SlideShare a Scribd company logo
1 of 7
Download to read offline
www.nurlailazahra.blogspot.com 2013
1
Depok, I’m (lost) in Love
Oleh : Nurlaila Zahra
Siang yang sangat menyengat. Sengaja kupercepat langkahku secepat kilat agar
terik mentari tidak terlalu banyak menyengat kulitku. Angin yang berlari di atas
kepala pun sengaja mengajak kerudungku menari-nari di tengah ayunan langkahku.
Aku agak telat untuk pertemuan kali ini. Pasalnya, aku harus mencari di mana novel
kesayanganku berada. Aku lupa menaruhnya setelah semalam aku membacanya
untuk yang kesekian kalinya. Aku harus membawa novel itu. Sebab tanpanya, aku
akan kehilangan semangat untuk hari ini.
Kota Depok masih tampak indah di pandanganku. Setidaknya, masih ada satu
bagian kecil yang membuatku tidak bisa lupa dengan kota belimbing ini. Di sanalah
aku pernah memiliki sebuah kenangan indah dengan masa lalu. Berbagai peristiwa
yang kualami, sebagian besar terjadi di sana.
Langkahku semakin cepat. Aku tak mau teman-temanku lama menunggu. Berbagai
macam mobil berlalu lalang di bawah jembatan yang kulalui sekarang. Jembatan
penyebrangan ini, dulu sering kulalui bersama teman-teman kampus saat kami
hendak berkumpul bersama meski hanya sekedar bersenda gurau sambil ngafe.
Namun setelah lulus, jarang sekali rasanya aku ke mall tempat kami kumpul
bersama dulu. Dan kini, untuk pertama kalinya sejak terakhir aku menginjakkan kaki
ke tempat itu beberapa tahun lalu, aku kembali menyeberangi jembatan
penyebrangan itu. Rasanya tidak percaya jika aku harus bertemu dengan mereka,
teman-teman masa kuliahku dulu, dengan penampilan yang pasti sudah sangat
berbeda dengan dulu. Sepuluh tahun yang lalu.
Mall ini benar-benar sejuk, dan nyatanya berhasil menyingkirkan segala peluh yang
sejak tadi mengaliri tubuhku. Aku langsung bergegas mencari kafe tempat kami
biasa berkumpul dulu. Mall ini benar-benar berbeda dari yang dulu kuketahui. Sudah
banyak perubahan di sana sini, juga jalanan menuju kafe yang - entah terlalu rumit
www.nurlailazahra.blogspot.com 2013
2
untuk dihafal atau karena memang aku nya yang masih harus beradaptasi untuk hal-
hal baru seperti ini – membuatku agak meraba-raba di mana letak kafe itu.
Akhirnya ketemu juga. Senang rasanya meski dari kejauhan, tapi mereka yang
sudah berkumpul lebih dulu di sana melambai-lambaikan tangan ke arahku. Aku
segera berlari kecil menghampiri mereka. Menatap mereka satu per satu sambil
membatin, waktu sepuluh tahun ternyata tidak hanya bisa mengubah mall ini
menjadi lebih bagus, namun juga bisa mengubah penampilan teman-temanku
menjadi lebih modis. Tapi mereka tetap sederhana, tetap menjadi diri mereka sendiri
meski kini sudah berubah status menjadi seorang istri dan ibu.
Kami banyak berbincang dan tertawa. Melewati waktu dengan bertukar cerita dan
kenangan masa lalu. Kebersamaan ini benar-benar membuatku bahagia. Jarang-
jarang aku bisa melepas penat dengan berkumpul dengan teman-teman terbaikku.
Bersama mereka, bisa sejenak membuatku lupa akan penatnya kesibukan di kantor.
Namun di tengah perbincangan kami, tiba-tiba saja Mawar melempar pertanyaan
yang membuatku menahan tawa sejenak. “Jadi, kapan kamu nikah, Ras?”
Aku terdiam. Tiga kawan yang lain pun mengikuti tindakanku. Namun hanya sesaat,
karena aku memilih untuk kembali tertawa sambil memikirkan jawaban yang paling
tepat untuk pertanyaannya. Semua jadi ikut tertawa kembali, namun entah
mengapa, pertanyaan klise ini sering kali membuatku beku, dan ujung-ujungnya
hanya melahirkan jawaban, “Belum ketemu jodohnya,” sambil meringis menahan
senyum.
Di menit ke 105, Mawar, Reni, dan Tari izin untuk ke toilet sebentar. Di meja hanya
tinggal aku dan Farah. Kami berbincang tentang kehidupan kami masing-masing,
namun kali ini lebih spesifik. Tepatnya, tentang masa laluku. Farah betul-betul tahu
tentang hal itu. Tentang bagaimana sempurnanya aku menyembunyikan perasaan
pada seorang laki-laki yang usianya melampaui usiaku begitu jauh, dan ketiga
temanku tidak ada yang mengetahui hal itu, hingga saat ini. Mereka tidak pernah
tahu kalau aku pernah menyimpan sebuah asa pada dosen kami. Tapi Farah, hanya
ia yang mengetahuinya.
www.nurlailazahra.blogspot.com 2013
3
