SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
Machine Vision
LECTURE NOTES
Machine Vision
Session 09
Texture Features
Machine Vision
LEARNING OUTCOMES
1. Peserta diharapkan memahami proses deteksi fitur, terutama fitur tekstur yang diperoleh
menggunakan pendekatan struktural maupun statistika.
OUTLINE MATERI (Sub-Topic):
1. Texture Analysis
2. Structural Approaches
3. Statistical Approaches
4. Texture Segmentation
Machine Vision
ISI MATERI
Texture Analysis
Tekstur merupakan suatu konsep yang tidak mudah untuk dijelaskan, setiap orang dapat
memiliki interpretasi berbeda terhadap sebuah tekstur; hingga saat ini tidak ada definisi
matematika dari tekstur. Tekstur cenderung memiliki sifat berulang, sebuah bagian kecil dari
citra yang menyusun suatu tekstur. Tektur merupakan sebuah karakteristik yang penting dari
citra karena memperlihatkan karakteristik yang kuat dari sebuah obyek. Seringkali tekstur
dapat menjadi petunjuk yang menjelaskan material pembentuk suatu obyek, seperti tekstur
kulit kayu (secara umum kasar) yang sangat berbeda dengan tekstur logam (umumnya halus
dan memantulkan cahaya). Dengan demikian tekstur dapat digunakan untuk membedakan
obyek pada citra, jika diasumsikan material pembentuk setiap obyek adalah berbeda.
Terdapat dua jenis pendekatan untuk melakukan analisis tekstur, yaitu:
1. Pendekatan struktural: tekstur didefinisikan sebagai kumpulan dari texture element atau
texels yang muncul sebagai pola berulang dengan susunan tertentu pada citra.
2. Pendekatan statistik: mendefinisikan tekstur berdasarkan pengukuran statistik yang
diperoleh dari intensitas grayscale-nya.
Pendekatan struktural dapat bekerja baik untuk tekstur dari material buatan manusia yang
pada umumnya memiliki pola berulang yang jelas. Pendekatan statistik dapat digunakan
untuk berbagai jenis tekstur, baik material buatan manusia maupun material yang ada di
alam. Pendekatan statistik lebih mudah dilakukan serta lebih banyak diterapkan untuk analisis
tekstur.
Machine Vision
ISI MATERI
Structural Approaches
Tekstur merupakan suatu konsep yang tidak mudah untuk dijelaskan, setiap orang dapat
memiliki interpretasi berbeda terhadap sebuah tekstur; hingga saat ini tidak ada definisi
matematika dari tekstur. Tekstur cenderung memiliki sifat berulang, sebuah bagian kecil dari
citra yang menyusun suatu tekstur. Tektur merupakan sebuah karakteristik yang penting dari
citra karena memperlihatkan karakteristik yang kuat dari sebuah obyek. Seringkali tekstur
dapat menjadi petunjuk yang menjelaskan material pembentuk suatu obyek, seperti tekstur
kulit kayu (secara umum kasar) yang sangat berbeda dengan tekstur logam (umumnya halus
dan memantulkan cahaya). Dengan demikian tekstur dapat digunakan untuk membedakan
obyek pada citra, jika diasumsikan material pembentuk setiap obyek adalah berbeda.
Berdasarkan pendekatan struktural, terdapat empat karakteristik utama dari tekstur yaitu
regularity yang menjelaskan tingkat keteraturan dari tekstur, randomness yang memberikan
gambaran tingkat keacakan dari tekstur, directionality yang menunjukkan orientasi atau arah
dari tekstur, serta regularity yang menggambarkan tingkat regularitas atau keberulangan pola
tekstur. Gambar berikut memperlihatkan keempat karakteristik tersebut dari empat jenis
tekstur berbeda.
Beberapa penelitian penelitian terkait denan analisis tekstur mengusulkan pendekatan
struktural diantaranya:
1. Y. Liu et al. “A Computational Model for Periodic Pattern Perception Based on Frieze
and Wallpaper Groups”, IEEE Trans. On Pattern Analysis and Machine Intelligence,
2004. Liu mengusulkan model untuk mendeteksi kecenderungan arah dari tekstur.
Dalam penelitian tersebut, pola periodik yang memiliki dua arah yang bebas linier
Machine Vision
dideteksi dari sebuah citra tekstur. Pola tersebut dikenal juga sebagai pola
“walpaper”. Berikut contoh-contoh citra tekstur dan hasil deteksi pola periodiknya.
2. T. Leung, J. Malik, “Detecting, Localizing and Grouping Repeated Scene Elements
from an Image”, ECCV 2004. Pendekatan struktural yang diusulkan oleh Leung
adalah mendeteksi elemen unik pada citra dengan cara membandingkan elemen
tersebut dengan area di sekelilingnya. Elemen-elemen yang memiliki kemiripan pola
akan dikelompokkan. Gambar berikut memperlihatkan citra input dan hasil deteksi
tekstur menggunakan algortima yang diusulkannya.
Machine Vision
3. N. Ahuja, S. Todorovic, “Extracting Texels in 2.1D Natural Textures”, ICCV 2007.
Pada penelitiannya, Ahuja menyatakan tekstur sebagai representasi hirarkis dari texel
(texture element). Gambar berikut menunjukkan citra input dan hasil deteksi texel-
nya.
Machine Vision
ISI MATERI
Statistical Approaches
Pada tekstur alami seperti pasir, rumput, atau benda lainnya, mendapatkan texel
merupakan hal yang sulit bahkan seringkali tidak mungkin untuk dilakukan. Analisis tekstur
menggunakan pendekatan statistik bekerja berdasarkan prinsip sebuah tekstur dapat
direpresentasikan sebagai nilai numerik atau statistik dari nilai graylevel dari piksel citra
tekstur. Pendekatan statistik kurang intuitif dibandingkan pendekatan struktural, namun
secara umum lebih efisien dalam hal komputasinya. Beberapa teknik analisis tekstur
menggunakan pendekatan statistik seperti Local Binary Pattern (LBP), Law’s texture masks,
Fourier power spectrum, dan Wavelet texture descriptor akan dibahas pada bab ini.
Local Binary Pattern (LBP)
LBP merupakan salah satu fitur yang sangat baik untuk merepresentasikan tekstur. LBP
bekerja dengan cara membagi citra tekstur menjadi sub-citra, kemudian untuk setiap piksel
pada subcitra dilakukan evaluasi sebagai berikut:
1. Untuk setiap piksel p, buat sebuah bilangan biner 8 bit, b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8, dimana
