Dokumen tersebut membahas kerangka kerja dan kebijakan pengembangan subsektor energi nabati di Provinsi Lampung untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi berbasis MP3EI. Dokumen ini menjelaskan potensi pengembangan biofuel dari komoditas seperti kelapa sawit, tebu, dan rumput laut serta kebutuhan kebijakan insentif untuk mendukung budidaya tanaman energi nabati.
1. Menuju Lampung Sebagai
Lumbung Energi Nabati
KERANGKA KERJA PENGEMBANGAN
KEBIJAKAN SUB-SEKTOR ENERGI NABATI
DAN DIVERSIFIKASI ENERGI PROV.LAMPUNG
UNTUK
MENDUKUNG PERCEPATAN, PERLUASAN PEMBANGUNAN
EKONOMI DAERAH BERBASIS MP3EI
2. ALUR PIKIR PENGEMBANGAN EBTKE NASIONAL
Kebijakan Energi
Nasional
Policy Directives
Presiden RI
UNFCCC *) di Tampak Siring
(2010)
Green
Values
No.8 : Ketahanan
Mitigasi Energi
Perubahan No.10 : Perkuat Green
Iklim Economy
Upaya Pengembangan
Konsumsi Energi Energi Baru, Energi Ketahanan
Fosil yang Terbarukan dan Efisien Green Energy Energi, Kesejahteraan
Meningkat Pemanfaatan Energi Rakyat
0 dan Pembangunan
Berkelanjutan
Green Industry
Green Transportation
GREEN ENERGY CONCEPT:
1. Efisienkan Penggunaan Energi
2. Gunakan Energi Terbarukan
3. Gunakan Teknologi Energi Bersih untuk
energi fosil maupun non-fosil
3. PERUBAHAN PARADIGMA PENGELOLAAN ENERGI
ENERGY SUPPLY SIDE MANAGEMENT ENERGY DEMAND SIDE MANAGEMENT
SUPPLY DEMAND DEMAND SUPPLY
Maksimalkan Penyediaan
dan Pemanfaatan Energi
Terbarukan dengan harga
Energi Fosil dengan biaya Kebutuhan Energi Avoided Fossil Energy
Kebutuhan Energi
berapapun Sektoral Costs
Sektoral yang Efisien:
(Malah Disubsidi) yang belum efisien: (DISVERSIFIKASI)
-RumahTangga
-RumahTangga
- Transportasi
- Transportasi
- Industri
- Industri
- Komersial
- Komersial
Energi Terbarukan (KONSERVASI) Energi Fosil sebagai Faktor
Sebagai Alternatif Penyeimbang
Saat ini: Ke depan:
1. Kebutuhan energi belum efisien 1. Efisienkan kebutuhan energi
2. Kebutuhan energi tersebut dipenuhi dengan energi 2. Maksimalkan penyediaan dan pemanfaatan energi
fosil dengan biaya berapapun dan malah disubsidi terbarukan, paling tidak dengan harga pada avoided
3. Energi terbarukan hanya sebagai alternatif fossil energy cost, bila perlu disubsidi
4. Sumber energi terbarukan yang tidak termanfaatkan 3. Energi fosil dipakai sebagai penyeimbang
adalah menyia-nyiakan karunia NYA 4. Sumber energi fosil yang tidak termanfaatkan
adalah sebagai warisan untuk anak-cucu / diekspor
4. PARADIGMA BARU
SISTEM PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN ENERGI NASIONAL
(Dengan Pendekatan Demand Side Management)
PEMANFAATAN AKHIR INDUSTRI ENERGI PRIMER SUMBER
DAYA
Hasil : Hilir (Mengolah menjadi produk energi) Hulu (Mengangkat dari perut bumi)
Produk Energi Tenaga Listrik OTORITAS
Efisiensi Energi Distribusi Pembangkitan Tenaga Bahan TERKAIT
Tenaga Penjualan Transmisi Air Baku
dan Listrik Tenaga Listrik sumber daya air,
Listrik Nabati
Pemanfaatan Pertanian,
Akhir Kehutanan,
“ENERGI HIJAU” (dimaksimalkan)
Kelautan,
Niaga Energi
Penyimpanan / Pengangkutan/ dirgantara
Sektor Bahan Pengolahan Surya, Nuklir,
Dengan Aset Penimbunan Penyaluran
Pengguna Bakar Bayu, dll
Nabati Niaga OTORITAS
Rumah Tanpa Aset GEOLOGI
Tangga
Transporta Panas Bumi
si (Pemanfaatan Langsung) Cadangan Eksploras Geologi
Heat Eksploitasi Panas i Sumber
Bumi Daya
Industri
Komersial
Cadangan Geologi
ENERGI FOSIL (berfungsi Energi Fosil Tata
Lingkungan
sebagai Balance)
Gas Bumi
Bahan
Niaga Geologi
Bahan Penyimpanan / Bakar
Pengangkutan/ Eksploitasi Minyak Eksplorasi
Dengan Aset Pengolahan Kebencanaan
Bakar Penimbunan Penyaluran Bumi
Minyak Niaga
Tanpa Aset
Batubara
5. PARADIGMA LAMA
SISTEM PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN ENERGI NASIONAL
