasarkan teori ini, diduga kehamilan postterm terjadi pada keadaan tidak terdapatnya tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser yang membangkitkan kontraksi uterus, seperti pada keadaan kelainan letak, tali pusat pendek, dan masih tingginya bagian terbawah janin.
  • 4. 5. Teori heriditer. Pengaruh herediter terhadap insidensi kehamilan postterm telah dibuktikan pada beberapa penelitian sebelumnya. Kitska et al (2007) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa seorang ibu yang pernah mengalami kehamilan postterm akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kehamilan postterm pada kehamilan berikutnya. Hasil penelitian ini memunculkan kemungkinan bahwa kehamilan postterm juga dipengaruhi oleh faktor genetik (Hacker NF and Moore George. 1992). Mogren (1999) menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm. D. Patofisiologi Kehamilan Postterm Pada kehamilan postterm terjadi berbagai perubahan baik pada cairan amnion, plasenta, maupun janin. Pengetahuan mengenai perubahan-perubahan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengelola kasus persalinan postterm. 1. Perubahan pada Plasenta. Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan postterm dan meningkatnya risiko pada janin. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Rendahnya fungsi plasenta ini berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 2-4 kali lebih tinggi. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasenta laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut. Penimbunan kalsium. Peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta. Proses degenerasi jaringan plasenta yang terjadi seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, trombosis intervilli, spasme arteri spiralis dan infark villi. Selaput vaskulosinsial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang. Keadaan ini dapat menurunkan metabolisme transport plasenta. Transport kalsium tidak terganggu tetapi aliran natrium, kalium, glukosa, asam amino, lemak dan gamma globulin mengalami gangguan sehingga janin akan mengalami hambatan pertumbuhan dan penurunan berat janin (Cunningham. 2001).
  • 5. 2. Oligohidramnion Pada kehamilan postterm terjadi perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan amnion mencapai puncak pada usia kehamilan 38 minggu, yaitu sekitar 1000 ml dan menurun menjadi sekitar 800 ml pada usia kehamilan 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi sekitar 480 ml, 250 ml, hingga 160 ml pada usia kehamilan 42, 43, dan 44 minggu (Cunningham. 2001). Penurunan jumlah cairan amnion pada kehamilan postterm berhubungan dengan penurunan produksi urin janin. Dilaporkan bahwa berdasarkan pemeriksaan Doppler velosimetri, pada kehamilan postterm terjadi peningkatan hambatan aliran darah (resistance index/RI) arteri renalis janin sehingga dapat menyebabkan penurunan jumlah urin janin dan pada akhirnya menimbulkan oligohidramnion. (Oz, et al., 2002) Oleh sebab itu, evaluasi volume cairan amnion pada kasus kehamilan postterm menjadi sangat penting artinya. Dilaporkan bahwa kematian perinatal meningkat dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat. Pada persalinan postterm, keadaan ini dapat menyebabkan keadaan gawat janin saat intra partum (Wiknjosastro. 2002). Selain perubahan volume, terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion sehingga menjadi lebih kental dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan komposisi fosfolipid. Pelepasan sejumlah badan lamellar dari paru- paru janin akan mengakibatkan perbandingan Lesitin terhadap Sfingomielin menjadi 4:1 atau lebih besar. Selain itu, adanya pengeluaran mekonium akan mengakibatkan cairan amnion menjadi hijau atau kuning dan meningkatkan risiko terjadinya aspirasi mekonium (Cunningham. 2001). Estimasi jumlah cairan amnion dapat diukur dengan pemeriksan USG. Salah satu metode yang cukup populer adalah pengukuran diameter vertikal dari kantung amnion terbesar pada setiap kuadran dari 4 kuadran uterus. Hasil penjumlahan keempat kuadran tersebut dikenal dengan sebutan indeks cairan anmion (Amnionic Fluid Index/AFI). Bila nilai AFI telah turun hingga 5 cm atau kurang, maka merupakan indikasi adanya oligohidramnion (Cunningham. 2001).
