Teks ini membahas kisah Nabi Ibrahim yang diperintahkan Allah untuk menyembelih putranya Ismail. Meskipun berat, Ibrahim dan Ismail menerima perintah itu dengan taat dan sabar. Ketika pisau tajam tak mampu melukai Ismail, Allah menyuruh Ibrahim menggantinya dengan kambing. Kisah ini mengajarkan tentang ketaatan dan kesabaran dalam menjalankan perintah Allah.
More than Just Lines on a Map: Best Practices for U.S Bike Routes
Kolom qurban kita
1. Kolom: Qurban Kita
05 October 2014
oleh: Yusnirsyah Sirin
“Telungkupkan aku, ayah,” pinta anak yang baru beranjak remaja itu sopan ketika pisau tajam
mengkilat yang dihunus ayahandanya tak juga mampu melukai kulitnya. Ia khawatir, ayahnya
yang datang ke Makkah untuk melepas rindu setelah lama tak jumpa justru tak sanggup
melukainya karena menatap wajahnya.
Kesalahan saya adalah masih sering terpeleset membayangkan Ibrahim sebagai manusia biasa.
Terkadang saya membayangkan tangannya gemetar menghunus pisau tajam menatap lekat wajah
anaknya Ismail sambil berurai air mata.
Tapi, pasti tidak! Ibrahim adalah Rasul Allah. Begitu juga Ismail yang saat harus disembelih
sudah memasuki usia remaja. Keduanya manusia pilihan Allah! Meski hanya lewat mimpi,
perintah menyembelih putra kesayangannya ia terima dengan sepenuh iman. Tak terbersit sedikit
pun di benaknya untuk menawar apalagi menyusun dalil-dalil yang meringankan atau kalau bisa
menghapus titah yang bagi awam terasa sangat tak masuk akal itu.
Pada manusia sekaliber rasul, firman Allah hanya dikelompokkan menjadi dua: perintah dan
larangan! Titik. Pada Surat ash-Shaffat ayat 103-107, kisah keteguhan iman ini Allah firmankan.
“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar,” mantap Ismail menyemangati sang Ayah untuk
menunaikan perintah Allah.
2. Kisah ini berakhir happy ending. Ketika pisau tajam tak juga mampu mengalirkan darah dari
leher Ismail yang pasrah , Allah memerintah Ibrahim mengganti dengan domba yang ada di
dekat tempat itu. Bagi Allah yang maha tahu, itu sudah cukup. Sudah cukup bagi Allah untuk
mengukur kelurusan niat dan itikad serta ketulusan yang diperbuat. Allah memang akan selalu
menguji orang-orang pilihan yang dicintai-Nya. Tetap saja ini sebuah drama yang mendebarkan
dan penuh nasihat tentang kesabaran.
Tentu saja, bila kemudian kita meneladani kisah tadi dengan hanya mengganti dengan
memotong seekor kambing, domba, atau sepertujuh bagian sapi, sama sekali tidaklan menjadi
cerita yang mendebarkan. Tidak sebanding apa yang kita lakukan dengan apa yang dicontohkan
kekasih Allah itu.
Baru menjadi mendebarkan, bahkan mengkhawatirkan, bila untuk menyisihkan sedikit harta
untuk sekedar berqurban seekor domba sekali setahun saja kita tak juga mau.