SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Perbarengan Tindak
pidana ( Samenloop )
Dan
Pengulangan Tindak
Pidana ( Recidive )
Disusun oleh
Bayu Jakkobus Simorangkir
A1011211197
Perbarengan Tindak Pidana (Samenloop )
 Gabungan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu
perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan,Ia melanggar beberapa
peraturan pidana.
Persoalan concursus ada dua
pandangan :
Pemberian Pidana
Bentuk khusus tindak pidana
Bentuk concursus
 Concursus Idealis ( Perbarengan Peraturan ) Pasal 63 KUHP
 Concursus Berlanjut pasal 64 KUHP
 Concursus Realis ( Perbarengan Perbuatan ) pasal 65 – 67 KUHP
KUHP mengatur perbarengan tindak pidana
dalam Bab. VI Pasal 63 – 71. Dalam rumusan
pasal maupun Bab. IX, KUHP tidak
memberikan definisi perbarengan tindak
pidana (Concursus). Namun, dari rumusan
pasal-pasalnya dapat diperoleh pengertian
dan sistem pemberian pidana bagi concursus
sebagai berikut.
A. Concursus Idealis
 Pengertian dari concursus idealis adalah suatu perbuatan yang masuk kedalam
banyak (Lebih dari satu) aturan pidana.
 Sistem pemberian pidana dalam concursus idealis adalah Absorbsi, yaitu hanya
dikenakan pidana pokok yang terberat.
Contoh :
Terjadi pemerkosaan dijalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan pidana
penjara 12 tahun menurut pasal 285, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan
menurut pasal 281.
Dengan sistem asorbsi maka yang dijatuhkan pidana adalah pasal 285, yaitu 12
tahun.
Namun ketika terjadi perbedaan pada jenis pidana pokoknya, maka di ambil jenis
pidana pokok yang terberat menurut pasal 10 KUHP.
Selanjutnya didalam pasal 63 ayat (2) terkandung adagium (Lex specialis
derogate legi generali) atau aturan undang-undang yang khusus meniadakan UU
yang umum. Jadi ketika ada perbedaan antara aturan yang umum dan yang
khusus maka diambil yang khusus.
B.Concursus Berlanjut
 Pengertian dari concursus berlanjut adalah suatu perbuatan yang dilakukan
secara berulang-ulang atau berangsur-angsur dimana perbuatan itu sejenis
berhubungan dan dilihat dalam satu perbuatan.
Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada
hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut” adalah :
1. Harus ada satu keputusan kehendak
2. Masing- masing perbuatan harus sejenis
3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama
4. Batasan waktu yang terciri dalam concursus berlanjut adalah dibatasi pada
putusan hakim (in kracht).
Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan
sistem absorbs, yaitu hanya dikenakan ancaman terberat. Dan apabila
berbeda-beda, maka dikenakan ketentuan pidana pokok yang terberat.
C.Concursus Realis
Pengertian concursus realis adalah seseorang melakukan beberapa perbuatan,
dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri. Sebagai suatu tindak pidana
(tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan).
Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam :
-Absorbsi dipertajam
Pengertian, apabila diancam dengan pidana pokok sejenis maka hanya dikenakan
satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih
dari jumlah maksimum terberat ditambah sepertiga.
-Kumulatif diperlunak
Apabila diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis maka setiap pidana
pokok akan dikenakan dengan ketentuan jumlahnya tidak boleh melebihi jumlah
pidana pokok terberat ditambah sepertiga.
Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem hukum
kumulitf (Jumlah), Jumlah semua pidana yang diancamkan. Maksimum 1 tahun 4
bulan
Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan, maka digunakan
sistem pemberian pidana kumulatif, Maksimum pidana penjara 8 bulan.
Pengulangan Tindak Pidana ( Recidive )
 Terjadi dalam hal seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang
telah di jatuhi pidana dengan suatu putusan Hakim yang berkekuatan Hukum
tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi.
 Recidive merupakan suatu alasan untuk memperberat pidana.
A.Recidive Menurut Doktrin
 Ada dua sistem pemberatan pidana berdasarkan Recidive :
1. Recidive umum
Setiap pengulangan tindak pidana apapun dan dilakukan kapanpun.
Menurut sistem ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan
dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk memperberat pidana
yang akan dijatuhkan. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana dan tidak ada
daluwarsa dalam residivenya.
2. Recidive khusus
Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan
pidana. Pemberatan hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan
terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu
yang tertentu pula.
Dalam KUHP ketentuan mengenai Residive tidak diatur secara umum dalam
“Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus untuk kelompok tindak
pidana tertentu baik berupa kejahatan dalam Buku II maupun pelanggaran dalam
Buku III.
Disamping itu di dalam KUHP juga memberikan syarat tenggang
waktu pengulangan yang tertentu. Jadi dengan demikian KUHP
termasuk ke dalam sistem Residive Khusus, artinya pemberatan
pidana hanya dikenakan pada pengulangan-pengulangan jenis-jenis
tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan yang
dilakukan dalam tenggang waktu tertentu.
B. Recidive menurut KUHP
 Recidive menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tidak sama
dengan pecobaan, penyertaan, pengulangan, dalam KUHP mengenai
pengulangan tindak pidana tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum”
Buku I, tetapi diatur secara khusus secara sekelompok tindak pidana tertentu
baik berupa kejahatan di dalam Buku II maupun berupa pelanggaran di dalam
Buku III.
 Dalam KUHP juga terdapat syarat tenggang waktu pengulangan tertentu.
Sehingga KUHP menganut sistem Recidive Khusus menjelaskan bahwa
pemberatan pidana hanya dapat dikenakan pada pengulangan jenis-jenis
tindak pidana(kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan dapat dilakuakn
dalam tenggang waktu tertentu.
C.Recidive Pelanggaran
Dengan dianutnya sistem recidive khusus, maka recidive pelanggaran menurut
KUHP juga merupakan recidive terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu saja
yang disebut dalam Buku III KUHP.
Ada 14 jenis pelanggaran didalam Buku III KUHP yang apabila diulangi dapat
merupakan alasan untuk adanya pemberatan pidana, yaitu pelanggaran-
pelanggaran terhadap : Pasal : 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540,
541, 544, 545, 549 KUHP.
Adapun persyaratan recidive pelanggaran disebutkan dalam masing-masing pasal
yang bersangkutan, yang pada umumnya sebagai berikut :
1.Pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang
terdahulu, jadi baru dapat dikatakan recidive pelanggaran apabila yang
bersangkutan melanggar pasal yang sama.
2.Harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang telah berkekuatan
hukum tetap untuk pelanggaran yang terdahulu;
3.Tenggang waktu pengulangannya belum lewat 1 atau 2 tahun sejak adanya
putusan pemiudaan yang berkekuatan tetap.
 Berdasarkan syarat ketiga ini maka
perhitungan tenggang waktu
pengulangannya tidak tidak tergantung
pada jenis pidana yang pernah dijatuhkan
terdahulu dan apakah pidana tersebut
sduah dijalankan atau belum (seluruh atau
sebagian).
Sumber referensi
 Pengulangan Tindak pidana S Maronie
 Wikipedia
 IG Lawyers—law office

