SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
Sinopsis
Seorang anak perempuan minder bernama Tika. Di tempat kampusnya, dia menemukan
anak baru yang datang dari Jakarta, bernama Dion.
Dialah yang menjadi satu-satunya teman bahkan sahabat Tika!
Diam-diam, Dion menyimpan sesuatu dari Tika. Apa itu?
1. Beside Me?
Daun berguguran. Padahal di Indonesia tidak ada musim gugur atau biasa disebut spring. Aroma
tanah yang basah tercium khas di hidup. Beberapa menit lalu, gerombolan kristal air menghujani kawasan
Surabaya Barat. Mereka menyerbu banyak sekali. Tak terhitung jumlahnya. Namun, itulah yang
ditunggu-tunggu dari beberapa bulan yang lalu. Gerimis, kaca mobil orang yang berlalu lalang di jalan
raya berembun. Namun tidak berlaku bagi yang mobilnya memakai pendingin udara.
Lampu-lampu berkelap kelip jika dilihat dari atas gedung yang tinggi. Lampu-lampu yang lalu
lalang melewati kawasan itu. Lampu-lampu itu milik kendaraan bermotor. Menemani anak kost yang
sedang menunggu bintang-bintang yang akan muncul karena tertutup awan mendung yang kini sudah
agak menghilang dari langit. Meninggalkan jejaknya sedikit di atas sana. Membiarkan dirinya menutupi
rembulan sabit yang terangnya minim sampai ke bumi.
Tika. Nama saya Ramatika Gisana. Pasti kalian berpikir kalau nama itu aneh. Ya aneh. Saya
anak kost-kostan yang lagi tidur-tiduran di kasur kamar yang sudah terbilang berantakan karena ulah saya
tadi. Saya tidur sambil main sepak bola. Kalian pasti nggak ngerti maksud saya. Kalau saya sudar tidur
pulas,saya bisa tidur sambil berputar di kasur. Menendang selimut yang menyelimuti saya. Dan kaos
kakipun, bisa terlepas dari kaki saya. Memang, tidur saya agak nakal.
Jangan bayangkan saya seperti anak gaul di Jakarta atau anak gaul di manapun itu. Saya hanya
anak yang sering tidak percaya diri, salah, sepertinya selalu tak percaya diri dengan wajah saya dan
akibatnya saya tidak pandai bergaul. Hape saya bukanlah android atau hape mahal apapun itu. Hape saya
hanya hape jadul. Bukan karena orang tua saya tidak punya uang. Mereka mengirimkan uang yang cukup
kepada saya. Malah, sebenarnya berlebih. Tetapi, itu hanya untuk membayar uang sekolah. Belum untuk
membayar uang kost-kostan. Beginilah nasib saya sebagai anak kost-kostan, harus menghemat uang.
Berapapun uang itu. Bahkan, sudah punya hape saja saya sangat bersyukur.
Di kamar sebelah, ada penghuni yang bernama Bella Betania. Dia sering berisik saat sore hari.
Itu karena pergumulannya dengan anak yang menempati kamar kost-kostan nomor 32. Kamar yang ada di
sebelah kiri kamar saya. Temannya bernama Ananda Lycia. Dan lagi-lagi jangan berpikir bahwa mereka
pernah mengajak saya ngobrol atau semacamnya. Tapi masih untung nasib saya, mereka tidak
menggubris saya sama sekali. Yaaa, daripada saya jadi bahan cemoohan mereka. Saya berpikir, apakah
mereka adalah anak terkenal di sekolahnya? Apakah mereka adalah anak yang paling cantik di kelasnya?
Saya tidak mengetahui itu dan saya tidak akan menggubrisnya. Toh, itu bukan kehidupan saya kan?
Tiba-tiba, sebuah teriakkan menghantam pintu kamar yang ada di sebelah kanan kamarku.
“Kamu udah nggak bayar tunggakan uang sewa selama tiga bulan! Apa kamu mau saya keluarkan kamu
dari kost-kostan ini!”Bentak ibu kost. Dan aku membayangkan gerakan dan ekspresi sang ibu kost. Badan
ramping, tangan terkepal yang diletakkan di sebelah pinggang, poni di roll ke atas, dan yang pasti
ekspresinya sangat menakutkan.
“I..iya bu, nanti akan gue telepon orang tua saya”Kata si Bella gagap. Mungkin kaget atau
masih syok dengan suara menggelegar yang dipunyai ‘Ibu kost yang galak’. Atau malah juga, dia takut
dengan suara menggelagar bak singa mengaum itu.
“Alasan kamu selalu sama! Kalau tidak pakai alasan itu ya kamu menjawab belum dikirim
uang! Pokoknya, saya akan menelepon orang tua kamu kalau tidak secepatnya dibayar!”Marah ibu kost.
Bella tertunduk lemah. Menganggukan kepalanya yang sudah muak mendengar kemarahan
seorang ibu kost. Dan kata-katanya yang dikeluarkan untuk memarahi Bella semua hampir sama. Sampai-
sampai saya juga bosan tinggal di kost ini. Sudahlah, sekarang sudah malam. Saya mau tidur dulu dan
saya berharap besok menjadi hari yang indah.
Kamis, 5 April 2015
Saya sudah bersiap-siap dengan dasi pita saya yang berwarna merah mawar yang sangat cantik
itu. Kampus. Kampus. Kampus. Saya harus bersiap untuk kuliah hari ini, dan satu semester lagi saya
akan mencari kerja karena saya akan menamatkan masa-masa sekolah saya. Melemparkan topi dan
mendapat sertifikat bahwa saya telah lulus kuliah. Tidak, saya harus kerja setelah saya menamatkan
kuliah saya.
Di tempat kuliah , saya juga merupakan anak yang suka tidak percaya diri dan jarang bergaul.
Mana ada sih yang mau sifatnya sama seperti saya? Saya sudah mencoba memutar balikkan sifat saya itu.
Saya sudah mencoba presentasi di depan kelas dengan suara lantang dan diakhiri dengan tepuk tangan
yang meriah dan berakhir dengan nilai memuaskan. Masa itu semua belum cukup?
Sekarang saya berada di kampus saya. Masih cukup sepi untuk waktu sepagi ini. Tapi, jangan
kalian pikir bahwa saya datang sepagi ini hanya untuk menyontoh tugas atau semacamnya. Saya hanya
takut terlambat pada jam guru killer. Lagipula, ada salahnya kalau kita datang pagi? Tidak ada kan..
Mata saya masih mengerjap-ngerjap ngantuk. Minta ditutup dan tidur di atas ranjang. Namun
saya sadar. Saya ada di kampus, bukan UKS atau Rumah. Ini kampus.
Kemudian suara dobrakan pintu yang cukup keras mengagetkan saya, sebentar. “Woi, kelas kita
bakal kedatangan anak dari Jakarta! Aku denger-denger sih, dia laki-laki dan ganteng lo!!” Ternyata dia
Nita Rysta. Anak yang pergaulannya cukup baik. Namun sayang, dia pandai bergosip dan setiap hari dia
bergosip.
“Kamu tau dari mana?”Ricuh salah satu anak. Bangkit dari kursinya lalu menghampiri Nita
untuk bertanya lebih lanjut.
“Tuh, ada anaknya lagi ada di ruang guru. Aku berharap, aku jadi pacarnya!!!”Teriak Nita
dengan genit. Huh, apa gunanya pacaran? Apa arti cinta? Apakah di umur remaja kita sekarang ini saya
pantas untuk berpacaran? Sepertinya itu hal wajar. Karena banyak teman saya yang sudah berpacaran dan
ngedate berulang kali. Bahkan, kabarnya anak-anak cantik sering bergonta-ganti pacar. Sebal sih enggak.
Cuma kalau mereka pacaran kurang tau aturan aja.
“Huh, iya kalau ganteng!”Seruku kecil. Saya tak tau! Tiba-tiba saja itu keluar dari mulut saya.
Menyembur begitu saja seperti air sungai yang mengalir lancar. Kalau saya jomblo, kenapa harus takut
untuk menyukai seseorang? Tidak, saya tidak mungkin suka dengan anak Jakarta itu bila saya belum
mengenalnya lebih jauh. Mukanya saja saya tidak tau. Rupanya, cara berbicaranya, dan cara
berpenampilannya seperti apa. Mengapa tiba-tiba saya ‘kepo’ terhadap di anak Jakarta yang hanya
kabarnya saja akan masuk ke kelas ini? Dan parahnya lagi, tempat duduk berpasangan yang kosong hanya
tersisa di sebelah saya. Saya jadi grogi. Kalau wataknya keras? Saya tidak bisa membayangkannya.
“Ciee Tika ternyata sudah diam-diam suka sama seseorang ya!! Prit pritttt…” Seru anak yang
bertanya kepada Nita. Kemudian, saya tertunduk malu lalu saya diselamatkan oleh bunyi bel masuk.
Tett!!! Bel berbunyi nyaring saat kaki saya tepat menginjak lantai kelas saya pada langkah yang
pertama. Kelas masih ramai. Beginilah suasana kelas kami setiap harinya. Tidak pernah jauh dari
keramaian kelas.
Saya sudah duduk di kursi saya dengan manis. Gelisah sekaligus senang. Apakah anak itu baik?
Iya semoga saja. Saat saya melihat ke depan bawah, saya melihat dua orang berjalan beriringan. Seakan-
akan empat kaki itu berjalan seirama. Dengan ragu, saya menggerakan perlahan wajah saya untuk melihat
lebih jelas wajahnya.
“Perkenalkan dirimu!”Seru Bu Anik setelah memegang bahu si anak Jakarta lembut. Si anak
Jakarta menolehkan kepalanya sedikit lalu mengangguk.
“Selamat pagi teman-teman, gue Dion Kurniawan Leonardo dari Jakarta. Gue pindah ke sini
karena harus ikut dengan orang tua gue. Bokap dan nyokap. Terima kasih teman-teman. Ada
pertanyaan?” Dion mengakhiri pembicaraan dengan senyuman manis. Sesuai dugaanku, dia
menggunakan bahasa gaul. ‘Lo-Gue’. Dia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tak ada yang
mengacungkan jari.
“Baiklah, kamu bisa duduk di…”Jeda Bu Anik lalu menunjuk kursi sebelahku “Di sana ya
Dion. Semoga dapat berkenalan dengan baik kepada teman-temanmu!”
Nafasku memburu. Aku, kaget. Kaget, dia memang akan duduk di sini. Senang sekaligus syok
masih masih menghampiri diriku. Aku tak percaya apa yang kulihat dan yang kudengar.
“Hai! Gue Dion, gue boleh kan duduk sini?” Tanyanya sambil menunjuk kursi kosong di
sebelahku. Aku mengangguk. “Nggak usah terlalu canggung, gue butuh bantuan lo biar gue bisa
beradaptasi di sini dengan baik, gue butuh bantuan lo!”.
Bengong. Aku bengong. Bengongku selesai sampai dia menggerakan tangannya dan
melambaikannya tepat di depan wajahku. “Eh.. uhm.. Maaf, saya tadi cuma agak kaget saja. Saya diajak
kenalan. Nama saya Ramatika Gisana”Ujarku lalu tersenyum.
“ Emangnya di sini lo kurang bergaul ya?”Tanyanya lalu mengajukan tangannya untuk saya
salami. Saya membalasnya. Dia tau kalau saya kurang bisa bergaul.
“Hm, ya gitu deh”Lirihku. Paling ada yang ngajak ngobrol saya kalau ada kerja atau tugas
kelompok. Saya ikut kerja kalau pada bagian itu, walaupun masih sangat hemat untuk mengeluarkan
suara saya. Ya, daripada saya tidak dapat nilai. Kalau saya tidak naik, itung-itung juga uang yang sudah
terbuang.
“Kalau gitu, gue mau supaya gue jadi temen pertama lo di kelas ini!”Kata Dion santai. Aku
bengong kedua kali. Ya ampun, kena virus apa saya sampai suka bengong di depan Dion? Ada obatnya?
“Hei! Bengong lagi, oke gue tau lo pasti kaget dengan ajakan gue. Tapi paling nggak gue mau jadi temen
lo”
“Ya ampun, ternyata Tika juga bisa jatuh cinta! Cit cuit!”Goda Edo lalu bersiul. Satu kelas
tertawa ria. Dan ya ampun, hari ini saya mulai merasa benar-benar tidak mood! Lalu saya berangan-angan
ingin berjalan-jalan di luar kelas. Hanya berjalan-jalan santai sambil menikmati sura cuitan burung.
Bahkan burung pun bisa mengejek saya. Dan ups, saya lupa kalau sekarang masih pelajaran guru killer
itu!
“ Kalau bisa, gue jadi sahabat terbaik yang pernah lo punya! Itu kalau lo cocok dan mau sama
gue sih… Hehehe” Ucap Dion sambil tertawa kecil lalu melepaskan salaman kami secara perlahan dan
lembut.
2. Gue dan Lo
Dan kalau kita bermimpi, mimpi itu bisa menjadi kenyataan………
Kantin penuh sesak oleh siswa-siswi yang akan sarapan di sana. Sarapan yang kesiangan. Tapi,
lumayan kok harga makanan di sini terjangkau bagi saku para murid. Dan kamu taulah, saya harus
menghemat. Maka, saya hanya bisa membeli sebungkus roti selai keju yang dijual. Setidaknya saya bisa
menghemat sekitar dua ribu rupiah. Dua ribu dikali tiga puluh, saya bisa menabung enam puluh ribu
sebulan. Lumayan untuk ditabung, lumayan untuk membayar uang kost walau masih kurang.
Kekurangannya, saya bayar menggunakan sisa uang yang diberikan oleh orang tua saya.
“Kok lo cuma makan roti? Gue beliin lo makan ya?”Tanya Dion. Saya terdiam sebentar.
