SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
BRONKOPLEURAL FISTULA
OLEH: RUBY FIRDAUS
DEFINISI
• Bronkopleural Fistula (BPF) didefinisikan terjadinya hubungan antara bronkus dan rongga
pleura. (Louis M et al, 2005)
• Bronkopleural Fistula (BPF) adalah saluran sinus antara bronkus dan rongga pleura yang dapat
terjadi akibat pneumonia / empiema nekrosis (anaerobik, piogenik, tuberkulosis, dan jamur),
Keganasan paru, trauma paru tumpul dan tajam atau dapat terjadi akibat komplikasi prosedur,
seperti biopsi paru, drainase selang dada, torakosentesis atau mungkin komplikasi terapi
radiasi. (P. Sarkar et al, 2010)
KLASIFIKASI
• Berdasarkan Anatomis:
1. Central BPF  Hubungan antara Pleura dan Tracheobronchial tree
2. Perifer BPF  Hubungan antara Pleura dan airway distal sampai ke
Bronkus segmental atau parenkim Paru
• Berdasarkan Onset:
1. Early BPF  Fistula yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi awal
paling sering dikaitkan dengan kegagalan dalam teknik pembedahan dan sebagian
besar, dapat diperbaiki dengan operasi ulang.
2. Late BPF  Fistula yang terjadi setelah 30 hari
terkait dengan faktor pasien dan hampir selalu berhubungan dengan empyema.
biasanya dibutuhkan proses penanganan yang kompleks, jangka panjang,
ETIOLOGI
Etiologi terjadinya BPF bervariasi (TABEL 1), yang terbanyak adalah:
1. komplikasi paska operasi paru di ikuti oleh
2. komplikasi infeksi,
3. kemoterapi atau radioterapi pada kanker paru ,
4. persisten pneumotoraks spontan,
5. Trauma pada toraks,
6. ARDS
7. tindakan prosedur invasive pada rongga dada.
PATOFISIOLOGI
• Pembedahan : residual tumor paska operasi, dan penggunaan kemoterapi intratoraks. diseksi
excessive pada peribronkial dan paratrakeal, terdapatnya residual atau rekurensi kanker pada
stump, teknik jahitan, preoperatife radiasi  Bronkopleural fistula
• Infeksi: empiema, pneumonia dan bronkiektasis  meningkatkan resiko terjadinya iskemik
nekrosis dan pengumpulan produksi sekret  menyebabkan bakterial overgrowth yang
menghambat proses penyembuhan  Bronkopleural Fistula
• Non pembedahan : ARDS terutama dengan penggunaan ventilator mekanik yang lama, trauma
toraks, tindakan invasive pada dada, COPD, pneumotoraks spontan  Bronkopleural Fistula
MANIFESTASI KLINIS
AKUT
• Dispnu yang mendadak
• Hipotensi
• Emfisema subkutis
• Pergeseran trakea ataupun
mediastinum
• Batuk purulen.
SUB AKUT
• Malaise
• Demam
• Batuk yang produktif minimal
KRONIK
• Fibrosis pada rongga pleura dan
mediastinum  sering terjadi
pada kasus infeksi
Gejala ekspektorasi dan gejala respirasi lainnya biasanya memburuk dengan pasien berbaring di sisi berlawanan
dengan yang lokasi fisula yang terlibat.
DIAGNOSIS
• Jika terpasang chest tube  nilai ada nya continous bubble ekspiratoar pada WSD  BPF.
• Chest X-Ray :
1. Pertambahan residual air space
2. Munculnya air fluid level yang baru pada post pneumektomi
3. Perubahan air fluid level yang sudah ada
4. Perkembangan Tension Pneumothoraks
5. Penurunan air fluid level melebihi 2cm (jika pasien tidak terpasang chest tube).
DIAGNOSIS
• Jika Pada CT Scan non contrast, selain gambaran pneumotoraks, pneumomediastinum, dan kelainan paru yang
mendasari (Gambar 2), gambaran komunikasi fistula yang sebenarnya dapat terlihat pada sebagian pasien.
• CT Scan Toraks dapat menggambarkan emfisema mediastinum, infiltrasi parenkim, dan pembesaran rongga
pleura, tetapi keberhasilannya dalam menunjukkan adanya BPF masih kontroversial.
• Dengan pencitraan lanjutan dari bronkus atau parenkim paru ke rongga pleura, diagnosis pasti fistula dapat dibuat
( Gambar 3 dan 4).
• Westcott dkk. melaporkan sensitivitas CT dada sebesar 50% saat menunjukkan adanya BPF perifer. Seo dkk.
melaporkan bahwa CT dada berhasil menunjukkan tanda langsung atau tidak langsung dari BPF 86% pasien dengan
BPF sentral, dan 100% pasien dengan BPF perifer.
Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4
CT dada menunjukkan udara di
rongga pleura medial serta
pneumomediastinum pada pasien
dengan fistula bronkomediastinal.
BPF sisi kiri terlihat pada CT Dada.
BPF mungkin tidak selalu sejelas
gambar CT ini.
Gambar CT dada lainnya menunjukkan
BPF sisi kanan. CT Dada juga
memungkinkan pemeriksaan paru-paru
yang tersisa untuk melihat kemungkinan
