Teks tersebut membahas tentang konsep kebudayaan dan perubahan sosial budaya. Secara singkat, kebudayaan didefinisikan sebagai pola perilaku yang dipelajari dan diwariskan melalui simbol, termasuk perwujudannya dalam benda-benda budaya. Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang mencakup hampir semua aspek kehidupan sosial dan budaya suatu masyarakat. Terdapat berbagai teori dan bentuk perubahan sosial bud
1. 2. A. ARTI KEBUDAYAAN Kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta “buddayah” yang artinya “daya dari
budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa. Dalam konsep antropologi tidak ada perbedaan antara kata
“kebudayaan” dengan kata “budaya” karena hanyalah hasil dari imbuhan ke- dan akhiran – an yang tak berefek
makna lain. Sedangkan kata “culture” sebagai bahasa asing dari “kebudayaan” berasal dari kata latin “colere”
dengan makna “mengolah, mengerjakan” (khususnya tanah, pertanian). Dari makna ini, kemudian berkembanglah
makna “culture” sebagai segala daya upaya dan tindakan manusia untuk mengolah tanah dan mengubah alam.
Seiring berjalannya waktu, pendapat mengenai definisi kata kebudayaan ini pun mengalami berbagai perbedaan
pendapat dari para ahli antropologi yang begitu kompleks, namun pendapat Al Kroeber dan C. Kluckholn lah yang
sering dijadikan acuan. Mereka menyebutkan bahwa kebudayaan merupakan suatu pola, eksplisit, perilaku yang
dipelajari dan diwariskan melalui symbol-simbol yang merupakan prestasi khas manusia, termasuk
perwujudannya dalam benda-benda budaya. Definisi ini bukanlah definisi mutlak yang digunakan dalam
memaknai kata kebudayaan, namun berbagai pendapat masih begitu menumpuk dari berbagai ahli antropologi
yang sangatlah abstrak. Secara garis besar, dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah
hasil dari proses belajar. Dan hanya minimum saja tindakan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan
belajar. Disamping itu, perlu disadari bahwa kebudayaan merupakan suatu nilai yang dimiliki bersama dalam
suatu komunitas, bukan milik individu.B. BUDAYA SEBAGAI SISTEM GAGASAN Terdapat dua kategori penilaian
kebudayaan yang marak digunakan, yakni kebudayaan yang merujuk pada benda-benda material dan merujuk
pada system gagasan. Pada ketegori pertama disebut kebudayaan sebagai “pola dari perilaku”. Kelompok ini
berpendapat bahwa kebudayaan ini dihasilkan dari perilaku. Dengan kata lain, kebudayaan adalah benda-benda
atau materi-materi yang dihasilkan dari perilaku. Juga kelompok berpandangan bahwa kebudayaan ini merupakan
suatu system pengetahuan dan kepercayaan yang disusun sebagai pedoman manusia dalam menentukan dan
memilih alternative yang ada. Sedangkan kelompok lain yang berpandangan kebudayaan merupakan suatu
system gagasan juga meletakkan kebudayaan sebagai pedoman manusia dalam berperilaku dan bersikap. Jadi,
budaya berupa rancangan hidup, maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang diwariskan melalui
proses belajar sehingga membangun sifat manusia tersebut yang dikenal dengan “nilai budaya”. Sebuah nilai
yang dapat dilihat, dirasakan dan diwujudkan dalam bentuk adat istiadat masyarakat.C. PERWUJUDAN
KEBUDAYAAN Koentjaraningrat (1990) menggolongkan wujud kebudayaan menjadi: 1. Sebagai suatu kompleks
dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya,
3. 2. Sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan 3. Sebagai