Kemudian kepala saya mengangguk setuju. Lagi-lagi saya merasa bodoh karena kepala saya. Selanjutnya,
dia memesan nasi kuning dua dan teh botol dua.
“Terima kasih Dion”Ucapku malu-malu. Dan saya rasa, inilah pertama kali saya mengucapkan
terima kasih di semester satu yang baru berjalan ini. Sekarang, kami jarang kerja kelompok, maksud saya
di kelas saat pelajaran.
“Biasa ajalah, ya udah, yuk makan berdua di meja sebelah sana!”Sambil menunjuk meja kosong
yang ada di antara sesak orang-orang yang makan di kantin. Dia dengan cepat berlari dan menuju meja
itu. Takut kalau ada siswa yang menempatinya duluan. “Nggak nyaman?”
“Nyaman kok. Terima kasih buat makanannya dan pilihan tempatnya” Saya mengucap terima
kasih sekali lagi kepada Dion.
“Udah gue bilang biasa aja. Mungkin karena kelamaan ga ada temen ya?”Pertanyaan Dion
membuatku mematung sebentar. Namun tak enak untuk tidak dijawab. Sebab, dia telah memberi saya
nasi dan bersedia duduk dengan saya di meja bundar yang saya tempati sekarang. Entah mengapa di hati
saya tidak ada keraguan untuk bersama dia. Padahal dia laki-laki dan saya baru saja mengenalnya.
“Iya, saya nggak pernah ditraktir seperti ini. Mungkin dulu hanya kelas satu SMP di kelas saya
diberikan sekotak nasi kuning. Itu aja karena acara sunatan. Haha, saya suka pengalaman saya bersama
teman-teman. Andai saja saya bisa membuang jauh-jauh rasa kurang percaya diri saya. Juga ingin
membuang jauh-jauh rasa kurang bersemangat dalam bergaul milik saya”Jelas saya. Dan saya tak percaya
bisa bicara sepanjang itu. Apalagi mungkin ini hanya pertama kalinya. Dan itu membuat saya nyaman.
“Tika, kalau lo bisa buang rasa kurang percaya diri lo, mungkin lo bisa bergaul dengan teman-
teman. Gue Cuma ngasih saran lo ya!” Ucap Dion lalu mengedipkan satu matanya.
“Kamu alay banget. Ngapain kedip-kedip ke saya”Ucap Saya lalu memandang lantai putih susu
yang bergaris kotak-kotak berwarna biru muda. Mata saya memandang langit-langit ruangan ini. Berpikir.
“Terima kasih atas saran kamu, saya akan coba saran kamu mulai hari ini”.
“Ya ampun, kamu mulai dari bicara yang nggak kaku bisa nggak sih? Gini deh, lo bisa panggil
gue dengan sebutan lo”
“Iya….” Jawabku canggung. Tetap saja saya tidak terbiasa. Berbicara dengan Dion, rasanya
sangat bebas. Dia adalah satu-satunya anak yang berbicara kepadaku di semester ini. Entah apa aura yang
dikeluarkannya sehingga saya terasa nyaman duduk di sini dan makan di depan anak ini. Biasanya, saya
selalu sungkan bila makan kalau ada orang yang memperhatikan wajah saya saat makan. Itu memalukan.
Tetapi, sekarang terasa sangat berbeda. Dan sayapun tadi bisa berbicara panjang lebar dengan dia. “Lo,
nggak malu temenan sama saya?”
“Malu? Hahaha! Buat apa gue malu? Apa malu gue untuk temenan sama lo? Tika, lo manusia,
gue juga. Lo cantik, gue ganteng. Dan gue pikir-pikir, lo bisa gue jadiin pacar! Hahaha” Ujar Dion lalu
tertawa kecil. Sehabisnya, dia meminum seteguk es teh yang dibelinya tadi di kantin. Sedangkan saya
hanya melihatnya geli. Ini pertama kalinya saya dibilang cantik oleh teman saya, apalagi teman laki-laki.
Maksud saya itu jarang banget ya kan?
“Huh dasar Dion playboy” Pipi saya bersemu merah, kemudian saya menunduk malu dengan
pujiannya. Terlalu berlebihan bila saya jadi pacar Dion. Saya merasa diri saya tidak pantas. “Terima kasih
sudah menyebut saya cantik. Mari lanjutkan makan nya. Nanti keburu dikejar bel yang pasti sudah
berbunyi beberapa menit lagi” Ah, saya mencari alasan yang tepat. Untung suara saya tidak menunjukkan
adanya patahan-patahan kata atau gagap.
“Eng.. enggak, gue nggak playboy. Tapi serius lo memang cantik”Katanya lalu memakan
chicken katsu yang sudah berada di hadapannya. Jangan tanya lagi aromanya. Selama beberapa bulan,
saya sudah meninggalkan makanan nikmat seperti ini. Memang, hemat harus memerlukan perjuangan
yang tak biasa.
Saya menikmati perlahan pada gigitan pertama, ayam yang begitu lembut dan renyah seperti
larut dalam lidah saya. Jangan bilang kalau saya norak. Tapi beginilah wajarnya, saya sudah lama tidak
menikmati makanan nikmat yang harganya jauh dari uang saku saya. Entah bagaimana kok Dion bisa
mempunyai banyak uang. Mungkin dia terlahir dari keluarga kaya. Dion aja berasal dari Jakarta!
Dan dalam waktu tidak sampai dua puluh menit piring yang sudah digunakan kosong dan
tandas. Meninggalkan bekas nasi yang sudah terjatuh atau biasa disebut tercecer di meja. Ku lihat dia juga
sudah selesai makan. Malah, mungkin dia sudah lebih cepat menghabiskannya daripada saya. Saya harus
jujur, saya ingin makan lagi. Nafsu makan saya tiba-tiba menjadi rakus. Perut saya lapar lagi. Cacing-
cacing di perut saya membuat saya tersiksa. Krucuk krucuk, tidak-tidak, perut saya sangat ganas dan
sepertinya sudah terlanjur didengar oleh Dion.
“Haha! Bilang aja kalau lo masih laper, gue kan bisa belikan lo makanan ringan!”Serunya
renyah. Saya menggeleng kuat. Dia sudah terlalu banyak membayari saya. “Udah ga apa-apa. Enjoy aja,
gue yang bayarin kok” Lalu ia menyerahkan uang berwarna ungu yang bernilai sepuluh ribu rupiah.
Munculah dua sushi dari balik rak. Lagi-lagi terlihat lezat.
“Nih” Ucapnya.
“Thanks ya, lo baik banget. Gue nggak tau harus bilang apa sama lo. Ternyata, nggak seperti
yang gue sangka. Anak Jakarta baik-baik, salah satunya lo. Lo udah ngajari guebahwa nggak semua orang
yang kita anggap buruk tidak seperti sifatnya. Tapi, kalau menurut gue tergantung dari orangnya juga
sih..”Ucapku sambil berjalan di sebelah Dion. Lalu, saya menggigit sushi milik saya yang sudah saya
berikan sambal. Kebiasaan saya. Saya suka sambal dan makanan yang pedas-pedas. Itu sudah terjadi
sejak dulu saya kelas tiga sekolah dasar.
“Nggak semua anak Jakarta itu baik. Ada juga yang pikirannya mesum kok. Tapi, gue juga
bangga dengan kota kelahiran saya yang satu itu. Di sana, orang-orangnya suka membantu dan menolong.
Mereka ramah dengan satu sama lain. Anggapannya, gue sama teman-teman gue aja udah seperti
keluarga. Keluarga kedua setelah keluarga inti gue” Jelasnya mengakhiri. Pasti kehidupannya jauh lebih
menyenangkan daripada saya. Itu sudah pasti.
“Berarti, harusnya sekarang lo nggak temenan sama saya. Kamu nggak akan bisa menemukan
teman yang membuat kamu bahagia bila kamu berteman kepada saya. Teman-teman di kelas saya lebih
menyenangkan. Mereka seru untuk diajak ngobrol. Dan tentunya mereka lebih canggih ketimbang saya”
Akhir saya.
“Gue harus buktiin apalagi untuk jadi teman lo? Bahkan gue berharap bisa jadi sahabat lo. Gue
harus buktiin apa lagi? Pulang kuliah, temenin gue pergi ke pantai sama makan siang. Cuma sekedar
menikmati udara di Surabaya aja. Denger-denger, di Surabaya ada yang namanya Pantai Kenjeran kan?
Kita harus ke sana nanti siang!”
Jam 16.30
Saya teringat, ketika saya masih menginjak Sekolah Dasar di kelas lima, sehabis dari Kenjeran
saya mengalami sakit yang bernama Virus Singapura. Dan sekarang, saya harus kembali ke pantai yang
hampir aja jadi musuh saya itu. Tapi tak apalah, lumayan, saya bisa melepaskan penat dan membiarkan
pikiran saya terbang terbawa angin pantai yang sejuk. “Gue suka pantainya” Kata Dion.
“Iya, saya juga suka. Udaranya sejuk di sini. Ya udah, saya mau beli air kelapa dulu di dekat
sini. Kamu bisa tunggu di sini. Saya hanya sebentar”Ucap saya. Merasa haus dan tiba-tiba saya ingin
meminum es kelapa.
“Gue saja yang pesankan. Mbak!”Panggilnya kencang. Saya kembali menghempaskan pantat
saya ke kursi kayu yang membuat saya nyaman untuk mendudukinya. “Es kelapa dua ya!”.
“Kamu suka es kelapa ya? Saya suka, bawaan dari orang tua aja.”
“Iya gue suka, gue suka kelapa. Apalagi pohonnya, gue suka. Pohon kelapa membawa banyak
banget manfaat dalam hidup kita tanpa kita sadari. Dulu, di Jakarta, gue ikut organisasi pramuka. Dan gue
nyesel, SMA yang gue tempati dulu ga ada organisasi pramukanya! Gue sebel banget. Dan akhirnya gue
harus pindah ke Surabaya karena tuntutan kerja orang tua gue. Tapi gue seneng juga sih, bisa nemu cewek
yang namanya Ana. Dia tu cantik, tapi kayaknya gue belum bisa nembak dia.”Jelasnya panjang kali lebar
lalu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Dan kamu tau, pembicaraan kita memang benar-benar melenceng dari pokok pembicaraan.
Tapi, saya kepo dikit nih. Siapa sih Ana itu?” Kepo saya meluap-luap. Tapi kenapa bisa begitu? Padahal
saya hanya teman barunya saja. Saya belum mengenalnya dari A-Z. Tapi saya begitu peduli.
“Kepo nih ya! Anak culun bisa kepo nih ye!”Culun? Haha memang benar, saya culun. Tapi saya
berusaha menyingkirkan keculunan saya. “Yaa udah tuh, es kelapa nya udah mau dateng!”Menyingkirkan
pokok pembicaraan!
“Saya mau menjadi sahabat kamu”Kalimat yang tiba-tiba keluar dari mulut saya. Kalimat yang
sebelumnya belum pernah saya pikirkan akan keluar secepat ini. Kami baru satu hari kenal, bahkan
kurang dari itu. Tapi saya begitu ingin menjadi sahabatnya. Dia menyenangkan.
“Oke, gue juga mau jadi sahabat lo. Besok, pulang bareng gue aja ya!”Kata Dion sambil
menaikkan sebelah alisnya lalu terseyum manis. “Tuh diteguk es kelapanya, entar gue minum loh!” Lalu
dia mengulurkan tangannya untuk mengambil gelas berisi penuh air kelapa beserta daging kelapa yang
pasti nikmat rasanya.
“Eh jangan dong, gue minum apa entar?”Lagi-lagi kalimat yang tidak akan pernah saya duga.
“Uhuy! Percaya deh yang sekarang kelewat gaul!”
“Nggak ah, itu tadi….”
“Udah…. , diminum tuh es kelapanya” Lalu dia meminum seteguk es kelapa miliknya. Saya
mengikutinya meminum es kelapa. Tapi milik saya sendiri. Menyegarkan, fantastic, dan begitu enak saat
mulai saya masukan ke dalam mulut. “Loh, ketagihan kan? Pesen nasi goreng yuk!”
“Ga ada uang” Jawab gue. Enak juga tuh pakai bahasa gue-lo.
“Gue aja yang bayarin! Ga usah steres amat gitu lah! Anak kost pasti!” Tebaknya.
“Seratus deh buat lo! Gue nasi goreng pedes ya, sama es teh tawar juga! Mumpung dibayari
nih!” Memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya memang yang terbaik.
“Oke! Mbak!!! “Panggilnya kencang. Kebiasaan laki-laki. “Pesan nasi goreng pedas dua sama
es teh tawar dua”. Lalu mbak yang dipanggilnya tadi menjauh sambil membawa papan dan nota.
“Lo ikut-ikut gue ya? Pesen nasi goreng sama teh tawar? By the way, gue jadi bisa beli
makanan enak nih!”
3. Full Day of Surprise!
Puas, kenyang, nikmat. Itu yang gue rasakan sekarang. Tadi, gue sama Dion tertawa bareng.
Lega banget rasanya. Pas Dion lagi kepedesan dan keringatnya banjir banget, mukanya merah, lalu es
tehnya langsung diserbu dan dihabiskan. Alhasil, es teh yang tadinya segelas, langsung habis. Hanya
untuk memadamkan kebakaran di tenggorokannya. Padahal, kalau gue baca-baca artikel, minum air
dingin sehabis kepedesan kan tambah membuat mulut terasa sangat pedas.
Dan itulah hasilnya, mulutnya ‘kobongan’. “Makannya, lo sih resek. Udah gue bilangin jangan
ikut-ikutan gue, malah di bantah! Tuh, hasilnya mulut lo kobongan kan?”Lalu aku tertawa kecil melihat
aksi konyol seorang Dion yang ada di depan mataku ini.
“Bukan! Kayaknya udaranya panas banget ya! Duh, es teh nya kurang lagi! Zzz, pedes banget!