More Related Content

Similar to Hukum Pidana_Bayu Jakkobus Simorangkir_A1011211197.pptx

Pengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptxPengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptxmarcoorias2
 
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptxHK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptxgirimekar
 
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAchmad98
 
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdfOopickPick
 
dasar hukum pidana bidang migas.pdf
dasar hukum pidana bidang migas.pdfdasar hukum pidana bidang migas.pdf
dasar hukum pidana bidang migas.pdfBUMIManilapai1
 
Perbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak PidanaPerbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak Pidanaalsalcunsoed
 
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkapPPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkapAhmadMuhtadi11
 
467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidanaFrans Newtony
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaNakano
 
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptxPPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptxPuputDachi
 
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum PidanaPengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum PidanaNasiPadang7
 
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptAZIS50
 
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptssuser0a01f91
 
1 pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
1  pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana1  pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
1 pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidanaGradeAlfonso
 
Sistem hukum 1
Sistem hukum 1Sistem hukum 1
Sistem hukum 1Riya Zayn
 
Makalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahanMakalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahanRoberto Pecah
 
Hukum pidana i
Hukum pidana iHukum pidana i
Hukum pidana iyahyaanto
 

Similar to Hukum Pidana_Bayu Jakkobus Simorangkir_A1011211197.pptx (20)

Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
 
Perwujudan Keadilan HAM
Perwujudan Keadilan HAMPerwujudan Keadilan HAM
Perwujudan Keadilan HAM
 
Pengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptxPengayaan Sesi 8.pptx
Pengayaan Sesi 8.pptx
 
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptxHK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
HK-PID-PERBARENGAN SAMENLOOP.pptx
 
