SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
MAKALAH DASAR-DASAR ILMU SOSIAL
Tentang
Kehidupan Sehari-hari Sebagai Konstruksi Sosial (Peter L Berger)
Oleh Kelompok 3 :
1. Amelia Natasya Putri 2113010024
2. Audia Nurul Hafi 2113010035
3. Ayu Assari 2113010154
4. Nadhratul Marhamah 2113010005
5. Maulana Rafid 21130100
Dosen Pengampu :
Muliono, MA
PRODI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1444 / 2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya senantiasa membimbing manusia dengan petunjuk-Nya dan tak lupa shalawat
serta salam kita hadiahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya
kezaman yang berilmu pengetahuan yang kita rasakan saat sekarang ini.
Pada makalah ini, pemakalah membahas tentang “Kehidupan Sehari-hari Sebagai
Konstruksi Sosial (Peter L Berger)” yang mana disusunnya makalah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas dari bapak Muliono,MA selaku dosen pengampu dalam mata kuliah “Dasar-
Dasar Ilmu Sosial”.
Kami kelompok 3 mengucapkan terimakasih kepada bapak dosen Mulio,MA karena
arahan dan bimbingannya kami darikelompok 3 dapat menyeleseikan makalah kami dengan
tepat waktu dan tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman atas
konstribusinya yang mana ikut andil dan dalam pembuatan makalah ini .
Diluar itu, pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengaharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari pembaca dan dosen yang mengajar menjadi acuandan bekal pengalaman bagi
kami untuk lebih baik di masa yang akan datang. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga
makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat bagi kita
yang membaca dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Padang, 25 September 2022
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................................
A. Latar Belakang ................................................................................................................
B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................
C. Tujuan ....................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................
1. Pengertian Konstruksi Sosial...........................................................................................
2. Konstruksi Sosial Sebagai Teori......................................................................................
3. Konsep teori Konstruksi Sosial........................................................................................
a. Eksternalisasi ..................................................................................................................
b. Objektifikasi ....................................................................................................................
c. Internalisasi .....................................................................................................................
4. Kehidupan sehari-hari sebagai Konstruksi Sosial............................................................
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................
A. KESIMPULAN ...............................................................................................................
B. SARAN ...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peter ludwig berger merupakan seorang teolog dan sosiolog. Ia lahir pada tanggal 17
Maret 1929 di Wina, Austria. Setelah perang dunia II berakhir berger bersama
keluarganya pindah ke Amerika.Ia lulus dari Wagner Cllege pada tahun 1949 dengan
gelar Bachelor of Arts. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya di New York (New school
for social Research dan mendapat gelar M.A.(1950) dan Ph.D.(1952). Berger menikah
dengan Brigitte Kellner pada 28 September 1959 dan dikaruniai 2 orang anak, Thomas
Ulrich dan Michael George.
Perjalanan karir berger dimulai pada tahun 1955-1956,ia bekerja di Evangelische
profesor muda di Universitas North Carolina. Berger kemudian menjadi profesor muda
di New School For Research ,Universitas Rutgers, dan Boston College. Peranan sentral
sosiologi pengetahuan sebagai instrument penting membangun teori sosiologi lewat
penulisan buku yang berjudul Sosial Contruction of Reality: A Treatise in The
Sociology of knowledge", yang merupakan hasil kerja sama antara ahli sosiologi dan
ahli filsafat, terutama dari fenomenologi dan ilmu-ilmu pengetahuan alam terutama
biologiAdapun beberapa karya yang terkenal Berger adalahInvitation to sociology :A
humanistic Perspektif(1963),The social Construction of Reality ditulis bersama
Thomas Luchmann (1966),A Rumor of Angels:Modern society and Rediscovery of the
supernatural(1969).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Konstruksi Sosial?
2. Apa itu Konstruksi Sosial sebagai teori?
3. Konsep teori Konstruksi Sosial ? (Eksternalisasi,Objektifikasi,Internalisasi)
4. Apa Manfaat Konstruksi sosial?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar pembaca mengetahui Pengertian Konstruksi Sosial
2. Agar pembaca tahu Apa itu Konstruksi Sosial sebagai teori
3. Agar tahu Konsep teori Konstruksi Sosial ? (Eksternalisasi,Objektifikasi,Internalisasi)
4. Agar pembaca tahu Kehidupan sehari-hari sebagai Konstruksi Sosial
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstruksi Sosial
Menurut Berger dan Luckmann (1990:28-65) kontsruksi sosial dibangun melalui 2 cara :
 Mendefinisikan tentang kenyataan atau realitas dan pengetahuan. Realitas sosial adalah
sesuatu yang tersirat di dalam pergaulan sosial yang diungkapkan secara sosial melalui
komunikasi bahasa, kerjasama melalui bentuk-bentuk organisasi sosial dan seterusnya.
Realitas sosial ditemukan dalam pengalaman intersubjektif, sedangkan pengetahuan
mengenai realitas sosial adalah berkaitan dengan kehidupanbermasyarakat dengan segala
aspeknya, meliputi ranah kognitif, psikomotorik, emosional dan intuitif.
 Untuk meneliti sesuatu yang intersubjektif tersebut, Berger menggunakan paradigma
berpikir Durkheim mengenai objektivitas, dan paradigma Weber mengenai subjektivitas.
Jika Durkheim memposisikan objektivitas di atas subjektivitas (masyarakat di atas
individu), sementara Weber menempatkan subjektivitas di atas objektivitas (individu di
atas masyarakat), maka Berger melihat keduanya sebagai entitas yang tidak terpisahkan.
Masyarakat menurut Berger merupakan realitas objektif sekaligus subjektif. Sebagai
realitas objektif, masyarakat berada di luar diri manusia dan berhadapan dengannya.
Sedangkan sebagai realitas subjektif, individu berada di dalam masyarakat sebagai bagian
yang tak terpisahkan. Dengan kata lain, bahwa individu adalah pembentuk masyarakat dan
masyarakat juga pembentuk individu.
Menurut Bungin dalam buku “Sosiologi Komunikasi” (2008:1), realitas sosial
merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia bebas
yang melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Individu menjadi
penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah
sosok korban sosial, namun merupakan sebagai mesin produksi sekaligus reproduksi yang
kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya.Berger danLuckman dalam Bungin
(2008:14) mulai menjelaskan:
“Realitas sosial dengan memisahkan pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Realitas
diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui sebagai
memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri.
Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan
memiliki karakteristik yang spesifik.”
Berger dan Luckman dalam Bungin mengatakan terjadi dialektika antara indivdu
menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Dalam teori konstruksi
sosial dikatakan, bahwa manusia yang hidup dalam konteks sosial tertentumelakukan
proses interaksi secara simultan dengan lingkungannya. Dalam teori ini Berger
menjelaskan bahwa proses kehidupan manusia terjadi melalui tiga momen simultan, yaitu
eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. 1
B. Konstruksi Sosial Sebagai Teori
Berger menulis risalat teoritis utamanya, The Social Construction of Reality (1966)
bersama-sama dengan seorang sosiolog Jerman, Tho mas Luckmann. Walau merupakan karya
bersama, tetapi teori yang dikembangkan di dalamnya telah pernah diketengahkan dalam
karyanya yang lebih awal yaitu Invitation to Sociology (1963), dan dalam analisa lanjut yang
sering digunakan Berger. Karya ini sebenarnya merupakan dasar bagi tulisan Berger di
kemudian hari, yang dipersiapkan sebagai bacaan populer, dan terutama untuk kaum ilmuwan
sosial.
Berger dan Luckman (1966:1) meringkas teori mereka dengan menyatakan "realitas
terbentuk secara sosial" dan sosiologi ilmu pengetahuan (sociology of knowledge) harus
menganalisa proses bagaimana hal itu terjadi. Mereka mengakui realitas obyektif, dengan
membatasi realitas sebagai "kualitas yang berkaitan dengan fenomena yang kita anggap berada
di luar kemauan kita (sebab ia tidak dapat dienyahkan)". Menurut Berger dan Luckman kita
semua mencari penge tabuan atau "kepastian bahwa fenomena adalah riil adanya dan memiliki
karakteristiky yang khusus" dalam kehidupan kita sehari-hari. Sosiologi terlibat dalam
pencarian "pengetahuan" dan "realitas" yang lebih khusus, yang berada di tengah-tengah; di
antara orang awam dan para filosof". Orang awam "mengetahui" realitasnya tanpa bersusah
payah meng gunakan analisa sistematis. Di pihak lain, para filosof dipaksa untuk mengetahui
apakah pengetahuan itu valid atau tidak. Kepada para sosiolog tidak bisa disodorkan
pertanyaan filsafat seperti, apa sebenar nya yang riil? Sebaliknya pertanyaan itu harus terpusat
pada soal bagaimana realitas sosial terjadi, terlepas apapun validitasnya. Para sosiolog tidak
1
B Putera Manuaba, Korespondensi, (Surabaya : Kencana), h.221
memperdebatkan apakah kursi benar-benar kursi atau keluarga benar-benar keluarga; label
yang demikian itu mereka ambil begitu saja, tanpa dipertanyakan. Mereka menerima berbagai
realitas masyarakat yang nyata dan dari sinilah analisa itu dilanjutkan dengan Garfinkel, Berger
menegaskan realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi-dimensi subyektif dan obyektif.
Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang obyektif melalui proses
eksternalisasi, sebagaimana ia mempengaruhinya melalui proses internalisasi (yang
mencerminkan realitas subyektif). Dalam mode yang dialektis, di mana terdapat tesa, anti tesa
dan sintesa, Berger melihat masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk
masyarakat. Selanjutnya kita akan menjelajahi berbagai implikasi dimensi realitas subyektif
dan obyektif, maupun proses dialektis dari obyek tivikasi, internalisasi, dan eksternalisasi.
Masyarakat Sebagai Realitas Obyektif
Sejalan dengan Durkheim dan tradisi kaum fungsionalisme struk tural Berger mengakui
eksistensi realitas sosial obyektif yang dapat dilihat dalam hubungannya dengan lembaga-
lembaga sosial. Akan tetapi, aturan sosial ini bukan merupakan bagian dari "hakikat benda".
Dia tidak lahir seperti halnya Dewi Minerva yang lahir dari kepala Zeus; ia hanya sebagai
"produk kegiatan manusia" (Berger and Luckman, 1966: 52). Berger sependapat dengan
Durkheim yang melihat struktur sosial yang obyektif ini memang memiliki karakter tersendiri,
tetapi asal mulanya harus dilihat sehubungan dengan eksternalisasi manusia atau inter aksi
manusia dalam struktur yang sudah ada. Eksternalisasi ini kemudian memperluas
institusionalisasi aturan sosial, sehingga struktur meru pakan satu proses yang kontinyu, bukan
sebagai suatu penyelesaian yang sudah tuntas. Sebaliknya, realitas obyektif yang terbentuk
melalui eksternalisasi kembali membentuk manusia dalam masyarakat. Proses dialektika ini
merupakan proses yang berjalan terus, di mana internalisasi dan eksternalisasi menjadi
"momen" dalam sejarah.
Masyarakat Sebagai Realitas Subyektif
Bila para sosiolog naturalistis memberi tekanan pada tertib struk tural yang obyektif, para
sosiolog interpretatif menggugah kesadaran kita terhadap arti penting dunia subyektif manusia.
Kita sudah melihat bagaimana Blumer, Goffman dan Garfinkel menekankan bahwa realitas
subyektif berada di atas struktur obyektif. Walau dalam pembahasan struktur mereka banyak
memberikan kesempatan dan usaha-usaha teoritis, Berger memberi tekanan yang sama pada
dunia subyektif. Dalam proses pembentukan realitas itu obyektivikasi di hanya merupakan
salah satu "momen". Dua momen lain dalam proses dialektis ini - interna lisasi dan
eksternalisasi-merupakan usaha mensintesakan kedua per spektif itu.
Melalui proses internalisasi atau sosialisasi inilah orang menjadi anggota suatu masyarakat.
Dalam tradisi psikologi sosial, Berger dan Luckmann (1966: 130) menguraikan sosialisasi
primer sebagai sosialisasi awal yang dialami individu di masa kecil, di saat mana dia
diperkenalkan pada dunia sosial obyektif. Individu berhadapan dengan orang-orang lain yang
cukup berpengaruh (orang tua atau pengganti orang tua), dan bertanggung jawab terhadap
sosialisasi anak. Batasan realitas yang berasal dari orang lain yang cukup berpengaruh itu
dianggap oleh si anak sebagai realitas obyektif.2
C. Konsep Teori Konstruksi Sosial
a. Eksternalisasi
Eksternalisasi adalah suatu pencurahan kedirian manusia terus-menerus ke dalam dunia,
baik dalam aktivitas fisis maupun mentalnya. Eksternalisasi merupakan keharusan
antropologis; keberadaan manusia tidak mungkin berlangsung dalam suatu
lingkungan interioritas yang tertutup dan tanpa-gerak. Keberadaannya harus terus-menerus
mencurahkan kediriannya dalam aktivitas. Keharusan antropologis itu berakar dalam