Cabenya berapa sih?”Eyelannya membuat gue semakin tertawa lebar. Lalu, karena gue nggak tega, gue
mesen teh anget satu. “Kok teh hangat sih? Kan tambah pedes!” Umpatnya.
“Nggak, lo tenang aja. Kalau lo makan yang pedes-pedes lalu minum yang panas atau makan
makanan yang panas atau hangat, rasa pedas di mulutmu akan berkurang”Jelasku. Itu juga kudapat dari
artikel yang sempat kubaca.
Tidak lama kemudian, minuman yang tadi gue pesan sudah dateng. Eits, tapi bukan buat gue!
Ini buat Dion yang mulutnya lagi kobongan. Dilihatnya gelas berisi air berwarna coklat yang masih
hangat itu. Sehabis meminumnya, dia tampak lebih tenang. “Bener kata lo!”. Gue cuma nanggapi dengan
senyum miring.
Dan, gue sudah menghabiskan makanan gue lebih dulu. Dia sih kepedesan, dan parahnya lagi,
gue lebih nyaman menggunakan bahasa ‘saya-kamu’. Jadi, gue akan gunakan bahasa yang dulu gue pakai
lagi. Sorry, kalau ada yang keganggu.
“Tik, yuk liat pantai Kenjeran dari sisi sebelah sana! Gue pengen foto pantainya!” Serunya riang
lalu menarik tangan saya. Kami berlari, tertawa riang, dan membuat pasir yang kami injak berterbangan.
Perasaan saya lepas bersama angin yang kami lalui. Angin pantai yang sejuk dan menyegarkan. Dan
sekarang, kami telah sampai ke sisi yang pasti lain dari sisi yang tadi.
Saya terdiam sebentar. Menikmati suara kapal berlabuh, seruan ombak, dan deburan gulungan
air pantai.
“Indah banget ya? Gue ga habis pikir, kenapa ada orang yang tega-teganya buang sampah
plastik dan lain sebagainya di sini. Kenapa ya mereka tega-teganya buang sampah di pantai yang
harusnya jernih ini?” Ujarnya lalu mengeluarkan android miliknya untuk memfoto pantai beserta seburan
ombaknya. “Selfie bareng yuk!” Dia menarik tangan saya dan akibatnya badan yang tadinya berada di
hadapannya kini telah berada di sebelah kirinya.
“Satu..Dua..Tiga!”
Hasil jepretannya muncul di layar. Saya begitu antusias menlihatnya. Wajah saya beserta
dengan wajah Dion tampak serasi. Apalagi background yang mendukung, saya sangat menyukai foto itu.
“Hasilnya memuaskan ya?” Tanyanya sambil tersenyum puas melihat foto itu. “Eh, lo punya
instagram nggak? Nanti gue bisa tag ke username ig lo!”
Saya tersenyum kecil. “Nggak, saya nggak punya. Android saja tidak ada, bagaimana dengan
instagram?” Malu untuk mengakuinya, tapi menurut saya itu hal yang wajar. Wajar sebagai anak kost!
Hehe!
“Uh, uhm, sorry Tik, saya nggak maksud. By the way, ada android nganggur di rumah saya,
iPhone 5S, hadiah ulang tahun saya. Kamu mau? Saya sudah pakai iPhone 6 plus”Kata Dion. What? Dia
memakai saya dan kamu.
“Hmm, nggak usah! Buat kamu aja, atau saudara kamu!” Seruku lalu menggeleng kepala pelan
lalu cepat dan tegas. Ekor kuda saya ikut melambai-lambai mengikuti gerak kepala. Kemudian dia
memegang pundak saya.
“Udahlah, orang tua saya sudah punya hape. Saya juga. Saudara? Sayangnya saya anak tunggal.
Jadi, besok kubawakan hapenya. Yang sudah di charger dan di isi pulsanya. Saya janji!” Sambil
menggerakan kedua jarinya untuk membentuk huruf ‘v’. Tertawa kecil, senang melihat aksinya. Dengan
sukacita, saya menerimanya.
“Ya, saya mau. Terima kasih ya, tidak tau harus berkata apa lagi. Kamu sangat baik. Saya pasti
bisa menerima kamu dengan baik” Bungkukku lalu tersenyum dan membentuk jari menjadi huruf ‘V’.
“Kamu kaya banget ya?”
“Halah, biasa saja. Saya mau memberi dengan tulus. Saya kaya? Nggak, orang tua saya kok yang
kerjaannya santai tapi dapet hasilnya banyak. Ayah saya arsitek. Tidak tau hasilnya berapa, tetapi kata
ayah, bangunan di Surabaya banyak yang hasil karya ayah. Dan ayah selalu bangga menunjukan model
bangunannya pada saya. Sedangkan ibu…”Hening sejenak, kemudian dia melanjutkan” Cerai sama ayah.
Nggak tau kenapa mereka bisa cerai, tapi saya pernah nguping, orang tua kami cerai karena ibu
pengonsumsi narkoba”
Rasanya seperti ada yang menghantam hatiku. Di balik kehidupannya yang sempurna, ternyata
ada luka yang sangat menggores. Kalau saya jadi Dion, ‘Hidup saya sudah tidak sempurna’ , ‘ Hidup
memang sangat sulit’ . Banyak tantangan yang mengalir, belokan-belokan, patahan semangat, dan kejutan
hidup. Kok saya jadi aneh begini?
“Nggak usah dipikirkan. Saya sendiri sudah belajar menerima semuanya. Ayah begitu santai
dengan saya. Dan kamu tau, keasikan hidup itu selalu mengalir. Saya begitu sayang sama ayah.
Bagaimanapun, saya hidup karena adanya dia. Jadi, nggak bisa juga tiba-tiba ngambek lalu kabur dari
rumah hanya karena ibu berpisah dengan ayah. Kalau kabur, bisa-bisa saya jadi gelandangan di pinggir
jalan”
“Dan saya nggak akan bisa dapat traktiran dari kamu” Ucapku lalu tersenyum kecil. Tiba-tiba,
saya merasa di awasi oleh seseorang. Tapi entah siapa itu. “Haha, bercanda doang kok Di. Kuat ya kamu”
“Sudah tuntutan hidup. Kalau traktiran, iya juga sih ya, hahaha. Kuat nih ya!” Kata Dion lalu
menunjukan otot lengannya. Mau bagaimanapun, saya tetap tertawa. Dia punya masalah, saya punya
masalah, semua orang pasti punya masalah yang akan dihadapi sendiri. Tapi, saya percaya Tuhan sudah
mengaturnya sedemikian rupa agar umatNya tetap kuat menghadapi tantangan hidup di dunia. Dan… Ini
ceritanya saya jadi Mario Teguh KW dadakan nih…?
“Kamu nggak mau pulang? Ada banyak latihan buat besok. Saya harus mengerjakan latihan”
“Kamu lupa, saya bebas. Murid kuliah baru di kelasmu. Ya sudah, ayo kita pulang. Kost kamu di
mana?”Tanyanya lalu memegang lengan saya kemudian menggandeng saya.
“Nanti kutunjukan”
###
“Terima kasih” Bungkuk saya lalu melepaskan helm miliknya yang berwarna merah didominasi
oleh warna putih. Begitu ringan helm ini. Mungkin helm baru.
“Sama-sama, besok, saya nyontek pekerjaan rumah kamu ya!”Serunya lalu tersenyum lebar,
memperlihatkan rentet giginya yang putih dan rapi. Sebelum dia berbicara satu kalimat itu, dia
melepaskan helmnya, menunjukan rambut hitamnya yang berkibar-kibar. Saat dia senyum, lekukan
pipinya membentuk di sisi bibirnya. Membuat Dion menjadi lebih manis.
“Haha oke!” Lalu saya melangkahkan kaki dan masuk ke dalam halaman kost. Saya mengintip
sebentar lewat lubang pagar yang kecil. Dia melaju cepat meniggalkan jalan depan kost. Membuat saya
kehilangan bayangan dia. Daripada berlama-lama, saya kembali masuk ke dalam kost.
Langkahan kaki saya menggema. Memenuhi ruangan yang sedang sepi. Kira-kira, mereka ke
mana semua ya? Biasanya saat sore begini terdengar Bella dan temannya sedang bercanda ria sambil
menikmati acara TV alias sinetron. Entah mengapa mereka sangat menikmati sinetron yang ada di
televisi.
Saya melangkahkan kaki saya kembali untuk masuk ke dalam kamar. Merebahkan diri di atas
kasur lalu menenggelamkan diri di bawah selimut merah muda. Ditengah-tengahnya ada gambar hello
kitty tanpa mulut, sedang memakai pita berwarna merah muda yang muda. Dan akhirnya final, saya
tertidur.
Matahari mulai tenggelam, memancarkan warna jingga keunguan. Saya terbangun oleh jam
weker yang berada di sebelah tempat tidur. Dengan pelan, saya mengucek kedua mata, lalu saya
mendengar sebuah ketukan pintu. Jangan, jangan sampai itu ibu kost. Dan oh ya, saya belum membayar
tunggakan. Padahal sudah tanggal sepuluh.
Saya takut, namun penasaran. Membuka slot pintu lalu membuka pintu kayu yang baru diganti
sebulan yang lalu, kira-kira segitu.
“Aku boleh masuk?” Tanya seorang perempuan dengan mata sembab dan rambut berantakan, dia
Bella. Kenapa matanya sembab? Apa mungkin dia habis nangis? Atau begadang? Segera kuusir
pertanyaan itu jauh-jauh.
“Ya sudah, mari masuk. Daripada kamu berdiri di ambang pintu terus. Entar capek lagi” Jawabku
lalu menggandeng tangannya, menuntunnya masuk ke dalam kamar saya. Uhmm, untung kamar sudah
saya rapikan kemarin. Jadi, kamar sudah tidak terlalu terlihat berantakan lagi. Tapi, jangan tanya keadaan
kasur saya.
“Boleh curhat? Keadaan aku sekarang berantakan banget. Ternyata, orang tua aku bangkrut.
Pantas saja mereka nggak pernah ngirim uang kost dan uang sekolah. Aku nggak tau apa yang harus
kulakukan sekarang. Aku stres!” Hentinya. Lalu mengusap air matanya. “Dan aku juga mendapat telepon,
orang tuaku mau kabur keluar negeri. Aku.. aku kecewa banget!”
Deg, hati saya dihantam sekali lagi. Dia, Dion, kenapa menyimpan banyak kelemahan
tersembunyi di balik cerianya mereka, dibalik kuatnya mereka. Dan pada satu hari ini, saya mendapat
banyak cerita tantangan orang-orang yang bisa saya bilang dekat.
“Mari kita menyusun rencana agar kamu bisa membayar uang sekolah dan kost. Kamu bisa buat
novel? Kalau kamu bisa, kamu bisa buat lalu kirim ke penerbit. Begitu juga kalau kamu bisa buat cerpen,
kamu bisa kirim ke penerbit. Kalau harus di print, saya yang akan bayar tanggungannya. Kamu tinggal
buat saja”
“Itu nggak semudah kamu bicara”
“Tapi juga nggak sulit bila kamu mau mencoba. Siapa tau novel kamu bisa sukses dan
melambung di pasaran. Siapa tau kamu dapat uang banyak dari kamu nerbitkan novel kamu. Laptop?
Pakai punya saya dulu aja sementara. Kamu kerja di kamar saya. Saya bersedia” Motivasi saya muncul
lagi nih.
“Ya, aku mau coba. Aku janji, kalau aku mendapat untung dari penjualan novel yang akan aku
buat, aku akan memberimu seperempat dari hasil penjualan. Doakan aku sukses ya! Sekarang, di mana
laptopmu?”
Wah, daya tariknya langsung melambung tinggi. Saya begitu senang melihatnya. Lalu,saya
menunjuk laptop putih yang ada di atas kasur saya. Dengan cepat, dia meraihnya dan mulai membukanya.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara ketikan. Dan oh ya, saya lupa mengerjakan PR!!
****
Bulan purnama menggantikan posisi matahari. Saya suka pemandangan malam seperti ini.
Banyak kelap-kelip di sana. Kembali memutar kenangan hidup bersama orang tua. Mereka sangat baik
dan penuh kasih sayang. Tapi, bagaimana dengan Dion?
Rancangan novel yang Bella buat menarik untuk dibaca. Saya senang dia mempunyai niat yang
begitu dalam untuk membuat novel. Tapi, kasihan juga Bella. Dia harus membayar tunggakan kontraknya
dan kuliahnya yang mungkin sudah menumpuk. Apakah saya bisa membantunya? Itu sulit!
“Eh Tik, kamu suka sama ceritaku nggak? Coba deh baca BAB 1 nya, ngebut nih buatnya. Tapi,
aku boleh kan minta pendapat kamu. Lagi pula kan kamu suka baca banyak banget novel. Apalagi novel
fiksi sama petualangan. Baca ya, please!!!” Kata Bella dengan Puppy Eyesnya. Membuatnya terlihat lebih
imut. Matana berwarna coklat, maksud saya lensanya.
“Hmm, oke!” Jawabku semangat.
4. Nita and Her Geng
Bayangkan, saya anak asal Surabaya dan berbicara gaul memakai gue-lo. Terasa aneh kan?
Makanya saya sudah terbiasa memakai sebutan saya dan kamu. Hari ini saya dan Dion akan pulang
bersama setelah jam kuliah habis. Dan sekarang, saya masih barusan menginjak kelas saat seseorang
sudah duduk di sebelah kursi saya, dia adalah Dion. Orang yang saya kira akan datang lebih lama dari
pada saya.
“Hai sis, gue dateng pagi biar gue bisa nyontek pekerjaan rumah lo! Kebayang nggak sih, aku
dateng lebih dulu daripada kamu? Anak culun?” Lalu Dion tertawa kecil setelah selesai mengucapkan
kalimatnya.
“Diooonn!!! Maih aja nyebut aku culun. Oke, tidak ada contekan buat kamu!”