  • 6. 3. Perubahan pada janin Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan berat janin. Namun, seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertmbah terus sesuai bertambahnya umur kehamilan. Risiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan postterm meningkat 2-4 kali lebih besar. Selain risiko pertambahan berat badan yang berlebihan, janin pada kehamilan postterm juga mengalami berbagai perubahan fisik khas disertai dengan gangguan pertumbuhan dan dehidrasi yang disebut dengan sindrom postmaturitas. Perubahan-perubahan tersebut antara lain; penurunan jumlah lemak subkutaneus, kulit menjadi keriput, dan hilangnya vernik kaseosa dan lanugo. Keadaan ini menyebabkan kulit janin berhubungan langsung dengan cairan amnion. Perubahan lainnya yaitu; rambut panjang, kuku panjang, serta warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar mekonium. Namun demikian, Tidak seluruh neonatus kehamilan postterm menunjukkan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20 % neonatus dengan tanda postmaturitas pada kehamilan postterm. Tanda postterm dibagi dalam 3 stadium (Wiknjosastro. 2002) : Stadium 1 : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas. Stadium 2 : Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium pada kulit. Stadium 3 : Pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit, dan tali pusat. E. Diagnosis Kehamilan Postterm Meskipun diagnosis kehamilan postterm berhasil ditegakkan pada 4-19% dari seluruh kehamilan, sebagian diantaranya kenyataanya tidak terbukti oleh karena kekeliruan dalam menentukan usia kehamilan. Oleh sebab itu, pada penegakkan diagnosis kehamilan postterm, informasi yang tepat mengenai lamanya kehamilan menjadi sangat penting. Hal ini disebabkan karena semakin lama janin berada di dalam uterus maka semakin besar pula risiko bagi janin dan neonatus untuk mengalami morbiditas maupun mortalitas. Namun sebaliknya,
  • 7. pemberian intervensi/terminasi secara terburu-buru juga bisa memberikan dampak yang merugikan bagi ibu maupun janin. 1. Riwayat haid Pada dasarnya, diagnosis kehamilan postterm tidaklah sulit untuk ditegakkan apabila keakuratan HPHT ibu bisa dipercaya. Diagnosis kehamilan postterm berdasarkan HPHT dapat ditegakkan sesuai dengan definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (2004), yaitu kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu (294 hari) yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT) (Cunningham. 2001). Permasalahan sering timbul apabila ternyata HPHT ibu tidak akurat atau tidak bisa dipercaya. Menurut Mochtar et al (2004), jika berdasarkan riwayat haid, diagnosis kehamilan postterm memiliki tingkat keakuratan hanya ±30 persen. Riwayat haid dapat dipercaya jika telah memenuhi beberapa kriteria, yaitu: (a) ibu harus yakin betul dengan HPHT-nya; (b) siklus 28 hari dan teratur, (c) tidak minum pil anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir (Wiknjosastro. 2002). Hasil penelitian Savitz, et al (2002) menunjukkan bahwa usia kehamilan yang ditentukan berdasarkan HPHT cenderung lebih sering salah didiagnosa sebagai kehamilan postterm dibanding dengan pemeriksaan USG, terutama akibat ovulasi yang terlambat. Penentuan usia kehamilan dengan HPHT didasarkan kepada asumsi bahwa kehamilan akan berlangsung selama 280 hari (40 minggu) dari hari pertama siklus haid yang terakhir (Cunningham, 2010). Pendekatan ini berpotensi menyebabkan kesalahan karena sangat bergantung kepada keakuratan tanggal HPHT dan asumsi bahwa ovulasi terjadi pada hari ke-14 siklus menstruasi. Padahal, ovulasi tidak selalu terjadi pada hari ke-14 siklus karena adanya variasi durasi fase folikular, yang bisa berlangsung selama 7-21 hari. Oleh sebab itu, pada ibu yang memiliki siklus 28 hari, masih ada kemungkinan ovulasi terjadi setelah hari ke-14 siklus. Akibatnya, terjadi kesalahan dalam penentuan usia kehamilan yang seharusnya dihitung mulai dari terjadinya fertilisasi sampai lahirnya bayi. Tingkat kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan HPHT adalah ± 1,37 minggu (Shaver D.C. 1993).
  • 8. 2. Riwayat pemeriksaan antenatal Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaan tes imunologik sesudah terlambat haid 2 minggu, maka dapat diperkirakan keamilan telah berlangsung 6 minggu. Gerak janin. Gerak janin pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida pada 16 minggu. Keadaan klinis yang ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit, atau secara obyektif dengan CTG kurang dari 10 kali/20 menit. Denyut Jantung Janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu, sedangakn dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu. Pernoll, et al (2007) menyatakan bahwa kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut: a. Telah lewat 36 minggu sejak test kehamilan positif b. Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali c. Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler d. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec. 3. Tinggi Fundus Uteri Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter (cm) dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulang setiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar (Decherney A, dkk. 2003). 4. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) Penggunaan pemeriksaan USG untuk menentukan usia kehamilan telah banyak menggantikan metode HPHT dalam mempertajam diagnosa kehamilan postterm. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa penentuan usia kehamilan melalui pemeriksaan USG memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi dibanding dengan metode HPHT.
