SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
PEMANFAATAN Trichoderma spp.
DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT TANAMAN

Hasil-hasil penelitian tentang Trichoderma spp. dan kemampuannya sebagai
agen pengendalian hayati telah banyak dilaporkan. Trichoderma spp. yang
dinfestasikan kedalam tanah dilaporkan oleh Rifai,dkk., (1996) mampu menekan
serangan Phytium sp pada tanaman Kedelai.
Data mereka menunjukkan bahwa semakin panjangnya jarak antara infestasi
Trichoderma sp dengan saat saat dating Phytium cenderung semakin menurunkan
intensitas dan persentase bibit
dan benih yang terserang Phytium spp. Penelitian lainnya dilakukan oleh
Sulistiyowati, dkk., (1997) dengan menggunakan cendawan uji Sclerotium roflsii.
Hasil pengujian secara invitro Trichoderma spp.. mampu menghambat
pertumbuhan S. rolfsii sebesar 53,89%. Sedangkan hasil pengujian di rumah kaca
menunjukkan bahwa cara aplikasi Trichoderma spp. melalui tanah yang
menyebabkan saat penyakit lebih lambat yakni 12-14 hari dibandingkan dengan
cara penyelaputan benih (7-8 hari). Talanca, dkk., (1998) dengan mengutip
beberapa penulis lain memberikan penjelasan bahwa kemampuan antagonis
Trichoderma spp. berhubungan dengan mekanisme-mekanisme berikut :
a.Trichoderma spp. mengeluarkan toksin yang menyebabkan terlambatnya
pertumbuhan bahkan mematikan inangnya

b.Trichoderma spp. menghasilkan enzim hidrolitik -1,3 glukanase, kitinase dan
selulase. Menurut Ismujiwanto, et.al., (1996),
Aplikasi Trichoderma dengan kompos jerami dapat menurunkan intensitas
serangan Fusarium oxysporum pada pangkal batang dan akar tanaman vanili.
Penelitian yang dilakukan oleh Darmono (1994) tentang aplikasi Trichoderma
spp..
dengan menggunakan dedak ternyata dapat menekan serangan
Phytophthora spp. di dalam jaringan buah kakao. Hasil penelitian Djatmiko dan
Rohadi (1997) menunjukkan pelet T. harzianum yang diperbanyak dalam sekam
padi dan bekatul mempunyai kemampuan menekan patogenitas Plasmodiophora
brassicea dan penyakit akar gada, baik pada tanah andosol maupun latosol. Pelet
T. harzianum 61 g/pot, merupakan perlakuan paling baik dalam memperkecil
diameter akar gada, bobot akar gada dan intensitas penyakit akar gada.
Penyakit busuk daun dan umbi tanaman kentang yang disebabkan oleh
cendawan P. infestans merupakan masalah yang sangat serius untuk petani
kentang, hal ini disebabkan sangat pentingnya penyakit ini dalam merusak
jaringan tanaman, dan serangan patogen yang dapat mencapai 90% penurunan
produksi dari total produksi kentang. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Purwantisari dan Hastuti (2009), menunjukkan bahwa penghambatan cendawan
Trichoderma spp. mampu menghambat pertumbuhan cendawan P. infestans pada
medium PDA. Persentase penghambatan Trichoderma spp. terhadap
pertumbuhan P. infestans.
Pengamatan penghambatan pertumbuhan P. infestans dilakukan sejak
inkubasi 3 hari sampai hari ketujuh. Pada hari pertama dan kedua selama
pengamatan, belum terjadi mekanisme penghambatan oleh kedua cendawan, pada
hari ketiga barulah tampak bahwa pertumbuhan kedua biakan saling mendekati,
sehingga terbentuklah zona penghambatan bagi P. infestans (lebih dari 5 mm).
Zona penghambatan ini tidak tetap selama pengamatan, sampai hari ketujuh lebar
zona bening yang terbentuk semakin menyempit (kurang dari 5 mm).
Mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonisme ini adalah
antibiosis dan hiperparasit yang ditandai dengan terbentuknya zona bening yang
merupakan zona penghambatan pertumbuhan P. infestans (antibiosis) dan
pertumbuhan miselium Trichoderma spp. yang menutupi seluruh permukaan
medium termasuk koloni P. infestans (hiperparasit). Adanya hambatan
perkembangan koloni patogen P. infestans oleh cendawan antagonis Trichoderma
spp. disebabkan karena pertumbuhan cendawan Trichodermaspp. lebih cepat
dibanding cendawan patogen. Hal ini didukung oleh pernyataan Golfarb, et.al.,
(1989) dalam Purwantisari dan Hastuti (2009) bahwa cendawan yang tumbuh
cepat mampu menggunguli dalam penguasaan ruang dan pada akhirnya dapat
menekan pertumbuhan cendawan lawannya. Selain itu diduga karena selulase
yang dimiliki oleh Trichoderma spp.. Akan merusak dinding sel selulosa
cendawan patogen P. infestans, sesuai dengan pernyataan Salma dan Gunarto
(1999) bahwa Trichoderma spp.. Mampu menghasilkan selulase untuk mengurai
selulosa menjadi glukosa. Selulosa merupakan komponen utama penyusun
dinding sel cendawan patogen P.infestans.
Sclerotium roflsii Sacc merupakan cendawan patogen tular tanah dan
bersifat polifag. Menurut Hardiningsih (1993) dalam Sulistyowati, dkk., (1997)
melaporkan bahwa penyakit busuk batang yang disebabkan oleh infeksiS. roflsii
yang menyerang tanaman kedelai pada masa vegetative dapat menyebabkan
tanaman mati. Menurut Semangun (1994), bahwa S. roflsii menghasilkan
sklerotia yang tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Bahkan di dalam tanah
dapat bertahan 6-7 tahun. Hal ini menimbulkan kesulitan besar bagi usaha
mengurangi inokulum penyakit dalam tanah. Upaya pengendalian penyakit
tanaman yang disebabkan oleh cendawan S. roflsii dapat dilakukan dengan
memanfaatkan Trichoderma spp.. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan
oleh Papavizaz (1985) dalam Sulistyowati, dkk., (1997), bahwa pengendalian
penyakit busuk batang sklerotium juga dapat dilakukan secara hayati dengan
menggunakan cendawan antagonis, misalnya Trichoderma spp.. Hal ini dapat
dilihat dari hasil penelitian Nurhayati (2001), dimana dapat diketahui bahwa daya
hambat Trichoderma spp. terhadap infeksi S. roflsii pada akar bibit cabai.
Trichoderma spp. pada hari ke 21 (20,18%) meningkat sebesar 9,28% pada
hari ke 28 menjadi 30%. Sedangkan pada hari ke 35 intensitas daya hambat
meningkat 0,80% menjadi 30,80%. Dalam penelitian ini penghambatan
Trichoderma spp. terhadap infeksi S. roflsii terus meningkat. Secara umum hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian Trichoderma spp. ke dalam tanah
menghambat daya infeksi S. roflsii. Mekanisme penghambatan dari Trichoderma
spp. terhadap infeksi S. roflsii dapat terjadi melalui beberapa mekanisme
diantaranya dengan memproduksi senyawa gliotoksin dan viridian yang bersifat
toksik terhadap cendawan lain (Cook dan Baker, 1989 dalam Sumartini, dkk.,
1994).