infiltrat pneumonia dan metastasis
DIAGNOSIS
• Fiberoptic bronchoscopy (FOB)  FOB dan bronkografi selektif dapat digunakan untuk melokalisasi lokasi
fistula. Dalam beberapa kasus, visualisasi langsung dari pembukaan fistula dapat dilakukan (Gambar 5).
• Kehadiran BPF juga ditunjukkan oleh kembalinya gelembung terus menerus pada pencucian bronkial
(Gambar 6).
• Pada pasien di mana BPF tidak terlihat jelas pada bronkoskopi, bronkografi di tempat yang dicurigai dapat
digunakan untuk melokalisasi situs fistula. Pemberian metilen biru secara selektif ke dalam bronkus
segmental dengan kemunculannya selanjutnya di drainase dada juga dapat dikonfirmasi dan melokalisasi
BPF (Gambar 7).
Gambar 5 Gambar 6
BPF dengan bukaan fistula terlihat pada bronkoskopi fibreoptik. Stump bronkial lobus kiri atas yang tampak
sehat menunjukkan kembalinya gelembung
terus menerus pada bilasan bronkus
meningkatkan kecurigaan BPF.
Gambar 5
Gambar 7
Bronkopleural Fistula pasca pneumonektomi,
(A)hidropneumotoraks kanan,
(B) FOB menunjukkan kemungkinan pembukaan
fistula stump bronkial kanan,
(C) Metilen Blue disuntikkan di tempat yang
dicurigai,
(D)munculnya pewarna di system drainase pleura
memastikan diagnosis.
DIAGNOSIS BANDING
• Tension pneumotoraks pada dasarnya merupakan patognomonik untuk BPF.
• Tension pneumothorax juga bisa disebabkan oleh chest tube yang bergeser atau terhalang; memastikan
patensi chest tube saat pencitraan sedang dilakukan dapat membedakan fenomena ini dari BPF yang
sebenarnya.
• Pada pasien yang datang dengan empiema, BPF mungkin terjadi jika efusi mengandung udara, dan ada
kebocoran udara setelah pemasangan chest tube. Kultur efusi dapat membantu membedakan infeksi
anaerobik dari BPF.
• Temuan bronkoskopi dari defek bronkial akan membedakan BPF dari etiologi lain.
TATALAKSANA
• Bila didapatkan gejala tension pneumotoraks ,
drainase dan dekompresi segera perlu dilakukan.
• Pada keadaan distres napas berat dengan gangguan
hemodinamik perlu dipertimbangkan pemasangan
ETT dengan double iv line.
• Pada kasus pulmonary flooding, kontrol airway dan
drainase dengan pengaturan posisi postural juga
diperlukan.
• Bila terjadi dehiscence pada bronkial stump , perlu
direncanakan urgen eksplorasi dan penjahitan ulang.
• Pada kasus empiema , drainase yang adekuat disertai
antibiotik yang tepat harus dilakukan.
• Penyakit maupun kondisi yang mendasari terjadinya
BPF perlu ditangani secara agresif agar manajemen
BPF dapat memberikan hasil yang memuaskan.
• Terdapat 4 faktor yang dibutuhkan agar tatalaksanan
BPF mencapai hasil yang memusakan yaitu kontrol
infeksi yang agresif, drainase rongga toraks yang
adekuat, penutupan fistula dan obliterasi rongga
dada
TATALAKSANA
a. Pemasangan Chest tube
• Pemasangan selang dada di indikasikan pada pasien dengan
high flow BPF dan bila terdapat empiema sebagai drainase.
• Pada pasien dengan ventilasi mekanik, selang dada dapat
digunakan untuk membantu meningkatkan tekanan positif
intrapleural pada fase ekspirasi atau membuat oklusi pada fase
inspirasi dengan tujuan meng efektifkan penggunaan PEEP
serta mengurangi air leak selama ekspirasi dan mengurangi
flow BPF pada inspirasi.
• Ukuran chest tube juga perlu diperhatikan, pada empiema
dapat digunakan no. 32F sedangkan kasus lainnya 24-28F.
• Selain itu selang dada dapat digunakan sebagai alat bantu bila
direncanakan untuk pleurodesis dengan agen kimia
(Bleomisin, Talk).
TATALAKSANA
b. Bronkoskopi
• Selain sebagai alat diagnostik dan evaluasi pada kasus BPF,
Bronkoskopi dapat digunakan sebagai terapi definitif pada BPF.
• Regel et al melaporkan penggunaan Swan-Ganz catheter pada
manajemen pasien dengan distal BPF.
• Balon pada kateter tersebut digunakan untuk melokalisir fistula,
setelah balon di kembangkan, material perekat dialirkan ke
traktus fistula.
• Beberapa komponen perekat yang sering digunakan fibrin glue,
ethanol, Cyanoacrylate glue, ballon catheter occlusion.
• Meskipun belum ada studi terkontrol mengenai prosedur ini mana
yang lebih efektif dan aman, namun prosedur ini dapat menjadi
alternatif pilihan bagi pasien yang tidak memenuhi syarat untuk
dilakukan tindakan pembedahan.
TATALAKSANA
c. Pembedahan
• Keberhasilan dari tindakan pembedahan pada BPF dilaporkan
