SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
STABILITAS DEMOKRASI DALAM

                                  SISTEM MULTI PARTAI DAN PRESIDENSIALISME

                                                          INDONESIA

                                                       Oleh: Arif Hidayat*)

                                                               Abstrak


     Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi dalam suatu sistem kepartaian tertentu. Setiap partai merupakan bagian
     dari sistem kepartaian yang diterapkan di suatu negara. Sistem kepartaian memberikan gambaran tentang interaksi antar
     partai dan struktur persaingan di antara sesama partai politik dalam upaya meraih kekuasaan pemerintahan sesuai dengan
     konstruksi relasi regulasi yang berlaku. Sistem kepartaian yang melembaga cenderung meningkatkan stabilitas politik dan
     efektifitas pemerintahan presidensiil sekaligus meneguhkan implementasi good governance.

     Kata Kunci: Demokrasi; Partai Politik; Sistem Multipartai; Presidensiil




     A. PENDAHULUAN                                                             Presidensialisme dan sistem multipartai
                                                                         adalah sebuah “kombinasi rumit dan berbahaya”
            Partai   politik   merupakan       pilar   utama
                                                                         bagi stabilitas demokrasi. Sebagaimana data
     demokrasi (bukan kedua atau ketiga), karena pucuk
                                                                         komparasi Mainwaring, dari 25 negara yang
      kendali roda pemerintahan ada di tangan eksekutif,
* )Dosen Pada Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang
                                                                         berhasil menjaga stabilitas demokrasinya pada
     yaitu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana
                                                                         tahun 1959-1989, di antaranya hanya 4 negara
     rumusan dalam UUD 1945 Pasal 6A ayat (2),
                                                                         presidensial (Amerika Serikat, Venezuela, Kosta
     bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden
                                                                         Rika dan Kolumbia), sementara 18 negara lainnya
     diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai
                                                                         adalah parlementer. Keempat sistem presidensial
     Politik. Artinya hak tersebut secara eksklusif hanya
                                                                         itu memiliki tingkat fragmentasi partai yang relatif
     diberikan oleh konstitusi kepada partai politik.
                                                                         rendah dengan hanya dua sampai dengan tiga
     Karena itulah, semua demokrasi membutuhkan
                                                                         partai yang efektif (Mainwaring, 1993; 102).
     partai politik yang kuat dan mapan guna
                                                                                Dalam konteks penguatan sistem kepartaian
     menyalurkan      berbagai      tuntutan      warganya,
                                                                         dan memperkuat daya tahan stabilitas demokrasi
     memerintah demi kemaslahatan umum serta
                                                                         presidensial, pemberlakuan ambang batas legislatif
     memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Sangat
                                                                         (electoral thresold dan electoral parlementary) 20-
     rasional argumentasinya jika upaya penguatan
                                                                         25% pada Pemilu 2009 berpotensi positif, apabila
     partai politik merupakan pilar mahapenting bagi
                                                                         dibarengi konsistensi yang koheren. Dengan
     bangunan demokrasi, sedangkan demokratisasi
                                                                         demikian,      pengembangan         institusionalisasi
     adalah pondasi utama bangunan good governance.
                                                                         (kelembagaan) partai politik senantiasa menjadi
     Dengan demikian derajat pelembagaan partai
                                                                         bahasan yang serius dari para ilmuan politik di
     politik sangat menentukan kualitas demokratisasi
                                                                         tanah air. Pasalnya sampai saat ini pengembangan
     kehidupan politik suatu negara (Salang, 2007; 3).
                                                                         institusionalisasi partai politik oleh partai-partai
Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia



politik belum maksimal. Sehingga dari waktu ke                              Partai politik dalam DPR yang seharusnya
waktu, para ilmuan politik ditanah air, sering                      sekedar instrumen yang menyajikan calon yang
mencari formula yang tepat bagi maksimalisasi                       paling baik bagi masyarakat cenderung lebih
pengembangan institusionalisasi partai politik di                   mementingkan calon-calon yang loyal kepada
tanah air. Salah satu problematika partai politik di                partai daripada calon di luar partai yang mungkin
Indonesia dewasa ini adalah belum terlembaganya                     dianggap lebih berkualitas. Tingkat kepercayaan
partai sebagai organisasi modern. Secara akal                       masyarakat Indonesia terhadap kinerja Lembaga
sehat, tak ada demokrasi yang bisa bekerja efektif                  Legislatif dan parpol begitu rendah. Yakni satu
jika tingkat polarisasi dan fragmentasi partai terlalu              tingkat paling bawah sebelum Partai Politik. Lebih
tinggi seperti dianut sistem kepartaian bangsa kita.                lengkapnya Parpol 8,1%, Lembaga Legislatif
Energi partai-partai di parlemen acap kali hanya                    11,2%, Polisi 14,6%, Lembaga Peradilan 19,9%,
tersedot      untuk       memperdebatkan          soal-soal         Pemda 26%, Pempus 29% dan paling dipercaya
elementer seperti tata bahasa dan istilah dalam                     justru militer 33% (Asian Barometer: 2004).
berbagai rancangan kebijakan (Cetro, 2007; 8).                              Padahal,        semakin         tinggi      tingkat
       Sistem kepartaian seharusnya mendukung                       pelembagaan partai, semakin tinggi pula daya ikat
terbentuknya sistem pemerintahan yang kuat dan                      partai terhadap para pemilih atau konstituen partai
bersih serta meningkatkan efektifitas pemerintahan                  serta terhadap elite dan kepengurusan partai.
atau tingkat keterwakilan, namun kenyataannya                       Dalam paham demokrasi, daya ikat ini dibentuk
setiap partai lebih mementingkan kepentingan                        secara konsensual, atas dasar kesepakatan
masing-masing.        Jika      saja      pengembangan              mengenai ideologi, orientasi politik, program, dan
institusionalisasi partai politik itu maksimal, tentu               kepemimpinan partai (Fatah, 2004: 4). Secara lebih
akan       berimplikasi    positif     terhadap     proses          spesifik, pengembangan kelembagaan partai politik
pemantapan sikap, dan perilaku partai politik yang                  merupakan proses yang dilalui oleh partai agar
terpola atau sistemik, sehingga terbentuk suatu                     terorganisasi secara lebih baik, mempraktikkan
budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip                       nilai-nilai demokrasi, membuat aturan dan prosedur
dasar sistem demokrasi.                                             sehingga      memungkinkan         partai-partai    politik
       Belum terlembaganya partai politik sebagai                   mampu bersaing secara efektif dan lebih berhasil
organisasi modern, membuat partai politik mulai                     dalam pemilu, serta menerapkan pilihan-pilihan
kehilangan martabatnya di mata rakyat. Dari hasil                   kebijakan mereka (IMID, 2006; 12).
survei LSI, Maret 2007, menunjukkan degradasi                               Partai-partai politik di Indonesia kerap
representasi parpol di mata rakyat. Parpol kini                     diperhadapkan dengan problem pengembangan
hanya menyisakan 35% kepercayaan masyarakat                         institusionalisasi    partai     politik.   Salah     satu
sebagai modal eksistensinya. Krisis kepercayaan di                  penyebabnya terletak pada aturan main sistem
satu sisi, dan rapuhnya proses institusionalisasi                   kepartaian kita, yang masih menganut multyparty
demokrasi di sisi lain, menjadi ancaman cukup                       system. Padahal banyaknya partai politik yang
serius di tengah transisi sosial saat ini (LSI, 2007;               tampil sebagai kontestan pilkada, dan pemilu
12).                                                                merupakan        partai-partai    politik    yang     akar
Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009



idiologinya berkutat pada tiga aras idiologi yang            system). Sedangkan sistem kepartaian menurut
sama; nasionalis-sosialis, nasionalis-religius, dan          polarisasi atau pengkutuban kepentingan terbagi
sosialis-religius (Imawan, 1999; 3).                         atas konsensual, konfliktual, dan konsosiasional.
        Tulisan ini akan disajikan menjadi beberapa          Sistem dua-partai adalah produk sistem pemilu
bagian.     Bagian      pertama      akan     menelusuri     majoritarian (distrik) di bawah pemerintahan
pendekatan sistem kepartaian di berbagai negara.             bercorak presidensial, sedangkan sistem multipartai
Selanjutnya, pada bagian kedua akan mencoba                  terbentuk dari sistem pemilu proporsional yang
menguraikan       bagaimana        perjalanan     bangsa     umumnya dipraktikkan dalam sistem parlementer.
Indonesia menerapkan format sistem pemilu dan                          Pendekatan Polarisasi dikembangkan oleh
sistem kepartaiannya dalam kaitannya dengan                  ilmuwan politik Italia, Giovani Sartori (1976), sistem
presidensialisme        dan       peningkatan       good     kepartaian tidak digolongkan menurut jumlah partai
governance.                                                  atau unit-unit melainkan jarak ideologi antara partai-
                                                             partai yang ada dan didasarkan pada tiga hal, yaitu
                                                             jumlah kutub (polar), jarak di antara kutub (bipolar)

B. PEMBAHASAN                                                dan    arah     perilaku    politiknya.   Sartori    juga
                                                             mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga,
  Pendekatan Sistem Kepartaian di                            yaitu pluralisme sederhana, moderat dan ekstrem.
       Berbagai Negara                                       Sementara itu, Dahl (1966) memperkenalkan
        Pendekatan yang lazim digunakan dalam                pembedaan tipe sistem kepartaian atas tingkat
melihat sistem kepartaian adalah pendekatan                  kompetisi antarpartai sehingga terbentuk berbagai
numerik dan pendekatan polarisasi. Pendekatan                pola oposisi partai dalam berhadapan dengan
Numerik yang pernah dikembangkan ilmuwan                     kekuasaan (Swantoro, 2004; 112-113).
politik kebangsan Prancis, Maurice Duverger (1954)                     Berbagai      pilihan    teoretis       tersebut
ini menyebut partai sebagai unit-unit dan sebagai            menggarisbawahi bahwa sistem kepartaian tidak
satu kesatuan yang terlepas dari kesatuan-                   semata-mata berkenaan dengan jumlah partai,
kesatuan lain sehingga sistem kepartaian dapat               tetapi juga tingkat kompetisi dan relasi ideologis di
dilihat dari pola perilaku dan interaksi antar               antara partai-partai. Karena itu, penataan kembali
sejumlah partai dalam suatu sistem politik yang              sistem kepartaian semestinya tidak semata-mata
digolongkan dalam tiga unit, yakni sistem partai             memperhitungkan faktor jumlah, tetapi juga tingkat
tunggal, sistem dwi partai dan multipartai.                  kompetisi di satu pihak dan relasi ideologis partai-
Sedangkan menurut Almond (1999) terbagi menjadi              partai di lain pihak.
dua macam yaitu: sistem kepartaian kompetitif dan                      Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) yang
non-kompetitif.      Sistem      kepartaian     kompetitif   berlaku di berbagai negara sangat mempengaruhi
membagi sistem kepartaian menurut jumlah dan                 sistem kepartaian yang dianut. Secara umum
polarisasinya. Menurut jumlah, sistem kepartaian             sistem pemilu di dunia terdiri dari 2 jenis yaitu:
terdiri dari sistem dwi partai politik (two-party            pluraty      single     district   dan        proportional
system) atau multi-partai politik (multy-party               representative system. Plurality single district


                                                                                                                 3
Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia



seringkali diterjemahkan bebas sebagai sistem                               Downing Street No. 10, London).
district, walaupun secara definisi sistem district                                  Sistem     dwi partai      politik         kebanyakan
merupakan varian dari induknya yaitu sistem                                 digunakan di negara yang memiliki pengalaman
plurality single district selanjutnya disebut sebagai                       demokrasi paling lama seperti di Inggris dan
sistem plural. Sedangkan sistem proportional                                Amerika Serikat. Bentuk paling sederhana sering
representative system secara sederhana disebut                              dicontohkan pada sistem pemilu di Amerika Serikat
sebagai sistem pemilu proporsional.                                         di mana sistem plural murni memaksa kedua partai
          Di negara Barat di mana demokrasi sudah                           politik untuk berkompetisi memenangkan pemilu di
menjadi tradisi di dalam kehidupan masyarakatnya,                           tiap negara bagian. Partai politik yang lebih dahulu
sistem plural membuka peluang untuk berbagai                                memenangkan pemilu di negara bagian tertentu
partai     politik     untuk        berkompetisi.       Tingginya           akan menjadi pemenang mutlak, meniadakan
partisipasi     masyarakat           dalam       sistem     politik         kesempatan partai politik lawan untuk duduk di
mensyaratkan adanya pilihan penyaluran aspirasi                             dalam kongres (parlemen). Hanya partai politik
politik    setelah         dukungan       politik   disuarakan              besarlah yang mungkin berkontes dalam pemilu
(artikulasi)         dan      disatupadukan          (agregasi).            sehingga partai politik kecil dengan sendirinya akan
Demokrasi menjadikan partai politik bersaing dalam                          terpinggirkan. Logika berpikir seperti ini membuat
merebut        dukungan             masyarakat,         sehingga            kelangsungan 2 partai politik di Amerika Serikat,
menghasilkan sistem partai politik terbagi menurut                          Republik dan Democrat, bertahan lebih dari 200
jumlah dan polarisasi (pengkutuban).                                        tahun lamanya.
          Karakteristik dari sistem dwi partai adalah:                              Uniknya, sistem pemilu dwi partai Amerika
(1) kesederhanaan, (2) kejelasan, (3) kebebasan,                            Serikat membedakan antara pemilihan umum partai
(4) kesempatan, (5) kegunaan demi kepentingan                               politik dengan pemilihan figur elit partai dalam
publik. Sistem dua partai yang berlaku di Amerika                           mengisi jabatan Kongres (Senat dan Perwakilan
Serikat dan Britania Raya sebetulnya tidak persis                           Negara      Bagian).     Pembedaan           ini     seringkali
sama: Amerika Serikat menganut sistem kabinet                               membuka peluang bagi voters (pemilih) untuk
presidensial,          sedangkan             Britania        Raya           memilih partai politik dan figur elit partai secara
mempraktikkan              sistem      kabinet      parlementer             terpisah atau sering disebut sebagai split ticket.
(demokrasi parlementer). Dua besar partai politik di                        Demi menghindari terjadinya efek split ticket yang
Amerika Serikat adalah Partai Demokrat dan Partai                           merugikan partai politik, maka partai politik akan
Republik, sedangkan di Britania Raya adalah Partai                          berlomba untuk memelihara dukungan faithfull
Konservatif dan Partai Buruh (belakangan berdiri                            voters (pemilih loyal) di negara-negara bagian
lagi Partai Liberal). Di Amerika Serikat, partai politik                    tertentu daripada berusaha setengah mati menarik
yang memenangkan kursi kepresidenan (eksekutif)                             simpati unfaithfull voters. Namun demikian, untuk
belum       tentu      menguasai         (mayoritas)        dalam           mengantisipasi pindahnya suara ke partai politik
Congress (legislatif). Di Britania Raya, pimpinan                           lawan akibat split ticket, partai politik memandang
mayoritas dalam parlemen (legislatif) otomatis                              bahwa figur politik popular akan menarik simpati
merebut kursi perdana menteri (Primer Minister,                             lebih mudah daripada partai politik itu sendiri.
Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009