Penyakit yang sering menyerang tanaman Cabai adalah busuk buah yang
disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici. Cendawan C. capsici dapat
bertahan dilapangan pada sisa tanaman sakit. Apabila keadaan atau kondisi
lingkungan sesuai seperti hujan terus menerus dan kelembaban tinggi, maka
perkembangan penyakit lebih cepat dari lahan satu ke lahan lainnya
(sastrahidayat, 1988). Dari hasil penelitian Baharia (2000) menunjukkan bahwa
Trichoderma spp. mampu menghambat pertumbuhan C. capsici pada media PSA
maupun pada buah Cabai. Salah satu factor yang menyebabkan pertumbuhan C.
capsici terhambat karena cendawan Trichoderma spp. dapat mengeluarkan toksin
yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan bahkan mematikan inangnya.
Dari hasil penelitian Nurhaedah (2002), tentang pengaruh aplikasi Trichoderma
spp. dan mulsa terhadap persentase serangan penyakit antraknosa pada buah
tanaman cabai merah besar.
Hasil analisis statistik pada panen I, menunjukkan bahwa perlakuan
Trichoderma spp. tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase
serangan penyakit antraknosa. Penyebab terjadinya hal tersebut, diduga karena
Trichoderma spp. belum berinteraksi dengan cendawan C. capsici sebagai akibat
dari : (1) ruang tumbuh yang masih cukup untuk pertumbuhan Trichoderma spp.
dan (2) media tumbuh yang mengandung bahan organik sehingga Trichoderma
spp. masih memanfaatkan nutrisi yang ada pada media tersebut. Litshitz,et.al.,
(1986) dalam Talanca (1998) mengemukakan bahwa mekanisme antagonis antara
Trichoderma spp. terhadap patogen merupakan interaksi bersifat mikroparasitisme
yang dimulai setelah hifa parasit melakukan kontak fisik dengan hifa inang.
Selanjutnya aktivitas biologis dalam tanah terjadi karena mikroorganisme
antagonis berkompetisi dalam hal makanan, menghaislkan antibiotik yang bersifat
racun dan melakukan parasitisme terhadap patogen (Djafaruddin, 2000). Pada
Panen kedua dan ketiga perlakuan Trichoderma spp. berpengaruh nyata terhadap
persentase serangan penyakit antraknosa. Hal tersebut dibuktikan dengan
rendahnya persentase serangan penyakit pada perlakuan Trichoderma spp. (P1)
yaitu rata-rata 35,71% bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa Trichoderma
spp. (P0) yaitu mencapai 47,14% pada panen kedua. Pada panen ketiga
persentase serangan rata-rata 30,14% pada perlakuan Trichoderma spp. sedangkan
pada perlakuan tanpa Trichoderma spp. rata-rata 44,53%. Terjadinya penurunan
persentase serangan penyakit berarti bahwa Trichoderma spp. telah mampu
menekan pertumbuhan patogen antraknosa. Hal ini diduga disebabkan oleh
pertumbuhan yang cepat dan adanya sifat antagonis dari cendawan Trichoderma
spp.. Mukerji dan Garg (1986) dalam Djatmiko dan Rohadi (1997) melaporkan
bahwa mikroorganisme antagonis terutama Trichoderma spp.. Mempunyai
kemampuan berkompetisi dengan patogen terbawa tanah terutama dalam
mendapatkan nitrogen dan karbon. Selain itu, cendawan Trichoderma spp..
Mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim hidrolitik 1,3 glukanase,
kitinase dan selulase. Enzim-enzim inilah yang secara aktif merusak sel-sel
jamur yang sebagian besar tersusun dari 1,3 glukan ( linamirin) dan kitin sehingga
dengan mudah jamur Trichoderma spp.. Dapat melakukan penetrasi ke dalam
hifa jamur inangnya (Harman dan Elad, 1983 dalam Talanca,dkk., 1998).
KESIMPULAN
Dari penulisan diatas dapat disimpulkan bahwa Trichoderma spp. mempunyai
potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai agens hayati dalam pengendalian
penyakit tanaman, hal ini dikarenakan sifat Trichoderma spp. sebagai cendawan
antagonis yang dianggap aman bagi lingkungan karena cendawan ini berasal dari
tanah dan dapat berfungsi sebagai pengurai unsur hara tanaman serta dalam
pengendalian penyakit memberikan hasil yang cukup memuaskan
Sumber : Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program
Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara
Trichoderma sp bukan hanya digunakan untuk pupuk biologi/fungisida biologi
saja tetapi ada manfaat yang lain, maspary di Gerbang Pertanian ini kembali
memosting tentang jamur yang satu ini.

