2. Meski berbeda jenis dan fungsinya, semua sel
memiliki karakteristik atau sifat yang sama yaitu
pada setiap sel, oksigen. akan bereaksi dengan
karbohidrat, lemak, protein serta vitamin dan
mineral untuk menghasilkan energi yang
diperlukan untuk fungsi sel yang kemudian
digunakan untuk melakukan aktivitas manusia
sehari-hari.
3. Proses metabolisme pada manusia sebagian
besar melibatkan gas oksigen. untuk dapat
menghasilkan energi yang akan digunakan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari melalui berbagai
proses reaksi kimia nantinya akan dihasilkan
pula gas karbon dioksida (CO2) sebagai produk
sisa yang perlu dikeluarkan oleh sel.
4. Respirasi atau pernapasan dapat didefinisikan
sebagai proses pertukaran gas-gas (memeroleh
oksigen atau O2 untuk digunakan oleh sel-sel
tubuh dan mengeluarkan karbon dioksida atau
CO2 yang dihasilkan oleh sel-sel tubuh) antara
organisme hidup dan lingkungan sekitarnya.
5. Terdapat dua macam respirasi pada manusia yaitu :
1. Respirasi internal adalah pertukaran gas-gas
(oksigen atau O2 dan karbon dioksida atau CO2)
antara darah dan jaringan. Pertukaran ini
meliputi beberapa proses yaitu efisiensi kardio-
sirkulasi dalam menjalankan darah kaya oksigen
(O2), distribusi kapiler, difusi (perjalanan gas ke
ruang interstisial dan menembus dinding sel)
dan metabolisme sel yang melibatkan enzim.
6. 2. Respirasi eksternal adalah pertukaran gas-gas
(oksigen atau O2 dan karbon dioksida atau CO2)
antara darah dan udara sekitar. Pertukaran ini
meliputi beberapa proses yaitu ventilasi (proses
masuknya udara sekitar dan pembagian udara
tersebut ke alveoli), distribusi (distribusi dan
pencampuran molekul-molekul gas
intrapulmoner), difusi (proses masuknya gas-gas
menembus selaput alveolo-kapiler) dan perfusi
(pengambilan gas-gas oleh aliran darah kapiler
paru yang adekuat
7. Pada kondisi normal, manusia mampu
menghirup udara atmosfir yang me-ngandung
sebanyak 21% oksigen. dengan tekanan parsial
sebesar 150 mmHg melalui sistem respirasi yang
selanjutnya ketika sampai di alveoli tekanan
parsialnya akan turun menjadi 10 mmHg akibat
pengaruh tekanan uap air yang terjadi pada
jalan napas.
8. Pada alveoli, oksigen. akan segera berdifusi ke
dalam aliran paru melalui proses aktif akibat
perbedaan tekanan. Di dalam darah, sebagian
besar (97%) oksigen. akan terikat dengan
hemoglobin (Hb) dan sebagian kecil (. %) akan
larut dalam plasma yang selanjutnya akan
diedarkan ke seluruh jaringan tubuh untuk
keperluan metabolisme.
9. Pengantaran Oksigen (O2)
Pengantaran oksigen. menuju jaringan sangat
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
1. Kandungan oksigen. yang terdapat di dalam
darah arteri
2. Aliran darah atau curah jantung. Pengantaran
oksigen. menuju jaringan dapat dijabarkan
melalui rumus: DO2 = CO x CaO2
- DO2 : merupakan nilai pengantaran oksigen
(O2).
- CO merupakan nilai aliran darah atau curah
jantung
- CaO2 merupakan kandungan oksigen. di
dalam darah arteri.
10. Kandungan oksigen. yang terdapat di dalam
darah arteri sangat dipengaruhi oleh tiga faktor
utama yaitu
1. Konsentrasi hemoglobin,
2. Derajat saturasi hemoglobin dengan oksigen.
3. Jumlah fraksi oksigen. yang terlarut di dalam
plasma.