bi = 1 jika piksel tetangga i bernilai lebih besar dari nilai p, sebaliknya bi = 0.
2. Representasikan tekstur sebagai histogram dari bilangan tersebut.
Gambar berikut memperlihatkan ilustrasi cara kerja LBP.
Ukuran area piksel tetangga dapat diperluas sehingga sebuah tekstur direpresentasikan
himpunan multi-scale circularly simetric neighbor seperti diilustrasikan pada gambar berikut.
Machine Vision
Informasi yang diperoleh dari fitur LBP juga dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi
sebuah titik (spot), ujung garis (line end), sisi obyek (edge), maupun titik sudut obyek
(corner), seperti diilustrasikan oleh gambar berikut. Pada gambar tersebut piksel berwarna
hitam bernilai nol, sedangkan piksel berwarna putih bernilai 1.
Gray-Level Co-occurrence Matrix (GLCM)
GLCM adalah salah satu pendekatan statistik yang melakukan evaluasi terhadap relasi
spasial dari tiap piksel pada citra tekstur. GLCM merepresentasikan tekstur dengan cara
menghitung seberapa sering pasangan piksel dengan nilai tertentu dengan relasi spasial
tertentu muncul pada sebuah citra tekstur. Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam bentuk
matriks yang disebut sebagai Gray-Level Co-occurrence Matrix atau GLCM. Selanjutnya
karakteristik dari tekstur dihitung berdasarkan ukuran statistik dari matriks tersebut. Berikut
prosedur ekstraksi fitur berdasarkan GLCM.
1. Tentukan vektor displacement d = (dx,dy), biasanya nilai dx = dy. Misal dx = dy = D,
gambar berikut memperlihatkan beberapa kemungkinan nilai d dengan vektor
displacement d = (0,4), d = (-4,4), d = (-4,0), atau d = (-4,-4)
Machine Vision
2. Hitunglah semua pasangan piksel dengan nilai gray-level i dan j yang terpisah oleh
jarak D. Simpan hasil perhitungan dalam matriks GLCM
3. Hitung fitur constrast, dissimilarity, inverse different moment, angular second
moment, energy, dan entropy berdasarkan formula berikut.
Constrast :
Dissimilarity :
Inverse different
moment :
Angular second
moment :
Energy :
Entropy :
dimana Pij menyatakan nilai matriks GLCM pada baris ke-i dan kolom ke-j.
Berikut contoh perhitungan matriks GLCM untuk sebuah citra tekstur dengan jumlah gray-
level 3 (0,1,2) dengan vektor displacement d = (1,1).
Citra input Matriks GLCM
Untuk mendapatkan fitur tekstur berdasarkan GLCM, biasanya digunakan 4 orientasi
berbeda dari vektor displacement, yaitu 0, 45, 90, dan 135 derajat. Untuk setiap orientasi
Pij
å *(i- j)2
Pij
å *|i- j |
Pij
å / 1+(i- j)2
{ }
Pij
2
å
Pij
2
å
Pij
2
*(-lnPij )
å
Machine Vision
dapat digunakan beberapa jarak berbeda, misalnya D = 1, 2, 3, …. Untuk efisiensi kalkulasi,
maka citra input dapat dikuantisasi agar jumlah gray-level nya lebih sedikit, misalnya 16, 32,
atau 64 sehingga dimensi matriks GLCM hanya 16x16, 32x32, atau 64x64 elemen.
Apabila tektur bersifat kasar, sedangkan nilai D pada vektor displacement yang
digunakan untuk menghitung GLCM relatif lebih kecil dibanding elemen tekstur, maka
pasangan piksel dengan jarak D akan memiliki nilai gray-level yang serupa. Akibatnya
matriks GLCM akan didominasi oleh nilai yang besar pada/dekat diagonal utama-nya.
Sebaliknya, jika tekstur bersifat halus dan nilai D pada vektor displacement relatif sama
dengan elemen teksturnya, maka pasangan piksel dengan jarak D akan memiliki nilai gray-
level yang berbeda. Akibatnya matriks GLCM akan memiliki nilai yang tersebar. Apabila
sebuah tekstur memiliki kecenderungan memiliki orientasi terhadap sudut θ, maka matriks
GLCM akan memiliki nilai yang bervariasi pada diagonal utama-nya. Artinya, orientasi dari
tekstur dapat dianalisis dengan cara membandingkan sebaran nilai matriks GLCM untuk
beberapa sudut θ.
Laws Texture Energy
Ekstraksi fitur berdasarkan Laws texture energy memanfaatkan filter tekstur atau mask
untuk mendapatkan karakteristik tekstur. Beberapa literatur menjelaskan bahwa teknik ini
lebih efektif dalam merepresentasikan karakteristik tekstur dibandingkan GLCM. 15 jenis
filter berukuran 5x5 (L5E5, E5L5, L5S5, S5L5, L5R5, R5L5, E5E5, E5S5, S5E5, E5R5,
R5E5, S5S5, S5R5, R5S5, R5R5) digunakan untuk memperoleh energi dari tekstur. Filter-
filter tersebut dibentuk dari vektor berikut.
L5 = [ +1 +4 6 +4 +1 ] (Level)
E5 = [ -1 -2 0 +2 +1 ] (Edge)
S5 = [ -1 0 2 0 -1 ] (Spot)
W5 = [ -1 +2 0 -2 +1 ] (Wave)
R5 = [ +1 -4 6 -4 +1 ] (Ripple)
Ilustrasi berikut memperlihatkan bagaimana membentuk filter E5L5 yang merupakan
perkalian dari vektor E5 dengan L5.
Machine Vision
Berikut prosedur untuk melakukan ekstraksi fitur menggunakan Laws texture energy.
1. Reduksi efek dari iluminasi dengan cara melakukan scanning pada citra menggunakan
window berukuran kecil citra lalu mengurangkan nilai gray-level dari setiap piksel
dengan nilai rata-rata piksel tetangganya. Ukuran window dapat bervariasi,
berdasarkan literatur ukuran yang optimal untuk tekstur natural adalah 15x15 piksel.
2. Lakukan operasi filter terhadap citra input menggunakan semua mask (L5E5, E5L5,
L5S5, S5L5, L5R5, R5L5, E5E5, E5S5, S5E5, E5R5, R5E5, S5S5, S5R5, R5S5,
R5R5). Operasi ini akan menghasilkan 15 buah citra baru.
3. Misalkan Fk[i,j] adalah hasil proses filtering menggunakan mask ke-k pada posisi
piksel (i,j). Maka texture energy map Ek untuk mask ke-k didefinisikan sebagai:
masing-masing texture energy map adalah citra yang berukuran sama dengan citra
input.
4. Hitung 9 buah resultant energy map menggunakan formula berikut:
L5E5/E5L5, L5S5/S5L5, L5R5/R5L5, E5E5, E5S5/S5E5, E5R5/R5E5, S5S5,
S5R5/R5S5, R5R5
5. Kombinasikan hasil kalkulasi pada langkah 4 menjadi sebuah citra yang setiap
pikselnya merupakan vektor dari resultant energy map. Penggabungan ini akan
menghasilkan fitur yang bersifat invarian terhadap rotasi.
Machine Vision
Contoh penggunaan Laws texture energy terhadap tiga jenis tekstur berbeda disajikan pada
