SlideShare a Scribd company logo
1 of 33
HAM DALAM HUKUM HUMANITER
Dr. AHMAD RUSLY PURBA, S.IP., SH., MH.
Pengantar
 Dibandingkan dengan cabang hukum internasional publik
lainnya, hukum humaniter mempunyai suatu keunikan yaitu
bahwa sekalipun ketentuan-ketentuan yang mengaturnya
dibuat melalui suatu perjanjian multilateral atau melalui
hukum kebiasaan internasional, namun substansinya banyak
mengatur hal-hal yang menyangkut individu, atau dengan
kata lainnya subjek hukumnya juga menyangkut individu.
 Hal ini cukup unik, karena pada umumnya subjek hukum
internasional publik adalah negara atau organisasi
internasional. Namun Hukum humaniter banyak mengatur
tentang perlindungan bagi orang-orang yang terlibat atau
tidak terlibat dalam suatu peperangan.
Dalam hukum humaniter dikenal dua bentuk perang
atau sengketa bersenjata yakni : bersifat internasional
dan yang bersifat noninternasional.
1. Sengketa bersenjata (Perang) Internasional tentu saja melibatkan dua
negara atau lebih, namun perkembangannya, pengertian sengketa
bersenjata internasional diperluas dalam Protokol I tahun 1977 (Gen Conv)
yang juga memasukkan di dalamnya :
 perlawanan terhadap dominasi kolonial,
 perjuangan melawan pendudukan asing
 dan perlawanan terhadap rezim rasialis
2. Noninternasional, yaitu sengketa bersenjata yang terjadi
didalam suatu wilayah negara.
 Dalam situasi tertentu, sengketa bersenjata yang tadinya bersifat
internal (noninternasional) bisa berubah sifat menjadi sengketa
bersenjata yang bersifat internasional.
 Hal ini disebut dengan internasionalisasi konflik internal
(internationalized internal conflict).
 Hukum humaniter berlaku dalam setiap bentuk sengketa
bersenjata, baik itu perang konvensional, perang non-
konvensioanl dan perang modern.
 Bahkan pada situasi tertentu, hukum humaniter juga dapat
diberlakukan dalam kerangka perang yang oleh sebagian
negara disebut sebagai perang melawan terorisme.
Pengertian Hukum Humaniter
 Hukum humaniter atau lengkapnya international
humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari
istilah hukum perang (laws of war).
 Dalam perkembangannya kata-kata perang (war)
menimbulkan ketakutan yang mendalam, sehingga timbul
istilah baru yaitu pertikaian bersenjata (armed conflict)
untuk menggantikan istilah perang sekalipun perang masih
terjadi di mana-mana.
 sehingga istilah hukum perang berubah menjadi hukum
sengketa bersenjata (laws of armed conflict).
Pengertian Hukum Humaniter
1. Jean Pictet : “International Humanitarian Law, in the wide
sense, is constituted by all the international legal
provisions, whether written or customary, ensuring respect
for individual and his well being”
(hukum humaniter internasional dalam arti luas
berdasarkan semua ketentuan hukum internasional baik
hukum tertulis maupun kebiasaan , dan menjamin
penghormatan terhadap individu dan kesejahteraannya).
Pengertian Hukum Humaniter
2. Geza Herzegh : “Part of the rules of public international
law which serve as the protection of individuals in time of
armed conflict. Its place is beside the norm of warfare it is
closely related to them but must be clearly distinguish
from these its purpose and spirit being different”
(bagian dari hukum internasional public yang digunakan
sebagai perlindungan terhadap penduduk sipil maupun
individu dalam masa konflik bersenjata. Dalam
penerapannya harus benar-benar dilakukan pembedaan
antara penduduk sipil dan para kombatan yang angkat
senjata saat terjadi konflik).
Pengertian Hukum Humaniter
3. Francois mendefinisikan sebagai keadaan hukum antara
negara-negara yang saling bertikai dengan menggunakan
kekuatan militer.
catatan : Oppenheim mendefinisikan perang sebagai
persengketaan antara dua negara dengan maksud
menguasai lawan dan membangun kondisi perdamaian
seperti yang diinginkan oleh yang menang
Pengertian Hukum Humaniter
 Mochtar Kusumaatmadja : “Bagian dari hukum yang
mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban
perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur
perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut
cara melakukan perang itu sendiri”
Pengertian Hukum Humaniter
 International Committee Of The Red Cross (ICRC)
Hukum Humaniter Internasional sebagai ketentuan hukum
internasional yang terdapat dalam perjanjian internasional
maupun kebiasaan, yang dimaksudkan untuk mengatasi
segala masalah kemanusiaan yang timbul pada waktu
pertikaian bersenjata internasional atau non internasional.
Ketentuan tersebut membatasi,atas dasar kemanusiaan, hak
pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian untuk
menggunakan senjata dan metode perang, dalam
melindungi orang maupun harta benda yang terkena
pertikaianbersenjata.
Pengertian Hukum Humaniter
 Simpulan : Hukum Humaniter sebagai keseluruhan asas,
kaidah dan ketentuan internasional baik tertulis maupun
tidak tertulis yang mencakup hukum perang dan hukum
hak asasi manusia, bertujuan untuk menjamin
penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang.
Sumber Hukum Humaniter Internasional
Statuta Mahkamah Pengadilan Internasional
(International Court of Justice) Pasal 38 ayat (1) sumber-sumber
hukum humaniter internasional terdiri dari :
a.Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang
membentuk aturan-aturan yang secara tegas diakui oleh masyarakat
internasional;
b.Kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu praktek umum yang diterima
sebagai hukum;
c.Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa beradab;
d. Keputusan-keputusan Mahkamah dan ajaran dari para ahli yang sangat
kompeten dari berbagai bangsa, sebagai sumber hukum tambahan untuk
menentukan supremasi hukum.
Sumber Hukum Humaniter Internasional
a. Perjanjian Internasional
1. KONVENSI DEN HAAG
(a) Konvensi-Konvensi Den Haag 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den
Haag (18 Mei - 29 Juli 1899). Dihasilkan tiga konvensi dan tiga deklarasi.
Adapun tiga konvensi yang dihasilkan adalah:
1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional.
2. Konvensi II tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat.
3. Konvensi III tentang Adaptasi Asas-asas Konvensi Jenewa Tanggal 22 Agustus 1864
tentang Hukum Perang di Laut.
Sedangkan tiga deklarasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Deklarasi tentang larangan penggunaan peluru-peluru dum-dum (peluru-peluru yang
bungkusnya tidak sempurna menutup bagian dalam sehingga dapat pecah dan membesar
dalam tubuh manusia
2.Deklarasi tentang larangan peluncuran proyektil-proyektil dan bahan-bahan peledak dari
balon.
3. Deklarasi tentang larangan penggunaan proyektil-proyektil yang menyebabkan gas-gas
cekik dan beracun.
(b) Konvensi-Konvensi Den Haag tahun 1907 Konvensi-konvensi yang dihasilkan oleh Konferensi Perdamaian II di Den Haag :
1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional;
2. Konvensi II tentang Pembatasan Kekerasan Senjata dalam Menuntut Pembayaran Hutang yang berasal dari
Perjanjian Perdata;
3.Konvensi III tentang Cara Memulai Permusuhan;
4.Konvensi IV tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat yang dilengkapi dengan Regulasi (Peraturan) Den
Haag;
5.Konvensi V tentang Hak dan Kewajiban Negara dan Orang-orang Netral dalam Perang di darat;
