PPT SLIDE Kelompok 2 Pembelajaran Kelas Rangkap (4).pptx
HUKUM ADAT BALI
1. HUKUM ADAT
BALI
KELOMPOK 4
• Alisya Rizkia
• Asmaul Husna
• Athifa Syakira
• Putri Eka L
• Zaskia Faradillah
• Ahmad jauhar fuadi
• Raihan zacky irvano
• Dony maslian sakti
• Raisa Aqila
• Rayhan Sadewa
• Brian Gunawan
2. Masyarakat Hukum Adat Bali
Masyarakat hukum adat bali adalah masyarakat yang membentuk dan
melaksanakan hukumnya sendiri yakni hukum adat bali. Mereka yang
dimaksud dengan masyarakat hukum adat bali ini adalah orang-orang Bali
yang beragama Hindu (Hindu Bali) yang terikat pada persekutuan
hukumnya, baik keterikatan dalam ikatan territorial (Desa) dan keterikatan
dalam ikatan genealogis (soroh). Kehidupan masyarakat di bali sangat
terkenal dengan kentalnya adat mereka. Kehidupan dan budaya di Bali
seperti yang kita ketahui sangat erat sekali hubungan dengan sifatnya
yang religious. Karena hukum adat disana sanagt berhubungan dengan
agama hindu atau yang mungkin mudah kita pahami adalah hukum adat
disana selalu berlandaskan oleh agama. Tidak dapat dipisahkan antara
agama dan adat di dalam masyarakat hukum adat bali, dikarenakan hukum
adat itu bersumber dari ajaran agama. Keterkaitan antara hukum adat dan
agama dalam penjatuhan “sanksi adat” untuk delik-delik adat tertentu
yang pelaksanaannya banyak berupa kewajiban untuk melaksanakan ritual
adat keagamaan tertentu.
3. Hukum Adat Bali
Dalam peraturan daerah provinsi Daerah
Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 disebutkan
bahwa hukum adat (awig-awig dan pararem)
adalah hukum adat Bali yang hidup dalam
masyarakat Bali yang bersumber dari catur
dresta sera dijiwai oleh agama Hindu bali.
Catur Dresta yakni ajaran-ajaran agama,
kuna dresta yakni nilai-nilai budaya, loka
dresta yakni pandangan hidup dan desa
Dresta yakni adat-istiadat setempat.
Karakteristik yang dapat ditemui dalam
awig-awig adalah:
Bersifat sosial religius
Bersifat konkret dan jelas
Bersifat dinamis
Bersifat kebersamaan dan komunal
4. Sistem kekerabatan bali
Sistem garis keturunan dan hubungan kekerabatan
orang bali berpegang kepada prinsip sistem klen-
klen (dadia) dan sistem kasta (wangsa). Orang-orang
se-klen di Bali itu, adalah orang yang setingkat
kedudukannya dalam adat dan agama, dan demikian
juga dalam kasta, sehingga dengan berusaha untuk
kawin dalam batas klennya, terjagalah kemungkinan
akan ketegangan-ketegangan dan noda-noda
keluarga yang akan terjadi akibat perkawinan antar
kasta yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini
terutama harus dijaga agar anak wanita dari kasta
yang tinggi jangan sampai kawin dengan pria yang
lebih rendah derajat kastanya, karena perkawinan itu
akan membawa malu kepada keluarga, serta
menjauhkan gengsi dari seluruh kasta dari anak
wanita tersebut.
.
Masyarakat Bali Hindu memang terbagi kedalam
pelapisan sosial yang dipengaruhi oleh sistem
nilai yang tiga, yaitu utama, madya dan nista.
Kasta utama atau tertinggi adalah golongan
Brahmana, Kasta Madya adalah golongan
Ksatrya dan kasta nista adalah golongan Waisya.