(Dengan Pendekatan Supply Side Management)
INDUSTRI ENERGI PRIMER
Pengangkutan / Pemanfaatan
Penyaluran
Energi Belum
OTORITA Efisien
S
GEOLOGI
Pengangkutan /
Penyaluran
Pengangkutan /
Penyaluran
Energi Hijau sebagai alternatif)
Pengangkutan /
Penyaluran
Baha
Pembangkitan
n Tenaga Listrik
Baku
Nabat
i
6. ARAH KEBIJAKAN ENERGI
EBT, 4.4% PEN** PERPRES 5/2006 VISI 25/25
Batubara, 3
0.7%
Minyak
Bumi,
43.9% 5100
JutaSBM
Gas
Bumi,21% 3,1%
KONSERVASI
34.6% 3200 3200
ENERGI (37,25%)
JutaSBM JutaSBM
25 %
EBT
20,6%
DIVERSIFIKASI
113,1
32 %
ENERGI
JutaSBM
Batubara
EBT
4,4 %
Batubara 23 %
30,7 % Gas Bumi
Gas Bumi 41.7%
21 %
20 %
M. Bumi 43,9% M. Bumi
2010* 2015 2020
Sumber: *Prakiraan 2010, **Blueprint PEN 2006-2025 ; Paparan Dirjen EBTKE Bandung, 7 Januari 2011 2025
7. Potensi Pengembangan Subsektor Energi Nabati
Pada Percepatan Perluasan PembangunanEkonomi Daerah
MELALUI DORONGANNYA PADA SEKTOR PERTANIAN, KELAUTAN DAN KEHUTANAN
BIODIESEL
1. SAWIT
2. JARAK
3. BUNGA MATAHARI
4. LAINNYA…. KEHUTANAN
… termasuk rumput laut,
microalgae & nyamplung PERTANIAN
KELAUTAN DAN
BIOETHANOL
PERIKANAN
1. UBI KAYU
2. TEBU
3. JAGUNG
4. KEDELE
The sugar found in fruit such as apples and
oranges can be converted into a new type of low
carbon fuel for cars, US scientists, 2009
8. PENGEMB. BUDIDAYA SUMBER ENERGI NABATI DI WILAYAH PERAIRAN
RUMPUT LAUT
SEBAGAI BAHAN
BAKU BIOFUEL
POTENSI
Potensi pengembangan bioetanol Rumput laut lebih kompetitif dibandingkan
rumput laut lebih besar sumberdaya hayati lainnya sebagai bhn
dibandingkan dengan potensi baku biodisel, hasil penelitian
pengembangan bioetanol membuktikan bahwa dalam 1 hektar
berbahan baku tebu. Data survey lahan, mikro alga dapat menghasilkan
menunjukkan ketersediaan lahan 58.700 liter minyak pertahunnya, atau jauh
di luar Jawa yang sesuai untuk lebih besar dibandingkan jagung yang
tebu terdapat sekitar 750 ribu hanya 172 liter/tahun dan kelapa sawit
ha, disamping potensi areal yang hanya 5.900 liter/tahun
existing industri seluas 420 ribu ha (DKP, 04/11/2008).
(Sumber: Vibiznews – Business - Yuliadi
(areal tebu Indonesia tahun Kadarmo/YKD/vbn November 2009)
1993/1994). Luasan ini lebih kecil
dibanding potensi lahan budidaya
rumput laut yang mencapai 2,1 juta
ha.
(sumber : esdm.go.id, 2011)
9. KERJA SAMA PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT UNTUK BIOFUEL
DENGAN KOREA
Lokasi yang dipertimbangkan menjadi area kerjasama
adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan
atau Bangka Belitung. (sumber : www.dkp.go.id)
10. Nyamplung Tanaman Hutan Pantai Sebagai Bahan-
baku Minyak Nabati Biodiesel
POTENSI TANAMAN NYAMPLUNG……
Beberapa hasil studi yang berkaitan
dengan kelayakan ekonomi usaha
menunjukkan pengembangan nyamplung
sebagai biofuel layak untuk diusahakan
Secara nasional industri pengolahan biofuel
nyamplung, diharapkan akan membuka kesempatan kerja
bagi tenaga domestik. Dengan target kebutuhan biofuel
sampai dengan tahun 2025 sebesar 10.000.000
kiloliter, maka dari kegiatan pengembangan DME akan
bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 10 juta orang.
Sumber: Draft Rencana Aksi Pengembangan Energi Alternatif
Berbasis Tanaman Nyamplung 2010-2014
11. Percobaan/ uji coba penggunaan biodiesel dari bahan baku tanaman
Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) :
7 November 2008, Bogor-Jakarta (PP), menggunakan 1 mobil
dengan bahan bakar biodiesel nyamplung 100% (B-100)
28 November 2008, Bogor –Cibinong (PP), menggunakan 2 mobil
berbahan bakar biodiesel nyamplung 100% (B-100)
23 Desember 2008, Jakarta-Bogor –Banten (PP), menggunakan
sebuah bus berukuran sedang bebahan bakar biodiesel nyamplung
100% (B-100).