11. Jumlah oksigen. yang terikat dengan hemoglobin dan yang
terlarut dalam plasma sangat berkaitan dengan tekanan
parsial oksigen. di dalam darah arteri dan koefisien solubilitas
oksigen sehingga kandungan oksigen di dalam darah arteri
(CaO2) dapat dijabarkan melalui rumus:
CaO2 = (Hb x 1, 4 x SaO2) + (PaO2 x 0,00. 1)
Keterangan:
- CaO2 merupakan kandungan oksigen. yang terdapat di
dalam darah arteri
- Hb merupakan konsentrasi hemoglobin
- 1,. 4 merupakan kapasitas hemoglobin dalam membawa
oksigen (O2)
- SaO2 merupakan derajat saturasi hemoglobin dengan
oksigen (O2)
- PaO2 merupakan tekanan parsial oksigen. dalam darah
arteri
- 0,00. 1 merupakan koefisien solubilitas oksigen (O2).
12. Aliran darah atau curah jantung sangat
dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu
1. isi sekuncup dan
2. laju jantung sehingga aliran darah atau curah
jantung dapat dijabarkan melalui rumus: CO
= SV x HR
Keterangan:
- CO merupakan aliran darah atau curah
jantung,
- SV merupakan isi sekuncup dan HR
merupakan laju jantung.
13. Isi sekuncup (SV) yang merupakan selisih antara end
diastolic volume (EDV) dengan end systolic volume (ESV)
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu
1. beban awal (pre-load) yang merupakan jumlah darah
yang mengisi ventrikel pada akhir fase diastol,
2. beban akhir (after-load) yang merupakan tahanan
atau resistensi oleh dinding pembuluh darah yang
harus dihadapi oleh ventrikel ketika berkontraksi dan
3. kontraktilitas atau daya kontraksi jantung yang
merupakan kekuatan dan efisiensi dari satu kontraksi
jantung.
14. Melalui rumus-rumus di atas dapat diketahui
bahwa transport oksigen dari udara atmosfir
menuju mitokondria jaringan membutuhkan
fungsi yang adekuat dari sistem respirasi,
kardiovaskuler dan hematologi di mana sistem
respirasi menentukan tekanan parsial oksigen
dalam darah arteri, sistem kardiovaskuler
menentukan curah jantung dan distribusi aliran
darah serta sistem hematologi menentukan
konsentrasi hemoglobin.
15. Nilai normal dari pengantaran oksigen. menuju
jaringan yaitu sekitar 1000 ml/ menit dengan
penggunaan oksigen. sekitar 25% dan sekitar
75% sisanya akan masuk ke dalam sirkulasi
jantung dan paru
16. Hipoksia
Metabolisme aerob membutuhkan keseimbangan
antara pengantaran dan penggunaan oksigen.
Ketika pengantaran oksigen. menurun di bawah
nilai normal atau penggunaan oksigen. meningkat
di atas nilai normal, maka akan terjadi
ketidakseimbangan antara pengantaran oksigen.
dan penggunaan oksigen. yang menyebabkan
pengantaran oksigen. menjadi tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme. Apabila hal ini
berlangsung selam kira-kira 4-6 menit, maka
jaringan akan mengalami hipoksia.
17. Berdasarkan mekanismenya, penyebab hipoksia
jaringan dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu
1. Hipoksemia arteri,
2. Berkurangnya pengantaran oksigen. karena
adanya kegagalan transport tanpa adanya
hipoksemia arteri dan
3. Penggunaan oksigen. yang berlebihan pada
jaringan.
18. Hipoksemia arteri dapat didefinisikan sebagai
penurunan tekanan parsial oksigen. di dalam darah
arteri (hipoksia hipoksik).
Penyebab paling sering dari terjadinya hipoksemia
arteri di antaranya penurunan daya ambil oksigen.
Seperti:
1. pada kasus ketinggian,
2. ketidaksesuaian ventilasi dan perfusi
3. hipoventilasi alveolar seperti pada kasus
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
4. shunt seperti pada kasus defek septum atrium
dan defek difusi seperti pada kasus pneumonitis
interstisial.
19. Dalam keadaan tekanan parsial oksigen. yang normal,
hipoksia jaringan juga bisa terjadi sebagai akibat dari
adanya gangguan pada beberapa faktor yang turut
memengaruhi pengantaran oksigen (hipoksia hipoperfusi
atau stagnan). seperti adanya :
1. gangguan sirkulasi,
2. gangguan transport oksigen dalam darah
3. maldistribusi aliran darah.
4. Hipoksia sirkulasi terjadi ketika darah yang sudah
teroksigenasi diantarkan menuju jaringan dalam
jumlah yang tidak adekuat untuk dapat menunjang
kebutuhan metabolisme jaringan. Hal ini bisa
disebabkan oleh karena curah jantung yang rendah
dan hipovolemia sistemik.