Ketersediaan agens hayati di alam yang melimpah tentu menjadi potensi yang
sangat besar. Hal ini perlu diketahui dan terus disebar luaskan kepada petani,
penyuluh, dan stakeholder pertanian lainnya. Agens hayati yang akan kita bahas
saat ini adalah jamur Trichoderma. Potensi jamur Trichoderma sebagai jamur
antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanamantelah
menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya
sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderma,sp. Juga berfungsi
sebagaidekomposer dalam pembuatan pupuk organik. Aplikasi jamur
Trichoderma pada pembibitan tanaman guna mengantisipasi serangan OPT sedini
mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran petani akan arti penting
perlindungan preventif perlahan telah tumbuh.
Jamur
Trichoderma
sp
sering
digunakan
untuk mengendalikan
Fusariumoxysporum (penyebab penyakit busuk batang pada tanaman
Vanili), Phytophtora sp (penyebab penyakit busuk pangkal batang pada
tanaman Lada) dan Rigidoporus lignosus ( penyebab penyakit Jamur akar
putih pada tanaman Karet). Selain itu juga efektif mengendalikan Phytium sp
yang merupakan patogen tular tanah penyebab penyakit rebah kecambah
pada kacang-kacangan.
Jamur ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1.

Mudah diisolasi, dikembangkan, dan daya adaptasinya luas
2. Mudah ditemukan di tanah areal pertanaman, shg pertumbuhan pd saat
aplikasi
lebih mudah.
3.

Dapat tumbuh secara cepat pada berbagai substrat.

4.

Memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas.

5.

pada umumnya tidak patoen pada tanaman.

Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk
menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar
(lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini
menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti pada
tanaman jagung dan tanaman hias.
Mekanisme antagonis jamur ini dapat difahami sebagai berikut. Saat mikroba
patogen sedang dalam masa dorman, serangan antagonis jamur Trichoderma
dapat menyebabkan kerusakan biologis inokulum patogen. Mekanisme antagonis
ini dapat berupa predasi, perparasi, dan parasitisme propagul. Bentuk lain dari
antagonisme adalah dengan penekanan perkecambahan propagul melalui
kompetisi karbon, nitrogen, ion besi, oksigen dan unsur penting lainnya.
Sedangkan antagonis pada permukaan tanman meliputi antibiosis, kompetisi dan
predasi.
Mikoparasitisme dari Trichoderma Sp. merupakan suatu proses yang kompleks
dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari
Trichoderma Sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang
diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada
Trichoderma Sp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa
kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai
inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut
dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juka
terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding
sel inang.
Mekanisme kerja Trichoderma spp. (salah satunya adalah T. koningii) adalah
menekan perkembangan JAP dengan cara pembentukan antibiotik dan
mikroparasitisme, kompetisi dan kolonisasi rizomorfa. Mekanisme penghancuran
Jamur Akar Putih (JAP) terjadi melalui proses lisis miselium dan rizomorfa. Lisis
merupakan proses enzimatik oleh enzim selulose yang dihasilkan oleh T. koningii.
Trichoderma harzianum menekan pertumbuhan jamur phythoptora infestan pada
tanaman kentang.Jamur trichoderma harsianum ini merupakan jamur isolat
lokal,jadi apabila menggunakan kompos akan mendukung berkembang biaknya
jamur trichoderma ini sehingga dapat menekan pertumbuhan phythopthora
dilahan kentang.
Jamur trichoderma merupakan salah satu jenis jamur mikroparasitik/bersifat
parasit terhadap jenis jamur lain.Nah karena sifat2 inilah maka trichoderma dapat
kita manfaatkan sebagai agen biokontrol terhadap jenis2 jamur fitopatogen.
Keuntungan dan keunggulanya adalah mudah dimonitor dan dapat berkembang
biak,sehingga keberadaanya di lingkungan dapat bertahan.
Ketergantungan kita terhadap bahan-bahan kimia (pupuk kimia) apalagi bahan
yang bersifat sebagai racun (insektisida, fungisida dan bakterisida) harus segera
kita tinggalkan. Kita harus menggali bahan-bahan disekitar kita yang bisa kita
manfaatkan untuk mengganti bahan-bahan kimia tersebut. Sudah saatnya kita
kembali ke alam. Banyak mikroorganisme yang dapat kita manfaatkan untuk
proses kelestarian lingkungan kita.
Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis
tanah dan biofungisida adalah jamur Trichoderma sp. Mikroorganisme ini adalah
jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan.
Spesies Trichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi
sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies
Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. Harzianum, T.
Viridae, dan T. Konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian.
Biakan jamur Trichoderma dalam media aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke
areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah
organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu.
Serta dapat berlaku sebagai biofungisida. Trichoderma sp dapat menghambat
pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain
Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii,
dll.
Sifat antagonis Trichoderma meliputi tiga tipe :
1. Trichoderma menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler beta (1,3)
glukonase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel patogen
2. Beberapa anggota trichoderma sp menghasilkan toksin trichodermin.
Toksin tersebut dapat menyerang dan menghancurkan propagul yang
berisi spora-spora patogen disekitarnya
3. Jenis Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin
yang dapat melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah
kecambah
Pupuk biologis dan biofungisida Trichoderma sp dapat dibuat dengan inokulasi
biakan murni pada media aplikatif, misalnya dedak. Sedangkan biakan murni
dapat dibuat melalui isolasi dari perakaran tanaman, serta dapat diperbanyak dan
diremajakan kembali pada media PDA (Potato Dextrose Agar). Isolasi banyak
dilakukan oleh kalangan peneliti maupun produsen pupuk, tetapi masih terlalu
merepotkan untuk diadopsi oleh petani. Sebagai petani, untuk lebih efisiennya
dapat memproduksi pupuk biologis yang siap aplikasi saja, sehingga hanya perlu
membeli dan memperbanyak sendiri biakan murninya dan diinokulasikan pada
media aplikatif. Atau jika menginginkan kepraktisan dapat membeli pupuk yang
siap tebar untuk setiap kali aplikasi.
Dari beberapa literatur yang pernah saya baca dengan penambahan pupuk
biologis Trichoderma sp akan meningkatkan efisiensi pemupupukan. Pada tanah
yang tandus pemberian pupuk organik Trichoderma sp dan pupuk kimia secara
bersamaan akan memberikan hasil yang maksimal daripada pemberian pupuk
organik atau pupuk kimia secara terpisah walaupun dengan jumlah yang banyak.
Dengan pemberian pupuk organik akan menghemat penggunaan pupuk kimia.
Biasanya penyakit layu dan busuk pangkal batang pada tanaman disebabkan oleh
jamur fusarium sangat sulit dikendalikan dengan fungisida kimia. Oleh karena itu
tidak ada salahnya kita mencoba mengaplikasikan pupuk biologis dan
biofungisidaTrichoderma sp pada tanaman kita untuk mencegah penyakit akar
dan busuk pangkal batang yang dapat menyebabkan layu tanaman.
Kemampuan dan mekanisme ''Trichoderma'' dalam menghambat pertumbuhan
patogen secara rinci bervariasi pada setiap spesiesnya.<ref name="g">{{en}}
Laskin AI, Bennett JW, Gadd GM.Advances in Applied Microbiology. San
Diego:Elsevier Academy Press.Hlm 314.</ref> Perbedaan kemampuan ini
disebabkan oleh faktor [[ekologi]] yang membuat produksi bahan [[metabolit]]
yang bervariasi pula.