“Laras, apa kamu masih menyimpan perasaan itu padanya?” Tanya Farah,
menghentikan isapan lemon tea-ku yang tinggal sedikit. Aku diam sejenak.
Memperhatikan rembasan air yang mengalir di gelas panjangku, hingga jatuh
membasahi tisu yang mengalasinya. Sejujurnya, aku belum mempunyai jawaban
yang tepat untuk pertanyaan yang satu ini. Sebab ia cinta pertamaku. Cinta yang
dulu sengaja kujatuhkan tepat di hadapan laki-laki berparas sederhana itu, namun
sayangnya cintaku yang jatuh, tidak diambilnya dengan segera. Aku telah
kehilangan cintaku, namun tidak dengan perasaanku padanya. Aku tertunduk untuk
kemudian menatap Farah lekat-lekat. Aku masih jelas melihat sisa-sisa kenangan itu
di wajahnya. Saat-saat aku mencurahkan isi hatiku atau saat ia setengah mati
menguatkanku yang rapuh akibat perasaanku sendiri.
“Sejujurnya, aku masih belum bisa melupakannya, Far.” Ucapku parau. “Waktu
sepuluh tahun memang mampu merubah apapun, namun tidak dengan hatiku.
Mungkin harapanku padanya pun telah hilang, tapi rasa ini masih setia bertahan di
relung hatiku.” Aku membuang jauh pandanganku. Menatap sepasang kekasih, atau
mungkin suami istri, yang tampak begitu mesra bercengkrama di sebuah meja dekat
jendela.
“Aku akan baik-baik saja, Farah.“ Seruku sambil menyentuh bahunya. “Kamu tidak
perlu khawatir.” Tidak lupa kububuhi sebuah senyum di akhir kalimatku itu.
“Kamu tidak akan baik-baik saja, Laras, jika kamu masih menyimpan perasaan itu.”
Sahut Farah tiba-tiba merontokkan hatiku. “Aku cukup salut kamu masih mampu
bertahan pada perasaanmu, tapi kamu juga harus memikirkan kehidupanmu.” Nada
suaranya kali ini agak meninggi.
“Kehidupan yang seperti apa maksudmu?” Tanyaku tidak mengerti.
“Kamu harus bisa hidup tanpa bayang-bayang Pak Pras lagi. Kamu harus ikhlaskan
dia pergi menjauh dari kehidupanmu, Ras. Waktu sepuluh tahun seharusnya bisa
menyadarkanmu kalau ia memang bukan jodohmu. Mengertilah, Ras. Kamu berhak
www.nurlailazahra.blogspot.com 2013
4
mendapatkan laki-laki yang lebih baik darinya. Come on, move on, hunny. Kamu
seharusnya bisa melupakannya.”
Aku ternganga mendengar petuah Farah barusan. Benarkah aku harus
melupakannya? Bukankah jika bisa, sudah kulakukan hal itu sejak lama? Namun
nyatanya semakin kumelupakan, semakin kuat rasa itu mencengkeram hatiku. Dan
ini adalah pilihan terakhirku. Melenyapkan harapan itu, tanpa berusaha
menghilangkan ia dari ingatanku.
“Ras, aku mengerti ia adalah first love mu, tapi tidak ada yang bisa menjamin kalau
cinta pertama kita adalah juga cinta sejati kita. Kamu harus berusaha lebih kuat
untuk bisa menemukan cinta sejati itu. Salah satunya dengan, melupakan cinta
pertamamu.”
Aku hanya mampu terdiam. Berpikir kembali, apakah dengan terus mengingatnya
selama ini, berarti menutup cinta sejatiku untuk datang dan bertemu denganku? Apa
mungkin dengan melupakannya, itu artinya aku telah memberikan sedikit jalan untuk
diriku sendiri menemukan cinta sejatiku?
Kutatap kembali Farah lekat-lekat. Ia memang sahabat terbaikku. Ia betul-betul tahu
apa yang harus aku lakukan untuk menemukan kebahagiaanku. Dan sarannya,
mungkin akan kupikirkan kembali setelah pulang nanti. Aku melempar senyum
padanya. Kuusap punggung tangannya sambil berucap, “Thanks ya. Akan
kupikirkan kembali saranmu.” Ia hanya tersenyum dan mengangguk.
Ketiga temanku sudah kembali. Entah mengapa momentnya sangat tepat. Mereka
benar-benar tidak mengetahui apa yang kami bicarakan tadi. Tak lama setelah
mereka kembali dari toilet, kami memutuskan untuk pergi. Tak ada agenda apa-apa
lagi setelah ini, aku pun rasanya langsung ingin pulang tanpa mau mampir ke mana-
mana lagi. Hanya Farah yang tahu mengapa tiba-tiba aku hanya ingin diam saat
melangkah keluar mall. Aku masih memikirkan sarannya itu.
www.nurlailazahra.blogspot.com 2013
5
Di tengah langkah kecil kami, teman-temanku sibuk menawar beberapa benda dan
pakaian yang menarik perhatian mereka. Ada yang menutup transaksi dengan kata
deal, namun tidak sedikit pula yang berakhir tanpa kesepakatan. Aku hanya
mengikuti saja. Sampai akhirnya, tepat beberapa langkah dari sebuah stand yang
bertuliskan “Sumbang Buku”, kami berpisah. Farah dan Mawar menuju area parkir
