Permen PU 01 2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataa...
5 Pedoman Survai Keuangan untuk Penyusunan Buku Putih Sanitasi
1. PANDUAN RINGKAS SURVAI KEUANGAN
(Untuk penyusunan Buku Putih dalam masa bridging)
Tujuan Umum: Mengetahui seberapa jauh kondisi keuangan suatu kabupaten/kota dan
mengetahui karakteristik pendanaan yang tengah berjalan.
Tujuan Khusus: Melalui Pemetaan Keuangan, kita dapat melihat seberapa jauh pola
pendanaan serta Kekuatan pendanaan yang tengah berjalan di kabupaten/kota dan selanjutnya
dapat dilacak pos-pos yang efektif guna pendanaan sanitasi yang berkelanjutan di Kota/ Kab.
A. Inventarisasi Dokumen Terkait Aspek Keuangan Kab/Kota
1. Dokumen Utama/Dokumen Langsung
No Jenis Data Isi Dokumen Lokasi Sumber Data
1 Buku Realisasi Data Pendapatan, Belanja Bappeda, Sekda Kab/Kota
APBD dan Pembiayaan Kab/Kota
2 RPJMD (menjadi Arah Kebijakan Keuangan; Bappeda, masing – masing
pedoman Renstra Strategi Pemb.;Kebijakan SKPD
SKPD) Umum; Program SKPD
5 KUA Sinkronisasi kebijakan Sekda, Bappenas, DPRD
pemerintah dengan pemda;
prinsip dan kebijakan
penyusunan APBD; teknis
penyusunan APBD
6 PPAS Skala prioritas untuk urusan Sekda, Bappenas, DPRD
wajib dan urusan pilihan ;
Menentukan urutan program
untuk masing – masing
urusan; menyususn plafon
anggaran sementara unt.
Masing-masing program
7 RKA - SKPD Disusun setelah KUA/PPAS Masing – masing SKPD
dibuat, harus mencerminkan
hal-hal yang ada dalam KUA
& PPAS
2. 2. Dokumen Pendukung
No Tentang U r a i a n Sumber Data
(1) (2) (3) (4)
1. Kinerja menggambarkan kondisi historis Buku Realisasi
Pendapatan dan pendapatan dan belanja langsung APBD lima
Belanja (pembangunan) subsektor sanitasi tahun terakhir
Langsung (sampah, air limbah domestik, dan Laporan
(Pembangunan) drainase lingkungan – jika ada) Realisasi
Sanitasi Kota) berupa pendapatan retribusi yang Anggaran lima
ditetapkan berdasarkan Perda tahun terakhir
masing-masing,
penjelasan tentang perkembangan
naik-turun untuk masing-masing
pendapatan dan belanja langsung
(pembangunan) sanitasi daerah
yang dijelaskan melalui Tabel-tabel,
gambar grafik.
penjelasan mengenai perbandingan
antara pendapatan dengan belanja
langsungnya pada suatu layanan
sanitasi, dimana akan
menghasilkan gambaran apakah
pada layanan sektor sanitasi
tertentu :
a) apabila pendapatan < belanja;
berarti non cost recovery-beban
subsidi naik atau,
b) apabila pendapatan > belanja;
berarti cost recovery-beban subsidi
turun
2. Pembiayaan Pembiayaan subsektor sanitasi dari Buku Realisasi
Non APBD DAK sanitasi APBD dan
Kab/Kota Pendanaan dari pusat melalui K/L laporan
(Dana Belanja K/L) realisasi
anggaran
Pembiayaan subsektor sanitasi SKPD lima
yang berasal dari anggaran tahun terakhir
pemerintah provinsi (satker propinsi
– perpanjangan tangan pusat)
Pendanaan pusat berupa dana
dekonsentrasi dan dana tugas
pembantuan, selama kurun waktu
3-5 tahun terakhhir,
Pembiayaan sanitasi yang berasal
dari pinjaman / hibah dari pihak
lender/donor, selama kurun waktu
3-5 tahun terakhhir,
3. No Tentang U r a i a n Sumber Data
(1) (2) (3) (4)
4. Partisipasi Gambaran tentang peranan swasta Laporan-
Pembiayaan dalam penyediaan pendanaan guna laporan yang
oleh Swasta dan melakukan pelayanan sanitasi diserahkan
Masyarakat (program fisik maupun non fisik). kepada pemda
Partisipasi kelompok (SKPD yang
masyarakat/LSM dalam menangani –
pembangunan sanitasi Bapermas,
Dinas
koperasi,dll.)
