SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
Download to read offline
Gadis manis di dalam bis




        Seneng deh akhirnya udah naik kelas tiga
dengan sukses tanpa remidi yang berarti. Meskipun
hari-hari baru di kelas baru masih menyisakan
kesedihan baginya. Aldo, sudah tak nampak lagi
berseliweran di sekolah ini. Hatinya mencelos. Oliv
selalu mengingat kenangan manisnya dengan Aldo. Saat
hari-hari terakhir sebelum dia pergi ke Jakarta. Ohh, Oliv
merasa sangat kesepian. 2 bulan sebelum kepergiannya,
Aldo tak pernah lupa menjemput Oliv sekolah. Malam
minggu selalu candle light dinner di kafe ”marisa”. Kafe
langganan yang murah tapi enak. Nggak cuma itu aja
Oliv sedih, pasalnya dia mesti pisah ama ketiga
sohibnya. Kiki dan Engel berhasil masuk jurusan IPA
yang udah lama diidam-idamkannya, sedangkan Erly
yang tadinya ikut-ikutan mau masuk IPA (dia sudah satu
paket ama Engel jadi nggak bisa dipisahin) ditolak
gosong-gosong (kalo’ mentah-mentah udah biasa kali!)
sama Pak Andre (ketua jurusan IPA) lantaran nilai Fisika
dan Biologinya nggak memenuhi syarat. Walhasil Erly
terpaksa masuk jurusan IPS, karena nilai sejarahnya
lumayan bagus. Oliv sendiri masuk jurusan bahasa, dari
dulu Oliv emang pengen jadi penulis ulung, so, jurusan
bahasa menjadi final destination-nya. Di kelas ini Oliv
banyak mendapatkan teman baru. Diantaranya ada



                                                        1
Raka, yang suka ngomong pake’ pantun, Dela yang
seneng nyobain cutex pas pelajaran, ada juga si kembar
Edo dan Edi yang meskipun kembar tapi bodi dan
parasnya beda persis kaya’ tokoh di sinetron Jono dan
Lono, padahal jarak kelahirannya cuma 2 hari (ya pantes
aja, si Edi kelamaan di perut jadi mengkerut kali!).
Tadinya Oliv pikir itu cuma rekayasa si pembuat
skenario sinetron, tapi ternyata di kehidupan nyata ada
juga lho.
        Ngomong-ngomong soal si kembar, terdapat
perbedaan perlakuan teman-teman kepada keduanya.
Contohnya pas si kembar dibeliin moge yang sama
persis ama kedua orang tuanya hadiah ulang tahun ke
17. Keduanya pun mengendarai motor itu ke sekolah,
komentar yang mampir untuk Edo ”Wah..., keren! Kaya’
James Bond!” diselingi teriakan histeris cewek-cewek
yang kebetulan ngeliat. Sedangkan komentar untuk Edi
“Awas! Ada Mandragade lewat!!!” sambil ketawa
cekakakan. Begitu juga pas keduanya kena belekan
(sakit mata merah dan menular) sehingga mesti pake’
kacamata hitam ke sekolah. Komentar yang datang
pada Edo ”Wow!, kaya’ yang di film matrix tuh!” dan
komentar untuk Edi ”Wah, ada tukang pijit nih!”. Ada
lagi kejadian pas Edo dan Edi ngajakin kencan sama
cewek idamannya. Edo nuangin air ke gelas si cewek,
dan orang-orang berkomentar ”Gentleman bener
cowok lu”. Edi yang juga nuangin air ke gelas si cewek
dikomentarin “maklum, naluri pembantu” Idiiiiih....
bener-bener kelewatan! Meski kembar, mereka itu
berbeda loh, dan meskipun beda mereka itu kembar!
        Raka, yang asli orang Gunung Kidul Jogjakarta
ngomongnya medhok banget. Meskipun begitu otaknya


                                                     2
tokcer juga. Kemarin aja dia dapet rangking 3 pas
kenaikan kelas. Anehnya setiap bicara selalu diawali
dengan pantun, baik yang satu baris sampiran satu baris
isi, maupun dua baris sampiran dua baris isi. ”Makan
kue, makan kedondong, pinjemin gue pensil dong!”
katanya suatu saat pada Oliv. ”Nggak punya” jawab Oliv
singkat. ”beli acar nggak punya duit, dasar anak pelit!”
ujarnya lagi. ”eh, udah minjem ngatain gue pelit lagi!
Dibilang nggak punya ya nggak punya tau!” Oliv
membalas dengan judes. ”Singa barong banyak bulu,
kalo’ ngomong dipikir dulu, liat tuh pensil punya siapa?”
Raka menunjuk pensil yang lagi dipake’ Oliv nulis.
”Sialan! LAGI DIPAKE’! DASAR KATRO!” Oliv jadi tambah
sebel, udah medhok, ngatain orang, nggak modal, mau
minjem pensil yang lagi dipake’ lagi!
         Lain lagi soal Dela, dia demen banget nyobain
cutex pas pelajaran. Hari ini warnanya hijau, besoknya
pink, pas abis istirahat kedua warnanya udah diubah
lagi jadi silver. Hiii hii, cepet banget berubah ya, kaya’
bunglon aja. Setiap pelajaran pasti punya jam bosan,
yaitu saat dimana otak sudah mencapai titik kulminasi
dan nggak bisa dimasukin ilmu lagi. Ibarat ember udah
terlalu penuh airnya, hingga membludak, artinya pikiran
udah nggak fokus lagi dan melebar kemana-mana. Dan
setiap anak punya caranya sendiri untuk menghilangkan
rasa boring, ada yang main catur di kolong meja, ada
yang terlelap dengan sukses di bangku mereka masing-
masing, ada juga yang pamitnya mau ke belakang
ternyata ke kantin sekedar buat beli POP ICE. Emang
nggak salah sih, kantin kan letaknya di belakang
sekolah.... Teman-teman Oliv selebihnya wajah-wajah
lama yang sudah akrab di mata maupun telinga Oliv.