6.Konvensi VI tentang Status Kapal Dagang Musuh pada saat Permulaan Peperangan;
7.Konvensi VII tentang Pengubahan Kapal Dagang menjadi Kapal Perang;
8.Konvensi VIII tentang Penempatan Ranjau Otomatis di dalam laut;
9.Konvensi IX tentang Pemboman oleh Angkatan Laut di waktu Perang;
10.Konvensi X tentang Adaptasi Asas-asas Konvensi Jenewa tentang perang di laut;
11.Konvensi XI tentang Pembatasan Tertentu terhadap Penggunaan Hak Penangkapan dalam Perang di Laut;
12.Konvensi XII tentang Pembentukan suatu Mahkamah Internasional tentang Penyitaan contraband perang
(barang selundupan untuk kepentingan perang);
13. Konvensi XIII tentang Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang di Laut.
2. KONVENSI JENEWA 1949, yang mengatur mengenai perlindungan
korban perang, terdiri atas empat Konvensi Jenewa 1949:
1. Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perbaikan Keadaan Anggota
Angkatan Perang Yang Luka dan Sakit di Medan Pertempuran Darat
(Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the
Wounded and Sick in Armed Forces in the Field);
2. Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perbaikan Keadaan Anggota
Angkatan Perang Di Laut Yang Luka, Sakit dan Korban Karam (Geneva
Convention for the Amelioration of the condition of the Wounded, Sick
and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea);
3. Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlakuan Terhadap Tawanan
Perang (Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of
War);
4. Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Orang-orang Sipil di
Waktu Perang (Geneva Convention relative to the Protection of Civilian
Persons in Time of War).
 Keempat Konvensi Jenewa tahun 1949 dilengkapi dengan Protokol
Tambahan yakni :
 Protokol I : mengatur tentang Perlindungan Korban Sengketa Bersenjata
Internasional (Protocol Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949,
And Relating to the Protectionsof Victims of International Armed Conflict).
 Protokol II : mengatur tentang Perlindungan Korban Sengketa Bersenjata Non-
Internasional (Protocol Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949,
And Relating to the Protections of Victims of Non-International Armed Conflict)
 Protokol Tambahan III: mengatur tentang pengesahan Lambang Kristal Merah
menjadi salah satu Lambang Gerakan yang diakui (Disahkan th 2005)
b. Kebiasaan Internasional
 Mahkamah Internasional menyatakan bahwa eksistensi hukum kebiasaan
internasional mempunyai posisi yang sama dengan hukum perjanjian,
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 38 ayat (b) Statuta Mahkamah.
 Pada saat ini telah dihasilkan suatu dokumen hasil penelitian yang diprakarsai
oleh ICRC tentang hukum kebiasaan internasional dari hukum humaniter. Dalam
penelitian ini telah diidentifikasikan berbagai kebiasaan yang telah dipraktekkan
oleh negaranegara untuk hukum humaniter. Hukum kebiasaaan internasional
yang dimaksud disarikan dari berbagai putusan mahkamah nasional dan
internasional serta ketentuanketentuan hukum nasional dari masing-masing
negara (baik yang tercantum dalam undang-undang maupun manual-manual
dari Angkatan Bersenjata dari negara-negara yang diteliti). Antara lain :
 Kebiasaan untuk menandai rumah sakit dengan bendera khusus yang melambangkan
bendera masing-masing pihak, akhirnya menjadi penggunaan lambang Palang Merah
 dokter dan rohaniawan harus dilindungi dan dihormati;
 penduduk sipil bukan sasaran serangan.
 Perlindungan cagar budaya
 Anak anak dan wanita
b. Putusan Mahkamah
Putusan mahkamah, baik pengadilan nasional maupun
internasional, dapat dijadikan sumber hukum humaniter.
• Pengadilan Amerika Serikat tentang Kasus Letnan Calley (1971
• Mahkamah Nuremberg dan Tokyo (1945) Mahkamah Nuremberg
dan Tokyo dibentuk untuk mengadili para penjahat perang Jerman
dan Jepang yang melakukan kejahatan perang selama Perang Dunia
II.
• Putusan International Criminal Tribunal for former Yugoslavia (ICTY)
tahun 1993
• International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) tahun 1994
c. Doktrin
 Klausula Martens.
“Until a more complete code of laws of war is issued, the High Contracting Parties
think it right to declare than in cases not included in the Regulations adopted by
them, populations and belligerents remain under the protection and empire of the
principles of international law, as they result from the usages established between
civilized nations, from the laws of humanity and the requirement of the public
conscience.”
Secara ringkas, klausula ini menentukan bahwa apabila hukum
humaniter belum mengatur suatu ketentuan hukum mengenai
masalah tertentu, maka ketentuan yang dipergunakan harus
mengacu kepada prinsip-prinsip hukum internasional yang terjadi :
• dari kebiasaan yang terbentuk diantara negara-negara yang
beradab;
• dari hukum kemanusiaan;
• serta dari hati nurani masyarakat.
Prinsip-Prinsip Hukum Umum
dan Humaniter
Prinsip-prinsip hukum umum yang menurut Statuta
Mahkamah Pengadilan Internasional diartikan sebagai
prinsip-prinsip yang terdapat dalam semua sistem hukum,
antara lain
 prinsip itikad baik (good faith),
 prinsip pacta sunt servanda (keterikatan utk mematuhi
kesepakatan)
 dan prinsip proporsional,
Dalam hukum humaniter, ada yang lebih penting daripada
prinsip-prinsip hukum umum yang disebut tadi antara lain
asas-asas umum dari hukum humaniter; antara lain
 prinsip pembedaan (distinction principle),
 asas kepentingan militer
 dan prinsip tentang larangan menyebabkan penderitaan yang
tidak perlu (unnecessary suffering principle).
Prinsip-Prinsip Dasar Hukum
Humaniter
1. Prinsip kepentingan militer (military necessity).
Berdasarkan prinsip ini pihak yang bersengketa dibenarkan
menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya
tujuan dan keberhasilan perang. Dalam prakteknya, digunakan :
a. Prinsip proporsionalitas (proportionality principle), yaitu: “prinsip yang
diterapkan untuk membatasi kerusakan yang disebabkan oleh operasi militer
dengan mensyaratkan harus proporsional) dengan keuntungan militer yang
diharapkan
b. Prinsip pembatasan (limitation principle), yaitu prinsip yang membatasi
penggunaan alat-alat dan cara-cara berperang yang dapat menimbulkan akibat
yang luar biasa kepada pihak musuh.
Prinsip-Prinsip Dasar Hukum
Humaniter
2. Prinsip Perikemanusiaan (humanity). Berdasarkan prinsip ini maka pihak
yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, di
mana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat
menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu. Oleh
karena itu prinsip ini sering juga disebut dengan “unnecessary suffering
principle”.
3. Prinsip Kesatriaan (chivalry). Prinsip ini mengandung arti bahwa di dalam
perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak
terhormat, perbuatan curang dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang.
Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Humaniter
4. Prinsip Pembedaan suatu asas yang sangat penting dalam hukum humaniter, yaitu
prinsip sangat membedakan atau membagi kategori penduduk dari suatu negara
yang sedang berperang, dalam dua golongan, yakni kombatan (combatant) dan
penduduk sipil (civilian).
Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam
permusuhan (hostilities)