mencapai 80-95%
• Beberapa tindakan pembedahan yaitu: drainase terbuka disertai
penutupan stump, omental flap, transternal bronkial closure, dan
torakoplasty.
• Prosedur minimal invasif terkini yaitu VATS juga mulai rutin
digunakan dalam tatalaksana BPF.
• Hampir 80 % kasus dapat dilakukan direct closure pada BPF
disertai kombinasi dengan reseksi, penutupan stump dengan
jaringan sehat sampai dengan pneumektomi.
• Hanya pada sebagian kecil pasien yang membutuhkan tindakan
khusus untuk menutup fistula seperti penggunaan flap otot untuk
menutup fistula.
• Fig 1. Teknik penutupan Bronkus
TATALAKSANA
Manajemen Rongga Pleura
• Kasus BPF dalam kaitannya dengan rongga pleura, perlu dipertimbangkan
kemungkinan terjadinya infeksi sampai terbukti tidak kecuali dalam kasus trauma.
• Sehingga salah satu prinsip dalam tatalaksana BPF adalah kontrol infeksi
dengan pemberian antibiotik intravena, drainase yang adekuat rongga pleura
(tertutup ataupun terbuka) disertai dengan asupan nutrisi dan rehabilitasi.
• Sebagian besar pasien cukup efektif hanya dengan drainase menggunakan
selang dada namun pada beberapa kasus yang kronik disertai empiema, drainase
terbuka dapat dilakukan.
• Manajemen pembedahan rongga pleura tergantung pada derajat kontaminasi
(Figure 3). Pada kasus dengan fistula yang kecil dengan minimal kontaminasi dapat
dilakukan Clagett Procedure yaitu dengan drainase pleura terbuka, serial operative
debridement dan penutupan dinding dada dengan pemberian antibiotik.
• Pada kasus dengan kontaminasi berat diperlukan debridemen dan obliterasi
rongga dengan jaringan tubuh, torakoplasti atau drainase terbuka dengan Eloesser
flap (Gambar 10)
• Elloeser Flap
PENCEGAHAN
• Upaya mencegah terjadinya BPF perlu dilakukan
pada saat perawatan preoperatif dan selama
tindakan intraoperatif.
• Meskipun faktor non operatif merupakan faktor
yang sulit di prediksi dalam terjadinya BPF namun
persiapan preoperatif yang baik dapat membantu
meminimalisir terjadinya BPF.
• Persiapan tersebut antara lain penghentian
penggunaan steroid, suplemen nutrisi yang adekuat
dan kontrol infeksi dengan antibiotik yang
adekuat.
Pencegahan BPF intraoperatif merupakan faktor penting yang
perlu diperhatikan oleh ahli bedah antara lain :
 Suplai pembuluh darah harus dijaga karena berkaitan
dengan wound healing pada anastomosis maupun stump
 Minimal diseksi peribronkial dengan minimal handling
mukosa untuk mencegah kerusakan jaringan karena mukosa
dan kartilago dari bronkus mudah sekali cedera
 Stump dari bronkus sebisa mungkin pendek dengan non
tension pada jahitan anastomosis
 Reseksi tumor diusahakan sampai free margin untuk
menghindari residual tumor
PROGNOSIS
• Tingkat kematian bervariasi antara 18% sampai 67%.
• Penyebab kematian yang paling umum adalah pneumonia aspirasi dan sindrom gangguan pernapasan
akut berikutnya atau perkembangan tension pneumothoraks
• Pierson dkk. melaporkan pengalaman bahwa 39 dari 1700 pasien yang menerima ventilasi mekanis
memiliki BPF yang berlangsung setidaknya 24 jam. Kematian keseluruhan pada 39 pasien ini adalah
67%, dan Pierson et al menemukan bahwa kematian lebih tinggi ketika BPF berkembang lebih lambat
daripada di awal penyakit (94% berbanding 45%).
• Laporan menggunakan flap omental dan toraks telah menunjukkan penurunan angka kematian. Sirbu
dkk, menemukan angka kematian pasien BPF menjadi 27,2% (6 dari 22 pasien).
KESIMPULAN
• Bronkopleura Fistula (BPF) didefinisikan terjadinya hubungan antara bronkus dan rongga pleura. Kondisi
ini merupakan kondisi yang membutuhakan diagnosia dan penanganan yang tepat karena dapat meningkatkan
resiko morbiditas dan kematian. Komplikasi paska operasi merupakan penyebab terbanyak terjadinya BPF
diikuti oleh spontan pneumotoraks persisten pada PPOK, TBC, Nekrosis paru pada infeksi, paska kemoterapi
atau radioterapi pada kanker paru.
• Penyakit maupun kondisi yang mendasari terjadinya BPF perlu ditangani secara agresif agar manajemen
BPF dapat memberikan hasil yang memuaskan. Terdapat 4 faktor yang dibutuhkan agar tatalaksanan BPF
mencapai hasil yang memusakan yaitu kontrol infeksi yang agresif, drainase rongga toraks yang adekuat,
penutupan fistula dan obliterasi rongga dada.
Refarat BPF-Ruby (1).pptx