                                                        3
Ada Pompi si pujangga kapiran yang endut nggak
ketulungan (beratnya mencapai 1 kuintal 2 kilo), ada
Rhena si imut, ada Yoshi, Tia, dll yang nggak bisa
disebutin satu-satu.
         Di kelas yang baru, Oliv emang terpisah sama
gengnya, tapi ada satu geng yang dari dulu nggak
terpisahkan. Mereka menyebut dirinya geng gaul yang
personelnya terdiri dari Rika, Dena, dan Sinta. Setiap
hari dandanan mereka selalu di-update, dan sering
menjadi trendsetter di sekolah. Gaya dan aksesori
mereka mirip dandanan Ala Agnes monica di setiap
sinetronnya. Rambut warna-warni kayak gulali,
sisirannya dibuat acak-acakan, rok pendek, baju ketat,
gelang dan kalung model gothic, serta ikat pinggang
yang mirip punya Avril Lavigne. Koridor sekolah bahkan
lebih mirip catwalk saat mereka menyusurinya. Selalu
jadi perhatian, selalu memberi inspirasi, selalu
mengundang decak kagum. Hebatnya walaupun
sebenernya otak mereka kosong melompong kaya’
kambing ompong, mereka tetep jadi idola. Entahlah
kenapa, Oliv sendiri nggak interest sama mereka.
Pernah Oliv ditawarin gabung, tapi Oliv menolak.
Persahabatan mereka emang kompak, tapi Oliv sangat
cinta dengan gengnya. Meski Engel suka berbelit-belit
kalo’ ngomong dan agak narsis, tapi dia sangat solider,
meski Kiki sedikit galak dan latah, tapi dia lucu, meski
Erly agak tulalit, tapi dia sangat baik hati. Yah, namanya
juga manusia, pasti nggak ada yang sempurna kan? Oliv
sadar kalo’ kita sudah bisa menerima kekurangan orang
lain, berarti kita siap untuk bersahabat selamanya.
         Minggu ini Oliv mendapat tugas khusus dari
bunda Yup! Dia didaulat untuk menjadi kurir soto


                                                        4
banyumas bikinan bunda yang lezat nan memikat untuk
Om Sis yang tinggal di Purbalingga. Om Sis, adik bunda
yang jadi ABRI itu baru pulang bertugas dari Papua, dan
dia kangen sama masakan bunda. Andi yang tadinya
mau disuruh, beralasan banyak pr (padahal di kamar
lagi molor). Pulangnya Oliv dianter Om Sis ampe
terminal. Oliv seneng banget dikasih oleh-oleh kaos
sama gantungan kunci patung orang asmat, ditambah
uang jajan yang jumlahnya lumayan. Pokoknya Andi
nyesel deh nggak mau disuruh bunda. Sejak mau
berangkat bunda mewanti-wanti supaya Oliv jangan
sampai ketiduran selama dalam bus. Soalnya pernah
kejadian, Oliv kebablasan ampe Wonosobo, dan harus
naik bus lagi balik ke Purbalingga. Oliv emang punya
kebiasaan minum obat anti mabuk kalau mau bepergian
naik bus (ih..., kebangetan yah! Purwokerto-Purbalingga
kan paling lama juga satu jam, masa’ sampai mabuk
segala). Nah, begitu bayar ongkos ke kondektur, Oliv
biasanya langsung ngorok seketika. Suasana terminal
bus Purbalingga sore itu padat dengan pemudik-
pemudik langganan. Sebagian berjalan cepat takut
ketinggalan bus, sebagian lagi duduk di kursi menunggu
kedatangan bus yang mau ditumpanginya. Para calo
udah siap-siap memburu calon penumpang, mereka
berusaha menawarkan bus jurusan tertentu, suaranya
campur aduk dengan deru mesin. Oliv mencari tempat
duduk di belakang sopir, Om Sis sempat titip sama pak
sopir supaya dibangunkan kalo’ ketiduran sampai
tujuan. Tapi, baru lima belas menit Oliv
menghempaskan tubuhnya ke jok, pengemis yang lewat
udah tiga orang, pengamen satu, dan dua tukang koran.
Untung Oliv udah nyiapin uang kecil buat mereka, jadi


                                                     5
Oliv nggak perlu takut mengecewakan pengemis dan
pengamen jalanan itu. Oliv membuka tabloid yang baru
saja dibelinya dari tukang koran untuk menghilangkan
ke-boringannya menunggu bus penuh penumpang.
”Tisu mbak, Aqua... Aqua!” teriak seorang pedagang
asongan menawarkan barang dagangannya. ”Enggak,
makasih” jawab Oliv sambil memandang si pedagang
dari sudut tabloidnya. Namun alangkah terkejutnya
ketika Oliv mengenali sosok si pedagang asongan. ”Lho?
Rika?” Oliv setengah melongo. Si pedagang asongan
langsung cepat-cepat turun dari bus, Oliv yang ingin
mengejar Rika harus rela terjebak dalam kerumunan
orang yang mulai mamadati bus. Tangan-tangan mereka
bergelantungan pada atap bus, bau keringat yang
kurang sedap dan hilir mudik para pedagang asongan
serta para pengamen membuat Oliv mengurungkan
niatnya untuk memanggil Rika dan kembali ke tempat
duduknya. Rupanya Oliv kalah gesit, hingga kehilangan
jejak Rika. Oliv hanya bisa pasrah memandangi teman
sekelasnya itu lewat jendela bus. Dilihatnya Rika terus
berjalan cepat, kadang setengah berlari mengejar bus
yang sudah berangkat, gerakannya sangat cekatan,
bergelantungan dari satu bus ke bus berikutnya.
         Oliv nggak habis pikir, baginya Rika bagaikan
punya dua kepribadian. Di sekolah, Rika dikenal sebagai
Jenifer Lopeznya SMU Nusa Bangsa. Bersama Dena dan
Sinta, mereka dibilang funky abis! Tapi..., yang
dilihatnya beberapa hari lalu di terminal itu? Kok
berbeda dengan Rika di sekolah sih? Kaosnya lusuh,
celana jeansnya udah butut, pake’ sandal jepit yang
mau copot, cuma rambutnya aja yang tetep sama,
acak-acakan! Anehnya lagi, sejak pertemuan sore itu,