Non Kombatan adalah golongan penduduk yang tidak turut serta dalam
permusuhan.
Asas umum ini memerlukan penjabaran lebih jauh ke dalam sejumlah asas
pelaksanaan (principles of application), yakni:
a. Pihak-pihak yang bersengketa, setiap saat, harus membedakan antara kombatan dan
penduduk sipil guna menyelamatkan penduduk sipil dan objek-objek sipil.
b. Penduduk sipil, demikian pula orang sipil secara perorangan, tidak boleh dijadikan objek
serangan, walaupun dalam hal pembalasan (reprisals).
c. Tindakan maupun ancaman kekerasan yang tujuan utamanya untuk menyebarkan teror
terhadap penduduk sipil adalah dilarang.
Mekanisme Penegakan Hukum
Humaniter
 Salah satu perkembangan baru yang terdapat dalam protokol 1977.doc
antara lain mengenai mekanisme Penegakan Hukum Humaniter . Yang
dimaksud disini adalah mekanisme yang dilakukan melalui Komisi
Internasional Pencari Fakta (International Fact Finding Commission).
 Komisi Pencari Fakta merupakan penyempurnaan atas ketentuan yang
terdapat di dalam Pasal 52 Konvensi I Jenewa; Pasal 53 Konvensi II; Pasal 132
Konvensi II dan Pasal 149 Konvensi IV yang mengatur mengenai prosedur
penyelidikan terhadap pelanggaran yang terjadi terhadap hukum humaniter
atau terhadap ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa
Mekanisme Nasional Menurut Konvensi Jenewa 1949
Konvensi I, Pasal 50 (1) Konvensi II, Pasal 129 (1) Konvensi III dan Pasal 146 (1)
Konvensi IV, yang merupakan ketentuan yang bersamaan, Berdasarkan ketentuan
Pasal-Pasal tersebut, maka negara yang telah meratifikasi Konvensi Jenewa
diwajibkan menerbitkan suatu Undang-undang nasional yang memberikan
sanksi pidana efektif kepada setiap orang yang melakukan atau memerintahkan
untuk melakukan pelanggaran berat terhadap Konvensi.
Mekanisme yang terdapat pada ketentuan ini adalah suatu mekanisme di mana
penegakan hukum humaniter yang dilaksanakan berdasarkan suatu proses
peradilan nasional. Artinya, apabila terjadi kasus pelanggaran hukum humaniter
maka si pelaku akan dituntut dan dihukum berdasarkan peraturan perundangan
nasional dan dengan menggunakan mekanisme peradilan nasional yang
bersangkutan. Di lingkungan TNI, apabila ada seorang prajurit yang
melakukan pelanggaran terhadap hukum humaniter maka Komandan atau
Atasan yang berwenang untuk menghukum (Ankum) berkewajiban untuk
mengambil tindakan-tindakan sebagaimana yang dimaksud pada ketentuan
di atas.
 Mekanisme Internasional, disamping mekanisme nasional, penegakan
hukum humaniter juga dapat dilaksanakan melalui mekanisme internasional.
 Ada dua bentuk mekanisme internasional yang dikenal sampai saat ini,
yaitu mahkamah atau tribunal yang bersifat ad hoc, dan mahkamah yang
bersifat permanen. Contoh :
Ad hoc :
1. Mahkamah Nuremberg dan Tokyo (1945) Mahkamah
Nurembergdan Tokyo dibentuk untuk mengadili para penjahat
perang Jerman dan Jepang yang melakukan kejahatan perang
selama Perang Dunia II.
2. Putusan International Criminal Tribunal for former Yugoslavia
(ICTY) tahun 1993
3. International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) tahun 1994
Permanen :
 Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court /ICC).
Pada Juli 1998 masyarakat internasional mencatat perkembangan penting,
ketika disepakatinya Statuta Roma tentang pembentukan Mahkamah Pidana
Internasional (International Criminal Court, selanjutnya disebut ICC).
Berbeda dengan mahkamah ad hoc yang telah dibentuk sebelumnya
(misalnya Mahkamah Nuremberg, Tokyo, ICTY dan ICTR), maka ICC ini
merupakan suatu mahkamah yang bersifat permanen. Mahkamah ini juga
dibentuk sebagai pelengkap (complementarity) dari mahkamah pidana
nasional.
 Sehubungan dengan hal ini dalam Statuta Roma dikatakan bahwa ICC akan
bekerja apabila mahkamah nasional tidak mau (unwilling) dan tidak mampu
(unable) untuk mengadili pelaku kejahatan-kejahatan yang dimaksud.
 Adapun Yurisdiksi dari ICC ini mencakup empat hal yaitu :
1. genosida
2. kejahatan terhadap kemanusiaan
3. kejahatan perang
4. kejahatan agresi
Catatan penting :
Berkaitan dengan mekanisme penegakan hukum humaniter, hal mendesak
dan penting dilakukan oleh Indonesia saat ini adalah :
Menyusun hukum nasional yang mengatur tentang penghukuman bagi
pelaku kejahatan perang, karena sampai saat ini baik Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Militer (KUHPM) belum mengatur tentang kejahatan perang. Artinya
Indonesia belum melaksanakan kewajibannya berdasarkan Konvensi
Jenewa 1949 (yaitu menyusun suatu hukum nasional yang memberikan
sanksi pidana efektif bagi pelaku kejahatan perang).
Ketiadaan hukum nasional ini juga dapat dikategorikan sebagai
unwilling and unable dari sudut pandang International Criminal Court
(ICC) !!
Tujuan dari Hukum Humaniter
Mohammad Bedjaoui, bahwa tujuan hukum humaniter adalah
memanusiaakan perang. Di samping itu ada beberapa tujuan hukum
humaniter yaitu :
a. Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari
penderitaan yang tidak perlu;
b. Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental
bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. Kombatan
yang jatuh ketangan musuh berhak diperlakukan
sebagai tawanan perang dan harus dilakukan secara
manusiawi;
c. Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas. Di sini yang
penting adalah asasperikemanusiaan.Jadi tujuan dari hukum humaniter internasional
adalahuntuk memberikan perlindungan kepada korban perang,menjamin Hak Asasi
Manusia (HAM) dan mencegahdilakukannya perang secara kejam. Hukum
humaniterinternasional lebih ditujukan untuk kepentingankemanusiaan, yaitu
mengurangi penderitaan setiap individudalam situasi konflik bersenjata.
Ham dan humaniter
 Hukum Humaniter dengan HAM memiliki kaitan dan saling berhubungan.
Dalam Konvensi HAM Eropa tahun 1950, misalnya dalam Pasal
15,menentukan bahwa bila terjadi perang atau bahaya umum yang
mengancam stabilitas nasional, hak-hak yang dijamin dalamkonvensi ini
tidak boleh dilanggar. Terdapat 7 (tujuh)hak yang harus tetap dihormati,
karena merupakan intisari dari Konvensi ini, yaitu:
1. hak atas kehidupan,
2. hak kebebasan,
3. Integritas fisik,
4. status sebagai subyek hukum,
5. kepribadian,
6. perlakuan tanpadiskriminasi
7. dan hak atas keamanan.
Ketentuan ini terdapat juga dalam Pasal 4 Kovenan PBB mengenai hak
hak sipil dan politik dan Pasal 27 Konvensi HAM Amerika.
Ham dan humaniter
Selain itu, terdapat pula hak-hak yang tak boleh
dikurangi(non derogable rights), baik dalam keadaan
damai maupun dalam keadaan sengketa bersenjata,
antara lain :
1. hak hidup,
2. prinsip (perlakuan) nondiskriminasi,
3. larangan penyiksaan (torture),
4. larangan berlaku surutnya hukum pidana seperti yang
ditetapkan dalam konvensi sipil dan politik,
5. hak untuk tidak dipenjarakan karena ketidakmampuan
melaksanakan ketentuan perjanjian (kontrak)
Ham dan humaniter
6. perhambaan (servitude)
7. perbudakan
8. laranganpenyimpangan berkaitan dengan dengan penawanan,
9. pengakuan seseorang sebagai subyek hukum,
10. Kebebasan berpendapat,
11. keyakinan dan agama,
12. larangan penjatuhan hukum tanpa putusan yang dimumkan
lebih dahulu oleh pengadilan yang lazim,
13. larangan menjatuhkan hukuman mati dan melaksanakan
eksekusi dalam keadaan yang ditetapkandalam Pasal 3 ayat (1)
huruf (d) yang bersamaan pada keempat Konvensi Jenewa.