benda-benda hasil karya manusia. Sedangkan J. J. Honingmann (1959) membagi budaya dalam tiga wujud, yakni
Ideas, Activities, dan Artifacs. Berdasar penggolongan ini, maka pengelompokan kebudayaan dapat disimpulkan
sebagai berikut: 1. Budaya yang bersifat abstrak Dalam hal ini, budaya dinilai abstrak, tidak dapat diraba dan
dilihat. Namun, pada hakekatnya telah berada pada masing-masing jiwa dan fikiran manusia. Ide-ide, gagasan,
nilai-nilai dan pemikiran merupakan salah satu contoh dari pada keabstrakan budaya tersebut. 2. Budaya yang
bersifat konkret Sifat konkret merupakan lawan dari abstrak, dimana jika dikatakan budaya bersifat konkret berarti
budaya dapat dilihat, diraba dan diamati pada setiap pola tindakan aktivitas manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Sifat konkret budaya ini terdiri dari perilaku, bahasa dan materi/artefak.D. PENGERTIAN
PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA Istilah ini sesungguhnya berasal dari dua konsep yang berbeda, pertama
perubahan social yang dilihat dengan kaca mata sosiologi dan kedua perubahan kebudayaan yang dilihat
menggunakan kaca mata antropologi. Sebelum penguraian masing-masing sumber, tidak ada salahnya jika
terlebih dahulu kita pelajari makna umum masing-masing. Menurut Soedjono Dirdjosiswojo (1985), memberikan
definisi bahwa perubahan social adalah perubahan fundamental yang terjadi dalam struktur social, system social
dan organisasi social. Kemudian, Koentaraningrat (1989), menyatakan bahwa perubahan budaya adalah
perubahan-perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan, yakni mencakup perubahan system
pengetahuan, organisasi social, system mata pencaharian, system teknologi, religi, bahasa dan kesenian.
Perubahan ini terjadi akibat ketidaksesuaian di antara unsure-unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga
menghasilkan suatu keadaan yang harmonis bagi kehidupan. Selain kedua definisi diatas, sebenanya masih
terdapat beberapa kolaborasi definisi yang dilahirkan oleh tokoh-tokoh sosiologi dan antropologi yang lain. Namun
secara singkat, dapat diambil ibrah bahwa perubahan social budaya adalah perubahan yang mencakup hampir
2. semua aspek kehidupan social dan budaya dari suatu masyarakat atau komunitas. Pada hakekatnya, proses ini
lebih cenderung pada proses penerimaan perubahan baru yang dilakukan oleh masyarakat tersebut guna
meningkatkan taraf hidup dan kualitas kehidupannya. Meskipun demikian, perubahan social budaya tidaklah lepas
dari penilaian tentang akibat positif dan negative dari responden yang mengalami proses ini secara langsung.
Terdapat pihak masyarakat yang dapat menikmati aroma positif dari perubahan ini, namun juga tidak
4. terlepas dari aroma negative yang dinilai merugikan dan menghambat suatu pihak akibat keadaan baru yang
datang pada komunitas mereka.E. TEORI-TEORI YANG MENDASARI PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
Beberapa teori yang mendasari perubahan social budaya dalam suatu kehidupan masyarakat, diantaranya: a.
Teori evolusi Inti aliran ini menyatakan bahwa masyarakat akan berkembang dari masyarakat sederhana
(primitive) menuju masyarakat modern (complex) dan memerlukan proses jangka panjang fase demi fase.
Penganut faham ini berpendapat bahwa perubahan menuju masyarakat modern ini akan mengalami perubahan
secara linear (garis lurus) dari masyarakat primitive menuju masyarakat tradisional hingga masyarakat modern.