20. Hipoksia jaringan juga bisa terjadi akibat gangguan
transport oksigen. dalam darah oleh karena berkurangnya
kapasitas pengangkutan oksigen (hipoksia anemic). Hal ini
bisa disebabkan oleh karena:
1. Penurunan konsentrasi hemoglobin pada kasus
anemia,
2. Ketidakmampuan hemoglobin untuk mengikat
oksigen.
3. Hemoglobinopati dan ketidakmampuan hemoglobin
untuk melepas oksigen. Ke jaringan pada kasus
penurunan difosfogliserat.
4. Terikatnya gas-gas lain dengan afinitas yang lebih kuat
daripada oksigen. Dengan hemoglobin seperti karbon
monoksida (CO) ataupun terjadinya perubahan
struktur hemoglobin seperti pada terbentuknya
methemoglobin
21. Definisi Terapi Oksigen (O2)
Terapi oksigen. merupakan suatu intervensi
medis berupa upaya pengobatan dengan
pemberian oksigen. untuk mencegah atau
memerbaiki hipoksia jaringan dan
mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap
adekuat dengan cara meningkatkan masukan
oksigen. ke dalam sistem respirasi,
meningkatkan daya angkut oksigen. ke dalam
sirkulasi dan meningkatkan pelepasan atau
ekstraksi oksigen. ke jaringan.
22. Dalam penggunaannya sebagai modalitas terapi,
oksigen. dikemas dalam tabung bertekanan tinggi
dalam bentuk gas, tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa dan mudah terbakar.
Oksigen. sebagai modalitas terapi dilengkapi
dengan beberapa aksesoris sehingga pemberian
terapi oksigen. dapat dilakukan dengan efektif, di
antaranya pengatur tekanan (regulator), sistem
perpipaan oksigen. sentral, meter aliran, alat
humidifikasi, alat terapi aerosol dan pipa, kanul,
kateter atau alat pemberian lainnya.
23. Indikasi Terapi Oksigen (O2)
Terapi oksigen. dianjurkan pada pasien dewasa,
anak-anak dan bayi (usia di atas satu bulan)
ketika nilai tekanan parsial oksigen. kurang dari
60 mmHg atau nilai saturasi oksigen. kurang dari
90% saat pasien beristirahat dan bernapas
dengan udara ruangan. Pada neonatus, terapi
oksigen. dianjurkan jika nilai tekanan parsial
oksigen. kurang dari 50 mmHg atau nilai saturasi
oksigen. kurang dari 88%.
24. Terapi oksigen. dianjurkan pada pasien:
1. Kecurigaan klinik hipoksia berdasarkan pada
riwayat medis dan pemeriksaan fisik.
2. Pasien-pasien dengan infark miokard,
3. Edema paru,
4. Cidera paru akut,
5. Sindrom gangguan pernapasan akut (ards),
25. 6. Fibrosis paru,
7. Keracunan sianida atau inhalasi gas karbon
monoksida (Co)
8. Selama periode perioperatif
9. Diberikan sebelum dilakukannya beberapa
prosedur, seperti pengisapan trakea atau
bronkoskopi
10.Diberikan pada kondisi-kondisi yang
menyebabkan peningkatan kebutuhan jaringan
terhadap oksigen (o2), seperti pada luka bakar,
trauma, infeksi berat, penyakit keganasan,
kejang demam dan lainnya..
26. Dalam pemberian terapi oksigen harus
dipertimbangkan apakah pasien benar-benar
membutuhkan oksigen (O2), apakah dibutuhkan
terapi oksigen jangka pendek (short-term oxygen
therapy) atau panjang (long-term oxygen
therapy).
Oksigen yang diberikan harus diatur dalam
jumlah yang tepat dan harus dievaluasi agar
mendapat manfaat terapi dan menghindari
toksisitas
27. Terapi Oksigen Jangka Pendek
Terapi oksigen. jangka pendek merupakan terapi
yang dibutuhkan pada pesien-pasien dengan
keadaan hipoksemia akut, di antaranya
pneumonia, penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) dengan eksaserbasi akut, asma bronkial,
gangguan kardiovaskuler dan emboli paru.