More Related Content

What's hot

Cerpen d hikayat
Cerpen d hikayatCerpen d hikayat
Cerpen d hikayatAura Net
 
Naskah drama qada dan qadar
Naskah drama qada dan qadarNaskah drama qada dan qadar
Naskah drama qada dan qadarnoussevarenna
 
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)Mohammad Al-hamzawiyyah
 
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpenSemangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpenMuhammad Jaenal
 
Cinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktuCinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktuHeni Handayani
 
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunia
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunianaskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunia
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya duniaSiti Jum'atun
 
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess Putriberdarahungu thehalfbloodprincess
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess Amir Haruna
 
Valleria verawati.pacarkujuniorku
Valleria verawati.pacarkujuniorkuValleria verawati.pacarkujuniorku
Valleria verawati.pacarkujuniorkuIvan Yandri
 

What's hot (19)

Cerpen d hikayat
Cerpen d hikayatCerpen d hikayat
Cerpen d hikayat
 
Naskah drama
Naskah dramaNaskah drama
Naskah drama
 
Naskah drama qada dan qadar
Naskah drama qada dan qadarNaskah drama qada dan qadar
Naskah drama qada dan qadar
 
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
cerita tentang aku (Penghianatan cinta dan persahabatan)
 
Drama singkat
Drama singkatDrama singkat
Drama singkat
 
Cinta pertama
Cinta pertamaCinta pertama
Cinta pertama
 
Kelompok borobudur
Kelompok  borobudurKelompok  borobudur
Kelompok borobudur
 
Cerpen kasih salina
Cerpen  kasih salinaCerpen  kasih salina
Cerpen kasih salina
 
Kliping cerpen
Kliping cerpenKliping cerpen
Kliping cerpen
 
Science of love
Science of loveScience of love
Science of love
 
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpenSemangat yang tak terkalahkan versi cerpen
Semangat yang tak terkalahkan versi cerpen
 
Cinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktuCinta datang tepat waktu
Cinta datang tepat waktu
 
Naskah drama 4 orang persahabatan
Naskah drama 4 orang persahabatanNaskah drama 4 orang persahabatan
Naskah drama 4 orang persahabatan
 