gambar dan tabel berikut.
Daun Rumput Bata
Citra E5E5 S5S5 R5R5 E5L5 S5L5 R5L5 S5E5 R5E5 R5S5
Daun 257.7 121.4 988.7 820.6 510.1 1186.4 172.9 439.6 328.0
Rumput 197.8 107.2 1076 586.9 410.5 1208.5 144.0 444.8 338.1
Bata 128.1 60.2 512.7 442.1 273.8 724.8 86.6 248.1 176.3
Fourier Power Spectrum
Transformasi Fourier dapat menyediakan informasi yang lengkap mengenai relasi antar
piksel baik dari posisi maupun amplitudonya. Fourier power spectrum merepresentasikan
orientasi dari tekstur sebagai nilai-nilai yang dominan pada sudut fasa tertentu. Variasi
spasial dari tekstur dapat dideteksi berdasarkan lokasi dari nilai-nilai yang dominan pada
Fourier power spectrum. Gambar berikut memperlihatkan sebuah (a) citra tekstur, (b) Fourier
power spectrum dan (c) plot sudut fasa terhadap energi.
(a) (b) (c)
Machine Vision
Dapat dilihat dari plot sudut fasa terhadap energi, bahwa tekstur tersebut memiliki orientasi 0,
45, 90, 135, dan 180 derajat.
Ekstraksi fitur menggunakan Fourier power spectrum dilakukan dengan cara menghitung
nilai statistik (misal nilai rata-rata dan standar deviasi) dari setiap ring dan sektor dari Fourier
power spectrum seperti diilustrasikan oleh gambar berikut.
Wavelet Texture Descriptor
Transformasi wavelet adalah sebuah fungsi matematika yang dapat mendekomposisi citra
menjadi beberapa sub-band yang masing-masing merepresentasikan frekuensi berbeda pada
citra. Hasil transformasi wavelet juga berisi informasi distribusi spasial dari piksel-piksel dari
citra, oleh karena itu dapat digunakan untuk merepresentasikan sebuah tekstur. Setiap proses
dekomposisi wavelet akan menghasilkan empat sub-band yang biasa dinyatakan sebagai HH,
HL, dan LH yang merepresentasikan frekuensi tinggi pada citra, serta LL yang
merepresentasikan frekuensi rendahnya. Sub-band HL berisi informasi frekuensi tinggi yang
menggambarkan edge dengan arah horizontal, sedangkan sub-band LH menggambarkan edge
dengan arah vertikal. Frekuensi rendah dari citra direpresentasikan oleh sub-band LL, dimana
informasi yang dimuat di sub-band ini sama dengan citra input tetapi dengan resolusi lebih
rendah (separuh resolusi citra input). Proses dekomposisi wavelet dapat dilakukan untuk level
berikutnya dengan cara melakukan dekomposisi sub-band LL. Gambar berikut
memperlihatkan proses dekomposisi wavelet hingga 3 level.
Machine Vision
(a) (b) (c)
Proses ekstraksi fitur tekstur menggunakan transformasi wavelet dapat dilakukan dengan
cara menghitung energy, variance, dan residual energy berdasarkan rumus berikut:
Energy :
Variance :
Residual energy :
dimana Cij menyatakan nilai koefisien hasil dekomposisi dari masing-masing subband.
Apabila dilakukan dekomposisi wavelet hingga level 3, maka jumlah sub-band yang
dihasilkan adalah 10, sehingga keseluruhannya akan dihasilkan vektor fitur dengan 30 buah
elemen.
1
MN
|Cij |
j=1
N
å
i=1
M
å
1
MN
Cij -C
2
j=1
N
å
i=1
M
å
1
MN
Cij -C
j=1
N
å
i=1
M
å
Machine Vision
ISI MATERI
Texture Segmentation
Semua fitur tekstur yang telah dibahas pada bagian terdahulu, menyediakan sebuah nilai
skalar atau vektor untuk setiap piksel yang merepresentasikan karakteristik tekstur pada area
di sekelilingnya (piksel-piksel tetangga). Informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk
membagi citra menjadi segmen-segmen yang memiliki tekstur yang serupa. Proses
segmentasi berdasarkan tekstur secara umum dapat dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu:
a. Region based: mengelompokkan piksel berdasarkan kesamaan karakteristik
teksturnya.
b. Boundary based: menemukan batas pemisah antara tekstur yang berbeda, yaitu pada
piksel-piksel yang terletak di antara area dengan yang memiliki tekstur berbeda.
Gambar berikut memperlihatkan contoh hasil segmentasi tekstur dari sebuah citra (a) menjadi
4 kelompok atau cluster (b).
(a) (b)
Machine Vision
SIMPULAN
1. Tekstur adalah sebuah fenomena yang dapat dengan mudah diidentifikasi oleh
manusia, namun tidak mudah untuk merepresentasikannya dengan model matematika
atau statistika.
2. Terdapat dua pendekatan dalam menganalisis tekstur, yaitu: (1) struktural yang
mencoba mengidentifikasi elemen terkecil pembentuk tekstur atau texel (texture
element) kemudian menentukan distribusi spasial dari texel pada citra, dan (2)
statistika yang merepresentasikan tekstur menggunakan nilai statistik dari gray-level
dari citra.
3. Pendekatan struktural tidak cocok untuk digunakan pada obyek natural karena sangat
sulit/hampir tidak mungkin untuk mendapatkan texel dari obyek di alam.
4. Sebuah citra tekstur dapat disegmentasi menjadi beberapa bagian yang memiliki
karakteristik tekstur sama. Proses segmentasi dapat dilakukan dengan cara
mengelompokkan piksel-piksel yang memiliki karakteristik tekstur yang serupa, atau
mengidentifikasi batas pemisah antara dua tekstur yang berbeda.
Machine Vision
DAFTAR PUSTAKA
1. Forsyth. (2011). Computer Vision a Modern Approach (2nd
Edition). Prentice Hall.
New Jersey. ISBN-10: 013608592X. ISBN-13: 978-0136085928.
2. Gonzales. (2011). Digital Image Processing (3rd Edition). Prentice Hall. New Jersey.
ISBN-10: 013168728X. ISBN-13: 978-0131687288
3. Nixon, M. (2008). Feature extraction & image processing (2nd
Edition). Academic
Press. ISBN: 9780080556727
4. Y. Liu, et al., “A Computational Model for Periodic Pattern Perception Based on
Frieze and Wallpaper Groups”, IEEE Trans. On Pattern Analysis and Machine
Intelligence, 2004
5. T. Leung, J. Malik, “Detecting, Localizing and Grouping Repeated Scene Elements
from an Image”, ECCV 2004
6. N. Ahuja, S. Todorovic, “Extracting Texels in 2.1D Natural Textures”, ICCV 2007
7. Face Description Using LBP, http://what-when-how.com/face-recognition/local-
representation-of-facial-features-face-image-modeling-and-representation-face-
recognition-part-2/