28. Pada keadaan tersebut, oksigen. harus segera
diberikan dengan adekuat di mana pemberian
oksigen. yang tidak adekuat akan dapat
menimbulkan terjadinya kecacatan tetap
ataupun kematian. Pada kondisi ini, oksigen.
diberikan dengan fraksi oksigen. (FiO2) berkisar
antara 60-100% dalam jangka waktu yang
pendek sampai kondisi klinik membaik dan
terapi yang spesifik diberikan.
29. Terapi Oksigen Jangka Panjang
Pasien dengan hipoksemia, terutama pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan
kelompok yang paling banyak menggunakan terapi
oksigen. jangka panjang.
Terapi oksigen. jangka panjang pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) selama
empat sampai delapan minggu bisa menurunkan
hematokrit, memerbaiki toleransi latihan dan
menurunkan tekanan vaskuler pulmoner
30. Pada pasien dengan penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK) dan kor pulmonal, terapi oksigen.
jangka panjang dapat meningkatkan angka
harapan hidup sekitar enam sampai dengan
tujuh tahun.
Selain itu, angka kematian bisa diturunkan dan
dapat tercapai manfaat survival yang lebih besar
pada pasien dengan hipoksemia kronis apabila
terapi oksigen diberikan lebih dari dua belas jam
dalam satu hari dan berkesinambungan.
31. Oleh karena terdapat perbaikan pada kondisi pasien
dengan pemberian terapi oksigen. jangka panjang, maka
saat ini direkomendasikan untuk pasien hipoksemia
(PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88%), terapi oksigen.
diberikan secara terus menerus selama dua puluh empat
jam dalam satu hari.
Pasien dengan PaO2 56 sampai dengan 59 mmHg atau
SaO2 89%, kor pulmonal dan polisitemia juga
memerlukan terapi oksigen. jangka panjang. Pada
keadaan ini, awal pemberian terapi oksigen. harus
dengan konsentrasi rendah (FiO2 24-28%) dan dapat
ditingkatkan bertahap berdasarkan hasil pemeriksaan
analisa gas darah dengan tujuan mengoreksi hipoksemia
dan menghindari penurunan pH di bawah 7,26.
32. Kontraindikasi Terapi Oksigen (O2)
Terapi oksigen. tidak direkomendasi pada:
1. Pasien dengan keterbatasan jalan napas yang
berat dengan keluhan utama dispeneu tetapi
dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg
dan tidak mempunyai hipoksia kronis.
2. Pasien yang tetap merokok karena kemungkinan
prognosis yang buruk dan dapat meningkatkan
risiko kebakaran.
33. Teknik Pemberian Terapi Oksigen (O2)
Sangat banyak teknik dan model alat yang dapat
digunakan dalam terapi oksigen. yang masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Pemilihan teknik dan alat yang akan digunakan
sangat ditentukan oleh kondisi pasien yang akan
diberikan terapi oksigen (O2)..
34. Teknik dan alat yang akan digunakan dalam
pemberian terapi oksigen. hendaknya memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Mampu mengatur konsentrasi atau fraksi
oksigen. (FiO2) udara inspirasi.
2. Tidak menyebabkan akumulasi karbon dioksida
(CO2).
3. Tahanan terhadap pernapasan mininal.
4. Irit dan efisien dalam penggunaan oksigen (O2).
5. Diterima dan nyaman digunakan oleh pasien..
35. Cara pemberian terapi oksigen. dibagi menjadi dua
jenis, yaitu
1. sistem arus rendah dan
2. Sistem arus tinggi.
1. Sistem arus rendah, sebagian dari volume tidal
berasal dari udara kamar. Alat ini memberikan
fraksi oksigen. (FiO2) 21%-90%, tergantung dari
aliran gas oksigen. dan tambahan asesoris seperti
kantong penampung. Alat-alat yang umum
digunakan dalam sistem ini adalah: nasal kanul,
nasal kateter, sungkup muka tanpa atau dengan
kantong penampung dan oksigen. transtrakeal.
36. • Alat ini digunakan pada pasien dengan kondisi stabil,
volume tidalnya berkisar antara . 500-700 ml pada
orang dewasa dan pola napasnya teratur. Pada sistem
arus tinggi, adapun alat yang digunakan yaitu sungkup
venturi yang mempunyai kemampuan menarik udara
kamar pada perbandingan tetap dengan aliran oksigen
sehingga mampu memberikan aliran total gas yang
tinggi dengan fraksi oksigen. (FiO2) yang tetap.