More Related Content

Similar to Refarat BPF-Ruby (1).pptx

Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxDigestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
ririaja1
 
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks (1).pptx
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks (1).pptxefusi-pleura-masive-Pneumotoraks (1).pptx
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks (1).pptx
AbedNegoSebayang
 
BST BTKV Peumotoraks Spontan[1].pptx
BST BTKV Peumotoraks Spontan[1].pptxBST BTKV Peumotoraks Spontan[1].pptx
BST BTKV Peumotoraks Spontan[1].pptx
syifa sari
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi  AKPER PEMKAB MUNA Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi  AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Pneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpointPneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpoint
Dwika Marbun
 
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks.pdf
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks.pdfefusi-pleura-masive-Pneumotoraks.pdf
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks.pdf
MeizaIhsanFakhri
 
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothoraxAsuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Marito Simanungkalit
 

Similar to Refarat BPF-Ruby (1).pptx (20)

Yohan Parulian Sinaga Pneumothorax.pptx
Yohan Parulian Sinaga Pneumothorax.pptxYohan Parulian Sinaga Pneumothorax.pptx
Yohan Parulian Sinaga Pneumothorax.pptx
 
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptxDigestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
Digestive System Disease Breakthrough by Slidesgo-1.pptx
 
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks (1).pptx
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks (1).pptxefusi-pleura-masive-Pneumotoraks (1).pptx
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks (1).pptx
 
Recurrent peumothorax gwanita (1).pptx
Recurrent peumothorax gwanita (1).pptxRecurrent peumothorax gwanita (1).pptx
Recurrent peumothorax gwanita (1).pptx
 
BST BTKV Peumotoraks Spontan[1].pptx
BST BTKV Peumotoraks Spontan[1].pptxBST BTKV Peumotoraks Spontan[1].pptx
BST BTKV Peumotoraks Spontan[1].pptx
 
Leaflet pneumotoraks
Leaflet pneumotoraksLeaflet pneumotoraks
Leaflet pneumotoraks
 
Askep pneumotoraks
Askep pneumotoraksAskep pneumotoraks
Askep pneumotoraks
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi  AKPER PEMKAB MUNA Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi  AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksiGangguan sistem pernapasan akibat infeksi
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi AKPER PEMKAB MUNA
 
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksiGangguan sistem pernapasan akibat infeksi
Gangguan sistem pernapasan akibat infeksi
 
Pneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpointPneumothorax powerpoint
Pneumothorax powerpoint
 
Lp pneumonia
Lp pneumoniaLp pneumonia
Lp pneumonia
 
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks.pdf
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks.pdfefusi-pleura-masive-Pneumotoraks.pdf
efusi-pleura-masive-Pneumotoraks.pdf
 
Embolisme paru
Embolisme paruEmbolisme paru
Embolisme paru
 
178664185 intubasi-pdf
178664185 intubasi-pdf178664185 intubasi-pdf
178664185 intubasi-pdf
 
fisioterapi WSD.docx
fisioterapi WSD.docxfisioterapi WSD.docx
fisioterapi WSD.docx
 
Jurding Blunt Trauma salinan 2.pptx
Jurding Blunt Trauma salinan 2.pptxJurding Blunt Trauma salinan 2.pptx
Jurding Blunt Trauma salinan 2.pptx
 
All moduls Pneumothoraks Empyema.pptx
All moduls Pneumothoraks Empyema.pptxAll moduls Pneumothoraks Empyema.pptx
All moduls Pneumothoraks Empyema.pptx
 
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothoraxAsuhan keperawatan ps dg pneumothorax
Asuhan keperawatan ps dg pneumothorax
 

Recently uploaded (8)

PENGEMBANGAN & PERBANYAKAN TRICHODERMA SP.ppt
PENGEMBANGAN & PERBANYAKAN TRICHODERMA SP.pptPENGEMBANGAN & PERBANYAKAN TRICHODERMA SP.ppt
PENGEMBANGAN & PERBANYAKAN TRICHODERMA SP.ppt
 
TUGAS MANDIRI 3 _ SKETSA KEHIDUPAN BERAGAMA DI INDONESIA.pdf
TUGAS MANDIRI 3 _ SKETSA KEHIDUPAN BERAGAMA DI INDONESIA.pdfTUGAS MANDIRI 3 _ SKETSA KEHIDUPAN BERAGAMA DI INDONESIA.pdf
TUGAS MANDIRI 3 _ SKETSA KEHIDUPAN BERAGAMA DI INDONESIA.pdf
 