More Related Content

Similar to HAM dlm Humaniter.pptx

Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
Mirza Afrizal
 
BAB_5_SISTEM_HUKUM_DAN_PERADILAN_INTERNA.pptx
BAB_5_SISTEM_HUKUM_DAN_PERADILAN_INTERNA.pptxBAB_5_SISTEM_HUKUM_DAN_PERADILAN_INTERNA.pptx
BAB_5_SISTEM_HUKUM_DAN_PERADILAN_INTERNA.pptx
ssuser80b999
 
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Aziza Zea
 
Kelas xi bab v sistem hk & perad int
Kelas xi bab v sistem hk & perad intKelas xi bab v sistem hk & perad int
Kelas xi bab v sistem hk & perad int
dixon8888
 
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahli
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahliPengertian hukum internasionalmenurut para ahli
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahli
Syifa Fauziyah
 
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdfMAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
SaidiNet
 

Similar to HAM dlm Humaniter.pptx (20)

Subyek hukum internasional
Subyek hukum internasionalSubyek hukum internasional
Subyek hukum internasional
 
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
Bab 5: Sistem Hukum dan Peradilan Internasional (SMA Negeri 2 Surabaya)
 
BAB_5_SISTEM_HUKUM_DAN_PERADILAN_INTERNA.pptx
BAB_5_SISTEM_HUKUM_DAN_PERADILAN_INTERNA.pptxBAB_5_SISTEM_HUKUM_DAN_PERADILAN_INTERNA.pptx
BAB_5_SISTEM_HUKUM_DAN_PERADILAN_INTERNA.pptx
 