                                                     6
sekarang Rika jadi senang menyendiri ketimbang
ngeceng dengan geng-nya. Padahal, biasanya mereka
bertiga udah nongkrong di kantin setiap jam istirahat.
Perubahan sikap ini membuat Oliv makin penasaran
dengan gadis manis nan misterius itu.
”Hai Rik,...” Oliv menyapa Rika yang lagi sibuk menulis,
tumben! Jam istirahat begini biasanya Rika dan duo
sohibnya udah beredar kemana-mana. ”Kok nggak
keluar?” Oliv nanya lagi, sapaan yang tadi nggak
dijawab.
”Bisa diem nggak sih? Aku lagi ngerjain PR!” bentak
Rika. Oliv jadi terkaget-kaget dibuatnya. Belum selesai
bengongnya, Rika membentak lagi ”Udah bengongnya?
Cepet pergi! Ganggu aja!”. Oliv lalu segera beranjak dari
sebelah tempat duduk Rika tanpa menunggu dibentak
untuk ketiga kalinya. Busyet...!
         Bukan Oliv namanya kalau pantang menyerah,
setiap hari Oliv selalu nyemperin Rika di mejanya.
”Kamu bohong sama aku ya? Kata ustadz Sanusi bohong
itu dosa lho!” kata Oliv. ”Maksud lo apa?” Rika
menjawab pendek sambil terus menulis. ”Kamu nggak
lagi ngerjain PR kan? Tapi lagi nulis cerpen, iya kan?”
selidik Oliv. Rika tersenyum sinis. ”Boleh baca nggak?”
pinta Oliv. Rika menyodorkan buku tulisnya, Oliv serta
merta menyambut dengan gembira dan sangat antusias
membacanya.
”wah..., bagus banget loh, kamu kirimin aja ke majalah
atau tabloid!” usul Oliv
”Nggak usah memuji deh!, nggak usah cari muka!”
komentar Rika, masih agak sinis.
”Eh..., siapa bilang gue cari muka? Dari tadi muka gue
juga disini, beneran nih, ceritanya asyik!” Oliv tulus


                                                       7
memuji. Rika hanya menarik nafas panjang. ”nggak ah,
aku nggak pede” jawabnya singkat. ”Ayo dong, kamu
harus pede, ini bagus banget, aku suka deh” Oliv
merajuk. Setelah dibujuk dan disemangati, akhirnya
Rika mau juga, Oliv sempat heran, anak macam Rika kok
punya rasa nggak pede juga ya? Padahal kelihatannya
dari luar, seluruh anggota geng gaul itu over confident
banget.
        Sepulang sekolah, Oliv dan Rika langsung
menuju laboratorium komputer di lantai dua, Oliv
membantu Rika mengetik naskah cerpennya lewat
program pengolah kata. Untung pak Ridwan, sebagai
laboran mengizinkan mereka menggunakan lab seusai
jam pelajaran. Oliv mengirimkan cerpen-cerpen Rika ke
beberapa tabloid dan majalah remaja. Oliv rela
menyisakan uang jajannya untuk biaya pengiriman
cerpen-cerpen itu.
”Rik, ntar siang ke lab lagi ya? Masih ada beberapa
cerpen yang belum diketik” ajak Oliv penuh semangat.
”Sorry liv, ibuku sedang sakit gue harus cepet pulang”
jawab Rika menyesal. ”Oh, nggak papa, biar aku aja
yang ngetik, kamu pulang aja” kata Oliv. (kok malah dia
yang lebih semangat ya?). ”Kamu yakin, mereka bakalan
memuat cerpenku?” tanya Rika. ”Yang penting udah
usaha” Oliv mencoba bijak. ”Eh, Rik, ngomong-
ngomong, apa ibumu nggak marah kamu pake’ rok mini
ke sekolah?” tanya Oliv penasaran. Rika dan Oliv
berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. ”Ibuku
nggak tahu kok, setelah nyampe ke sekolah aku baru
ganti pake’ rok ini” jawab Rika ringan. ”Wah, kalau
ketahuan pasti ibumu ngomel-ngomel!” tebak Oliv.




                                                     8
”Iya... ha.... ha.... ha” Rika tergelak, mungkin dia sedang
membayangkan ibunya ngomel-ngomel.
         Untuk membiayai hidup Rika dan kedua
adiknya, ibunya bekerja sebagai tukang cuci di desanya.
Sebagai anak sulung, sudah kewajiban Rika untuk
membantu meringankan beban ibunya dengan
berjualan setiap sabtu dan minggu sore di terminal.
Soalnya, Lina dan Rudi adiknya udah tiap hari jualan di
terminal. Rika kan tinggal di asrama, jadi dia cuma
punya waktu senggang pas weekend doang. Maklum,
bapak Rika udah tua dan sakit-sakitan. Penampilan Rika
yang nganeh-anehi dengan berdandan ala Britney
Spears di sekolah itu semata-mata supaya diakui
keberadaannya oleh geng gaul-nya. Namun, belakangan
Dena dan Sinta, anggota geng yang lain menjauhi Rika
setelah tahu status sosial ekonomi mereka berbeda.
Mereka tahunya Rika masih anak pegawai yang kaya,
mereka nggak tahu kalo’ bapaknya udah di PHK dan
sering sakit-sakitan. Sudah lama Rika memendam
rahasia ini. Dan mulanya Rika menganggap Oliv yang
nyebarin rahasianya. Jadi Rika keki berat. Tapi, akhirnya
Rika tahu kalo’ Dena dan Sinta sering membuntutinya
sewaktu weekend, karena beberapa kali Rika bolos di
acara-acara mereka. Rika jadi sadar, mereka tidak tulus
berteman dengannya. Hidup mereka terlalu banyak
dihabiskan dengan hura-hura dan urusan duniawi,
hingga Rika memutuskan untuk mencari teman lain
yang bisa menerima apa adanya.
         Dua bulan telah berlalu, namun tak satupun
cerpen Rika yang dimuat majalah atau tabloid remaja.
Rika sering mengecek dengan meminjam majalah dan
tabloid dari tukang koran yang biasa mangkal di


