Hukum Pidana_Bayu Jakkobus Simorangkir_A1011211197.pptx
1. Perbarengan Tindak
pidana ( Samenloop )
Dan
Pengulangan Tindak
Pidana ( Recidive )
Disusun oleh
Bayu Jakkobus Simorangkir
A1011211197
2. Perbarengan Tindak Pidana (Samenloop )
Gabungan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu
perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan,Ia melanggar beberapa
peraturan pidana.
5. KUHP mengatur perbarengan tindak pidana
dalam Bab. VI Pasal 63 – 71. Dalam rumusan
pasal maupun Bab. IX, KUHP tidak
memberikan definisi perbarengan tindak
pidana (Concursus). Namun, dari rumusan
pasal-pasalnya dapat diperoleh pengertian
dan sistem pemberian pidana bagi concursus
sebagai berikut.
6. A. Concursus Idealis
Pengertian dari concursus idealis adalah suatu perbuatan yang masuk kedalam
banyak (Lebih dari satu) aturan pidana.
Sistem pemberian pidana dalam concursus idealis adalah Absorbsi, yaitu hanya
dikenakan pidana pokok yang terberat.
Contoh :
Terjadi pemerkosaan dijalan umum, maka pelaku dapat diancam dengan pidana
penjara 12 tahun menurut pasal 285, dan pidana penjara 2 tahun 8 bulan
menurut pasal 281.
Dengan sistem asorbsi maka yang dijatuhkan pidana adalah pasal 285, yaitu 12
tahun.
7. Namun ketika terjadi perbedaan pada jenis pidana pokoknya, maka di ambil jenis
pidana pokok yang terberat menurut pasal 10 KUHP.
Selanjutnya didalam pasal 63 ayat (2) terkandung adagium (Lex specialis
derogate legi generali) atau aturan undang-undang yang khusus meniadakan UU
yang umum. Jadi ketika ada perbedaan antara aturan yang umum dan yang
khusus maka diambil yang khusus.
8. B.Concursus Berlanjut
Pengertian dari concursus berlanjut adalah suatu perbuatan yang dilakukan
secara berulang-ulang atau berangsur-angsur dimana perbuatan itu sejenis
berhubungan dan dilihat dalam satu perbuatan.
Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada
hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan
berlanjut” adalah :
1. Harus ada satu keputusan kehendak
2. Masing- masing perbuatan harus sejenis
3. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama
4. Batasan waktu yang terciri dalam concursus berlanjut adalah dibatasi pada
putusan hakim (in kracht).
9. Sistem pemberian pidana bagi perbuatan berlanjut menggunakan
sistem absorbs, yaitu hanya dikenakan ancaman terberat. Dan apabila
berbeda-beda, maka dikenakan ketentuan pidana pokok yang terberat.
10. C.Concursus Realis
Pengertian concursus realis adalah seseorang melakukan beberapa perbuatan,
dan masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri. Sebagai suatu tindak pidana
(tidak perlu sejenis dan tidak perlu berhubungan).
Sistem pemberian pidana bagi concursus realis ada beberapa macam :
-Absorbsi dipertajam
Pengertian, apabila diancam dengan pidana pokok sejenis maka hanya dikenakan
satu pidana dengan ketentuan bahwa jumlah maksimum pidana tidak boleh lebih
dari jumlah maksimum terberat ditambah sepertiga.
11. -Kumulatif diperlunak
Apabila diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis maka setiap pidana
pokok akan dikenakan dengan ketentuan jumlahnya tidak boleh melebihi jumlah
pidana pokok terberat ditambah sepertiga.
Apabila concursus realis berupa pelanggaran, maka menggunakan sistem hukum
kumulitf (Jumlah), Jumlah semua pidana yang diancamkan. Maksimum 1 tahun 4
bulan
Apabila concursus realis berupa kejahatan-kejahatan ringan, maka digunakan
sistem pemberian pidana kumulatif, Maksimum pidana penjara 8 bulan.
12. Pengulangan Tindak Pidana ( Recidive )
Terjadi dalam hal seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang
telah di jatuhi pidana dengan suatu putusan Hakim yang berkekuatan Hukum
tetap, kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi.
Recidive merupakan suatu alasan untuk memperberat pidana.
13. A.Recidive Menurut Doktrin
Ada dua sistem pemberatan pidana berdasarkan Recidive :
1. Recidive umum
Setiap pengulangan tindak pidana apapun dan dilakukan kapanpun.
Menurut sistem ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan
dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk memperberat pidana
yang akan dijatuhkan. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana dan tidak ada
daluwarsa dalam residivenya.
14. 2. Recidive khusus
Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulangan merupakan alasan pemberatan
pidana. Pemberatan hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan
terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu
yang tertentu pula.
Dalam KUHP ketentuan mengenai Residive tidak diatur secara umum dalam
“Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus untuk kelompok tindak
pidana tertentu baik berupa kejahatan dalam Buku II maupun pelanggaran dalam
Buku III.
15. Disamping itu di dalam KUHP juga memberikan syarat tenggang
waktu pengulangan yang tertentu. Jadi dengan demikian KUHP
termasuk ke dalam sistem Residive Khusus, artinya pemberatan
pidana hanya dikenakan pada pengulangan-pengulangan jenis-jenis
tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan yang
dilakukan dalam tenggang waktu tertentu.
16. B. Recidive menurut KUHP
Recidive menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tidak sama
dengan pecobaan, penyertaan, pengulangan, dalam KUHP mengenai
pengulangan tindak pidana tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum”
Buku I, tetapi diatur secara khusus secara sekelompok tindak pidana tertentu
baik berupa kejahatan di dalam Buku II maupun berupa pelanggaran di dalam
Buku III.
Dalam KUHP juga terdapat syarat tenggang waktu pengulangan tertentu.
Sehingga KUHP menganut sistem Recidive Khusus menjelaskan bahwa
pemberatan pidana hanya dapat dikenakan pada pengulangan jenis-jenis
tindak pidana(kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan dapat dilakuakn
dalam tenggang waktu tertentu.
17. C.Recidive Pelanggaran
Dengan dianutnya sistem recidive khusus, maka recidive pelanggaran menurut
KUHP juga merupakan recidive terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu saja
yang disebut dalam Buku III KUHP.
Ada 14 jenis pelanggaran didalam Buku III KUHP yang apabila diulangi dapat
merupakan alasan untuk adanya pemberatan pidana, yaitu pelanggaran-
pelanggaran terhadap : Pasal : 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540,
541, 544, 545, 549 KUHP.
18. Adapun persyaratan recidive pelanggaran disebutkan dalam masing-masing pasal
yang bersangkutan, yang pada umumnya sebagai berikut :
1.Pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang
terdahulu, jadi baru dapat dikatakan recidive pelanggaran apabila yang
bersangkutan melanggar pasal yang sama.
2.Harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang telah berkekuatan
hukum tetap untuk pelanggaran yang terdahulu;
3.Tenggang waktu pengulangannya belum lewat 1 atau 2 tahun sejak adanya
putusan pemiudaan yang berkekuatan tetap.
19. Berdasarkan syarat ketiga ini maka
perhitungan tenggang waktu
pengulangannya tidak tidak tergantung
pada jenis pidana yang pernah dijatuhkan
terdahulu dan apakah pidana tersebut
sduah dijalankan atau belum (seluruh atau
sebagian).