5. Belanja Sanitasi Gambaran besarnya dana APBD Laporan-
Perkapita yang dialokasikan untuk belanja laporan Jumlah
sanitasi di suatu kota, yang dihitung penduduk
dari belanja sanitasi dibandingkan (BPS,
dengan jumlah penduduk Kab/Kota Bappeda,
ybs. Bappermas)
Realisasi
APBD
4. B. Langkah – langkah Pemetaan Dokumen Keuangan Kota
Dokumen utama dalam pemetaan keuangan dalam penyususnan buku putih adalah Dokumen
Realisasi APBD 5 tahun terakhir
B.1. Realisasi APBD
Pendapatan
Pendapatan terdiri dari a) PAD, b) Dana Perimbangan dan c) lain-lain pendapatan yang sah.
Dari sumber-sumber pendapatan daerah tersebut, pemda biasanya masih mengandalkan PAD
dan dana perimbangan. Namun dalam perkembangannya pos lainnya dalam akun lain-lain
pendapatan yang sah perlu dianalisa. Secara singkat masing – masing pos dari pendapatan
adalah sebagai berikut
(a) PAD: Terdiri dari pajak daerah ; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan; dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
(b) Dana Perimbangan: Terdiri dari dana bagi hasil pajak/ bukan pajak; DAU; DAK
(c) Lain-lain pendapatan yang sah: Terdiri dari pendapatan hibah; dana darurat ; dana bagi
hasil pajak dari propinsi dan pemda lainnya ; dana penyesuaian dan otonomi khusus;
bantuan keuangan dari propinsi atau pemda lainnya.
Harus dianalisa tren dari masing – masing pos pendapatan tersebut, misalnya dibandingkan
antara besarnya PAD dengan total pendapatan dan bagaimana trendnya dari tahun ke tahun.
Khusus mengenai pos lain-lain pendapatanyang sah khususnya akun bantuan keuangan, harus
dianalisa trendnya, karena hal ini menyangkut aspek kelembagaan di propinsi dan kota serta
menyangkut aspek perencanaan keuangannya. Artinya, apakah bantuan keuangan yang ada
dapat dijadikan sumber pendanaan yang sustain atau hanya karena mendampingi pembiayaan
program kota/kab.
Belanja
Dari sisi belanja, harus dilihat bagaimana pemda membelanjakan APBD nya untuk kegiatan
operasional berupa belanja aparatur dibandingkan dengan belanja publik atau belanja
langsungnya. Perbandingan belanja aparatur/belanja tidak langsung terhadap belanja
publik/belanja langsung harus dihitung rata – ratanya sejak tahun 2005. Sehingga kita dapat
mengetahui berapa komposisi belanja langsungnya dari total belanja APBDnya. Hal ini
menunjukkan komitmen kota terhadap penyedian sarana publik termasuk sarana sanitasi.
5. CContoh Tabel: REKAPITULASI PENDAPATAN DAN BELANJA APBD LIMA TAHUN
TERAKHIR Rp.(000)
No Mata Anggaran1) 2006 2007 2008 2009 2010
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
A Pendapatan
Pendapatan Asli
1 Daerah
2 Dana Perimbangan
Transfer Pem Pusat
lainnya
Lain-lain
Pendapatan yang
3 Sah
4 Transfer Propinsi
Jumlah
Pendapatan
B Belanja
Belanja
Rutin/Aparatur/Tidak
1 Langsung
Belanja
Pembangunan/Publi
2 k/Langsung
Belanja Tak
3 Terduga
Jumlah Belanja
B.2. Realisasi Belanja Masing-masing SKPD
Dalam memetatakan masing-masing SKPD yang terkait dengan pembangunan sanitasi,
pertama-tama adalah mengetahui nama-nama SKPD nya (pemetaan), selanjutnya perlu
diketahui kebijakan pemda dari melalui RPJMDnya. Apakah bidang-bidang yang terkait sanitasi
sudah tercantum didalamnya, misalnya:
o Bidang Lingkungan hidup (Dinas Lingkungan, Dinkes,Dinas PU-CK)
o Bidang perumahan dan fasilitas umum (Dinas perumahan, Dinas PU)
o Bidang kesehatan (Dinas Kesehatan), dan
o Bidang perlindungan sosial (Bapermas)
Dari pemetaan kelembagaan, Lalu kita akan mengetahui bagaimana perkembangan masing-
masing belanja sanitasi pada masing-masing SKPD. Untuk bahan analisa, akan lebih baik jika
kita mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi di kota yang bersangkutan guna
6. membandingkannya dengan tingkat pertumbuhan masing – masing bidang yang menjadi
tanggung jawab masing-masing SKPD tersebut diatas.