• Keuntungan dari alat ini adalah fraksi oksigen. (FiO2)
yang diberikan stabil serta mampu mengendalikan
suhu dan humidifikasi udara inspirasi sedangkan
kelemahannya adalah alat ini mahal, mengganti
seluruh alat apabila ingin mengubah fraksi oksigen.
(FiO2) dan tidak nyaman bagi pasien.
37. Alat Terapi Oksigen. Arus Rendah
1. Nasal kanul dan nasal kateter.
Nasal kanul dan nasal kateter merupakan alat
terapi oksigen. dengan sistem arus rendah
yang digunakan secara luas. Nasal kanul terdiri
dari sepasang tube dengan panjang + dua cm
yang dipasangkan pada lubang hidung pasien
dan tube dihubungkan secara langsung
menuju oxygen flow meter.
38. Alat ini dapat menjadi alternatif bila tidak terdapat
sungkup muka, terutama bagi pasien yang
membutuhkan konsentrasi oksigen. rendah oleh
karena tergolong sebagai alat yang sederhana,
murah dan mudah dalam pemakaiannya.
Nasal kanul arus rendah mengalirkan oksigen ke
nasofaring dengan aliran 1-6 liter/ menit dengan
fraksi oksigen. (Fi-O2) antara 24-44%. Aliran yang
lebih tinggi tidak meningkatkan fraksi oksigen.
(FiO2) secara bermakna diatas 44% dan dapat
mengakibatkan mukosa membran menjadi kering.
39. Adapun keuntungan dari nasal kanul yaitu
pemberian oksigen. yang stabil serta
pemasangannya mudah dan nyaman oleh karena
pasien masih dapat makan, minum, bergerak dan
berbicara.
Walaupun nasal kanul nyaman digunakan tetapi
pemasangan nasal kanul dapat menyebabkan
terjadinya iritasi pada mukosa hidung, mudah lepas,
tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen. lebih
dari 44% dan tidak dapat digunakan pada pasien
dengan obstruksi nasal..
40. Nasal kateter mirip dengan nasal kanul di mana
sama-sama memi-liki sifat yang sederhana,
murah dan mudah dalam pemakaiannya serta
tersedia dalam berbagai ukuran sesuai dengan
usia dan jenis kelamin pasien.
Untuk pasien anak-anak digunakan kateter
nomor 8-10 F, untuk wanita digunakan kateter
nomor 10-12 F dan untuk pria digunakan kateter
nomor 12-14 F. Fraksi oksigen. (FiO2) yang
dihasilkan sama dengan nasal kanul.
41. 2. Sungkup muka tanpa kantong penampung.
Sungkup muka tanpa kantong penampung
merupakan alat terapi oksigen. yang terbuat
dari bahan plastik di mana penggunaannya
dilakukan dengan cara diikatkan pada wajah
pasien dengan ikat kepala elastis yang
berfungsi untuk menutupi hidung dan mulut.
Tubuh sungkup berfungsi sebagai penampung
untuk oksi-gen (O2) dan karbon dioksida (CO2)
hasil ekspirasi.
42. Alat ini mampu menyediakan fraksi oksigen.
(FiO2) sekitar 40-60% dengan aliran sekitar 5-10
liter/ menit. Pada penggunaan alat ini,
direkomendasikan agar aliran oksigen. dapat
tetap dipertahankan sekitar 5 liter/ menit atau
lebih yang bertujuan untuk mencegah karbon
dioksida (CO2) yang telah dikeluarkan dan
tertahan pada sungkup untuk terhirup kembali.
43. Adapun keuntungan dari penggunaan sungkup
muka tanpa kantong penampung adalah alat ini
mampu memberikan fraksi oksigen.
• (FiO2) yang lebih tinggi daripada nasal kanul
ataupun nasal kateter dan sistem humidifikasi
dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup
berlubang besar sedangkan kerugian dari alat ini
yaitu tidak dapat memberikan fraksi oksigen.
• (FiO2) kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan karbon dioksida (CO2) jika aliran
oksigen rendah dan oleh karena penggunaannya
menutupi mulut, pasien seringkali kesulitan
untuk makan dan minum serta suara pasien akan
teredam.
44. Sungkup muka tanpa kantong penampung
paling cocok untuk pasien yang membutuhkan
fraksi oksigen. (FiO2) yang lebih tinggi daripada
nasal kanul ataupun nasal kateter dalam jangka
waktu yang singkat, seperti terapi oksigen. pada
unit perawatan pasca anestesi. Sungkup muka
tanpa kantong penampung sebaiknya juga tidak
digunakan pada pasien yang tidak mampu untuk
melindungi jalan napas mereka dari resiko
aspirasi
45. 3. Sungkup muka dengan kantong penampung.