Selain itu masih ada golongan yang dianggap
paling rendah atau tidak berkasta yaitu golongan
sudra, sering juga mereka disebut jaba wangsa
(tidak berkasta). Dari kekuatan sosial
kekerabatannya dapat pula dibedakan atas klen
pande, pasek, bugangga, dan sebagainya
5. Kasta Ksatria
KASTA DI BALI
01
03
02
Waisya
Kasta Brahmana
04
Mereka menggunakan 4 urutan nama
Berdasarkan kelahiran, yaitu:
1)‘Wayan, putu, Iluh’ untuk anak tertua(putri),
Gede’ untuk anak tertua (putra)
2) Anak kedua menggunakan ‘Made,kadek,
Nengah’.
3) Anak ketiga menggunakan Nyoman dan
Komang
4) Anak keempat yaitu ketut, baik perempuan
maupun laki-laki
Sudra
Gusti Bagus: Laki-laki
Gusti ayu: Wanita
Ida Bagus: Laki-laki
Ida Ayu: Wanita
Anak Agung
6. Unsur-unsur pewarisan
(1) Pewaris = orang yang meninggalkan warisan.
(2) Waris = keturunan.
(3) Ahli waris = keturunan yang memiliki hak atas warisan.
(4) Warisan = swadharma (tanggung jawab) dan swadikara (hak) terhadap peninggalan
pewaris dalam berbagai wujud dan sifatnya. Warisan Swadharma (tanggung jawab) dan
swadikara (hak) terhadap peninggalan pewaris dalam berbagai wujud dan sifatnya.
Warisan parhyangan
Warisan pawongan
Warisan palemahan
Seorang waris (keturunan) dapat dikategorikan atau memenuhi syarat disebut ahli waris,
tergantung dari besarnya swadharma (tanggung jawab) seorang pewaris meliputi tiga hal,
yaitu:
• Swadharma parahyangan
• Swadharma pawongan
• Swadharma palemahan
7. Sistem Kekeluargaan
Bali
Masyarakat hukum adat Bali menganut sistem kekeluargaan
Patrilineal sehingga anak yang lahir dari suatu perkawinan
adalah mengikuti keluarga bapaknya. Sistem kekeluargaan
Patrilineal di bali, sangat berpengaruh pada bentuk
Perkawinannya, yakni bentuk perkawinan jujur. Ada kalanya
dalam Suatu keluarga di bali tidak memiliki anak laki-laki.
Dalam keadaan Yang demikian, orang tua dapat menetapkan
salah seorang anak Perempuannya diangkat sebagai sentana
rajeg (menjadikan anak Perempuan memiliki status sebagai
laki-laki).
9. Tata Cara Pernikahan adat Bali
1. Menentukan hari baik
3. Penjemputan calon
mempelai wanita
4. Mungkah lawang
5. Mesegeh Agung
6. Medengan-dengenan
(mekala-kalaan)
2. Ngekeb
7. Upacara
Mewidhi Widana
8. Upacara Mejauman
(Ma Pejati)
10. RANGKAIAN UPACARA ADAT KELAHIRAN
BALI
Upacara Pagedong-
gedongan
Upacara bayi
berumur
Upacara bayi
berumur 42 hari
Upacara Nyambutin
Upacara Satu Uton
Upacara Meningkat
Dewasa
Upacara Potong Gigi
Upacara kepus
puser
11. UPACARA ADAT BALI
Upacara Ngaben
Upacara Melasti
Upacara Saraswati
Mekare-Kare
Omed-Omedan
Upacara Mepandes
Upacara Ngurek
Upacara Tumpek landep
Upacara Otonan
Upacara Mesuryak
12. Hukum Pertanahan Adat di BaliTanah-tanah
adat atau tanah ulayat di Bali lebih dikenal
dengan sebutan tanah desa. Tanah desa dapat
dibedakan menjadi :
1. Tanah Druwe atau sering disebut juga
Druwe Desa
2. Tanah Pelaba Pura
3. Tanah Pekarangan
4. Tanah Ayahan
HUKUM PERTANAHAN ATAU ULAYAT DI BALI