Sehingga       sering      dijumpai,      partai      politik   threshold yang ditentukan perundangan pemilu,
berkonsentrasi mengkampanyekan figur politik                    dapat     berkontes    dalam    pemilu     berikutnya.
ketimbang partai politik itu sendiri pada beberapa              Pembentukan partai politik baru demi mewadahi
negara bagian tergolong memiliki banyak unfaithfull             aspirasi masyarakat yang tidak tertampung dalam
voters. Selebihnya partai politik berlomba untuk                partai politik besar sangat terbuka. Sehingga
menarik dukungan serta mengambil keuntungan                     keterwakilan masyarakat beragam dapat dipenuhi
pemilih dari negara bagian berjumlah penduduk                   di dalam parlemen walaupun hanya 1 kursi
namun masuk dalam kategori unfaithfull voters.                  perwakilan saja. Namun demikian kelemahan
Negara-negara bagian seperti ini disebut sebagai                sistem      ini    seringkali   diakibatkan      oleh
“swing states.”                                                 ketidakterbukaan       sistem     pemilu       dalam
        Strategi      fokus      pada         figur   dapat     mengemukakan urutan daftar figur elit partainya,
menghasilkan partai politik pemenang pemilu                     sehingga masyarakat merasa dikecewakan ketika
secara nasional berbeda dengan figur elit partai                figur politik pilihannya ternyata tidak dapat
yang duduk di parlemen. Parlemen akan diisi oleh                menduduki kursi di parlemen.
figur elit partai politik terpilih walaupun dari partai                  Sistem pemilu proporsional murni dapat
politik kalah dalam pemilu. Sehingga sistem pemilu              dijumpai di negara-negara berkembang seperti
Amerika Serikat menghasilkan parlemen anti-                     Indonesia, dimana partai politik akan menyusun
majoritarian, karena mengesampingkan suara                      daftar urut figur elit partai politik. Dengan nomor
rakyat terbanyak. Contoh paling mudah dijumpai                  urut semacam itu, figur dengan nomor urut teratas
pada sistem politik Amerika Serikat pada masa                   akan memiliki kesempatan lebih besar untuk
pemerintahan George W. Bush dan Dick Cheney, di                 menduduki kursi di parlemen apabila partai
mana setelah hasil pemilu antar waktu tahun 2007,               politiknya menang di suatu daerah pemilihan.
Kongres sudah tidak dikuasai lagi oleh partai politik           Dalam sistem pemilu proporsional semua partai
Republican sebagai partai politik pendukung                     politik sejauh telah memenuhi ketentuan electoral
presiden dan wakil presiden terpilih. Akan tetapi               threshold yang ditentukan perundangan pemilu,
anggota Kongres didominasi oleh partai oposan                   dapat     berkontes    dalam    pemilu     berikutnya.
yaitu Democrat.                                                 Pembentukan partai politik baru demi mewadahi
        Sistem pemilu proporsional murni dapat                  aspirasi masyarakat yang tidak tertampung dalam
dijumpai di negara-negara berkembang seperti                    partai politik besar sangat terbuka. Sehingga
Indonesia, di mana partai politik akan menyusun                 keterwakilan masyarakat beragam dapat dipenuhi
daftar urut figur elit partai politik. Dengan nomor             di dalam parlemen walaupun hanya 1 kursi
urut semacam itu, figur dengan nomor urut teratas               perwakilan saja. Namun demikian kelemahan
akan memiliki kesempatan lebih besar untuk                      sistem      ini    seringkali   diakibatkan      oleh
menduduki kursi di parlemen apabila partai                      ketidakterbukaan       sistem     pemilu       dalam
politiknya menang di suatu daerah pemilihan.                    mengemukakan urutan daftar figur elit partainya,
Dalam sistem pemilu proporsional semua partai                   sehingga masyarakat merasa dikecewakan ketika
politik sejauh telah memenuhi ketentuan electoral               figur politik pilihannya ternyata tidak dapat


                                                                                                                5
Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia



menduduki kursi di parlemen.                                          nasional. sebagai contoh di negara Rusia.
        Sistem multi-partai seperti di Jerman dan                              Konsosiasional,        tipe      semacam      ini
Perancis membutuhkan banyak partai untuk                              merupakan kompromi antara kedua jenis partai
terlaksananya proses demokrasi yang mewadahi                          politik ekstrem pada kutub berbeda dengan
kepentingan masyarakat yang heterogen. Multi-                         mensyaratkan kehadiran figur pemimpin politik
partai mendorong partai politik untuk berkompetisi                    yang mampu mendamaikan dan diterima kedua
sehat meraih dukungan voters. Partai-partai politik                   partai politik. Dasar pembentukan partai politik
kecil di negara-negara Barat tersebut cenderung                       konsosiasional tersebut diambil dari teori demokrasi
beraliansi dengan partai politik besar berideologi                    konsosiasional Arendt Lijphardt (1997).
ekstrem seperti konservatif, liberalis dan radikal                             Lain halnya dengan sistem kepartaian
demi pemenangan pemilu. Sebagai contoh di                             kompetitif seperti di atas, sistem kepartaian non-
negara Perancis, partai politik berhaluan konservatif                 kompetitif. Negara seperti Cina memiliki sistem
seperti Union for a Popular Movement merupakan                        kepartaian tunggal dimana Partai Komunis Cina
hasil merger dari beberapa partai politik kecil                       (PKC) mendorong sistem politik otoriter. Agregasi
beraliran konservatif (Rally for the Republic dan                     kepentingan politik sistem kepartaian non-kompetitif
Union for French Democracy).                                          cina berada di level bisnis, tuan tanah, dan
        Di lain pihak, partai politik berhaluan sosialis              kelembagaan di birokrasi dan militer. Ruang bagi
komunis seperti Socialist Party and French                            rakyat untuk agregasi politik tidak terbuka sehingga
Communist Party memiliki ideologi liberal atau                        mereka tidak memiliki kesempatan untuk memilih
radical. Karena Perancis memiliki Presiden sebagai                    partai alternatif. Sistem kepartaian seperti di Cina
kepala negara (head of state) dan Perdana Menteri                     dan kebanyakan negara berhaluan komunis di
sebagai kepala pemerintahan (prime minister), tidak                   masa lalu tersebut terbagi menurut derajat kontrol
jarang dalam satu periode pemerintahan presiden                       partai     politik     terhadap        kelompok-kelompok
dan perdana menteri berasal dari partai politik yang                  kepentingan yang ada dalam sistem politik, yaitu
berbeda seperti Perancis pada tahun 1997, di mana                     partai politik berkuasa secara eksklusif dan inklusif.
Presiden Jacques Chirac seorang konservatif                           Secara ekslusif, partai politik berkuasa (governing
memiliki perdana menteri Lionel Jospin berhaluan                      party) akan memaksakan kontrol terhadap sumber
sosialis. Selanjutnya sistem partai politik ditinjau                  daya politik melalui tangan kepemimpinan partai.
dari polarisasi kepentingan menghasilkan 3 jenis                      Ciri dari sistem kepartaian ekslusif ini adalah
partai politik, yaitu:                                                mempengaruhi rakyat dengan cara penggalangan
        Konsensual,         di   mana      partai      politik        mobilisasi      besar-besaran          dan   meniadakan
berkonsensus, menjauhi konflik dalam merumuskan                       keberagaman kepentingan yang mungkin timbul.
kebijakan     bagi       kepentingan    politik     nasional.         Sedangkan ciri dari sistem kepartaian inklusif
Sebagai contoh partai politik semacam ini dapat                       berusaha untuk mewadahi aneka kepentingan dari
dijumpai di Amerika Serikat dan Inggris.                              kelompok      sosial    dalam     masyarakat     dengan
        Konflitual, di mana partai politik bersaing,                  menerima        beberapa      agregasi       kepentingan,
saling menjatuhkan dalam perumusan kebijakan                          sementara kepentingan yang dirasa tidak perlu
Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009



ditekan sedemikian rupa dengan pelarangan bagi             sama saja dengan "sistem satu partai" meskipun
pihak yang menentang kuasa pemerintah.                     bisa saja terdapat jumlah (struktur, format) lebih
        Lain dari itu, sistem politik Anglo saxon yang     dari adanya hanya satu partai. Dalam demokrasi
biasanya di dominasi 2 partai politik kuat sehingga        semu bisa terjadi, formalnya berlaku sistem banyak
yang     kalah     akan      menjadi     oposisi   untuk   partai tapi faktual-aktualnya berlaku "sistem satu
mengimbangi partai berkuasa (ruling party),                partai" tanpa adanya checks & balances. Adanya
Indonesia sebaliknya menganut sistem multi partai.         partai oposisi di negara-negara demokratis-modern
Konsekuensi dari sistem politik ini adalah untuk           bukan hanya lumrah tapi harus; oposisi adalah
membentuk pemerintahan yang kuat yang didukung             bagian dari paritisipasi, tidak ada partisipasi berarti
parlemen diperlukan koalisi partai politik yang            tidak ada demokrasi! Tugas partai oposisi tidak
mempunyai platform yang sama. Berbicara tentang            kalah penting dibanding dengan tugas partai
partai oposisi (the party in opposition) tidak bisa        pemerintah (the party in power).
lepas dari kultur-sistem politik, terutama sistem-                Contoh-contoh di Inggris, Kanada, Australia
kultur kepartaian (party-system) yang dianut               ketua partai oposisi merupakan jabatan yang
(berlaku) di suatu negara. Yang hakiki dalam               penting    dan     terhormat      serta    diberi   uang
adanya partai oposisi, adalah adanya pengakuan             kehormatan oleh negara. Menjalankan tugas
bahwa tidak ada manusia yang sempurna.                     oposisi tidak sama dengan secara membabibuta
Terutama      tentang     power     (kekuasaan)    yang    (hantam kromo) melakukan sabotase dan/atau
melibatkan nasib bangsa (masyarakat), itu perlu            subversi. Oposisi politik ada aturan mainnya (bukan
kultur-sistem checks & balances. "Power tends to           teror politik!). Beroposisi politik berarti secara lugas-
corrupt -- absolute power corrupts absolutely", kata       jelas-tegas melakukan kontrol, koreksi, kritik
Lord Acton. "History is past politics -- present           terhadap pemerintah demi kepentingan publik. Baik
politics future history", kata Sir John Seely. Ada dua     partai pemerintah maupun partai oposisi sama-
kemungkinan kepemimpinan politik dalam sistem              sama adalah partai politik yang legal, yang
politik yang tidak mengakui (mengenal) adanya              eksistensi-fungsinya sama-sama dijamin undang-
partai oposisi; "Ratu Adil", atau diktator-tiran!          undang dan kebiasaan (konvensi-tradisi) politik
Checks & balances, itulah salah satu substansi             negeri. Rezim yang menutup pintu untuk adanya
demokrasi modern.                                          partai oposisi, bisa berarti membuka jendela untuk
        Adanya partai oposisi melekat kuat dengan          adanya konspirasi (komplotan), rebelli, putsch,
sistem dua partai (two-party system) dan sistem            coup d'etat, dan bahkan revolusi. Hakikat manusia
banyak partai (multi-party system), bukan dengan           dan kebebasan, selalu mencari celah untuk bebas
"sistem satu partai" ("one party system") yang             (bukan liar!).
contradictio in terminis dan otoriter-totaliter. Kedua            Dalam       rezim       otoriter-totaliter   yang
sistem dua partai dan sistem banyak partai sama-           mempraktikkan "sistem partai tunggal" (dengan
sama mensyaratkan adanya partai oposisi (the               segala modifikasinya), pergantian penguasa (the
party in opposition) secara jelas dan tegas serta          ruling elite) biasa dilakukan dengan perebutan
lugas, kalau tidak begitu maka pada hakikatnya             kekuasaan yang penuh rahasia dan sering kali


                                                                                                               7
Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia



keras      dan      bahkan      ganas.        Ketertutupan                   Dalam literatur dikenal beberapa sistem
mengundang ketertutupan, kekerasan mengundang                       kepartaian yang berlaku di berbagai negara yakni
kekerasan,          pengkhianatan             mengundang            nonpartisan       system,        single-party     systems,
pengkhianatan!                                                      dominant-party systems, Two-party systems, dan
         Logika dan etika politik yang berlaku di                   Multi-party systems. Tidak semua negara sepakat
negara-negara        modern         demokratis;    sistem           dalam menggunakan sistem itu. Beberapa negara
mekanisme demokrasi dikatakan jalan, hanya kalau                    yang menjalankan sistem multi partai tetapi
masing-masing partai politk (berdasarkan undang-                    kenyataannya hanya satu partai yang dominan
undang       dan     aturan     main)      dimungkinkan             seperti Singapore dengan People's Action Party
(berdasarkan pilihan rakyat) utuk secara bergantian                 (PAP) pimpinan Mr Lee Hsien Loong -nya atau
menjadi partai pemerintah. Maka karakteristik dari                  seperti Indonesia di masa Orde Baru dengan
sistem banyak partai adalah: (1) terdapat jumlah                    Golkar (Partai Golongan Karya). Negara-negara
(struktur) lebih dari dua partai politik, (2) praktik               lain (yang juga multi partai) seperti Amerika Serikat,
politik "dagang sapi" di kalangan partai-partai politik             dalam kenyataannya menggunakan two dominant-
dalam proses pembentukan kabinet, (3) watak                         party    system       dengan      Partai    Republik     dan
perwakilan (representasi) dalam tubuh kabinet,                      Demokrat. Hal yang sama terjadi di Inggris dengan
kabinet koalisi atau kabinet yang terdiri dari blok-                Partai Buruh dan Konservatif.
blok partai politik yang berkoalisi, (4) kekuatan                            Pertanyaanya,           bagaimana             dengan
politik yang terbagi (shared-partial power) dalam                   Indonesia? Pertama, Indonesia menganut sistem
tubuh kabinet, (5) kabinet labil, sewaktu-waktu                     multi partai, dengan sistem pemilu yang berlaku
terancam perpecahan dari dalam tubuhnya sendiri.                    maka semua partai itu punya peluang mendapat
         Negara-negara di Eropa barat merupakan                     kursi baik di DPR maupun DPRD. Kedua, upaya
kawasan utama dari sistem banyak partai, dengan                     membatasi jumlah partai peserta pemilu agar tidak
ideologi partai sebagai landasannya.                                terlampau banyak sulit dicapai. Hal ini mengingat
         Begitulah sekilas saja tentang reformasi dan               Electoral Treshold (ET) tidak dijalankan secara
oposisi secara lugas, dengan harapan lebih                          konsekuen. Dengan konsep ET yang lama (meski
mencerahkan dan mencerdaskan wawasan politik                        banyak dikritik) hanya 7 parpol lama yang langsung
masyarakat umum. Sedangkan di Indonesia sendiri                     lolos. Ketentuan itu telah dianulir dalam Pemilu
sejauh     ini,    masih     juga     belum     nyambung            No.10/2008. Ketiga, sistem check and balance
(unmatched) antara sistem konstitusional (UUD                       menjadi      tidak     terwujud      atau    tidak      jelas.
1945) yang menganut sistem kabinet presidensial                     Pemerintahan diisi beberapa wakil dari parpol,
(yang cocok dengan sistem dua besar) dengan                         tetapi    tidak      tergabung    dalam      koalisi     yang
warisan kultur praktik kepartaian yang justru ultra                 permanen. Begitu pula pihak oposisi. Tidak ada
multi partai. Jangan skeptis-pesimistis, sejarah                    koalisi oposisi yang mantap. Akibatnya, kebijakan
masih panjang                                                       pemerintah acapkali ditolak oleh parpol yang
  Sistem Kepartaian dan Presidensialisme                            notabene punya wakil di kabinet. “Koalisi” Parpol
         Indonesia                                                  bersatu tergantung pada isyunya. Keempat,
Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009