Terdapat dua jenis sungkup muka dengan
kantong penampung yang seringkali digunakan
dalam pemberian terapi oksigen (O2), yaitu
sungkup muka partial rebreathing dan sungkup
muka nonrebreathing.
Keduanya terbuat dari bahan plastik namun
perbedaan di antara kedua jenis sungkup muka
tersebut terkait dengan adanya katup pada tubuh
sungkup dan di antara sungkup dan kantong
penampung
46. Sungkup muka partial rebreathing tidak memiliki
katup satu arah di antara sungkup dengan
kantong penampung sehingga udara ekspirasi
dapat terhirup kembali saat fase inspirasi
sedangkan pada sungkup muka nonrebreathing,
terdapat katup satu arah antara sungkup dan
kantong penampung sehingga pasien hanya
dapat menghirup udara yang terdapat pada
kantong penampung dan menghembuskannya
melalui katup terpisah yang terletak pada sisi
tubuh sungkup.
47. Sungkup muka dengan kantong penam-pung
dapat mengantarkan oksigen. sebanyak 10-15
liter/ menit dengan fraksi oksigen. (FiO2)
sebesar 80-85% pada sungkup muka partial
rebreathing bahkan hingga 100% pada sungkup
muka nonrebreathing. Kedua jenis sungkup
muka ini sangat dianjurkan penggunaannya
pada pasien-pasien yang membutuhkan terapi
oksigen. oleh karena infark miokard dan
keracunan karbon monoksida (CO).
48. 4. Oksigen transtrakeal.
Oksigen. transtrakeal dapat mengalirkan
oksigen. secara langsung melalui kateter di
dalam trakea. Oksigen. transtrakeal dapat
meningkatkan kepatuhan pasien untuk
menggunakan terapi oksigen. secara kontinyu
selama 24 jam dan seringkali berhasil untuk
mengatasi hipoksemia refrakter
49. Oksigen. transtrakeal dapat menghemat
penggunaan oksigen. sekitar . 060-%. Keuntungan
dari pemberian oksigen. transtrakeal yaitu tidak ada
iritasi muka ataupun hidung dengan rata-rata
oksigen (O2) yang dapat diterima pasien mencapai
80-96%.
Kerugian dari penggunaan alat ini yaitu biayanya
yang tergolong tinggi dan resiko terjadinya infeksi
lokal. Selain itu, ada pula berbagai komplikasi
lainnya yang seringkali terjadi pada pemberian
oksigen. transtrakeal antara lain emfisema
subkutan, bronkospasme, batuk paroksismal dan
infeksi stoma.
50. Alat Terapi Oksigen Arus Tinggi
Sungkup Venturi
Terdapat dua indikasi klinis untuk penggunaan
terapi oksigen. dengan arus tinggi, di antaranya
adalah pasien dengan hipoksia yang
memerlukan pengendalian fraksi oksigen. (FiO2)
dan pasien hipoksia dengan ventilasi yang
abnormal.
51. • Sungkup venturi merupakan alat terapi oksigen.
dengan prinsip jet mixing yang dapat memberikan
fraksi oksigen. (FiO2) sesuai dengan yang dikehendaki.
• Alat ini sangat bermanfaat untuk dapat mengirimkan
secara akurat konsentrasi oksigen. rendah sekitar 24-
35% dengan arus tinggi, terutama pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan gagal napas
tipe II di mana dapat mengurangi resiko terjadinya
retensi karbon dioksida (CO2) sekaligus juga
memerbaiki hipoksemia.
• Alat ini juga lebih nyaman untuk digunakan dan oleh
karena adanya pendorongan oleh arus tinggi, maka
masalah rebreathing akan dapat teratasi
52. Fraksi Oksigen. (FiO2) pada Alat Terapi Oksigen
Arus Rendah dan Arus Tinggi
Aliran Oksigen. 100% Fraksi Oksigen. (FiO2)
Sistem Arus Rendah
1. Nasal Kanul
1 Liter/ menit 24
2 Liter/ menit 28
3 Liter/ menit 32
4 Liter/ menit .36
5 Liter/ menit 40
6 Liter/ menit 44
55. Pedoman Pemberian Terapi Oksigen (O2)
Adapun pemberian terapi oksigen. hendaknya
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut sehingga
tetap berada dalam batas aman dan efektif, di
antaranya:
1. Tentukan status oksigenasi pasien dengan
pemeriksaan klinis, analisa gas darah dan
oksimetri.