kelengkapan biologis manusia yang tidak stabil untuk berhadapan dengan lingkungannya
(Berger dan Luckmann, 1990: 75: Berger, 1994: 5–6).
Kedirian manusia adalah melakukan eksternalisasi yang terjadi sejak awal, karena ia
dilahirkan belum selesai, berbeda dengan binatang yang dilahirkan dengan organisme yang
lengkap. Untuk menjadi manusia, ia harus mengalami perkembangan kepribadian dan
perolehan budaya (Berger, 1994: 5–6). Keadaan manusia yang belum selesai pada saat
dilahirkan, membuat dirinya tidak terspesialisasi dari struktur instinktualnya, atau dunianya
tidak terprogram. Dunia manusia adalah dunia yang
dibentuk (dikonstruksi) oleh aktivitas manusia sendiri; ia harus membentuk dunianya
sendiri dalam hubungannya dengan dunia (Berger, 1994: 6–7).
Dunia manusia yang dibentuk itu adalah kebudayaan, yang tujuannya memberikan
struktur-struktur yang kokoh yang sebelumnya tidak dimilikinya secara biologis. Oleh
2
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010), h.300-304
karena merupakan bentukan manusia, struktur-struktur itu bersifat tidak stabil dan selalu
memiliki kemungkinan berubah. Itulah sebabnya, kebudayaan selalu dihasilkan dan
dihasilkan kembali oleh manusia. Ia terdiri atas totalitas produk-produk manusia, baik yang
berupa material dan nonmaterial (Berger, 1994: 8). Manusia menghasilkan berbagai jenis
alat, dan dengan alat-alat itu pula manusia mengubah lingkungan fisis dan alam sesuai
dengan kehendaknya. Manusia menciptakan bahasa dan membangun simbol-simbol yang
meresapi semua aspek kehidupannya. Adapun pembentukan kebudayaan nonmaterial
selalu sejalan dengan aktivitas manusia yang secara fisis mengubah lingkungannya.
Akibatnya, masyarakat merupakan bagian tidak terpisahkan dari kebudayaan nonmaterial.
Masyarakat adalah aspek dari kebudayaan nonmaterial yang membentuk hubungan
kesinambungan antara manusia dengan sesamanya, sehingga ia menghasilkan suatu dunia,
yakni dunia sosial (Berger, 1994: 8–9).Masyarakat merupakan bentuk formasi sosial
manusia yang paling istimewa, dan ini lekat dengan keberadaan manusia sebagai homo
sapiens (makhluk sosial). Maka itu, manusia selalu hidup dalam kolektivitas, dan akan
kehilangan kolektivitasnya jika terisolir dari manusia lainnya. Aktivitas manusia dalam
membangun-dunia pada hakikatnya merupakan aktivitas kolektif. Kolektivitas itulah yang
melakukan pembangunan-dunia, yang merupakan realitas sosial. Manusia menciptakan
alat-alat, bahasa, menganut nilai-nilai, dan membentuk lembaga-lembaga. Manusia juga
yang melakukan proses sosial sebagai pemelihara aturan-aturan sosial (Berger, 1994:
9210).
b. Objektivikasi
Bagi Berger, masyarakat adalah produk manusia, berakar pada fenomena eksternalisasi.
Produk manusia (termasuk dunianya sendiri), kemudian berada di luar dirinya,
menghadapkan produk-produk sebagai faktisitas yang ada di luar dirinya. Meskipun semua
produk kebudayaan berasal dari (berakar dalam) kesadaran manusia, namun produk bukan
serta-merta dapat diserap kembali begitu saja ke dalam kesadaran. Kebudayaan berada di
luar subjektivitas manusia, menjadi dunianya sendiri. Dunia yang diproduksi manusia
memperoleh sifat realitas objektif (Berger, 1994: 11–12). Semua aktivitas manusia yang
terjadi dalam eksternalisasi, menurut Berger dan Luckmann (1990: 75–76), dapat
mengalami proses pembiasaan (habitualisasi) yang kemudian mengalami pelembagaan
(institusionalisasi) (Berger dan Luckmann, 1990: 75–76). Kelembagaan berasal dari proses
pembiasaan atas aktivitas manusia. Setiap tindakan yang sering diulangi, akan menjadi
pola. Pembiasaan, yang berupa pola, dapat dilakukan kembali di masa mendatang dengan
cara yang sama, dan juga dapat dilakukan di mana saja. Di balik pembiasaan ini, juga sangat
mungkin terjadi inovasi. Namun, proses-proses pembiasaan mendahului sikap
pelembagaan. Pelembagaan, bagi Berger dan Luckmann (1990: 77–84), terjadi apabila ada
tipifikasi yang timbal-balik dari tindakan-tindakan yang terbiasakan bagi berbagai tipe
pelaku. Lembaga-lembaga juga mengendalikan perilaku manusia dengan menciptakan
pola-pola perilaku. Pola-pola inilah yang kemudian mengontrol yang melekat pada
pelembagaan. Segmen kegiatan manusia yang telah dilembagakan berarti telahditempatkan
di bawah kendali sosial. Misalnya, dalam masyarakat Bali, lembaga hukum adat dapat
memberikan sanksi kepada anggota masyarakat yang melanggar adat. Sebagai dunia
objektif, bentukan-bentukan sosial dapat diteruskan kepada generasi selanjutnya lewat
sosialisasi. Dalam fase-fase awal sosialisasi, si anak belum mampu untuk membedakan
antara objektivitas fenomena-fenomena alam dan objektivitas bentukan-bentukan sosial
(Berger dan Luckmann, 1990: 85). Contohnya, bahasa bagi anak seperti tampak sudah
melekat pada kodrat benda-benda.
c. Internalisasi
Internalisasi adalah suatu pemahaman atau penafsiran individu secara langsung atas
peristiwa objektif sebagai pengungkapan makna. Berger dan Luckmann (1990: 87)
menyatakan, dalam internalisasi, individu mengidentifikasikan diri dengan berbagai
lembaga sosial atau organisasi sosial di mana individu menjadi anggotanya. Internalisasi
merupakan peresapan kembali realitas oleh manusia dan mentransformasikannya kembali
dari struktur-struktur dunia objektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif (Berger,
1994: 5).
internalisasi dipahami dalam arti umum, yakni merupakan dasar: pertama, bagi pemahaman
mengenai sesama, dan kedua, bagi pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang
maknawi dari kenyataan sosial (Berger dan Luckmann, 1990: 186). Selanjutnya dikatakan
Berger dan Luckmann (1990: 187), baru setelah mencapai taraf internalisasi inilah individu
menjadi anggota masyarakat. Proses untuk mencapai taraf itu dilakukan dengan sosialisasi.
Ada dua macam sosialisasi, yakni: pertama, sosialisasi primer, adalah sosialisasi pertama
yang dialami individu dalam masa kanak-kanak. Kedua, sosialisasi sekunder, adalah setiap
proses berikutnya ke dalam sektor-sektor baru dunia objektif masyarakatnya.
Internalisasi berlangsung karena adanya upaya untuk identifikasi. Si anak mengoper
peranan dan sikap orang-orang yang berpengaruh, dan menginternalisasi serta
menjadikannya peranan sikap dirinya. Dengan mengidentifikasi orang-orang yang
berpengaruh itulah anak mampu mengidentifikasi dirinya sendiri, untuk memperoleh suatu
identitas yang secara subjektif koheren dan masuk akal. Diri merupakan suatu entitas yang
direfleksikan, yang memantulkan sikap yang mula-mula diambil dari orang-orang yang
berpengaruh terhadap entitas diri itu. Sosialisasi primer menciptakan di dalam kesadaran
anak suatu abstraksi yang semakin tinggi
dari peranan-peranan dan sikap orang-orang lain tertentu ke peranan-peranan dan sikap-
sikap pada umumnya.