More Related Content

What's hot

laporan praktikum agroklimatologi
laporan praktikum agroklimatologilaporan praktikum agroklimatologi
laporan praktikum agroklimatologiedhie noegroho
 
Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)Mohammad Muttaqien
 
PENGENALAN PESTISIDA DAN ALAT APLIKASINYA
PENGENALAN PESTISIDA DAN ALAT APLIKASINYAPENGENALAN PESTISIDA DAN ALAT APLIKASINYA
PENGENALAN PESTISIDA DAN ALAT APLIKASINYAdiana novitasari
 
Teknis perbanyakan agens hayati
Teknis perbanyakan  agens hayatiTeknis perbanyakan  agens hayati
Teknis perbanyakan agens hayatipandirambo900
 
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi TanahKeterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi TanahFeisal Rachman Soedibja
 
Seleksi Benih Tanaman Padi.pptx
Seleksi Benih Tanaman Padi.pptxSeleksi Benih Tanaman Padi.pptx
Seleksi Benih Tanaman Padi.pptxdaniel muttaqin
 
Istilah istilah dalam rancangan percobaan
Istilah istilah dalam rancangan percobaanIstilah istilah dalam rancangan percobaan
Istilah istilah dalam rancangan percobaanIr. Zakaria, M.M
 
Pertemuan 2 (perkecambahan)
Pertemuan 2 (perkecambahan)Pertemuan 2 (perkecambahan)
Pertemuan 2 (perkecambahan)f' yagami
 
Pestisida nabati (ratna k. ppb 3 c)
Pestisida nabati (ratna k. ppb 3 c)Pestisida nabati (ratna k. ppb 3 c)
Pestisida nabati (ratna k. ppb 3 c)tani57
 
Diagnosis Laboratorium: Hama
Diagnosis Laboratorium: HamaDiagnosis Laboratorium: Hama
Diagnosis Laboratorium: HamaNurma Fauzaniar
 
Penyakit Pada Tanaman Tebu dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Tebu dan Teknik PengendaliannyaPenyakit Pada Tanaman Tebu dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Tebu dan Teknik PengendaliannyaAnkardiansyah Pandu Pradana
 
Tanam padi dengan sistem jajar legowo
Tanam padi dengan sistem jajar legowoTanam padi dengan sistem jajar legowo
Tanam padi dengan sistem jajar legowotani57
 
Penyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik PengendaliannyaPenyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik PengendaliannyaAnkardiansyah Pandu Pradana
 
Pengendalian OPT secara kimiawi
Pengendalian OPT secara kimiawiPengendalian OPT secara kimiawi
Pengendalian OPT secara kimiawiPy Bayu
 

What's hot (20)

laporan praktikum agroklimatologi
laporan praktikum agroklimatologilaporan praktikum agroklimatologi
laporan praktikum agroklimatologi
 
9. pengujian-benih
9. pengujian-benih9. pengujian-benih
9. pengujian-benih
 
Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)Laporan kadar air benih (autosaved)
Laporan kadar air benih (autosaved)
 
PENGENALAN PESTISIDA DAN ALAT APLIKASINYA
PENGENALAN PESTISIDA DAN ALAT APLIKASINYAPENGENALAN PESTISIDA DAN ALAT APLIKASINYA
PENGENALAN PESTISIDA DAN ALAT APLIKASINYA
 
Teknis perbanyakan agens hayati
Teknis perbanyakan  agens hayatiTeknis perbanyakan  agens hayati
Teknis perbanyakan agens hayati
 
Alat dan mesin penanaman
Alat dan mesin penanamanAlat dan mesin penanaman
Alat dan mesin penanaman
 
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi TanahKeterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
Keterkaitan Sifat Fisika Kimia Biologi Tanah
 
Seleksi Benih Tanaman Padi.pptx
Seleksi Benih Tanaman Padi.pptxSeleksi Benih Tanaman Padi.pptx
Seleksi Benih Tanaman Padi.pptx
 
Pestisida nabati
Pestisida nabatiPestisida nabati
Pestisida nabati
 
Istilah istilah dalam rancangan percobaan
Istilah istilah dalam rancangan percobaanIstilah istilah dalam rancangan percobaan
Istilah istilah dalam rancangan percobaan
 
Budidaya jagung
Budidaya jagungBudidaya jagung
Budidaya jagung
 
Pertemuan 2 (perkecambahan)
Pertemuan 2 (perkecambahan)Pertemuan 2 (perkecambahan)
Pertemuan 2 (perkecambahan)
 
media-tanam.ppt
media-tanam.pptmedia-tanam.ppt
media-tanam.ppt
 
Pestisida nabati (ratna k. ppb 3 c)
Pestisida nabati (ratna k. ppb 3 c)Pestisida nabati (ratna k. ppb 3 c)
Pestisida nabati (ratna k. ppb 3 c)
 
Diagnosis Laboratorium: Hama
Diagnosis Laboratorium: HamaDiagnosis Laboratorium: Hama
Diagnosis Laboratorium: Hama
 
Penyakit Pada Tanaman Tebu dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Tebu dan Teknik PengendaliannyaPenyakit Pada Tanaman Tebu dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Tebu dan Teknik Pengendaliannya
 