More Related Content

What's hot

Bab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citraBab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citraSyafrizal
 
Bab 8 pendeteksian tepi
Bab 8 pendeteksian tepiBab 8 pendeteksian tepi
Bab 8 pendeteksian tepiSyafrizal
 
Matlab Untuk Pengolahan Citra
Matlab Untuk Pengolahan CitraMatlab Untuk Pengolahan Citra
Matlab Untuk Pengolahan Citraarifgator
 
jurnal pengolahan citra
jurnal pengolahan citrajurnal pengolahan citra
jurnal pengolahan citraOvie Poenya
 
SEGMENTASI CITRA DENGAN VARIASI RGB DAN ALGORITMA PERCEPTRON
SEGMENTASI CITRA DENGAN VARIASI RGB DAN ALGORITMA PERCEPTRONSEGMENTASI CITRA DENGAN VARIASI RGB DAN ALGORITMA PERCEPTRON
SEGMENTASI CITRA DENGAN VARIASI RGB DAN ALGORITMA PERCEPTRONTeady Matius
 
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLABPengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLABSimesterious TheMaster
 
pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)khaerul azmi
 
Materi 1 Konsep Citra
Materi 1 Konsep CitraMateri 1 Konsep Citra
Materi 1 Konsep Citradedidarwis
 
Pcd topik1 - fundamental
Pcd   topik1 - fundamentalPcd   topik1 - fundamental
Pcd topik1 - fundamentalSyafrizal
 
Deteksi, pelacakan dan jumlah kendaraan dengan moving average subtraction dan...
Deteksi, pelacakan dan jumlah kendaraan dengan moving average subtraction dan...Deteksi, pelacakan dan jumlah kendaraan dengan moving average subtraction dan...
Deteksi, pelacakan dan jumlah kendaraan dengan moving average subtraction dan...Amran Simamora
 
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra DigitalPengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra DigitalNur Fadli Utomo
 
Materi 2 mengenal jenis citra
Materi 2 mengenal jenis citraMateri 2 mengenal jenis citra
Materi 2 mengenal jenis citradedidarwis
 
Segmentasi Citra Wajah Menggunakan Metode Level Set
Segmentasi Citra Wajah  Menggunakan Metode Level SetSegmentasi Citra Wajah  Menggunakan Metode Level Set
Segmentasi Citra Wajah Menggunakan Metode Level SetHadi Santoso
 
Binarisasi Citra Menggunakan Pencocokan Piksel
Binarisasi Citra Menggunakan Pencocokan PikselBinarisasi Citra Menggunakan Pencocokan Piksel
Binarisasi Citra Menggunakan Pencocokan PikselTeady Matius
 

What's hot (19)

Bab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citraBab 2 pembentukan citra
Bab 2 pembentukan citra
 
Bab 8 pendeteksian tepi
Bab 8 pendeteksian tepiBab 8 pendeteksian tepi
Bab 8 pendeteksian tepi
 
Pcd 5
Pcd 5Pcd 5
Pcd 5
 
Pcd 2
Pcd 2Pcd 2
Pcd 2
 
Matlab Untuk Pengolahan Citra
Matlab Untuk Pengolahan CitraMatlab Untuk Pengolahan Citra
Matlab Untuk Pengolahan Citra
 
jurnal pengolahan citra
jurnal pengolahan citrajurnal pengolahan citra
jurnal pengolahan citra
 
Pcd 4
Pcd 4Pcd 4
Pcd 4
 
SEGMENTASI CITRA DENGAN VARIASI RGB DAN ALGORITMA PERCEPTRON
SEGMENTASI CITRA DENGAN VARIASI RGB DAN ALGORITMA PERCEPTRONSEGMENTASI CITRA DENGAN VARIASI RGB DAN ALGORITMA PERCEPTRON
SEGMENTASI CITRA DENGAN VARIASI RGB DAN ALGORITMA PERCEPTRON
 
Slide minggu 6 (citra digital)
Slide minggu 6 (citra digital)Slide minggu 6 (citra digital)
Slide minggu 6 (citra digital)
 
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLABPengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
Pengolahan Citra Digital Dengan Menggunakan MATLAB
 
pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)pembentukan citra (pengolahan citra digital)
pembentukan citra (pengolahan citra digital)
 
Materi 1 Konsep Citra
Materi 1 Konsep CitraMateri 1 Konsep Citra
Materi 1 Konsep Citra
 
Pcd topik1 - fundamental
Pcd   topik1 - fundamentalPcd   topik1 - fundamental
Pcd topik1 - fundamental
 
Deteksi, pelacakan dan jumlah kendaraan dengan moving average subtraction dan...
Deteksi, pelacakan dan jumlah kendaraan dengan moving average subtraction dan...Deteksi, pelacakan dan jumlah kendaraan dengan moving average subtraction dan...
Deteksi, pelacakan dan jumlah kendaraan dengan moving average subtraction dan...
 
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra DigitalPengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
Pengolahan Citra 2 - Pembentukan Citra Digital
 
Materi 2 mengenal jenis citra
Materi 2 mengenal jenis citraMateri 2 mengenal jenis citra
Materi 2 mengenal jenis citra
 
Segmentasi Citra Wajah Menggunakan Metode Level Set
Segmentasi Citra Wajah  Menggunakan Metode Level SetSegmentasi Citra Wajah  Menggunakan Metode Level Set
Segmentasi Citra Wajah Menggunakan Metode Level Set
 
Binarisasi Citra Menggunakan Pencocokan Piksel
Binarisasi Citra Menggunakan Pencocokan PikselBinarisasi Citra Menggunakan Pencocokan Piksel
Binarisasi Citra Menggunakan Pencocokan Piksel
 
Chap 4_Model Citra
Chap 4_Model CitraChap 4_Model Citra
Chap 4_Model Citra
 

Similar to TEKSTUR

Review paper
Review paperReview paper
Review paperananta200
 
Review paper
Review paperReview paper
Review papertrisvo
 
2 tadan83-106
2 tadan83-1062 tadan83-106
2 tadan83-106Alen Pepa
 
14._Memahami_material_pada_object_3D.pdf
14._Memahami_material_pada_object_3D.pdf14._Memahami_material_pada_object_3D.pdf
14._Memahami_material_pada_object_3D.pdfZainul Arifin
 