motor, sedangkan Reni menumpang di mobil Tari, dan mereka pun menuju area
parkir mobil. Tadinya mereka menawari tumpangan, namun aku memutuskan untuk
pulang sendiri. Aku hanya ingin sendiri saat ini. Mungkin aku akan menyewa taxi
agar ketika aku harus terpaksa menangis, hanya supir taxi yang akan bertanya “Ada
apa” dan setidaknya memberiku tisu untuk membasuh air mataku.
Setelah berpisah, kulangkahkan kakiku keluar mall. Aku berdiri cukup lama di
pelatarannya. Tidak memutuskan untuk melangkah lebih jauh, atau memberhentikan
taxi seperti yang kupikirkan tadi. Kubiarkan angin mengajak kerudungku menari lebih
lincah lagi. Sepertinya aku memang harus memikirkan saran Farah tadi. Aku baru
sadar, selama sepuluh tahun ini, memang ada sebuah ruang di dalam hatiku yang
kubiarkan kosong, hampa, dan tak berpenghuni. Kuakui, aku tak bahagia.
Tapi kini aku ingin bahagia. Bahagia yang seutuhnya. Jika memang tak bisa bahagia
bersamanya, paling tidak aku bisa bahagia, atau membahagiakan orang yang kelak
akan menjadi cinta sejatiku. Aku ingin melupakannya. Dan hal pertama yang harus
aku lakukan adalah, menyingkirkan segala apapun yang mengingatkan aku
padanya.
Aku teringat dengan novel kesayanganku itu. Tak bisa kupungkiri, meski
penampilannya kini tak secantik saat Pak Pras memberikannya padaku dulu, namun
hanya buku ini yang memberiku semangat untuk menjalani hidup tanpanya. Novel ini
sebenarnya bukan novel baru saat aku menerimanya. Ia sudah memilikinya lebih
dulu, dan akhirnya ia memutuskan untuk memberikannya padaku setelah ia tahu
kalau aku begitu suka membaca. Dan saat itu ia menegaskan, kalau pemberian
novel itu hanya sebatas bentuk perhatian dosen pada mahasiswinya. Meski
demikian, tetap saja aku begitu bahagia menerimanya. Aku sempat mengartikan
www.nurlailazahra.blogspot.com 2013
6
lain, sehingga kupikir ia tak main-main. Namun nyatanya waktu mengubah
segalanya.
Kulangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam mall lagi. Kuhampiri stand “Sumbang
Buku” tadi untuk menyerahkan buku itu pada salah satu penjaga di sana.
Sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku untuk melepas novel ini dari
genggamanku. Namun mungkin inilah waktunya. Saat di mana aku harus
mengikhlaskan cinta dan perasaanku pergi bersama kenangan yang tak bisa aku
lupakan. Aku harus bisa. Aku harus mampu melupakannya.
Setelah mengisi formulir penyumbang, dengan ikhlas kupindah tangankan novel itu
pada penjaga di sana. Aku melepasnya dengan senyum. Berusaha mencari sumber
semangat yang lain, saat sumber semangatku yang selama ini menemaniku harus
rela kulepaskan. Meski hanya sebuah buku, namun aku merasa ia selalu ada di
dekatku. Energinya begitu kuat sampai-sampai aku baru menyadari kalau waktu
sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk senantiasa mencintainya. Dan kini
aku harus mencabut sendiri seluruh urat syaraf dalam tubuhku. Meski sakit, meski
rasanya tak ada gairah lagi untuk hidup, namun aku berhak untuk bahagia. Aku
berhak menemukan cinta sejatiku, tanpa bayang-bayangnya lagi.
Aku menghela nafasku perlahan. Setelah memasukkan tanda terima bukti
penyumbang buku, kulangkahkan kakiku keluar mall. Kurasakan ada sesuatu yang
mengembun di ujung mataku. Cepat-cepat kuhalau agar tidak mengarus lebih deras
lagi. Aku harus kuat. Segera kehentikan taxi karena aku tidak yakin sampai kapan
aku bisa menahan riak sungai air mataku ini.
Meskipun sudah ikhlas, namun kurasa aku masih butuh waktu. Entah berapa lama.
* * *
Laki-laki itu sejak tadi berdiri di stand “Sumbang Buku”. Melihat-lihat beberapa buku
setelah menyumbangkan beberapa buku sebelumnya. Tiba-tiba saja tatapannya
www.nurlailazahra.blogspot.com 2013
7
terpaku pada sebuah buku yang memaksa ingatannya kembali ke masa lalu. Novel
itu....
Entah sudah berapa lama sejak ia memberikan buku tersebut pada salah seorang
mahasiswinya. Rautnya semakin datar. Entah di menit ke berapa ia baru sadar kalau
di menit-menit sebelumnya ia hanya terpaku menatap buku novel itu. Kini ia semakin
menua, begitu juga dengan buku yang dilihatnya tadi. Ia segera pergi meninggalkan
stand “Sumbang Buku” itu sambil selintas batinnya bertanya, “Apa kabar dengan
buku yang dulu sempat kuberikan padanya?”