Tanam padi dengan sistem jajar legowo
Tanam padi dengan sistem jajar legowoTanam padi dengan sistem jajar legowo
Tanam padi dengan sistem jajar legowo
 
Penyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik PengendaliannyaPenyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik Pengendaliannya
Penyakit Pada Tanaman Tembakau dan Teknik Pengendaliannya
 
Hpkebun6
Hpkebun6Hpkebun6
Hpkebun6
 
Pengendalian OPT secara kimiawi
Pengendalian OPT secara kimiawiPengendalian OPT secara kimiawi
Pengendalian OPT secara kimiawi
 

Similar to trichoderma loh.

identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabaiidentifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabaiDian Lestari
 
7 hardiningsih-patogenitas phytoptora
7 hardiningsih-patogenitas phytoptora7 hardiningsih-patogenitas phytoptora
7 hardiningsih-patogenitas phytoptoraxie_yeuw_jack
 
73991624 pengendalian-hayati-gulma
73991624 pengendalian-hayati-gulma73991624 pengendalian-hayati-gulma
73991624 pengendalian-hayati-gulmaEfri Yadi
 
4 nurjanani-agens biokontrol
4 nurjanani-agens biokontrol4 nurjanani-agens biokontrol
4 nurjanani-agens biokontrolxie_yeuw_jack
 
Laporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiLaporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiTidar University
 
6 suharsono-kepakaan galur kedelai
6 suharsono-kepakaan galur kedelai6 suharsono-kepakaan galur kedelai
6 suharsono-kepakaan galur kedelaixie_yeuw_jack
 
Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)Ekal Kurniawan
 
8 yusmani - efikasi cendawan entomopatogens
8 yusmani - efikasi cendawan entomopatogens8 yusmani - efikasi cendawan entomopatogens
8 yusmani - efikasi cendawan entomopatogensxie_yeuw_jack
 
9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpa9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpaxie_yeuw_jack
 
Pengendalian gulma secara hayati
Pengendalian gulma secara hayatiPengendalian gulma secara hayati
Pengendalian gulma secara hayatiDesti Diana Putri
 
Acara 3 PENGENALAN DAN PENGAMATAN GEJALA SERANGAN PATOGEN
Acara 3 PENGENALAN DAN PENGAMATAN GEJALA SERANGAN PATOGENAcara 3 PENGENALAN DAN PENGAMATAN GEJALA SERANGAN PATOGEN
Acara 3 PENGENALAN DAN PENGAMATAN GEJALA SERANGAN PATOGENAlfian Nopara Saifudin
 
5 ramlan-pengendalian karat kedelai
5 ramlan-pengendalian karat kedelai5 ramlan-pengendalian karat kedelai
5 ramlan-pengendalian karat kedelaixie_yeuw_jack
 
Dpt (penyakit pnting pada lada)
Dpt (penyakit pnting pada lada)Dpt (penyakit pnting pada lada)
Dpt (penyakit pnting pada lada)edhie noegroho
 
Mutasi pada Bunga Krisan
Mutasi pada Bunga KrisanMutasi pada Bunga Krisan
Mutasi pada Bunga KrisanRahma Rizky
 

Similar to trichoderma loh. (20)

identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabaiidentifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
 
7 hardiningsih-patogenitas phytoptora
7 hardiningsih-patogenitas phytoptora7 hardiningsih-patogenitas phytoptora
7 hardiningsih-patogenitas phytoptora
 
73991624 pengendalian-hayati-gulma
73991624 pengendalian-hayati-gulma73991624 pengendalian-hayati-gulma
73991624 pengendalian-hayati-gulma
 
4 nurjanani-agens biokontrol
4 nurjanani-agens biokontrol4 nurjanani-agens biokontrol
4 nurjanani-agens biokontrol
 
Laporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiLaporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasi
 
6 suharsono-kepakaan galur kedelai
6 suharsono-kepakaan galur kedelai6 suharsono-kepakaan galur kedelai
6 suharsono-kepakaan galur kedelai
 
Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)
 
Mikrobiologi pertanian
Mikrobiologi pertanianMikrobiologi pertanian
Mikrobiologi pertanian
 
12phtpadisawah
12phtpadisawah12phtpadisawah
12phtpadisawah
 
12phtpadisawah
12phtpadisawah12phtpadisawah
12phtpadisawah
 
8 yusmani - efikasi cendawan entomopatogens
8 yusmani - efikasi cendawan entomopatogens8 yusmani - efikasi cendawan entomopatogens
8 yusmani - efikasi cendawan entomopatogens
 
Tugas makalah
Tugas makalahTugas makalah
Tugas makalah
 
9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpa9 pengendalian helicoverpa
9 pengendalian helicoverpa
 
Makalah_6 Makalah laporan praktikum perlintan
Makalah_6 Makalah laporan praktikum perlintanMakalah_6 Makalah laporan praktikum perlintan
Makalah_6 Makalah laporan praktikum perlintan
 
Pengendalian gulma secara hayati
Pengendalian gulma secara hayatiPengendalian gulma secara hayati
Pengendalian gulma secara hayati
 
Acara 3 PENGENALAN DAN PENGAMATAN GEJALA SERANGAN PATOGEN
Acara 3 PENGENALAN DAN PENGAMATAN GEJALA SERANGAN PATOGENAcara 3 PENGENALAN DAN PENGAMATAN GEJALA SERANGAN PATOGEN
Acara 3 PENGENALAN DAN PENGAMATAN GEJALA SERANGAN PATOGEN
 
5 ramlan-pengendalian karat kedelai
5 ramlan-pengendalian karat kedelai5 ramlan-pengendalian karat kedelai
5 ramlan-pengendalian karat kedelai
 
Dpt (penyakit pnting pada lada)
Dpt (penyakit pnting pada lada)Dpt (penyakit pnting pada lada)
Dpt (penyakit pnting pada lada)
 
Pencemaran tanah&pestisida
Pencemaran tanah&pestisidaPencemaran tanah&pestisida
Pencemaran tanah&pestisida
 
Mutasi pada Bunga Krisan
Mutasi pada Bunga KrisanMutasi pada Bunga Krisan
Mutasi pada Bunga Krisan
 

trichoderma loh.

