4. Kriteria meliputi 11 Kategori :
1. Kebijakan Halal
2. Tim Manajemen Halal
3. Pendidikan dan Pelatihan
4. Bahan
5. Produk
6. Fasilitas Produksi
7. Prosedur Tertulis untuk aktivitas kritis
8. Penanganan produk untuk yang tidak memenuhi kriteria
9. Mampu Telusur (Traceability)
10. Internal audit
11. Kaji Ulang Manajemen (Management Review)
5. Pimpinan perusahaan harus memiliki kebijakan
tertulis yang menunjukkan bahwa perusahaan
berkomitmen untuk memproduksi produk halal
secara konsisten.
Kebijakan halal disosialisasikan kepada semua
pihak yang berkepentingan.
I. KEBIJAKAN HALAL
6. Pimpinan perusahaan harus mengadakan Tim
Manajemen Halal yang memiliki otoritas untuk
membangun, mengatur dan mengevaluasi Sistem
Jaminan Halal
Tugas dan Tanggung jawan Tim Manajemen Halal harus
didefiniskan secara jelas.
Pimpinan perusahaan harus menyediakan sumberdaya
yang dibutuhkan untuk mempersiapkan, menerapkan
dan memperbaiki secara berkesinambungan dari SJH.
Tim Manajemen Halal terdiri dari semua bagian yang
terlibat dalam aktivitas yang kritis.
II. TIM MANAJEMEN HALAL
7. Perusahaan memiliki prosedur tertulis untuk melatih semua
personil yang terlibat dalam produksi halal.
Pelatihan (internal & eksternal) terjadwal sedikitnya sekali
dalam setahun atau lebih jika memungkinkan.
Pelaksanaan training memenuhi kritetia untuk menjamin
kompetensi personil.
Keryawan baru yg terlihat dalam proses produksi halal harus
mengikuti training dan dievaluasi untuk menjamin kompetensi
yang diharapkan.
Bukti pelatihan dipelihara.
III. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
8. Bahan : bahan baku, tambahan dan penolong
1. Bahan bukan dari babi atau turunannya.
2. Bahan tidak mengandung bahan dari babi dan
turunannya.
3. Bahan bukan khamr (minuman beralkohol) atau
turunannya yg diperoleh melalui pemisahan secara
fisik.
4. Bahan tidak mengandung Khamr dan turunannya
yang diperoleh melalui pemisahan secara fisik
5. Bahan bukan darah, bangkai, dan bagian dari tubuh
manusia.
6. Bahan tidak mengandung darah, bangkai dan
bagian dari tubuh manusia
IV. BAHAN
9. 7. Bahan tidak diproduksi dari fasilitas yang dipergunakan untuk
produk yang menggunakan babi atau turunannya sebagai
salah satu bahannya.
8. Bahan tidak bercampur dengan bahan haram dan najis yang
dapat diturunkan dari bahan tambahan, bahan penolong dan
fasilitas produksi.
9. Bahan yang memiliki kemungkinan diproduksi dengan fasilitas
yang sama dengan bahan dari babi dan atau turunannya harus
didukung dengan surat pernyataan bahwa fasilitas bebas
bahan babi.
10. Bahan turunan hewani : bahan harus dari hewan halal. Untuk
hewan yang disembelih, proses penyembelihan harus sesuai
dengan syariat Islamn(dibuktikan dengan sertifikat halal MUI
atau lembaga yang diakui MUI).
10. 11. Produk Mikrobial
Bahan yang tidak menyebabkan bahaya bagi manusia dan memabukkan.
Media pertumbuhan dan bahan penolong tidak mengandung bahan
dari babi atau turunannya.
Produk mikrobial yang diperoleh tanpa pemisahan, maka media
pertumbuhan harus suci dan dari bahan halal.
Produk mikrobial yang tumbuh pada media yg terkena najis (tersentuh
bahan najis namun bukan berasal dari babi) adalah halal jika produk
dapat dipisahkan dan disucikan menggunakan tathir syar’i
(pembersiahan menggunakan air sejumlah tertentu untuk
membersihkan najis).
Produk Mikrobial yang menggunakan mikroba rekombinan, maka
mikroba yang terlibat tidak menggunakan gen yang berasal dari babi.
11. 12. Alkohol/Ethanol
Alkohol bukan berasal dari industri minuman beralkohol (khamr)
Pada produk yang dikonsumsi langsung, maka kadar alkohol harus tidak
terdeteksi.
Kadar ethanol pada produk intermediet tidak lebih dari 1 %
Produk samping dari industri minuman beralkohol atau turunannya dalam
bentuk cair tidak boleh digunakan jika diperoleh melalui pemisahan
secara fisik.