Bab Seni Rupa Kelas X
Bab Seni Rupa Kelas XBab Seni Rupa Kelas X
Bab Seni Rupa Kelas XAhmad Zeni
 
PENGUKURAN KEMIIRIPAN SEMATIK CITRA DENGAN BAG OF WORDS LOKAL FRAGEMEN SEMATI...
PENGUKURAN KEMIIRIPAN SEMATIK CITRA DENGAN BAG OF WORDS LOKAL FRAGEMEN SEMATI...PENGUKURAN KEMIIRIPAN SEMATIK CITRA DENGAN BAG OF WORDS LOKAL FRAGEMEN SEMATI...
PENGUKURAN KEMIIRIPAN SEMATIK CITRA DENGAN BAG OF WORDS LOKAL FRAGEMEN SEMATI...Repository Ipb
 
Bab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan polaBab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan polaSyafrizal
 
Bab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan polaBab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan poladedidarwis
 

Similar to TEKSTUR (9)

Review paper
Review paperReview paper
Review paper
 
Review paper
Review paperReview paper
Review paper
 
2 tadan83-106
2 tadan83-1062 tadan83-106
2 tadan83-106
 
14._Memahami_material_pada_object_3D.pdf
14._Memahami_material_pada_object_3D.pdf14._Memahami_material_pada_object_3D.pdf
14._Memahami_material_pada_object_3D.pdf
 
Animasi 2D dan 3D KD : Memahami material pada object 3 d
Animasi 2D dan 3D KD : Memahami material pada object 3 dAnimasi 2D dan 3D KD : Memahami material pada object 3 d
Animasi 2D dan 3D KD : Memahami material pada object 3 d
 
Bab Seni Rupa Kelas X
Bab Seni Rupa Kelas XBab Seni Rupa Kelas X
Bab Seni Rupa Kelas X
 
PENGUKURAN KEMIIRIPAN SEMATIK CITRA DENGAN BAG OF WORDS LOKAL FRAGEMEN SEMATI...
PENGUKURAN KEMIIRIPAN SEMATIK CITRA DENGAN BAG OF WORDS LOKAL FRAGEMEN SEMATI...PENGUKURAN KEMIIRIPAN SEMATIK CITRA DENGAN BAG OF WORDS LOKAL FRAGEMEN SEMATI...
PENGUKURAN KEMIIRIPAN SEMATIK CITRA DENGAN BAG OF WORDS LOKAL FRAGEMEN SEMATI...
 
Bab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan polaBab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan pola
 
Bab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan polaBab 15 pengenalan pola
Bab 15 pengenalan pola
 

More from Binus Online Learning

More from Binus Online Learning (20)

LN s11-machine vision-s2
LN s11-machine vision-s2LN s11-machine vision-s2
LN s11-machine vision-s2
 
LN s09-machine vision-s2
LN s09-machine vision-s2LN s09-machine vision-s2
LN s09-machine vision-s2
 
LN s05-machine vision-s2
LN s05-machine vision-s2LN s05-machine vision-s2
LN s05-machine vision-s2
 
LN s03-machine vision-s2
LN s03-machine vision-s2LN s03-machine vision-s2
LN s03-machine vision-s2
 
LN s02-machine vision-s2
LN s02-machine vision-s2LN s02-machine vision-s2
LN s02-machine vision-s2
 
LN s01-machine vision-s2
LN s01-machine vision-s2LN s01-machine vision-s2
LN s01-machine vision-s2
 
PPT s12-machine vision-s2
PPT s12-machine vision-s2PPT s12-machine vision-s2
PPT s12-machine vision-s2
 
PPT s11-machine vision-s2
PPT s11-machine vision-s2PPT s11-machine vision-s2
PPT s11-machine vision-s2
 
PPT s10-machine vision-s2
PPT s10-machine vision-s2PPT s10-machine vision-s2
PPT s10-machine vision-s2
 
PPT s09-machine vision-s2
PPT s09-machine vision-s2PPT s09-machine vision-s2
PPT s09-machine vision-s2
 
PPT s08-machine vision-s2
PPT s08-machine vision-s2PPT s08-machine vision-s2
PPT s08-machine vision-s2
 
PPT s07-machine vision-s2
PPT s07-machine vision-s2PPT s07-machine vision-s2
PPT s07-machine vision-s2
 
PPT s06-machine vision-s2
PPT s06-machine vision-s2PPT s06-machine vision-s2
PPT s06-machine vision-s2
 
PPT s05-machine vision-s2
PPT s05-machine vision-s2PPT s05-machine vision-s2
PPT s05-machine vision-s2
 
PPT s04-machine vision-s2
PPT s04-machine vision-s2PPT s04-machine vision-s2
PPT s04-machine vision-s2
 
PPT s03-machine vision-s2
PPT s03-machine vision-s2PPT s03-machine vision-s2
PPT s03-machine vision-s2
 
PPT s02-machine vision-s2
PPT s02-machine vision-s2PPT s02-machine vision-s2
PPT s02-machine vision-s2
 
PPT s01-machine vision-s2
PPT s01-machine vision-s2PPT s01-machine vision-s2
PPT s01-machine vision-s2
 
LN sesi 2 delivering quality-1
LN sesi 2 delivering quality-1LN sesi 2 delivering quality-1
LN sesi 2 delivering quality-1
 
PPT Sesi 2 FO the guest delivering quality-1
PPT Sesi 2 FO the guest delivering quality-1PPT Sesi 2 FO the guest delivering quality-1
PPT Sesi 2 FO the guest delivering quality-1
 

Recently uploaded

Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptxMateri Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptxarifyudianto3
 
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfYogiCahyoPurnomo
 
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdfMetode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdfArvinThamsir1
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++FujiAdam
 
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxManual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxRemigius1984
 
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppttaniaalda710
 
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdfAnonymous6yIobha8QY
 
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdfMODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdfihsan386426
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaRenaYunita2
 

Recently uploaded (9)

Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptxMateri Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
 
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
 
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdfMetode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
 
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptxManual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
Manual Desain Perkerasan jalan 2017 FINAL.pptx
 
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
10.-Programable-Logic-Controller (1).ppt
 
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
4. GWTJWRYJJJJJJJJJJJJJJJJJJWJSNJYSRR.pdf
 
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdfMODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
MODUL AJAR PENGANTAR SURVEY PEMETAAN.pdf
 
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di IndonesiaStrategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
Strategi Pengembangan Agribisnis di Indonesia
 

