1. PENGORGANISASIAN GERAKAN PETANI DALAM UPAYA MEMPEROLEH
HAK ATAS LAHAN
Studi Kasus pada Serikat Tani Korban Gusuran PT. Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL)
di Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung
Oleh:
I K R A M
NIM. 54150001
Kajian Konflik dan Perdamaian
Pasca Sarjana Teologi
Fakultas Teologi – Universitas Kristen Duta Wacana
Yogyakarta, 2020
2. REFORMA AGRARIA
UNTUK MENDORONG TRANSFORMASI EKONOMI
Menjamin kepastian hukum hak kepemilikan
tanah, penyelesaian sengketa tanah dan
menentang kriminalisasi penuntutan kembali hak
tanah masyarakat (Program Ke-4 Nawa Cita)
Ketimpangan penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah
Turunnya kualitas
lingkungan hidup
Sengketa dan Konflik
Agraria
Kemiskinan dan
Pengangguran
Alih fungsi lahan
pertanian yang masif
Kesenjangan
Sosial
Reforma Agraria hadir untuk
merespon berbagai persoalan
bangsa di bidang Agraria, Sosial,
Ekonomi, Politik, dan Keamanan
Penataan Kembali struktur penguasaan, kepemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih
berkeadilan melalui penataan asset dan disertai dengan
penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia
(Perpres No. 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2017)
3. 3
Pembentukan
Tim Percepatan
Penyelesaian
Konflik Agaria
(PPKA)
1945 2017 2018 2019
Perpres
88/2017
tentang
PPTKH
Inpres 8/2018
tentang
moratorium
sawit,
Perpres
86/2018
tentang
Reforma
Agraria.
RTM 2019
Memastikan
percepatan
penanganan dan
penyelesaian kasus.
Rapat Kabinet Terbatas
Masalah Pertanahan
26/2/2019
dan 3/05/2019
Arahan utama:
Penyelesaian masalah
pertanahan secara
sistematis
Regulasi dan Kebijakan “Reforma Agraria”
Pelaksanaan RA
menjadi Mandat
Konstitusi Pasal
33 UUD 1945
1960
Perppu
56/1960
tentang
Landreform
UU 5/1960
Tentang
Peraturan
Dasar Pokok-
Pokok Agraria
1999 2001
Pelaksanaan RA
Mandat UU 39/1999 tentang
HAM
Tap MPR RI/IX/MPRRI/2001
Tentang Pembaruan Agraria
dan Pengelolaan SDA
.
4. PENANGANAN
KONFLIK
AGRARIA
Dukungan Lintas Kementerian
Kementerian ATR/BPN; Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Pertanian; Badan Usaha Milik Negara; Keuangan/DirjenPerpajakan; Dalam Negeri; Kantor Staf
Presiden; Kelautan dan Perikanan; Perhubungan; PU dan Perumahan Rakyat; Desa, PDT, dan Transmigrasi; dan Kepolisian.
5. CATATAN AKHIR TAHUN: KONFLIK AGRARIA
Konsorsium Pembaruan Agraria Tahun 2015 - 2018
2015 2016 2017 2018
Kejadian 252 450 659 410
Luas Wilayah 400.430 1.265.027 520.491,87 807.177,613
KK Terlibat 108.714 86.745 652.738 87.568
Korban Konflik Agraria
Meninggal 5 13 13 10
Tertembak 39 6 6
Dianiaya/Luka 124 66 224 132
Ditahan/Kriminal 177 369 216
Kejadian (Jumlah); Luas Wilayah (Ha); KK Terlibat (Unit Keluarga); Korban Meninggal (Orang).