                                                         9
terminal. Rika hampir putus asa karenanya. ”Liv, dari
awal sebenernya gue udah tahu, cerpenku nggak
bakalan dimuat, jadi gue nggak kecewa” ucap Rika.
”Mungkin kita harus mendatangi penerbit majalah itu,
gimana?” tanya Oliv. ”Udah deh Liv, jangan mimpi, gue
ini siapa? Gue harus tahu diri” jawab Rika. ”Ayo dong,
jangan cengeng, kita coba lagi” Oliv memeluk Rika.
         Pulang sekolah, Oliv mencetak beberapa cerpen
terbaik Rika. Oliv berniat membawa cerpen-cerpen itu
ke majalah pelajar LENTERA. Alamat redaksinya ia
dapatkan dari majalah langganan sekolahnya. Dan ia
sangat tidak sabar menuju kesana.
”Bagaimana om, bagus nggak cerpennya?” tanya Oliv
pada pak Dimas, redaktur majalah LENTERA. ”Hmm...,
satu minggu lagi kamu ke sini ya?” jawab pak Dimas
sambil terus membaca cerpen itu. Oliv lalu permisi
pulang.
Seminggu kemudian, Oliv menagih janji. ”Maaf, saya
Oliv, saya mau menanyakan cerpen yang minggu lalu
saya kirim ke sini” Oliv mengutarakan maksudnya.
”Duduk dulu anak manis,...” pak Dimas mempersilakan
Oliv duduk. ”Cerpennya bagus sekali, saya sudah
rekomendasikan untuk dimuat dalam majalah LENTERA
edisi bulan depan” lanjut pak Dimas. ”Aduuh, makasih
banyak om, Oliv seneng banget nih, tapi...” Oliv
menghentikan kalimatnya sejenak. ”Tapi apa?” tanya
pak Dimas nggak sabar. ”Yang nulis cerpen bukan Oliv,
tapi temen Oliv, Rika namanya” lanjut Oliv. ”Ow ya? Kok
temenmu nggak diajak kesini? Ya udah, bilang sama
temen kamu, emmm, siapa tadi? Rika ya? Bilang suruh
kesini untuk ngambil honor, lumayan lho...” kata pak




                                                    10
Dimas. ”Oke deh om, sekali lagi terima kasih banyak”
jawab Oliv.
         Habis dari redaksi majalah LENTERA, Oliv nggak
langsung pulang. Dia malah naik bus ke terminal
Purbalingga. Apalagi kalau bukan mencari sosok Rika.
Dicari-carinya seorang yang sudah sangat dikenalnya.
”Rika...! Rik..!” Oliv setengah berlari mengejar Rika yang
udah mau naik bus. ”Apaan sih, pake’ teriak-teriak
segala, kan malu diliatin banyak orang!”
”Tunggu deh, cerpen... lu... dimuat...” Oliv sampai
terputus-putus ngomongnya. Diaturya napas yang
kembang kempis itu.
”Yang bener lu?”
”Yeee..., ngapain juga bo’ong, lu disuruh ke redaksi
ngambil honor” jawab Oliv serius.
”Hore! Hore!” teriak Rika ditimpali teriakan Oliv yang
serak-serak sember. Rika mengibaskan rambutnya yang
merah, Oliv mengacak rambutnya yang masih rapi,
seperti penyanyi rock yang sedang konser.
Semua mata tertuju pada keduanya.
Tapi mereka nggak peduli.
Mungkin orang-orang nganggep mereka udah sableng.
Biarin, pikir Oliv dan Rika.
Lalu keduanya berlarian mengejar bus yang mau
berangkat.
Bergelantungan, sambil menawarkan dagangan.
Entah kenapa, dagangan Rika jadi laris manis hari itu.
Dan Oliv terengah-engah mengikuti gerakan Rika yang
lincah.
Rika... rika..., di usiamu yang masih muda dan
tingkahmu yang enerjik, kau sudah sangat mandiri.




                                                       11
12

More Related Content

What's hot (20)

Ekstraksi cair cair
Ekstraksi cair cairEkstraksi cair cair
Ekstraksi cair cair
 
Macam-Macam Sediaan Larutan
Macam-Macam Sediaan LarutanMacam-Macam Sediaan Larutan
Macam-Macam Sediaan Larutan
 
Laporan lengkap ekstraksi
Laporan lengkap ekstraksiLaporan lengkap ekstraksi
Laporan lengkap ekstraksi
 
Farmasi : Soxhletasi
Farmasi : SoxhletasiFarmasi : Soxhletasi
Farmasi : Soxhletasi
 
Emulsi Farmasi
Emulsi FarmasiEmulsi Farmasi
Emulsi Farmasi
 
Soal latihan ilmu resep (2)
Soal latihan ilmu resep (2)Soal latihan ilmu resep (2)
Soal latihan ilmu resep (2)
 
Uji analgesik metode refleks geliat (writhing reflex)
Uji analgesik metode refleks geliat (writhing reflex)Uji analgesik metode refleks geliat (writhing reflex)
Uji analgesik metode refleks geliat (writhing reflex)
 
Bahan Ajar Alat Kesehatan
Bahan Ajar Alat KesehatanBahan Ajar Alat Kesehatan
Bahan Ajar Alat Kesehatan
 
Emulsi jadi
Emulsi jadiEmulsi jadi
Emulsi jadi
 
decompensasi cordis
 decompensasi  cordis decompensasi  cordis
decompensasi cordis
 
Suspensi
SuspensiSuspensi
Suspensi
 
Efek obat
Efek obatEfek obat
Efek obat
 
Postural drainage
Postural drainagePostural drainage
Postural drainage
 
Makalah alkaloid-dan-terpenoid
Makalah alkaloid-dan-terpenoidMakalah alkaloid-dan-terpenoid
Makalah alkaloid-dan-terpenoid
 
Farmakologi
Farmakologi Farmakologi
Farmakologi
 
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBATPENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
PENGGOLONGAN DAN BENTUK SEDIAAN OBAT
 
Pengenceran & metode sebar
Pengenceran & metode sebarPengenceran & metode sebar
Pengenceran & metode sebar
 
Laporan resmi emulgel kamfer dan menthol
Laporan resmi emulgel kamfer dan mentholLaporan resmi emulgel kamfer dan menthol
Laporan resmi emulgel kamfer dan menthol
 
BCS kelas 1
BCS kelas 1BCS kelas 1
BCS kelas 1
 
RESUME OPERASI HUMIDIFIKASI
RESUME OPERASI HUMIDIFIKASIRESUME OPERASI HUMIDIFIKASI
RESUME OPERASI HUMIDIFIKASI
 

Similar to Gadis di Bis

Similar to Gadis di Bis (18)

Serial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentine
Serial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentineSerial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentine
Serial Oliv Buku 3 Bab 5 : Black valentine
 
Prom nite
Prom niteProm nite
Prom nite
 
Serial Oliv Buku 3 Bab 2 : Secercah harapan buat raka
Serial Oliv Buku 3 Bab 2 : Secercah harapan buat rakaSerial Oliv Buku 3 Bab 2 : Secercah harapan buat raka
Serial Oliv Buku 3 Bab 2 : Secercah harapan buat raka
 