More Related Content

Similar to MAKALAH DASAR-DASAR ILMU SOSIAL KLP3.docx

bahan kuliah sosiologi untuk mahasiswa dan umum yg menekuni sosilogi, bisa un...
bahan kuliah sosiologi untuk mahasiswa dan umum yg menekuni sosilogi, bisa un...bahan kuliah sosiologi untuk mahasiswa dan umum yg menekuni sosilogi, bisa un...
bahan kuliah sosiologi untuk mahasiswa dan umum yg menekuni sosilogi, bisa un...
FakhrurraziSHIMSiFak
 
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didangSMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
sekolah maya
 
PUM1 - 1StrukturalismeFungsionalismeGestalt
PUM1 - 1StrukturalismeFungsionalismeGestaltPUM1 - 1StrukturalismeFungsionalismeGestalt
PUM1 - 1StrukturalismeFungsionalismeGestalt
mfrids
 
Realitas media dan konstruksi sosial media massa
Realitas media dan konstruksi sosial media massaRealitas media dan konstruksi sosial media massa
Realitas media dan konstruksi sosial media massa
University of Andalas
 
kelompok 6 teori pembelajaran.docx
kelompok 6 teori pembelajaran.docxkelompok 6 teori pembelajaran.docx
kelompok 6 teori pembelajaran.docx
ThasyaMonika
 
Makalah hubungan antarpribadi
Makalah hubungan antarpribadiMakalah hubungan antarpribadi
Makalah hubungan antarpribadi
aisy12
 
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptxkd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
firmansyah960116
 

Similar to MAKALAH DASAR-DASAR ILMU SOSIAL KLP3.docx (20)

TUGAS BESAR 1_ SOSIOLOGI KOMUNIKASI_ AMBARWATI _44321120002.pdf
TUGAS BESAR 1_ SOSIOLOGI KOMUNIKASI_ AMBARWATI _44321120002.pdfTUGAS BESAR 1_ SOSIOLOGI KOMUNIKASI_ AMBARWATI _44321120002.pdf
TUGAS BESAR 1_ SOSIOLOGI KOMUNIKASI_ AMBARWATI _44321120002.pdf
 
bahan kuliah sosiologi untuk mahasiswa dan umum yg menekuni sosilogi, bisa un...
bahan kuliah sosiologi untuk mahasiswa dan umum yg menekuni sosilogi, bisa un...bahan kuliah sosiologi untuk mahasiswa dan umum yg menekuni sosilogi, bisa un...
bahan kuliah sosiologi untuk mahasiswa dan umum yg menekuni sosilogi, bisa un...
 
