1. Murtadin Lancang Menggugat Ayat Suci
Penulis: Ummu Naira Asfa (Forum Muslimah Indonesia)
Lancang! Pendeta Saifuddin Ibrahim, seorang murtadin, meminta Menteri Agama Yaqut Cholil
Qoumas, menghapus 300 ayat di dalam Al-Qur'an karena dianggap mengajarkan intoleransi,
radikalisme dan membenci penganut agama lain.
Menkopolhukam, Mahfud MD, menyatakan bahwa pernyataan Pendeta Saifuddin Ibrahim
terkategori penistaan agama dan bisa dimasukkan ke dalam perbuatan pidana yang ancaman
hukumannya lebih dari lima tahun. Ulah murtadin ini telah membuat kegaduhan di jagad maya
maupun di tengah masyarakat serta menyulut kemarahan masyarakat Indonesia. Ucapannya
mengandung ujaran kebencian.
Salah satu reaksi datang dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama yang
melaporkan Pendeta Saifuddin ke Bareskrim Polri nomor LP/B/0138/III/2022/SPKT/Bareskrim
Polri tertanggal 22 Maret 2022 dengan pelapor Ketua GNPF Ulama, Yusuf Muhammad Martak
dengan dugaan penistaan agama (liputan6com, 22/3/2022).
Selain itu, juga ada reaksi dari umat Islam yang menggelar aksi di depan Masjid Agung Kota
Tasikmalaya pada Rabu 23 Maret 2022 siang. Mereka berasal dari forum pondok pesantren
Kota Tasikmalaya dan forum pondok pesantren koordinator Wilayah 5 Priangan Timur. Selain
itu, massa juga berasal dari wilayah Garut, Ciamis, Tasik dan Banjar. Massa meminta agar
aparat hukum segera menangkap Saifudin Ibrahim yang diduga menista agama Islam
(detikcom, 23/3/2022).
Mudahnya Menista Agama Islam
Kasus penistaan terhadap agama Islam tidak hanya terjadi sekali dua kali. Kebebasan
berpendapat dan berekspresi berjalan tanpa batas di dalam sistem sekuler saat ini. Dengan
mudahnya para pembenci Islam menista agama Islam karena hukumannya relatif ringan dan
tidak memberikan efek jera.
2. Amnesty International mencatat kasus penistaan agama di Indonesia tahun 2017 hingga 2018
yang sudah menjerat 19 orang. Di Sumatera ada 4 kasus penistaan agama, diantara pelakunya
yaitu Sony Sumarno yang dianggap melanggar pasal 45A Junto pasal 28 UU Nomor 19 tahun
2016. Dia dihukum 2 tahun penjara dan sekarang mendekam di Mapolda Riau.
Kedua, Reza Hazuwen dihukum 2 tahun penjara karena melanggar pasal 156A tentang
penodaan agama. Dia dihukum 4 tahun namun berhasil memenangkan banding. Dia menghina
Nabi Muhammad Saw. dan menghina umat Islam ketika mengucapkan takbir. Ada lagi, Martinus
Gulo dihukum 4 tahun dengan wt.tambahan 6 bulan karena melanggar pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Dia dituding membuat lafaz Allah SWt di ornamen Natal. Yang terakhir adalah Meliana, dia
divonis 18 bulan dengan kasus serupa.
Di wilayah lain, kasus penistaan terhadap agama Islam juga banyak terjadi. Di Pulau Jawa ada
9 kasus, di Kalimantan ada 1 kasus, di NTT ada 1 kasus, di Bali ada 1 kasus serta di Jayapura
ada 1 kasus (idntimes, 20/8/2022).
Sistem Islam Mencegah Penistaan Agama
Sistem Islam memiliki seperangkat aturan hukum yang tegas. Hukuman dalam sistem Islam
kaffah selain bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku (zawajir), juga bisa sebagai penebus dosa
pelaku nanti di akhirat di hadapan pengadilan Allah Swt (jawabir).
Sistem Islam sejatinya mampu mendidik manusia agar tidak menista agama lain. Warga Negara
Islam juga beragam, ada yang muslim dan ada yang nonmuslim. Mereka hidup berdampingan
secara damai. Negara tidak memaksakan warga negaranya yang nonmuslim agar masuk
kedalam agama Islam, meskipun Negara tetap melaksanakan fungsi dakwahnya kepada seluruh
rakyatnya.
Jadi suasana yang terjadi di dalam negara Islam adalah suasana damai saling toleransi, tidak
kejam kepada warga nonmuslim. Dengan suasana dan lingkungan masyarakat yang harmonis
seperti itu, perbuatan menista agama lain juga bisa diminimalisir bahkan dihilangkan karena
warga negara juga dididik oleh negara tentang akidah dan kerukunan antarumat beragama.
Syariat Islam melarang umatnya untuk tidak mencaci simbol-simbol agama orang lain,
sebagaimana dalam firman Allah Swt. di dalam al Qur’an ayat 108 surat al An’am:
3. مْلِع ِرْيَغِب اًوْدَع َهللا واُّب ُ
َسيَف ِهللا ِنوُد ْنِم َونُعَْدي َينِذَّال واُّب ُ
سَت َ
ََلو
Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah,
karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” (QS. Al
An’am: 108)
Jika tetap ada orang-orang yang melakukan penistaan terhadap agama, maka negara akan
menerapkan sanksi tegas atas pelakunya. Di dalam Fatawa al Azhar, Juz 6, halaman 64 para
ulama sepakat bahwa barangsiapa menghina agama Islam akan dihukumi murtad dan kafir
ف َ
َلِخ َ
َلِب ِم َ
َل ْ
سِ ْ
اْل ِنْيِد ْنَع ٌّدَتْرُم ٌرِفَكا َنْيِِّدال ُنَعَْلي َْنم
Artinya: “Barangsiapa yang melaknat agama Islam, maka hukumnya kafir dan murtad dari
agama Islam tanpa ada perbedaan pendapat.”
Dalam Islam, murtad dianggap sebagai dosa besar dan hukuman atas orang yang murtad
(pelaku riddah) adalah hukuman mati. Wallahu a’lam bish-shawwab.[]