  • 1. PEMANFAATAN Trichoderma spp. DALAM MENGENDALIKAN PENYAKIT TANAMAN Hasil-hasil penelitian tentang Trichoderma spp. dan kemampuannya sebagai agen pengendalian hayati telah banyak dilaporkan. Trichoderma spp. yang dinfestasikan kedalam tanah dilaporkan oleh Rifai,dkk., (1996) mampu menekan serangan Phytium sp pada tanaman Kedelai. Data mereka menunjukkan bahwa semakin panjangnya jarak antara infestasi Trichoderma sp dengan saat saat dating Phytium cenderung semakin menurunkan intensitas dan persentase bibit dan benih yang terserang Phytium spp. Penelitian lainnya dilakukan oleh Sulistiyowati, dkk., (1997) dengan menggunakan cendawan uji Sclerotium roflsii. Hasil pengujian secara invitro Trichoderma spp.. mampu menghambat pertumbuhan S. rolfsii sebesar 53,89%. Sedangkan hasil pengujian di rumah kaca menunjukkan bahwa cara aplikasi Trichoderma spp. melalui tanah yang menyebabkan saat penyakit lebih lambat yakni 12-14 hari dibandingkan dengan cara penyelaputan benih (7-8 hari). Talanca, dkk., (1998) dengan mengutip beberapa penulis lain memberikan penjelasan bahwa kemampuan antagonis Trichoderma spp. berhubungan dengan mekanisme-mekanisme berikut : a.Trichoderma spp. mengeluarkan toksin yang menyebabkan terlambatnya pertumbuhan bahkan mematikan inangnya b.Trichoderma spp. menghasilkan enzim hidrolitik -1,3 glukanase, kitinase dan selulase. Menurut Ismujiwanto, et.al., (1996), Aplikasi Trichoderma dengan kompos jerami dapat menurunkan intensitas serangan Fusarium oxysporum pada pangkal batang dan akar tanaman vanili. Penelitian yang dilakukan oleh Darmono (1994) tentang aplikasi Trichoderma spp.. dengan menggunakan dedak ternyata dapat menekan serangan Phytophthora spp. di dalam jaringan buah kakao. Hasil penelitian Djatmiko dan Rohadi (1997) menunjukkan pelet T. harzianum yang diperbanyak dalam sekam padi dan bekatul mempunyai kemampuan menekan patogenitas Plasmodiophora brassicea dan penyakit akar gada, baik pada tanah andosol maupun latosol. Pelet T. harzianum 61 g/pot, merupakan perlakuan paling baik dalam memperkecil diameter akar gada, bobot akar gada dan intensitas penyakit akar gada.
  • 2. Penyakit busuk daun dan umbi tanaman kentang yang disebabkan oleh cendawan P. infestans merupakan masalah yang sangat serius untuk petani kentang, hal ini disebabkan sangat pentingnya penyakit ini dalam merusak jaringan tanaman, dan serangan patogen yang dapat mencapai 90% penurunan produksi dari total produksi kentang. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Purwantisari dan Hastuti (2009), menunjukkan bahwa penghambatan cendawan Trichoderma spp. mampu menghambat pertumbuhan cendawan P. infestans pada medium PDA. Persentase penghambatan Trichoderma spp. terhadap pertumbuhan P. infestans. Pengamatan penghambatan pertumbuhan P. infestans dilakukan sejak inkubasi 3 hari sampai hari ketujuh. Pada hari pertama dan kedua selama pengamatan, belum terjadi mekanisme penghambatan oleh kedua cendawan, pada hari ketiga barulah tampak bahwa pertumbuhan kedua biakan saling mendekati, sehingga terbentuklah zona penghambatan bagi P. infestans (lebih dari 5 mm). Zona penghambatan ini tidak tetap selama pengamatan, sampai hari ketujuh lebar zona bening yang terbentuk semakin menyempit (kurang dari 5 mm). Mekanisme penghambatan yang terjadi pada uji antagonisme ini adalah antibiosis dan hiperparasit yang ditandai dengan terbentuknya zona bening yang merupakan zona penghambatan pertumbuhan P. infestans (antibiosis) dan pertumbuhan miselium Trichoderma spp. yang menutupi seluruh permukaan medium termasuk koloni P. infestans (hiperparasit). Adanya hambatan perkembangan koloni patogen P. infestans oleh cendawan antagonis Trichoderma spp. disebabkan karena pertumbuhan cendawan Trichodermaspp. lebih cepat dibanding cendawan patogen. Hal ini didukung oleh pernyataan Golfarb, et.al., (1989) dalam Purwantisari dan Hastuti (2009) bahwa cendawan yang tumbuh cepat mampu menggunguli dalam penguasaan ruang dan pada akhirnya dapat menekan pertumbuhan cendawan lawannya. Selain itu diduga karena selulase yang dimiliki oleh Trichoderma spp.. Akan merusak dinding sel selulosa cendawan patogen P. infestans, sesuai dengan pernyataan Salma dan Gunarto (1999) bahwa Trichoderma spp.. Mampu menghasilkan selulase untuk mengurai selulosa menjadi glukosa. Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel cendawan patogen P.infestans. Sclerotium roflsii Sacc merupakan cendawan patogen tular tanah dan bersifat polifag. Menurut Hardiningsih (1993) dalam Sulistyowati, dkk., (1997) melaporkan bahwa penyakit busuk batang yang disebabkan oleh infeksiS. roflsii yang menyerang tanaman kedelai pada masa vegetative dapat menyebabkan tanaman mati. Menurut Semangun (1994), bahwa S. roflsii menghasilkan sklerotia yang tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Bahkan di dalam tanah dapat bertahan 6-7 tahun. Hal ini menimbulkan kesulitan besar bagi usaha