Data sebagai Pembuka Wawasan rendahnya “political will” dalam menuntaskan Konflik Agraria serta
masih berlangsungnya tuduhan provokator/kriminalisasi bagi penuntut Reforma Agraria
6. Kejadian dan Luasan Konflik Agraria per Sektor
Konsorsium Pembaruan Agraria Tahun 2015 - 2018
2015 2016 2017 2018
Kejadian Luas Kejadian Luas Kejadian Luas Kejadian Luas
Perkebunan 127
302.52
6
163
601.68
0
208
194.453,2
7
144
591.640,
32
Infrastruktur 70 10.603 100 35.824 94 52.607,9 16 4.859,32
Kehutanan 24
52.176
25
450.21
5
30
137.204,4
7
19
65.669,5
2
Pertambangan 14 21.127 21 27.393 22 45.792,8 29 49.692,6
Pertanian 4 940 7 5 78 38.986,24 53
Pesisir/Kelautan 4 11.231 5 1.706 28 41.109,47 12 54.052,6
Properti 177
104.37
9
199
10.337,72
137
13.004,7
6
Migas 7 43.882
Lainnya 9 1.827
5 (Lima) Wilayah “Penyumbang” konflik agraria terbesar dan selalu muncul di Tahun 2015 – 2018: Provinsi Riau, Jawa
Timur, Jawa Barat, Sumatra Utara, dan Lampung.
7. Salah satu konflik agraria dan melakukan
perjuangan dari bawah (landreform by leverage)
adalah Konflik Kampung Bujuk Agung dan PT
Bangun Nusa Indah Lampung (BNIL) yang telah
berlangsung sejak tahun 1980-an.
Konflik Agraria di Lampung
Pertanyaan Penelitian:
Bagaimana konteks agraria perampasan
lahan oleh perusahaan dan negara?
Bagaimana inisiatif pengorganisasian
dan sejarah terbentuknya STKGB?
Bagaimana STKGB sebagai suatu
gerakan sosial melibatkan partisipan,
meraih dukungan, dan memperkuat
jejaring, serta strategi dalam upaya
mendapatkan kembali hak atas lahan?
Apa pencapaian STKGB?
8. Metodologi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kampung Bujuk Agung, Kecamatan Banjar Margo, Kabupaten Tulang Bawang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian studi kasus. Data primer diperoleh
melalui pengamatan lapangan atau observasi, wawancara mendalam, dan FGD dengan terlebih dahulu
menyiapkan panduan wawancara/FGD. Data sekunder berupa laporan kasus, berita, hasil wawancara,
selebaran, kertas posisi, peta yang diperoleh baik dari STKGB, media massa (cetak dan online), maupun lembaga
advokasi (KPA).
Informan merupakan pengurus, angggota serikat tani yang sudah diseleksi dengan teknik snowball dan
purposive dan dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai topik penelitian, pendamping, serta
pihak-pihak jejaring STKGB. Olah dan analisis data mengikuti asas penelitian kualitatif. Dengan strategi, sbb:
Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4
Mengumpulkan berbagai
jenis informasi, di
antaranya terkait tentang
desa, konflik agraria, dan
PT BNIL, serta STKGB
(model pengorganisasian
dan jaringan).
Mendeskripsikan kasus
dan konteksnya
(kronologis) tentang desa,
konflik agrarian, dan PT
BNIL, serta STKGB (model
pengorganisasian dan
jaringan).
Melakukan analisis kasus
dan mengembangkan
tema terhadap analisis
kasus serta teoritisasi
kasus.
Diakhiri dengan
kesimpulan tentang makna
keseluruhan kasus
“penegasan” atau
pelajaran yang dapat
diperoleh dari kasus tsb.
9. Mulai
berdatangan
para
transmigran.
Maret 1986,
Kampung Bujuk
Agung resmi jadi
Desa Persiapan
dengan luas
1.500 Ha. Tahun
1987-1988
pengukuran
Area
Pencadangan
untuk PT. BNIL,
PT. Rimba
Lampung Abdi,
PT. Tri Mulya
Kencana.
SEJARAH DESA/KAMPUNG BUJUK AGUNG
Pembukaan
Kampung Bujuk
Agung oleh
penduduk lokal
(tanah marga
dengan tetua
adat Raja
Alam).
Awal persiapan
area
transmigrasi
pada tanah
ladang dan
hutan dilakukan
secara tebas dan
bakar (slash and
burn
cultivation).
Sebar undangan
dan menerima
pendaftaran
sebagai
transmigran.
1974
Sebelum
1983
1983
s.d.
1990
Departemen
Transmigrasi
melalui Program
Transmigrasi
Swakarsa
memindahkan
seluruh warga
dari 7 Desa yang
ada di Area
Pecadangan ke
Desa Bujuk
Agung dan
Indraloka dan
kepada
masyarakat akan
diberikan 2 Ha
lahan untuk
setiap KK.
