Keputusan Dewan Hisbah menyatakan bahwa tidak ada nishab dan haul untuk zakat tijarah berdasarkan pertimbangan beberapa dalil, antara lain keputusan Dewan Hisbah sebelumnya, tidak ditemukan dalil secara sahih yang menetapkan nishab dan haul untuk zakat tijarah, serta hadis-hadis yang menyebutkan zakat tijarah sebesar 2,5% dari barang yang terjual.
2. Pada 1991, dalam sidangnya,
Dewan Hisbah menetapkan
salah satu keputusan bahwa:
“Tidak ada nisab dan haul
pada zakat tijarah.
KEPUTUSAN DEWAN HISBAH 1991
4. 1. Zakat merupakan perkara ta’abbudi yang
telah ditentukan kaifiatnya;
2. Zakat tijarah yaitu zakat dari barang yang
diperjualbelikan bertujuan untuk
memperoleh keuntungan yang ditetapkan
berdasarkan dalil-dalil sahih;
3. Ditemukan atsar yang menegaskan zakat
tijarah 2,5 persen dari barang yang terjual;
PERTIMBANGAN MASALAH INI DIBAHAS
5. 4. Belum ditemukan dalil secara sahih dan sarih
yang menegaskan nishab dan haul zakat
tijarah;
5. Ada sebagian ulama yang menetapkan nishab
dan haul zakat tijarah sebanyak 85 gram emas
yang dihitung dari keuntungan selama satu
tahun berdasarkan qiyas pada zakat emas dan
perak simpanan serta hadits mauquf dan
maqtu’;
PERTIMBANGAN MASALAH INI DIBAHAS
6. 6. Tidak ada qiyas dalam ibadah;
7. Perlunya kejelasan hukum apakah dalam
zakat tijarah terdapat nishab dan haul
atau tidak ada;
8. Dewan Hisbah Persatuan Islam
memandang perlu untuk menentukan
fatwa terkait dengan nishab dan haul
zakat tijarah.
PERTIMBANGAN MASALAH INI DIBAHAS
9. يِفَاَّنُكََِاَقََةَزََرغَيِبَأَِنَب ِ
سيَقَنَع
َ
ُ َّ
ىَّللَّلَصَِ َّ
َّللِِوُسََرِدهَع
َِهيَلَعَ
َ
َنِبََّرَمَفََةَرِساَمَّسىَالَّمَسُنََمَّلَس َو
َ
َلَعَُ َّ
ىَّللَّلَصَِ َّ
َّللُِوُسَاَر
ََاناَّمَسَفََمَّلَس ََوِهي
َََرشعَمَاَيََِاَقَفَُهنَِمُنَسحَأَ َوُهٍَماسِب
َ
ُضحَيََعيَبَالَّنِإَ ِ
ارَّجُّتال
َ ُوغََّاللُهُر
َِةَقَدَّصالِبَُهوُبوُشَفَ ُفلَحال َو
Dari Qais bin Abu Gharazah, ia berkata: kami pada zaman Rasulullah
Saw diberi nama para calo, kemudian Rasulullah Saw. lewat di
hadapan kami, dan menamai kami dengan nama yang lebih baik
darinya. Beliau mengatakan: "Wahai para pedagang, sesungguhnya
dalam transksi jual beli itu diwarnai tindakan sia-sia dan
pengucapan sumpah, maka bersihkanlah jual beli tersebut dengan
bersedekah!.
PERTIMBANGAN DALIL KEPUTUSAN: AL-HADIS
13. Dari aspek hujjiyyah (keabsahan dalil), atsar ini
tidak dapat dipakai hujjah dengan dua sebab:
Pertama, terputus sanadnya (Saqthun Min Isnaad)
karena diriwayatkan oleh Abu Ishaq dari ‘Ashim
bin Dhamrah secara ‘an’anah (dengan lafa ‘an).
Sementara Abu Ishaq seorang Mudallis dan
berubah hapalannya (ikhtilath) di akhir hayatnya
(Ta’rif Ahl At-Taqdis, 1/146, Taqrib At-Tahdzib,
1/739).