  • 9. Semakin awal pemeriksaan USG dilakukan, maka usia kehamilan yang didapatkan akan semakin akurat sehingga kesalahan dalam mendiagnosa kehamilan postterm akan semakin rendah. Tingkat kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan USG trimester I (crown-rump length) adalah ± 4 hari dari taksiran persalinan (Cohn, et al. 2010). Pada usia kehamilan antara 16-26 minggu, ukuran diameter biparietal (biparietal diameter/BPD) dan panjang femur (femur length/FL) memberikan ketepatan ± 7 hari dari taksiran persalinan (Wiknjosastro. 2002). Pemeriksaan usia kehamilan berdasarkan USG pada trimester III menurut hasil penelitian Cohn, et al (2010) memiliki tingkat keakuratan yang lebih rendah dibanding metode HPHT maupun USG trimester I dan II. Pemeriksaan sesaat setelah trisemester III dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban ataupun keadaan plasenta yang berkaitan dengan kehamilan postterm, tetapi sukar untuk menentukan usia kehamilan. Ukuran-ukuran biometri janin pada trimester III memiliki tingkat variabilitas yang tinggi sehingga tingkat kesalahan estimasi usia kehamilan pada trimester ini juga menjadi tinggi. Tingkat kesalahan estimasi tanggal perkiraan persalinan jika berdasarkan pemeriksaan USG trimester III bahkan bisa mencapai ± 3,6 minggu. Keakuratan penghitungan usia kehamilan pada trimester III saat ini sebenarnya dapat ditingkatkan dengan melakukan pemeriksaan MRI terhadap profil air ketuban (Decherney A, dkk. 2007). 5. Pemeriksaan laboratorium - Sitologi cairan amnion. Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Apabila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan sudah berusia 36 minggu dan apabila jumlahnya mencapai 50% atau lebih, maka usia kehamilan 39 minggu atau lebih. - Tromboplastin cairan amnion (ATCA). Hasil penelitian terdahulu berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada usia kehamilan 41-42 minggu, ACTA berkisar antara 45-65 detik sedangkan pada usia kehamilan >42 minggu, didapatkan
  • 10. ACTA <45 detik. Bila didapatkan ACTA antara 42-46 detik, ini menunjukkan bahwa kehaminan sudah postterm. - Perbandingan kadar lesitin-spingomielin (L/S). Perbandingan kadar L/S pada usia kehamilan sekitar 22-28 minggu adalah sama (1:1). Pada usia kehamilan ±32 minggu, perbandingannya menjadi 1,2:1 dan pada kehamilan genap bulan menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan postterm tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakan janin cukup usia/matang untuk dilahirkan. - Sitologi vagina. Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%) mempunyai sensitivitas 755. Perlu diingat bahwa kematangan serviks tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi (Wiknjosastro. 2002). F. Penatalaksanaan Kehamilan Postterm Sampai saat ini pengelolaanya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan pendapat. Masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan postterm antara lain karena pada beberapa penderita, usia kehamilan tidak selalu dapat ditentukan dengan tepat sehingga janin bisa saja belum matur sebagaimana yang diperkirakan. Selain itu, saat usia kehamilan mencapai 42 minggu, pada ±70% penderita didapatkan serviks belum matang/unfavourable dengan skor Bishop rendah sehingga tingkat keberhasilan induksi menjadi rendah. Oleh karena itu, setelah diagnosis kehamilan postterm ditegakkan, permasalahan yang harus dipecahkan selanjutnya adalah apakah dilakukan pengelolaan secara aktif dengan induksi ataukah sebaliknya dilakukan pengelolaan secara ekspektatif dengan pemantauan terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan spontan atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan (Wiknjosastro. 2002). Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan tindakan adalah kepastian usia kehamilan, pemeriksaan serviks, perkiraan berat janin, keinginan pasien dan riwayat obstetrik dahulu. 1. Pemantanauan kesejahteraan janin
  • 11. Manning dkk (1980) telah mengajukan pemakaian kombinasi dari 5 variabel biofisik untuk menilai kesejahteraan janin dan menyatakan bahwa kombinasi ini memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan pemakaian salah satu variabel saja. Secara umum, tes ini membutuhkan waktu sekitar 30-60 menit. Variabel yang digunakan dalam penilaian profil biofisik adalah; (a) tes tanpa beban (non- stress test/NST), (b) gerak nafas janin, (c) gerakan janin, (d) tonus janin, dan (e) volume cairan amnion. Setiap variabel diberikan skor 2 bila normal dan skor 0 bila abnormal. Oleh sebab itu, seorang janin sehat akan memiliki skor 10 pada pemeriksaan profil biofisiknya (Cunningham. 2010). a. Tes Tanpa Beban (Non-Stress Test/NST) Denyut jantung janin secara normal meningkat maupun menurun sebagai akibat pengaruh dari sistem saraf simpatis-parasimpatis yang impulsnya berasal dari batang otak. Menurut hipotesis, denyut jantung janin yang tidak berada dalam keadaan asidosis akibat hipoksia ataupun depresi saraf akan mengalami akselerasi sementara sebagai respon terhadap gerakan janin. Adanya akselerasi ini dipegaruhi oleh usia kehamilan. Menurut hasil penelitian, besarnya tingkat akselerasi denyut jantung akibat gerakan janin akan meningkat seiring dengan peningkatan usia kehamilan (Cunningham. 2010). Penggunaan NST memiliki tujuan yang berbeda dengan tes beban kontraksi (contraction stress test/oxytocin stress test/OST). Secara sederhana, NST adalah tes untuk mengetahui kondisi janin sedangkan OST digunakan untuk menilai fungsi uteroplasenta. Sampai saat ini, NST adalah tes utama yang paling sering digunakan untuk menilai kesejahteraan janin (Cunningham. 2010). b. Pemeriksaan gerakan nafas janin (fetal breathing) Salah satu fenomena menarik dari gerakan pernafasan janin adalah gerakan dinding dada yang paradoks (paradoxical chest wall movement). Pada janin, ketika proses inspirasi, dinding dada secara paradoks mengempis sedangkan dinding perut mengembung. Hal ini berkebalikan dengan proses inspirasi yang terjadi pada neonatus dan orang dewasa. Gerakan ini dihubungkan dengan kemungkinan adanya gerakan janin untuk mengeluarkan debris cairan amnion yang menyerupai gerakan pada saat batuk (Cunningham. 2010).