Gerakan 3 hpi
Gerakan 3 hpiGerakan 3 hpi
Gerakan 3 hpi
 
04. sumber2 hi
04. sumber2 hi04. sumber2 hi
04. sumber2 hi
 
Tugas elearning tik
Tugas elearning tikTugas elearning tik
Tugas elearning tik
 
Gaza
GazaGaza
Gaza
 
Sistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptx
Sistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptxSistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptx
Sistem_Hukum_dan_Peradilan_Internasional.pptx
 
Hukum internasional
Hukum internasionalHukum internasional
Hukum internasional
 
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )Tugas makalah (sistem hukum internasional )
Tugas makalah (sistem hukum internasional )
 
Pengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum InternasionalPengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum Internasional
Pengantar Hukum Internasional - Sumber dan Subjek Hukum Internasional
 
Pkn Kel 4
Pkn Kel 4Pkn Kel 4
Pkn Kel 4
 
Bab v sistem hukum & peradilan internasional
Bab v sistem hukum & peradilan internasionalBab v sistem hukum & peradilan internasional
Bab v sistem hukum & peradilan internasional
 
Hukum_internasional.pdf
Hukum_internasional.pdfHukum_internasional.pdf
Hukum_internasional.pdf
 
Hukum internasional
Hukum internasionalHukum internasional
Hukum internasional
 
SENGKETA INTERNASIONAL & CARA PENYELESAIAN NYA
SENGKETA INTERNASIONAL & CARA PENYELESAIAN NYASENGKETA INTERNASIONAL & CARA PENYELESAIAN NYA
SENGKETA INTERNASIONAL & CARA PENYELESAIAN NYA
 
Kelas xi bab v sistem hk & perad int
Kelas xi bab v sistem hk & perad intKelas xi bab v sistem hk & perad int
Kelas xi bab v sistem hk & perad int
 
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahli
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahliPengertian hukum internasionalmenurut para ahli
Pengertian hukum internasionalmenurut para ahli
 
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdfMAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL.pdf
 