Atsar Ali bin Abi Thalib
14. Kedua, cacat pada rawi (Tha’n fii
Raawi) yaitu ‘Ashim bin
Dhamrah (w. 74 H), ia rawi
Faahisy Al-Khatha (buruk
hapalan) (Tahdzib At-Tahdzib,
2/253)
Atsar Ali bin Abi Thalib
15. Selanjutnya dari aspek dalaalah (penunjukan dalil
pada hukum), atsar ini tidak tepat dijadikan dalil
umum adanya syarat haul pada semua jenis zakat,
namun Al-‘aam al-Muraad bihi al-Khushuush
(lafal umum maksudnya khusus), karena ada
qarinah (indicator) yang menunjukkan
maksudnya Zakat Dirham, sebagaimana tersebut
dalam Riwayat Abdurrazaq berikut:
Atsar Ali bin Abi Thalib
16. َ
َةَرمَضَِنَبِم ِ
اصَعَنَعَ،ََاقَحسِإَيِبََأنَع
ََِاَقَ
:
ٌَّيِلَعََِاَق
:
َ
َاسِنَم
ََداَفَت
َ
َعَََِوُحَيَىَّتَحٌَةاَكََزِهيَلَعَ َ
سيَلَفَ ً
اًلَم
ََغَلَبَاَذِإَفَ،َُِوَحَالِهيَل
ٍَمَهرِدَيَتَئاِم
َ
َالَنَِم َ
صَقَنَنِإ ََو،ََمِهاَرَدَُةَسَمخَِهيِفَف
َ
ِهيِفَ َ
سيَلَفَ،َِنيَتَئاِم
َنِإ ََو،ٌَءَيش
َ
ٍباَس ِحِبَفَِنيَتَئاِمىَالَلَعََداَز
Dari Abu Ishaq, dari Ashim bin Dhamrah, ia berkata, “Ali berkata,
‘Barangsiapa mendapatkan harta, maka tidak wajib zakat padanya
sampai berlalu satu tahun. Maka apabila telah mencapai 200 dirham
padanya wajib zakat 5 Dirham, dan jika kurang dari 200 maka tidak
ada kewajiban sedikit pun, dan jika lebih dari 200 maka berdasarkan
hitungannya” (HR. Abdurrazaq, Al-Mushannaf, 4/88, No. 7130)
Atsar Ali bin Abi Thalib
17. Pertama, Jalur Ayyub, dari Nafi’, dari Ibnu Umar
َمُع ِنْبا ِعن ٍعِفاَن َْنع َوبُّيَأ َْنع
َلاَق َر
:
َداَفَتْسا ِنَم
ا
اًلَم
َلَع َلوُحَي ىَّتَح ِهيِف َةاَكَز َ
َلَف
ِبَر َدْنِع ُل ْوَحْلا ِهْي
ِه
Dari Ayyub, dari Nafi’, dari Ibnu Umar RA, ia berkata,
“Barangsiapa mendapatkan harta, maka tidak wajib
zakat padanya sampai berlalu satu tahun menurut
pada pemiliknya” HR. At-Tirmidzi, Ad-Daraquthni, dan
Al-Baihaqi.
Atsar Ibnu Umar Ra.
Atsar Sahabat Yang Dipahami Sebagai Dalil Umum Adanya Haul
18. Dari aspek dalaalah, atsar ini tidak tepat dijadikan
dalil umum adanya syarat haul pada semua jenis
zakat, namun Al-‘aam al-Muraad bihi al-Khushuush
(lafal umum maksudnya khusus), karena ada
qarinah dari Ibnu Umar sendiri dengan sanad yang
sama: Ayyub, dari Nafi, dari Ibnu Umar yang
menunjukkan maksudnya Zakat Dirham dan Dinar,
sebagaimana dalam Riwayat Al-Baihaqi dan
Abdurrazaq berikut:
Atsar Ibnu Umar Ra.