12. Nyamplung merupakan tanaman pantai
yang tumbuh di daratan dengan
ketinggian dari 0 hingga 400
m.dpl, tersebar diseluruh kepulauan
Indonesia
14. KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
PENGEMB. BUDIDAYA TANAMAN ENERGI NABATI DI WILAYAH
DARATAN
PENGEMBANGAN TANAMAN PENGHASIL
ENERGI (DEDICATED ENERGY CROP)
POTENSI tataguna lahan
Mendorong perkembangan sektor
pertanian yang merupakan sektor
terbesar dalam penyerapan tenaga
kerja nasional tan.pangan
perkebunan
KENDALA
Pada penggunaan lahan, bersaing permukiman
dengan program KETAHANAN industri dll
PANGAN dan pertumbuhan
penggunaan lahan untuk
pemukiman, industri dan lainnya
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG KAWASAN KHUSUS TANAMAN PENGHASIL ENERGI NABATI
(BIOFUEL SPECIAL ZONE, (ROADMAP TIMNAS BBN 2006/2007)
PROGRAM YANG MENDORONG SINERGI LINTAS SEKTORAL
PADA PERUMUSAN REVISI TATA RUANG WILAYAH PROVINSI/ KAB.
15. Meningkatnya Kebijakan Energi Nasional Rencana Induk Diversifikasi
Kebutuhan Perpres No. 5 tahun 2006 –
Utk target pangsa (EBT) Energi Nasional
Energi Bahan sebesar 17% pada tahun 2025
Bakar Minyak Ditjen EBT& Blue Print Pengembangan
Konservasi Energi Energi Nasional
Penyediaan & Kementr.ESDM
Terus
Pemanfaatan Bhn (Perpres No 24, 2010) Kebutuhan Kebijakan
berkurangnya
Bakar Nabati Penyesuaian dan Dinamisasi
Cadangan
(INPRES No 1, 2006) Perencanaan :
Kandungan RPJMD,RENSTRA,RPIJM
Fossil Energy Sektor Terkait, Sektor Prov/ Kab & Penggunaan
Roadmap Tim
Resources Perbankan Skema KPEN-RP pd
Nasional Pengemb. Sektor Hulu
Pengembangan BBN Penyedia Bahan Baku Minyak
Peningkatan (2006 – 2008) Nabati (Biofuel)
Import & Dinas Pertambangan
Kenaikan Kebijakan Subsidi Energi •Database Keekonomian
harga BBM Bunga Bank & Prov dan Kab/Kota Energi Nabati
Lembaga •Renstra Energi
Pembiayaan Baru,Terbarukan &
Perubahan Konservasi Energi
Iklim dan Kebijakan & Program •Masterplan Pengembangan
Meningkatnya EBT – KE Energi Nabati
Emisi Carbon Prov. Lampung
16. KEBUTUHAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
BAHAN BAKAR NABATI PROVINSI LAMPUNG UTK PERCEPATAN DAN
PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI PROV.LAMPUNG
PERUMUSAN
KEBIJAKAN,
PERATURAN DAERAH STRATEGI DAN PROGRAM PERCEPATAN
PENGEMBANGAN SEKTOR HULU PROD.
PENYESUAIAN RENSTRA
BHN BAKU & SEKTOR HILIR INDUSTRI
SEKTOR TERKAIT UTK
DUKUNGANNYA PD BIOFUEL DALAM KESELARASAN
DIVERSOFIKASI ENERGI SASARAN DGN SASARAN SEKTOR
LAINNYA
RENCANA
STRATEGIS
ENERGI BARU PENYELARASAN STRATEGI & PROGRAM KEGIATAN
&TERBARUKAN LINTAS SEKTOR
KOORDINASI IMPLEMENTASI KEGIATAN
MASTERPLAN
PENGEMBANGAN
ENERGI NABATI
GUGUS TUGAS UTK
EFEKTIFITAS
PENGELOLAAN DAN
KOORDINASI
PROJECT BENEFIT MONITORING
PROGRAM PENDIDIKAN AND EVALUATION (PBME)
DAN PELATIHAN
18. Sustainable Oils, sebuah produsen
energi terbarukan mengumumkan
pesawat Angkatan Udara AS F-22
Raptor telah berhasil diterbangkan
dengan menggunakan biofuel. Pesawat
ini didukung oleh bahan bakar
campuran, 50% berbasis minyak bumi
JP-8 dan 50% biofuel yang berasal dari
tanaman camelina.
"F-22 terbang pada Jumat, 18 Maret
2011 dan menunjukkan performa yang
sempurna dengan menggunakan biofuel
dan tidak ada perbedaan nyata dari
bahan bakar tradisional JP-8," kata Jeff
Braun, direktur Aeronautical Systems
Center di Wright-Patterson Air Force
Base, Ohio.