3_Kerangka Kompetensi Numerasi - M Ilhamul Qolbi
3_Kerangka Kompetensi Numerasi - M Ilhamul Qolbi3_Kerangka Kompetensi Numerasi - M Ilhamul Qolbi
3_Kerangka Kompetensi Numerasi - M Ilhamul Qolbi
 
Bahasa Arab kelas 4 BAB 6 (kosa kata tentang perlengkapan yang ada di rumah)
Bahasa Arab kelas 4 BAB 6 (kosa kata tentang perlengkapan yang ada di rumah)Bahasa Arab kelas 4 BAB 6 (kosa kata tentang perlengkapan yang ada di rumah)
Bahasa Arab kelas 4 BAB 6 (kosa kata tentang perlengkapan yang ada di rumah)
 
Materi Presentasi Dasar Perkembangan Tanaman.pptx
Materi Presentasi Dasar Perkembangan Tanaman.pptxMateri Presentasi Dasar Perkembangan Tanaman.pptx
Materi Presentasi Dasar Perkembangan Tanaman.pptx
 
2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx
2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx
2. soal ujian sekolah dasar bahasa indonesia.docx
 
Biokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptx
Biokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptxBiokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptx
Biokimia Gizi 13: Metabolisme Mineral 2024.pptx
 
Biokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptx
Biokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptxBiokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptx
Biokimia Gizi 12: Metabolisme Vitamin 2024.pptx
 