20. Selain itu, terdapat keterangan dari Nafi sendiri, sebagai rawi dari
Ibnu Umar, bahwa yang dimaksud adalah Zakat Dirham dan Dinar,
sebagaimana dalam Riwayat Abdurrazaq berikut:
َلاَق ٍعِفاَن َْنع َوبُّيَأ َْنع
:
ْلا يِف َ
سْيَل
وُحَي ىَّتَح ٌةَقَدَص ِلاَم
ِهْيَلَع َل
يِفَف ُل ْوَحْلا ِهْيَلَع َلاَح اَذِإَف ، ُل ْوَحْلا
َسْمَخ ٍمَهْرِد ْيَتَئاِم ُِلك
، َمِهاََرد ُة
َكِلَذ ِباَس ِحِبَف َداَز اَمَف
Dari Ayyub, dari Nafi’, ia berkata, “Tidak wajib zakat pada harta
sampai berlalu satu tahun. Apabila telah berlalu satu tahun, maka
pada setiap 200 Dirham zakatnya 5 Dirham. Apa yang lebih dari 200
Dirham, maka berdasarkan hitungannya” (HR. Abdurrazaq, Al-
Mushannaf, 4/77, No. 7032)
Atsar Ibnu Umar Ra.
21. Kedua, Jalur Musa bin Uqbah, dari Nafi’, dari Ibnu Umar
َبُمْلا ِنْبا َِنع ،ِنَسَحْلا ُنْب ُّيِلَع اَنَث
َةَبْقُع ِنْب ىَسوُم َْنع ،ِكَار
َْنع ،
َلاَق َرَمُع ِنْبا َِنع ،ٍعِفاَن
:
اَم ْنِم َانَك اَم
اََود يِف ْوَأ ٍيقِقَر يِف ٍل
ْوَأ ٍب
ِةَارَجِلتِل ٍ
زَب يِف
,
اَكَّالز ِهيِف َّنِإَف
ٍَامع ُِلك يِف َة
Dari Ibn ‘Umar, ia berkata: “Harta berupa hamba sahaya,
hewan, atau barang-barang lainnya yang diputarkan dalam
jual beli terdapat kewajiban zakat setiap tahun.” (HR. Ibnu
Zanjawiyyah, Al-Amwal, 3/942, No. 1690)
Atsar Ibnu Umar Ra.
22. Dari aspek hujjiyyah, atsar ini tidak dapat
dipakai hujjah sebab dhaif dari aspek
ketersambungan jalur periwayatan (ittishal as-
sanad): rawi Ali bin Al-Hasan (popular dengan
Ali bin Hafsh Marwaziy) dari Abdullah bin
Mubarak secara ‘an’anah (menggunakan lafal
‘an).
Sehubungan dengan periwayatan Ali dari Ibnu
Al-Mubarak,
Atsar Ibnu Umar Ra.
23. Imam Yahya bin Ma’in berkomentar:
َ
سْيَل
ٍءَْىشِب
َأ َانَك ،
َبُمْلا ُنْبا ُماَي
ِكَار
اام َ
َلُغ
“Ia tidak bernilai sama sekali, ia masih
kanak-kanak pada masa hidup Ibnu Al-
Mubarak” (Tahdzib At-Tahdzib, 7/309)
Atsar Ibnu Umar Ra.
24. Atsar Ibnu Umar diriwayatkan pula oleh Imam Abdurrazaq
berikut:
ََِاَقٍَجيَرُجَِنَابِنَعَ،َِقاَّزََُّالردبَع
:
َ
َأ
َ
َبقُعَُنىَبَسوُمَيِنَرَبخ
َنَعَ،ََة
ََِاَقََرَمُعَِنَابِنَعَ،ٍَعِفَان
:
َ
َكَاَميِفََانَك
ٍَِاَمَنَِمَان
:
َ
ََأ،ٍَقيِقَيَرِف
َيِفَو
اَكََّالزٍةَارَجِتِلَُارَدُيَ ٍ
زَبَوََأ،ََّاب َوَد
ٍَامَعََُِّكَُة
Abdurrazaq, dari Ibnu Juraij, ia berkata, “Musa bin Uqbah telah
mengabarkan kepadaku, dari Nafi, dari Ibn ‘Umar, ia
berkata: “Harta berupa hamba sahaya, hewan, atau barang-
barang lainnya yang diputarkan dalam jual beli terdapat
kewajiban zakat setiap tahun.” (HR. Abdurrazaq, Mushannaf
Abdurrazaq, 4/97, No. 7103)
Atsar Ibnu Umar Ra.