1991
2008
s.d
2010
Kampung Bujuk
Agung diajukan
untuk
dimekarkan
menjadi 2
kampung.
Secara definitif
dimekarkan
menjadi
Kampung Bujuk
Agung dan
Agung Jaya.
Saat Ini
Kampung Bujuk
Agung masuk
dalam wilayah
Kecamatan
Banjar Margo,
Kabupaten
Tulang Bawang.
Terbagi dalam
12 kampung.
Setidaknya
terdapat 6
(enam) etnis,
yakni etnis
Lampung, Jawa,
Sunda, Bali,
Mesuji, dan
Batak.
Kampung
Bujuk Agung
dihuni oleh
sekitar 3.000
Jiwa dengan
1.260 Kepala
Keluarga (KK).
Secara
administratif
kampung ini
dibagi ke
dalam 5 Rukun
Kampung
(RK/Lk), dan di
tiap RK terbagi
lagi ke dalam
beberapa
Rukun
Tetangga (RT).
11. PERISTIWA
Perlawanan Petani “Resistensi Petani” Korban Gusuran PT BNIL:
Dari Masa ke Masa
Perlawanan awal dilakukan sebagai respon spontan atas usaha penggusuran. Dilakukan
secara “swakarsa mandiri”, tidak terorganisir oleh tokoh-tokoh lokal di 2 desa persiapan
dan 7 calon desa yang ada di kawasan “10.000 hektar” – tanah pecadangan -. Cara atau
taktik, menghindar dan konfrontasi, yakni melawan atau menentang usaha pemindahan.
Mereka yang berkonfrontasi dianiaya/siksa. Hasilnya, tahun 1991 digusur dengan paksa.
Terjadi 2 (dua) kali/tahapan perlawanan petani korban gusuran PT. BNIL.
Pertama, aksi damai untuk menagih janji plasma dan sertifikat tanah pekarangan serta
lahan pangan kepada Bupati Tulang Bawang, Santori Hasan. Bersifat spontan. Komando
untuk mobilisasi massa dilakukan oleh pamong desa.
Kedua, aksi balasan atas serangan preman bersenjata parang dan pentungan pada aksi
damai. Sifat spontan, tanpa komando dari siapa pun.
Perlawanan bersifat Kolektif dengan Tokoh Lokal dan LSM. Pertama, dengan cara atau
taktik melakukan lobi atau perundingan-perundingan (perusahaan, DPRD). Kedua,
mendatangi lembaga pemerintah, DPR RI, DPD RI, Komnas HAM. Ketiga, dengan cara
atau taktik melibatkan LSM (berjejaring). Keempat, unjuk rasa dengan Tokoh Lokal
Muda “Pendudukan Lahan”.
Perlawanan bersifat Gerakan Petani “STKGB” (Penggunaan Organisasi). Pada September
Aksi Pendudukan Lahan, Mediasi; Pada Oktober, Aksi Pendudukan Lahan dan terjadi
“Kerusuhan” serta kriminalisasi aktivis (7 aktivis STKGB).
2016-saat
ini
1998
1986-1991
1999-2015
12. Serikat Tani Korban Gusuran PT BNIL (STKGB):2016
• Salah satu tokoh penting dalam kelahiran
STKB/STKGB adalah Ketut Herman, aktivis
Serikat Petani Merdeka (SPM) – petani
penyadap karet.
• Melalui perjumpaan dengan Pdt. Sugianto
yang hadir dalam rangka Pelayanan Kasih
“Diakonia Transformatif”.
• Ketut Herman memperkenalkan Pak
Kirman, dkk dengan Pdt. Sugianto.
Melalui pertemuan di Bandar Lampung,
Pak Kirman meminta Pdt. Sugianto untuk
mendampingi korban gusuran PT. BNIL
dengan membangun perjuangan yang
terorganisir melalui penggunaan
organisasi.
Pada pertemuan akhir Juni 2016 di rumah Ketut
Herman, perwakilan korban gusuran PT. BNIL dari
semua dusun di Desa Bujuk Agung dan Agung Jaya
sepakat mendirikan organisasi yang diberi nama
Serikat Tani Korban PT. BNIL yang disingkat STKB.