Bedah buku andy noya kisah hidupku-
Bedah buku andy noya  kisah hidupku-Bedah buku andy noya  kisah hidupku-
Bedah buku andy noya kisah hidupku-
 
Serial Oliv Buku 3 Bab 4 : Pesta tengah malam
Serial Oliv Buku 3 Bab 4 : Pesta tengah malamSerial Oliv Buku 3 Bab 4 : Pesta tengah malam
Serial Oliv Buku 3 Bab 4 : Pesta tengah malam
 
Serial Oliv Buku 3 Bab 3: Selai ubay
Serial Oliv Buku 3 Bab 3: Selai ubaySerial Oliv Buku 3 Bab 3: Selai ubay
Serial Oliv Buku 3 Bab 3: Selai ubay
 
Cerita versi ku
Cerita versi kuCerita versi ku
Cerita versi ku
 
Valleria verawati.pacarkujuniorku
Valleria verawati.pacarkujuniorkuValleria verawati.pacarkujuniorku
Valleria verawati.pacarkujuniorku
 
18sx adik pun-tahu
18sx adik pun-tahu18sx adik pun-tahu
18sx adik pun-tahu
 
Pacarku juniorku
Pacarku juniorkuPacarku juniorku
Pacarku juniorku
 
Bab VII Kelas XI Seni Budaya
Bab VII Kelas XI Seni BudayaBab VII Kelas XI Seni Budaya
Bab VII Kelas XI Seni Budaya
 
Science of love
Science of loveScience of love
Science of love
 
Science of love
Science of loveScience of love
Science of love
 
Puisi untuk tuhan
Puisi untuk tuhanPuisi untuk tuhan
Puisi untuk tuhan
 
cerpen Thank you
cerpen Thank you cerpen Thank you
cerpen Thank you
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Post 1
Post 1Post 1
Post 1
 
Orang pertama
Orang pertamaOrang pertama
Orang pertama
 

More from Tenia Wahyuningrum (20)

Measuring User Experience
Measuring User ExperienceMeasuring User Experience
Measuring User Experience
 
Populasi dan sampel dalam penelitian HCI
Populasi dan sampel dalam penelitian HCIPopulasi dan sampel dalam penelitian HCI
Populasi dan sampel dalam penelitian HCI
 
10th heuristic evaluation
10th heuristic evaluation10th heuristic evaluation
10th heuristic evaluation
 
Good vs bad design
Good vs bad designGood vs bad design
Good vs bad design
 
Media sosial untuk pembelajaran
Media sosial untuk pembelajaranMedia sosial untuk pembelajaran
Media sosial untuk pembelajaran
 
4th human factors (2)
4th human factors (2)4th human factors (2)
4th human factors (2)
 
Human factors
Human factorsHuman factors
Human factors
 
Historical Context of HCI
Historical Context of HCIHistorical Context of HCI
Historical Context of HCI
 
Trends in Human Computer Interaction
Trends in Human Computer InteractionTrends in Human Computer Interaction
Trends in Human Computer Interaction
 
Good data, for better life
Good data, for better lifeGood data, for better life
Good data, for better life
 
Teori pnp
Teori pnpTeori pnp
Teori pnp
 
Plagiarisme
PlagiarismePlagiarisme
Plagiarisme
 
Struktur data & computer trends 2015 2016
Struktur data & computer trends 2015 2016Struktur data & computer trends 2015 2016
Struktur data & computer trends 2015 2016
 
Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesisPengujian hipotesis
Pengujian hipotesis
 
Research method
Research methodResearch method
Research method
 
Basic research
Basic researchBasic research
Basic research
 
Pengenalan android
Pengenalan androidPengenalan android
Pengenalan android
 
Mobile programming pendahuluan
Mobile programming pendahuluanMobile programming pendahuluan
Mobile programming pendahuluan
 