PROSES_SOSIAL_DAN_INTERAKSI_SOSIAL.docx
PROSES_SOSIAL_DAN_INTERAKSI_SOSIAL.docxPROSES_SOSIAL_DAN_INTERAKSI_SOSIAL.docx
PROSES_SOSIAL_DAN_INTERAKSI_SOSIAL.docx
 
Makalah etika
Makalah etikaMakalah etika
Makalah etika
 
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didangSMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
SMP-MTs kelas07 pengetahuan sosial 1 didang
 
PUM1 - 1StrukturalismeFungsionalismeGestalt
PUM1 - 1StrukturalismeFungsionalismeGestaltPUM1 - 1StrukturalismeFungsionalismeGestalt
PUM1 - 1StrukturalismeFungsionalismeGestalt
 
Manusia sebagai Makhluk Budaya
Manusia sebagai Makhluk Budaya Manusia sebagai Makhluk Budaya
Manusia sebagai Makhluk Budaya
 
Nilai Nilai Universal Pancasila
Nilai Nilai Universal PancasilaNilai Nilai Universal Pancasila
Nilai Nilai Universal Pancasila
 
Konsep Dasar Sosiologi IPS
Konsep Dasar Sosiologi IPSKonsep Dasar Sosiologi IPS
Konsep Dasar Sosiologi IPS
 
Kelompok5isbd 131216144333-phpapp02
Kelompok5isbd 131216144333-phpapp02Kelompok5isbd 131216144333-phpapp02
Kelompok5isbd 131216144333-phpapp02
 
Makalah atribusi sosial
Makalah atribusi sosialMakalah atribusi sosial
Makalah atribusi sosial
 
landasan sosiologi dan antropologi pendidikan
landasan sosiologi dan antropologi pendidikanlandasan sosiologi dan antropologi pendidikan
landasan sosiologi dan antropologi pendidikan
 
Realitas media dan konstruksi sosial media massa
Realitas media dan konstruksi sosial media massaRealitas media dan konstruksi sosial media massa
Realitas media dan konstruksi sosial media massa
 
Makalah_UAS_Soskom_Kel 10.docx
Makalah_UAS_Soskom_Kel 10.docxMakalah_UAS_Soskom_Kel 10.docx
Makalah_UAS_Soskom_Kel 10.docx
 
kelompok 6 teori pembelajaran.docx
kelompok 6 teori pembelajaran.docxkelompok 6 teori pembelajaran.docx
kelompok 6 teori pembelajaran.docx
 
Sosiologi
SosiologiSosiologi
Sosiologi
 
Makalah hubungan antarpribadi
Makalah hubungan antarpribadiMakalah hubungan antarpribadi
Makalah hubungan antarpribadi
 
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptxkd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
kd-3.1-kelas-x-peran-dan-fungsi-sosiologi-dalam-masyarakat-1.pptx
 
Sosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanian
Sosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanianSosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanian
Sosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanian
 
Urgensi teori sosiologi dalam ilmu pengetahuan
Urgensi teori sosiologi dalam ilmu pengetahuanUrgensi teori sosiologi dalam ilmu pengetahuan
Urgensi teori sosiologi dalam ilmu pengetahuan
 