Refarat BPF-Ruby (1).pptx

  • 2. DEFINISI • Bronkopleural Fistula (BPF) didefinisikan terjadinya hubungan antara bronkus dan rongga pleura. (Louis M et al, 2005) • Bronkopleural Fistula (BPF) adalah saluran sinus antara bronkus dan rongga pleura yang dapat terjadi akibat pneumonia / empiema nekrosis (anaerobik, piogenik, tuberkulosis, dan jamur), Keganasan paru, trauma paru tumpul dan tajam atau dapat terjadi akibat komplikasi prosedur, seperti biopsi paru, drainase selang dada, torakosentesis atau mungkin komplikasi terapi radiasi. (P. Sarkar et al, 2010)
  • 3. KLASIFIKASI • Berdasarkan Anatomis: 1. Central BPF  Hubungan antara Pleura dan Tracheobronchial tree 2. Perifer BPF  Hubungan antara Pleura dan airway distal sampai ke Bronkus segmental atau parenkim Paru • Berdasarkan Onset: 1. Early BPF  Fistula yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi awal paling sering dikaitkan dengan kegagalan dalam teknik pembedahan dan sebagian besar, dapat diperbaiki dengan operasi ulang. 2. Late BPF  Fistula yang terjadi setelah 30 hari terkait dengan faktor pasien dan hampir selalu berhubungan dengan empyema. biasanya dibutuhkan proses penanganan yang kompleks, jangka panjang,
  • 4. ETIOLOGI Etiologi terjadinya BPF bervariasi (TABEL 1), yang terbanyak adalah: 1. komplikasi paska operasi paru di ikuti oleh 2. komplikasi infeksi, 3. kemoterapi atau radioterapi pada kanker paru , 4. persisten pneumotoraks spontan, 5. Trauma pada toraks, 6. ARDS 7. tindakan prosedur invasive pada rongga dada.
  • 5. PATOFISIOLOGI • Pembedahan : residual tumor paska operasi, dan penggunaan kemoterapi intratoraks. diseksi excessive pada peribronkial dan paratrakeal, terdapatnya residual atau rekurensi kanker pada stump, teknik jahitan, preoperatife radiasi  Bronkopleural fistula • Infeksi: empiema, pneumonia dan bronkiektasis  meningkatkan resiko terjadinya iskemik nekrosis dan pengumpulan produksi sekret  menyebabkan bakterial overgrowth yang menghambat proses penyembuhan  Bronkopleural Fistula • Non pembedahan : ARDS terutama dengan penggunaan ventilator mekanik yang lama, trauma toraks, tindakan invasive pada dada, COPD, pneumotoraks spontan  Bronkopleural Fistula
  • 6. MANIFESTASI KLINIS AKUT • Dispnu yang mendadak • Hipotensi • Emfisema subkutis • Pergeseran trakea ataupun mediastinum • Batuk purulen. SUB AKUT • Malaise • Demam • Batuk yang produktif minimal KRONIK • Fibrosis pada rongga pleura dan mediastinum  sering terjadi pada kasus infeksi Gejala ekspektorasi dan gejala respirasi lainnya biasanya memburuk dengan pasien berbaring di sisi berlawanan dengan yang lokasi fisula yang terlibat.
  • 7. DIAGNOSIS • Jika terpasang chest tube  nilai ada nya continous bubble ekspiratoar pada WSD  BPF. • Chest X-Ray : 1. Pertambahan residual air space 2. Munculnya air fluid level yang baru pada post pneumektomi 3. Perubahan air fluid level yang sudah ada 4. Perkembangan Tension Pneumothoraks 5. Penurunan air fluid level melebihi 2cm (jika pasien tidak terpasang chest tube).
  • 8. DIAGNOSIS • Jika Pada CT Scan non contrast, selain gambaran pneumotoraks, pneumomediastinum, dan kelainan paru yang mendasari (Gambar 2), gambaran komunikasi fistula yang sebenarnya dapat terlihat pada sebagian pasien. • CT Scan Toraks dapat menggambarkan emfisema mediastinum, infiltrasi parenkim, dan pembesaran rongga pleura, tetapi keberhasilannya dalam menunjukkan adanya BPF masih kontroversial. • Dengan pencitraan lanjutan dari bronkus atau parenkim paru ke rongga pleura, diagnosis pasti fistula dapat dibuat ( Gambar 3 dan 4). • Westcott dkk. melaporkan sensitivitas CT dada sebesar 50% saat menunjukkan adanya BPF perifer. Seo dkk. melaporkan bahwa CT dada berhasil menunjukkan tanda langsung atau tidak langsung dari BPF 86% pasien dengan BPF sentral, dan 100% pasien dengan BPF perifer.
  • 9. Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 CT dada menunjukkan udara di rongga pleura medial serta pneumomediastinum pada pasien dengan fistula bronkomediastinal. BPF sisi kiri terlihat pada CT Dada. BPF mungkin tidak selalu sejelas gambar CT ini. Gambar CT dada lainnya menunjukkan BPF sisi kanan. CT Dada juga memungkinkan pemeriksaan paru-paru yang tersisa untuk melihat kemungkinan infiltrat pneumonia dan metastasis
  • 10. DIAGNOSIS • Fiberoptic bronchoscopy (FOB)  FOB dan bronkografi selektif dapat digunakan untuk melokalisasi lokasi fistula. Dalam beberapa kasus, visualisasi langsung dari pembukaan fistula dapat dilakukan (Gambar 5). • Kehadiran BPF juga ditunjukkan oleh kembalinya gelembung terus menerus pada pencucian bronkial (Gambar 6). • Pada pasien di mana BPF tidak terlihat jelas pada bronkoskopi, bronkografi di tempat yang dicurigai dapat digunakan untuk melokalisasi situs fistula. Pemberian metilen biru secara selektif ke dalam bronkus segmental dengan kemunculannya selanjutnya di drainase dada juga dapat dikonfirmasi dan melokalisasi BPF (Gambar 7).
  • 11. Gambar 5 Gambar 6 BPF dengan bukaan fistula terlihat pada bronkoskopi fibreoptik. Stump bronkial lobus kiri atas yang tampak sehat menunjukkan kembalinya gelembung terus menerus pada bilasan bronkus meningkatkan kecurigaan BPF.
  • 12. Gambar 5 Gambar 7 Bronkopleural Fistula pasca pneumonektomi, (A)hidropneumotoraks kanan, (B) FOB menunjukkan kemungkinan pembukaan fistula stump bronkial kanan, (C) Metilen Blue disuntikkan di tempat yang dicurigai, (D)munculnya pewarna di system drainase pleura memastikan diagnosis.
  • 13. DIAGNOSIS BANDING • Tension pneumotoraks pada dasarnya merupakan patognomonik untuk BPF. • Tension pneumothorax juga bisa disebabkan oleh chest tube yang bergeser atau terhalang; memastikan patensi chest tube saat pencitraan sedang dilakukan dapat membedakan fenomena ini dari BPF yang sebenarnya. • Pada pasien yang datang dengan empiema, BPF mungkin terjadi jika efusi mengandung udara, dan ada kebocoran udara setelah pemasangan chest tube. Kultur efusi dapat membantu membedakan infeksi anaerobik dari BPF. • Temuan bronkoskopi dari defek bronkial akan membedakan BPF dari etiologi lain.