Cerita pendek (cerpen)
Cerita pendek (cerpen)Cerita pendek (cerpen)
Cerita pendek (cerpen)
 
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunia
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunianaskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunia
naskah drama lentera hati di tengah gelapnya dunia
 
Cerpen Jangan Pergi
Cerpen Jangan PergiCerpen Jangan Pergi
Cerpen Jangan Pergi
 
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess Putriberdarahungu thehalfbloodprincess
Putriberdarahungu thehalfbloodprincess
 
Surat dari amerika
Surat dari amerikaSurat dari amerika
Surat dari amerika
 
Valleria verawati.pacarkujuniorku
Valleria verawati.pacarkujuniorkuValleria verawati.pacarkujuniorku
Valleria verawati.pacarkujuniorku
 

Similar to Orang pertama (20)

Cc 1
Cc 1Cc 1
Cc 1
 
Teror via email part 2
Teror via email part 2Teror via email part 2
Teror via email part 2
 
Parabola - Cerpen kewirausahaan
Parabola - Cerpen kewirausahaanParabola - Cerpen kewirausahaan
Parabola - Cerpen kewirausahaan
 
Cerpen-Hal Tak Terduga
Cerpen-Hal Tak TerdugaCerpen-Hal Tak Terduga
Cerpen-Hal Tak Terduga
 
Cerita versi ku
Cerita versi kuCerita versi ku
Cerita versi ku
 
The true of my live
The true of my liveThe true of my live
The true of my live
 
Post 1
Post 1Post 1
Post 1
 
My last love
My last love My last love
My last love
 
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatikuKelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
Kelembutan hatinya menghangatkan dinginnya hatiku
 
Rinduku kenanganku
Rinduku kenangankuRinduku kenanganku
Rinduku kenanganku
 
Teror via email part 1
Teror via email part 1Teror via email part 1
Teror via email part 1
 
Pacarku juniorku
Pacarku juniorkuPacarku juniorku
Pacarku juniorku
 
Cerpen -our tale
Cerpen -our taleCerpen -our tale
Cerpen -our tale
 
A. guardian angel
A. guardian angelA. guardian angel
A. guardian angel
 
A. guardian angel
A. guardian angelA. guardian angel
A. guardian angel
 
Dwi ariyanto
Dwi ariyantoDwi ariyanto
Dwi ariyanto
 
Mayasari punya story
Mayasari punya storyMayasari punya story
Mayasari punya story
 