Produk samping industri minuman beralkohol atau turunannya dalam
bentuk padatan, seperti brewer yeast, dapat digunakan jika telah dicuci
untuk menghilangkan rasa, bau dan warna.
Produk samping minuman beralkohol atau turunannya dapat digunakan
jika bahan/produk merupakan bahan baru yang dihasilkan dari reaksi
kimia atau biotransformasi (menggunakan enzim atau mikroba)
12. 13.Perusahaan memiliki dokumen pendukung
terhadap semua bahan yang digunakan.
14. Perusahaan memiliki prosedur untuk
meyakinkan bahan semua dokumen yang
digunakan adalah valid.
13. Produk : produk akhir, produk intermediet (dijual retail atau bulk). Pada
kasus restoran, menu mencakup seluruh produk yang dijual.
1. Merk / nama produk tidak ber-asosiasi dengan produk haram atau
peribadatan agama/kepercayaan lain.
2. Karakteristik/ Profil sensori produk tidak mengarah atau sama pada
produk haram.
3. Jika suatu produk retail dengan suatu nama telah didaftarkan, maka
semua produk dengan nama yang sama harus didaftarkan.
4. Khusus restoran :
(i) Semua menu yang disajikan harus terdaftar untuk sertifikasi,
(ii) Pengunjung restoran tidak mengkonsumsi makanan dari luar
yang tidak memiliki status halal yang jelas.
V. PRODUK
14. Fasilitas produksi termasuk semua fasilitas yang digunakan untuk memproduksi
produk, dapat dimiliki perusahaan itu sendiri atau menyewa dari perusahaan lain.
Fasilitas produksi termasuk semua fasilitas yang digunakan pada proses
produksi sejak tahap persiapan bahan, proses produksi samapi penyimpanan
produk.
1. Semua nama dan alamat pabrik/fasilitas yang digunakan harus terdaftar.
2. Lini produksi dan peralatan produksi tidak boleh digunakan bergantian untuk
memproduksi produk halal dengan produk yang mengandung babi atau
turunannya.
3. Lini produksi dan peralatan produksi yang pernah digunakan untuk
memproduksi produk yang mengandung babi dan turunannya, jika akan
digunakan untuk memproduksi produk halal, harus dibersihkan dengan
dicuci sebanyak 7x yang salah satunya menggunakan tanah atau bahan lain
yang dapat menghilangkan rasa, bau dan warna. Setelah proses ini, proses
produksi tidak boleh digunakan bergantian dengan produk yang
mengandung babi atau turunannya.
VI. FASILITAS PRODUKSI
15. 4. Lini produksi dan peralatannya yang digunakan secara bersamaan
antara produk yang disertifikasi dan tidak disertifikasi (note: bukan
bahan dari babi atau turunannya) harus dicuci/dibersihkan untuk
meyakinkan tidak terjadi kontaminasi silang.
5. Bahan dan produk yang disimpan di gudang sementara harus
menjamin tidak terjadi kontaminasi silang dengan bahan atau
produk yang berasal dari babi atau turunannya.
6. Metode sampling (untuk bahan dan produk) harus menjamin
bahwa tidak terjadi kontaminasi dengan bahan dari babi dan
turunannya.
7. Fasilitas/tempat Peralatan pencucian tidak digunakan bersamaan
dengan atau bergantian dengan peralatan yang kontak dengan
bahan mengandung babi atau turunannya.
16. Aktivitas Kritis : proses produksi yang terkait yang dapat berpengaruh
terhadap status kehalalan dari produk.
Perusahaan harus memiliki prosedur tertulis yang terkait dengan
penerapan akitivitas kritis
Prosedur tertulis harus dikomunikasikan kepada seluruh pihak yang
terlibat pada aktivitas kritis dan efektivitasnya dievaluasi sedikitnya
sekali setahu.
Hasil evaluasi diberikan kepada semua pihak yang bertanggung jawab
pada tiap aktivitas kritis.
Tindakan koreksi dijalankan dengan batas waktu yang jelas.
VII. PROSEDUR TERTULIS UNTUK AKTIVITAS KRITIS
17. Seleksi Bahan Baru
Perusahaan memiliki prosedur tertulis untuk pemilihan
bahan baru.
Prosedur seleksi harus menjamin bahwa bahan yang
akan digunakan untuk produk yang terdaftar telah
mendapat persetujuan LPPOM MUI.
Bukti persetujuan bahan baru dipelihara.