terwujudnya persaingan dan kerjasama parpol yang         kontestan pemilu, akan tetapi individu (Perorangan)
tidak jelas. Bayangkan, parpol-parpol di tingkat         juga diberi kesempatan untuk mencalonkan diri.
Pusat, Provinsi, dan Kabupaten tidak diisi atau          Pemilu pada era ini dianggap sebagai pemilu yang
didukung oleh parpol-parpol yang sama. Kabinet           paling     demokratis   selama    pemerintahan    di
didukung oleh parpol-parpol yang di beberapa             Indonesia. Walaupun demikian, partai politik yang
provinsi bersaing menjadi lawan dalam pemilihan          dihasilkan melalui pemilu demokratis ini dianggap
gubernur. Kasus Maluku Utara jadi contoh paling          telah menyalahgunakan kesempatan berkuasa,
jelas. Salah satu pasangan didukung oleh partainya       karena terlalu mementingkan kepentingan serta
Presiden yakni Partai Demokrat. Pasangan lainnya         ideologi masing-masing kelompok, sehingga gagal
didukung oleh Partainya Wakil Presiden yakni             menciptakan suasana yang stabil yang kondusif
Partai Golkar dan PAN. Keempat partai ini sama-          untuk pembangunan secara berkesinambungan.
sama mengisi kabinet di pusat. Kondisi yang sama         Karena pendeknya usia setiap kabinet sebagai
berlangsung di provinsi dan kabupaten/kota di            akibat ulahnya partai-partai, tidak mungkin bagi
provinsi tersebut. Begitu juga antar daerah. Satu        pemerintah menyusun dan melaksanakan suatu
parpol di satu provinsi berkoalisi dengan parpol lain    rencana kerja secara mantap (Azed, 2000; 23-29).
yang menjadi lawannya di provinsi yang berbeda.                   Masalah jumlah ideal parpol sudah menjadi
Terlihat jelas dari semua paparan di atas. Sistem        perdebatan sejak awal kemerdekaan. Setelah
kita dibangun lebih banyak atas kepentingan              proklamasi negara Republik Indonesia dibacakan
pragmatis, bersifat temporer, dan tidak konsisten.       Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pecah
         Sistem kepartaian pada dasarnya tidak           ketidaksepakatan di antara founding fathers soal
terpisah dari sistem pemilu. Secara teoretis, sistem     jumlah ideal parpol. Sebagian ingin menganut
kepartaian bahkan merupakan produk dari pilihan          sistem monopartai (partai tunggal) dan lainnya
terhadap sistem pemilu. Hanya saja bangsa kita tak       menghendaki sistem multipartai (banyak partai).
pernah       konsisten       mengimplementasikannya.     Tokoh utama penggagas monopartai adalah
Pembicaraan dan diskusi tentang sistem kepartaian        Presiden Soekarno, sedangkan sistem multipartai
hampir selalu mendahului kesepakatan mengenai            ditokohi    Wakil   Presiden     Mohammad     Hatta.
sistem pemilihan.                                        Perdebatan dimenangkan pendukung multipartai
         Dalam perjalanannya Indonesia mengalami         setelah Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
perdebatan panjang pilihan diterapkannya sistem          Pusat pada awal November 1945 mendesak
pemilihan.      Complicated        permasalahan   dan    pemerintah      mengeluarkan      peraturan    yang
beragam       pertimbanganlah         yang    kemudian   mendorong seluruh bangsa Indonesia mendirikan
mengantarkan Indonesia untuk memilih salah satu          parpol-parpol baru untuk mengikuti Pemilu yang
sistem yang diterapkannya. Pada masa berlakunya          rencananya diadakan bulan Januari 1946.
sistem parlementer, kombinasi yang digunakan             Jadwal       pelaksanaan       Pemilu   mengalami
adalah sistem pemilu proportional representation         pengunduran dan baru dilaksanakan tahun 1955.
dan sistem multipartai. Pada masa ini, tidak hanya       Meski Pemilu diundur, tetapi sejak 3 November
partai saja yang diberikan kesempatan menjadi            1945 Indonesia memilih sistem multipartai.


                                                                                                       9
Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia



         Banyak yang kecewa terhadap sistem                         Banyak      yang    percaya       bahwa       krisis     politik
multipartai karena pengurus parpol asyik bermain                    merupakan akibat dari kegagalan manajemen
dengan syahwat kekuasaannya. Tercetus istilah                       konflik dalam sistem multipartai. Aksi penguburan
praktik dagang sapi guna menyindir politisi. Di sini                parpol ala Soekarno berlanjut. Korbannya PKI dan
Presiden Soekarno kembali hadir sebagai tokoh                       partai-partai berhaluan kiri lainnya. PKI dibubarkan
penting yang menentang sistem multipartai. Dektrit                  karena divonis sebagai dalang kudeta G30S. Ada
Presiden 4 Juli 1959 menghidupkan kembali UUD                       polemik tersembunyi di antara pendukung Orde
1945,      Soekarno     dalam       usaha     membentuk             Baru pada saat itu yang. menyangkut sistem
demokrasi      terpimpin        menyatakan       beberapa           kepartaian.     Dua      gagasan       bertarung,        yakni
tindakan antara lain menyederkanakan sistem                         mempertahankan           sistem        multipartai        atau
partai     dengan      mengurangi       jumlah      partai.         menggantinya dengan sistem dwipartai. Di dalam
Penyederhanaan dilakukan dengan mencabut                            sistem dwipartai hanya ada dua parpol, yaitu parpol
Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November 1945,                     yang memerintah dan parpol yang beroposisi. Para
melalui Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 7                        pimpinan parpol menolak sistem dwipartai karena
tahun 1959 ditetapkan syarat-syarat yang harus                      akan memaksa mereka untuk bergabung atau
dipenuhi oleh partai untuk diakui oleh pemerintah.                  membubarkan diri. Penolakan mereka diakomodir
Pada tahun 1960 jumlah partai yang memenuhi                         oleh Presiden Soeharto yang sangat membutuhkan
syarat tinggal 10 partai. Setahun usai Pemilu 1955,                 dukungan       mereka.       sistem       multipartai    tetap
ia mengobarkan semangat mengubur parpol-                            dipertahankan pada Pemilu 1971.
parpol. Lima tahun kemudian 26 parpol dikubur                               Pada awalnya, penyederhanaan Sistem
(baca: dibubarkan) dari 36 parpol peserta Pemilu                    Multipartai Orde Baru dilakukan dengan suatu
1955. Sepuluh parpol yang selamat adalah PNI,                       kompromi (Konsensus nasional) antara pemerintah
Nahdatul Ulama, PKI, PSII, Parkindo, Partai Katolik,                dan partai-partai pada tanggal 27 Juli 1967 untuk
Perti, IPKI, Murba, dan Partindo.                                   tetap memakai sistem perwakilan berimbang,
         Soekarno       digantikan     oleh       Jenderal          dengan      beberapa        modifikasi.     Di    antaranya,
Soeharto. Orde Baru dengan sistem pemerintahan                      kabupaten dijamin sekurang-kurangnya 1 kursi, dan
Presidensialisme, menerapkan sistem pemilihan                       100 anggota DPR dari jumlah total 460 diangkat
proporsional dengan daftar tertutup kombinasi                       dari ABRI (75), Non ABRI (25). Sistem distrik ditolak
dengan sistem multipartai yang berangsur-angsur                     dan sangat dikecam parpol, dengan alasan karena
disederhanakan.        Selain      sistem     proporsional          tidak hanya dikhawatirkan akan mengurangi
tertutup    yang      digunakan,     modifikasi    sistem           kekuasaan pimpinan partai, tetapi juga mencakup
pemilihan yang digunakan Orde Baru adalah                           ide baru, seperti duduknya wakil ABRI sebagai
melalui pengangkatan utusan golongan/daerah                         anggota parlemen.
(Marijan, 2002; 4).                                                         Namun,       usai     Pemilu        1971,       Karena
         Meski sudah tidak berperan lagi, tetapi                    kegagalan usaha penyederhanaan partai ketika
gagasan Soekarno bahwa sistem multipartai tidak                     pemilihan, Orde Baru melakukan pengurangan
cocok untuk Indonesia justru berkembang pesat.                      dengan mengelompokkan dari 10 partai menjadi
Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009



tiga partai pada tahun 1973, sehingga sejak pemilu            calon terbuka untuk memilih DPR dan DPRD,
1977 hingga 1992 hanya ada tiga peserta pemilu                sedangkan           untuk         memilih           Dewan
yakni PPP, Golkar, dan PDI. Presiden Soeharto                 PerwakilanDaerah (DPD) menggunakan sistem
memaksa seluruh parpol bergabung menjadi ke                   distrik sistem distrik berwakil banyak. Sistem
dalam Golkar atau salah satu dari dua parpol, yakni           Pemilu ini digunakan sebagai evaluasi sistem yang
parpol religius (Partai Persatuan Pembangunan)                diterapkan pada masa Orde Baru, dengan harapan
dan     parpol     non-religius     (Partai      Demokrasi    rakyat agar pemilihan calon yang diajukan oleh
Indonesia).        Soeharto        tidak       memikirkan     partai politik (parpol) lebih dikenal oleh pemilihnya.
keragamanan beragama. Partai Katolik dan Kristen              Namun sudah dua kali Pemilu (1999 dan 2004),
lebih suka bergabung ke dalam PDI daripada PPP.               harapan itu tidak kunjung tiba. Beberapa survei
Praktis PPP menjadi parpol religius berdasarkan               memperlihatkan penurunan kepercayaan rakyat
agama Islam. Dengan tindakan seperti ini, di satu             terhadap sistem multipartai. Kadar penurunannya
sisi Orde Baru telah berhasil mengatasi perlunya              belum sebesar dekade pasca-Pemilu 1955 (Hestu,
pembentukan kabinet koalisi, serta tidak adamya               2005; 7).
lagi fragmentasi partai atau terlalu banyak partai.                  Dari pengalaman-pengalaman di atas yang
Tetapi disisi lain masih terdapat kelemahan-                  menjadi dasar keberadaan sistem kepartaian, lebih
kelemahan,       diantaranya      kekurangan        akraban   banyak memang penekanannya terletak pada
antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya.              perwujudan pemerintahan yang representatif dan
Peranan penentu dari pimpinan pusat dalam                     legitimate   dilihat     dari     sudut     kepentingan
menetapkan daftar calon dianggap sebagai sebab                menegakkan demokrasi, yaitu dirancang untuk
utama       mengapa          anggota       DPR       kurang   memenuhi:     (1)      Menerjemahkan        suara    yang
menyuarakan aspirasi rakyat.                                  diperoleh dalam pemilu menjadi kursi di badan-
        Pengalaman Orde Baru memperlihatkan                   badan legislatif. Sistem tersebut mungkin bisa
kegagalan sistem dwipartai yang tidak murni untuk             memberikan bobot lebih pada proposionalitas
menyehatkan iklim politik. Kondisi coba diperbaiki            jumlah suara yang diraih dengan kursi yang
oleh    para      tokoh      reformasi     dengan      cara   dimenangkan, atau mungkin pula bisa menyalurkan
memberlakukan kembali sistem multipartai yang                 suara (betapapun terpecahnya keadaan partai) ke
nyaris terlupakan dalam sejarah bangsa Indonesia.             parlemen yang terdiri dari dua kutub partai-partai
Dalam konteks ini, penerimaan kembali sistem                  besar yang mewakili sudut pandang yang berbeda;
multipartai merupakan prestasi yang biasa. Para               (2) Sistem pemilihan bertindak sebagai wahana
tokoh reformasi berhasil menghapus memori                     penghubung yang memungkinkan rakyat dapat
negatif generasi Orde Baru terhadap sistem                    menagih tanggung jawab atau janji wakil-wakil yang
multipartai. Bahkan harapan rakyat terhadap sistem            telah mereka pilih (Ben Reilly,1999; 25).
multipartai      meningkat     sangat      tinggi    karena          Banyak       negara      maju   yang     memiliki
dipercaya sebagai obat mujarab untuk memperbaiki              pengalaman sejarah sama dalam membangun
keadaan. Sistem Pemilu yang dianut adalah sistem              sistem demokrasi seperti Indonesia, misalnya;
proporsional (perwakilan berimbang) dengan daftar             Argentina, Chile, Brazilia, Polandia dan Amerika.


                                                                                                                   11
Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia



Akhirnya mereka juga mengambil langkah yang                        contoh antara lain dengan membangun koalisi
paling tepat dalam negara demokrasinya yaitu:                      pemerintahan (kabinet) di antara partai-partai
menyederhanakan sistem multi partainya, menjadi                    politik. Bagaimana dengan Indonesia?
2 atau 3 partai. Alasannya; Pemerintahan sistem                              Dampak multi partai di Indonesia dapat kita
presidensill menjadi lebih efective, Suara bias dari               rasakan bersama, yaitu sulitnya Presiden untuk
multi partai dapat dibendung dan lebih sinergis,                   membuat "Decision Making" berkaitan dengan
Sistem pemerintahan yang cenderung Parlementer                     masalah kehidupan berbangsa dan negara yang
akibat multi partai dapat dihindari. Dalam sistem                  strategis meliputi aspek; politik, ekonomi, diplomasi
presidensial yang berdasarkan sistem multipartai,                  dan militer. Bila kita mengamati secara fokus
bila tidak ada partai politik yang meraih suara                    hubungan antara Executif dan Legislatif, Presiden
mayoritas di parlemen, koalisi merupakan suatu                     mengalamai resistansi karena peran Legislatif lebih
yang tidak bisa dihindari. Ia bisa dikatakan sebagai               dominan dalam sistem multi partai. Sebenarnya
suatu keniscayaan. Bila tidak, kemungkinan                         posisi Presiden RI sangat kuat karena presiden
efektivitas pemerintahan akan terganggu. Karena                    dipilih langsung oleh rakyat bukan dipilh oleh DPR.
itu, koalisi merupakan ”jalan penyelamat” bagi                     Tetapi dalam hal penerbitan dan pengesahan
sistem pemerintahan presidensial yang menganut                     perundang-undangan presiden perlu dukungan
sistem multipartai. Dalam bahasa Arend Lijphart,                   DPR. DPR yang merupakan lembaga negara, justru
model seperti ini merupakan bagian dari demokrasi                  menjadi resistansi dalam sistem pemerintahan kita,
konsensual.                                                        karena mereka bias dengan kepentingan primordial
          Mainwaring dan Linz mengatakan bahwa                     masing-masing. Menyamakan visi dan misi dari 42
akan ada problem manakala sistem presidensial                      partai, dengan ideologi dan kepentingan yang
dikombinasikan       dengan       sistem      multipartai.         sangat mendasar perbedaannya akan sangat sulit
Kombinasi       seperti   ini     akan      menghasilkan           dicapai. Peran DPR, tak lebih sebagai opposisi
instabilitas pemerintahan. Ini terjadi karena faktor               yang selalu menentang pemerintah misalnya;
fragmentasi kekuatan-kekuatan politik di parlemen                  masalah politik LN Indonesia terhadap program
dan ”jalan buntu” bila terjadi konflik relasi eksekutif-           nuklir     Iran.   Lain   halnya     dengan     masalah
legislatif. Karena itu, sistem presidensial lebih                  Rancangan UU Kamnas, DPR lebih bersikap
cocok menggunakan sistem dwipartai. Dengan                         apatis.
menggunakan sistem ini, efektivitas dan stabilitas                           Di dunia ini, selain Indonesia, hanya ada
pemerintahan relatif terjamin. Berbeda dengan                      satu negara, Cile, yang bertahan dengan sistem
kedua ahli di atas, Arend Lijphart mengatakan                      presidensialisme dan multipartai. Karena itu,
bahwa sistem multipartai juga bisa menghasilkan                    banyak yang mendukung penyederhanaan sistem
sistem demokrasi presidensial yang efektif dan                     kepartaian Indonesia, dengan mengurangi jumlah
stabil.                                                            partai politik peserta pemilu. Tujuannya agar
          Kondisi itu, menurutnya, bisa diatasi dengan             pemerintahan bisa lebih efektif dan stabil.
cara      mengembangkan         demokrasi     konsensual                     Jika ditelusuri, gabungan presidensialisme
(demokrasi      konsensus).      Lijphart    memberikan            dan sistem multipartai tidak sefatal seperti yang
Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009