Belum ada judul
Belum ada judulBelum ada judul
Belum ada judul
 
Niken & Pandu
Niken & PanduNiken & Pandu
Niken & Pandu
 
Kecil kecil keren
Kecil kecil kerenKecil kecil keren
Kecil kecil keren
 

Orang pertama

  • 1. Sinopsis Seorang anak perempuan minder bernama Tika. Di tempat kampusnya, dia menemukan anak baru yang datang dari Jakarta, bernama Dion. Dialah yang menjadi satu-satunya teman bahkan sahabat Tika! Diam-diam, Dion menyimpan sesuatu dari Tika. Apa itu?
  • 2. 1. Beside Me? Daun berguguran. Padahal di Indonesia tidak ada musim gugur atau biasa disebut spring. Aroma tanah yang basah tercium khas di hidup. Beberapa menit lalu, gerombolan kristal air menghujani kawasan Surabaya Barat. Mereka menyerbu banyak sekali. Tak terhitung jumlahnya. Namun, itulah yang ditunggu-tunggu dari beberapa bulan yang lalu. Gerimis, kaca mobil orang yang berlalu lalang di jalan raya berembun. Namun tidak berlaku bagi yang mobilnya memakai pendingin udara. Lampu-lampu berkelap kelip jika dilihat dari atas gedung yang tinggi. Lampu-lampu yang lalu lalang melewati kawasan itu. Lampu-lampu itu milik kendaraan bermotor. Menemani anak kost yang sedang menunggu bintang-bintang yang akan muncul karena tertutup awan mendung yang kini sudah agak menghilang dari langit. Meninggalkan jejaknya sedikit di atas sana. Membiarkan dirinya menutupi rembulan sabit yang terangnya minim sampai ke bumi. Tika. Nama saya Ramatika Gisana. Pasti kalian berpikir kalau nama itu aneh. Ya aneh. Saya anak kost-kostan yang lagi tidur-tiduran di kasur kamar yang sudah terbilang berantakan karena ulah saya tadi. Saya tidur sambil main sepak bola. Kalian pasti nggak ngerti maksud saya. Kalau saya sudar tidur pulas,saya bisa tidur sambil berputar di kasur. Menendang selimut yang menyelimuti saya. Dan kaos kakipun, bisa terlepas dari kaki saya. Memang, tidur saya agak nakal. Jangan bayangkan saya seperti anak gaul di Jakarta atau anak gaul di manapun itu. Saya hanya anak yang sering tidak percaya diri, salah, sepertinya selalu tak percaya diri dengan wajah saya dan akibatnya saya tidak pandai bergaul. Hape saya bukanlah android atau hape mahal apapun itu. Hape saya hanya hape jadul. Bukan karena orang tua saya tidak punya uang. Mereka mengirimkan uang yang cukup kepada saya. Malah, sebenarnya berlebih. Tetapi, itu hanya untuk membayar uang sekolah. Belum untuk membayar uang kost-kostan. Beginilah nasib saya sebagai anak kost-kostan, harus menghemat uang. Berapapun uang itu. Bahkan, sudah punya hape saja saya sangat bersyukur. Di kamar sebelah, ada penghuni yang bernama Bella Betania. Dia sering berisik saat sore hari. Itu karena pergumulannya dengan anak yang menempati kamar kost-kostan nomor 32. Kamar yang ada di sebelah kiri kamar saya. Temannya bernama Ananda Lycia. Dan lagi-lagi jangan berpikir bahwa mereka pernah mengajak saya ngobrol atau semacamnya. Tapi masih untung nasib saya, mereka tidak menggubris saya sama sekali. Yaaa, daripada saya jadi bahan cemoohan mereka. Saya berpikir, apakah mereka adalah anak terkenal di sekolahnya? Apakah mereka adalah anak yang paling cantik di kelasnya? Saya tidak mengetahui itu dan saya tidak akan menggubrisnya. Toh, itu bukan kehidupan saya kan? Tiba-tiba, sebuah teriakkan menghantam pintu kamar yang ada di sebelah kanan kamarku. “Kamu udah nggak bayar tunggakan uang sewa selama tiga bulan! Apa kamu mau saya keluarkan kamu dari kost-kostan ini!”Bentak ibu kost. Dan aku membayangkan gerakan dan ekspresi sang ibu kost. Badan ramping, tangan terkepal yang diletakkan di sebelah pinggang, poni di roll ke atas, dan yang pasti ekspresinya sangat menakutkan. “I..iya bu, nanti akan gue telepon orang tua saya”Kata si Bella gagap. Mungkin kaget atau masih syok dengan suara menggelegar yang dipunyai ‘Ibu kost yang galak’. Atau malah juga, dia takut dengan suara menggelagar bak singa mengaum itu.
  • 3. “Alasan kamu selalu sama! Kalau tidak pakai alasan itu ya kamu menjawab belum dikirim uang! Pokoknya, saya akan menelepon orang tua kamu kalau tidak secepatnya dibayar!”Marah ibu kost. Bella tertunduk lemah. Menganggukan kepalanya yang sudah muak mendengar kemarahan seorang ibu kost. Dan kata-katanya yang dikeluarkan untuk memarahi Bella semua hampir sama. Sampai- sampai saya juga bosan tinggal di kost ini. Sudahlah, sekarang sudah malam. Saya mau tidur dulu dan saya berharap besok menjadi hari yang indah. Kamis, 5 April 2015 Saya sudah bersiap-siap dengan dasi pita saya yang berwarna merah mawar yang sangat cantik itu. Kampus. Kampus. Kampus. Saya harus bersiap untuk kuliah hari ini, dan satu semester lagi saya akan mencari kerja karena saya akan menamatkan masa-masa sekolah saya. Melemparkan topi dan mendapat sertifikat bahwa saya telah lulus kuliah. Tidak, saya harus kerja setelah saya menamatkan kuliah saya. Di tempat kuliah , saya juga merupakan anak yang suka tidak percaya diri dan jarang bergaul. Mana ada sih yang mau sifatnya sama seperti saya? Saya sudah mencoba memutar balikkan sifat saya itu. Saya sudah mencoba presentasi di depan kelas dengan suara lantang dan diakhiri dengan tepuk tangan yang meriah dan berakhir dengan nilai memuaskan. Masa itu semua belum cukup? Sekarang saya berada di kampus saya. Masih cukup sepi untuk waktu sepagi ini. Tapi, jangan kalian pikir bahwa saya datang sepagi ini hanya untuk menyontoh tugas atau semacamnya. Saya hanya takut terlambat pada jam guru killer. Lagipula, ada salahnya kalau kita datang pagi? Tidak ada kan.. Mata saya masih mengerjap-ngerjap ngantuk. Minta ditutup dan tidur di atas ranjang. Namun saya sadar. Saya ada di kampus, bukan UKS atau Rumah. Ini kampus. Kemudian suara dobrakan pintu yang cukup keras mengagetkan saya, sebentar. “Woi, kelas kita bakal kedatangan anak dari Jakarta! Aku denger-denger sih, dia laki-laki dan ganteng lo!!” Ternyata dia Nita Rysta. Anak yang pergaulannya cukup baik. Namun sayang, dia pandai bergosip dan setiap hari dia bergosip. “Kamu tau dari mana?”Ricuh salah satu anak. Bangkit dari kursinya lalu menghampiri Nita untuk bertanya lebih lanjut. “Tuh, ada anaknya lagi ada di ruang guru. Aku berharap, aku jadi pacarnya!!!”Teriak Nita dengan genit. Huh, apa gunanya pacaran? Apa arti cinta? Apakah di umur remaja kita sekarang ini saya pantas untuk berpacaran? Sepertinya itu hal wajar. Karena banyak teman saya yang sudah berpacaran dan ngedate berulang kali. Bahkan, kabarnya anak-anak cantik sering bergonta-ganti pacar. Sebal sih enggak. Cuma kalau mereka pacaran kurang tau aturan aja. “Huh, iya kalau ganteng!”Seruku kecil. Saya tak tau! Tiba-tiba saja itu keluar dari mulut saya. Menyembur begitu saja seperti air sungai yang mengalir lancar. Kalau saya jomblo, kenapa harus takut untuk menyukai seseorang? Tidak, saya tidak mungkin suka dengan anak Jakarta itu bila saya belum mengenalnya lebih jauh. Mukanya saja saya tidak tau. Rupanya, cara berbicaranya, dan cara berpenampilannya seperti apa. Mengapa tiba-tiba saya ‘kepo’ terhadap di anak Jakarta yang hanya
  • 4. kabarnya saja akan masuk ke kelas ini? Dan parahnya lagi, tempat duduk berpasangan yang kosong hanya tersisa di sebelah saya. Saya jadi grogi. Kalau wataknya keras? Saya tidak bisa membayangkannya. “Ciee Tika ternyata sudah diam-diam suka sama seseorang ya!! Prit pritttt…” Seru anak yang bertanya kepada Nita. Kemudian, saya tertunduk malu lalu saya diselamatkan oleh bunyi bel masuk. Tett!!! Bel berbunyi nyaring saat kaki saya tepat menginjak lantai kelas saya pada langkah yang pertama. Kelas masih ramai. Beginilah suasana kelas kami setiap harinya. Tidak pernah jauh dari keramaian kelas. Saya sudah duduk di kursi saya dengan manis. Gelisah sekaligus senang. Apakah anak itu baik? Iya semoga saja. Saat saya melihat ke depan bawah, saya melihat dua orang berjalan beriringan. Seakan- akan empat kaki itu berjalan seirama. Dengan ragu, saya menggerakan perlahan wajah saya untuk melihat lebih jelas wajahnya. “Perkenalkan dirimu!”Seru Bu Anik setelah memegang bahu si anak Jakarta lembut. Si anak Jakarta menolehkan kepalanya sedikit lalu mengangguk. “Selamat pagi teman-teman, gue Dion Kurniawan Leonardo dari Jakarta. Gue pindah ke sini karena harus ikut dengan orang tua gue. Bokap dan nyokap. Terima kasih teman-teman. Ada pertanyaan?” Dion mengakhiri pembicaraan dengan senyuman manis. Sesuai dugaanku, dia menggunakan bahasa gaul. ‘Lo-Gue’. Dia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tak ada yang mengacungkan jari. “Baiklah, kamu bisa duduk di…”Jeda Bu Anik lalu menunjuk kursi sebelahku “Di sana ya Dion. Semoga dapat berkenalan dengan baik kepada teman-temanmu!” Nafasku memburu. Aku, kaget. Kaget, dia memang akan duduk di sini. Senang sekaligus syok masih masih menghampiri diriku. Aku tak percaya apa yang kulihat dan yang kudengar. “Hai! Gue Dion, gue boleh kan duduk sini?” Tanyanya sambil menunjuk kursi kosong di sebelahku. Aku mengangguk. “Nggak usah terlalu canggung, gue butuh bantuan lo biar gue bisa beradaptasi di sini dengan baik, gue butuh bantuan lo!”. Bengong. Aku bengong. Bengongku selesai sampai dia menggerakan tangannya dan melambaikannya tepat di depan wajahku. “Eh.. uhm.. Maaf, saya tadi cuma agak kaget saja. Saya diajak kenalan. Nama saya Ramatika Gisana”Ujarku lalu tersenyum. “ Emangnya di sini lo kurang bergaul ya?”Tanyanya lalu mengajukan tangannya untuk saya salami. Saya membalasnya. Dia tau kalau saya kurang bisa bergaul. “Hm, ya gitu deh”Lirihku. Paling ada yang ngajak ngobrol saya kalau ada kerja atau tugas kelompok. Saya ikut kerja kalau pada bagian itu, walaupun masih sangat hemat untuk mengeluarkan suara saya. Ya, daripada saya tidak dapat nilai. Kalau saya tidak naik, itung-itung juga uang yang sudah terbuang. “Kalau gitu, gue mau supaya gue jadi temen pertama lo di kelas ini!”Kata Dion santai. Aku bengong kedua kali. Ya ampun, kena virus apa saya sampai suka bengong di depan Dion? Ada obatnya?
  • 5. “Hei! Bengong lagi, oke gue tau lo pasti kaget dengan ajakan gue. Tapi paling nggak gue mau jadi temen lo” “Ya ampun, ternyata Tika juga bisa jatuh cinta! Cit cuit!”Goda Edo lalu bersiul. Satu kelas tertawa ria. Dan ya ampun, hari ini saya mulai merasa benar-benar tidak mood! Lalu saya berangan-angan ingin berjalan-jalan di luar kelas. Hanya berjalan-jalan santai sambil menikmati sura cuitan burung. Bahkan burung pun bisa mengejek saya. Dan ups, saya lupa kalau sekarang masih pelajaran guru killer itu! “ Kalau bisa, gue jadi sahabat terbaik yang pernah lo punya! Itu kalau lo cocok dan mau sama gue sih… Hehehe” Ucap Dion sambil tertawa kecil lalu melepaskan salaman kami secara perlahan dan lembut.