Pada pertemuan berikutnya, nama STKB
disempurnakan menjadi STKGB.
Suatu Gerakan Petani “Baru” Melawan PT BNIL
13. Struktur Kepemimpinan STKGB 2016
DEWAN PIMPINAN PUSAT
12 RK dan Sukirman (Ketua)
DEWAN PIMPINAN RK/LK
DEWAN PIMPINAN RT
2-3 Orang
DEWAN PIMPINAN RT
2-3 Orang
DEWAN PIMPINAN RK/LK
DEWAN PIMPINAN RT
2-3 Orang
DEWAN PIMPINAN RT
2-3 Orang
DEWAN PIMPINAN RK/LK
DEWAN PIMPINAN RT
2-3 Orang
DEWAN PIMPINAN RT
2-3 Orang
Sukirji
Sekretaris
Ketut Herman
Bendahara
SRIKANDI
PEREMPUAN STKGBi
STKGB dibangun dengan semangat egalitarian, tercermin dalam kepemimpinan yang dilakukan secara kolektif.
14. Agenda Perjuangan STKGB
Pertama, Mendapatkan kembali tanah jatah plasma yang dirampas oleh PT. BNIL
melalui jalur-jalur non-litigasi.
Kedua, Mendorong perwujudan reforma agraria di Indonesia. Untuk mewujudkan
agenda kedua, STKGB melakukan pendidikan untuk kader-kadernya dan juga
membangun jaringan dengan kelompok atau organisasi yang concern dengan isu
reforma agraria.
Ketiga, Mewujudkan kekuatan rakyat yang tergorganisir dengan semangat
Pancasila. Upaya yang dilakukan dengan melakukan penguatan kapasitas
organisasi STKGB.
Serikat Tani Korban Gusuran BNIL (STKGB) memiliki 3 (tiga) agenda utama, yakni:
15. STKGB
Pdt.
Sugianto
TAKA
LBH
KPA
Ikram
&
Fuad
Hanan
&
Heri
Roy
Murthado
Pdt.
Surahmat
Hadi
LSM
Pengawas
Hukum
KOMNAS
HAM
Dinamika Pengorganisasian Serikat Tani Korban
Gusuran BNIL (STKGB):
Antara Penguatan Internal dan Peran Aktivis
Eksternal
Keterangan:
LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Lampung); KPA (Konsorsium
Pembaharuan Agraria) Jakarta; TAKA (Tim Advokasi Keadilan Agraria)
Bandar Lampung; Ikram dan Fuad (Akademisi Unila); Hanan dan Heri
(Bupati dan Wakil Bupati Tulang Bawang); Roy Murtadho (peneliti di
Lembaga Sajogyo Institut (SAINS) Bogor; Pdt. Surahmat Hadi (Pendeta
Gereja GKSBS “Sumber Hadi” Lampung Timur.
16. Struktur Mobilisasi
Sumberdaya
Pembingkaian
Kolektif (Collective
Framing)
Aksi-Aksi Kolektif
Petani
Struktur Peluang
Politik
Keluhan/Deprivasi
Relatif
Ketegangan Politik
Pilihan Aksi
TEORITISASI AKSI KOLEKTIF PETANI: Suatu Aksi Transformatif
Keluhan (Thomas H. Grene, 1974; Alberto Melucci, 1995; Fowareker, 1995; Chalmers Johnson, 1995; Donatella Della Porta dan Mario Diani, 1999);
Struktur Peluang Politik (Eisenger, 1973; Sidney Tarrow, 1991; Mc Adam, 1996);
Ketegangan Politik/Contentious Politics (Mc Adam, Tarrow, dan Tilly, 2001);
Process/Collective Framing (Snow dan Benford; Zald; Mc Carthy dan Zald);
Struktur Mobilisasi Sumberdaya (Snow dan Eklan, 1980; Gould, 1991; Mc Carthy dan Wolfson, 1992; Wolfer, 1993; Mc Carthy, 1996);
Repertoire (Charles Tilly; Sydney Tarrow; Mark Beissinger; Marco Giugni);
Collective Memory/Ingatan Kolektif (Bridget Fowler, 2007; Jill E. Edy, 2006; Maurice Halbwachs; Paul Ricoeu; 2000).