More Related Content

What's hot

Ketika mas gagah pergi
Ketika mas gagah pergiKetika mas gagah pergi
Ketika mas gagah pergiyoza fitriadi
 
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa FadilaStruktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadilanadyaera24
 
Perjalanan terindah
Perjalanan terindahPerjalanan terindah
Perjalanan terindahAnhiza Fitri
 
Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)
Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)
Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)Andri Goodwood
 
Ebook tuhan maha romantis bab 1
Ebook tuhan maha romantis   bab 1Ebook tuhan maha romantis   bab 1
Ebook tuhan maha romantis bab 1ElviraYunita2
 
Tugas ikom 1 fatimah az zahra
Tugas ikom 1 fatimah az zahraTugas ikom 1 fatimah az zahra
Tugas ikom 1 fatimah az zahraHilya Baginda
 
Perihal kisah kita
Perihal kisah  kitaPerihal kisah  kita
Perihal kisah kitaAh Ling
 
Analisis intertekstualitas puisi
Analisis intertekstualitas puisiAnalisis intertekstualitas puisi
Analisis intertekstualitas puisiSamsul Surya
 
Legenda Tuhan ( the legend of God )
Legenda Tuhan ( the legend of God )Legenda Tuhan ( the legend of God )
Legenda Tuhan ( the legend of God )Lebhus Bhumi
 
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko PinurboSebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko PinurboFelix Dass
 
Aku ingin seperti laki laki
Aku ingin seperti laki lakiAku ingin seperti laki laki
Aku ingin seperti laki lakionessfee
 

What's hot (20)

SUKMARAGA : Fana
SUKMARAGA : FanaSUKMARAGA : Fana
SUKMARAGA : Fana
 
Ketika mas gagah pergi
Ketika mas gagah pergiKetika mas gagah pergi
Ketika mas gagah pergi
 
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa FadilaStruktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
Struktur Cerpen Perjalanan Terindah By Zulfa Fadila
 
Perjalanan terindah
Perjalanan terindahPerjalanan terindah
Perjalanan terindah
 
Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)
Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)
Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)
 
Sakura in my heart
Sakura in my heartSakura in my heart
Sakura in my heart
 
Ebook tuhan maha romantis bab 1
Ebook tuhan maha romantis   bab 1Ebook tuhan maha romantis   bab 1
Ebook tuhan maha romantis bab 1
 
Tugas ikom 1 fatimah az zahra
Tugas ikom 1 fatimah az zahraTugas ikom 1 fatimah az zahra
Tugas ikom 1 fatimah az zahra
 
Puisi
PuisiPuisi
Puisi
 
Sampai jumpa di surga
Sampai jumpa di surgaSampai jumpa di surga
Sampai jumpa di surga
 
Perihal kisah kita
Perihal kisah  kitaPerihal kisah  kita
Perihal kisah kita
 
Analisis intertekstualitas puisi
Analisis intertekstualitas puisiAnalisis intertekstualitas puisi
Analisis intertekstualitas puisi
 
Tinc ebook #7
Tinc ebook #7Tinc ebook #7
Tinc ebook #7
 
Dgt
DgtDgt
Dgt
 
Puisi cinta
Puisi cintaPuisi cinta
Puisi cinta
 
Legenda Tuhan ( the legend of God )
Legenda Tuhan ( the legend of God )Legenda Tuhan ( the legend of God )
Legenda Tuhan ( the legend of God )
 
Ceritaku
CeritakuCeritaku
Ceritaku
 
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko PinurboSebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
 
Biarkan Cinta Kami Bersemi
Biarkan Cinta Kami BersemiBiarkan Cinta Kami Bersemi
Biarkan Cinta Kami Bersemi
 
Aku ingin seperti laki laki
Aku ingin seperti laki lakiAku ingin seperti laki laki
Aku ingin seperti laki laki
 

Viewers also liked

Viewers also liked (20)

Uji Kompetensi Akhir Semester Genap Kelas 9
Uji Kompetensi Akhir Semester Genap Kelas 9Uji Kompetensi Akhir Semester Genap Kelas 9
Uji Kompetensi Akhir Semester Genap Kelas 9
 
Michelson interferometer
Michelson interferometerMichelson interferometer
Michelson interferometer
 