  • 14. TATALAKSANA • Bila didapatkan gejala tension pneumotoraks , drainase dan dekompresi segera perlu dilakukan. • Pada keadaan distres napas berat dengan gangguan hemodinamik perlu dipertimbangkan pemasangan ETT dengan double iv line. • Pada kasus pulmonary flooding, kontrol airway dan drainase dengan pengaturan posisi postural juga diperlukan. • Bila terjadi dehiscence pada bronkial stump , perlu direncanakan urgen eksplorasi dan penjahitan ulang. • Pada kasus empiema , drainase yang adekuat disertai antibiotik yang tepat harus dilakukan. • Penyakit maupun kondisi yang mendasari terjadinya BPF perlu ditangani secara agresif agar manajemen BPF dapat memberikan hasil yang memuaskan. • Terdapat 4 faktor yang dibutuhkan agar tatalaksanan BPF mencapai hasil yang memusakan yaitu kontrol infeksi yang agresif, drainase rongga toraks yang adekuat, penutupan fistula dan obliterasi rongga dada
  • 15. TATALAKSANA a. Pemasangan Chest tube • Pemasangan selang dada di indikasikan pada pasien dengan high flow BPF dan bila terdapat empiema sebagai drainase. • Pada pasien dengan ventilasi mekanik, selang dada dapat digunakan untuk membantu meningkatkan tekanan positif intrapleural pada fase ekspirasi atau membuat oklusi pada fase inspirasi dengan tujuan meng efektifkan penggunaan PEEP serta mengurangi air leak selama ekspirasi dan mengurangi flow BPF pada inspirasi. • Ukuran chest tube juga perlu diperhatikan, pada empiema dapat digunakan no. 32F sedangkan kasus lainnya 24-28F. • Selain itu selang dada dapat digunakan sebagai alat bantu bila direncanakan untuk pleurodesis dengan agen kimia (Bleomisin, Talk).
  • 16. TATALAKSANA b. Bronkoskopi • Selain sebagai alat diagnostik dan evaluasi pada kasus BPF, Bronkoskopi dapat digunakan sebagai terapi definitif pada BPF. • Regel et al melaporkan penggunaan Swan-Ganz catheter pada manajemen pasien dengan distal BPF. • Balon pada kateter tersebut digunakan untuk melokalisir fistula, setelah balon di kembangkan, material perekat dialirkan ke traktus fistula. • Beberapa komponen perekat yang sering digunakan fibrin glue, ethanol, Cyanoacrylate glue, ballon catheter occlusion. • Meskipun belum ada studi terkontrol mengenai prosedur ini mana yang lebih efektif dan aman, namun prosedur ini dapat menjadi alternatif pilihan bagi pasien yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan tindakan pembedahan.
  • 17. TATALAKSANA c. Pembedahan • Keberhasilan dari tindakan pembedahan pada BPF dilaporkan mencapai 80-95% • Beberapa tindakan pembedahan yaitu: drainase terbuka disertai penutupan stump, omental flap, transternal bronkial closure, dan torakoplasty. • Prosedur minimal invasif terkini yaitu VATS juga mulai rutin digunakan dalam tatalaksana BPF. • Hampir 80 % kasus dapat dilakukan direct closure pada BPF disertai kombinasi dengan reseksi, penutupan stump dengan jaringan sehat sampai dengan pneumektomi. • Hanya pada sebagian kecil pasien yang membutuhkan tindakan khusus untuk menutup fistula seperti penggunaan flap otot untuk menutup fistula.
  • 18. • Fig 1. Teknik penutupan Bronkus
  • 19. TATALAKSANA Manajemen Rongga Pleura • Kasus BPF dalam kaitannya dengan rongga pleura, perlu dipertimbangkan kemungkinan terjadinya infeksi sampai terbukti tidak kecuali dalam kasus trauma. • Sehingga salah satu prinsip dalam tatalaksana BPF adalah kontrol infeksi dengan pemberian antibiotik intravena, drainase yang adekuat rongga pleura (tertutup ataupun terbuka) disertai dengan asupan nutrisi dan rehabilitasi. • Sebagian besar pasien cukup efektif hanya dengan drainase menggunakan selang dada namun pada beberapa kasus yang kronik disertai empiema, drainase terbuka dapat dilakukan. • Manajemen pembedahan rongga pleura tergantung pada derajat kontaminasi (Figure 3). Pada kasus dengan fistula yang kecil dengan minimal kontaminasi dapat dilakukan Clagett Procedure yaitu dengan drainase pleura terbuka, serial operative debridement dan penutupan dinding dada dengan pemberian antibiotik. • Pada kasus dengan kontaminasi berat diperlukan debridemen dan obliterasi rongga dengan jaringan tubuh, torakoplasti atau drainase terbuka dengan Eloesser flap (Gambar 10)
  • 21. PENCEGAHAN • Upaya mencegah terjadinya BPF perlu dilakukan pada saat perawatan preoperatif dan selama tindakan intraoperatif. • Meskipun faktor non operatif merupakan faktor yang sulit di prediksi dalam terjadinya BPF namun persiapan preoperatif yang baik dapat membantu meminimalisir terjadinya BPF. • Persiapan tersebut antara lain penghentian penggunaan steroid, suplemen nutrisi yang adekuat dan kontrol infeksi dengan antibiotik yang adekuat. Pencegahan BPF intraoperatif merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan oleh ahli bedah antara lain :  Suplai pembuluh darah harus dijaga karena berkaitan dengan wound healing pada anastomosis maupun stump  Minimal diseksi peribronkial dengan minimal handling mukosa untuk mencegah kerusakan jaringan karena mukosa dan kartilago dari bronkus mudah sekali cedera  Stump dari bronkus sebisa mungkin pendek dengan non tension pada jahitan anastomosis  Reseksi tumor diusahakan sampai free margin untuk menghindari residual tumor
  • 22. PROGNOSIS • Tingkat kematian bervariasi antara 18% sampai 67%. • Penyebab kematian yang paling umum adalah pneumonia aspirasi dan sindrom gangguan pernapasan akut berikutnya atau perkembangan tension pneumothoraks • Pierson dkk. melaporkan pengalaman bahwa 39 dari 1700 pasien yang menerima ventilasi mekanis memiliki BPF yang berlangsung setidaknya 24 jam. Kematian keseluruhan pada 39 pasien ini adalah 67%, dan Pierson et al menemukan bahwa kematian lebih tinggi ketika BPF berkembang lebih lambat daripada di awal penyakit (94% berbanding 45%). • Laporan menggunakan flap omental dan toraks telah menunjukkan penurunan angka kematian. Sirbu dkk, menemukan angka kematian pasien BPF menjadi 27,2% (6 dari 22 pasien).
  • 23. KESIMPULAN • Bronkopleura Fistula (BPF) didefinisikan terjadinya hubungan antara bronkus dan rongga pleura. Kondisi ini merupakan kondisi yang membutuhakan diagnosia dan penanganan yang tepat karena dapat meningkatkan resiko morbiditas dan kematian. Komplikasi paska operasi merupakan penyebab terbanyak terjadinya BPF diikuti oleh spontan pneumotoraks persisten pada PPOK, TBC, Nekrosis paru pada infeksi, paska kemoterapi atau radioterapi pada kanker paru. • Penyakit maupun kondisi yang mendasari terjadinya BPF perlu ditangani secara agresif agar manajemen BPF dapat memberikan hasil yang memuaskan. Terdapat 4 faktor yang dibutuhkan agar tatalaksanan BPF mencapai hasil yang memusakan yaitu kontrol infeksi yang agresif, drainase rongga toraks yang adekuat, penutupan fistula dan obliterasi rongga dada.