Pertemuan 1
Pertemuan 1Pertemuan 1
Pertemuan 1
 
Public speaking
Public speakingPublic speaking
Public speaking
 

Gadis di Bis

  • 1. Gadis manis di dalam bis Seneng deh akhirnya udah naik kelas tiga dengan sukses tanpa remidi yang berarti. Meskipun hari-hari baru di kelas baru masih menyisakan kesedihan baginya. Aldo, sudah tak nampak lagi berseliweran di sekolah ini. Hatinya mencelos. Oliv selalu mengingat kenangan manisnya dengan Aldo. Saat hari-hari terakhir sebelum dia pergi ke Jakarta. Ohh, Oliv merasa sangat kesepian. 2 bulan sebelum kepergiannya, Aldo tak pernah lupa menjemput Oliv sekolah. Malam minggu selalu candle light dinner di kafe ”marisa”. Kafe langganan yang murah tapi enak. Nggak cuma itu aja Oliv sedih, pasalnya dia mesti pisah ama ketiga sohibnya. Kiki dan Engel berhasil masuk jurusan IPA yang udah lama diidam-idamkannya, sedangkan Erly yang tadinya ikut-ikutan mau masuk IPA (dia sudah satu paket ama Engel jadi nggak bisa dipisahin) ditolak gosong-gosong (kalo’ mentah-mentah udah biasa kali!) sama Pak Andre (ketua jurusan IPA) lantaran nilai Fisika dan Biologinya nggak memenuhi syarat. Walhasil Erly terpaksa masuk jurusan IPS, karena nilai sejarahnya lumayan bagus. Oliv sendiri masuk jurusan bahasa, dari dulu Oliv emang pengen jadi penulis ulung, so, jurusan bahasa menjadi final destination-nya. Di kelas ini Oliv banyak mendapatkan teman baru. Diantaranya ada 1
  • 2. Raka, yang suka ngomong pake’ pantun, Dela yang seneng nyobain cutex pas pelajaran, ada juga si kembar Edo dan Edi yang meskipun kembar tapi bodi dan parasnya beda persis kaya’ tokoh di sinetron Jono dan Lono, padahal jarak kelahirannya cuma 2 hari (ya pantes aja, si Edi kelamaan di perut jadi mengkerut kali!). Tadinya Oliv pikir itu cuma rekayasa si pembuat skenario sinetron, tapi ternyata di kehidupan nyata ada juga lho. Ngomong-ngomong soal si kembar, terdapat perbedaan perlakuan teman-teman kepada keduanya. Contohnya pas si kembar dibeliin moge yang sama persis ama kedua orang tuanya hadiah ulang tahun ke 17. Keduanya pun mengendarai motor itu ke sekolah, komentar yang mampir untuk Edo ”Wah..., keren! Kaya’ James Bond!” diselingi teriakan histeris cewek-cewek yang kebetulan ngeliat. Sedangkan komentar untuk Edi “Awas! Ada Mandragade lewat!!!” sambil ketawa cekakakan. Begitu juga pas keduanya kena belekan (sakit mata merah dan menular) sehingga mesti pake’ kacamata hitam ke sekolah. Komentar yang datang pada Edo ”Wow!, kaya’ yang di film matrix tuh!” dan komentar untuk Edi ”Wah, ada tukang pijit nih!”. Ada lagi kejadian pas Edo dan Edi ngajakin kencan sama cewek idamannya. Edo nuangin air ke gelas si cewek, dan orang-orang berkomentar ”Gentleman bener cowok lu”. Edi yang juga nuangin air ke gelas si cewek dikomentarin “maklum, naluri pembantu” Idiiiiih.... bener-bener kelewatan! Meski kembar, mereka itu berbeda loh, dan meskipun beda mereka itu kembar! Raka, yang asli orang Gunung Kidul Jogjakarta ngomongnya medhok banget. Meskipun begitu otaknya 2
  • 3. tokcer juga. Kemarin aja dia dapet rangking 3 pas kenaikan kelas. Anehnya setiap bicara selalu diawali dengan pantun, baik yang satu baris sampiran satu baris isi, maupun dua baris sampiran dua baris isi. ”Makan kue, makan kedondong, pinjemin gue pensil dong!” katanya suatu saat pada Oliv. ”Nggak punya” jawab Oliv singkat. ”beli acar nggak punya duit, dasar anak pelit!” ujarnya lagi. ”eh, udah minjem ngatain gue pelit lagi! Dibilang nggak punya ya nggak punya tau!” Oliv membalas dengan judes. ”Singa barong banyak bulu, kalo’ ngomong dipikir dulu, liat tuh pensil punya siapa?” Raka menunjuk pensil yang lagi dipake’ Oliv nulis. ”Sialan! LAGI DIPAKE’! DASAR KATRO!” Oliv jadi tambah sebel, udah medhok, ngatain orang, nggak modal, mau minjem pensil yang lagi dipake’ lagi! Lain lagi soal Dela, dia demen banget nyobain cutex pas pelajaran. Hari ini warnanya hijau, besoknya pink, pas abis istirahat kedua warnanya udah diubah lagi jadi silver. Hiii hii, cepet banget berubah ya, kaya’ bunglon aja. Setiap pelajaran pasti punya jam bosan, yaitu saat dimana otak sudah mencapai titik kulminasi dan nggak bisa dimasukin ilmu lagi. Ibarat ember udah terlalu penuh airnya, hingga membludak, artinya pikiran udah nggak fokus lagi dan melebar kemana-mana. Dan setiap anak punya caranya sendiri untuk menghilangkan rasa boring, ada yang main catur di kolong meja, ada yang terlelap dengan sukses di bangku mereka masing- masing, ada juga yang pamitnya mau ke belakang ternyata ke kantin sekedar buat beli POP ICE. Emang nggak salah sih, kantin kan letaknya di belakang sekolah.... Teman-teman Oliv selebihnya wajah-wajah lama yang sudah akrab di mata maupun telinga Oliv. 3
  • 4. Ada Pompi si pujangga kapiran yang endut nggak ketulungan (beratnya mencapai 1 kuintal 2 kilo), ada Rhena si imut, ada Yoshi, Tia, dll yang nggak bisa disebutin satu-satu. Di kelas yang baru, Oliv emang terpisah sama gengnya, tapi ada satu geng yang dari dulu nggak terpisahkan. Mereka menyebut dirinya geng gaul yang personelnya terdiri dari Rika, Dena, dan Sinta. Setiap hari dandanan mereka selalu di-update, dan sering menjadi trendsetter di sekolah. Gaya dan aksesori mereka mirip dandanan Ala Agnes monica di setiap sinetronnya. Rambut warna-warni kayak gulali, sisirannya dibuat acak-acakan, rok pendek, baju ketat, gelang dan kalung model gothic, serta ikat pinggang yang mirip punya Avril Lavigne. Koridor sekolah bahkan lebih mirip catwalk saat mereka menyusurinya. Selalu jadi perhatian, selalu memberi inspirasi, selalu mengundang decak kagum. Hebatnya walaupun sebenernya otak mereka kosong melompong kaya’ kambing ompong, mereka tetep jadi idola. Entahlah kenapa, Oliv sendiri nggak interest sama mereka. Pernah Oliv ditawarin gabung, tapi Oliv menolak. Persahabatan mereka emang kompak, tapi Oliv sangat cinta dengan gengnya. Meski Engel suka berbelit-belit kalo’ ngomong dan agak narsis, tapi dia sangat solider, meski Kiki sedikit galak dan latah, tapi dia lucu, meski Erly agak tulalit, tapi dia sangat baik hati. Yah, namanya juga manusia, pasti nggak ada yang sempurna kan? Oliv sadar kalo’ kita sudah bisa menerima kekurangan orang lain, berarti kita siap untuk bersahabat selamanya. Minggu ini Oliv mendapat tugas khusus dari bunda Yup! Dia didaulat untuk menjadi kurir soto 4