TEKSTUR

  • 1. Machine Vision LECTURE NOTES Machine Vision Session 09 Texture Features
  • 2. Machine Vision LEARNING OUTCOMES 1. Peserta diharapkan memahami proses deteksi fitur, terutama fitur tekstur yang diperoleh menggunakan pendekatan struktural maupun statistika. OUTLINE MATERI (Sub-Topic): 1. Texture Analysis 2. Structural Approaches 3. Statistical Approaches 4. Texture Segmentation
  • 3. Machine Vision ISI MATERI Texture Analysis Tekstur merupakan suatu konsep yang tidak mudah untuk dijelaskan, setiap orang dapat memiliki interpretasi berbeda terhadap sebuah tekstur; hingga saat ini tidak ada definisi matematika dari tekstur. Tekstur cenderung memiliki sifat berulang, sebuah bagian kecil dari citra yang menyusun suatu tekstur. Tektur merupakan sebuah karakteristik yang penting dari citra karena memperlihatkan karakteristik yang kuat dari sebuah obyek. Seringkali tekstur dapat menjadi petunjuk yang menjelaskan material pembentuk suatu obyek, seperti tekstur kulit kayu (secara umum kasar) yang sangat berbeda dengan tekstur logam (umumnya halus dan memantulkan cahaya). Dengan demikian tekstur dapat digunakan untuk membedakan obyek pada citra, jika diasumsikan material pembentuk setiap obyek adalah berbeda. Terdapat dua jenis pendekatan untuk melakukan analisis tekstur, yaitu: 1. Pendekatan struktural: tekstur didefinisikan sebagai kumpulan dari texture element atau texels yang muncul sebagai pola berulang dengan susunan tertentu pada citra. 2. Pendekatan statistik: mendefinisikan tekstur berdasarkan pengukuran statistik yang diperoleh dari intensitas grayscale-nya. Pendekatan struktural dapat bekerja baik untuk tekstur dari material buatan manusia yang pada umumnya memiliki pola berulang yang jelas. Pendekatan statistik dapat digunakan untuk berbagai jenis tekstur, baik material buatan manusia maupun material yang ada di alam. Pendekatan statistik lebih mudah dilakukan serta lebih banyak diterapkan untuk analisis tekstur.
  • 4. Machine Vision ISI MATERI Structural Approaches Tekstur merupakan suatu konsep yang tidak mudah untuk dijelaskan, setiap orang dapat memiliki interpretasi berbeda terhadap sebuah tekstur; hingga saat ini tidak ada definisi matematika dari tekstur. Tekstur cenderung memiliki sifat berulang, sebuah bagian kecil dari citra yang menyusun suatu tekstur. Tektur merupakan sebuah karakteristik yang penting dari citra karena memperlihatkan karakteristik yang kuat dari sebuah obyek. Seringkali tekstur dapat menjadi petunjuk yang menjelaskan material pembentuk suatu obyek, seperti tekstur kulit kayu (secara umum kasar) yang sangat berbeda dengan tekstur logam (umumnya halus dan memantulkan cahaya). Dengan demikian tekstur dapat digunakan untuk membedakan obyek pada citra, jika diasumsikan material pembentuk setiap obyek adalah berbeda. Berdasarkan pendekatan struktural, terdapat empat karakteristik utama dari tekstur yaitu regularity yang menjelaskan tingkat keteraturan dari tekstur, randomness yang memberikan gambaran tingkat keacakan dari tekstur, directionality yang menunjukkan orientasi atau arah dari tekstur, serta regularity yang menggambarkan tingkat regularitas atau keberulangan pola tekstur. Gambar berikut memperlihatkan keempat karakteristik tersebut dari empat jenis tekstur berbeda. Beberapa penelitian penelitian terkait denan analisis tekstur mengusulkan pendekatan struktural diantaranya: 1. Y. Liu et al. “A Computational Model for Periodic Pattern Perception Based on Frieze and Wallpaper Groups”, IEEE Trans. On Pattern Analysis and Machine Intelligence, 2004. Liu mengusulkan model untuk mendeteksi kecenderungan arah dari tekstur. Dalam penelitian tersebut, pola periodik yang memiliki dua arah yang bebas linier
  • 5. Machine Vision dideteksi dari sebuah citra tekstur. Pola tersebut dikenal juga sebagai pola “walpaper”. Berikut contoh-contoh citra tekstur dan hasil deteksi pola periodiknya. 2. T. Leung, J. Malik, “Detecting, Localizing and Grouping Repeated Scene Elements from an Image”, ECCV 2004. Pendekatan struktural yang diusulkan oleh Leung adalah mendeteksi elemen unik pada citra dengan cara membandingkan elemen tersebut dengan area di sekelilingnya. Elemen-elemen yang memiliki kemiripan pola akan dikelompokkan. Gambar berikut memperlihatkan citra input dan hasil deteksi tekstur menggunakan algortima yang diusulkannya.
  • 6. Machine Vision 3. N. Ahuja, S. Todorovic, “Extracting Texels in 2.1D Natural Textures”, ICCV 2007. Pada penelitiannya, Ahuja menyatakan tekstur sebagai representasi hirarkis dari texel (texture element). Gambar berikut menunjukkan citra input dan hasil deteksi texel- nya.
  • 7. Machine Vision ISI MATERI Statistical Approaches Pada tekstur alami seperti pasir, rumput, atau benda lainnya, mendapatkan texel merupakan hal yang sulit bahkan seringkali tidak mungkin untuk dilakukan. Analisis tekstur menggunakan pendekatan statistik bekerja berdasarkan prinsip sebuah tekstur dapat direpresentasikan sebagai nilai numerik atau statistik dari nilai graylevel dari piksel citra tekstur. Pendekatan statistik kurang intuitif dibandingkan pendekatan struktural, namun secara umum lebih efisien dalam hal komputasinya. Beberapa teknik analisis tekstur menggunakan pendekatan statistik seperti Local Binary Pattern (LBP), Law’s texture masks, Fourier power spectrum, dan Wavelet texture descriptor akan dibahas pada bab ini. Local Binary Pattern (LBP) LBP merupakan salah satu fitur yang sangat baik untuk merepresentasikan tekstur. LBP bekerja dengan cara membagi citra tekstur menjadi sub-citra, kemudian untuk setiap piksel pada subcitra dilakukan evaluasi sebagai berikut: 1. Untuk setiap piksel p, buat sebuah bilangan biner 8 bit, b1 b2 b3 b4 b5 b6 b7 b8, dimana bi = 1 jika piksel tetangga i bernilai lebih besar dari nilai p, sebaliknya bi = 0. 2. Representasikan tekstur sebagai histogram dari bilangan tersebut. Gambar berikut memperlihatkan ilustrasi cara kerja LBP. Ukuran area piksel tetangga dapat diperluas sehingga sebuah tekstur direpresentasikan himpunan multi-scale circularly simetric neighbor seperti diilustrasikan pada gambar berikut.