Colors from fiber fest
Colors from fiber festColors from fiber fest
Colors from fiber fest
 
Catatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-ku
Catatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-kuCatatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-ku
Catatan Haura_ Sepotong Cerita tentang Hijrah-ku
 
Legal and ethical
Legal and ethicalLegal and ethical
Legal and ethical
 
Stiker undangan 2
Stiker undangan 2Stiker undangan 2
Stiker undangan 2
 
Buku panduan ramadhan
Buku panduan ramadhanBuku panduan ramadhan
Buku panduan ramadhan
 
Ringkasan Jenazah
Ringkasan JenazahRingkasan Jenazah
Ringkasan Jenazah
 
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 01 nomor 01 melihat allah di akhirat
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 01 nomor 01 melihat allah di akhiratBuletin jumat al furqon tahun 05 volume 01 nomor 01 melihat allah di akhirat
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 01 nomor 01 melihat allah di akhirat
 
Putus cinta dan patah hati
Putus cinta dan patah hatiPutus cinta dan patah hati
Putus cinta dan patah hati
 
Menafkahkan harta dijalan allah
Menafkahkan harta dijalan allahMenafkahkan harta dijalan allah
Menafkahkan harta dijalan allah
 
Energy Notes
Energy NotesEnergy Notes
Energy Notes
 
Pp utk tekno
Pp utk teknoPp utk tekno
Pp utk tekno
 
Rabies
RabiesRabies
Rabies
 
Production possibillities frontier
Production possibillities frontierProduction possibillities frontier
Production possibillities frontier
 
Commentary of edited photographs
Commentary of edited photographsCommentary of edited photographs
Commentary of edited photographs
 
TAYAMMUM
TAYAMMUMTAYAMMUM
TAYAMMUM
 
Alf Field
Alf FieldAlf Field
Alf Field
 
First World Indonesia
First  World  IndonesiaFirst  World  Indonesia
First World Indonesia
 
Walisongo
WalisongoWalisongo
Walisongo
 

Similar to ini menggambarkan inti cerita tentang perjuangan tokoh utama untuk bisa menemukan kebahagiaan setelah lama terjebak dalam kenangan masa lalu. Judul ini juga optimalkan kata kunci "bahagia

Similar to ini menggambarkan inti cerita tentang perjuangan tokoh utama untuk bisa menemukan kebahagiaan setelah lama terjebak dalam kenangan masa lalu. Judul ini juga optimalkan kata kunci "bahagia (20)

Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
 
Post 1
Post 1Post 1
Post 1
 
Arti sebuah kata
Arti sebuah kataArti sebuah kata
Arti sebuah kata
 
[Ficlet] rain sound
[Ficlet] rain sound[Ficlet] rain sound
[Ficlet] rain sound
 
Boarkim 2009.pdf
Boarkim 2009.pdfBoarkim 2009.pdf
Boarkim 2009.pdf
 
ceritaku
ceritakuceritaku
ceritaku
 
Perjalanan cinta sesaat
Perjalanan cinta sesaatPerjalanan cinta sesaat
Perjalanan cinta sesaat
 
Caraku merindukanmu
Caraku merindukanmuCaraku merindukanmu
Caraku merindukanmu
 
Novelku
NovelkuNovelku
Novelku
 
Catatan kecil versi slide
Catatan kecil versi slideCatatan kecil versi slide
Catatan kecil versi slide
 
Cerpe
CerpeCerpe
Cerpe
 
Terkadang seng
Terkadang sengTerkadang seng
Terkadang seng
 
short story
short storyshort story
short story
 
Syal merah
Syal merahSyal merah
Syal merah
 
Untukmu_aku_ada
  Untukmu_aku_ada  Untukmu_aku_ada
Untukmu_aku_ada
 
Puisi
PuisiPuisi
Puisi
 
deskripsiNovel
deskripsiNoveldeskripsiNovel
deskripsiNovel
 
Ccccc
CccccCcccc
Ccccc
 
Karena aku mencintai manusia setengah dewa onessfee.blogspot.com
Karena aku mencintai manusia setengah dewa onessfee.blogspot.comKarena aku mencintai manusia setengah dewa onessfee.blogspot.com
Karena aku mencintai manusia setengah dewa onessfee.blogspot.com
 
Hujan di bulan desember
Hujan di bulan desemberHujan di bulan desember
Hujan di bulan desember
 

ini menggambarkan inti cerita tentang perjuangan tokoh utama untuk bisa menemukan kebahagiaan setelah lama terjebak dalam kenangan masa lalu. Judul ini juga optimalkan kata kunci "bahagia