  • 6. 2. Gue dan Lo Dan kalau kita bermimpi, mimpi itu bisa menjadi kenyataan……… Kantin penuh sesak oleh siswa-siswi yang akan sarapan di sana. Sarapan yang kesiangan. Tapi, lumayan kok harga makanan di sini terjangkau bagi saku para murid. Dan kamu taulah, saya harus menghemat. Maka, saya hanya bisa membeli sebungkus roti selai keju yang dijual. Setidaknya saya bisa menghemat sekitar dua ribu rupiah. Dua ribu dikali tiga puluh, saya bisa menabung enam puluh ribu sebulan. Lumayan untuk ditabung, lumayan untuk membayar uang kost walau masih kurang. Kekurangannya, saya bayar menggunakan sisa uang yang diberikan oleh orang tua saya. “Kok lo cuma makan roti? Gue beliin lo makan ya?”Tanya Dion. Saya terdiam sebentar. Kemudian kepala saya mengangguk setuju. Lagi-lagi saya merasa bodoh karena kepala saya. Selanjutnya, dia memesan nasi kuning dua dan teh botol dua. “Terima kasih Dion”Ucapku malu-malu. Dan saya rasa, inilah pertama kali saya mengucapkan terima kasih di semester satu yang baru berjalan ini. Sekarang, kami jarang kerja kelompok, maksud saya di kelas saat pelajaran. “Biasa ajalah, ya udah, yuk makan berdua di meja sebelah sana!”Sambil menunjuk meja kosong yang ada di antara sesak orang-orang yang makan di kantin. Dia dengan cepat berlari dan menuju meja itu. Takut kalau ada siswa yang menempatinya duluan. “Nggak nyaman?” “Nyaman kok. Terima kasih buat makanannya dan pilihan tempatnya” Saya mengucap terima kasih sekali lagi kepada Dion. “Udah gue bilang biasa aja. Mungkin karena kelamaan ga ada temen ya?”Pertanyaan Dion membuatku mematung sebentar. Namun tak enak untuk tidak dijawab. Sebab, dia telah memberi saya nasi dan bersedia duduk dengan saya di meja bundar yang saya tempati sekarang. Entah mengapa di hati saya tidak ada keraguan untuk bersama dia. Padahal dia laki-laki dan saya baru saja mengenalnya. “Iya, saya nggak pernah ditraktir seperti ini. Mungkin dulu hanya kelas satu SMP di kelas saya diberikan sekotak nasi kuning. Itu aja karena acara sunatan. Haha, saya suka pengalaman saya bersama teman-teman. Andai saja saya bisa membuang jauh-jauh rasa kurang percaya diri saya. Juga ingin membuang jauh-jauh rasa kurang bersemangat dalam bergaul milik saya”Jelas saya. Dan saya tak percaya bisa bicara sepanjang itu. Apalagi mungkin ini hanya pertama kalinya. Dan itu membuat saya nyaman. “Tika, kalau lo bisa buang rasa kurang percaya diri lo, mungkin lo bisa bergaul dengan teman- teman. Gue Cuma ngasih saran lo ya!” Ucap Dion lalu mengedipkan satu matanya. “Kamu alay banget. Ngapain kedip-kedip ke saya”Ucap Saya lalu memandang lantai putih susu yang bergaris kotak-kotak berwarna biru muda. Mata saya memandang langit-langit ruangan ini. Berpikir. “Terima kasih atas saran kamu, saya akan coba saran kamu mulai hari ini”. “Ya ampun, kamu mulai dari bicara yang nggak kaku bisa nggak sih? Gini deh, lo bisa panggil gue dengan sebutan lo”
  • 7. “Iya….” Jawabku canggung. Tetap saja saya tidak terbiasa. Berbicara dengan Dion, rasanya sangat bebas. Dia adalah satu-satunya anak yang berbicara kepadaku di semester ini. Entah apa aura yang dikeluarkannya sehingga saya terasa nyaman duduk di sini dan makan di depan anak ini. Biasanya, saya selalu sungkan bila makan kalau ada orang yang memperhatikan wajah saya saat makan. Itu memalukan. Tetapi, sekarang terasa sangat berbeda. Dan sayapun tadi bisa berbicara panjang lebar dengan dia. “Lo, nggak malu temenan sama saya?” “Malu? Hahaha! Buat apa gue malu? Apa malu gue untuk temenan sama lo? Tika, lo manusia, gue juga. Lo cantik, gue ganteng. Dan gue pikir-pikir, lo bisa gue jadiin pacar! Hahaha” Ujar Dion lalu tertawa kecil. Sehabisnya, dia meminum seteguk es teh yang dibelinya tadi di kantin. Sedangkan saya hanya melihatnya geli. Ini pertama kalinya saya dibilang cantik oleh teman saya, apalagi teman laki-laki. Maksud saya itu jarang banget ya kan? “Huh dasar Dion playboy” Pipi saya bersemu merah, kemudian saya menunduk malu dengan pujiannya. Terlalu berlebihan bila saya jadi pacar Dion. Saya merasa diri saya tidak pantas. “Terima kasih sudah menyebut saya cantik. Mari lanjutkan makan nya. Nanti keburu dikejar bel yang pasti sudah berbunyi beberapa menit lagi” Ah, saya mencari alasan yang tepat. Untung suara saya tidak menunjukkan adanya patahan-patahan kata atau gagap. “Eng.. enggak, gue nggak playboy. Tapi serius lo memang cantik”Katanya lalu memakan chicken katsu yang sudah berada di hadapannya. Jangan tanya lagi aromanya. Selama beberapa bulan, saya sudah meninggalkan makanan nikmat seperti ini. Memang, hemat harus memerlukan perjuangan yang tak biasa. Saya menikmati perlahan pada gigitan pertama, ayam yang begitu lembut dan renyah seperti larut dalam lidah saya. Jangan bilang kalau saya norak. Tapi beginilah wajarnya, saya sudah lama tidak menikmati makanan nikmat yang harganya jauh dari uang saku saya. Entah bagaimana kok Dion bisa mempunyai banyak uang. Mungkin dia terlahir dari keluarga kaya. Dion aja berasal dari Jakarta! Dan dalam waktu tidak sampai dua puluh menit piring yang sudah digunakan kosong dan tandas. Meninggalkan bekas nasi yang sudah terjatuh atau biasa disebut tercecer di meja. Ku lihat dia juga sudah selesai makan. Malah, mungkin dia sudah lebih cepat menghabiskannya daripada saya. Saya harus jujur, saya ingin makan lagi. Nafsu makan saya tiba-tiba menjadi rakus. Perut saya lapar lagi. Cacing- cacing di perut saya membuat saya tersiksa. Krucuk krucuk, tidak-tidak, perut saya sangat ganas dan sepertinya sudah terlanjur didengar oleh Dion. “Haha! Bilang aja kalau lo masih laper, gue kan bisa belikan lo makanan ringan!”Serunya renyah. Saya menggeleng kuat. Dia sudah terlalu banyak membayari saya. “Udah ga apa-apa. Enjoy aja, gue yang bayarin kok” Lalu ia menyerahkan uang berwarna ungu yang bernilai sepuluh ribu rupiah. Munculah dua sushi dari balik rak. Lagi-lagi terlihat lezat. “Nih” Ucapnya. “Thanks ya, lo baik banget. Gue nggak tau harus bilang apa sama lo. Ternyata, nggak seperti yang gue sangka. Anak Jakarta baik-baik, salah satunya lo. Lo udah ngajari guebahwa nggak semua orang yang kita anggap buruk tidak seperti sifatnya. Tapi, kalau menurut gue tergantung dari orangnya juga sih..”Ucapku sambil berjalan di sebelah Dion. Lalu, saya menggigit sushi milik saya yang sudah saya
  • 8. berikan sambal. Kebiasaan saya. Saya suka sambal dan makanan yang pedas-pedas. Itu sudah terjadi sejak dulu saya kelas tiga sekolah dasar. “Nggak semua anak Jakarta itu baik. Ada juga yang pikirannya mesum kok. Tapi, gue juga bangga dengan kota kelahiran saya yang satu itu. Di sana, orang-orangnya suka membantu dan menolong. Mereka ramah dengan satu sama lain. Anggapannya, gue sama teman-teman gue aja udah seperti keluarga. Keluarga kedua setelah keluarga inti gue” Jelasnya mengakhiri. Pasti kehidupannya jauh lebih menyenangkan daripada saya. Itu sudah pasti. “Berarti, harusnya sekarang lo nggak temenan sama saya. Kamu nggak akan bisa menemukan teman yang membuat kamu bahagia bila kamu berteman kepada saya. Teman-teman di kelas saya lebih menyenangkan. Mereka seru untuk diajak ngobrol. Dan tentunya mereka lebih canggih ketimbang saya” Akhir saya. “Gue harus buktiin apalagi untuk jadi teman lo? Bahkan gue berharap bisa jadi sahabat lo. Gue harus buktiin apa lagi? Pulang kuliah, temenin gue pergi ke pantai sama makan siang. Cuma sekedar menikmati udara di Surabaya aja. Denger-denger, di Surabaya ada yang namanya Pantai Kenjeran kan? Kita harus ke sana nanti siang!” Jam 16.30 Saya teringat, ketika saya masih menginjak Sekolah Dasar di kelas lima, sehabis dari Kenjeran saya mengalami sakit yang bernama Virus Singapura. Dan sekarang, saya harus kembali ke pantai yang hampir aja jadi musuh saya itu. Tapi tak apalah, lumayan, saya bisa melepaskan penat dan membiarkan pikiran saya terbang terbawa angin pantai yang sejuk. “Gue suka pantainya” Kata Dion. “Iya, saya juga suka. Udaranya sejuk di sini. Ya udah, saya mau beli air kelapa dulu di dekat sini. Kamu bisa tunggu di sini. Saya hanya sebentar”Ucap saya. Merasa haus dan tiba-tiba saya ingin meminum es kelapa. “Gue saja yang pesankan. Mbak!”Panggilnya kencang. Saya kembali menghempaskan pantat saya ke kursi kayu yang membuat saya nyaman untuk mendudukinya. “Es kelapa dua ya!”. “Kamu suka es kelapa ya? Saya suka, bawaan dari orang tua aja.” “Iya gue suka, gue suka kelapa. Apalagi pohonnya, gue suka. Pohon kelapa membawa banyak banget manfaat dalam hidup kita tanpa kita sadari. Dulu, di Jakarta, gue ikut organisasi pramuka. Dan gue nyesel, SMA yang gue tempati dulu ga ada organisasi pramukanya! Gue sebel banget. Dan akhirnya gue harus pindah ke Surabaya karena tuntutan kerja orang tua gue. Tapi gue seneng juga sih, bisa nemu cewek yang namanya Ana. Dia tu cantik, tapi kayaknya gue belum bisa nembak dia.”Jelasnya panjang kali lebar lalu menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Dan kamu tau, pembicaraan kita memang benar-benar melenceng dari pokok pembicaraan. Tapi, saya kepo dikit nih. Siapa sih Ana itu?” Kepo saya meluap-luap. Tapi kenapa bisa begitu? Padahal saya hanya teman barunya saja. Saya belum mengenalnya dari A-Z. Tapi saya begitu peduli.
  • 9. “Kepo nih ya! Anak culun bisa kepo nih ye!”Culun? Haha memang benar, saya culun. Tapi saya berusaha menyingkirkan keculunan saya. “Yaa udah tuh, es kelapa nya udah mau dateng!”Menyingkirkan pokok pembicaraan! “Saya mau menjadi sahabat kamu”Kalimat yang tiba-tiba keluar dari mulut saya. Kalimat yang sebelumnya belum pernah saya pikirkan akan keluar secepat ini. Kami baru satu hari kenal, bahkan kurang dari itu. Tapi saya begitu ingin menjadi sahabatnya. Dia menyenangkan. “Oke, gue juga mau jadi sahabat lo. Besok, pulang bareng gue aja ya!”Kata Dion sambil menaikkan sebelah alisnya lalu terseyum manis. “Tuh diteguk es kelapanya, entar gue minum loh!” Lalu dia mengulurkan tangannya untuk mengambil gelas berisi penuh air kelapa beserta daging kelapa yang pasti nikmat rasanya. “Eh jangan dong, gue minum apa entar?”Lagi-lagi kalimat yang tidak akan pernah saya duga. “Uhuy! Percaya deh yang sekarang kelewat gaul!” “Nggak ah, itu tadi….” “Udah…. , diminum tuh es kelapanya” Lalu dia meminum seteguk es kelapa miliknya. Saya mengikutinya meminum es kelapa. Tapi milik saya sendiri. Menyegarkan, fantastic, dan begitu enak saat mulai saya masukan ke dalam mulut. “Loh, ketagihan kan? Pesen nasi goreng yuk!” “Ga ada uang” Jawab gue. Enak juga tuh pakai bahasa gue-lo. “Gue aja yang bayarin! Ga usah steres amat gitu lah! Anak kost pasti!” Tebaknya. “Seratus deh buat lo! Gue nasi goreng pedes ya, sama es teh tawar juga! Mumpung dibayari nih!” Memanfaatkan peluang yang sebesar-besarnya memang yang terbaik. “Oke! Mbak!!! “Panggilnya kencang. Kebiasaan laki-laki. “Pesan nasi goreng pedas dua sama es teh tawar dua”. Lalu mbak yang dipanggilnya tadi menjauh sambil membawa papan dan nota. “Lo ikut-ikut gue ya? Pesen nasi goreng sama teh tawar? By the way, gue jadi bisa beli makanan enak nih!”