  • 8. Machine Vision Informasi yang diperoleh dari fitur LBP juga dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi sebuah titik (spot), ujung garis (line end), sisi obyek (edge), maupun titik sudut obyek (corner), seperti diilustrasikan oleh gambar berikut. Pada gambar tersebut piksel berwarna hitam bernilai nol, sedangkan piksel berwarna putih bernilai 1. Gray-Level Co-occurrence Matrix (GLCM) GLCM adalah salah satu pendekatan statistik yang melakukan evaluasi terhadap relasi spasial dari tiap piksel pada citra tekstur. GLCM merepresentasikan tekstur dengan cara menghitung seberapa sering pasangan piksel dengan nilai tertentu dengan relasi spasial tertentu muncul pada sebuah citra tekstur. Hasil perhitungan tersebut disajikan dalam bentuk matriks yang disebut sebagai Gray-Level Co-occurrence Matrix atau GLCM. Selanjutnya karakteristik dari tekstur dihitung berdasarkan ukuran statistik dari matriks tersebut. Berikut prosedur ekstraksi fitur berdasarkan GLCM. 1. Tentukan vektor displacement d = (dx,dy), biasanya nilai dx = dy. Misal dx = dy = D, gambar berikut memperlihatkan beberapa kemungkinan nilai d dengan vektor displacement d = (0,4), d = (-4,4), d = (-4,0), atau d = (-4,-4)
  • 9. Machine Vision 2. Hitunglah semua pasangan piksel dengan nilai gray-level i dan j yang terpisah oleh jarak D. Simpan hasil perhitungan dalam matriks GLCM 3. Hitung fitur constrast, dissimilarity, inverse different moment, angular second moment, energy, dan entropy berdasarkan formula berikut. Constrast : Dissimilarity : Inverse different moment : Angular second moment : Energy : Entropy : dimana Pij menyatakan nilai matriks GLCM pada baris ke-i dan kolom ke-j. Berikut contoh perhitungan matriks GLCM untuk sebuah citra tekstur dengan jumlah gray- level 3 (0,1,2) dengan vektor displacement d = (1,1). Citra input Matriks GLCM Untuk mendapatkan fitur tekstur berdasarkan GLCM, biasanya digunakan 4 orientasi berbeda dari vektor displacement, yaitu 0, 45, 90, dan 135 derajat. Untuk setiap orientasi Pij å *(i- j)2 Pij å *|i- j | Pij å / 1+(i- j)2 { } Pij 2 å Pij 2 å Pij 2 *(-lnPij ) å
  • 10. Machine Vision dapat digunakan beberapa jarak berbeda, misalnya D = 1, 2, 3, …. Untuk efisiensi kalkulasi, maka citra input dapat dikuantisasi agar jumlah gray-level nya lebih sedikit, misalnya 16, 32, atau 64 sehingga dimensi matriks GLCM hanya 16x16, 32x32, atau 64x64 elemen. Apabila tektur bersifat kasar, sedangkan nilai D pada vektor displacement yang digunakan untuk menghitung GLCM relatif lebih kecil dibanding elemen tekstur, maka pasangan piksel dengan jarak D akan memiliki nilai gray-level yang serupa. Akibatnya matriks GLCM akan didominasi oleh nilai yang besar pada/dekat diagonal utama-nya. Sebaliknya, jika tekstur bersifat halus dan nilai D pada vektor displacement relatif sama dengan elemen teksturnya, maka pasangan piksel dengan jarak D akan memiliki nilai gray- level yang berbeda. Akibatnya matriks GLCM akan memiliki nilai yang tersebar. Apabila sebuah tekstur memiliki kecenderungan memiliki orientasi terhadap sudut θ, maka matriks GLCM akan memiliki nilai yang bervariasi pada diagonal utama-nya. Artinya, orientasi dari tekstur dapat dianalisis dengan cara membandingkan sebaran nilai matriks GLCM untuk beberapa sudut θ. Laws Texture Energy Ekstraksi fitur berdasarkan Laws texture energy memanfaatkan filter tekstur atau mask untuk mendapatkan karakteristik tekstur. Beberapa literatur menjelaskan bahwa teknik ini lebih efektif dalam merepresentasikan karakteristik tekstur dibandingkan GLCM. 15 jenis filter berukuran 5x5 (L5E5, E5L5, L5S5, S5L5, L5R5, R5L5, E5E5, E5S5, S5E5, E5R5, R5E5, S5S5, S5R5, R5S5, R5R5) digunakan untuk memperoleh energi dari tekstur. Filter- filter tersebut dibentuk dari vektor berikut. L5 = [ +1 +4 6 +4 +1 ] (Level) E5 = [ -1 -2 0 +2 +1 ] (Edge) S5 = [ -1 0 2 0 -1 ] (Spot) W5 = [ -1 +2 0 -2 +1 ] (Wave) R5 = [ +1 -4 6 -4 +1 ] (Ripple) Ilustrasi berikut memperlihatkan bagaimana membentuk filter E5L5 yang merupakan perkalian dari vektor E5 dengan L5.
  • 11. Machine Vision Berikut prosedur untuk melakukan ekstraksi fitur menggunakan Laws texture energy. 1. Reduksi efek dari iluminasi dengan cara melakukan scanning pada citra menggunakan window berukuran kecil citra lalu mengurangkan nilai gray-level dari setiap piksel dengan nilai rata-rata piksel tetangganya. Ukuran window dapat bervariasi, berdasarkan literatur ukuran yang optimal untuk tekstur natural adalah 15x15 piksel. 2. Lakukan operasi filter terhadap citra input menggunakan semua mask (L5E5, E5L5, L5S5, S5L5, L5R5, R5L5, E5E5, E5S5, S5E5, E5R5, R5E5, S5S5, S5R5, R5S5, R5R5). Operasi ini akan menghasilkan 15 buah citra baru. 3. Misalkan Fk[i,j] adalah hasil proses filtering menggunakan mask ke-k pada posisi piksel (i,j). Maka texture energy map Ek untuk mask ke-k didefinisikan sebagai: masing-masing texture energy map adalah citra yang berukuran sama dengan citra input. 4. Hitung 9 buah resultant energy map menggunakan formula berikut: L5E5/E5L5, L5S5/S5L5, L5R5/R5L5, E5E5, E5S5/S5E5, E5R5/R5E5, S5S5, S5R5/R5S5, R5R5 5. Kombinasikan hasil kalkulasi pada langkah 4 menjadi sebuah citra yang setiap pikselnya merupakan vektor dari resultant energy map. Penggabungan ini akan menghasilkan fitur yang bersifat invarian terhadap rotasi.