diperkirakan.        Berbagai         pendapat         tentang   untuk mengganti pemerintahan.
ketidakcocokan antara sistem multipartai dan                            Kekhawatiran itu belum ditemukan di
presidensialisme mengacu studi Scott Mainwaring                  Indonesia. Meski hubungan antara eksekutif dan
(1993). Mainwaring menunjukkan, dari seluruh                     legislatif tak sepenuhnya mulus, eksekutif tetap
demokrasi di dunia, hanya Cile yang mampu                        berhasil meloloskan aneka kebijakan terpentingnya.
mengawinkan          secara     stabil    presidensialisme       Ada dua alasan utama mengapa kita tidak perlu
dengan sistem multipartai. Menurut Mainwaring,                   terlalu takut dengan sistem multipartai presidensial
penggabungan presidensialisme dengan multipartai                 di   Indonesia.     Pertama,   sistem    multipartai
berpotensi       menyebabkan             kebuntuan        dan    presidensial mempunyai potensi dan aspek positif.
instabilitas pemerintah.                                         Artinya, tingginya tingkat kompetisi antarpartai
        Potensi buntu lebih besar dalam sistem                   mendorong parpol bekerja lebih keras guna
multipartai presidensial dibandingkan multipartai                menarik suara, semakin banyak pilihan parpol
parlementer          karena      di       dalam        sistem    untuk publik, dan kian stabilnya pemerintah karena
presidensialisme yang multipartai jarang sekali                  presiden tidak mudah dijatuhkan parlemen seperti
presiden terpilih didukung mayoritas pemegang                    awal masa reformasi di Indonesia. Kedua, studi
kursi parlemen sehingga jumlah oposisi di parlemen               Mainwaring        tentang   ketidakefektifan    dan
sering lebih besar dibandingkan partai pendukung                 ketidakstabilan sistem multipartai presidensial
presiden. Pertanyaannya, bukankah bisa dibangun                  diperbaiki Jose Antonio Cheibub (2007) dalam
koalisi untuk mendukung presiden?                                studinya tentang presidensialisme dan kepartaian.
        Koalisi pendukung presiden dalam sistem                  Cheibub menunjukkan, hubungan antara sistem
presidensialisme tidak stabil. Karena, pertama,                  pemerintahan dan kepartaian tidak sesederhana
koalisi pemerintahan dan elektoral sering berbeda.               yang disebut Mainwaring.
Dalam      koalisi     pemerintahan,          parpol     tidak          Menurut studi Cheibub, sistem parlementer
bertanggung jawab menaikkan presiden dalam                       multipartai terlihat lebih efektif dalam proses
pemilu sehingga parpol cenderung meninggalkan                    legislasinya karena perdana menteri dalam sistem
presiden yang tidak lagi populer. Kedua, pemilu                  parlementer yang ada di bawah ancaman
presiden selalu ada di depan mata sehingga partai                pemakzulan amat berhati-hati dalam mengajukan
politik berusaha sebisa mungkin menjaga jarak                    usulan kebijakan atau undang-undang. Sementara
dengan berbagai kebijakan presiden, yang mungkin                 itu, dalam sistem presidensialisme, presiden tidak
baik, tetapi tidak populis. Alasan ketidakcocokan                perlu terlalu takut mengajukan kebijakan karena
ketiga, kemungkinan jatuhnya pemerintah secara                   tidak ada ancaman pemakzulan yang serius dari
inkonstitusional. Besarnya peluang pergantian                    parlemen. Karena itu, persentase keberhasilan
pemerintah secara inkonstitusional amat relatif                  meloloskan undang-undang jauh lebih tinggi pada
karena dalam sistem presidensialisme amat sulit                  sistem multipartai parlementer dibandingkan sistem
menurunkan presiden terpilih. Karena itu, pihak-                 multipartai presidensial.
pihak yang tidak puas dengan kinerja pemerintah                         Cheibub menemukan, ketika faktor seperti
cenderung menggunakan jalur inkonstitusional                     umur dari demokrasi atau pendapatan per kapita


                                                                                                                13
Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia



dimasukkan dalam perhitungan dan analisis, koalisi                antara partai-partai di parlemen saat itu.
dari pemerintahan tidak lagi berpengaruh terhadap                            Dalam ilmu politik, secara garis besar koalisi
keefektifan      proses     legislasi.    Cheibub    juga         dikelompokkan atas dua. Pertama, policy blind
menyimpulkan, risiko instabilitas suatu pemerintah,               coalition, yaitu koalisi yang tidak didasarkan atas
baik presidensial maupun parlementer, tidak                       pertimbangan             kebijakan,           tetapi       untuk
dipengaruhi oleh apakah pemerintah itu satu, dua,                 memaksimalkan            kekuasaan       (office        seeking).
atau multipartai.                                                 Kedua,        policy-based       coalition,     yaitu     koalisi
          Pengurangan jumlah partai politik tidak perlu           berdasarkan pada preferensi tujuan kebijakan yang
dipaksakan.        Sistem    kepartaian     yang     lebih        hendak direalisasi (policy seeking). Kecenderungan
sederhana tanpa disertai kedewasaan politik elite                 yang terjadi dalam era Reformasi ini, format koalisi
dan publik belum tentu membuat pemerintahan                       yang dibangun adalah bentuk yang pertama. Koalisi
lebih efektif dan stabil. Masing-masing elite politik             tidak       berdasarkan      pertimbangan              kebijakan,
mempunyai kepentingan dan akan berusaha                           melainkan hanya untuk meraih kekuasaan. Koalisi
memperoleh kepentingannya. Sementara itu, publik                  yang dibentuk lebih didasarkan pada pragmatisme
yang secara politik belum dewasa akan mudah                       politik.
diperalat elite untuk ”menggoyang” pemerintah.                               Memang ada sisi positif dalam koalisi yang
Yang diperlukan Indonesia bukan pengurangan                       selama ini dibentuk, yakni runtuhnya ”sekat-sekat
jumlah parpol, tetapi pendidikan politik yang                     ideologis”. Koalisi seperti ini merupakan bentuk
berkualitas dan reformasi parpol sehingga aktor                   koalisi pragmatis dan jangka pendek. Mereka
demokrasi Indonesia makin dewasa secara politik.                  bergabung hanya untuk kepentingan kekuasaan
Yang dimaksud            dewasa adalah mempunyai                  ansich. Dengan fondasi seperti ini, tidak aneh bila
pengetahuan politik yang cukup, mempunyai akses                   di antara pendukung koalisi itu sendiri terjadi
informasi      politik    yang     memadai,     memiliki          perbedaan pandangan dalam mengusung suatu
kemampuan bernegosiasi dan bermufakat dalam                       kebijakan.
kerangka peraturan yang ada, serta mengindahkan                              Dalam konteks itu, acap parpol pendukung
kepentingan orang banyak di atas kepentingan                      koalisi dengan tanpa merasa bertanggung jawab ––
pribadi     yang     didasarkan     kesadaran       bahwa         sebagai bagian dari koalisi–– tidak merasa bersalah
kepentingan jangka panjang individu bergantung                    menentang kebijakan pemerintah. Itulah realitas
pada kepentingan publik. Jumlah partai politik akan               yang terjadi. Memang dalam koalisi di mana pun,
berkurang sampai pada jumlah yang tepat sejalan                   bagi-bagi kekuasaan tidak bisa dihindari. Namun,
peningkatan kedewasaan politik para elite dan                     dengan         fokus     pada      platform,       pengejaran
publik.                                                           kekuasaan         akan      digiring     ke       arah      yang
          Berbicara tentang koalisi pemerintahan di               menguntungkan rakyat. Sudah saatnya partaipartai
Indonesia,sesungguhnya pola ini bukan hal yang                    duduk bersama membicarakan program-program
baru di negeri ini. Pada awal kemerdekaan, ketika                 membangun bangsa ini ke depan agar lebih baik
pemerintahan        menganut      sistem    parlementer,          dari sekarang.
kabinet yang terbentuk merupakan hasil koalisi                               Keinginan     untuk     melakukan           terobosan
Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009



terhadap     penguatan         sistem     presidensialisme       setara posisinya dengan DPR, justru menjadi
Indonesia       sekaligus        pelembagaan            sistem   lemah. Sehingga yang muncul bukan kolaborasi,
kepartaian, melalui pembentukan koalisi parpol                   namun justru dominasi DPR terhadap presiden.
yang lebih permanen. Kedua dari sisi substansi,                           Fakta   politik     dan    sistemik     ini   tentu
sudah selayaknya untuk diberikan apresiasi.                      memerlukan terobosan baru. Karena sistem
                                                                 presidensialisme dengan multipartai sederhana
C. PENUTUP                                                       atau tidak, sebenarnya bukan jaminan bagi

         Beranjak       dari       penerapan            sistem   efektivitas suatu pemerintahan. Tidak juga bagi

presidensialisme       Indonesia          dan     efektivitas    pemerintahan yang didasarkan pada prinsip

pemerintahan, jika model pemilihan lama –Legislatif              separation of power plus sistem dua partai

terlebih dahulu dibandingkan Pilres– dipertahankan.              sekalipun. Pengalaman negara-negara Amerika

Sebagai kategori, hal tersebut disebut pemilu yang               Latin, memberikan pelajaran yang baik untuk itu.

terpisah. Sedangkan kategori lain yang ingin                     Agar pemerintahan berjalan efektif dalam sistem

ditawarkan adalah pelaksanaan pemilu nasional                    presidensialisme multipartai, maka pelaksanaan

(Presiden dan DPR) secara serentak.                              pemilu nasional secara serentak dipakai sebagai

         Baik pemisahan maupun keserentakan                      cara. Karena efektivitas pemerintahan itu sendiri

pelaksanaan pemilu, sama-sama bertitik temu pada                 dipengaruhi oleh tingkat interaksi dan heterogenitas

concern yang sama agar terbentuk pemerintahan                    antar kekuatan politik yang ada. Sehingga, tidak

yang stabil, parlemen yang efektif, dan sekaligus                tergantung pada multi tidaknya sistem kepartaian

pembangunan          lembaga        kepartaian.     Adanya       yang     diterapkan,       keserentakan        pelaksanaan

dukungan politik DPR bagi presiden terpilih ternyata             pemilu, justru dimaksudkan untuk menciptakan

menjadi variabel penting yang tidak bisa diabaikan.              demokrasi konkordans (konsensual). Tujuannya,

Didasari ketentuan konstitusi yang menyatakan,                   adalah      mendorong          keterlibatan      sebanyak-

kewenangan pembuatan UU bersama-sama ada                         banyaknya aktor masyarakat dalam proses politik,

pada Presiden dan DPR, begitu juga dengan                        dalam rangka meraih keputusan lewat konsensus.

kebijakan-kebijakan            lainnya.       Situasi      ini   Tipe ini merupakan tandingan dari demokrasi

menunjukkan bahwa, separation of power -dimana                   mayoritas seperti yang terjadi di Amerika Serikat

kekuasaan dari suatu cabang pemerintahan akan                    (the winner take all).

membatasi kekuasaan yang lain- bukan menjadi                              Sama dengan di Indonesia, presidensialisme

prinsip dasar sistem pemerintahan presidensialisme               Amerika Latin juga dianggap sebagai sistem politik

kita. Melainkan convergence of power, di mana                    alamiah.     Karena,       faktor   pemilihan     presiden

antara      cabang-cabang            kekuasaan          saling   dianggap yang terpenting dan memberi pengaruh

berkolaborasi untuk menghasilkan undang-undang                   pada pemilihan legislatif, termasuk terhadap sistem

atau suatu kebijakan. Kondisi inilah yang disebut                kepartaian. Keeratan kaitan antara ketiga variabel

sebagai             fenomena              “parlementarisasi      tersebut (presiden-parlemen-sistem kepartaian),

presidensialisme”. Hal demikian terjadi karena,                  merupakan efek ketergantungan yang dapat diatasi

presiden yang harusnya kuat atau paling tidak                    ataupun diukur melalui dua derajat keserentakan;


                                                                                                                        15
Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia



waktu pelaksanaan, dan kertas suara pencoblosan                  murah, karena putaran kedua jarang terjadi.
yang sama. Semakin serentak pelaksanaan pemilu,                          Jadi salah satu persoalan yang mendasar
maka semakin tinggi isu pemilihan presiden dalam                 yang harus dipecahkan untuk membuat sistem
mempengaruhi pemilihan anggota legislatif, dan                   presidensial yang kuat adalah, harus dibenahi
tingkat konsentrasi sistem kepartaian yang akan                  sistem kepartaian dan sistem Pemilu Legislatifnya.
dihasilkan.                                                      Ketiga paket UU Politik, harusnya sinergis agar
       Bergantung dengan sistem apa – pluralitas,                interaksi politik antara eksekutif dan legislatif
mayoritas,    ataupun     runoff      With    Reduced            mengarah pada efektivitas pemerintahan. Sayang
threshold/mayoritas      bersyarat-      keserentakan            mungkin kita belum (akan) menemuinya pada
pelaksanaan     pemilu     dikombinasikan,         tentu         Pemilu legislatif dan Pilpres periode mendatang.
dipengaruhi oleh kondisi obyektif dan tujuan yang
ingin dicapai. Karena masing-masing sistem, akan
memberi dampak yang berbeda. Jika bertujuan                                        DAFTAR PUSTAKA

terhadap munculnya insentif bagi pembentukan
koalisi atau aliansi partai yang permanen,                       Amal, Ichlasul, 1988. Teori-teori Mutakhir Partai
penyederhanaan            sistem             kepartaian,         Politik, Yogyakarta: Tiara Wacana.

kesederhanaan tata cara pemilihan, dan biaya yang                Azed, Abdul Bari (Ed), 2000. Sistem-sistem
                                                                 Pemilihan Umum Suatu Himpunan Pemikiran,
lebih murah. Maka kombinasi keserentakan pemilu                  Jakarta; FH UI.
dengan sistem runnof with a reduced threshold
                                                                 Bulkin, Farchan, 1998. Analisa Kekuatan Politik di
menjadi suatu alternatif yang efektif. Dalam sistem              Indonesia, Jakarta; LP3ES.
ini, terjadi penurunan batas minimal perolehan
                                                                 Fatah, Eep Saefulloh Pemilu dan Demokrasi:
suara di bawah ketentuan sistem Mayoritas (50                    Belajar dari Sejarah Pemilu-Pemilu, www.cetro.com
                                                                 , 4 Agustus 2003
persen plus satu). Efek langsung dari kombinasi ini
                                                                 Fatah, Eep Saefulloh Tiga Tingkat Otonomi, Harian
antara lain; pertama, besarnya peluang presiden                  Republika 20 September 2004
untuk terpilih langsung dengan tingkat legitimasi
                                                                 Gaffar, Affan, 2000, Politik Indonesia, Transisi
pemilih dan dukungan parlemen yang signifikan. Ini               Menuju Demokrasi, Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
terjadi karena adanya efek “coattails”, di mana                  Gozali, Saydan, 1999. Dari Balik Suara ke Masa
preferensi pemilih terhadap kandidat presiden,                   Depan Indones. Jakarta; Raja Grafindo Persada
biasanya akan diberikan kepada calon legislatif                  Hestu CH, 2005, “Mencari Makna Representasi
atau calon dari daftar partai yang sama. Kedua,                  DPD dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi
                                                                 Daerah”, Makalah pada Seminar Nasional
mendorong strategi baru bagi partai politik untuk                Peningkatan Eksistensi DPD-RI dalam rangka
membangun koalisi atau aliansi yang berjangka                    Otonomi Daerah diselenggarakan kertjasama DPD
                                                                 RI dan BEM KM UGM, 16 Juni 2005 di Magister
panjang, sekaligus berguna bagi penyederhanaan                   Management UGM.
sistem kepartaian. Ketiga, penciptaan preferensi                 Imawan, Riswandha, 1999, “Perilaku Politik Partai
                                                                 Dalam Sistem Multipartai; Ditinjau Berdasarkan
dan isu yang lebih tepat terhadap pemilih.
                                                                 Dinamika Kehidupan Politik Dalam Era Reformasi
Keempat, menciptakan tata cara pemilihan yang                    Menjelang Pemilu”, Makalah Pelatihan Wartawan
                                                                 LP3Y, Jakarta.
lebih sederhana sekaligus pembiayaan pemilu yang
Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009




Mainwaring, Scott Timothy Scully, 2007,
“Institusionalisasi Sistem Kepartaian, Upaya Untuk
Mengatasi Paradoks Demokrasi”, Analisis
Mingguan,       Perhimpunan      Pendidikan   dan
Demokrasi, Vol.1. No.13, Minggu III-Juni.