  • 12. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan penelitian mengenai adanya keterkaitan antara gerakan nafas janin melalui pemeriksaan USG dengan proses evaluasi kesejahteraan janin. Oleh karena gerakan nafas janin terjadi secara episodik, maka interpretasi hasil tes pada saat tidak ditemukan gerakan nafas menjadi tidak dapat dipercaya. Patrick dkk (1980) melakukan penelitian observasi selama 24 jam menggunakan ultrasonografi real time untuk mendapatkan gambaran karakteristik gerakan nafas janin selama 10 minggu terakhir kehamilan. Hasilnya menunjukkan bahwa pada janin normal pun bisa saja tidak ditemukan gerakan nafas bahkan sampai 122 menit lamanya. Penelitian ini mengindikasikan bahwa untuk dapat mendiagnosis tidak ditemukannya gerakan nafas membutuhkan waktu observasi yang panjang. Oleh sebab itu, untuk menilai kesejahteraan janin, pemeriksaan gerakan nafas sering digabungkan dengan pemeriksaan lain, misalnya pemeriksaan denyut jantung janin (Cunningham. 2010). c. Pemeriksaan gerakan janin (fetal movements) Aktivitas pasif janin tanpa rangsangan sebenarnya sudah mulai ada sejak minggu ke-7 dan akan menjadi lebih kompleks serta terkoordinasi pada akhir kehamilan. Bahkan setelah minggu ke-8 usia kehamilan, gerakan janin tidak pernah berhenti dengan waktu lebih dari 13 menit. Namun demikian, ibu hamil baru bisa merasakan pergerakan janin pertama kali sekitar usia kehamilan 18-20 minggu. Mula-mula gerakannya jarang, lemah, dan terkadang tidak dapat dibedakan dengan sensasi abdomen lainnya seperti gerakan usus (Cunningham. 2010). Antara minggu ke-20 sampai ke-30, gerakan tubuh umum menjadi lebih teratur dan janin mulai memperlihatkan siklus istirahat-aktivitas. Pada trimester ketiga, pematangan gerakan janin terus berlanjut sampai sekitar 36 minggu, saat sikap tubuh normal telah terbentuk pada 80% janin. (Cunningham. 2010). Pergerakan rata-rata harian janin selama kehamilan bervariasi. Pada umur kehamilan 20 minggu, pergerakan janin rata-rata adalah sekitar 200 gerakan per 12 jam. Pergerakan janin mencapai nilai maksimal sekitar minggu ke-32 kehamilan, yaitu ± 500 gerakan per 12 jam. Setelah itu, pergerakan menjadi kurang dirasakan setelah minggu ke-36 karena janin tumbuh dan volume cairan
  • 13. amnion berkurang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas pada kehamilan aterm mungkin juga disebabkan oleh pertambahan waktu tidur janin seiring dengan makin maturnya janin. Keadaan ini merupakan hal yang terjadi secara fisiologis pada trimester ke- tiga (Cunningham. 2010). d. Pemeriksaan tonus janin Tonus janin dengan pemeriksaan USG diketahui sebagai gerakan ekstensi ekstremitas atau tubuh janin, yang dilanjutkan dengan gerakan kembali ke posisi fleksi. Tonus janin dapat juga dinilai dengan melihat gerakan jari-jari tangan yang membuka (ekstensi) dan kembali ke posisi mengepal. Dalam keadaan normal, gerakan tersebut terlihat sedikitnya sekali dalam 30 menit pemeriksaan. Tonus janin juga dianggap normal apabila jari-jari tangan terlihat mengepal terus selama 30 menit pemeriksaan. e. Pemeriksaan volume cairan amnion Pemeriksaan volume cairan amnion telah menjadi bagian dari pemeriksaan antepartum pada kehamilan yang memiliki risiko kematian janin. Pelaksanaan tes ini didasari pada pemikiran bahwa penurunan perfusi uteroplasenta akan menurunkan aliran darah ginjal janin, menurunkan produksi urin janin, dan pada akhirnya akan menimbulkan oligohidramnion (Cunningham. 2010). Estimasi volume cairan amnion dapat dilakukan dengan pemeriksaan USG dengan cara menilai indeks cairan amnion (amniotic fluid index/AFI). Penilaian dengan indeks ini dilakukan dengan cara menambahkan ukuran kedalaman dari setiap kantung vertikal terbesar pada tiap kuadran uterus. Bila nilai AFI telah turun hingga 5 cm atau kurang, maka merupakan indikasi adanya oligohidramnion (Cunningham. 2010). Metode lain adalah dengan cara mengukur salah satu kantung cairan amnion vertikal yang terbesar (single deepest pocket). Menurut pemeriksaan ini, volume cairan amnion dikatakan berkurang bila didapatkan ukuran kantong ≤ 2 cm (Cunningham. 2010).