  • 1. www.nurlailazahra.blogspot.com 2013 1 Depok, I’m (lost) in Love Oleh : Nurlaila Zahra Siang yang sangat menyengat. Sengaja kupercepat langkahku secepat kilat agar terik mentari tidak terlalu banyak menyengat kulitku. Angin yang berlari di atas kepala pun sengaja mengajak kerudungku menari-nari di tengah ayunan langkahku. Aku agak telat untuk pertemuan kali ini. Pasalnya, aku harus mencari di mana novel kesayanganku berada. Aku lupa menaruhnya setelah semalam aku membacanya untuk yang kesekian kalinya. Aku harus membawa novel itu. Sebab tanpanya, aku akan kehilangan semangat untuk hari ini. Kota Depok masih tampak indah di pandanganku. Setidaknya, masih ada satu bagian kecil yang membuatku tidak bisa lupa dengan kota belimbing ini. Di sanalah aku pernah memiliki sebuah kenangan indah dengan masa lalu. Berbagai peristiwa yang kualami, sebagian besar terjadi di sana. Langkahku semakin cepat. Aku tak mau teman-temanku lama menunggu. Berbagai macam mobil berlalu lalang di bawah jembatan yang kulalui sekarang. Jembatan penyebrangan ini, dulu sering kulalui bersama teman-teman kampus saat kami hendak berkumpul bersama meski hanya sekedar bersenda gurau sambil ngafe. Namun setelah lulus, jarang sekali rasanya aku ke mall tempat kami kumpul bersama dulu. Dan kini, untuk pertama kalinya sejak terakhir aku menginjakkan kaki ke tempat itu beberapa tahun lalu, aku kembali menyeberangi jembatan penyebrangan itu. Rasanya tidak percaya jika aku harus bertemu dengan mereka, teman-teman masa kuliahku dulu, dengan penampilan yang pasti sudah sangat berbeda dengan dulu. Sepuluh tahun yang lalu. Mall ini benar-benar sejuk, dan nyatanya berhasil menyingkirkan segala peluh yang sejak tadi mengaliri tubuhku. Aku langsung bergegas mencari kafe tempat kami biasa berkumpul dulu. Mall ini benar-benar berbeda dari yang dulu kuketahui. Sudah banyak perubahan di sana sini, juga jalanan menuju kafe yang - entah terlalu rumit
  • 2. www.nurlailazahra.blogspot.com 2013 2 untuk dihafal atau karena memang aku nya yang masih harus beradaptasi untuk hal- hal baru seperti ini – membuatku agak meraba-raba di mana letak kafe itu. Akhirnya ketemu juga. Senang rasanya meski dari kejauhan, tapi mereka yang sudah berkumpul lebih dulu di sana melambai-lambaikan tangan ke arahku. Aku segera berlari kecil menghampiri mereka. Menatap mereka satu per satu sambil membatin, waktu sepuluh tahun ternyata tidak hanya bisa mengubah mall ini menjadi lebih bagus, namun juga bisa mengubah penampilan teman-temanku menjadi lebih modis. Tapi mereka tetap sederhana, tetap menjadi diri mereka sendiri meski kini sudah berubah status menjadi seorang istri dan ibu. Kami banyak berbincang dan tertawa. Melewati waktu dengan bertukar cerita dan kenangan masa lalu. Kebersamaan ini benar-benar membuatku bahagia. Jarang- jarang aku bisa melepas penat dengan berkumpul dengan teman-teman terbaikku. Bersama mereka, bisa sejenak membuatku lupa akan penatnya kesibukan di kantor. Namun di tengah perbincangan kami, tiba-tiba saja Mawar melempar pertanyaan yang membuatku menahan tawa sejenak. “Jadi, kapan kamu nikah, Ras?” Aku terdiam. Tiga kawan yang lain pun mengikuti tindakanku. Namun hanya sesaat, karena aku memilih untuk kembali tertawa sambil memikirkan jawaban yang paling tepat untuk pertanyaannya. Semua jadi ikut tertawa kembali, namun entah mengapa, pertanyaan klise ini sering kali membuatku beku, dan ujung-ujungnya hanya melahirkan jawaban, “Belum ketemu jodohnya,” sambil meringis menahan senyum. Di menit ke 105, Mawar, Reni, dan Tari izin untuk ke toilet sebentar. Di meja hanya tinggal aku dan Farah. Kami berbincang tentang kehidupan kami masing-masing, namun kali ini lebih spesifik. Tepatnya, tentang masa laluku. Farah betul-betul tahu tentang hal itu. Tentang bagaimana sempurnanya aku menyembunyikan perasaan pada seorang laki-laki yang usianya melampaui usiaku begitu jauh, dan ketiga temanku tidak ada yang mengetahui hal itu, hingga saat ini. Mereka tidak pernah tahu kalau aku pernah menyimpan sebuah asa pada dosen kami. Tapi Farah, hanya ia yang mengetahuinya.