Prihatmoko, Joko J., 2003, Pemilu 2004 dan
Konsolidasi Demokrasi, Semarang; LP2I.
Sanit, Arbi, 1997, Partai, Pemilu dan Demokrasi,
Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Sugiarto, Bima Arya, “Menuju Institusionalisasi,
Menyelamatkan                              Transisi”,
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0202/18/opi01.
html, 18 Februari 2002




                                                        17

More Related Content

Similar to 1518 3689-1-pb

Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di IndonesiaPeran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesiavina irodatul afiyah
 
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA  PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA vina irodatul afiyah
 
PARPOL DAN PEMILU.ppt
PARPOL DAN PEMILU.pptPARPOL DAN PEMILU.ppt
PARPOL DAN PEMILU.pptzulamirulhaq1
 
Tugas pkn-kedudukan-dan-peranan-partai-politik-sebagai-komponen-pelaksanaan-d...
Tugas pkn-kedudukan-dan-peranan-partai-politik-sebagai-komponen-pelaksanaan-d...Tugas pkn-kedudukan-dan-peranan-partai-politik-sebagai-komponen-pelaksanaan-d...
Tugas pkn-kedudukan-dan-peranan-partai-politik-sebagai-komponen-pelaksanaan-d...barat ujang
 
Makalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesiaMakalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesiaWarnet Raha
 
Tugas powerpoint seppty warbianti
Tugas powerpoint seppty warbiantiTugas powerpoint seppty warbianti
Tugas powerpoint seppty warbiantiRoad Hog
 
Sistem Politik Indonesia
Sistem Politik IndonesiaSistem Politik Indonesia
Sistem Politik IndonesiaParanody
 
Kelompok 5 HTN.pptx
Kelompok 5 HTN.pptxKelompok 5 HTN.pptx
Kelompok 5 HTN.pptxSnn27
 
Studi perbandingan pemerintahan dan studi perbandingan politik merupakan sebu...
Studi perbandingan pemerintahan dan studi perbandingan politik merupakan sebu...Studi perbandingan pemerintahan dan studi perbandingan politik merupakan sebu...
Studi perbandingan pemerintahan dan studi perbandingan politik merupakan sebu...RiyandeeProject
 
Partai politik sebagai kekuatan politik
Partai politik sebagai kekuatan politikPartai politik sebagai kekuatan politik
Partai politik sebagai kekuatan politikyantolaris
 
Partai politik sebagai kekuatan politik
Partai politik sebagai kekuatan politikPartai politik sebagai kekuatan politik
Partai politik sebagai kekuatan politikyantolaris
 

Similar to 1518 3689-1-pb (20)

Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di IndonesiaPeran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Peran Partai Politik dalam Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
 
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA  PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA
PERAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA
 
Skripsi heri
Skripsi heriSkripsi heri
Skripsi heri
 
PEMILU 2014.pptx
PEMILU 2014.pptxPEMILU 2014.pptx
PEMILU 2014.pptx
 
Makalah pemilu
Makalah pemiluMakalah pemilu
Makalah pemilu
 
PARPOL DAN PEMILU.ppt
PARPOL DAN PEMILU.pptPARPOL DAN PEMILU.ppt
PARPOL DAN PEMILU.ppt
 
Sistem pemilihan umum
Sistem pemilihan umumSistem pemilihan umum
Sistem pemilihan umum
 
Tugas pkn-kedudukan-dan-peranan-partai-politik-sebagai-komponen-pelaksanaan-d...
Tugas pkn-kedudukan-dan-peranan-partai-politik-sebagai-komponen-pelaksanaan-d...Tugas pkn-kedudukan-dan-peranan-partai-politik-sebagai-komponen-pelaksanaan-d...
Tugas pkn-kedudukan-dan-peranan-partai-politik-sebagai-komponen-pelaksanaan-d...
 
Makalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesiaMakalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesia
 
Makalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesiaMakalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesia
 
Makalah Pkn multipartai
Makalah Pkn multipartaiMakalah Pkn multipartai
Makalah Pkn multipartai
 
Tugas powerpoint seppty warbianti
Tugas powerpoint seppty warbiantiTugas powerpoint seppty warbianti
Tugas powerpoint seppty warbianti
 
Sistem Politik Indonesia
Sistem Politik IndonesiaSistem Politik Indonesia
Sistem Politik Indonesia
 
Kelompok 5 HTN.pptx
Kelompok 5 HTN.pptxKelompok 5 HTN.pptx
Kelompok 5 HTN.pptx
 
Studi perbandingan pemerintahan dan studi perbandingan politik merupakan sebu...
Studi perbandingan pemerintahan dan studi perbandingan politik merupakan sebu...Studi perbandingan pemerintahan dan studi perbandingan politik merupakan sebu...
Studi perbandingan pemerintahan dan studi perbandingan politik merupakan sebu...
 
Makalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesiaMakalah pemilu di indonesia
Makalah pemilu di indonesia
 
Partai politik sebagai kekuatan politik
Partai politik sebagai kekuatan politikPartai politik sebagai kekuatan politik
Partai politik sebagai kekuatan politik
 
Sistem politik
Sistem politikSistem politik
Sistem politik
 
Partai politik sebagai kekuatan politik
Partai politik sebagai kekuatan politikPartai politik sebagai kekuatan politik
Partai politik sebagai kekuatan politik
 