  • 14. Gambar: Amniotic Fluid Index (Cunningham, 2010) Berdasarkan penilaian kelima variabel yang telah dijelaskan di atas, maka didapatkanlah skor profil biofisik dari janin yang dinilai kesejahteraanya. Skor profil biofisik yang didapatkan berkisar antara nilai minimal 0 dan maksimal 10. Tabel: Penilaian Skor Profil Biofisik (Cunningham, 2010) Penatalaksanaan kehamilan berdasarkan skor profil biofisik dapat berupa penanganan ekspektatif tanpa melakukan intervensi apapun sambil melakukan pemeriksaan ulangan. Namun jika didapatkan gambaran keadaan asfiksia, maka penanganan diberikan secara aktif dengan terminasi kehamilan. Tabel: Manajemen kehamilan berdasarkan skor profil biofisik (Cunningham, 2010)
  • 15. Pengeloloaan secara ekpetatif dipertahankan selama 1 minggu dengan pemantauan secara berkala. Apabila timbul suatu masalah seperti kegawatan janin dapat dilakukan pengelolaan aktif. 1. Induksi persalinan Kehamilan postterm merupakan keadaan klinis yang sering menjadi indikasi untuk pelaksanaan induksi persalinan dengan pertimbangan kondisi bayi yang cukup baik atau optimal. Induksi persalinan menjadi salah satu prosedur medis yang paling sering dilakukan di Amerika Serikat dengan proporsi yang meningkat dari 9% pada tahun 1989 menjadi 19% di tahun 1998 (Heimstad. 2007). Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara tindakan atau medisinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi uterus. Pematangan serviks adalah tindakan farmakologik atau cara lain untuk memperlunak atau meningkatkan dilatasi serviks dengan tujuan untuk meningkatkan keberhasilan induksi persalinan. Tindakan induksi persalinan ini adalah untuk keselamatan ibu dan anak, tetapi walaupun dilakukan dengan terencana dan hati-hati, kemungkinan untuk menimbulkan risiko terhadap ibu dan janin tetap ada (Heimstad. 2007). Kemungkinan keberhasilan induksi persalinan ditentukan oleh beberapa keadaan sebelum dilakukan induksi, salah satunya dari kematangan serviks (favorable). Penilainan kematangan serviks ini dapat dilakukan dengan menggunakan skor Bishop. Skor ini dinilai berdasarkan lima faktor yang didapatkan dari pemeriksaan dalam dan akan digunakan untuk memperkirakan keberhasilan induksi persalainan. Lima faktor yang diperiksa adalah (1) dilatasi serviks, (2) penipisan serviks/effacement, (3) konsistensi serviks, (4) posisi serviks, dan (5) station dari bagian terbawah janin. Tabel :Pelviks skor menurut Bishop. (Cunningham, 2010)
  • 16. Skor Bishop >8 memberikan kemungkinan keberhasilan induksi persalinan yang tinggi. Sementara itu, skor Bishop ≤4 biasanya menunjukkan keadaan serviks yang belum matang (unfavorable) sehingga membutuhkan pematangan serviks yang bisa dilakukan secara farmakologis (prostaglandin, nitrit oksida) ataupun teknik (kateter transervikal, dilator higroskopis, stripping) (Cunningham. 2010). Pada kehamilan postterm, harus diperhatikan nilai pematangan serviks (Skor Bishop) karena akan mempengaruhi tindakan induksi. Apabila skor bishop > 5 maka di induksi dengan infus oksitosin,tetapi bila skor bishop ≤ 5 maka diberikan misoprostol 25 µg per vaginam. Dievaluasi 6 jam kemudian, apabila skor bishop sudah >5 maka dilanjutkan infus oksitosin, namun apabila setelah 6 jam masih sama atau ≤ 5 maka dilanjutkan misoprostol dengan cara pemberian yang sama. Bila dalam 6 jam kemudian belum inpartu maka dilanjutkan infus oksitosin. Oksitosin adalah zat yang paling sering digunakan untuk induksi persalinan dalam bidang obstetri(Heimstad. 2007).Oksitosin mempunyai efek yang poten terhadap otot polos uterus dan kelenjar mammae. Kepekaan terhadap oksitosin meningkat pada saat persalinan. Induksi persalinan dengan oksitosin yang diberikan melalui infus secara titrasi ternyata efektif dan banyak dipakai. Titrasi ini biasanya dilakukan dengan cara memberikan 10-20 unit oksitosin (10.000- 20.000 mU) yang dilarutkan dalam 1000 cc larutan Ringer laktat. Rejimen ini akan menghasilkan kadar oksitosin 10-20 mU/mL (Cunningham. 