  • 3. www.nurlailazahra.blogspot.com 2013 3 “Laras, apa kamu masih menyimpan perasaan itu padanya?” Tanya Farah, menghentikan isapan lemon tea-ku yang tinggal sedikit. Aku diam sejenak. Memperhatikan rembasan air yang mengalir di gelas panjangku, hingga jatuh membasahi tisu yang mengalasinya. Sejujurnya, aku belum mempunyai jawaban yang tepat untuk pertanyaan yang satu ini. Sebab ia cinta pertamaku. Cinta yang dulu sengaja kujatuhkan tepat di hadapan laki-laki berparas sederhana itu, namun sayangnya cintaku yang jatuh, tidak diambilnya dengan segera. Aku telah kehilangan cintaku, namun tidak dengan perasaanku padanya. Aku tertunduk untuk kemudian menatap Farah lekat-lekat. Aku masih jelas melihat sisa-sisa kenangan itu di wajahnya. Saat-saat aku mencurahkan isi hatiku atau saat ia setengah mati menguatkanku yang rapuh akibat perasaanku sendiri. “Sejujurnya, aku masih belum bisa melupakannya, Far.” Ucapku parau. “Waktu sepuluh tahun memang mampu merubah apapun, namun tidak dengan hatiku. Mungkin harapanku padanya pun telah hilang, tapi rasa ini masih setia bertahan di relung hatiku.” Aku membuang jauh pandanganku. Menatap sepasang kekasih, atau mungkin suami istri, yang tampak begitu mesra bercengkrama di sebuah meja dekat jendela. “Aku akan baik-baik saja, Farah.“ Seruku sambil menyentuh bahunya. “Kamu tidak perlu khawatir.” Tidak lupa kububuhi sebuah senyum di akhir kalimatku itu. “Kamu tidak akan baik-baik saja, Laras, jika kamu masih menyimpan perasaan itu.” Sahut Farah tiba-tiba merontokkan hatiku. “Aku cukup salut kamu masih mampu bertahan pada perasaanmu, tapi kamu juga harus memikirkan kehidupanmu.” Nada suaranya kali ini agak meninggi. “Kehidupan yang seperti apa maksudmu?” Tanyaku tidak mengerti. “Kamu harus bisa hidup tanpa bayang-bayang Pak Pras lagi. Kamu harus ikhlaskan dia pergi menjauh dari kehidupanmu, Ras. Waktu sepuluh tahun seharusnya bisa menyadarkanmu kalau ia memang bukan jodohmu. Mengertilah, Ras. Kamu berhak
  • 4. www.nurlailazahra.blogspot.com 2013 4 mendapatkan laki-laki yang lebih baik darinya. Come on, move on, hunny. Kamu seharusnya bisa melupakannya.” Aku ternganga mendengar petuah Farah barusan. Benarkah aku harus melupakannya? Bukankah jika bisa, sudah kulakukan hal itu sejak lama? Namun nyatanya semakin kumelupakan, semakin kuat rasa itu mencengkeram hatiku. Dan ini adalah pilihan terakhirku. Melenyapkan harapan itu, tanpa berusaha menghilangkan ia dari ingatanku. “Ras, aku mengerti ia adalah first love mu, tapi tidak ada yang bisa menjamin kalau cinta pertama kita adalah juga cinta sejati kita. Kamu harus berusaha lebih kuat untuk bisa menemukan cinta sejati itu. Salah satunya dengan, melupakan cinta pertamamu.” Aku hanya mampu terdiam. Berpikir kembali, apakah dengan terus mengingatnya selama ini, berarti menutup cinta sejatiku untuk datang dan bertemu denganku? Apa mungkin dengan melupakannya, itu artinya aku telah memberikan sedikit jalan untuk diriku sendiri menemukan cinta sejatiku? Kutatap kembali Farah lekat-lekat. Ia memang sahabat terbaikku. Ia betul-betul tahu apa yang harus aku lakukan untuk menemukan kebahagiaanku. Dan sarannya, mungkin akan kupikirkan kembali setelah pulang nanti. Aku melempar senyum padanya. Kuusap punggung tangannya sambil berucap, “Thanks ya. Akan kupikirkan kembali saranmu.” Ia hanya tersenyum dan mengangguk. Ketiga temanku sudah kembali. Entah mengapa momentnya sangat tepat. Mereka benar-benar tidak mengetahui apa yang kami bicarakan tadi. Tak lama setelah mereka kembali dari toilet, kami memutuskan untuk pergi. Tak ada agenda apa-apa lagi setelah ini, aku pun rasanya langsung ingin pulang tanpa mau mampir ke mana- mana lagi. Hanya Farah yang tahu mengapa tiba-tiba aku hanya ingin diam saat melangkah keluar mall. Aku masih memikirkan sarannya itu.