Editor's Notes

  1. Early BPF paling sering dikaitkan dengan kegagalan dalam Teknik pembedahan dan sebagian besar, dapat diperbaiki dengan operasi ulang. Late BPF biasanya secara sekunder terkait dengan faktor pasien dan hampir selalu berhubungan dengan empiema, dan biasanya dibutuhkan proses penanganan yang kompleks, jangka panjang, dan melelahkan untuk pasien dan juga ahli bedah.
  2. Infectious : Haemophilus influenzae, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Pseudomona aeruginosa, Klebsiella pneumoniae,Pneumococcus Nonhemolytic streptococcus, Aspergillus, Histoplasma capsulatum GI: Gastroesophageal reflux disease with Barrett esophagus, Boerhaave syndrome, Broncholithiasis Malignancy: Lung cancer, Thyroid cancer, Esophageal cancer
  3. Gambar 2. CT dada menunjukkan udara di rongga pleura medial serta pneumomediastinum pada pasien dengan fistula bronkomediastinal.
  4. Fiberoptic bronchoscopy (FOB) dan prosedur terkait telah digunakan untuk melokalisasi / mengkonfirmasi BPF. FOB dan bronkografi selektif dapat digunakan untuk melokalisasi lokasi fistula. Dalam beberapa kasus, visualisasi langsung dari pembukaan fistula dapat dilakukan (Gambar 5). Kehadiran BPF juga ditunjukkan oleh kembalinya gelembung terus menerus pada pencucian bronkial (Gambar 6). Pada pasien di mana BPF tidak terlihat jelas pada bronkoskopi, bronkografi di tempat yang dicurigai dapat digunakan untuk melokalisasi situs fistula. Pemberian metilen biru secara selektif ke dalam bronkus segmental dengan kemunculannya selanjutnya di drainase dada juga dapat dikonfirmasi dan melokalisasi BPF (Gambar 7).
  5. Gambar 2. CT dada menunjukkan udara di rongga pleura medial serta pneumomediastinum pada pasien dengan fistula bronkomediastinal.
  6. Gambar 2. CT dada menunjukkan udara di rongga pleura medial serta pneumomediastinum pada pasien dengan fistula bronkomediastinal.
  7. Sebelum dilakukan manajemen definitif, tatalaksana inisial pada kasus BPF perlu diperhatikan secara tepat dimana hal ini bertujuan untuk mengontrol semua kondisi mengancam nyawa yang berkaitan dengan BPF
  8. Sebelum dilakukan manajemen definitif, tatalaksana inisial pada kasus BPF perlu diperhatikan secara tepat dimana hal ini bertujuan untuk mengontrol semua kondisi mengancam nyawa yang berkaitan dengan BPF
  9. Sebelum dilakukan manajemen definitif, tatalaksana inisial pada kasus BPF perlu diperhatikan secara tepat dimana hal ini bertujuan untuk mengontrol semua kondisi mengancam nyawa yang berkaitan dengan BPF
  10. Sebelum dilakukan manajemen definitif, tatalaksana inisial pada kasus BPF perlu diperhatikan secara tepat dimana hal ini bertujuan untuk mengontrol semua kondisi mengancam nyawa yang berkaitan dengan BPF
  11. Sebelum dilakukan manajemen definitif, tatalaksana inisial pada kasus BPF perlu diperhatikan secara tepat dimana hal ini bertujuan untuk mengontrol semua kondisi mengancam nyawa yang berkaitan dengan BPF