2010). Terdapat berbagai macam metode induksi dengan menggunakan drip oksitosin, baik yang menggunakan dosis rendah maupun dosis tinggi. Tabel :Rejimen drip induksi dengan oksitosin. (Cunningham, 2010) Biasanya, kontraksi yang adekuat akan dicapai dengan dosis oksitosin 20 mU/menit. Apabila dengan pemberian dosis oksitosin 30-40 mU/menit masih tidak didapatkan his yang adekuat, maka induksi tak perlu lagi dilanjutkan. Pemberian dengan dosis yang lebih besar akan menyebabkan ikatan oksitosin
  • 17. dengan reseptor vasopresin sehingga akan menimbulkan kontraksi yang tetanik atau hipertonik. Selain itu, dapat juga muncul efek antidiuretik sehingga meningkatkan risiko terhadap keracunan air. Induksi dianggap berhasil kalau didapatkan kontraksi uterus yang adekuat, yaitu his sekitar 3 kali dalam 10 menit dengan kekuatan sekitar 40 mmHg atau lebih (200 Montevidio) (Cunningham. 2010). 2. Penatalaksanaan Kehamilan Postterm dengan Oligohidramnion Penatalaksanaan kasus oligohidramnion pada kehamilan postterm tergantung pada situasi klinik pasien yang bersangkutan. Pada tahap awal, harus dilakukan evaluasi terhadap anomali janin dan gangguan pertumbuhan. Pada kehamilan postterm yang diperberat dengan komplikasi oligohidramnion harus dilakukan pengawasan ketat karena tingginya risiko morbiditas janin. (Heimstad, 2007) Hasil dari kehamilan dengan oligohidramnion intrapartum menurut beberapa penelitian memiliki hasil yang berbeda-beda. Chauhan dkk (1999) yang dikutip dari (Cunningham, 2010). Melakukan penelitian terhadap lebih dari 10.500 ibu hamil yang memiliki nilai AFI intrapartum <5 cm dibandingkan dengan kontrol yang memiliki nilai AFI >5 cm. Menurut hasil penelitian didapatkan bahwa risiko seksio sesarea atas indikasi gawat janin pada kelompok oligohidramnion lebih tinggi 2 kali lipat. Selain itu, risiko janin dengan skor APGAR 5 menit dibawah 7 pada kelompok ini lebih tinggi 5 kali lipat. Hasil penelitian Divon dkk (1995) yang dikutip dari Cunningham et al, (2010) juga menyatakan bahwa hanya ibu paturien postterm yang memiliki nilai AFI ≤5 cm yang mengalami deselerasi denyut jantung janin dan aspirasi mekonium (Cunningham. 2010). Sebaliknya, Zhang dkk (2004) yang dikutip dari Cunningham et al. (2010) melaporkan bahwa kondisi oligohidramnion dengan nilai AFI ≤ 5 cm tidak berhubungan dengan kondisi perinatal yang buruk. Begitu juga dengan Magann dkk (1999) yang tidak menemukan peningkatan risiko komplikasi intrapartum pada kondisi oligohidramnion (Cunningham. 2010). Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin postterm sehingga setiap persalinan postterm harus dilakukan pengawasan ketat
  • 18. dan sebaiknya dilaksanakan di Rumah Sakit dengan pelayanan operatif dan neonatal yang memadai. Menurut Mochtar, et al (2004) pengelolaan persalinan pada kehamilan postterm mencakup: a. Pemantauan yang baik terhadap kontraksi uterus dan kesejahteraan janin. Pemakaian alat monitor janin secara kontinu sangat bermanfaat. b. Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan. c. Persiapan oksigen dan tindakan seksio sesarea bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin d. Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera mengusap wajah neonatus dan penghisapan pada tenggorokan saat kepala lahir dilanjutkan resusitasi sesuai prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekonium. e. Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas G. Komplikasi Kehamilan Postterm Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu seperti korioamnionitis, laserasi perineum, perdarahan post partum, endomiometritis dan penyakit tromboemboli. Komplikasi terjadi pada bayi seperti hipoksia, hipovolemia, asidosis, sindrom gawat nafas, hipoglikemia, hipofungsi adrenal (Rustam, Mochtar. 1998).