  • 10. 3. Full Day of Surprise! Puas, kenyang, nikmat. Itu yang gue rasakan sekarang. Tadi, gue sama Dion tertawa bareng. Lega banget rasanya. Pas Dion lagi kepedesan dan keringatnya banjir banget, mukanya merah, lalu es tehnya langsung diserbu dan dihabiskan. Alhasil, es teh yang tadinya segelas, langsung habis. Hanya untuk memadamkan kebakaran di tenggorokannya. Padahal, kalau gue baca-baca artikel, minum air dingin sehabis kepedesan kan tambah membuat mulut terasa sangat pedas. Dan itulah hasilnya, mulutnya ‘kobongan’. “Makannya, lo sih resek. Udah gue bilangin jangan ikut-ikutan gue, malah di bantah! Tuh, hasilnya mulut lo kobongan kan?”Lalu aku tertawa kecil melihat aksi konyol seorang Dion yang ada di depan mataku ini. “Bukan! Kayaknya udaranya panas banget ya! Duh, es teh nya kurang lagi! Zzz, pedes banget! Cabenya berapa sih?”Eyelannya membuat gue semakin tertawa lebar. Lalu, karena gue nggak tega, gue mesen teh anget satu. “Kok teh hangat sih? Kan tambah pedes!” Umpatnya. “Nggak, lo tenang aja. Kalau lo makan yang pedes-pedes lalu minum yang panas atau makan makanan yang panas atau hangat, rasa pedas di mulutmu akan berkurang”Jelasku. Itu juga kudapat dari artikel yang sempat kubaca. Tidak lama kemudian, minuman yang tadi gue pesan sudah dateng. Eits, tapi bukan buat gue! Ini buat Dion yang mulutnya lagi kobongan. Dilihatnya gelas berisi air berwarna coklat yang masih hangat itu. Sehabis meminumnya, dia tampak lebih tenang. “Bener kata lo!”. Gue cuma nanggapi dengan senyum miring. Dan, gue sudah menghabiskan makanan gue lebih dulu. Dia sih kepedesan, dan parahnya lagi, gue lebih nyaman menggunakan bahasa ‘saya-kamu’. Jadi, gue akan gunakan bahasa yang dulu gue pakai lagi. Sorry, kalau ada yang keganggu. “Tik, yuk liat pantai Kenjeran dari sisi sebelah sana! Gue pengen foto pantainya!” Serunya riang lalu menarik tangan saya. Kami berlari, tertawa riang, dan membuat pasir yang kami injak berterbangan. Perasaan saya lepas bersama angin yang kami lalui. Angin pantai yang sejuk dan menyegarkan. Dan sekarang, kami telah sampai ke sisi yang pasti lain dari sisi yang tadi. Saya terdiam sebentar. Menikmati suara kapal berlabuh, seruan ombak, dan deburan gulungan air pantai. “Indah banget ya? Gue ga habis pikir, kenapa ada orang yang tega-teganya buang sampah plastik dan lain sebagainya di sini. Kenapa ya mereka tega-teganya buang sampah di pantai yang harusnya jernih ini?” Ujarnya lalu mengeluarkan android miliknya untuk memfoto pantai beserta seburan ombaknya. “Selfie bareng yuk!” Dia menarik tangan saya dan akibatnya badan yang tadinya berada di hadapannya kini telah berada di sebelah kirinya. “Satu..Dua..Tiga!” Hasil jepretannya muncul di layar. Saya begitu antusias menlihatnya. Wajah saya beserta dengan wajah Dion tampak serasi. Apalagi background yang mendukung, saya sangat menyukai foto itu.
  • 11. “Hasilnya memuaskan ya?” Tanyanya sambil tersenyum puas melihat foto itu. “Eh, lo punya instagram nggak? Nanti gue bisa tag ke username ig lo!” Saya tersenyum kecil. “Nggak, saya nggak punya. Android saja tidak ada, bagaimana dengan instagram?” Malu untuk mengakuinya, tapi menurut saya itu hal yang wajar. Wajar sebagai anak kost! Hehe! “Uh, uhm, sorry Tik, saya nggak maksud. By the way, ada android nganggur di rumah saya, iPhone 5S, hadiah ulang tahun saya. Kamu mau? Saya sudah pakai iPhone 6 plus”Kata Dion. What? Dia memakai saya dan kamu. “Hmm, nggak usah! Buat kamu aja, atau saudara kamu!” Seruku lalu menggeleng kepala pelan lalu cepat dan tegas. Ekor kuda saya ikut melambai-lambai mengikuti gerak kepala. Kemudian dia memegang pundak saya. “Udahlah, orang tua saya sudah punya hape. Saya juga. Saudara? Sayangnya saya anak tunggal. Jadi, besok kubawakan hapenya. Yang sudah di charger dan di isi pulsanya. Saya janji!” Sambil menggerakan kedua jarinya untuk membentuk huruf ‘v’. Tertawa kecil, senang melihat aksinya. Dengan sukacita, saya menerimanya. “Ya, saya mau. Terima kasih ya, tidak tau harus berkata apa lagi. Kamu sangat baik. Saya pasti bisa menerima kamu dengan baik” Bungkukku lalu tersenyum dan membentuk jari menjadi huruf ‘V’. “Kamu kaya banget ya?” “Halah, biasa saja. Saya mau memberi dengan tulus. Saya kaya? Nggak, orang tua saya kok yang kerjaannya santai tapi dapet hasilnya banyak. Ayah saya arsitek. Tidak tau hasilnya berapa, tetapi kata ayah, bangunan di Surabaya banyak yang hasil karya ayah. Dan ayah selalu bangga menunjukan model bangunannya pada saya. Sedangkan ibu…”Hening sejenak, kemudian dia melanjutkan” Cerai sama ayah. Nggak tau kenapa mereka bisa cerai, tapi saya pernah nguping, orang tua kami cerai karena ibu pengonsumsi narkoba” Rasanya seperti ada yang menghantam hatiku. Di balik kehidupannya yang sempurna, ternyata ada luka yang sangat menggores. Kalau saya jadi Dion, ‘Hidup saya sudah tidak sempurna’ , ‘ Hidup memang sangat sulit’ . Banyak tantangan yang mengalir, belokan-belokan, patahan semangat, dan kejutan hidup. Kok saya jadi aneh begini? “Nggak usah dipikirkan. Saya sendiri sudah belajar menerima semuanya. Ayah begitu santai dengan saya. Dan kamu tau, keasikan hidup itu selalu mengalir. Saya begitu sayang sama ayah. Bagaimanapun, saya hidup karena adanya dia. Jadi, nggak bisa juga tiba-tiba ngambek lalu kabur dari rumah hanya karena ibu berpisah dengan ayah. Kalau kabur, bisa-bisa saya jadi gelandangan di pinggir jalan” “Dan saya nggak akan bisa dapat traktiran dari kamu” Ucapku lalu tersenyum kecil. Tiba-tiba, saya merasa di awasi oleh seseorang. Tapi entah siapa itu. “Haha, bercanda doang kok Di. Kuat ya kamu” “Sudah tuntutan hidup. Kalau traktiran, iya juga sih ya, hahaha. Kuat nih ya!” Kata Dion lalu menunjukan otot lengannya. Mau bagaimanapun, saya tetap tertawa. Dia punya masalah, saya punya
  • 12. masalah, semua orang pasti punya masalah yang akan dihadapi sendiri. Tapi, saya percaya Tuhan sudah mengaturnya sedemikian rupa agar umatNya tetap kuat menghadapi tantangan hidup di dunia. Dan… Ini ceritanya saya jadi Mario Teguh KW dadakan nih…? “Kamu nggak mau pulang? Ada banyak latihan buat besok. Saya harus mengerjakan latihan” “Kamu lupa, saya bebas. Murid kuliah baru di kelasmu. Ya sudah, ayo kita pulang. Kost kamu di mana?”Tanyanya lalu memegang lengan saya kemudian menggandeng saya. “Nanti kutunjukan” ### “Terima kasih” Bungkuk saya lalu melepaskan helm miliknya yang berwarna merah didominasi oleh warna putih. Begitu ringan helm ini. Mungkin helm baru. “Sama-sama, besok, saya nyontek pekerjaan rumah kamu ya!”Serunya lalu tersenyum lebar, memperlihatkan rentet giginya yang putih dan rapi. Sebelum dia berbicara satu kalimat itu, dia melepaskan helmnya, menunjukan rambut hitamnya yang berkibar-kibar. Saat dia senyum, lekukan pipinya membentuk di sisi bibirnya. Membuat Dion menjadi lebih manis. “Haha oke!” Lalu saya melangkahkan kaki dan masuk ke dalam halaman kost. Saya mengintip sebentar lewat lubang pagar yang kecil. Dia melaju cepat meniggalkan jalan depan kost. Membuat saya kehilangan bayangan dia. Daripada berlama-lama, saya kembali masuk ke dalam kost. Langkahan kaki saya menggema. Memenuhi ruangan yang sedang sepi. Kira-kira, mereka ke mana semua ya? Biasanya saat sore begini terdengar Bella dan temannya sedang bercanda ria sambil menikmati acara TV alias sinetron. Entah mengapa mereka sangat menikmati sinetron yang ada di televisi. Saya melangkahkan kaki saya kembali untuk masuk ke dalam kamar. Merebahkan diri di atas kasur lalu menenggelamkan diri di bawah selimut merah muda. Ditengah-tengahnya ada gambar hello kitty tanpa mulut, sedang memakai pita berwarna merah muda yang muda. Dan akhirnya final, saya tertidur. Matahari mulai tenggelam, memancarkan warna jingga keunguan. Saya terbangun oleh jam weker yang berada di sebelah tempat tidur. Dengan pelan, saya mengucek kedua mata, lalu saya mendengar sebuah ketukan pintu. Jangan, jangan sampai itu ibu kost. Dan oh ya, saya belum membayar tunggakan. Padahal sudah tanggal sepuluh. Saya takut, namun penasaran. Membuka slot pintu lalu membuka pintu kayu yang baru diganti sebulan yang lalu, kira-kira segitu. “Aku boleh masuk?” Tanya seorang perempuan dengan mata sembab dan rambut berantakan, dia Bella. Kenapa matanya sembab? Apa mungkin dia habis nangis? Atau begadang? Segera kuusir pertanyaan itu jauh-jauh.
  • 13. “Ya sudah, mari masuk. Daripada kamu berdiri di ambang pintu terus. Entar capek lagi” Jawabku lalu menggandeng tangannya, menuntunnya masuk ke dalam kamar saya. Uhmm, untung kamar sudah saya rapikan kemarin. Jadi, kamar sudah tidak terlalu terlihat berantakan lagi. Tapi, jangan tanya keadaan kasur saya. “Boleh curhat? Keadaan aku sekarang berantakan banget. Ternyata, orang tua aku bangkrut. Pantas saja mereka nggak pernah ngirim uang kost dan uang sekolah. Aku nggak tau apa yang harus kulakukan sekarang. Aku stres!” Hentinya. Lalu mengusap air matanya. “Dan aku juga mendapat telepon, orang tuaku mau kabur keluar negeri. Aku.. aku kecewa banget!” Deg, hati saya dihantam sekali lagi. Dia, Dion, kenapa menyimpan banyak kelemahan tersembunyi di balik cerianya mereka, dibalik kuatnya mereka. Dan pada satu hari ini, saya mendapat banyak cerita tantangan orang-orang yang bisa saya bilang dekat. “Mari kita menyusun rencana agar kamu bisa membayar uang sekolah dan kost. Kamu bisa buat novel? Kalau kamu bisa, kamu bisa buat lalu kirim ke penerbit. Begitu juga kalau kamu bisa buat cerpen, kamu bisa kirim ke penerbit. Kalau harus di print, saya yang akan bayar tanggungannya. Kamu tinggal buat saja” “Itu nggak semudah kamu bicara” “Tapi juga nggak sulit bila kamu mau mencoba. Siapa tau novel kamu bisa sukses dan melambung di pasaran. Siapa tau kamu dapat uang banyak dari kamu nerbitkan novel kamu. Laptop? Pakai punya saya dulu aja sementara. Kamu kerja di kamar saya. Saya bersedia” Motivasi saya muncul lagi nih. “Ya, aku mau coba. Aku janji, kalau aku mendapat untung dari penjualan novel yang akan aku buat, aku akan memberimu seperempat dari hasil penjualan. Doakan aku sukses ya! Sekarang, di mana laptopmu?” Wah, daya tariknya langsung melambung tinggi. Saya begitu senang melihatnya. Lalu,saya menunjuk laptop putih yang ada di atas kasur saya. Dengan cepat, dia meraihnya dan mulai membukanya. Beberapa menit kemudian, terdengar suara ketikan. Dan oh ya, saya lupa mengerjakan PR!! **** Bulan purnama menggantikan posisi matahari. Saya suka pemandangan malam seperti ini. Banyak kelap-kelip di sana. Kembali memutar kenangan hidup bersama orang tua. Mereka sangat baik dan penuh kasih sayang. Tapi, bagaimana dengan Dion? Rancangan novel yang Bella buat menarik untuk dibaca. Saya senang dia mempunyai niat yang begitu dalam untuk membuat novel. Tapi, kasihan juga Bella. Dia harus membayar tunggakan kontraknya dan kuliahnya yang mungkin sudah menumpuk. Apakah saya bisa membantunya? Itu sulit!
  • 14. “Eh Tik, kamu suka sama ceritaku nggak? Coba deh baca BAB 1 nya, ngebut nih buatnya. Tapi, aku boleh kan minta pendapat kamu. Lagi pula kan kamu suka baca banyak banget novel. Apalagi novel fiksi sama petualangan. Baca ya, please!!!” Kata Bella dengan Puppy Eyesnya. Membuatnya terlihat lebih imut. Matana berwarna coklat, maksud saya lensanya. “Hmm, oke!” Jawabku semangat.
  • 15. 4. Nita and Her Geng Bayangkan, saya anak asal Surabaya dan berbicara gaul memakai gue-lo. Terasa aneh kan? Makanya saya sudah terbiasa memakai sebutan saya dan kamu. Hari ini saya dan Dion akan pulang bersama setelah jam kuliah habis. Dan sekarang, saya masih barusan menginjak kelas saat seseorang sudah duduk di sebelah kursi saya, dia adalah Dion. Orang yang saya kira akan datang lebih lama dari pada saya. “Hai sis, gue dateng pagi biar gue bisa nyontek pekerjaan rumah lo! Kebayang nggak sih, aku dateng lebih dulu daripada kamu? Anak culun?” Lalu Dion tertawa kecil setelah selesai mengucapkan kalimatnya. “Diooonn!!! Maih aja nyebut aku culun. Oke, tidak ada contekan buat kamu!”