MAKALAH DASAR-DASAR ILMU SOSIAL KLP3.docx

  • 1. MAKALAH DASAR-DASAR ILMU SOSIAL Tentang Kehidupan Sehari-hari Sebagai Konstruksi Sosial (Peter L Berger) Oleh Kelompok 3 : 1. Amelia Natasya Putri 2113010024 2. Audia Nurul Hafi 2113010035 3. Ayu Assari 2113010154 4. Nadhratul Marhamah 2113010005 5. Maulana Rafid 21130100 Dosen Pengampu : Muliono, MA PRODI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG 1444 / 2022
  • 2. KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya senantiasa membimbing manusia dengan petunjuk-Nya dan tak lupa shalawat serta salam kita hadiahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya kezaman yang berilmu pengetahuan yang kita rasakan saat sekarang ini. Pada makalah ini, pemakalah membahas tentang “Kehidupan Sehari-hari Sebagai Konstruksi Sosial (Peter L Berger)” yang mana disusunnya makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari bapak Muliono,MA selaku dosen pengampu dalam mata kuliah “Dasar- Dasar Ilmu Sosial”. Kami kelompok 3 mengucapkan terimakasih kepada bapak dosen Mulio,MA karena arahan dan bimbingannya kami darikelompok 3 dapat menyeleseikan makalah kami dengan tepat waktu dan tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman atas konstribusinya yang mana ikut andil dan dalam pembuatan makalah ini . Diluar itu, pemakalah menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengaharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca dan dosen yang mengajar menjadi acuandan bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat bagi kita yang membaca dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Padang, 25 September 2022 Kelompok 3
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... A. Latar Belakang ................................................................................................................ B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... C. Tujuan .................................................................................................................... BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 1. Pengertian Konstruksi Sosial........................................................................................... 2. Konstruksi Sosial Sebagai Teori...................................................................................... 3. Konsep teori Konstruksi Sosial........................................................................................ a. Eksternalisasi .................................................................................................................. b. Objektifikasi .................................................................................................................... c. Internalisasi ..................................................................................................................... 4. Kehidupan sehari-hari sebagai Konstruksi Sosial............................................................ BAB III PENUTUP ................................................................................................................... A. KESIMPULAN ............................................................................................................... B. SARAN ........................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................
  • 4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peter ludwig berger merupakan seorang teolog dan sosiolog. Ia lahir pada tanggal 17 Maret 1929 di Wina, Austria. Setelah perang dunia II berakhir berger bersama keluarganya pindah ke Amerika.Ia lulus dari Wagner Cllege pada tahun 1949 dengan gelar Bachelor of Arts. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya di New York (New school for social Research dan mendapat gelar M.A.(1950) dan Ph.D.(1952). Berger menikah dengan Brigitte Kellner pada 28 September 1959 dan dikaruniai 2 orang anak, Thomas Ulrich dan Michael George. Perjalanan karir berger dimulai pada tahun 1955-1956,ia bekerja di Evangelische profesor muda di Universitas North Carolina. Berger kemudian menjadi profesor muda di New School For Research ,Universitas Rutgers, dan Boston College. Peranan sentral sosiologi pengetahuan sebagai instrument penting membangun teori sosiologi lewat penulisan buku yang berjudul Sosial Contruction of Reality: A Treatise in The Sociology of knowledge", yang merupakan hasil kerja sama antara ahli sosiologi dan ahli filsafat, terutama dari fenomenologi dan ilmu-ilmu pengetahuan alam terutama biologiAdapun beberapa karya yang terkenal Berger adalahInvitation to sociology :A humanistic Perspektif(1963),The social Construction of Reality ditulis bersama Thomas Luchmann (1966),A Rumor of Angels:Modern society and Rediscovery of the supernatural(1969). B. Rumusan Masalah 1. Apa Pengertian Konstruksi Sosial? 2. Apa itu Konstruksi Sosial sebagai teori? 3. Konsep teori Konstruksi Sosial ? (Eksternalisasi,Objektifikasi,Internalisasi) 4. Apa Manfaat Konstruksi sosial? C. Tujuan Penulisan 1. Agar pembaca mengetahui Pengertian Konstruksi Sosial 2. Agar pembaca tahu Apa itu Konstruksi Sosial sebagai teori 3. Agar tahu Konsep teori Konstruksi Sosial ? (Eksternalisasi,Objektifikasi,Internalisasi) 4. Agar pembaca tahu Kehidupan sehari-hari sebagai Konstruksi Sosial
  • 5. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Konstruksi Sosial Menurut Berger dan Luckmann (1990:28-65) kontsruksi sosial dibangun melalui 2 cara :  Mendefinisikan tentang kenyataan atau realitas dan pengetahuan. Realitas sosial adalah sesuatu yang tersirat di dalam pergaulan sosial yang diungkapkan secara sosial melalui komunikasi bahasa, kerjasama melalui bentuk-bentuk organisasi sosial dan seterusnya. Realitas sosial ditemukan dalam pengalaman intersubjektif, sedangkan pengetahuan mengenai realitas sosial adalah berkaitan dengan kehidupanbermasyarakat dengan segala aspeknya, meliputi ranah kognitif, psikomotorik, emosional dan intuitif.  Untuk meneliti sesuatu yang intersubjektif tersebut, Berger menggunakan paradigma berpikir Durkheim mengenai objektivitas, dan paradigma Weber mengenai subjektivitas. Jika Durkheim memposisikan objektivitas di atas subjektivitas (masyarakat di atas individu), sementara Weber menempatkan subjektivitas di atas objektivitas (individu di atas masyarakat), maka Berger melihat keduanya sebagai entitas yang tidak terpisahkan. Masyarakat menurut Berger merupakan realitas objektif sekaligus subjektif. Sebagai realitas objektif, masyarakat berada di luar diri manusia dan berhadapan dengannya. Sedangkan sebagai realitas subjektif, individu berada di dalam masyarakat sebagai bagian yang tak terpisahkan. Dengan kata lain, bahwa individu adalah pembentuk masyarakat dan masyarakat juga pembentuk individu. Menurut Bungin dalam buku “Sosiologi Komunikasi” (2008:1), realitas sosial merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia bebas yang melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah sosok korban sosial, namun merupakan sebagai mesin produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya.Berger danLuckman dalam Bungin (2008:14) mulai menjelaskan: “Realitas sosial dengan memisahkan pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri.