Apabila suatu kota memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif baik, maka kota tersebut
relatif dapat dengan mudah melakukan pembangunan untuk sektor – sektor yang terkait
sanitasi. Namun karena kota pada saat dilakukan survey keuangan belum memiliki dokumen
perencanaan sanitasi yan terintegrasi maka pembangunan sanitasinya belum terfokus dan
masih terkesan berjalan sendiri – sendiri pada masing – masing SKPD.
Data pembangunan sanitasi dari masing-masing SKPD dapat dicocokkan (cross sheck) dengan
data belanja modal kota/kab. Yang ada dalam dokumen realisasi belanja APBD suatu kota.
Lebih jauh, kita dapat melihat sub sektor sanitasi apa yang menonjol kenaikannya atau
penurunannya bila dibandingkan dengan sub sektor sanitasi lainnya (subsektor persampahan,
air limbah, drainase lingkungan, dan PHBS (aspek non fisik). Hal ini dapat menunjukkan
potensi sekaligus titik lemah kota dalam pembangunan sanitasinya.
Prosentasi belanja sanitasi total suatu kota (yang dibandingkan dengan total belanja modal kota
ybs.) dapat kita bandingkan dengan prosentasi rata-rata belanja sanitasi kota/kabupaten secara
nasional. Rata – rata belanja sanitasi kota dan kabupaten di Indonesia berada pada kisaran
1%-2% dari total belanja APBD nya. Apabila suatu kota prosentasi belanja sanitasinya terhadap
total belanja APBDnya diatas rata-rata tersebut, maka hal tersebut berarti berita baik dan harus
ditingkatkan. Sebaliknya apabila dibawah rata-rata, maka perlu dianalisa lebih lanjut
penyebabnya.
Contoh Tabel BELANJA SANITASI PADA SKPD KOTA LIMA TAHUN TERAKHIR Rp. (000)
No SKPD 2004 2005 2006*) 2007 2008
DPU -
1 Pengairan
2 PU - CK
3 KLH
4 Kimtaru
5 Dinkes
6 Bappeda
7 Bapermas
8 dll.
Jumlah
Belanja
Sanitasi Kota
Jumlah
Belanja Total
Proporsi
Belanja
Sanitasi
terhadap
Belanja Total
(%)
7. B.3. Besaran perhitungan pendanaan sanitasi perkapita
Untuk mengetahui apakah belanja APBD yang dialokasikan untuk pembangunan sanitasi sudah
mencukupi untuk masyarakat di suatu kota, maka harus dihitung besarnya biaya pembangunan
sanitasi perkapita. Perhitungannya adalah besarnya realisasi biaya pembangunan sanitasi di
suatu kota dibagi dengan jumlah penduduk kota tersebut. Namun guna melengkapi analisa,
maka harus juga diketahui jumlah penduduk terlayani (dalam jiwa dan %).
Selanjutnya, setelah diketahui jumlah penduduk terlayani dan belanja per kapita yang ideal
(standar nasional) maka akan dihitung :
• Belanja Ideal sanitasi kota berdasarkan jumlah penduduk (Dalam Rp.)
• Prosentasi belanja ideal terhadap total belanja
• Prosentasi belanja ideal terhadap belanja sanitasi
Dari data besarnya biaya pembangunan sanitasi yang didapat, maka besarnya biaya
pembangnan sanitasi perkapita dapat dilihat pada tabel berikut :
Contoh Tabel BELANJA SANITASI PERKAPITA LIMA TAHUN
TERAKHIR (Rp.000)
N
Deskripsi 2006 2007 2008 2009 2010
o
A Komponen Belanja
Belanja Langsung
(Sanitasi)
Indikator Layanan
B Infrastruktur
Jumlah Penduduk (jiwa)
Jumlah Penduduk
Terlayani (%)
Jumlah Penduduk
Terlayani (jiwa)
Tingkat Belanja Sanitasi
C Perkapita (Rp) Pertahun
Berdasarkan Jumlah
Penduduk Kota (Rp.1.000)
Berdasarkan Jumlah
Penduduk Terlayani
(Rp.1.000)
Jika Belanja Sanitasi Ideal
Perkapita Pertahun adalah;
(Rp.)