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdfAsas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
Asas_asas_Hukum_Pidana_EBook.pdf
 
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
467_Perumusan KetentuanPidana.pdf
 
dasar hukum pidana bidang migas.pdf
dasar hukum pidana bidang migas.pdfdasar hukum pidana bidang migas.pdf
dasar hukum pidana bidang migas.pdf
 
Perbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak PidanaPerbarengan Tindak Pidana
Perbarengan Tindak Pidana
 
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkapPPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
PPT-HUKUM-PIDANA.ppt terbaru dan terlengkap
 
467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana467 perumusan ketentuan pidana
467 perumusan ketentuan pidana
 
Asas Hukum Pidana
Asas Hukum PidanaAsas Hukum Pidana
Asas Hukum Pidana
 
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptxPPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
PPT-HUKUM-PIDANA-1 (3).pptx
 
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum PidanaPengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
Pengantar Hukum Pidana dan Pembaharuan Hukum Pidana
 
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-iiiPertemuan-3.ppt
 
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.pptTindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
Tindak-Pidana-Korupsi-Pertemuan-3.ppt
 
1 pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
1  pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana1  pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
1 pengertian, tujuan dan prinsip hukum acara pidana
 
Slide hukum pidana rose
Slide hukum pidana roseSlide hukum pidana rose
Slide hukum pidana rose
 
Sistem hukum 1
Sistem hukum 1Sistem hukum 1
Sistem hukum 1
 
Makalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahanMakalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahan
 
Hukum pidana i
Hukum pidana iHukum pidana i
Hukum pidana i
 

Recently uploaded

RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024RoseMia3
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxrizalhabib4
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfsaptari3
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxwawan479953
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...pipinafindraputri1
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...MuhammadSyamsuryadiS
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 

Recently uploaded (20)

RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
DAFTAR PPPK GURU KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2024
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdfmengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
mengapa penguatan transisi PAUD SD penting.pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
Membaca dengan Metode Fonik - Membuat Rancangan Pembelajaran dengan Metode Fo...
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 