  • 19. BAB III LAPORAN KASUS ASUHAN KEBIDANAN PADA Ny “A” DENGAN KEHAMILAN PATOLOGIS POST TERM DI RSUD KOTA MATARAM Tanggal pengkajian : 02 januari 2019 Pukul : 09:30 wita Tempat pengkajian : Ruangan Poli Obgyn RSUD Kota Mataram No rekam medik : 314963 DATA SUBYEKTIF A. Identitas Nama pasien : Ny.I Nama suami : Tn.I Umur : 28 tahun Umur : 29 tahun Agama : Hindu Agama :Hindu Suku/bangsa : Sasak/Indonesia Suku/bangsa : Sasak Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta Alamat : Cakra Negara Utara B. Keluhan utama / alasan kunjungan Ibu mengatakan ingin memeriksakan kehamilan, nyeri perut kadang-kadang. C. Riwayat keluhan utama Ibu datang ke rumah sakit pukul 09:30 mengatakan ingin memeriksakan kehamilan dan merasakan nyeri perut sejak 2 minggu yang lalu. D. Riwayat menstruasi Menarche : 14 tahun Disminorhe : Tidak pernah Siklus : Teratur Fluor albus : Tidak pernah Lama :6-7 hari HPHT :18Maret 2017 E. Status perkawinan Berapa kali menikah : ibu mengatakan menikah hanya 1 kali Umur pertama kali menikah Suami : 23 tahun Istri : 20 tahun Lama : kurang lebih 8 tahun
  • 20. F. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas, anak yang lalu Perk a wina n no Keh a mila n no UK JP Tempat Penolon g Penyulit BBL JK Usia Ket H B N I I 42 min ggu nor mal RSUD Kota mataram Bidan - - - 2700 pere mpu an 6 tahun Hidup 2 Ini G. Riwayat Kontrasepsi Jenis kontrasepsi : IUD Lama : 4 tahun Mulai KB : 5 tahun lalu Kapan berhenti : Sebelum hamil kedua Alasan berhenti : Ingin punya anak lagi Keluhan : Tidak ada H. Riwayat kehamilan sekarang Usia Kehamilan : 42-43 minggu Gerakan Janin : Aktif ANC : 14 kali, di RSUD Kota Mataram Obat /jamu yang dikonsumsi : Tidak pernah Imunisasi TT : TT1 (16/06/18), TT2 (12/12/18) Perawatan payudara : Tidak pernah Senam hamil : Tidak pernah Kekhawatiran khusus : Tidak ada Kepercayaan selama hamil : Ada Rencana KB : Belum direncanakan
  • 21. I. Riwayat kesehatankeluarga Riwayat keturunan kembar : Tidak Penyakit menular/keturunan : Tidak ada J. Riwayat kesehatanyang lalu Penyakit menular/keturunan : Tidak ada Riwayat biologis a. Pola Nutrisi (Sebelum dan selama hamil) : Makanan Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS Komposisi Nasi lauk Nasi lauk Frekuensi 2x sehari 3-4x sehari Makanan Pantangan Tidak ada Tidak ada Masalah Tidak ada Tidak ada Minum Jenis Air putih Air putih Frekuensi 4-5 kali sehari 6-9x sehari Masalah Tidak ada Tidak ada b. Pola eliminasi (Sebelum dan selama hamil) : BAK Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS Warna jernih jernih Frekuensi 2x sehari 3-4x sehari Masalah Tidak ada Tidak ada BAB Konsistensi/Warna kuning Kuning Frekuensi Lembek lembek Masalah Tidak ada Tidak ada
  • 22. c. Pola istirahat (Sebelum dan selama hamil) : Istirahat Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS Siang 1 jam 2 jam Malam 7-8 jam 7-9 jam Masalah Tidak ada Tidak ada d. Personal hygiene : Personal Hygiene Sebelum Hamil Saat Hamil/MRS Mandi 2-3x sehari 2-3x sehari Gosok gigi 2-3x sehari 2-3x sehari Ganti Pakaian 2x sehari 2x sehari Ganti Pakaian Dalam 2x sehari 2x sehari K. Riwayat Psikososial dan Spiritual Komunikasi : Baik Verbal : bahasa indonesia. Keadaan emosional : kooperatif. Hubungan dengan keluarga : akrab Hubungan dengan orang lain : akrab Proses berfikir : terarah Ibadah/spiritual : patuh Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan : bahagia Dukungan keluarga : sangat mendukung. Pengambil keputusan dalam keluarga : suami Beban kerja dan kegiatan sehari-hari : IRT Tempat dan petugas yang diinginkan untuk bersalin: RSUD kota mataram DATA OBJEKTIF A. Pemeriksaan Umum 1. Keadaan umum : baik 2. Komunikasi nonverbal : verbal 3. Kesadaran : composmentis 4. Tanda-tanda vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg (berbaring, duduk, berdiri) Nadi : 80 kali/menit (teratur/tidak teratur) Pernafasan : 24 kali / permenit
  • 23. Suhu : 36,2 0C (aksila, oral, rektal) Berat badan saat ini : 56 Kg Berat badan sebelum hamil : 50 Kg Tinggi badan : 168cm LILA : 25cm HPL :25 Desember,2018 B. Pemeriksaan Fisik 1. Kepala Inspeksi : bersih,rambut tidak pirang Palpasi : tidak ada ketombe,tidak ada luka. 2. Wajah Inspeksi : simetris,tidak pucat,tidak luka. Palpasi : tidak ada odema 3. Mata Inspeksi : simetris,konjungtiva merah muda Palpasi : 4. Telinga Inspeksi : simetris,bersih Palpasi : tidak ada sekriet 5. Hidung Inspeksi : simetris,tidak ada polip Palpasi : tidak ada odema,tidak ada skret 6. Mulut dan gigi Inspeksi : bibir lembab,tidak pucat,lidah bersih,tidak ada pembengkakan gusi,tidak ada karang gigi 7. Leher Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis,tidak ada luka operasi. Palpasi : 8. Payudara Inspeksi : simetris tidak ada hiperfigmentasi Palpasi : tidak ada benjolan tidak ada kolostrum 9. Abdomen Inspeksi : Bersih, tidak ada linia ligra ada striae Palpasi :. Leopold I : TFU 34 cm,Teraba bokong (bulat lembek). Leopold II : puka teraba bagian kecil janin pada sebelah kiri ibu dan punggung janin sebelah kanan ibu. Leopold III : bagian terendah janin sudah masuk pap