Tipe tipe spi
Tipe tipe spiTipe tipe spi
Tipe tipe spi
 

1518 3689-1-pb

  • 1. STABILITAS DEMOKRASI DALAM SISTEM MULTI PARTAI DAN PRESIDENSIALISME INDONESIA Oleh: Arif Hidayat*) Abstrak Dalam demokrasi, partai berada dan beroperasi dalam suatu sistem kepartaian tertentu. Setiap partai merupakan bagian dari sistem kepartaian yang diterapkan di suatu negara. Sistem kepartaian memberikan gambaran tentang interaksi antar partai dan struktur persaingan di antara sesama partai politik dalam upaya meraih kekuasaan pemerintahan sesuai dengan konstruksi relasi regulasi yang berlaku. Sistem kepartaian yang melembaga cenderung meningkatkan stabilitas politik dan efektifitas pemerintahan presidensiil sekaligus meneguhkan implementasi good governance. Kata Kunci: Demokrasi; Partai Politik; Sistem Multipartai; Presidensiil A. PENDAHULUAN Presidensialisme dan sistem multipartai adalah sebuah “kombinasi rumit dan berbahaya” Partai politik merupakan pilar utama bagi stabilitas demokrasi. Sebagaimana data demokrasi (bukan kedua atau ketiga), karena pucuk komparasi Mainwaring, dari 25 negara yang kendali roda pemerintahan ada di tangan eksekutif, * )Dosen Pada Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang berhasil menjaga stabilitas demokrasinya pada yaitu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana tahun 1959-1989, di antaranya hanya 4 negara rumusan dalam UUD 1945 Pasal 6A ayat (2), presidensial (Amerika Serikat, Venezuela, Kosta bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden Rika dan Kolumbia), sementara 18 negara lainnya diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai adalah parlementer. Keempat sistem presidensial Politik. Artinya hak tersebut secara eksklusif hanya itu memiliki tingkat fragmentasi partai yang relatif diberikan oleh konstitusi kepada partai politik. rendah dengan hanya dua sampai dengan tiga Karena itulah, semua demokrasi membutuhkan partai yang efektif (Mainwaring, 1993; 102). partai politik yang kuat dan mapan guna Dalam konteks penguatan sistem kepartaian menyalurkan berbagai tuntutan warganya, dan memperkuat daya tahan stabilitas demokrasi memerintah demi kemaslahatan umum serta presidensial, pemberlakuan ambang batas legislatif memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Sangat (electoral thresold dan electoral parlementary) 20- rasional argumentasinya jika upaya penguatan 25% pada Pemilu 2009 berpotensi positif, apabila partai politik merupakan pilar mahapenting bagi dibarengi konsistensi yang koheren. Dengan bangunan demokrasi, sedangkan demokratisasi demikian, pengembangan institusionalisasi adalah pondasi utama bangunan good governance. (kelembagaan) partai politik senantiasa menjadi Dengan demikian derajat pelembagaan partai bahasan yang serius dari para ilmuan politik di politik sangat menentukan kualitas demokratisasi tanah air. Pasalnya sampai saat ini pengembangan kehidupan politik suatu negara (Salang, 2007; 3). institusionalisasi partai politik oleh partai-partai
  • 2. Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia politik belum maksimal. Sehingga dari waktu ke Partai politik dalam DPR yang seharusnya waktu, para ilmuan politik ditanah air, sering sekedar instrumen yang menyajikan calon yang mencari formula yang tepat bagi maksimalisasi paling baik bagi masyarakat cenderung lebih pengembangan institusionalisasi partai politik di mementingkan calon-calon yang loyal kepada tanah air. Salah satu problematika partai politik di partai daripada calon di luar partai yang mungkin Indonesia dewasa ini adalah belum terlembaganya dianggap lebih berkualitas. Tingkat kepercayaan partai sebagai organisasi modern. Secara akal masyarakat Indonesia terhadap kinerja Lembaga sehat, tak ada demokrasi yang bisa bekerja efektif Legislatif dan parpol begitu rendah. Yakni satu jika tingkat polarisasi dan fragmentasi partai terlalu tingkat paling bawah sebelum Partai Politik. Lebih tinggi seperti dianut sistem kepartaian bangsa kita. lengkapnya Parpol 8,1%, Lembaga Legislatif Energi partai-partai di parlemen acap kali hanya 11,2%, Polisi 14,6%, Lembaga Peradilan 19,9%, tersedot untuk memperdebatkan soal-soal Pemda 26%, Pempus 29% dan paling dipercaya elementer seperti tata bahasa dan istilah dalam justru militer 33% (Asian Barometer: 2004). berbagai rancangan kebijakan (Cetro, 2007; 8). Padahal, semakin tinggi tingkat Sistem kepartaian seharusnya mendukung pelembagaan partai, semakin tinggi pula daya ikat terbentuknya sistem pemerintahan yang kuat dan partai terhadap para pemilih atau konstituen partai bersih serta meningkatkan efektifitas pemerintahan serta terhadap elite dan kepengurusan partai. atau tingkat keterwakilan, namun kenyataannya Dalam paham demokrasi, daya ikat ini dibentuk setiap partai lebih mementingkan kepentingan secara konsensual, atas dasar kesepakatan masing-masing. Jika saja pengembangan mengenai ideologi, orientasi politik, program, dan institusionalisasi partai politik itu maksimal, tentu kepemimpinan partai (Fatah, 2004: 4). Secara lebih akan berimplikasi positif terhadap proses spesifik, pengembangan kelembagaan partai politik pemantapan sikap, dan perilaku partai politik yang merupakan proses yang dilalui oleh partai agar terpola atau sistemik, sehingga terbentuk suatu terorganisasi secara lebih baik, mempraktikkan budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip nilai-nilai demokrasi, membuat aturan dan prosedur dasar sistem demokrasi. sehingga memungkinkan partai-partai politik Belum terlembaganya partai politik sebagai mampu bersaing secara efektif dan lebih berhasil organisasi modern, membuat partai politik mulai dalam pemilu, serta menerapkan pilihan-pilihan kehilangan martabatnya di mata rakyat. Dari hasil kebijakan mereka (IMID, 2006; 12). survei LSI, Maret 2007, menunjukkan degradasi Partai-partai politik di Indonesia kerap representasi parpol di mata rakyat. Parpol kini diperhadapkan dengan problem pengembangan hanya menyisakan 35% kepercayaan masyarakat institusionalisasi partai politik. Salah satu sebagai modal eksistensinya. Krisis kepercayaan di penyebabnya terletak pada aturan main sistem satu sisi, dan rapuhnya proses institusionalisasi kepartaian kita, yang masih menganut multyparty demokrasi di sisi lain, menjadi ancaman cukup system. Padahal banyaknya partai politik yang serius di tengah transisi sosial saat ini (LSI, 2007; tampil sebagai kontestan pilkada, dan pemilu 12). merupakan partai-partai politik yang akar
  • 3. Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009 idiologinya berkutat pada tiga aras idiologi yang system). Sedangkan sistem kepartaian menurut sama; nasionalis-sosialis, nasionalis-religius, dan polarisasi atau pengkutuban kepentingan terbagi sosialis-religius (Imawan, 1999; 3). atas konsensual, konfliktual, dan konsosiasional. Tulisan ini akan disajikan menjadi beberapa Sistem dua-partai adalah produk sistem pemilu bagian. Bagian pertama akan menelusuri majoritarian (distrik) di bawah pemerintahan pendekatan sistem kepartaian di berbagai negara. bercorak presidensial, sedangkan sistem multipartai Selanjutnya, pada bagian kedua akan mencoba terbentuk dari sistem pemilu proporsional yang menguraikan bagaimana perjalanan bangsa umumnya dipraktikkan dalam sistem parlementer. Indonesia menerapkan format sistem pemilu dan Pendekatan Polarisasi dikembangkan oleh sistem kepartaiannya dalam kaitannya dengan ilmuwan politik Italia, Giovani Sartori (1976), sistem presidensialisme dan peningkatan good kepartaian tidak digolongkan menurut jumlah partai governance. atau unit-unit melainkan jarak ideologi antara partai- partai yang ada dan didasarkan pada tiga hal, yaitu jumlah kutub (polar), jarak di antara kutub (bipolar) B. PEMBAHASAN dan arah perilaku politiknya. Sartori juga mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga, Pendekatan Sistem Kepartaian di yaitu pluralisme sederhana, moderat dan ekstrem. Berbagai Negara Sementara itu, Dahl (1966) memperkenalkan Pendekatan yang lazim digunakan dalam pembedaan tipe sistem kepartaian atas tingkat melihat sistem kepartaian adalah pendekatan kompetisi antarpartai sehingga terbentuk berbagai numerik dan pendekatan polarisasi. Pendekatan pola oposisi partai dalam berhadapan dengan Numerik yang pernah dikembangkan ilmuwan kekuasaan (Swantoro, 2004; 112-113). politik kebangsan Prancis, Maurice Duverger (1954) Berbagai pilihan teoretis tersebut ini menyebut partai sebagai unit-unit dan sebagai menggarisbawahi bahwa sistem kepartaian tidak satu kesatuan yang terlepas dari kesatuan- semata-mata berkenaan dengan jumlah partai, kesatuan lain sehingga sistem kepartaian dapat tetapi juga tingkat kompetisi dan relasi ideologis di dilihat dari pola perilaku dan interaksi antar antara partai-partai. Karena itu, penataan kembali sejumlah partai dalam suatu sistem politik yang sistem kepartaian semestinya tidak semata-mata digolongkan dalam tiga unit, yakni sistem partai memperhitungkan faktor jumlah, tetapi juga tingkat tunggal, sistem dwi partai dan multipartai. kompetisi di satu pihak dan relasi ideologis partai- Sedangkan menurut Almond (1999) terbagi menjadi partai di lain pihak. dua macam yaitu: sistem kepartaian kompetitif dan Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) yang non-kompetitif. Sistem kepartaian kompetitif berlaku di berbagai negara sangat mempengaruhi membagi sistem kepartaian menurut jumlah dan sistem kepartaian yang dianut. Secara umum polarisasinya. Menurut jumlah, sistem kepartaian sistem pemilu di dunia terdiri dari 2 jenis yaitu: terdiri dari sistem dwi partai politik (two-party pluraty single district dan proportional system) atau multi-partai politik (multy-party representative system. Plurality single district 3
  • 4. Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia seringkali diterjemahkan bebas sebagai sistem Downing Street No. 10, London). district, walaupun secara definisi sistem district Sistem dwi partai politik kebanyakan merupakan varian dari induknya yaitu sistem digunakan di negara yang memiliki pengalaman plurality single district selanjutnya disebut sebagai demokrasi paling lama seperti di Inggris dan sistem plural. Sedangkan sistem proportional Amerika Serikat. Bentuk paling sederhana sering representative system secara sederhana disebut dicontohkan pada sistem pemilu di Amerika Serikat sebagai sistem pemilu proporsional. di mana sistem plural murni memaksa kedua partai Di negara Barat di mana demokrasi sudah politik untuk berkompetisi memenangkan pemilu di menjadi tradisi di dalam kehidupan masyarakatnya, tiap negara bagian. Partai politik yang lebih dahulu sistem plural membuka peluang untuk berbagai memenangkan pemilu di negara bagian tertentu partai politik untuk berkompetisi. Tingginya akan menjadi pemenang mutlak, meniadakan partisipasi masyarakat dalam sistem politik kesempatan partai politik lawan untuk duduk di mensyaratkan adanya pilihan penyaluran aspirasi dalam kongres (parlemen). Hanya partai politik politik setelah dukungan politik disuarakan besarlah yang mungkin berkontes dalam pemilu (artikulasi) dan disatupadukan (agregasi). sehingga partai politik kecil dengan sendirinya akan Demokrasi menjadikan partai politik bersaing dalam terpinggirkan. Logika berpikir seperti ini membuat merebut dukungan masyarakat, sehingga kelangsungan 2 partai politik di Amerika Serikat, menghasilkan sistem partai politik terbagi menurut Republik dan Democrat, bertahan lebih dari 200 jumlah dan polarisasi (pengkutuban). tahun lamanya. Karakteristik dari sistem dwi partai adalah: Uniknya, sistem pemilu dwi partai Amerika (1) kesederhanaan, (2) kejelasan, (3) kebebasan, Serikat membedakan antara pemilihan umum partai (4) kesempatan, (5) kegunaan demi kepentingan politik dengan pemilihan figur elit partai dalam publik. Sistem dua partai yang berlaku di Amerika mengisi jabatan Kongres (Senat dan Perwakilan Serikat dan Britania Raya sebetulnya tidak persis Negara Bagian). Pembedaan ini seringkali sama: Amerika Serikat menganut sistem kabinet membuka peluang bagi voters (pemilih) untuk presidensial, sedangkan Britania Raya memilih partai politik dan figur elit partai secara mempraktikkan sistem kabinet parlementer terpisah atau sering disebut sebagai split ticket. (demokrasi parlementer). Dua besar partai politik di Demi menghindari terjadinya efek split ticket yang Amerika Serikat adalah Partai Demokrat dan Partai merugikan partai politik, maka partai politik akan Republik, sedangkan di Britania Raya adalah Partai berlomba untuk memelihara dukungan faithfull Konservatif dan Partai Buruh (belakangan berdiri voters (pemilih loyal) di negara-negara bagian lagi Partai Liberal). Di Amerika Serikat, partai politik tertentu daripada berusaha setengah mati menarik yang memenangkan kursi kepresidenan (eksekutif) simpati unfaithfull voters. Namun demikian, untuk belum tentu menguasai (mayoritas) dalam mengantisipasi pindahnya suara ke partai politik Congress (legislatif). Di Britania Raya, pimpinan lawan akibat split ticket, partai politik memandang mayoritas dalam parlemen (legislatif) otomatis bahwa figur politik popular akan menarik simpati merebut kursi perdana menteri (Primer Minister, lebih mudah daripada partai politik itu sendiri.
  • 5. Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009 Sehingga sering dijumpai, partai politik threshold yang ditentukan perundangan pemilu, berkonsentrasi mengkampanyekan figur politik dapat berkontes dalam pemilu berikutnya. ketimbang partai politik itu sendiri pada beberapa Pembentukan partai politik baru demi mewadahi negara bagian tergolong memiliki banyak unfaithfull aspirasi masyarakat yang tidak tertampung dalam voters. Selebihnya partai politik berlomba untuk partai politik besar sangat terbuka. Sehingga menarik dukungan serta mengambil keuntungan keterwakilan masyarakat beragam dapat dipenuhi pemilih dari negara bagian berjumlah penduduk di dalam parlemen walaupun hanya 1 kursi namun masuk dalam kategori unfaithfull voters. perwakilan saja. Namun demikian kelemahan Negara-negara bagian seperti ini disebut sebagai sistem ini seringkali diakibatkan oleh “swing states.” ketidakterbukaan sistem pemilu dalam Strategi fokus pada figur dapat mengemukakan urutan daftar figur elit partainya, menghasilkan partai politik pemenang pemilu sehingga masyarakat merasa dikecewakan ketika secara nasional berbeda dengan figur elit partai figur politik pilihannya ternyata tidak dapat yang duduk di parlemen. Parlemen akan diisi oleh menduduki kursi di parlemen. figur elit partai politik terpilih walaupun dari partai Sistem pemilu proporsional murni dapat politik kalah dalam pemilu. Sehingga sistem pemilu dijumpai di negara-negara berkembang seperti Amerika Serikat menghasilkan parlemen anti- Indonesia, dimana partai politik akan menyusun majoritarian, karena mengesampingkan suara daftar urut figur elit partai politik. Dengan nomor rakyat terbanyak. Contoh paling mudah dijumpai urut semacam itu, figur dengan nomor urut teratas pada sistem politik Amerika Serikat pada masa akan memiliki kesempatan lebih besar untuk pemerintahan George W. Bush dan Dick Cheney, di menduduki kursi di parlemen apabila partai mana setelah hasil pemilu antar waktu tahun 2007, politiknya menang di suatu daerah pemilihan. Kongres sudah tidak dikuasai lagi oleh partai politik Dalam sistem pemilu proporsional semua partai Republican sebagai partai politik pendukung politik sejauh telah memenuhi ketentuan electoral presiden dan wakil presiden terpilih. Akan tetapi threshold yang ditentukan perundangan pemilu, anggota Kongres didominasi oleh partai oposan dapat berkontes dalam pemilu berikutnya. yaitu Democrat. Pembentukan partai politik baru demi mewadahi Sistem pemilu proporsional murni dapat aspirasi masyarakat yang tidak tertampung dalam dijumpai di negara-negara berkembang seperti partai politik besar sangat terbuka. Sehingga Indonesia, di mana partai politik akan menyusun keterwakilan masyarakat beragam dapat dipenuhi daftar urut figur elit partai politik. Dengan nomor di dalam parlemen walaupun hanya 1 kursi urut semacam itu, figur dengan nomor urut teratas perwakilan saja. Namun demikian kelemahan akan memiliki kesempatan lebih besar untuk sistem ini seringkali diakibatkan oleh menduduki kursi di parlemen apabila partai ketidakterbukaan sistem pemilu dalam politiknya menang di suatu daerah pemilihan. mengemukakan urutan daftar figur elit partainya, Dalam sistem pemilu proporsional semua partai sehingga masyarakat merasa dikecewakan ketika politik sejauh telah memenuhi ketentuan electoral figur politik pilihannya ternyata tidak dapat 5