Hub internasional
Hub internasionalHub internasional
Hub internasional
 

HAM dlm Humaniter.pptx

  • 1. HAM DALAM HUKUM HUMANITER Dr. AHMAD RUSLY PURBA, S.IP., SH., MH.
  • 2. Pengantar  Dibandingkan dengan cabang hukum internasional publik lainnya, hukum humaniter mempunyai suatu keunikan yaitu bahwa sekalipun ketentuan-ketentuan yang mengaturnya dibuat melalui suatu perjanjian multilateral atau melalui hukum kebiasaan internasional, namun substansinya banyak mengatur hal-hal yang menyangkut individu, atau dengan kata lainnya subjek hukumnya juga menyangkut individu.  Hal ini cukup unik, karena pada umumnya subjek hukum internasional publik adalah negara atau organisasi internasional. Namun Hukum humaniter banyak mengatur tentang perlindungan bagi orang-orang yang terlibat atau tidak terlibat dalam suatu peperangan.
  • 3. Dalam hukum humaniter dikenal dua bentuk perang atau sengketa bersenjata yakni : bersifat internasional dan yang bersifat noninternasional. 1. Sengketa bersenjata (Perang) Internasional tentu saja melibatkan dua negara atau lebih, namun perkembangannya, pengertian sengketa bersenjata internasional diperluas dalam Protokol I tahun 1977 (Gen Conv) yang juga memasukkan di dalamnya :  perlawanan terhadap dominasi kolonial,  perjuangan melawan pendudukan asing  dan perlawanan terhadap rezim rasialis
  • 4. 2. Noninternasional, yaitu sengketa bersenjata yang terjadi didalam suatu wilayah negara.  Dalam situasi tertentu, sengketa bersenjata yang tadinya bersifat internal (noninternasional) bisa berubah sifat menjadi sengketa bersenjata yang bersifat internasional.  Hal ini disebut dengan internasionalisasi konflik internal (internationalized internal conflict).  Hukum humaniter berlaku dalam setiap bentuk sengketa bersenjata, baik itu perang konvensional, perang non- konvensioanl dan perang modern.  Bahkan pada situasi tertentu, hukum humaniter juga dapat diberlakukan dalam kerangka perang yang oleh sebagian negara disebut sebagai perang melawan terorisme.
  • 5. Pengertian Hukum Humaniter  Hukum humaniter atau lengkapnya international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang (laws of war).  Dalam perkembangannya kata-kata perang (war) menimbulkan ketakutan yang mendalam, sehingga timbul istilah baru yaitu pertikaian bersenjata (armed conflict) untuk menggantikan istilah perang sekalipun perang masih terjadi di mana-mana.  sehingga istilah hukum perang berubah menjadi hukum sengketa bersenjata (laws of armed conflict).
  • 6. Pengertian Hukum Humaniter 1. Jean Pictet : “International Humanitarian Law, in the wide sense, is constituted by all the international legal provisions, whether written or customary, ensuring respect for individual and his well being” (hukum humaniter internasional dalam arti luas berdasarkan semua ketentuan hukum internasional baik hukum tertulis maupun kebiasaan , dan menjamin penghormatan terhadap individu dan kesejahteraannya).
  • 7. Pengertian Hukum Humaniter 2. Geza Herzegh : “Part of the rules of public international law which serve as the protection of individuals in time of armed conflict. Its place is beside the norm of warfare it is closely related to them but must be clearly distinguish from these its purpose and spirit being different” (bagian dari hukum internasional public yang digunakan sebagai perlindungan terhadap penduduk sipil maupun individu dalam masa konflik bersenjata. Dalam penerapannya harus benar-benar dilakukan pembedaan antara penduduk sipil dan para kombatan yang angkat senjata saat terjadi konflik).
  • 8. Pengertian Hukum Humaniter 3. Francois mendefinisikan sebagai keadaan hukum antara negara-negara yang saling bertikai dengan menggunakan kekuatan militer. catatan : Oppenheim mendefinisikan perang sebagai persengketaan antara dua negara dengan maksud menguasai lawan dan membangun kondisi perdamaian seperti yang diinginkan oleh yang menang
  • 9. Pengertian Hukum Humaniter  Mochtar Kusumaatmadja : “Bagian dari hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan perang itu sendiri”
  • 10. Pengertian Hukum Humaniter  International Committee Of The Red Cross (ICRC) Hukum Humaniter Internasional sebagai ketentuan hukum internasional yang terdapat dalam perjanjian internasional maupun kebiasaan, yang dimaksudkan untuk mengatasi segala masalah kemanusiaan yang timbul pada waktu pertikaian bersenjata internasional atau non internasional. Ketentuan tersebut membatasi,atas dasar kemanusiaan, hak pihak-pihak yang terlibat dalam pertikaian untuk menggunakan senjata dan metode perang, dalam melindungi orang maupun harta benda yang terkena pertikaianbersenjata.
  • 11. Pengertian Hukum Humaniter  Simpulan : Hukum Humaniter sebagai keseluruhan asas, kaidah dan ketentuan internasional baik tertulis maupun tidak tertulis yang mencakup hukum perang dan hukum hak asasi manusia, bertujuan untuk menjamin penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang.
  • 12. Sumber Hukum Humaniter Internasional Statuta Mahkamah Pengadilan Internasional (International Court of Justice) Pasal 38 ayat (1) sumber-sumber hukum humaniter internasional terdiri dari : a.Perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang membentuk aturan-aturan yang secara tegas diakui oleh masyarakat internasional; b.Kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu praktek umum yang diterima sebagai hukum; c.Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa beradab; d. Keputusan-keputusan Mahkamah dan ajaran dari para ahli yang sangat kompeten dari berbagai bangsa, sebagai sumber hukum tambahan untuk menentukan supremasi hukum.
  • 13. Sumber Hukum Humaniter Internasional a. Perjanjian Internasional 1. KONVENSI DEN HAAG (a) Konvensi-Konvensi Den Haag 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag (18 Mei - 29 Juli 1899). Dihasilkan tiga konvensi dan tiga deklarasi. Adapun tiga konvensi yang dihasilkan adalah: 1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional. 2. Konvensi II tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat. 3. Konvensi III tentang Adaptasi Asas-asas Konvensi Jenewa Tanggal 22 Agustus 1864 tentang Hukum Perang di Laut. Sedangkan tiga deklarasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1. Deklarasi tentang larangan penggunaan peluru-peluru dum-dum (peluru-peluru yang bungkusnya tidak sempurna menutup bagian dalam sehingga dapat pecah dan membesar dalam tubuh manusia 2.Deklarasi tentang larangan peluncuran proyektil-proyektil dan bahan-bahan peledak dari balon. 3. Deklarasi tentang larangan penggunaan proyektil-proyektil yang menyebabkan gas-gas cekik dan beracun.
  • 14. (b) Konvensi-Konvensi Den Haag tahun 1907 Konvensi-konvensi yang dihasilkan oleh Konferensi Perdamaian II di Den Haag : 1. Konvensi I tentang Penyelesaian Damai Persengketaan Internasional; 2. Konvensi II tentang Pembatasan Kekerasan Senjata dalam Menuntut Pembayaran Hutang yang berasal dari Perjanjian Perdata; 3.Konvensi III tentang Cara Memulai Permusuhan; 4.Konvensi IV tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat yang dilengkapi dengan Regulasi (Peraturan) Den Haag; 5.Konvensi V tentang Hak dan Kewajiban Negara dan Orang-orang Netral dalam Perang di darat; 6.Konvensi VI tentang Status Kapal Dagang Musuh pada saat Permulaan Peperangan; 7.Konvensi VII tentang Pengubahan Kapal Dagang menjadi Kapal Perang; 8.Konvensi VIII tentang Penempatan Ranjau Otomatis di dalam laut; 9.Konvensi IX tentang Pemboman oleh Angkatan Laut di waktu Perang; 10.Konvensi X tentang Adaptasi Asas-asas Konvensi Jenewa tentang perang di laut; 11.Konvensi XI tentang Pembatasan Tertentu terhadap Penggunaan Hak Penangkapan dalam Perang di Laut; 12.Konvensi XII tentang Pembentukan suatu Mahkamah Internasional tentang Penyitaan contraband perang (barang selundupan untuk kepentingan perang); 13. Konvensi XIII tentang Hak dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang di Laut.