  • 5. www.nurlailazahra.blogspot.com 2013 5 Di tengah langkah kecil kami, teman-temanku sibuk menawar beberapa benda dan pakaian yang menarik perhatian mereka. Ada yang menutup transaksi dengan kata deal, namun tidak sedikit pula yang berakhir tanpa kesepakatan. Aku hanya mengikuti saja. Sampai akhirnya, tepat beberapa langkah dari sebuah stand yang bertuliskan “Sumbang Buku”, kami berpisah. Farah dan Mawar menuju area parkir motor, sedangkan Reni menumpang di mobil Tari, dan mereka pun menuju area parkir mobil. Tadinya mereka menawari tumpangan, namun aku memutuskan untuk pulang sendiri. Aku hanya ingin sendiri saat ini. Mungkin aku akan menyewa taxi agar ketika aku harus terpaksa menangis, hanya supir taxi yang akan bertanya “Ada apa” dan setidaknya memberiku tisu untuk membasuh air mataku. Setelah berpisah, kulangkahkan kakiku keluar mall. Aku berdiri cukup lama di pelatarannya. Tidak memutuskan untuk melangkah lebih jauh, atau memberhentikan taxi seperti yang kupikirkan tadi. Kubiarkan angin mengajak kerudungku menari lebih lincah lagi. Sepertinya aku memang harus memikirkan saran Farah tadi. Aku baru sadar, selama sepuluh tahun ini, memang ada sebuah ruang di dalam hatiku yang kubiarkan kosong, hampa, dan tak berpenghuni. Kuakui, aku tak bahagia. Tapi kini aku ingin bahagia. Bahagia yang seutuhnya. Jika memang tak bisa bahagia bersamanya, paling tidak aku bisa bahagia, atau membahagiakan orang yang kelak akan menjadi cinta sejatiku. Aku ingin melupakannya. Dan hal pertama yang harus aku lakukan adalah, menyingkirkan segala apapun yang mengingatkan aku padanya. Aku teringat dengan novel kesayanganku itu. Tak bisa kupungkiri, meski penampilannya kini tak secantik saat Pak Pras memberikannya padaku dulu, namun hanya buku ini yang memberiku semangat untuk menjalani hidup tanpanya. Novel ini sebenarnya bukan novel baru saat aku menerimanya. Ia sudah memilikinya lebih dulu, dan akhirnya ia memutuskan untuk memberikannya padaku setelah ia tahu kalau aku begitu suka membaca. Dan saat itu ia menegaskan, kalau pemberian novel itu hanya sebatas bentuk perhatian dosen pada mahasiswinya. Meski demikian, tetap saja aku begitu bahagia menerimanya. Aku sempat mengartikan
  • 6. www.nurlailazahra.blogspot.com 2013 6 lain, sehingga kupikir ia tak main-main. Namun nyatanya waktu mengubah segalanya. Kulangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam mall lagi. Kuhampiri stand “Sumbang Buku” tadi untuk menyerahkan buku itu pada salah satu penjaga di sana. Sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku untuk melepas novel ini dari genggamanku. Namun mungkin inilah waktunya. Saat di mana aku harus mengikhlaskan cinta dan perasaanku pergi bersama kenangan yang tak bisa aku lupakan. Aku harus bisa. Aku harus mampu melupakannya. Setelah mengisi formulir penyumbang, dengan ikhlas kupindah tangankan novel itu pada penjaga di sana. Aku melepasnya dengan senyum. Berusaha mencari sumber semangat yang lain, saat sumber semangatku yang selama ini menemaniku harus rela kulepaskan. Meski hanya sebuah buku, namun aku merasa ia selalu ada di dekatku. Energinya begitu kuat sampai-sampai aku baru menyadari kalau waktu sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat untuk senantiasa mencintainya. Dan kini aku harus mencabut sendiri seluruh urat syaraf dalam tubuhku. Meski sakit, meski rasanya tak ada gairah lagi untuk hidup, namun aku berhak untuk bahagia. Aku berhak menemukan cinta sejatiku, tanpa bayang-bayangnya lagi. Aku menghela nafasku perlahan. Setelah memasukkan tanda terima bukti penyumbang buku, kulangkahkan kakiku keluar mall. Kurasakan ada sesuatu yang mengembun di ujung mataku. Cepat-cepat kuhalau agar tidak mengarus lebih deras lagi. Aku harus kuat. Segera kehentikan taxi karena aku tidak yakin sampai kapan aku bisa menahan riak sungai air mataku ini. Meskipun sudah ikhlas, namun kurasa aku masih butuh waktu. Entah berapa lama. * * * Laki-laki itu sejak tadi berdiri di stand “Sumbang Buku”. Melihat-lihat beberapa buku setelah menyumbangkan beberapa buku sebelumnya. Tiba-tiba saja tatapannya
  • 7. www.nurlailazahra.blogspot.com 2013 7 terpaku pada sebuah buku yang memaksa ingatannya kembali ke masa lalu. Novel itu.... Entah sudah berapa lama sejak ia memberikan buku tersebut pada salah seorang mahasiswinya. Rautnya semakin datar. Entah di menit ke berapa ia baru sadar kalau di menit-menit sebelumnya ia hanya terpaku menatap buku novel itu. Kini ia semakin menua, begitu juga dengan buku yang dilihatnya tadi. Ia segera pergi meninggalkan stand “Sumbang Buku” itu sambil selintas batinnya bertanya, “Apa kabar dengan buku yang dulu sempat kuberikan padanya?”