  • 6. Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia menduduki kursi di parlemen. nasional. sebagai contoh di negara Rusia. Sistem multi-partai seperti di Jerman dan Konsosiasional, tipe semacam ini Perancis membutuhkan banyak partai untuk merupakan kompromi antara kedua jenis partai terlaksananya proses demokrasi yang mewadahi politik ekstrem pada kutub berbeda dengan kepentingan masyarakat yang heterogen. Multi- mensyaratkan kehadiran figur pemimpin politik partai mendorong partai politik untuk berkompetisi yang mampu mendamaikan dan diterima kedua sehat meraih dukungan voters. Partai-partai politik partai politik. Dasar pembentukan partai politik kecil di negara-negara Barat tersebut cenderung konsosiasional tersebut diambil dari teori demokrasi beraliansi dengan partai politik besar berideologi konsosiasional Arendt Lijphardt (1997). ekstrem seperti konservatif, liberalis dan radikal Lain halnya dengan sistem kepartaian demi pemenangan pemilu. Sebagai contoh di kompetitif seperti di atas, sistem kepartaian non- negara Perancis, partai politik berhaluan konservatif kompetitif. Negara seperti Cina memiliki sistem seperti Union for a Popular Movement merupakan kepartaian tunggal dimana Partai Komunis Cina hasil merger dari beberapa partai politik kecil (PKC) mendorong sistem politik otoriter. Agregasi beraliran konservatif (Rally for the Republic dan kepentingan politik sistem kepartaian non-kompetitif Union for French Democracy). cina berada di level bisnis, tuan tanah, dan Di lain pihak, partai politik berhaluan sosialis kelembagaan di birokrasi dan militer. Ruang bagi komunis seperti Socialist Party and French rakyat untuk agregasi politik tidak terbuka sehingga Communist Party memiliki ideologi liberal atau mereka tidak memiliki kesempatan untuk memilih radical. Karena Perancis memiliki Presiden sebagai partai alternatif. Sistem kepartaian seperti di Cina kepala negara (head of state) dan Perdana Menteri dan kebanyakan negara berhaluan komunis di sebagai kepala pemerintahan (prime minister), tidak masa lalu tersebut terbagi menurut derajat kontrol jarang dalam satu periode pemerintahan presiden partai politik terhadap kelompok-kelompok dan perdana menteri berasal dari partai politik yang kepentingan yang ada dalam sistem politik, yaitu berbeda seperti Perancis pada tahun 1997, di mana partai politik berkuasa secara eksklusif dan inklusif. Presiden Jacques Chirac seorang konservatif Secara ekslusif, partai politik berkuasa (governing memiliki perdana menteri Lionel Jospin berhaluan party) akan memaksakan kontrol terhadap sumber sosialis. Selanjutnya sistem partai politik ditinjau daya politik melalui tangan kepemimpinan partai. dari polarisasi kepentingan menghasilkan 3 jenis Ciri dari sistem kepartaian ekslusif ini adalah partai politik, yaitu: mempengaruhi rakyat dengan cara penggalangan Konsensual, di mana partai politik mobilisasi besar-besaran dan meniadakan berkonsensus, menjauhi konflik dalam merumuskan keberagaman kepentingan yang mungkin timbul. kebijakan bagi kepentingan politik nasional. Sedangkan ciri dari sistem kepartaian inklusif Sebagai contoh partai politik semacam ini dapat berusaha untuk mewadahi aneka kepentingan dari dijumpai di Amerika Serikat dan Inggris. kelompok sosial dalam masyarakat dengan Konflitual, di mana partai politik bersaing, menerima beberapa agregasi kepentingan, saling menjatuhkan dalam perumusan kebijakan sementara kepentingan yang dirasa tidak perlu
  • 7. Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009 ditekan sedemikian rupa dengan pelarangan bagi sama saja dengan "sistem satu partai" meskipun pihak yang menentang kuasa pemerintah. bisa saja terdapat jumlah (struktur, format) lebih Lain dari itu, sistem politik Anglo saxon yang dari adanya hanya satu partai. Dalam demokrasi biasanya di dominasi 2 partai politik kuat sehingga semu bisa terjadi, formalnya berlaku sistem banyak yang kalah akan menjadi oposisi untuk partai tapi faktual-aktualnya berlaku "sistem satu mengimbangi partai berkuasa (ruling party), partai" tanpa adanya checks & balances. Adanya Indonesia sebaliknya menganut sistem multi partai. partai oposisi di negara-negara demokratis-modern Konsekuensi dari sistem politik ini adalah untuk bukan hanya lumrah tapi harus; oposisi adalah membentuk pemerintahan yang kuat yang didukung bagian dari paritisipasi, tidak ada partisipasi berarti parlemen diperlukan koalisi partai politik yang tidak ada demokrasi! Tugas partai oposisi tidak mempunyai platform yang sama. Berbicara tentang kalah penting dibanding dengan tugas partai partai oposisi (the party in opposition) tidak bisa pemerintah (the party in power). lepas dari kultur-sistem politik, terutama sistem- Contoh-contoh di Inggris, Kanada, Australia kultur kepartaian (party-system) yang dianut ketua partai oposisi merupakan jabatan yang (berlaku) di suatu negara. Yang hakiki dalam penting dan terhormat serta diberi uang adanya partai oposisi, adalah adanya pengakuan kehormatan oleh negara. Menjalankan tugas bahwa tidak ada manusia yang sempurna. oposisi tidak sama dengan secara membabibuta Terutama tentang power (kekuasaan) yang (hantam kromo) melakukan sabotase dan/atau melibatkan nasib bangsa (masyarakat), itu perlu subversi. Oposisi politik ada aturan mainnya (bukan kultur-sistem checks & balances. "Power tends to teror politik!). Beroposisi politik berarti secara lugas- corrupt -- absolute power corrupts absolutely", kata jelas-tegas melakukan kontrol, koreksi, kritik Lord Acton. "History is past politics -- present terhadap pemerintah demi kepentingan publik. Baik politics future history", kata Sir John Seely. Ada dua partai pemerintah maupun partai oposisi sama- kemungkinan kepemimpinan politik dalam sistem sama adalah partai politik yang legal, yang politik yang tidak mengakui (mengenal) adanya eksistensi-fungsinya sama-sama dijamin undang- partai oposisi; "Ratu Adil", atau diktator-tiran! undang dan kebiasaan (konvensi-tradisi) politik Checks & balances, itulah salah satu substansi negeri. Rezim yang menutup pintu untuk adanya demokrasi modern. partai oposisi, bisa berarti membuka jendela untuk Adanya partai oposisi melekat kuat dengan adanya konspirasi (komplotan), rebelli, putsch, sistem dua partai (two-party system) dan sistem coup d'etat, dan bahkan revolusi. Hakikat manusia banyak partai (multi-party system), bukan dengan dan kebebasan, selalu mencari celah untuk bebas "sistem satu partai" ("one party system") yang (bukan liar!). contradictio in terminis dan otoriter-totaliter. Kedua Dalam rezim otoriter-totaliter yang sistem dua partai dan sistem banyak partai sama- mempraktikkan "sistem partai tunggal" (dengan sama mensyaratkan adanya partai oposisi (the segala modifikasinya), pergantian penguasa (the party in opposition) secara jelas dan tegas serta ruling elite) biasa dilakukan dengan perebutan lugas, kalau tidak begitu maka pada hakikatnya kekuasaan yang penuh rahasia dan sering kali 7
  • 8. Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia keras dan bahkan ganas. Ketertutupan Dalam literatur dikenal beberapa sistem mengundang ketertutupan, kekerasan mengundang kepartaian yang berlaku di berbagai negara yakni kekerasan, pengkhianatan mengundang nonpartisan system, single-party systems, pengkhianatan! dominant-party systems, Two-party systems, dan Logika dan etika politik yang berlaku di Multi-party systems. Tidak semua negara sepakat negara-negara modern demokratis; sistem dalam menggunakan sistem itu. Beberapa negara mekanisme demokrasi dikatakan jalan, hanya kalau yang menjalankan sistem multi partai tetapi masing-masing partai politk (berdasarkan undang- kenyataannya hanya satu partai yang dominan undang dan aturan main) dimungkinkan seperti Singapore dengan People's Action Party (berdasarkan pilihan rakyat) utuk secara bergantian (PAP) pimpinan Mr Lee Hsien Loong -nya atau menjadi partai pemerintah. Maka karakteristik dari seperti Indonesia di masa Orde Baru dengan sistem banyak partai adalah: (1) terdapat jumlah Golkar (Partai Golongan Karya). Negara-negara (struktur) lebih dari dua partai politik, (2) praktik lain (yang juga multi partai) seperti Amerika Serikat, politik "dagang sapi" di kalangan partai-partai politik dalam kenyataannya menggunakan two dominant- dalam proses pembentukan kabinet, (3) watak party system dengan Partai Republik dan perwakilan (representasi) dalam tubuh kabinet, Demokrat. Hal yang sama terjadi di Inggris dengan kabinet koalisi atau kabinet yang terdiri dari blok- Partai Buruh dan Konservatif. blok partai politik yang berkoalisi, (4) kekuatan Pertanyaanya, bagaimana dengan politik yang terbagi (shared-partial power) dalam Indonesia? Pertama, Indonesia menganut sistem tubuh kabinet, (5) kabinet labil, sewaktu-waktu multi partai, dengan sistem pemilu yang berlaku terancam perpecahan dari dalam tubuhnya sendiri. maka semua partai itu punya peluang mendapat Negara-negara di Eropa barat merupakan kursi baik di DPR maupun DPRD. Kedua, upaya kawasan utama dari sistem banyak partai, dengan membatasi jumlah partai peserta pemilu agar tidak ideologi partai sebagai landasannya. terlampau banyak sulit dicapai. Hal ini mengingat Begitulah sekilas saja tentang reformasi dan Electoral Treshold (ET) tidak dijalankan secara oposisi secara lugas, dengan harapan lebih konsekuen. Dengan konsep ET yang lama (meski mencerahkan dan mencerdaskan wawasan politik banyak dikritik) hanya 7 parpol lama yang langsung masyarakat umum. Sedangkan di Indonesia sendiri lolos. Ketentuan itu telah dianulir dalam Pemilu sejauh ini, masih juga belum nyambung No.10/2008. Ketiga, sistem check and balance (unmatched) antara sistem konstitusional (UUD menjadi tidak terwujud atau tidak jelas. 1945) yang menganut sistem kabinet presidensial Pemerintahan diisi beberapa wakil dari parpol, (yang cocok dengan sistem dua besar) dengan tetapi tidak tergabung dalam koalisi yang warisan kultur praktik kepartaian yang justru ultra permanen. Begitu pula pihak oposisi. Tidak ada multi partai. Jangan skeptis-pesimistis, sejarah koalisi oposisi yang mantap. Akibatnya, kebijakan masih panjang pemerintah acapkali ditolak oleh parpol yang Sistem Kepartaian dan Presidensialisme notabene punya wakil di kabinet. “Koalisi” Parpol Indonesia bersatu tergantung pada isyunya. Keempat,
  • 9. Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009 terwujudnya persaingan dan kerjasama parpol yang kontestan pemilu, akan tetapi individu (Perorangan) tidak jelas. Bayangkan, parpol-parpol di tingkat juga diberi kesempatan untuk mencalonkan diri. Pusat, Provinsi, dan Kabupaten tidak diisi atau Pemilu pada era ini dianggap sebagai pemilu yang didukung oleh parpol-parpol yang sama. Kabinet paling demokratis selama pemerintahan di didukung oleh parpol-parpol yang di beberapa Indonesia. Walaupun demikian, partai politik yang provinsi bersaing menjadi lawan dalam pemilihan dihasilkan melalui pemilu demokratis ini dianggap gubernur. Kasus Maluku Utara jadi contoh paling telah menyalahgunakan kesempatan berkuasa, jelas. Salah satu pasangan didukung oleh partainya karena terlalu mementingkan kepentingan serta Presiden yakni Partai Demokrat. Pasangan lainnya ideologi masing-masing kelompok, sehingga gagal didukung oleh Partainya Wakil Presiden yakni menciptakan suasana yang stabil yang kondusif Partai Golkar dan PAN. Keempat partai ini sama- untuk pembangunan secara berkesinambungan. sama mengisi kabinet di pusat. Kondisi yang sama Karena pendeknya usia setiap kabinet sebagai berlangsung di provinsi dan kabupaten/kota di akibat ulahnya partai-partai, tidak mungkin bagi provinsi tersebut. Begitu juga antar daerah. Satu pemerintah menyusun dan melaksanakan suatu parpol di satu provinsi berkoalisi dengan parpol lain rencana kerja secara mantap (Azed, 2000; 23-29). yang menjadi lawannya di provinsi yang berbeda. Masalah jumlah ideal parpol sudah menjadi Terlihat jelas dari semua paparan di atas. Sistem perdebatan sejak awal kemerdekaan. Setelah kita dibangun lebih banyak atas kepentingan proklamasi negara Republik Indonesia dibacakan pragmatis, bersifat temporer, dan tidak konsisten. Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pecah Sistem kepartaian pada dasarnya tidak ketidaksepakatan di antara founding fathers soal terpisah dari sistem pemilu. Secara teoretis, sistem jumlah ideal parpol. Sebagian ingin menganut kepartaian bahkan merupakan produk dari pilihan sistem monopartai (partai tunggal) dan lainnya terhadap sistem pemilu. Hanya saja bangsa kita tak menghendaki sistem multipartai (banyak partai). pernah konsisten mengimplementasikannya. Tokoh utama penggagas monopartai adalah Pembicaraan dan diskusi tentang sistem kepartaian Presiden Soekarno, sedangkan sistem multipartai hampir selalu mendahului kesepakatan mengenai ditokohi Wakil Presiden Mohammad Hatta. sistem pemilihan. Perdebatan dimenangkan pendukung multipartai Dalam perjalanannya Indonesia mengalami setelah Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia perdebatan panjang pilihan diterapkannya sistem Pusat pada awal November 1945 mendesak pemilihan. Complicated permasalahan dan pemerintah mengeluarkan peraturan yang beragam pertimbanganlah yang kemudian mendorong seluruh bangsa Indonesia mendirikan mengantarkan Indonesia untuk memilih salah satu parpol-parpol baru untuk mengikuti Pemilu yang sistem yang diterapkannya. Pada masa berlakunya rencananya diadakan bulan Januari 1946. sistem parlementer, kombinasi yang digunakan Jadwal pelaksanaan Pemilu mengalami adalah sistem pemilu proportional representation pengunduran dan baru dilaksanakan tahun 1955. dan sistem multipartai. Pada masa ini, tidak hanya Meski Pemilu diundur, tetapi sejak 3 November partai saja yang diberikan kesempatan menjadi 1945 Indonesia memilih sistem multipartai. 9
  • 10. Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia Banyak yang kecewa terhadap sistem Banyak yang percaya bahwa krisis politik multipartai karena pengurus parpol asyik bermain merupakan akibat dari kegagalan manajemen dengan syahwat kekuasaannya. Tercetus istilah konflik dalam sistem multipartai. Aksi penguburan praktik dagang sapi guna menyindir politisi. Di sini parpol ala Soekarno berlanjut. Korbannya PKI dan Presiden Soekarno kembali hadir sebagai tokoh partai-partai berhaluan kiri lainnya. PKI dibubarkan penting yang menentang sistem multipartai. Dektrit karena divonis sebagai dalang kudeta G30S. Ada Presiden 4 Juli 1959 menghidupkan kembali UUD polemik tersembunyi di antara pendukung Orde 1945, Soekarno dalam usaha membentuk Baru pada saat itu yang. menyangkut sistem demokrasi terpimpin menyatakan beberapa kepartaian. Dua gagasan bertarung, yakni tindakan antara lain menyederkanakan sistem mempertahankan sistem multipartai atau partai dengan mengurangi jumlah partai. menggantinya dengan sistem dwipartai. Di dalam Penyederhanaan dilakukan dengan mencabut sistem dwipartai hanya ada dua parpol, yaitu parpol Maklumat Pemerintah tertanggal 3 November 1945, yang memerintah dan parpol yang beroposisi. Para melalui Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 7 pimpinan parpol menolak sistem dwipartai karena tahun 1959 ditetapkan syarat-syarat yang harus akan memaksa mereka untuk bergabung atau dipenuhi oleh partai untuk diakui oleh pemerintah. membubarkan diri. Penolakan mereka diakomodir Pada tahun 1960 jumlah partai yang memenuhi oleh Presiden Soeharto yang sangat membutuhkan syarat tinggal 10 partai. Setahun usai Pemilu 1955, dukungan mereka. sistem multipartai tetap ia mengobarkan semangat mengubur parpol- dipertahankan pada Pemilu 1971. parpol. Lima tahun kemudian 26 parpol dikubur Pada awalnya, penyederhanaan Sistem (baca: dibubarkan) dari 36 parpol peserta Pemilu Multipartai Orde Baru dilakukan dengan suatu 1955. Sepuluh parpol yang selamat adalah PNI, kompromi (Konsensus nasional) antara pemerintah Nahdatul Ulama, PKI, PSII, Parkindo, Partai Katolik, dan partai-partai pada tanggal 27 Juli 1967 untuk Perti, IPKI, Murba, dan Partindo. tetap memakai sistem perwakilan berimbang, Soekarno digantikan oleh Jenderal dengan beberapa modifikasi. Di antaranya, Soeharto. Orde Baru dengan sistem pemerintahan kabupaten dijamin sekurang-kurangnya 1 kursi, dan Presidensialisme, menerapkan sistem pemilihan 100 anggota DPR dari jumlah total 460 diangkat proporsional dengan daftar tertutup kombinasi dari ABRI (75), Non ABRI (25). Sistem distrik ditolak dengan sistem multipartai yang berangsur-angsur dan sangat dikecam parpol, dengan alasan karena disederhanakan. Selain sistem proporsional tidak hanya dikhawatirkan akan mengurangi tertutup yang digunakan, modifikasi sistem kekuasaan pimpinan partai, tetapi juga mencakup pemilihan yang digunakan Orde Baru adalah ide baru, seperti duduknya wakil ABRI sebagai melalui pengangkatan utusan golongan/daerah anggota parlemen. (Marijan, 2002; 4). Namun, usai Pemilu 1971, Karena Meski sudah tidak berperan lagi, tetapi kegagalan usaha penyederhanaan partai ketika gagasan Soekarno bahwa sistem multipartai tidak pemilihan, Orde Baru melakukan pengurangan cocok untuk Indonesia justru berkembang pesat. dengan mengelompokkan dari 10 partai menjadi
  • 11. Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009 tiga partai pada tahun 1973, sehingga sejak pemilu calon terbuka untuk memilih DPR dan DPRD, 1977 hingga 1992 hanya ada tiga peserta pemilu sedangkan untuk memilih Dewan yakni PPP, Golkar, dan PDI. Presiden Soeharto PerwakilanDaerah (DPD) menggunakan sistem memaksa seluruh parpol bergabung menjadi ke distrik sistem distrik berwakil banyak. Sistem dalam Golkar atau salah satu dari dua parpol, yakni Pemilu ini digunakan sebagai evaluasi sistem yang parpol religius (Partai Persatuan Pembangunan) diterapkan pada masa Orde Baru, dengan harapan dan parpol non-religius (Partai Demokrasi rakyat agar pemilihan calon yang diajukan oleh Indonesia). Soeharto tidak memikirkan partai politik (parpol) lebih dikenal oleh pemilihnya. keragamanan beragama. Partai Katolik dan Kristen Namun sudah dua kali Pemilu (1999 dan 2004), lebih suka bergabung ke dalam PDI daripada PPP. harapan itu tidak kunjung tiba. Beberapa survei Praktis PPP menjadi parpol religius berdasarkan memperlihatkan penurunan kepercayaan rakyat agama Islam. Dengan tindakan seperti ini, di satu terhadap sistem multipartai. Kadar penurunannya sisi Orde Baru telah berhasil mengatasi perlunya belum sebesar dekade pasca-Pemilu 1955 (Hestu, pembentukan kabinet koalisi, serta tidak adamya 2005; 7). lagi fragmentasi partai atau terlalu banyak partai. Dari pengalaman-pengalaman di atas yang Tetapi disisi lain masih terdapat kelemahan- menjadi dasar keberadaan sistem kepartaian, lebih kelemahan, diantaranya kekurangan akraban banyak memang penekanannya terletak pada antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya. perwujudan pemerintahan yang representatif dan Peranan penentu dari pimpinan pusat dalam legitimate dilihat dari sudut kepentingan menetapkan daftar calon dianggap sebagai sebab menegakkan demokrasi, yaitu dirancang untuk utama mengapa anggota DPR kurang memenuhi: (1) Menerjemahkan suara yang menyuarakan aspirasi rakyat. diperoleh dalam pemilu menjadi kursi di badan- Pengalaman Orde Baru memperlihatkan badan legislatif. Sistem tersebut mungkin bisa kegagalan sistem dwipartai yang tidak murni untuk memberikan bobot lebih pada proposionalitas menyehatkan iklim politik. Kondisi coba diperbaiki jumlah suara yang diraih dengan kursi yang oleh para tokoh reformasi dengan cara dimenangkan, atau mungkin pula bisa menyalurkan memberlakukan kembali sistem multipartai yang suara (betapapun terpecahnya keadaan partai) ke nyaris terlupakan dalam sejarah bangsa Indonesia. parlemen yang terdiri dari dua kutub partai-partai Dalam konteks ini, penerimaan kembali sistem besar yang mewakili sudut pandang yang berbeda; multipartai merupakan prestasi yang biasa. Para (2) Sistem pemilihan bertindak sebagai wahana tokoh reformasi berhasil menghapus memori penghubung yang memungkinkan rakyat dapat negatif generasi Orde Baru terhadap sistem menagih tanggung jawab atau janji wakil-wakil yang multipartai. Bahkan harapan rakyat terhadap sistem telah mereka pilih (Ben Reilly,1999; 25). multipartai meningkat sangat tinggi karena Banyak negara maju yang memiliki dipercaya sebagai obat mujarab untuk memperbaiki pengalaman sejarah sama dalam membangun keadaan. Sistem Pemilu yang dianut adalah sistem sistem demokrasi seperti Indonesia, misalnya; proporsional (perwakilan berimbang) dengan daftar Argentina, Chile, Brazilia, Polandia dan Amerika. 11