2. Pilih sistem yang akan digunakan untuk
memberikan terapi oksi-gen (O2).
3. Tentukan konsentrasi oksigen. yang dikehendaki:
rendah (di bawah . 5%), sedang (. 5 sampai
dengan 60%) atau tinggi (di atas 60%).
56. 4. Pantau keberhasilan terapi oksigen. dengan
pemeriksaan fisik pada sistem respirasi dan
kardiovaskuler.
5. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah
secara periodik dengan selang waktu minimal
30 menit.
6. Apabila dianggap perlu maka dapat dilakukan
perubahan terhadap cara pemberian terapi
oksigen (O2).
7. Selalu perhatikan terjadinya efek samping
dari terapi oksigen yang diberikan..
57. Efek Samping Pemberian Terapi Oksigen (O2)
Seperti halnya terapi dengan obat, pemberian
terapi oksigen. juga dapat menimbulkan efek
samping, terutama terhadap sistem pernapasan,
susunan saraf pusat dan mata, terutama pada
bayi prematur.
Efek samping pemberian terapi oksigen.
terhadap sistem pernapasan, di antaranya dapat
menyebabkan terjadinya depresi napas,
keracunan oksigen. dan nyeri substernal
58. Depresi napas dapat terjadi pada pasien yang
menderita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
dengan hipoksia dan hiperkarbia kronis. Pada
penderita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
kendali pusat napas bukan oleh karena kondisi
hiperkarbia seperti pada keadaan normal, tetapi
oleh kondisi hipoksia sehingga apabila kadar
oksigen dalam darah meningkat maka akan dapat
menimbulkan depresi napas.
Pada penderita penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK), terapi oksigen. dianjurkan dilakukan dengan
sistem aliran rendah dan diberikan secara
intermiten..
59. Keracunan oksigen terjadi apabila pemberian
oksigen dengan konsentrasi tinggi (di atas 60%)
dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan
menimbulkan perubahan pada paru dalam bentuk
kongesti paru, penebalan membran alveoli, edema,
konsolidasi dan atelektasis.
Pada keadaan hipoksia berat, pemberian terapi
oksigen dengan fraksi oksigen. (FiO2) yang
mencapai 100% dalam waktu 6-12 jam untuk
penyelamatan hidup seperti misalnya pada saat
resusitasi masih dianjurkan namun apabila keadaan
kritis sudah teratasi maka fraksi oksigen. (FiO2)
harus segera di turunkan
60. Nyeri substernal dapat terjadi akibat iritasi pada trakea yang
menimbulkan trakeitis. Hal ini terjadi pada pemberian oksigen
konsentrasi tinggi dan keluhan tersebut biasanya akan
diperpa-rah ketika oksigen. yang diberikan kering atau tanpa
humidifikasi.
Efek samping pemberian terapi oksigen terhadap susunan
saraf pusat apabila diberikan dengan konsentrasi yang tinggi
maka akan dapat menimbulkan keluhan parestesia dan nyeri
pada sendi sedangkan efek samping pemberian terapi oksigen
terhadap mata, terutama pada bayi baru lahir yang tergolong
prematur, keadaan hiperoksia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada retina akibat proliferasi pembuluh darah yang
disertai dengan perdarahan dan fibrosis atau seringkali
disebut sebagai retrolental fibroplasia.Perhatian terkait Terapi
Oksigen (O2)
61. Oleh karena deteksi terhadap efek samping dari
terapi oksigen. tergolong tidak mudah, maka perlu
dilakukan pencegahan terhadap timbulnya efek
samping dari terapi oksigen. melalui cara
pemberian oksigen. yang harus dilakukan dengan
dosis serta cara yang tepat. Pemberian oksigen.
yang paling aman dilakukan pada fraksi oksigen.
(FiO2) 0,5-1. Menggunakan terapi oksigen. juga
sangat beresiko terhadap api, oleh karena itu sangat
perlu untuk mengedukasi pasien untuk
menghindari merokok serta tabung oksigen. harus
diyakinkan aman agar tidak mudah terjatuh dan
meledak