Collective Memory
Ingatan Kolektif
17. Membangun Organisasi (pemimpin, anggota, organisasi informal and
formal, koalisi
Penyebab
(ketidakpuasan
kolektif, masalah)
Aksi Kolektif
(pilihan strategis)
Proses-proses Mobilisasi Sosial
Perubahan-perubahan kebijakan,
budaya atau sosial
Tahap 1. Kemunculan/Emergence
Tahap 2. Penggabungan/Coalescence
Tahap 3. Gerakan Aksi/The Movement’s Moment
Tahap 4. Penurunan/Decline atau Consolidation
TahapanGerakanSosial“STKGB”
18. a. Proses perampasan lahan (land grabbing) berperan dalam mengurangi aset atau
kepemilikan lahan petani menjadi penyebab utama bagi munculnya perlawanan
petani yang berusaha merebut kembali hak atas lahan "plasma" mereka seluas 1 ha
per kepala rumah-tangga.
b. Resistensi petani bertransformasi dari bentuk spontan, sporadis, dan tak-terorganisir
serta reaktif menjadi bentuk yang terorganisir dan sistematis.
c. Belum terbangunnya kohesi dan solidaritas yang solid di antara (internal) komunitas
petani menjadikan gerakan petani masih sangat bergantung pada peranan elit
organisasi dan aktivis eksternal.
d. Gerakan agraria dari bawah atau agrarian reform by leverage muskil tercapai tanpa
dukungan pemerintah atau Negara. Reforma agraria by leverage ternyata tidak
efektif tanpa adanya komitmen dan dukungan politik dari Negara.
Kesimpulan
19. PT TUNAS BARU LAMPUNG Tbk DAN ENTITAS ANAK
Entitas Anak yang Dikonsolidasikan
Pada tanggal, 31 Maret 2019 dan 31 Desember 2018, entitas anak yang dikonsolidasikan termasuk persentase kepemilikan Perusahaan adalah sebagai berikut:
Entitas Anak Domisili Jenis Usaha
Tahun
Pendirian
Presentase Pemilikan dan Hak Suara (%)
31 Maret 2019
31 Desember
2018
Kepemilikan
Langsung
PT Bumi Sentosa Abadi (BSA) Lampung Perkebunan Kelapa Sawit 1972 99.97 99.97
PT Bangun Nusa Indah Lampung
(BNIL)
Lampung Perkebunan Tebu 1981 99.99 99.99
PT Budi Dwiyasa Perkasa (BDP) Lampung Perkebunan Kelapa Sawit 1988 99.9 99.9
PT Adikarya Gemilang (AKG) Jakarta Selatan
Perkebunan Kelapa Sawit, Tebu, dan
Pabrik Gula
1995 99.8 99.8
PT Bangun Tatalampung Asri (BTLA) Lampung Perkebunan Kelapa Sawit 1991 99.71 99.71
PT Budinusa Ciptawahana (BNCW) Lampung Perkebunan Kelapa Sawit 1992 98 98
PT Agro Bumi Mas (ABM) Lampung Pengolahan Minyak Sawit 2002 99.9 99.9
PT Bumi Perkasa Gemilang (BPG) Kalimantan Barat
Perkebunan dan Pengolahan Minyak
Sawit
2003 73.94 73.94
PT Surya Andalan Primatama (SAP) Bengkulu Pengeolahan Minyak Sawit 2011 90 90
PT Solusi Jaya Perkasa (SJP) Jakarta Perkebunan Kelapa Sawit 2009 99.9 99.9
PT Dinamika Graha Sarana (DGS) Sumatera Selatan Perkebunan Tebu 2005 29.41 29.41
PT Samora Usaha Jaya (SUJ) Sumatera Selatan Perkebunan Kelapa Sawit 2013 99.23 99.23
TBLA International Pte.Ltd. (TBLAI) Singapura Induk Perusahaan 2017 100 100
Kepemilikan Tidak
Langsung
Entitas anak TBLAI
Tunas Baru International Pte.Ltd. (TBI)
Singapura Investasi, perdagangan, dan konsultasi 2017 100 100
Perkebunan Perusahaan berlokasi di Lampung Tengah, Lampung Utara, Kalimantan Barat dan Palembang dengan jumlah lahan perkebunan kurang lebih
seluas 103.7 ribu hektar.