Hukum Pidana_Bayu Jakkobus Simorangkir_A1011211197.pptx

  • 1. Perbarengan Tindak pidana ( Samenloop ) Dan Pengulangan Tindak Pidana ( Recidive ) Disusun oleh Bayu Jakkobus Simorangkir A1011211197
  • 2. Perbarengan Tindak Pidana (Samenloop )  Gabungan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan,Ia melanggar beberapa peraturan pidana.
  • 3. Persoalan concursus ada dua pandangan : Pemberian Pidana Bentuk khusus tindak pidana
  • 4. Bentuk concursus  Concursus Idealis ( Perbarengan Peraturan ) Pasal 63 KUHP  Concursus Berlanjut pasal 64 KUHP  Concursus Realis ( Perbarengan Perbuatan ) pasal 65 – 67 KUHP
  • 5. KUHP mengatur perbarengan tindak pidana dalam Bab. VI Pasal 63 – 71. Dalam rumusan pasal maupun Bab. IX, KUHP tidak memberikan definisi perbarengan tindak pidana (Concursus). Namun, dari rumusan pasal-pasalnya dapat diperoleh pengertian dan sistem pemberian pidana bagi concursus sebagai berikut.
  • 6. A. Concursus Idealis  Pengertian dari concursus idealis adalah suatu perbuatan yang masuk kedalam banyak (Lebih dari satu) aturan pidana.  Sistem pemberian pidana dalam concursus idealis adalah Absorbsi, yaitu hanya dikenakan pidana pokok yang terberat. Contoh : Terjadi pemerkosaan dijalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan pidana penjara 12 tahun menurut pasal 285, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan menurut pasal 281. Dengan sistem asorbsi maka yang dijatuhkan pidana adalah pasal 285, yaitu 12 tahun.
  • 7. Namun ketika terjadi perbedaan pada jenis pidana pokoknya, maka di ambil jenis pidana pokok yang terberat menurut pasal 10 KUHP. Selanjutnya didalam pasal 63 ayat (2) terkandung adagium (Lex specialis derogate legi generali) atau aturan undang-undang yang khusus meniadakan UU yang umum. Jadi ketika ada perbedaan antara aturan yang umum dan yang khusus maka diambil yang khusus.
  • 8. B.Concursus Berlanjut  Pengertian dari concursus berlanjut adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang atau berangsur-angsur dimana perbuatan itu sejenis berhubungan dan dilihat dalam satu perbuatan. Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah : 1. Harus ada satu keputusan kehendak 2. Masing- masing perbuatan harus sejenis 3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama 4. Batasan waktu yang terciri dalam concursus berlanjut adalah dibatasi pada putusan hakim (in kracht).
  • 9. Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan sistem absorbs, yaitu hanya dikenakan ancaman terberat. Dan apabila berbeda-beda, maka dikenakan ketentuan pidana pokok yang terberat.
  • 10. C.Concursus Realis Pengertian concursus realis adalah seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri. Sebagai suatu tindak pidana (tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan). Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam : -Absorbsi dipertajam Pengertian, apabila diancam dengan pidana pokok sejenis maka hanya dikenakan satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih dari jumlah maksimum terberat ditambah sepertiga.
  • 11. -Kumulatif diperlunak Apabila diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis maka setiap pidana pokok akan dikenakan dengan ketentuan jumlahnya tidak boleh melebihi jumlah pidana pokok terberat ditambah sepertiga. Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem hukum kumulitf (Jumlah), Jumlah semua pidana yang diancamkan. Maksimum 1 tahun 4 bulan Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan, maka digunakan sistem pemberian pidana kumulatif, Maksimum pidana penjara 8 bulan.
  • 12. Pengulangan Tindak Pidana ( Recidive )  Terjadi dalam hal seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang telah di jatuhi pidana dengan suatu putusan Hakim yang berkekuatan Hukum tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi.  Recidive merupakan suatu alasan untuk memperberat pidana.
  • 13. A.Recidive Menurut Doktrin  Ada dua sistem pemberatan pidana berdasarkan Recidive : 1. Recidive umum Setiap pengulangan tindak pidana apapun dan dilakukan kapanpun. Menurut sistem ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk memperberat pidana yang akan dijatuhkan. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana dan tidak ada daluwarsa dalam residivenya.
  • 14. 2. Recidive khusus Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan pidana. Pemberatan hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu yang tertentu pula. Dalam KUHP ketentuan mengenai Residive tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus untuk kelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan dalam Buku II maupun pelanggaran dalam Buku III.
  • 15. Disamping itu di dalam KUHP juga memberikan syarat tenggang waktu pengulangan yang tertentu. Jadi dengan demikian KUHP termasuk ke dalam sistem Residive Khusus, artinya pemberatan pidana hanya dikenakan pada pengulangan-pengulangan jenis-jenis tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu.
  • 16. B. Recidive menurut KUHP  Recidive menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tidak sama dengan pecobaan, penyertaan, pengulangan, dalam KUHP mengenai pengulangan tindak pidana tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus secara sekelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan di dalam Buku II maupun berupa pelanggaran di dalam Buku III.  Dalam KUHP juga terdapat syarat tenggang waktu pengulangan tertentu. Sehingga KUHP menganut sistem Recidive Khusus menjelaskan bahwa pemberatan pidana hanya dapat dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak pidana(kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan dapat dilakuakn dalam tenggang waktu tertentu.
  • 17. C.Recidive Pelanggaran Dengan dianutnya sistem recidive khusus, maka recidive pelanggaran menurut KUHP juga merupakan recidive terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu saja yang disebut dalam Buku III KUHP. Ada 14 jenis pelanggaran didalam Buku III KUHP yang apabila diulangi dapat merupakan alasan untuk adanya pemberatan pidana, yaitu pelanggaran- pelanggaran terhadap : Pasal : 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540, 541, 544, 545, 549 KUHP.
  • 18. Adapun persyaratan recidive pelanggaran disebutkan dalam masing-masing pasal yang bersangkutan, yang pada umumnya sebagai berikut : 1.Pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang terdahulu, jadi baru dapat dikatakan recidive pelanggaran apabila yang bersangkutan melanggar pasal yang sama. 2.Harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk pelanggaran yang terdahulu; 3.Tenggang waktu pengulangannya belum lewat 1 atau 2 tahun sejak adanya putusan pemiudaan yang berkekuatan tetap.
  • 19.  Berdasarkan syarat ketiga ini maka perhitungan tenggang waktu pengulangannya tidak tidak tergantung pada jenis pidana yang pernah dijatuhkan terdahulu dan apakah pidana tersebut sduah dijalankan atau belum (seluruh atau sebagian).
  • 20. Sumber referensi  Pengulangan Tindak pidana S Maronie  Wikipedia  IG Lawyers—law office