25. Namun hadis ini diikhtilafkan dari aspek ittishal
sanad (ketersambungan jalur periwatannya)
dengan dua sebab:
1) periwayatan Ibnu Juraij dari Musa bin Uqbah
dengan Sighah: Qaala Akhbaranii,
2) periwayatan Musa bin Uqbah dari Nafi
secara ‘an’anah (menggunakan lafal ‘an)
Atsar Ibnu Umar Ra.
27. Adapun tentang Musa bin Uqbah
ٍَنيِعَمَِنَابِنَع
:
َ
ُلوُقَيَواُناَكَ،ٌَةَقِث
ََنو
:
َ
َنَنَعَِهِتَيا َو ِ
يَرِف
ٌَءَيشٍَعِفا
ََِاَقَ،
:
َِعَضُيٍَنيِعَمََنبِاَُتَعِمَس َو
َ
َفَص ََوٍءَيشَ َ
ضعَبَُهُف
َُه
َِ
يسِلدَّتالِبَُّيِنطُقَارَّدال
Dari Ibnu Ma’in, “Ia Tsiqah” Mereka mengatakan, “Pada
periwayatnnya dari Nafi’ terdapat sesuatu” Al-Mufadhhal
berkata, “Saya mendengar Ibnu Ma’in mendhaifkannya
karena Sebagian sesuatu dan Ad-Daruqythni mensifatinya
dengan Tadlis” (Ta’rif Ahl At-Taqdis, 1/94, Tahdizb At-
Atsar Ibnu Umar Ra.
28. Diriwayatkan dengan beberapa redaksi, antara lain:
أ
َ
ذُخَفََينِمِلسُمَالَنَِمَكِبََّرَمَنَمَرُظَانِن
َالَنَِممِهِلا َومََأنَِمَرَهَظَاَّمِم
َ،ِتاَارَجِت
ََ
صَقَنَاَمَفَ،اًَارنيِدَاًَارنيِدََينِعَبرََأُِِكَنِم
َِعََغُلبَتَىَّتَحٍَباَس ِحِبَفَ
َاًَارنيِدََين ِ
رش
َ
ُخأَتًَل َاَوَهعَدَفَ ٍ
َارنيِدََثُلُثَتَصَقَنَنِإَف
َاًئَيشَاَهنَِمذ
“Lihatlah siapa saja yang lewat kepadamu dari kalangan muslimin,
maka ambillah zakat dari harta perdagangan mereka, sebesar 1
(satu) dinar dari setiap empat puluh (40) dinar. Harta yang kurang
darinya, maka dengan perhitungannya sehingga mencapai 20 Dinar.
Jika harta itu berkurang 1/3 Dinar, maka biarkanlah dan jangan
ambil sedikit pun darinya.” (HR. Imam Asy-Syafi’i, Al-Umm)
Atsar Umar bin Abdul Aziz
Atsar Sahabat Yang Dipahami Sebagai Dalil Umum Adanya Haul
30. Atsar Umar bin Abdul Aziz diikhtilafkan, baik
hujjiyyah maupun dalaalahnya.
Dari aspek hujjiyyah, Dewan Hisbah telah
menyepakati dalam Thuruq Al-Istinbath bahwa
pendapat/ijtihad Tabi’in bukan dalil Syar’i.
Sementara dari aspek Dalaalah, atsar tabi’in
tidak sharih menunjukan Nishab Zakat Tijarah
Atsar Umar bin Abdul Aziz
31. َداَبِعْلا يِف َ
اسَيِق َ
ًل
ِة
Tidak ada qiyas dalam Ibadah.
Berdasarkan kaidah ini, penetapan
nishab Zakat Tijarah dengan metode
Qiyas pada Nishab Zakat Dinar dan
Dirham menjadi tertolak
Kaidah Ushul Fikih
33. Infaq itu wajib yang besarannya ditentukan oleh Pemimpin
Pengusaha baru bisa berzakat belum sukses, karna itu hak orang lain. Sudah bisa berinfaq
baru sukses karna itu hak pribadi
Zakat tijaroh bukan menzakati aktifitas dagang tapi Menzakati kekayaan dagang