  • 12. Machine Vision Contoh penggunaan Laws texture energy terhadap tiga jenis tekstur berbeda disajikan pada gambar dan tabel berikut. Daun Rumput Bata Citra E5E5 S5S5 R5R5 E5L5 S5L5 R5L5 S5E5 R5E5 R5S5 Daun 257.7 121.4 988.7 820.6 510.1 1186.4 172.9 439.6 328.0 Rumput 197.8 107.2 1076 586.9 410.5 1208.5 144.0 444.8 338.1 Bata 128.1 60.2 512.7 442.1 273.8 724.8 86.6 248.1 176.3 Fourier Power Spectrum Transformasi Fourier dapat menyediakan informasi yang lengkap mengenai relasi antar piksel baik dari posisi maupun amplitudonya. Fourier power spectrum merepresentasikan orientasi dari tekstur sebagai nilai-nilai yang dominan pada sudut fasa tertentu. Variasi spasial dari tekstur dapat dideteksi berdasarkan lokasi dari nilai-nilai yang dominan pada Fourier power spectrum. Gambar berikut memperlihatkan sebuah (a) citra tekstur, (b) Fourier power spectrum dan (c) plot sudut fasa terhadap energi. (a) (b) (c)
  • 13. Machine Vision Dapat dilihat dari plot sudut fasa terhadap energi, bahwa tekstur tersebut memiliki orientasi 0, 45, 90, 135, dan 180 derajat. Ekstraksi fitur menggunakan Fourier power spectrum dilakukan dengan cara menghitung nilai statistik (misal nilai rata-rata dan standar deviasi) dari setiap ring dan sektor dari Fourier power spectrum seperti diilustrasikan oleh gambar berikut. Wavelet Texture Descriptor Transformasi wavelet adalah sebuah fungsi matematika yang dapat mendekomposisi citra menjadi beberapa sub-band yang masing-masing merepresentasikan frekuensi berbeda pada citra. Hasil transformasi wavelet juga berisi informasi distribusi spasial dari piksel-piksel dari citra, oleh karena itu dapat digunakan untuk merepresentasikan sebuah tekstur. Setiap proses dekomposisi wavelet akan menghasilkan empat sub-band yang biasa dinyatakan sebagai HH, HL, dan LH yang merepresentasikan frekuensi tinggi pada citra, serta LL yang merepresentasikan frekuensi rendahnya. Sub-band HL berisi informasi frekuensi tinggi yang menggambarkan edge dengan arah horizontal, sedangkan sub-band LH menggambarkan edge dengan arah vertikal. Frekuensi rendah dari citra direpresentasikan oleh sub-band LL, dimana informasi yang dimuat di sub-band ini sama dengan citra input tetapi dengan resolusi lebih rendah (separuh resolusi citra input). Proses dekomposisi wavelet dapat dilakukan untuk level berikutnya dengan cara melakukan dekomposisi sub-band LL. Gambar berikut memperlihatkan proses dekomposisi wavelet hingga 3 level.
  • 14. Machine Vision (a) (b) (c) Proses ekstraksi fitur tekstur menggunakan transformasi wavelet dapat dilakukan dengan cara menghitung energy, variance, dan residual energy berdasarkan rumus berikut: Energy : Variance : Residual energy : dimana Cij menyatakan nilai koefisien hasil dekomposisi dari masing-masing subband. Apabila dilakukan dekomposisi wavelet hingga level 3, maka jumlah sub-band yang dihasilkan adalah 10, sehingga keseluruhannya akan dihasilkan vektor fitur dengan 30 buah elemen. 1 MN |Cij | j=1 N å i=1 M å 1 MN Cij -C 2 j=1 N å i=1 M å 1 MN Cij -C j=1 N å i=1 M å
  • 15. Machine Vision ISI MATERI Texture Segmentation Semua fitur tekstur yang telah dibahas pada bagian terdahulu, menyediakan sebuah nilai skalar atau vektor untuk setiap piksel yang merepresentasikan karakteristik tekstur pada area di sekelilingnya (piksel-piksel tetangga). Informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk membagi citra menjadi segmen-segmen yang memiliki tekstur yang serupa. Proses segmentasi berdasarkan tekstur secara umum dapat dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu: a. Region based: mengelompokkan piksel berdasarkan kesamaan karakteristik teksturnya. b. Boundary based: menemukan batas pemisah antara tekstur yang berbeda, yaitu pada piksel-piksel yang terletak di antara area dengan yang memiliki tekstur berbeda. Gambar berikut memperlihatkan contoh hasil segmentasi tekstur dari sebuah citra (a) menjadi 4 kelompok atau cluster (b). (a) (b)
  • 16. Machine Vision SIMPULAN 1. Tekstur adalah sebuah fenomena yang dapat dengan mudah diidentifikasi oleh manusia, namun tidak mudah untuk merepresentasikannya dengan model matematika atau statistika. 2. Terdapat dua pendekatan dalam menganalisis tekstur, yaitu: (1) struktural yang mencoba mengidentifikasi elemen terkecil pembentuk tekstur atau texel (texture element) kemudian menentukan distribusi spasial dari texel pada citra, dan (2) statistika yang merepresentasikan tekstur menggunakan nilai statistik dari gray-level dari citra. 3. Pendekatan struktural tidak cocok untuk digunakan pada obyek natural karena sangat sulit/hampir tidak mungkin untuk mendapatkan texel dari obyek di alam. 4. Sebuah citra tekstur dapat disegmentasi menjadi beberapa bagian yang memiliki karakteristik tekstur sama. Proses segmentasi dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan piksel-piksel yang memiliki karakteristik tekstur yang serupa, atau mengidentifikasi batas pemisah antara dua tekstur yang berbeda.
  • 17. Machine Vision DAFTAR PUSTAKA 1. Forsyth. (2011). Computer Vision a Modern Approach (2nd Edition). Prentice Hall. New Jersey. ISBN-10: 013608592X. ISBN-13: 978-0136085928. 2. Gonzales. (2011). Digital Image Processing (3rd Edition). Prentice Hall. New Jersey. ISBN-10: 013168728X. ISBN-13: 978-0131687288 3. Nixon, M. (2008). Feature extraction & image processing (2nd Edition). Academic Press. ISBN: 9780080556727 4. Y. Liu, et al., “A Computational Model for Periodic Pattern Perception Based on Frieze and Wallpaper Groups”, IEEE Trans. On Pattern Analysis and Machine Intelligence, 2004 5. T. Leung, J. Malik, “Detecting, Localizing and Grouping Repeated Scene Elements from an Image”, ECCV 2004 6. N. Ahuja, S. Todorovic, “Extracting Texels in 2.1D Natural Textures”, ICCV 2007 7. Face Description Using LBP, http://what-when-how.com/face-recognition/local- representation-of-facial-features-face-image-modeling-and-representation-face- recognition-part-2/