  • 15. 2. KONVENSI JENEWA 1949, yang mengatur mengenai perlindungan korban perang, terdiri atas empat Konvensi Jenewa 1949: 1. Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang Yang Luka dan Sakit di Medan Pertempuran Darat (Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the Wounded and Sick in Armed Forces in the Field); 2. Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perbaikan Keadaan Anggota Angkatan Perang Di Laut Yang Luka, Sakit dan Korban Karam (Geneva Convention for the Amelioration of the condition of the Wounded, Sick and Shipwrecked Members of Armed Forces at Sea); 3. Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlakuan Terhadap Tawanan Perang (Geneva Convention relative to the Treatment of Prisoners of War); 4. Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Perlindungan Orang-orang Sipil di Waktu Perang (Geneva Convention relative to the Protection of Civilian Persons in Time of War).
  • 16.  Keempat Konvensi Jenewa tahun 1949 dilengkapi dengan Protokol Tambahan yakni :  Protokol I : mengatur tentang Perlindungan Korban Sengketa Bersenjata Internasional (Protocol Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949, And Relating to the Protectionsof Victims of International Armed Conflict).  Protokol II : mengatur tentang Perlindungan Korban Sengketa Bersenjata Non- Internasional (Protocol Additional to the Geneva Convention of 12 August 1949, And Relating to the Protections of Victims of Non-International Armed Conflict)  Protokol Tambahan III: mengatur tentang pengesahan Lambang Kristal Merah menjadi salah satu Lambang Gerakan yang diakui (Disahkan th 2005)
  • 17. b. Kebiasaan Internasional  Mahkamah Internasional menyatakan bahwa eksistensi hukum kebiasaan internasional mempunyai posisi yang sama dengan hukum perjanjian, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 38 ayat (b) Statuta Mahkamah.  Pada saat ini telah dihasilkan suatu dokumen hasil penelitian yang diprakarsai oleh ICRC tentang hukum kebiasaan internasional dari hukum humaniter. Dalam penelitian ini telah diidentifikasikan berbagai kebiasaan yang telah dipraktekkan oleh negaranegara untuk hukum humaniter. Hukum kebiasaaan internasional yang dimaksud disarikan dari berbagai putusan mahkamah nasional dan internasional serta ketentuanketentuan hukum nasional dari masing-masing negara (baik yang tercantum dalam undang-undang maupun manual-manual dari Angkatan Bersenjata dari negara-negara yang diteliti). Antara lain :  Kebiasaan untuk menandai rumah sakit dengan bendera khusus yang melambangkan bendera masing-masing pihak, akhirnya menjadi penggunaan lambang Palang Merah  dokter dan rohaniawan harus dilindungi dan dihormati;  penduduk sipil bukan sasaran serangan.  Perlindungan cagar budaya  Anak anak dan wanita
  • 18. b. Putusan Mahkamah Putusan mahkamah, baik pengadilan nasional maupun internasional, dapat dijadikan sumber hukum humaniter. • Pengadilan Amerika Serikat tentang Kasus Letnan Calley (1971 • Mahkamah Nuremberg dan Tokyo (1945) Mahkamah Nuremberg dan Tokyo dibentuk untuk mengadili para penjahat perang Jerman dan Jepang yang melakukan kejahatan perang selama Perang Dunia II. • Putusan International Criminal Tribunal for former Yugoslavia (ICTY) tahun 1993 • International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) tahun 1994
  • 19. c. Doktrin  Klausula Martens. “Until a more complete code of laws of war is issued, the High Contracting Parties think it right to declare than in cases not included in the Regulations adopted by them, populations and belligerents remain under the protection and empire of the principles of international law, as they result from the usages established between civilized nations, from the laws of humanity and the requirement of the public conscience.” Secara ringkas, klausula ini menentukan bahwa apabila hukum humaniter belum mengatur suatu ketentuan hukum mengenai masalah tertentu, maka ketentuan yang dipergunakan harus mengacu kepada prinsip-prinsip hukum internasional yang terjadi : • dari kebiasaan yang terbentuk diantara negara-negara yang beradab; • dari hukum kemanusiaan; • serta dari hati nurani masyarakat.
  • 20. Prinsip-Prinsip Hukum Umum dan Humaniter Prinsip-prinsip hukum umum yang menurut Statuta Mahkamah Pengadilan Internasional diartikan sebagai prinsip-prinsip yang terdapat dalam semua sistem hukum, antara lain  prinsip itikad baik (good faith),  prinsip pacta sunt servanda (keterikatan utk mematuhi kesepakatan)  dan prinsip proporsional, Dalam hukum humaniter, ada yang lebih penting daripada prinsip-prinsip hukum umum yang disebut tadi antara lain asas-asas umum dari hukum humaniter; antara lain  prinsip pembedaan (distinction principle),  asas kepentingan militer  dan prinsip tentang larangan menyebabkan penderitaan yang tidak perlu (unnecessary suffering principle).
  • 21. Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Humaniter 1. Prinsip kepentingan militer (military necessity). Berdasarkan prinsip ini pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan perang. Dalam prakteknya, digunakan : a. Prinsip proporsionalitas (proportionality principle), yaitu: “prinsip yang diterapkan untuk membatasi kerusakan yang disebabkan oleh operasi militer dengan mensyaratkan harus proporsional) dengan keuntungan militer yang diharapkan b. Prinsip pembatasan (limitation principle), yaitu prinsip yang membatasi penggunaan alat-alat dan cara-cara berperang yang dapat menimbulkan akibat yang luar biasa kepada pihak musuh.
  • 22. Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Humaniter 2. Prinsip Perikemanusiaan (humanity). Berdasarkan prinsip ini maka pihak yang bersengketa diharuskan untuk memperhatikan perikemanusiaan, di mana mereka dilarang untuk menggunakan kekerasan yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau penderitaan yang tidak perlu. Oleh karena itu prinsip ini sering juga disebut dengan “unnecessary suffering principle”. 3. Prinsip Kesatriaan (chivalry). Prinsip ini mengandung arti bahwa di dalam perang, kejujuran harus diutamakan. Penggunaan alat-alat yang tidak terhormat, perbuatan curang dan cara-cara yang bersifat khianat dilarang.