  • 6. Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.” Berger dan Luckman dalam Bungin mengatakan terjadi dialektika antara indivdu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Dalam teori konstruksi sosial dikatakan, bahwa manusia yang hidup dalam konteks sosial tertentumelakukan proses interaksi secara simultan dengan lingkungannya. Dalam teori ini Berger menjelaskan bahwa proses kehidupan manusia terjadi melalui tiga momen simultan, yaitu eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi. 1 B. Konstruksi Sosial Sebagai Teori Berger menulis risalat teoritis utamanya, The Social Construction of Reality (1966) bersama-sama dengan seorang sosiolog Jerman, Tho mas Luckmann. Walau merupakan karya bersama, tetapi teori yang dikembangkan di dalamnya telah pernah diketengahkan dalam karyanya yang lebih awal yaitu Invitation to Sociology (1963), dan dalam analisa lanjut yang sering digunakan Berger. Karya ini sebenarnya merupakan dasar bagi tulisan Berger di kemudian hari, yang dipersiapkan sebagai bacaan populer, dan terutama untuk kaum ilmuwan sosial. Berger dan Luckman (1966:1) meringkas teori mereka dengan menyatakan "realitas terbentuk secara sosial" dan sosiologi ilmu pengetahuan (sociology of knowledge) harus menganalisa proses bagaimana hal itu terjadi. Mereka mengakui realitas obyektif, dengan membatasi realitas sebagai "kualitas yang berkaitan dengan fenomena yang kita anggap berada di luar kemauan kita (sebab ia tidak dapat dienyahkan)". Menurut Berger dan Luckman kita semua mencari penge tabuan atau "kepastian bahwa fenomena adalah riil adanya dan memiliki karakteristiky yang khusus" dalam kehidupan kita sehari-hari. Sosiologi terlibat dalam pencarian "pengetahuan" dan "realitas" yang lebih khusus, yang berada di tengah-tengah; di antara orang awam dan para filosof". Orang awam "mengetahui" realitasnya tanpa bersusah payah meng gunakan analisa sistematis. Di pihak lain, para filosof dipaksa untuk mengetahui apakah pengetahuan itu valid atau tidak. Kepada para sosiolog tidak bisa disodorkan pertanyaan filsafat seperti, apa sebenar nya yang riil? Sebaliknya pertanyaan itu harus terpusat pada soal bagaimana realitas sosial terjadi, terlepas apapun validitasnya. Para sosiolog tidak 1 B Putera Manuaba, Korespondensi, (Surabaya : Kencana), h.221
  • 7. memperdebatkan apakah kursi benar-benar kursi atau keluarga benar-benar keluarga; label yang demikian itu mereka ambil begitu saja, tanpa dipertanyakan. Mereka menerima berbagai realitas masyarakat yang nyata dan dari sinilah analisa itu dilanjutkan dengan Garfinkel, Berger menegaskan realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi-dimensi subyektif dan obyektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang obyektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana ia mempengaruhinya melalui proses internalisasi (yang mencerminkan realitas subyektif). Dalam mode yang dialektis, di mana terdapat tesa, anti tesa dan sintesa, Berger melihat masyarakat sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat. Selanjutnya kita akan menjelajahi berbagai implikasi dimensi realitas subyektif dan obyektif, maupun proses dialektis dari obyek tivikasi, internalisasi, dan eksternalisasi. Masyarakat Sebagai Realitas Obyektif Sejalan dengan Durkheim dan tradisi kaum fungsionalisme struk tural Berger mengakui eksistensi realitas sosial obyektif yang dapat dilihat dalam hubungannya dengan lembaga- lembaga sosial. Akan tetapi, aturan sosial ini bukan merupakan bagian dari "hakikat benda". Dia tidak lahir seperti halnya Dewi Minerva yang lahir dari kepala Zeus; ia hanya sebagai "produk kegiatan manusia" (Berger and Luckman, 1966: 52). Berger sependapat dengan Durkheim yang melihat struktur sosial yang obyektif ini memang memiliki karakter tersendiri, tetapi asal mulanya harus dilihat sehubungan dengan eksternalisasi manusia atau inter aksi manusia dalam struktur yang sudah ada. Eksternalisasi ini kemudian memperluas institusionalisasi aturan sosial, sehingga struktur meru pakan satu proses yang kontinyu, bukan sebagai suatu penyelesaian yang sudah tuntas. Sebaliknya, realitas obyektif yang terbentuk melalui eksternalisasi kembali membentuk manusia dalam masyarakat. Proses dialektika ini merupakan proses yang berjalan terus, di mana internalisasi dan eksternalisasi menjadi "momen" dalam sejarah. Masyarakat Sebagai Realitas Subyektif Bila para sosiolog naturalistis memberi tekanan pada tertib struk tural yang obyektif, para sosiolog interpretatif menggugah kesadaran kita terhadap arti penting dunia subyektif manusia. Kita sudah melihat bagaimana Blumer, Goffman dan Garfinkel menekankan bahwa realitas subyektif berada di atas struktur obyektif. Walau dalam pembahasan struktur mereka banyak
  • 8. memberikan kesempatan dan usaha-usaha teoritis, Berger memberi tekanan yang sama pada dunia subyektif. Dalam proses pembentukan realitas itu obyektivikasi di hanya merupakan salah satu "momen". Dua momen lain dalam proses dialektis ini - interna lisasi dan eksternalisasi-merupakan usaha mensintesakan kedua per spektif itu. Melalui proses internalisasi atau sosialisasi inilah orang menjadi anggota suatu masyarakat. Dalam tradisi psikologi sosial, Berger dan Luckmann (1966: 130) menguraikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi awal yang dialami individu di masa kecil, di saat mana dia diperkenalkan pada dunia sosial obyektif. Individu berhadapan dengan orang-orang lain yang cukup berpengaruh (orang tua atau pengganti orang tua), dan bertanggung jawab terhadap sosialisasi anak. Batasan realitas yang berasal dari orang lain yang cukup berpengaruh itu dianggap oleh si anak sebagai realitas obyektif.2 C. Konsep Teori Konstruksi Sosial a. Eksternalisasi Eksternalisasi adalah suatu pencurahan kedirian manusia terus-menerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisis maupun mentalnya. Eksternalisasi merupakan keharusan antropologis; keberadaan manusia tidak mungkin berlangsung dalam suatu lingkungan interioritas yang tertutup dan tanpa-gerak. Keberadaannya harus terus-menerus mencurahkan kediriannya dalam aktivitas. Keharusan antropologis itu berakar dalam kelengkapan biologis manusia yang tidak stabil untuk berhadapan dengan lingkungannya (Berger dan Luckmann, 1990: 75: Berger, 1994: 5–6). Kedirian manusia adalah melakukan eksternalisasi yang terjadi sejak awal, karena ia dilahirkan belum selesai, berbeda dengan binatang yang dilahirkan dengan organisme yang lengkap. Untuk menjadi manusia, ia harus mengalami perkembangan kepribadian dan perolehan budaya (Berger, 1994: 5–6). Keadaan manusia yang belum selesai pada saat dilahirkan, membuat dirinya tidak terspesialisasi dari struktur instinktualnya, atau dunianya tidak terprogram. Dunia manusia adalah dunia yang dibentuk (dikonstruksi) oleh aktivitas manusia sendiri; ia harus membentuk dunianya sendiri dalam hubungannya dengan dunia (Berger, 1994: 6–7). Dunia manusia yang dibentuk itu adalah kebudayaan, yang tujuannya memberikan struktur-struktur yang kokoh yang sebelumnya tidak dimilikinya secara biologis. Oleh 2 Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010), h.300-304