  • 24. Leopold IV : sudah masuk 4/5 bagian . TBJ : 3410 gr Auskultasi : 136x/menit 10. Panggul (jika ada indikasi) Distansia spinarum : Tidak dilakukan Distansia cristarum : Tidak dilakukan Distansia tuberum : Tidak dilakukan Konjungtiva eksternal : Tidak dilakukan Lingkar panggul : Tidak dilakukan 11. Genetalia (jika ada indikasi) Kebersihan vulva : bersih/kotor, varises, hematom, fluxus, flour albus, bau, luka, Portio : tertutup/terbuka, licin, berdungkul, nyeri goyang, pedarahan Uteri : normal, antefleksi, retrafleksi, pembesaran Adnexa : nyeri tekan kanan/kiri, ada masa/tidak Ukuran PD : Tidak dilakukan Cavum duoglas : tonjolan, darah Lain-lain, jelaskan : Tidak ada 12. Ekstremitas atas dan bawah : simetris, tidak ada eodema serta varises. C. Pemeriksaan penunjang (tanggal : 02-01-2019 ) Laboraturium : Tidak dilakukan Radiologi : Tidak dilakukan USG : janin : tunggal/intra uterin Letak : kepala Usia kehamilan : 42-43 minggu AFI : oligohidramnion ANALISA : Diagnosa Kebidanan Ibu : Ny. A G2P2A0H1 Uk 42-43 minggu,dengan kehamilan post term. Janin : Tunggal,Hidup,Intrauterin,Persentasi kepala
  • 25. PENATALAKSANAAN : Tanggal :02 Januari,2019 Waktu : 09.40 wita 1. memberitahu ibu hasil pemeriksaan TD : 120/80 Mmhg N : 80X/menit S : 36,2 RR :24x/menit TFU : 34 cm BB : 65 2. Menganjurkan ibu untuk melakukan hubungan suami istri karena hormone prostaglandin dapat merangsang kontraksi supaya terjadi tanda-tanda persalinan. 3. menganjurkan ibu untuk memperbanyak istirahat,rileks dan mengurangi aktifitas yang berat. 4. memberitahu ibu untuk makan makanan yang bergizi yang mengandung protein misalnya,tahu tempe,telor dan ikan,karbohidrat nasi roti jagung,singkong dan lain- lain. Jangan lupa mengonsumsi vitamin misalnya buah buahan dan sayur, 5. memantau adanya syok hipovelemik dengan cara melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital sign. 6. melakukan rujukan ke dokter SpoG.
  • 26.
  • 27. 27 DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham, F.G., et al. 2001. Postterm Pregnancy, Antepartum Assessment, In : Williams Obstetrics. Edisi 21. Mc Graw Hill. New York: 729 – 742. 1095-1108. 2. Wiknjosastro. H., Ilmu Kebidanan, edisi III, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Kehamilan Lewat Waktu, Jakarta, 2002 hal: 317- 320. 3. Rustam, Mochtar. 1998 Sinopsis Obstetri (Obstetri Fisiologi Obstertri Patologi). Edisi 2. EGC. Jakarta. 4. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. 1982. Obstetri Patologi,. Penerbit : Elstar Offset. Bandung 5. Hacker NF and Moore George, Essensial of Obstetrics and Gynecology, 2nd edition, W.B. Sauders company,1992, page 316-318 6. Shaver D.C. et al, Clinical Manual Of Obstetrics, 2 nd Edition, Mc Graw International Editions, 1993 page 313-321. 7. Decherney A, Nathan L, Goodwin T,Leufer N, Current Diagnosis and Treatment Obstetrics & Gynacology 10th edition; McGraw-Hill, 2007 page 187-189 8. Pengurus besar POGI, Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi, bagian 1, Balai penerbit FKUI, 2003, hal 70-71. 9. Rosa C. 2001. Postdate Pregnancy in: Obstetrics and Gyecology Principles for Practice, McGraw-Hill. New York, America: 388-395 10. Asrat T.,Quilligan E.J., 2000. Postterm Pregnancy in: Current Therapy in Obstetrics and Gynecology, edisi 5. WB. Saunders Company. Philadelphia America:321-322
  • 28. 28 11. Spellacy W.N., 1999.Postdate Pregnancy in:Danforth’s Obstetrics and Gynecology. Edisi 8. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia:287- 291. 12. Puder K.S., Sokol R.J., 1995. Clinical use of Antepartum Fetal monitoring techniques in:John J.Sciarra Gynecology and Obstetrics vol 2.edisi revisi. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia 13. Briscoe D., et al. 2005. Management of Pregnancy Beyond 40 Weeks’ Gestation in: www.aafp.org/afp 14. Singal P., et al. 2001. Fetomaternal Outcome Following Postdate Pregnancy-A Prospective Study in: www.journal-obgyn- india.com/articles/issue_sep_oct2001/o_papers_89.asp