2. KUNCI I:
KEYAKINAN
Nabi bersabda:
َي
ْ
الِب ِة َّم
ُ
األ ِه ِذ َه ُلَّو
َ
أ ا َج
َ
نِنْيِق[اليق كتابه في الدنيا أبيابن اهورين]
“Umat ini yang pertama telah sukses,
karena keyakinan [mereka].” [Hr. Ibn Abi ad-
Dunya dalam kitabnya, al-Yaqin]
Kunci sukses pertama adalah
keyakinan
Keyakinan kepada Allah yang Maha
segalanya..
3. Keyakinan
pada Yang
Gaib:
Yakin setarus persen, bahwa Allah
SWT Maha Segalanya..
Dengan begitu, Allah SWT kita jadikan
sandaran kita seratus persen dalam
seluruh urusan kita, apapun
urusannya.
Ketika kita mengalami kesulitan
hidup, maka Allah adalah al-Basith
[Yang Maha Melapangkan]..
Ketika rizki kita sulit, maka Allah
adalah ar-Razzaq [Maha Memberi
Rizki]..
4. Ketika menghadapi “jalan buntu”
dalam urusan kita, maka Allah adalah
al-Fattah [Maha Membuka]
Ketika kita tidak dihargai dan
dihormati orang, maka Allah adalah
al-Mu’izz [Yang Maha Memuliakan]..
Ketika kita menghadapi musuh yang
kuat, maka Allah adalah ar-Jabbar
[Maha Memaksa] dan al-Qahhar
[Maha Mengalahkan]..
Ketika kita menghadapi kematian,
maka Allah adalah al-Muhyi al-Mumit
[Maha Menghidupkan dan
Mematikan]
5. Ketika kita berjuang, membutuhkan
perlindungan dan pertolongan, maka
Allah adalah Ni’ma al-Maula wa
Ni’ma an-Nashir [Pelindung dan
Penolong Yang Terbaik]..
Ketika kita galau, maka Allah adalah
as-Salam [Maha Damai]..
Begitu seterusnya..
Keyakinan kepada Yang Gaib, bahwa
Allah Maha Segalanya adalah kunci..
Kepada-Nyalah kita berserah
[tawakkal] dan berharap [raja’]..
6. Allah berfirman:
ُعْاد
َ
ف ىَن ْس ُح
ْ
ال ُاء َم ْس
َ
األ ِهللَو
َّ
ال ا ْوُر
َ
ذَو ،اَهِب ُهْوَنْي ِذ
ُي َس ، ِهِئا َم ْس
َ
أ يِف
َنْو ُد ِح
ْ
لُيْعَي اْو
ُ
ان
َ
ك ا َم َن ْوَز ْج
َنْو
ُ
ل َم
[افراألع:180]
“Allah mempunyai Asma’ Husna, maka
memohonlah kamu kepada-Nya dengannya.
Dan tinggalkanlah orang-orang yang
mengingkari nama-nama-Nya. Mereka akan
dibalas sebagaimana yang mereka lakukan.”
[Q.s. al-A’raf: 180]
Meminta kepada-Nya dengan Asma’
Husna sesuai dengan masalah kita..
7. Allah berfirman:
َ
لَع ْل
َّ
كَوَت
َ
ف َت ْمَزَعا
َ
ذِإ
َ
فِحُي َهللا َّنِإ ِهللا ىُّب
َنْيِلِكَوَت
ُ
امل[انرعمآل:159]
“Jika kamu sudah berazam [berencana
melakukan sesuatu], maka berserahkan
kepada Allah. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berserah
diri.” [Q.s. Ali ‘Imran: 159]
Tawakkal kepada Allah artinya
menjadikan-Nya sebagai al-Wakil..
Tawakkal
kepada-Nya:
8. Yakin seratus persen, bahwa Allah
Maha Mewakili urusan kita. Apapun
urusannya..
Dalam Hadits Bukhari, Nabi saw.
membuat perumpamaan, orang yang
berserah diri kepada Allah seperti
burung. Tidak punyak akal, mengais
rizki, berangkat dengan perut kosong,
kembali dengan perut kenyang. Tiap
hari seperti itu. Tak ada yang tidak
kebagian..
Penyerahan diri bulat-bulat kepada-
Nya untuk mengurus urusan kita,
itulah inti tawakkal..
9. Allah berfirman:
َ
ف ِهللا ى
َ
لَع ْل
َّ
كَوَتَي ْن َمَوُهُُ ْس ََ َوُُه[الطالق:3]
“Siapa saja yang tawakkal kepada Allah,
maka Dia akan mencukupkan semua
urusannya.” [Q.s. at-Thalaq: 3]
Sebagaimana Allah mencukup semua
kebutuhan burung itu, kata Nabi,
begitulah Allah akan mencukupkan
semua urusan kita.
Karena, Allah adalah al-Wakil..
10. Ada seorang pria berkata kepada Nabi saw.:
َ
ق، ُل
َّ
كَو
َ
ت
َ
أَو ْي ِت
َ
اق
َ
ن ُل ِسْر
ُ
أَالﷺ:َو
َ
تَو اَه
ْ
لِقْعِاْل
َّ
ك[اهور
صحيحهفي َُان ابن]
“Aku telah melepas untaku, dan
bertawakkal.” Maka, Nabi bersabda,
“Ikatlah, dan bertawakkallah.” [Hr. Ibn
Hibban dalam kitab Shahih-nya]
Sebagian orang memahami hadits ini,
seolah tawakkal dilakukan terakhir,
setelah melakukan hukum sebab-
akibat [usaha/mengikat unta].