Setting penelitian ini adalah Konflik Agraria. Konflik Agraria dapat ditangani dengan baik bila pemerintah mampu menjalankan Reforma Agraria dengan baik dan berkeadilan untuk kemakmuran rakyat. Reforma Agraria hadir untuk merespon berbagai persoalan bangsa dengan tujuan salah satunya mengatasi Sengketa dan Konflik Agraria, Alih fungsi lahan pertanian yang massif, Kemiskinan dan Pengangguran, dan Turunnya kualitas lingkungan hidup. Sesuai Mandat Pres. Jokowi dalam Program ke-4 Nawa Cita dan ditegaskan kembali dalam Perpres No. 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017.
Sebenarnya pemerintah Indonesia memiliki perangkat UU yang sangat lengkap terkait dengan Tanah dan Reforma Agraria/Land Reform. Demikian juga berbagai produk kebijakan. Hal ini tertuang mulai dari UUD 1945 Pasal 33, hingga berbagai bentuk rapat terbatas. Ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengatasi masalah agraria. Masih banyak lagi yang belum tercantum dalam slide ini, di antaranya Perpres No. 45 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017. PPTKH (Penyelesaian Penguasaan Tanah di dalam Kawasan Hutan.
Hanya saja hasilnya belum significance bila dilihat dari banyaknya regulasi dan Kementerian/Lembaga yang dilibatkan dalam penyelesaian masalah Agraria. Seperi yang ditunjukkan dalam tabel ini, yang dapat menjelaskan jumlah kejadian yang masih banyak, luas wilayah tercatat semakin luas, dan masih banyak korban meninggal, tertembak, luka, dan ditahan. Ini artinya, masih terjadi kekerasan dalam penanganan konflik agrarian dan juga berlangsung tuduhan provokator dan kriminalisasi bagi penuntut Reforma Agraria.
Bila diihat per sektor, sejak 2015 – 2018, sektor perkebunan terbanyak dan terluas. Kedua dan ketiga, sektor Infrastruktur dan Kehutanan. Hanya saja luasan konflik di sektor kehutanan lebih luas dari pada Infrastruktur, berikutnya pertambangan …..
Ada 5 tipe penelitian kualitatif ‘Cresswell” Naratif, Fenomenologis, Grounded, Etnography, dan Studi Kasus. Berdasarkan ketentuan dari msing-masing tipe penelitian ini dan data yang dibutuhkan maka tepat digunakan penelitian Studi Kasus dengan Kasus Tunggal.
1. Luas wilayah pencadangan menyebabkan wilayah Desa Persiapan Bujuk Agung menjadi tumpang tindih dengan Area Pencadangan 10.000 Ha tersebut, dan wilayah tersebut telah menjadi pemukiman dari 9 Desa (Banjar Dewa, Banjar Rejo, Pagar Agung I, Dewa Agung, Karya Agung, Tanjung Mulya, Pagar Agung II, Bujuk Agung, dan Indraloka).
2. Ada 12 kampung, yakni Bujuk Agung, Agung Jaya, Penawar Jaya, Penawar Rejo, Mekar Jaya, Purwa Jaya, Agung Dalem, Sumber Makmur, Tri Tunggal Jaya, Catur Karya Buana Jaya, Ringin Sari, dan Sukamaju.
3. Lahan seluas 2 ha, yang dibagi menjadi 1 ha lahan pertanian atau ladang, 3/4 ha kebun, dan 1/4 ha pekarangan dan rumah.
Tolong dilihat kembali atau sesuaikan dengan laporan penelitian. Dari sejarah desa Kampung Bujuk Agung dan PT BNIL dapat diperoleh gambaran agrarian/transformasi agraria sebelum tahun 1980 hingga sekarang, di mana dulunya …
1 - 2 Oktober, kerusuhan petani dengan PAM SWAKARSA PT BNIL
3 – 22 Oktober, tujuh petani dikrimalisasi dan diadili dengan tuduhan provokator kerusuhan. Vonis antara 1,6 tahun hingga 2,4 tahun
Diakonia Karikatif, Reformatif, dan Transformatif. Gereja sebagai tempat persekutuan atau solidaritas (koinonia), pemberitaan firman (marturia) serta pelayanan kasih (diakonia).