  • 5. banyumas bikinan bunda yang lezat nan memikat untuk Om Sis yang tinggal di Purbalingga. Om Sis, adik bunda yang jadi ABRI itu baru pulang bertugas dari Papua, dan dia kangen sama masakan bunda. Andi yang tadinya mau disuruh, beralasan banyak pr (padahal di kamar lagi molor). Pulangnya Oliv dianter Om Sis ampe terminal. Oliv seneng banget dikasih oleh-oleh kaos sama gantungan kunci patung orang asmat, ditambah uang jajan yang jumlahnya lumayan. Pokoknya Andi nyesel deh nggak mau disuruh bunda. Sejak mau berangkat bunda mewanti-wanti supaya Oliv jangan sampai ketiduran selama dalam bus. Soalnya pernah kejadian, Oliv kebablasan ampe Wonosobo, dan harus naik bus lagi balik ke Purbalingga. Oliv emang punya kebiasaan minum obat anti mabuk kalau mau bepergian naik bus (ih..., kebangetan yah! Purwokerto-Purbalingga kan paling lama juga satu jam, masa’ sampai mabuk segala). Nah, begitu bayar ongkos ke kondektur, Oliv biasanya langsung ngorok seketika. Suasana terminal bus Purbalingga sore itu padat dengan pemudik- pemudik langganan. Sebagian berjalan cepat takut ketinggalan bus, sebagian lagi duduk di kursi menunggu kedatangan bus yang mau ditumpanginya. Para calo udah siap-siap memburu calon penumpang, mereka berusaha menawarkan bus jurusan tertentu, suaranya campur aduk dengan deru mesin. Oliv mencari tempat duduk di belakang sopir, Om Sis sempat titip sama pak sopir supaya dibangunkan kalo’ ketiduran sampai tujuan. Tapi, baru lima belas menit Oliv menghempaskan tubuhnya ke jok, pengemis yang lewat udah tiga orang, pengamen satu, dan dua tukang koran. Untung Oliv udah nyiapin uang kecil buat mereka, jadi 5
  • 6. Oliv nggak perlu takut mengecewakan pengemis dan pengamen jalanan itu. Oliv membuka tabloid yang baru saja dibelinya dari tukang koran untuk menghilangkan ke-boringannya menunggu bus penuh penumpang. ”Tisu mbak, Aqua... Aqua!” teriak seorang pedagang asongan menawarkan barang dagangannya. ”Enggak, makasih” jawab Oliv sambil memandang si pedagang dari sudut tabloidnya. Namun alangkah terkejutnya ketika Oliv mengenali sosok si pedagang asongan. ”Lho? Rika?” Oliv setengah melongo. Si pedagang asongan langsung cepat-cepat turun dari bus, Oliv yang ingin mengejar Rika harus rela terjebak dalam kerumunan orang yang mulai mamadati bus. Tangan-tangan mereka bergelantungan pada atap bus, bau keringat yang kurang sedap dan hilir mudik para pedagang asongan serta para pengamen membuat Oliv mengurungkan niatnya untuk memanggil Rika dan kembali ke tempat duduknya. Rupanya Oliv kalah gesit, hingga kehilangan jejak Rika. Oliv hanya bisa pasrah memandangi teman sekelasnya itu lewat jendela bus. Dilihatnya Rika terus berjalan cepat, kadang setengah berlari mengejar bus yang sudah berangkat, gerakannya sangat cekatan, bergelantungan dari satu bus ke bus berikutnya. Oliv nggak habis pikir, baginya Rika bagaikan punya dua kepribadian. Di sekolah, Rika dikenal sebagai Jenifer Lopeznya SMU Nusa Bangsa. Bersama Dena dan Sinta, mereka dibilang funky abis! Tapi..., yang dilihatnya beberapa hari lalu di terminal itu? Kok berbeda dengan Rika di sekolah sih? Kaosnya lusuh, celana jeansnya udah butut, pake’ sandal jepit yang mau copot, cuma rambutnya aja yang tetep sama, acak-acakan! Anehnya lagi, sejak pertemuan sore itu, 6
  • 7. sekarang Rika jadi senang menyendiri ketimbang ngeceng dengan geng-nya. Padahal, biasanya mereka bertiga udah nongkrong di kantin setiap jam istirahat. Perubahan sikap ini membuat Oliv makin penasaran dengan gadis manis nan misterius itu. ”Hai Rik,...” Oliv menyapa Rika yang lagi sibuk menulis, tumben! Jam istirahat begini biasanya Rika dan duo sohibnya udah beredar kemana-mana. ”Kok nggak keluar?” Oliv nanya lagi, sapaan yang tadi nggak dijawab. ”Bisa diem nggak sih? Aku lagi ngerjain PR!” bentak Rika. Oliv jadi terkaget-kaget dibuatnya. Belum selesai bengongnya, Rika membentak lagi ”Udah bengongnya? Cepet pergi! Ganggu aja!”. Oliv lalu segera beranjak dari sebelah tempat duduk Rika tanpa menunggu dibentak untuk ketiga kalinya. Busyet...! Bukan Oliv namanya kalau pantang menyerah, setiap hari Oliv selalu nyemperin Rika di mejanya. ”Kamu bohong sama aku ya? Kata ustadz Sanusi bohong itu dosa lho!” kata Oliv. ”Maksud lo apa?” Rika menjawab pendek sambil terus menulis. ”Kamu nggak lagi ngerjain PR kan? Tapi lagi nulis cerpen, iya kan?” selidik Oliv. Rika tersenyum sinis. ”Boleh baca nggak?” pinta Oliv. Rika menyodorkan buku tulisnya, Oliv serta merta menyambut dengan gembira dan sangat antusias membacanya. ”wah..., bagus banget loh, kamu kirimin aja ke majalah atau tabloid!” usul Oliv ”Nggak usah memuji deh!, nggak usah cari muka!” komentar Rika, masih agak sinis. ”Eh..., siapa bilang gue cari muka? Dari tadi muka gue juga disini, beneran nih, ceritanya asyik!” Oliv tulus 7