Di Mana
Posisi
Tawakkal?
11. Padahal, huruf “Wau” pada “Wa
Tawakkal” itu tidak selalu berarti
“Tartib” [urutan].
Huruf “Wau” di sini berarti,
“Ma’iyyah” [bersama], yang berarti
selain mengikat unta [ikhtiar] juga
wajib bertawakkal. Begitu juga
sebaliknya, tidak boleh hanya
tawakkal saja, tetapi juga wajib
berikhtiar.
Jadi, ikhtiar wajib, tawakkal juga
wajib. Keduanya dilakukan bersama-
sama, secara serentak.
12. Tawakkal sebagai perbuatan hati,
merupakan konsekuensi dari
keimanan kepada Dzat yang Gaib.
Karena itu, al-Ghazali menyebut,
urutannya: Tauhid, Tawakkal, baru
Rizki. Setelah sempurna rizkinya, baru
Mati.
Jadi, tawakkal seratus persen kepada
Allah, dari awal sampai akhir.
Dimulai sejak ada niat, keinginan atau
rencana, sampai Allah benar-benar
rencana kita terwujud.
13. KUNCI II:
IKHTIAR
Allah berfirman:
َع ُهللا ىَرَي َس
َ
فاْو
ُ
ل َمْاع ِل
ُ
قَوْم
ُ
ك
َ
ل َم[التوبة:105]
“Katakanlah [Muhammad], “Berbuatlah,
maka akan melihat amal perbuatan kamu.”
[Q.s. at-Taubah: 105]
Dalam melakukan amal perbuatan,
sebagai ikhtiar, harus seratus persen.
Agar bisa seratus persen, harus
memperhatikan beberapa kaidah
perbuatan..
14. Motivasi perbuatan manusia, bisa
Madiyah [Materi], Ma’nawiyah
[Emosi] dan Ruhiyyah [Spiritual].
Motivasi Materi: Orang melakukan
perbuatan, karena materi yang
dimilikinya..
Motivasi Emosi: Orang melakukan
perbuatan, karena emosi
[tersinggung, dll]..
Motivasi Spiritual: Orang melakukan
perbuatan, karena perintah dan
larangan Allah..
Motivasi
Perbuatan:
15. Dari ketiga motivasi, Motivasi
Spiritual adalah satu-satunya motivasi
yang menggerakkan manusia
melakukan perbuatan yang paling
konstan, kuat dan tahan lama.
Tetapi, ini pun bergantung pada
keyakinannya akan perintah dan
larangan Allah..
Bergantung kepada ketakwaannya
kepada Allah.
Jika ketakwaannya terkikis, maka
motivasinya bisa mengendur..
16. Setiap perbuatan yang dilakukan
harus mempunyai nilai dan tujuan.
Jika tidak, maka perbuatan itu akan
sia-sia, dan tidak meraih tujuannya.
Nilai [tujuan] perbuatan: Madiyyah,
Insaniyyah, Akhlaqiyyah dan
Ruhiyyah.
Kapan kita harus meraih nilai
Madiyyah, Insaniyyah, Akhlaqiyyah
dan Ruhiyyah? Bergantung jenis
perbuatan yang kita kerjakan..
Jadi, kita harus tahu apa yang hendak
kita raih.
Nilai dan
Tujuan
Perbuatan:
17. Langkah I: Merumuskan tujuan.
Tujuannya harus tergambar,
deskriptif, jelas stap by stap-nya, dan
bisa direalisasikan.
Langkah II: Berpikir sungguh-sungguh
[al-Jiddiyyah fi at-Tafkir]. Setelah
jelas tujuan, stap by stap-nya, maka
harus dijalankan.
Jika Plan A gagal, tidak boleh
menyerah, dan putus asa. Tetapi,
harus membuat Plan B, lalu
direalisasikan. Jika gagal, buat Plan C.
Cara Meraih
Tujuan:
18. Begitus seterusnya, hingga berhasil
meraih apa yang seharusnya diraih.
Langkah III: Jika sudah dibuat Plan C,
masih belum berhasil, harus
dievaluasi:
Pertama, apakah targetnya terlalu
tinggi, sehingga harus diturunkan?
Kedua, jika tetap optimis dengan
tujuan dan targetnya, setelah
dievaluasi, maka kuncinya harus
bersabar dalam menapaki berbagai
kesulitan..
19. Akhirnya, seperti firman Allah:
َّنِإ ،اًر ْسُي ِر ْسُع
ْ
ال َع َم َّنِإ
َ
فًر ْسُي ِر ْسُع
ْ
ال َع َمفإذا ،ا
ِبَر ى
َ
لِإَو ، ْبَص
ْ
ان
َ
ف
َ
ت
ْ
غَر
َ
فْب
َ
غْرا
َ
ف َك[احراإلنش:5-8]
“Sesungguhnya setelah kesulitan pasti
ada kemudahan. Sesungguhnya
Sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada
kemudahan. Jika kamu telah selesai [dari
suatu urusan], maka kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh [urusan] yang lain.
Hanya kepada Tuhan-Mulah kamu
berharap.” [Q.s. al-Insyirah: 5-8]
Akhirnya:
Sukses!
20. TAWAKKAL
• ALLAH DULU
• ALLAH LAGI
• ALLAH TERUS
• “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan
baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya). Dan memberinya rezki dari
arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal
kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (segala keperluan)nya” (QS
ath-Thalaaq:2-3).