Belanja” Ideal” Sanitasi
8. Kota adalah (Rp.1.000);
Realisasi Total Belanja
Pemda (belanja langsung)
Simulasi (%) belanja Ideal
terhadap Total Belanja
Realisasi Total Belanja
Sanitasi
Simulasi (%) belanja Ideal
terhadap Total Realisasi
Belanja Sanitasi
Persentasi Belanja sanitasi
Thd Belanja Total
Sumber : realisasi APBD; *) anggaran
Pembangunan sanitasi perkapita kota tidak dapat dijadikan indikator pencapaian pembangunan
sanitasi. Pembangunan sanitasi di kota Pekalongan harus juga diikuti dengan kenyataan
dilapangan.
Kondisi riil dilapangan yang dapat menjadi indikator keberhasilan ataupun pencapaian
pembangunan sanitasi suatu kota, harus juga disertai peningkatan terhadap akses kepada
sarana dan prasarana sanitasi seperti naiknya akses masyarakat terhadap jamban; naiknya
rasio pelayanan parasaran dan sarana persampahan per area penduduk, dan berkurangnya
area genangan. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah indikator – indikator kesehatan
seperti berkurangnya masyarakat yang menderita penyakit – penyakit yang berasosiasi dengan
aspek sanitasi, seperti misalnya naik atau turunnya angka kematian bayi akibat diare, DBD, dll.
Atau secara umum naik atau turunnya masyarakat yang menderita penyakit yang berasosiasi
dengan faktor sanitasi.
Apabila alokasi anggaran pembangunan sanitasi baik fisik maupun non fisik mengalami
peningkatan dimana disertai dengan meningkatnya akses masyarakat terhadap sarana dan
parasarana sanitasi serta menurunnya angka penderita penyakit berasosiasi dengan sanitasi
buruk, berarti pembangunan sanitasi yang dilakukan selama ini telah benar – benar efektif.
Namun apabila yang terjadi adalah kondisi sebaliknya, maka masih perlu peningkatan
pembangunan sarana dan parsarana sanitasi.
B.4. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan dan pengeluaran pembiayaan. Dimana pembiayaan
adalah sebagai konsekuensi jika terjadi adanya deficit sebagai akibat besarnya belanja yang
melebihi pendapatan suatu kota.Pembiayaan neto merupakan selisih dari penerimaan
pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup
defisit anggaran.
Penerimaan pembiayaan
Terdiri dari : 1) SILPA tahun sebelumnya yang diakibatkan, diantaranya oleh : pelampauan
penerimaan PAD ; pelampauan penerimaan dana perimbangan; pelampauan penerimmaaan
lain-lain penerimaan daerah yang sah; kewajiban kepada pihak ke3 yang sampai akhir tahun
belum terselesaikan; dan kegiatan lanjutan.2) Pencairan dana cadangan, 3) Hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan, 4)Penerimaan pinjaman daerah ( dari berbagai sumber), 5)
Penerimaan kembali pemberian pinjaman, 6) Penerimaan piutang daerah ( penerimaan piutang
9. dari pendapatan daerah; penerimaan piutang dari pemerintah, dan penerimaan piutang dari
daerah lain)
Pengeluaran pembiayaan
Terdiri dari : 1) Pembentukan dana cadangan; 2) Penyertaan modal (investasi) pemda; 3)
Pembayaran pokok hutang dan 4) pemberian pinjaman daerah
C. Opsi Pendanaan
Dalam survey keuangan juga harus dipetakan opsi-opsi pendanaan yang digunakan selama ini
dalam kaitannya dengan pembiayaan program dan kegiatan terkait aspek sanitasi. Harus
dijelaskan apa saja sumber dan mekanisme yang sudah ada selama ini, apa dan bagaimana
sumber dan mekanisme pendanaan yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah
propinsi, dan dari pemerintah kota/kabupaten sendiri atau bahkan dari sumber lainnya misalnya
partisipasi swasta.