  • 23. Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Humaniter 4. Prinsip Pembedaan suatu asas yang sangat penting dalam hukum humaniter, yaitu prinsip sangat membedakan atau membagi kategori penduduk dari suatu negara yang sedang berperang, dalam dua golongan, yakni kombatan (combatant) dan penduduk sipil (civilian). Kombatan adalah golongan penduduk yang secara aktif turut serta dalam permusuhan (hostilities) Non Kombatan adalah golongan penduduk yang tidak turut serta dalam permusuhan. Asas umum ini memerlukan penjabaran lebih jauh ke dalam sejumlah asas pelaksanaan (principles of application), yakni: a. Pihak-pihak yang bersengketa, setiap saat, harus membedakan antara kombatan dan penduduk sipil guna menyelamatkan penduduk sipil dan objek-objek sipil. b. Penduduk sipil, demikian pula orang sipil secara perorangan, tidak boleh dijadikan objek serangan, walaupun dalam hal pembalasan (reprisals). c. Tindakan maupun ancaman kekerasan yang tujuan utamanya untuk menyebarkan teror terhadap penduduk sipil adalah dilarang.
  • 24. Mekanisme Penegakan Hukum Humaniter  Salah satu perkembangan baru yang terdapat dalam protokol 1977.doc antara lain mengenai mekanisme Penegakan Hukum Humaniter . Yang dimaksud disini adalah mekanisme yang dilakukan melalui Komisi Internasional Pencari Fakta (International Fact Finding Commission).  Komisi Pencari Fakta merupakan penyempurnaan atas ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 52 Konvensi I Jenewa; Pasal 53 Konvensi II; Pasal 132 Konvensi II dan Pasal 149 Konvensi IV yang mengatur mengenai prosedur penyelidikan terhadap pelanggaran yang terjadi terhadap hukum humaniter atau terhadap ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa
  • 25. Mekanisme Nasional Menurut Konvensi Jenewa 1949 Konvensi I, Pasal 50 (1) Konvensi II, Pasal 129 (1) Konvensi III dan Pasal 146 (1) Konvensi IV, yang merupakan ketentuan yang bersamaan, Berdasarkan ketentuan Pasal-Pasal tersebut, maka negara yang telah meratifikasi Konvensi Jenewa diwajibkan menerbitkan suatu Undang-undang nasional yang memberikan sanksi pidana efektif kepada setiap orang yang melakukan atau memerintahkan untuk melakukan pelanggaran berat terhadap Konvensi. Mekanisme yang terdapat pada ketentuan ini adalah suatu mekanisme di mana penegakan hukum humaniter yang dilaksanakan berdasarkan suatu proses peradilan nasional. Artinya, apabila terjadi kasus pelanggaran hukum humaniter maka si pelaku akan dituntut dan dihukum berdasarkan peraturan perundangan nasional dan dengan menggunakan mekanisme peradilan nasional yang bersangkutan. Di lingkungan TNI, apabila ada seorang prajurit yang melakukan pelanggaran terhadap hukum humaniter maka Komandan atau Atasan yang berwenang untuk menghukum (Ankum) berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan sebagaimana yang dimaksud pada ketentuan di atas.
  • 26.  Mekanisme Internasional, disamping mekanisme nasional, penegakan hukum humaniter juga dapat dilaksanakan melalui mekanisme internasional.  Ada dua bentuk mekanisme internasional yang dikenal sampai saat ini, yaitu mahkamah atau tribunal yang bersifat ad hoc, dan mahkamah yang bersifat permanen. Contoh : Ad hoc : 1. Mahkamah Nuremberg dan Tokyo (1945) Mahkamah Nurembergdan Tokyo dibentuk untuk mengadili para penjahat perang Jerman dan Jepang yang melakukan kejahatan perang selama Perang Dunia II. 2. Putusan International Criminal Tribunal for former Yugoslavia (ICTY) tahun 1993 3. International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) tahun 1994
  • 27. Permanen :  Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court /ICC). Pada Juli 1998 masyarakat internasional mencatat perkembangan penting, ketika disepakatinya Statuta Roma tentang pembentukan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court, selanjutnya disebut ICC). Berbeda dengan mahkamah ad hoc yang telah dibentuk sebelumnya (misalnya Mahkamah Nuremberg, Tokyo, ICTY dan ICTR), maka ICC ini merupakan suatu mahkamah yang bersifat permanen. Mahkamah ini juga dibentuk sebagai pelengkap (complementarity) dari mahkamah pidana nasional.
  • 28.  Sehubungan dengan hal ini dalam Statuta Roma dikatakan bahwa ICC akan bekerja apabila mahkamah nasional tidak mau (unwilling) dan tidak mampu (unable) untuk mengadili pelaku kejahatan-kejahatan yang dimaksud.  Adapun Yurisdiksi dari ICC ini mencakup empat hal yaitu : 1. genosida 2. kejahatan terhadap kemanusiaan 3. kejahatan perang 4. kejahatan agresi
  • 29. Catatan penting : Berkaitan dengan mekanisme penegakan hukum humaniter, hal mendesak dan penting dilakukan oleh Indonesia saat ini adalah : Menyusun hukum nasional yang mengatur tentang penghukuman bagi pelaku kejahatan perang, karena sampai saat ini baik Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) belum mengatur tentang kejahatan perang. Artinya Indonesia belum melaksanakan kewajibannya berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 (yaitu menyusun suatu hukum nasional yang memberikan sanksi pidana efektif bagi pelaku kejahatan perang). Ketiadaan hukum nasional ini juga dapat dikategorikan sebagai unwilling and unable dari sudut pandang International Criminal Court (ICC) !!
  • 30. Tujuan dari Hukum Humaniter Mohammad Bedjaoui, bahwa tujuan hukum humaniter adalah memanusiaakan perang. Di samping itu ada beberapa tujuan hukum humaniter yaitu : a. Memberikan perlindungan terhadap kombatan maupun penduduk sipil dari penderitaan yang tidak perlu; b. Menjamin hak asasi manusia yang sangat fundamental bagi mereka yang jatuh ke tangan musuh. Kombatan yang jatuh ketangan musuh berhak diperlakukan sebagai tawanan perang dan harus dilakukan secara manusiawi; c. Mencegah dilakukannya perang secara kejam tanpa mengenal batas. Di sini yang penting adalah asasperikemanusiaan.Jadi tujuan dari hukum humaniter internasional adalahuntuk memberikan perlindungan kepada korban perang,menjamin Hak Asasi Manusia (HAM) dan mencegahdilakukannya perang secara kejam. Hukum humaniterinternasional lebih ditujukan untuk kepentingankemanusiaan, yaitu mengurangi penderitaan setiap individudalam situasi konflik bersenjata.
  • 31. Ham dan humaniter  Hukum Humaniter dengan HAM memiliki kaitan dan saling berhubungan. Dalam Konvensi HAM Eropa tahun 1950, misalnya dalam Pasal 15,menentukan bahwa bila terjadi perang atau bahaya umum yang mengancam stabilitas nasional, hak-hak yang dijamin dalamkonvensi ini tidak boleh dilanggar. Terdapat 7 (tujuh)hak yang harus tetap dihormati, karena merupakan intisari dari Konvensi ini, yaitu: 1. hak atas kehidupan, 2. hak kebebasan, 3. Integritas fisik, 4. status sebagai subyek hukum, 5. kepribadian, 6. perlakuan tanpadiskriminasi 7. dan hak atas keamanan. Ketentuan ini terdapat juga dalam Pasal 4 Kovenan PBB mengenai hak hak sipil dan politik dan Pasal 27 Konvensi HAM Amerika.
  • 32. Ham dan humaniter Selain itu, terdapat pula hak-hak yang tak boleh dikurangi(non derogable rights), baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan sengketa bersenjata, antara lain : 1. hak hidup, 2. prinsip (perlakuan) nondiskriminasi, 3. larangan penyiksaan (torture), 4. larangan berlaku surutnya hukum pidana seperti yang ditetapkan dalam konvensi sipil dan politik, 5. hak untuk tidak dipenjarakan karena ketidakmampuan melaksanakan ketentuan perjanjian (kontrak)
  • 33. Ham dan humaniter 6. perhambaan (servitude) 7. perbudakan 8. laranganpenyimpangan berkaitan dengan dengan penawanan, 9. pengakuan seseorang sebagai subyek hukum, 10. Kebebasan berpendapat, 11. keyakinan dan agama, 12. larangan penjatuhan hukum tanpa putusan yang dimumkan lebih dahulu oleh pengadilan yang lazim, 13. larangan menjatuhkan hukuman mati dan melaksanakan eksekusi dalam keadaan yang ditetapkandalam Pasal 3 ayat (1) huruf (d) yang bersamaan pada keempat Konvensi Jenewa.