18. Pembelian (Purchasing)
Perusahaan harus memiliki prosedur tertulis dari
pembelian bahan.
Prosedur harus menjamin bahwa bahan yang dibeli untuk
digunakan pada produk yang disertifikasi telah disetujui
LPPOM MUI
Bukti pembelian bahan dipelihara (maintained)
19. Product Formulation (If Any)
Perusahaan memiliki prosedur tertulis untuk formulasi produk
Perusahaan memiliki formula standar yang tertulis
Prosedur untuk formulasi produk harus menjamin bahwa semua
bahan yang digunakan disetujui oleh LPPOM MUI.
20. Pengecekan Bahan Datang
Perusahaan memiliki prosedur tertulis untuk mengecek
bahan yang datang
Prosedur harus dapat menjamin kesesuaian dengan
informasi yang ada di dokumen pendukung dan tertulis
pada label. Informasi mencakup nama bahan, produsen,
negara asal, logo halal jika dokumen pendukung
menyatakan harus ada logo.
21. Untuk bahan dengan sertifikat halal per pengapalan,
pengecekan bahan harus meyakinkan kesesuaian
informasi yang dinyatakan di sertifikat dengan di label.
Bukti pengecekan barang datang dipelihara.
22. Produksi
Perusahaan harus memiliki prosedur produksi yang
tertulis
Prosedur produksi menjamin bahwa semua bahan yang
digunakan disetujui oleh LPPOM MUI
Prosedur menjamin bahwa formula yang digunakan
sesuai dengan formula standar
Bukti/catatan produksi dipelihara
23. Pencucian (Cleaning)
Perusahaan harus memiliki prosedur tertulis untuk
pencucian fasilitas dan alat produksi.
Prosedur dapat menjamin bahwa tidak terjadi kontaminasi
dari bahan yang tidak halal/najis.
Bahan yang digunakan untuk pembersihan harus tidak
mengandung najis.
Bukti pembersihan dipelihara.
24. Penyimpanan (Storage)
Perusahaan memiliki prosedur tertulis penyimpanan
bahan dan produk.
Prosedur penyimpanan harus menjamin tidak terjadi
kontaminasi bahan dari bahan haram/najis.
Bukti penyimpanan bahan dan produk dipelihara.
25. Perusahaan harus memiliki prosedur tertulis untuk
menanganani produk yang telah dibuat dari bahan dan
fasilitas yang tidak memenuhi kriteria.
Produk yang tidak memenuhi kriteria tidak dijual kepada
konsumen yang membutuhkan produk halal.
Produk yang telah dijual ditarik kembali.
Bukti penanganan produk untuk produk yang tidak
memenuhi kriteria dipelihara.
VIII. PENANGANAN PRODUK YANG TIDAK
SESUAI DENGAN KRITERIA
26. Perusahaan memiliki prosedur tertulis untuk menjamin
mampu telusur dari produk yang disertifikasi.
Prosedur dapat meyakinkan bahwa produk yang
disertifikasi berasal dari bahan yang telah disetujui dan
diproduksi pada fasilitas yang sesuai dengan kriteria.
Jika perusahaan menerapkan sistem pengkodean, maka
perusahaan harus menjamin bahwa : (i) bahan dengan
kode yang sama memiliki status halal yg sama (ii)
Kemamputelusuran dari informasi bahan pada aktivitas
kritis.
IX. MAMPU TELUSUR (Traceability)
27. Perusahaan memiliki prosedur tertulis terkait penerapan audit internal
dari Sistem Jaminan Halal.
Audit internal dilaksanakan minimal setiap enam bulan atau lebih
sering (jika diperlukan).
Audit Internal dilakukan oleh Auditor Halal Internal yang independen
pada wilayah yang akan diaudit.
Hasil audit internal menjadi menjadi perhatian dari personil yang di
audit.
Tindakan koreksi dan batas waktu pelaksanaanya harus ditetapkan.
Hasil tindakan perbaikan diverifikasi untuk meyakinkan tindakan
perbaikan telah tuntas dilaksanakan.
Hasil audit internal dilaporkan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan
berkala (Laporan enam bulanan)
X. AUDIT INTERNAL
28. Pimpinan perusahaan harus melakukan kaji ulang terhadap
efektifitas SJH sedikitnya satu tahun sekali, atau lebih sering jika
diperlukan.
Hasil evaluasi disampaikan kepada semua pohak yang bertanggung
jawab.
Tindaklanjut penyelesaian dan batas waktunya juga ditetapkan
dengan jelas.
Bukti kaji ulang manajemen di pelihara.
XI. KAJI ULANG MANAJEMEN