  • 8. memuji. Rika hanya menarik nafas panjang. ”nggak ah, aku nggak pede” jawabnya singkat. ”Ayo dong, kamu harus pede, ini bagus banget, aku suka deh” Oliv merajuk. Setelah dibujuk dan disemangati, akhirnya Rika mau juga, Oliv sempat heran, anak macam Rika kok punya rasa nggak pede juga ya? Padahal kelihatannya dari luar, seluruh anggota geng gaul itu over confident banget. Sepulang sekolah, Oliv dan Rika langsung menuju laboratorium komputer di lantai dua, Oliv membantu Rika mengetik naskah cerpennya lewat program pengolah kata. Untung pak Ridwan, sebagai laboran mengizinkan mereka menggunakan lab seusai jam pelajaran. Oliv mengirimkan cerpen-cerpen Rika ke beberapa tabloid dan majalah remaja. Oliv rela menyisakan uang jajannya untuk biaya pengiriman cerpen-cerpen itu. ”Rik, ntar siang ke lab lagi ya? Masih ada beberapa cerpen yang belum diketik” ajak Oliv penuh semangat. ”Sorry liv, ibuku sedang sakit gue harus cepet pulang” jawab Rika menyesal. ”Oh, nggak papa, biar aku aja yang ngetik, kamu pulang aja” kata Oliv. (kok malah dia yang lebih semangat ya?). ”Kamu yakin, mereka bakalan memuat cerpenku?” tanya Rika. ”Yang penting udah usaha” Oliv mencoba bijak. ”Eh, Rik, ngomong- ngomong, apa ibumu nggak marah kamu pake’ rok mini ke sekolah?” tanya Oliv penasaran. Rika dan Oliv berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. ”Ibuku nggak tahu kok, setelah nyampe ke sekolah aku baru ganti pake’ rok ini” jawab Rika ringan. ”Wah, kalau ketahuan pasti ibumu ngomel-ngomel!” tebak Oliv. 8
  • 9. ”Iya... ha.... ha.... ha” Rika tergelak, mungkin dia sedang membayangkan ibunya ngomel-ngomel. Untuk membiayai hidup Rika dan kedua adiknya, ibunya bekerja sebagai tukang cuci di desanya. Sebagai anak sulung, sudah kewajiban Rika untuk membantu meringankan beban ibunya dengan berjualan setiap sabtu dan minggu sore di terminal. Soalnya, Lina dan Rudi adiknya udah tiap hari jualan di terminal. Rika kan tinggal di asrama, jadi dia cuma punya waktu senggang pas weekend doang. Maklum, bapak Rika udah tua dan sakit-sakitan. Penampilan Rika yang nganeh-anehi dengan berdandan ala Britney Spears di sekolah itu semata-mata supaya diakui keberadaannya oleh geng gaul-nya. Namun, belakangan Dena dan Sinta, anggota geng yang lain menjauhi Rika setelah tahu status sosial ekonomi mereka berbeda. Mereka tahunya Rika masih anak pegawai yang kaya, mereka nggak tahu kalo’ bapaknya udah di PHK dan sering sakit-sakitan. Sudah lama Rika memendam rahasia ini. Dan mulanya Rika menganggap Oliv yang nyebarin rahasianya. Jadi Rika keki berat. Tapi, akhirnya Rika tahu kalo’ Dena dan Sinta sering membuntutinya sewaktu weekend, karena beberapa kali Rika bolos di acara-acara mereka. Rika jadi sadar, mereka tidak tulus berteman dengannya. Hidup mereka terlalu banyak dihabiskan dengan hura-hura dan urusan duniawi, hingga Rika memutuskan untuk mencari teman lain yang bisa menerima apa adanya. Dua bulan telah berlalu, namun tak satupun cerpen Rika yang dimuat majalah atau tabloid remaja. Rika sering mengecek dengan meminjam majalah dan tabloid dari tukang koran yang biasa mangkal di 9
  • 10. terminal. Rika hampir putus asa karenanya. ”Liv, dari awal sebenernya gue udah tahu, cerpenku nggak bakalan dimuat, jadi gue nggak kecewa” ucap Rika. ”Mungkin kita harus mendatangi penerbit majalah itu, gimana?” tanya Oliv. ”Udah deh Liv, jangan mimpi, gue ini siapa? Gue harus tahu diri” jawab Rika. ”Ayo dong, jangan cengeng, kita coba lagi” Oliv memeluk Rika. Pulang sekolah, Oliv mencetak beberapa cerpen terbaik Rika. Oliv berniat membawa cerpen-cerpen itu ke majalah pelajar LENTERA. Alamat redaksinya ia dapatkan dari majalah langganan sekolahnya. Dan ia sangat tidak sabar menuju kesana. ”Bagaimana om, bagus nggak cerpennya?” tanya Oliv pada pak Dimas, redaktur majalah LENTERA. ”Hmm..., satu minggu lagi kamu ke sini ya?” jawab pak Dimas sambil terus membaca cerpen itu. Oliv lalu permisi pulang. Seminggu kemudian, Oliv menagih janji. ”Maaf, saya Oliv, saya mau menanyakan cerpen yang minggu lalu saya kirim ke sini” Oliv mengutarakan maksudnya. ”Duduk dulu anak manis,...” pak Dimas mempersilakan Oliv duduk. ”Cerpennya bagus sekali, saya sudah rekomendasikan untuk dimuat dalam majalah LENTERA edisi bulan depan” lanjut pak Dimas. ”Aduuh, makasih banyak om, Oliv seneng banget nih, tapi...” Oliv menghentikan kalimatnya sejenak. ”Tapi apa?” tanya pak Dimas nggak sabar. ”Yang nulis cerpen bukan Oliv, tapi temen Oliv, Rika namanya” lanjut Oliv. ”Ow ya? Kok temenmu nggak diajak kesini? Ya udah, bilang sama temen kamu, emmm, siapa tadi? Rika ya? Bilang suruh kesini untuk ngambil honor, lumayan lho...” kata pak 10
  • 11. Dimas. ”Oke deh om, sekali lagi terima kasih banyak” jawab Oliv. Habis dari redaksi majalah LENTERA, Oliv nggak langsung pulang. Dia malah naik bus ke terminal Purbalingga. Apalagi kalau bukan mencari sosok Rika. Dicari-carinya seorang yang sudah sangat dikenalnya. ”Rika...! Rik..!” Oliv setengah berlari mengejar Rika yang udah mau naik bus. ”Apaan sih, pake’ teriak-teriak segala, kan malu diliatin banyak orang!” ”Tunggu deh, cerpen... lu... dimuat...” Oliv sampai terputus-putus ngomongnya. Diaturya napas yang kembang kempis itu. ”Yang bener lu?” ”Yeee..., ngapain juga bo’ong, lu disuruh ke redaksi ngambil honor” jawab Oliv serius. ”Hore! Hore!” teriak Rika ditimpali teriakan Oliv yang serak-serak sember. Rika mengibaskan rambutnya yang merah, Oliv mengacak rambutnya yang masih rapi, seperti penyanyi rock yang sedang konser. Semua mata tertuju pada keduanya. Tapi mereka nggak peduli. Mungkin orang-orang nganggep mereka udah sableng. Biarin, pikir Oliv dan Rika. Lalu keduanya berlarian mengejar bus yang mau berangkat. Bergelantungan, sambil menawarkan dagangan. Entah kenapa, dagangan Rika jadi laris manis hari itu. Dan Oliv terengah-engah mengikuti gerakan Rika yang lincah. Rika... rika..., di usiamu yang masih muda dan tingkahmu yang enerjik, kau sudah sangat mandiri. 11
  • 12. 12