  • 12. Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia Akhirnya mereka juga mengambil langkah yang contoh antara lain dengan membangun koalisi paling tepat dalam negara demokrasinya yaitu: pemerintahan (kabinet) di antara partai-partai menyederhanakan sistem multi partainya, menjadi politik. Bagaimana dengan Indonesia? 2 atau 3 partai. Alasannya; Pemerintahan sistem Dampak multi partai di Indonesia dapat kita presidensill menjadi lebih efective, Suara bias dari rasakan bersama, yaitu sulitnya Presiden untuk multi partai dapat dibendung dan lebih sinergis, membuat "Decision Making" berkaitan dengan Sistem pemerintahan yang cenderung Parlementer masalah kehidupan berbangsa dan negara yang akibat multi partai dapat dihindari. Dalam sistem strategis meliputi aspek; politik, ekonomi, diplomasi presidensial yang berdasarkan sistem multipartai, dan militer. Bila kita mengamati secara fokus bila tidak ada partai politik yang meraih suara hubungan antara Executif dan Legislatif, Presiden mayoritas di parlemen, koalisi merupakan suatu mengalamai resistansi karena peran Legislatif lebih yang tidak bisa dihindari. Ia bisa dikatakan sebagai dominan dalam sistem multi partai. Sebenarnya suatu keniscayaan. Bila tidak, kemungkinan posisi Presiden RI sangat kuat karena presiden efektivitas pemerintahan akan terganggu. Karena dipilih langsung oleh rakyat bukan dipilh oleh DPR. itu, koalisi merupakan ”jalan penyelamat” bagi Tetapi dalam hal penerbitan dan pengesahan sistem pemerintahan presidensial yang menganut perundang-undangan presiden perlu dukungan sistem multipartai. Dalam bahasa Arend Lijphart, DPR. DPR yang merupakan lembaga negara, justru model seperti ini merupakan bagian dari demokrasi menjadi resistansi dalam sistem pemerintahan kita, konsensual. karena mereka bias dengan kepentingan primordial Mainwaring dan Linz mengatakan bahwa masing-masing. Menyamakan visi dan misi dari 42 akan ada problem manakala sistem presidensial partai, dengan ideologi dan kepentingan yang dikombinasikan dengan sistem multipartai. sangat mendasar perbedaannya akan sangat sulit Kombinasi seperti ini akan menghasilkan dicapai. Peran DPR, tak lebih sebagai opposisi instabilitas pemerintahan. Ini terjadi karena faktor yang selalu menentang pemerintah misalnya; fragmentasi kekuatan-kekuatan politik di parlemen masalah politik LN Indonesia terhadap program dan ”jalan buntu” bila terjadi konflik relasi eksekutif- nuklir Iran. Lain halnya dengan masalah legislatif. Karena itu, sistem presidensial lebih Rancangan UU Kamnas, DPR lebih bersikap cocok menggunakan sistem dwipartai. Dengan apatis. menggunakan sistem ini, efektivitas dan stabilitas Di dunia ini, selain Indonesia, hanya ada pemerintahan relatif terjamin. Berbeda dengan satu negara, Cile, yang bertahan dengan sistem kedua ahli di atas, Arend Lijphart mengatakan presidensialisme dan multipartai. Karena itu, bahwa sistem multipartai juga bisa menghasilkan banyak yang mendukung penyederhanaan sistem sistem demokrasi presidensial yang efektif dan kepartaian Indonesia, dengan mengurangi jumlah stabil. partai politik peserta pemilu. Tujuannya agar Kondisi itu, menurutnya, bisa diatasi dengan pemerintahan bisa lebih efektif dan stabil. cara mengembangkan demokrasi konsensual Jika ditelusuri, gabungan presidensialisme (demokrasi konsensus). Lijphart memberikan dan sistem multipartai tidak sefatal seperti yang
  • 13. Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009 diperkirakan. Berbagai pendapat tentang untuk mengganti pemerintahan. ketidakcocokan antara sistem multipartai dan Kekhawatiran itu belum ditemukan di presidensialisme mengacu studi Scott Mainwaring Indonesia. Meski hubungan antara eksekutif dan (1993). Mainwaring menunjukkan, dari seluruh legislatif tak sepenuhnya mulus, eksekutif tetap demokrasi di dunia, hanya Cile yang mampu berhasil meloloskan aneka kebijakan terpentingnya. mengawinkan secara stabil presidensialisme Ada dua alasan utama mengapa kita tidak perlu dengan sistem multipartai. Menurut Mainwaring, terlalu takut dengan sistem multipartai presidensial penggabungan presidensialisme dengan multipartai di Indonesia. Pertama, sistem multipartai berpotensi menyebabkan kebuntuan dan presidensial mempunyai potensi dan aspek positif. instabilitas pemerintah. Artinya, tingginya tingkat kompetisi antarpartai Potensi buntu lebih besar dalam sistem mendorong parpol bekerja lebih keras guna multipartai presidensial dibandingkan multipartai menarik suara, semakin banyak pilihan parpol parlementer karena di dalam sistem untuk publik, dan kian stabilnya pemerintah karena presidensialisme yang multipartai jarang sekali presiden tidak mudah dijatuhkan parlemen seperti presiden terpilih didukung mayoritas pemegang awal masa reformasi di Indonesia. Kedua, studi kursi parlemen sehingga jumlah oposisi di parlemen Mainwaring tentang ketidakefektifan dan sering lebih besar dibandingkan partai pendukung ketidakstabilan sistem multipartai presidensial presiden. Pertanyaannya, bukankah bisa dibangun diperbaiki Jose Antonio Cheibub (2007) dalam koalisi untuk mendukung presiden? studinya tentang presidensialisme dan kepartaian. Koalisi pendukung presiden dalam sistem Cheibub menunjukkan, hubungan antara sistem presidensialisme tidak stabil. Karena, pertama, pemerintahan dan kepartaian tidak sesederhana koalisi pemerintahan dan elektoral sering berbeda. yang disebut Mainwaring. Dalam koalisi pemerintahan, parpol tidak Menurut studi Cheibub, sistem parlementer bertanggung jawab menaikkan presiden dalam multipartai terlihat lebih efektif dalam proses pemilu sehingga parpol cenderung meninggalkan legislasinya karena perdana menteri dalam sistem presiden yang tidak lagi populer. Kedua, pemilu parlementer yang ada di bawah ancaman presiden selalu ada di depan mata sehingga partai pemakzulan amat berhati-hati dalam mengajukan politik berusaha sebisa mungkin menjaga jarak usulan kebijakan atau undang-undang. Sementara dengan berbagai kebijakan presiden, yang mungkin itu, dalam sistem presidensialisme, presiden tidak baik, tetapi tidak populis. Alasan ketidakcocokan perlu terlalu takut mengajukan kebijakan karena ketiga, kemungkinan jatuhnya pemerintah secara tidak ada ancaman pemakzulan yang serius dari inkonstitusional. Besarnya peluang pergantian parlemen. Karena itu, persentase keberhasilan pemerintah secara inkonstitusional amat relatif meloloskan undang-undang jauh lebih tinggi pada karena dalam sistem presidensialisme amat sulit sistem multipartai parlementer dibandingkan sistem menurunkan presiden terpilih. Karena itu, pihak- multipartai presidensial. pihak yang tidak puas dengan kinerja pemerintah Cheibub menemukan, ketika faktor seperti cenderung menggunakan jalur inkonstitusional umur dari demokrasi atau pendapatan per kapita 13
  • 14. Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia dimasukkan dalam perhitungan dan analisis, koalisi antara partai-partai di parlemen saat itu. dari pemerintahan tidak lagi berpengaruh terhadap Dalam ilmu politik, secara garis besar koalisi keefektifan proses legislasi. Cheibub juga dikelompokkan atas dua. Pertama, policy blind menyimpulkan, risiko instabilitas suatu pemerintah, coalition, yaitu koalisi yang tidak didasarkan atas baik presidensial maupun parlementer, tidak pertimbangan kebijakan, tetapi untuk dipengaruhi oleh apakah pemerintah itu satu, dua, memaksimalkan kekuasaan (office seeking). atau multipartai. Kedua, policy-based coalition, yaitu koalisi Pengurangan jumlah partai politik tidak perlu berdasarkan pada preferensi tujuan kebijakan yang dipaksakan. Sistem kepartaian yang lebih hendak direalisasi (policy seeking). Kecenderungan sederhana tanpa disertai kedewasaan politik elite yang terjadi dalam era Reformasi ini, format koalisi dan publik belum tentu membuat pemerintahan yang dibangun adalah bentuk yang pertama. Koalisi lebih efektif dan stabil. Masing-masing elite politik tidak berdasarkan pertimbangan kebijakan, mempunyai kepentingan dan akan berusaha melainkan hanya untuk meraih kekuasaan. Koalisi memperoleh kepentingannya. Sementara itu, publik yang dibentuk lebih didasarkan pada pragmatisme yang secara politik belum dewasa akan mudah politik. diperalat elite untuk ”menggoyang” pemerintah. Memang ada sisi positif dalam koalisi yang Yang diperlukan Indonesia bukan pengurangan selama ini dibentuk, yakni runtuhnya ”sekat-sekat jumlah parpol, tetapi pendidikan politik yang ideologis”. Koalisi seperti ini merupakan bentuk berkualitas dan reformasi parpol sehingga aktor koalisi pragmatis dan jangka pendek. Mereka demokrasi Indonesia makin dewasa secara politik. bergabung hanya untuk kepentingan kekuasaan Yang dimaksud dewasa adalah mempunyai ansich. Dengan fondasi seperti ini, tidak aneh bila pengetahuan politik yang cukup, mempunyai akses di antara pendukung koalisi itu sendiri terjadi informasi politik yang memadai, memiliki perbedaan pandangan dalam mengusung suatu kemampuan bernegosiasi dan bermufakat dalam kebijakan. kerangka peraturan yang ada, serta mengindahkan Dalam konteks itu, acap parpol pendukung kepentingan orang banyak di atas kepentingan koalisi dengan tanpa merasa bertanggung jawab –– pribadi yang didasarkan kesadaran bahwa sebagai bagian dari koalisi–– tidak merasa bersalah kepentingan jangka panjang individu bergantung menentang kebijakan pemerintah. Itulah realitas pada kepentingan publik. Jumlah partai politik akan yang terjadi. Memang dalam koalisi di mana pun, berkurang sampai pada jumlah yang tepat sejalan bagi-bagi kekuasaan tidak bisa dihindari. Namun, peningkatan kedewasaan politik para elite dan dengan fokus pada platform, pengejaran publik. kekuasaan akan digiring ke arah yang Berbicara tentang koalisi pemerintahan di menguntungkan rakyat. Sudah saatnya partaipartai Indonesia,sesungguhnya pola ini bukan hal yang duduk bersama membicarakan program-program baru di negeri ini. Pada awal kemerdekaan, ketika membangun bangsa ini ke depan agar lebih baik pemerintahan menganut sistem parlementer, dari sekarang. kabinet yang terbentuk merupakan hasil koalisi Keinginan untuk melakukan terobosan
  • 15. Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009 terhadap penguatan sistem presidensialisme setara posisinya dengan DPR, justru menjadi Indonesia sekaligus pelembagaan sistem lemah. Sehingga yang muncul bukan kolaborasi, kepartaian, melalui pembentukan koalisi parpol namun justru dominasi DPR terhadap presiden. yang lebih permanen. Kedua dari sisi substansi, Fakta politik dan sistemik ini tentu sudah selayaknya untuk diberikan apresiasi. memerlukan terobosan baru. Karena sistem presidensialisme dengan multipartai sederhana C. PENUTUP atau tidak, sebenarnya bukan jaminan bagi Beranjak dari penerapan sistem efektivitas suatu pemerintahan. Tidak juga bagi presidensialisme Indonesia dan efektivitas pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pemerintahan, jika model pemilihan lama –Legislatif separation of power plus sistem dua partai terlebih dahulu dibandingkan Pilres– dipertahankan. sekalipun. Pengalaman negara-negara Amerika Sebagai kategori, hal tersebut disebut pemilu yang Latin, memberikan pelajaran yang baik untuk itu. terpisah. Sedangkan kategori lain yang ingin Agar pemerintahan berjalan efektif dalam sistem ditawarkan adalah pelaksanaan pemilu nasional presidensialisme multipartai, maka pelaksanaan (Presiden dan DPR) secara serentak. pemilu nasional secara serentak dipakai sebagai Baik pemisahan maupun keserentakan cara. Karena efektivitas pemerintahan itu sendiri pelaksanaan pemilu, sama-sama bertitik temu pada dipengaruhi oleh tingkat interaksi dan heterogenitas concern yang sama agar terbentuk pemerintahan antar kekuatan politik yang ada. Sehingga, tidak yang stabil, parlemen yang efektif, dan sekaligus tergantung pada multi tidaknya sistem kepartaian pembangunan lembaga kepartaian. Adanya yang diterapkan, keserentakan pelaksanaan dukungan politik DPR bagi presiden terpilih ternyata pemilu, justru dimaksudkan untuk menciptakan menjadi variabel penting yang tidak bisa diabaikan. demokrasi konkordans (konsensual). Tujuannya, Didasari ketentuan konstitusi yang menyatakan, adalah mendorong keterlibatan sebanyak- kewenangan pembuatan UU bersama-sama ada banyaknya aktor masyarakat dalam proses politik, pada Presiden dan DPR, begitu juga dengan dalam rangka meraih keputusan lewat konsensus. kebijakan-kebijakan lainnya. Situasi ini Tipe ini merupakan tandingan dari demokrasi menunjukkan bahwa, separation of power -dimana mayoritas seperti yang terjadi di Amerika Serikat kekuasaan dari suatu cabang pemerintahan akan (the winner take all). membatasi kekuasaan yang lain- bukan menjadi Sama dengan di Indonesia, presidensialisme prinsip dasar sistem pemerintahan presidensialisme Amerika Latin juga dianggap sebagai sistem politik kita. Melainkan convergence of power, di mana alamiah. Karena, faktor pemilihan presiden antara cabang-cabang kekuasaan saling dianggap yang terpenting dan memberi pengaruh berkolaborasi untuk menghasilkan undang-undang pada pemilihan legislatif, termasuk terhadap sistem atau suatu kebijakan. Kondisi inilah yang disebut kepartaian. Keeratan kaitan antara ketiga variabel sebagai fenomena “parlementarisasi tersebut (presiden-parlemen-sistem kepartaian), presidensialisme”. Hal demikian terjadi karena, merupakan efek ketergantungan yang dapat diatasi presiden yang harusnya kuat atau paling tidak ataupun diukur melalui dua derajat keserentakan; 15
  • 16. Stabilitas Demokrasi dalam Sistem Multipartai dan Presidensialisme Indonesia waktu pelaksanaan, dan kertas suara pencoblosan murah, karena putaran kedua jarang terjadi. yang sama. Semakin serentak pelaksanaan pemilu, Jadi salah satu persoalan yang mendasar maka semakin tinggi isu pemilihan presiden dalam yang harus dipecahkan untuk membuat sistem mempengaruhi pemilihan anggota legislatif, dan presidensial yang kuat adalah, harus dibenahi tingkat konsentrasi sistem kepartaian yang akan sistem kepartaian dan sistem Pemilu Legislatifnya. dihasilkan. Ketiga paket UU Politik, harusnya sinergis agar Bergantung dengan sistem apa – pluralitas, interaksi politik antara eksekutif dan legislatif mayoritas, ataupun runoff With Reduced mengarah pada efektivitas pemerintahan. Sayang threshold/mayoritas bersyarat- keserentakan mungkin kita belum (akan) menemuinya pada pelaksanaan pemilu dikombinasikan, tentu Pemilu legislatif dan Pilpres periode mendatang. dipengaruhi oleh kondisi obyektif dan tujuan yang ingin dicapai. Karena masing-masing sistem, akan memberi dampak yang berbeda. Jika bertujuan DAFTAR PUSTAKA terhadap munculnya insentif bagi pembentukan koalisi atau aliansi partai yang permanen, Amal, Ichlasul, 1988. Teori-teori Mutakhir Partai penyederhanaan sistem kepartaian, Politik, Yogyakarta: Tiara Wacana. kesederhanaan tata cara pemilihan, dan biaya yang Azed, Abdul Bari (Ed), 2000. Sistem-sistem Pemilihan Umum Suatu Himpunan Pemikiran, lebih murah. Maka kombinasi keserentakan pemilu Jakarta; FH UI. dengan sistem runnof with a reduced threshold Bulkin, Farchan, 1998. Analisa Kekuatan Politik di menjadi suatu alternatif yang efektif. Dalam sistem Indonesia, Jakarta; LP3ES. ini, terjadi penurunan batas minimal perolehan Fatah, Eep Saefulloh Pemilu dan Demokrasi: suara di bawah ketentuan sistem Mayoritas (50 Belajar dari Sejarah Pemilu-Pemilu, www.cetro.com , 4 Agustus 2003 persen plus satu). Efek langsung dari kombinasi ini Fatah, Eep Saefulloh Tiga Tingkat Otonomi, Harian antara lain; pertama, besarnya peluang presiden Republika 20 September 2004 untuk terpilih langsung dengan tingkat legitimasi Gaffar, Affan, 2000, Politik Indonesia, Transisi pemilih dan dukungan parlemen yang signifikan. Ini Menuju Demokrasi, Jogjakarta: Pustaka Pelajar. terjadi karena adanya efek “coattails”, di mana Gozali, Saydan, 1999. Dari Balik Suara ke Masa preferensi pemilih terhadap kandidat presiden, Depan Indones. Jakarta; Raja Grafindo Persada biasanya akan diberikan kepada calon legislatif Hestu CH, 2005, “Mencari Makna Representasi atau calon dari daftar partai yang sama. Kedua, DPD dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah”, Makalah pada Seminar Nasional mendorong strategi baru bagi partai politik untuk Peningkatan Eksistensi DPD-RI dalam rangka membangun koalisi atau aliansi yang berjangka Otonomi Daerah diselenggarakan kertjasama DPD RI dan BEM KM UGM, 16 Juni 2005 di Magister panjang, sekaligus berguna bagi penyederhanaan Management UGM. sistem kepartaian. Ketiga, penciptaan preferensi Imawan, Riswandha, 1999, “Perilaku Politik Partai Dalam Sistem Multipartai; Ditinjau Berdasarkan dan isu yang lebih tepat terhadap pemilih. Dinamika Kehidupan Politik Dalam Era Reformasi Keempat, menciptakan tata cara pemilihan yang Menjelang Pemilu”, Makalah Pelatihan Wartawan LP3Y, Jakarta. lebih sederhana sekaligus pembiayaan pemilu yang
  • 17. Pandecta Vol.3 . No. 1, Januari – Juni 2009 Mainwaring, Scott Timothy Scully, 2007, “Institusionalisasi Sistem Kepartaian, Upaya Untuk Mengatasi Paradoks Demokrasi”, Analisis Mingguan, Perhimpunan Pendidikan dan Demokrasi, Vol.1. No.13, Minggu III-Juni. Prihatmoko, Joko J., 2003, Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi, Semarang; LP2I. Sanit, Arbi, 1997, Partai, Pemilu dan Demokrasi, Yogyakarta; Pustaka Pelajar. Sugiarto, Bima Arya, “Menuju Institusionalisasi, Menyelamatkan Transisi”, http://www.sinarharapan.co.id/berita/0202/18/opi01. html, 18 Februari 2002 17