  • 9. karena merupakan bentukan manusia, struktur-struktur itu bersifat tidak stabil dan selalu memiliki kemungkinan berubah. Itulah sebabnya, kebudayaan selalu dihasilkan dan dihasilkan kembali oleh manusia. Ia terdiri atas totalitas produk-produk manusia, baik yang berupa material dan nonmaterial (Berger, 1994: 8). Manusia menghasilkan berbagai jenis alat, dan dengan alat-alat itu pula manusia mengubah lingkungan fisis dan alam sesuai dengan kehendaknya. Manusia menciptakan bahasa dan membangun simbol-simbol yang meresapi semua aspek kehidupannya. Adapun pembentukan kebudayaan nonmaterial selalu sejalan dengan aktivitas manusia yang secara fisis mengubah lingkungannya. Akibatnya, masyarakat merupakan bagian tidak terpisahkan dari kebudayaan nonmaterial. Masyarakat adalah aspek dari kebudayaan nonmaterial yang membentuk hubungan kesinambungan antara manusia dengan sesamanya, sehingga ia menghasilkan suatu dunia, yakni dunia sosial (Berger, 1994: 8–9).Masyarakat merupakan bentuk formasi sosial manusia yang paling istimewa, dan ini lekat dengan keberadaan manusia sebagai homo sapiens (makhluk sosial). Maka itu, manusia selalu hidup dalam kolektivitas, dan akan kehilangan kolektivitasnya jika terisolir dari manusia lainnya. Aktivitas manusia dalam membangun-dunia pada hakikatnya merupakan aktivitas kolektif. Kolektivitas itulah yang melakukan pembangunan-dunia, yang merupakan realitas sosial. Manusia menciptakan alat-alat, bahasa, menganut nilai-nilai, dan membentuk lembaga-lembaga. Manusia juga yang melakukan proses sosial sebagai pemelihara aturan-aturan sosial (Berger, 1994: 9210). b. Objektivikasi Bagi Berger, masyarakat adalah produk manusia, berakar pada fenomena eksternalisasi. Produk manusia (termasuk dunianya sendiri), kemudian berada di luar dirinya, menghadapkan produk-produk sebagai faktisitas yang ada di luar dirinya. Meskipun semua produk kebudayaan berasal dari (berakar dalam) kesadaran manusia, namun produk bukan serta-merta dapat diserap kembali begitu saja ke dalam kesadaran. Kebudayaan berada di luar subjektivitas manusia, menjadi dunianya sendiri. Dunia yang diproduksi manusia memperoleh sifat realitas objektif (Berger, 1994: 11–12). Semua aktivitas manusia yang terjadi dalam eksternalisasi, menurut Berger dan Luckmann (1990: 75–76), dapat mengalami proses pembiasaan (habitualisasi) yang kemudian mengalami pelembagaan (institusionalisasi) (Berger dan Luckmann, 1990: 75–76). Kelembagaan berasal dari proses pembiasaan atas aktivitas manusia. Setiap tindakan yang sering diulangi, akan menjadi pola. Pembiasaan, yang berupa pola, dapat dilakukan kembali di masa mendatang dengan cara yang sama, dan juga dapat dilakukan di mana saja. Di balik pembiasaan ini, juga sangat
  • 10. mungkin terjadi inovasi. Namun, proses-proses pembiasaan mendahului sikap pelembagaan. Pelembagaan, bagi Berger dan Luckmann (1990: 77–84), terjadi apabila ada tipifikasi yang timbal-balik dari tindakan-tindakan yang terbiasakan bagi berbagai tipe pelaku. Lembaga-lembaga juga mengendalikan perilaku manusia dengan menciptakan pola-pola perilaku. Pola-pola inilah yang kemudian mengontrol yang melekat pada pelembagaan. Segmen kegiatan manusia yang telah dilembagakan berarti telahditempatkan di bawah kendali sosial. Misalnya, dalam masyarakat Bali, lembaga hukum adat dapat memberikan sanksi kepada anggota masyarakat yang melanggar adat. Sebagai dunia objektif, bentukan-bentukan sosial dapat diteruskan kepada generasi selanjutnya lewat sosialisasi. Dalam fase-fase awal sosialisasi, si anak belum mampu untuk membedakan antara objektivitas fenomena-fenomena alam dan objektivitas bentukan-bentukan sosial (Berger dan Luckmann, 1990: 85). Contohnya, bahasa bagi anak seperti tampak sudah melekat pada kodrat benda-benda. c. Internalisasi Internalisasi adalah suatu pemahaman atau penafsiran individu secara langsung atas peristiwa objektif sebagai pengungkapan makna. Berger dan Luckmann (1990: 87) menyatakan, dalam internalisasi, individu mengidentifikasikan diri dengan berbagai lembaga sosial atau organisasi sosial di mana individu menjadi anggotanya. Internalisasi merupakan peresapan kembali realitas oleh manusia dan mentransformasikannya kembali dari struktur-struktur dunia objektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif (Berger, 1994: 5). internalisasi dipahami dalam arti umum, yakni merupakan dasar: pertama, bagi pemahaman mengenai sesama, dan kedua, bagi pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial (Berger dan Luckmann, 1990: 186). Selanjutnya dikatakan Berger dan Luckmann (1990: 187), baru setelah mencapai taraf internalisasi inilah individu menjadi anggota masyarakat. Proses untuk mencapai taraf itu dilakukan dengan sosialisasi. Ada dua macam sosialisasi, yakni: pertama, sosialisasi primer, adalah sosialisasi pertama yang dialami individu dalam masa kanak-kanak. Kedua, sosialisasi sekunder, adalah setiap proses berikutnya ke dalam sektor-sektor baru dunia objektif masyarakatnya. Internalisasi berlangsung karena adanya upaya untuk identifikasi. Si anak mengoper peranan dan sikap orang-orang yang berpengaruh, dan menginternalisasi serta menjadikannya peranan sikap dirinya. Dengan mengidentifikasi orang-orang yang berpengaruh itulah anak mampu mengidentifikasi dirinya sendiri, untuk memperoleh suatu identitas yang secara subjektif koheren dan masuk akal. Diri merupakan suatu entitas yang
  • 11. direfleksikan, yang memantulkan sikap yang mula-mula diambil dari orang-orang yang berpengaruh terhadap entitas diri itu. Sosialisasi primer menciptakan di dalam kesadaran anak suatu abstraksi yang semakin tinggi dari peranan-peranan dan sikap orang-orang lain tertentu ke peranan-peranan dan sikap- sikap pada umumnya.