  • 3. mengurangi inokulum penyakit dalam tanah. Upaya pengendalian penyakit tanaman yang disebabkan oleh cendawan S. roflsii dapat dilakukan dengan memanfaatkan Trichoderma spp.. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Papavizaz (1985) dalam Sulistyowati, dkk., (1997), bahwa pengendalian penyakit busuk batang sklerotium juga dapat dilakukan secara hayati dengan menggunakan cendawan antagonis, misalnya Trichoderma spp.. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Nurhayati (2001), dimana dapat diketahui bahwa daya hambat Trichoderma spp. terhadap infeksi S. roflsii pada akar bibit cabai. Trichoderma spp. pada hari ke 21 (20,18%) meningkat sebesar 9,28% pada hari ke 28 menjadi 30%. Sedangkan pada hari ke 35 intensitas daya hambat meningkat 0,80% menjadi 30,80%. Dalam penelitian ini penghambatan Trichoderma spp. terhadap infeksi S. roflsii terus meningkat. Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian Trichoderma spp. ke dalam tanah menghambat daya infeksi S. roflsii. Mekanisme penghambatan dari Trichoderma spp. terhadap infeksi S. roflsii dapat terjadi melalui beberapa mekanisme diantaranya dengan memproduksi senyawa gliotoksin dan viridian yang bersifat toksik terhadap cendawan lain (Cook dan Baker, 1989 dalam Sumartini, dkk., 1994). Penyakit yang sering menyerang tanaman Cabai adalah busuk buah yang disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici. Cendawan C. capsici dapat bertahan dilapangan pada sisa tanaman sakit. Apabila keadaan atau kondisi lingkungan sesuai seperti hujan terus menerus dan kelembaban tinggi, maka perkembangan penyakit lebih cepat dari lahan satu ke lahan lainnya (sastrahidayat, 1988). Dari hasil penelitian Baharia (2000) menunjukkan bahwa Trichoderma spp. mampu menghambat pertumbuhan C. capsici pada media PSA maupun pada buah Cabai. Salah satu factor yang menyebabkan pertumbuhan C. capsici terhambat karena cendawan Trichoderma spp. dapat mengeluarkan toksin yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan bahkan mematikan inangnya. Dari hasil penelitian Nurhaedah (2002), tentang pengaruh aplikasi Trichoderma spp. dan mulsa terhadap persentase serangan penyakit antraknosa pada buah tanaman cabai merah besar. Hasil analisis statistik pada panen I, menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma spp. tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase serangan penyakit antraknosa. Penyebab terjadinya hal tersebut, diduga karena Trichoderma spp. belum berinteraksi dengan cendawan C. capsici sebagai akibat dari : (1) ruang tumbuh yang masih cukup untuk pertumbuhan Trichoderma spp. dan (2) media tumbuh yang mengandung bahan organik sehingga Trichoderma spp. masih memanfaatkan nutrisi yang ada pada media tersebut. Litshitz,et.al.,
  • 4. (1986) dalam Talanca (1998) mengemukakan bahwa mekanisme antagonis antara Trichoderma spp. terhadap patogen merupakan interaksi bersifat mikroparasitisme yang dimulai setelah hifa parasit melakukan kontak fisik dengan hifa inang. Selanjutnya aktivitas biologis dalam tanah terjadi karena mikroorganisme antagonis berkompetisi dalam hal makanan, menghaislkan antibiotik yang bersifat racun dan melakukan parasitisme terhadap patogen (Djafaruddin, 2000). Pada Panen kedua dan ketiga perlakuan Trichoderma spp. berpengaruh nyata terhadap persentase serangan penyakit antraknosa. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya persentase serangan penyakit pada perlakuan Trichoderma spp. (P1) yaitu rata-rata 35,71% bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa Trichoderma spp. (P0) yaitu mencapai 47,14% pada panen kedua. Pada panen ketiga persentase serangan rata-rata 30,14% pada perlakuan Trichoderma spp. sedangkan pada perlakuan tanpa Trichoderma spp. rata-rata 44,53%. Terjadinya penurunan persentase serangan penyakit berarti bahwa Trichoderma spp. telah mampu menekan pertumbuhan patogen antraknosa. Hal ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dan adanya sifat antagonis dari cendawan Trichoderma spp.. Mukerji dan Garg (1986) dalam Djatmiko dan Rohadi (1997) melaporkan bahwa mikroorganisme antagonis terutama Trichoderma spp.. Mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen terbawa tanah terutama dalam mendapatkan nitrogen dan karbon. Selain itu, cendawan Trichoderma spp.. Mempunyai kemampuan untuk menghasilkan enzim hidrolitik 1,3 glukanase, kitinase dan selulase. Enzim-enzim inilah yang secara aktif merusak sel-sel jamur yang sebagian besar tersusun dari 1,3 glukan ( linamirin) dan kitin sehingga dengan mudah jamur Trichoderma spp.. Dapat melakukan penetrasi ke dalam hifa jamur inangnya (Harman dan Elad, 1983 dalam Talanca,dkk., 1998). KESIMPULAN Dari penulisan diatas dapat disimpulkan bahwa Trichoderma spp. mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai agens hayati dalam pengendalian penyakit tanaman, hal ini dikarenakan sifat Trichoderma spp. sebagai cendawan antagonis yang dianggap aman bagi lingkungan karena cendawan ini berasal dari tanah dan dapat berfungsi sebagai pengurai unsur hara tanaman serta dalam pengendalian penyakit memberikan hasil yang cukup memuaskan Sumber : Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara
  • 5. Trichoderma sp bukan hanya digunakan untuk pupuk biologi/fungisida biologi saja tetapi ada manfaat yang lain, maspary di Gerbang Pertanian ini kembali memosting tentang jamur yang satu ini. Ketersediaan agens hayati di alam yang melimpah tentu menjadi potensi yang sangat besar. Hal ini perlu diketahui dan terus disebar luaskan kepada petani, penyuluh, dan stakeholder pertanian lainnya. Agens hayati yang akan kita bahas saat ini adalah jamur Trichoderma. Potensi jamur Trichoderma sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanamantelah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderma,sp. Juga berfungsi sebagaidekomposer dalam pembuatan pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma pada pembibitan tanaman guna mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran petani akan arti penting perlindungan preventif perlahan telah tumbuh. Jamur Trichoderma sp sering digunakan untuk mengendalikan Fusariumoxysporum (penyebab penyakit busuk batang pada tanaman Vanili), Phytophtora sp (penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman Lada) dan Rigidoporus lignosus ( penyebab penyakit Jamur akar putih pada tanaman Karet). Selain itu juga efektif mengendalikan Phytium sp yang merupakan patogen tular tanah penyebab penyakit rebah kecambah pada kacang-kacangan. Jamur ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain: 1. Mudah diisolasi, dikembangkan, dan daya adaptasinya luas