Contoh Tabel SUMBER DAN MEKANISME PENDANAAN
2005 2006 2007 2008 2009
Pem. Pusat 1. 1. 1. 1. 1.
2. 2. 2. 2. 2.
3. 3. 3. 3. 3.
4. 4 4 4 4
Jumlah
Pem. Prop 1. 1. 1. 1. 1.
2. 2. 2. 2. 2.
3. 3. 3. 3. 3.
4. 4 4 4 4
Jumlah
Pemda 1. 1. 1. 1. 1.
Kab/Kota 2. 2. 2. 2. 2.
3. 3. 3. 3. 3.
4. 4 4 4 4
Jumlah
Setelah kita memetakan apa saja sumber dan mekanisme pendanaan yang ada di suatu kota,
maka berdasarkan data teknis yang dimiliki, akan dilakukan analisa sumber dan kebutuhan
pendanaan untuk suatu sitem sanitasi atau program dan kegiatan sanitasi yang akan dijalankan
di suatu kota.
Dalam menganalisa masing-masing sumber pembiayaan, pertama-tama mengetahui apa saja
untuk kegiatan fisik (opsi teknologi) dan non fisik yang akan dibiayai, kemudian masing-masing
kegiatan fisik dan non fisik tersebut dijabarkan secara cukup mendetil, agar dapat dibuat skala
prioritas sederhana yang selanjutnya dapat prakiraan sumber-sumber pembiayaannya.
10. D. Integrasi Aspek Keuangan dengan Aspek-aspek lainnya
Integrasi aspek keuangan dengan aspek-aspek lainnya seperti aspek kelembagaan, aspek
teknis, dan aspek komunikasi. Hal ini sangat strategis karena akan memperlancar proses
penyusunan buku putih dan bahkan lebih lanjut akan menyumbang data dan informasi ketika
menyusun SSK.
Contoh Tabel Keterkaitan Aspek – aspek lain dengan aspek Keuangan
Isu / Aspek Keuangan Data Yang Diperlukan
Teknis 1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
Kelembagaan 1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
Komunikasi 1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
Aspek Teknis dengan Aspek Keuangan
Beberapa aspek teknis yang menyangkut aspek keuangan adalah meliputi kondisi sarana
sanitasi yang terdapat di suatu kota. Misalnya jumlah dan kondisinya serta biaya yang
dibutuhkan untuk : perbaikan dan operasionalisasi serta perawatan masing-masing sarana
sanitasi tersebut.
Lebih jauh, jika kota sudah memiliki cetak biru dan DED dari perencanaan suatu sarana
sanitasi, maka data dan informasi mengenai biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan dan
perbaikan masing-masing sarana sanitasi juga dibutuhkan dalam bentuk suatu matrik yang
ringkas
Aspek Kelembagaan dengan Aspek Keuangan
Terkait dengan aspek kelembagaan yang diperlukan oleh aspek keuangan, maka tupoksi dari
SKPD yang bertanggungjawab langsung terhadap masalah keuangan daerah harus diperoleh
oleh konsultan keuangan. Selain itu, data mengenai tupoksi SKPD lainnya yang terkait langsung
dengan pembangunan sarana sanitasi juga diperlukan.
Aspek regulasi juga harus dibahas, apakah secara kelembagan ada permasalahan yang timbul
dalam menjalankan perda yang terkait dengan sanitasi. Terkait dengan regulasi juga dibutuhkan
data mengenai komentar-komentar dari konsultan kelembagaan mengenai efektifitas dari
dijalankannya perda-perda sanitasi selama ini.
Aspek Komunikasi dengan Aspek Keuangan
Berbeda dengan dua aspek sebelumnya, aspek keuangan secara ideal harus selalu dapat
menjembatani antara rekomendasi-rekomendasi ataupun ide-ide konsultan terhadap
pemerintah kota yang disampaikan dengan cara yang paling dapat diterima dilingkungan pokja
11. dan secara efektif dan efisien diserap untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh pokja atau
pemerintah kota.
Maka aspek komunikasi harus dapat menentukan media dan event apa yang menurut analisa
konsultan komunikasi paling sesuai dengan karakteristik suatu kota, agar isu-isu terkait aspek
keuangan khususnya dalam pembangunan sanitasi dapat disampaikan kepada para pemangku
kepentingan.