  • 6. 2. Mudah ditemukan di tanah areal pertanaman, shg pertumbuhan pd saat aplikasi lebih mudah. 3. Dapat tumbuh secara cepat pada berbagai substrat. 4. Memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas. 5. pada umumnya tidak patoen pada tanaman. Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti pada tanaman jagung dan tanaman hias. Mekanisme antagonis jamur ini dapat difahami sebagai berikut. Saat mikroba patogen sedang dalam masa dorman, serangan antagonis jamur Trichoderma dapat menyebabkan kerusakan biologis inokulum patogen. Mekanisme antagonis ini dapat berupa predasi, perparasi, dan parasitisme propagul. Bentuk lain dari antagonisme adalah dengan penekanan perkecambahan propagul melalui kompetisi karbon, nitrogen, ion besi, oksigen dan unsur penting lainnya. Sedangkan antagonis pada permukaan tanman meliputi antibiosis, kompetisi dan predasi. Mikoparasitisme dari Trichoderma Sp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma Sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma Sp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang. Mekanisme kerja Trichoderma spp. (salah satunya adalah T. koningii) adalah menekan perkembangan JAP dengan cara pembentukan antibiotik dan mikroparasitisme, kompetisi dan kolonisasi rizomorfa. Mekanisme penghancuran Jamur Akar Putih (JAP) terjadi melalui proses lisis miselium dan rizomorfa. Lisis merupakan proses enzimatik oleh enzim selulose yang dihasilkan oleh T. koningii. Trichoderma harzianum menekan pertumbuhan jamur phythoptora infestan pada tanaman kentang.Jamur trichoderma harsianum ini merupakan jamur isolat lokal,jadi apabila menggunakan kompos akan mendukung berkembang biaknya
  • 7. jamur trichoderma ini sehingga dapat menekan pertumbuhan phythopthora dilahan kentang. Jamur trichoderma merupakan salah satu jenis jamur mikroparasitik/bersifat parasit terhadap jenis jamur lain.Nah karena sifat2 inilah maka trichoderma dapat kita manfaatkan sebagai agen biokontrol terhadap jenis2 jamur fitopatogen. Keuntungan dan keunggulanya adalah mudah dimonitor dan dapat berkembang biak,sehingga keberadaanya di lingkungan dapat bertahan. Ketergantungan kita terhadap bahan-bahan kimia (pupuk kimia) apalagi bahan yang bersifat sebagai racun (insektisida, fungisida dan bakterisida) harus segera kita tinggalkan. Kita harus menggali bahan-bahan disekitar kita yang bisa kita manfaatkan untuk mengganti bahan-bahan kimia tersebut. Sudah saatnya kita kembali ke alam. Banyak mikroorganisme yang dapat kita manfaatkan untuk proses kelestarian lingkungan kita. Salah satu mikroorganisme fungsional yang dikenal luas sebagai pupuk biologis tanah dan biofungisida adalah jamur Trichoderma sp. Mikroorganisme ini adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan. Spesies Trichoderma disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. Harzianum, T. Viridae, dan T. Konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Biakan jamur Trichoderma dalam media aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida. Trichoderma sp dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, dll. Sifat antagonis Trichoderma meliputi tiga tipe : 1. Trichoderma menghasilkan sejumlah enzim ekstraseluler beta (1,3) glukonase dan kitinase yang dapat melarutkan dinding sel patogen 2. Beberapa anggota trichoderma sp menghasilkan toksin trichodermin. Toksin tersebut dapat menyerang dan menghancurkan propagul yang berisi spora-spora patogen disekitarnya 3. Jenis Trichoderma viridae menghasilkan antibiotik gliotoksin dan viridin yang dapat melindungi bibit tanaman dari serangan penyakit rebah kecambah Pupuk biologis dan biofungisida Trichoderma sp dapat dibuat dengan inokulasi biakan murni pada media aplikatif, misalnya dedak. Sedangkan biakan murni
  • 8. dapat dibuat melalui isolasi dari perakaran tanaman, serta dapat diperbanyak dan diremajakan kembali pada media PDA (Potato Dextrose Agar). Isolasi banyak dilakukan oleh kalangan peneliti maupun produsen pupuk, tetapi masih terlalu merepotkan untuk diadopsi oleh petani. Sebagai petani, untuk lebih efisiennya dapat memproduksi pupuk biologis yang siap aplikasi saja, sehingga hanya perlu membeli dan memperbanyak sendiri biakan murninya dan diinokulasikan pada media aplikatif. Atau jika menginginkan kepraktisan dapat membeli pupuk yang siap tebar untuk setiap kali aplikasi. Dari beberapa literatur yang pernah saya baca dengan penambahan pupuk biologis Trichoderma sp akan meningkatkan efisiensi pemupupukan. Pada tanah yang tandus pemberian pupuk organik Trichoderma sp dan pupuk kimia secara bersamaan akan memberikan hasil yang maksimal daripada pemberian pupuk organik atau pupuk kimia secara terpisah walaupun dengan jumlah yang banyak. Dengan pemberian pupuk organik akan menghemat penggunaan pupuk kimia. Biasanya penyakit layu dan busuk pangkal batang pada tanaman disebabkan oleh jamur fusarium sangat sulit dikendalikan dengan fungisida kimia. Oleh karena itu tidak ada salahnya kita mencoba mengaplikasikan pupuk biologis dan biofungisidaTrichoderma sp pada tanaman kita untuk mencegah penyakit akar dan busuk pangkal batang yang dapat menyebabkan layu tanaman. Kemampuan dan mekanisme ''Trichoderma'' dalam menghambat pertumbuhan patogen secara rinci bervariasi pada setiap spesiesnya.<ref name="g">{{en}} Laskin AI, Bennett JW, Gadd GM.Advances in Applied Microbiology. San Diego:Elsevier Academy Press.Hlm 314.</ref> Perbedaan kemampuan ini disebabkan oleh faktor [[ekologi]] yang membuat produksi bahan [[metabolit]] yang bervariasi pula.