Beberapa tokoh penganut aliran ini, antara lain: a) Auguste Comte, berpendapat bahwa masyarakat akan
mengalami tiga tahap perkembangan, yakni (1) Tahap teologis, diwarnai nilai-nilai supranatural, (2) Tahap
metafisik, tahap peralihan dari tahap telogis menuju prinsip-prinsip abstrak sebagai dasar perkembanngan
budaya, dan (3) Tahap ilmiah, didukung dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. b) Herbert Spencer,
menurutnya manusia akan melalui serangkaian tahap yang berawal dari tahap kelompok suku bangsa yang
homogeny dan sederhana men uju tahap masyarakat modern yang kompleks. Juga, teori siapa yang kuat dan
energik, maka dialah yang menang dan tetap bertahan, merupakan teori hasil pemikiran yang dilahirkannya. c)
Karl Marx, berpendapat bahwa adanya proses perubahan masyarakat primif menuju masyarakat modern seiring
perkembangan iptek, sehingga ia mencetuskan teori bahwa suatu saat masyarakat modern kapitalistis akan
mengalami keruntuhan, digantikan dengan masyarakat komunistis. b. Teori siklus Menurut teori ini, berpendapat
bahwa perubahan social merupakan sesuatu yang tidak bisa direncanakan atau diarahkan kepada suatu titik
tertentu, akan tetapi akan berputar melingkar sebagai sesuatu yang berulang-ulang. Dengan kata lain, tidak ada
titik terakhir yang sempurna dari suatu perubahan social, namun akan kembali ke tahap awal untuk peralihan ke
tahap selanjutnya. Sehingga dikatakan tidak ada batas yang jelas antara pola kehidupan masyarakat primitive,
tradisional dan modern. c. Teori fungsionalisme Teori berpendapat bahwa masyarakat tak ubahnya seperti suatu
struktur organ tubuh manusia yang bagiannya memiliki hubungan keterkaitan antara satu sama lain. Selain
hubungan keterkaitan, organ manusia pun memiliki tugas dan fungsi jelas dan berbeda yang saling melngkapi
antara satu sama lain. Maka begitu pula dalam
5. masyarakat setiap bentuk kelembagaan dapat melaksanakan tugas dan fungsi tertentu guna kestabilan dan
kemajuan suatu masyarakat.F. BENTUK-BENTUK PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA Menurut Soerjono Soekanto
(1990) berpendapat bahwa perubahan social dan kebudayaan dapat dibedakan dalam beberapa bentuk,
diantaranya: 1. Perubahan lambat dan perubahan cepat Perubahan lambat adalah perubahan social budaya yang
memerlukan waktu lama, cenderung tidak direncanakan dan berlangsung alamiah, tetapi biasanya menuju ke
tahap perkembangan masyarakat yang lebih sempurna atau lebih baik dari perkembangan sebelumnya. Salah
satu contoh ialah Teori Evolusi yang membutuhkan waktu panjang dan lama tersebut. Sedangkan, perubahan
cepat merupakan kebalikan dari perubahan lambat, yakni perubahan social budaya yang tidak memerlukan waktu
lama, cenderung direncanakan dan memiliki hasil yang tidak se-kongkret perubahan lambat. Hal ini serinng kita
kenal dengan istilah Revolusi, sebagai contoh Revolusi Industri, yang terencana dan tidak membutuhkan waktu
panjang. Beberapa syarat untuk terjadinya revolusi, antara lain: a) Keinginan yang kuat, b) Pemimpin yang
berdedikasi tinggi, c) Program kerja yang jelas, d) Pemimpin mampu menyamakan tujuan bersama, dan e)
Adanya momentum yang tepat. 2. Perubahan kecil dan perubahan besar Pada dasarnya, perbedaan antara
keduanya sangatlah relative. Namun, tetap terdapat perbedaan jika dilihat definisi masing-masing yang
menjelaskan bahwa perubahan kecil merupakan perubahan yang terjadi pada unsure-unsur struktur social atau
kebudayaan yang tidak membawa pengaruh langsung dan sangat berarti dalam sendi-sendi kemasyarakatan.
Sebaliknya, perubahan besar sangatlah membawa pengaruh (positif atau negative) pada kehidupan masyarakat.
Misalnya, perubahan busana, pola makan, music, dll yang masih termasuk dalam perubahan kecil. Namun,
3. perubahan dalam suatu lembaga masyarakat (ekonomi, social, dll) pastilah akan membawa pengaruh dalam
masyarakat. Misal, krisis moneter, kenaikan harga BBM, penurunan nilai harga jual hasil tani, dsb. 3. Perubahan
yang direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan Perubahan yang direncanakan merupakan suatu
bentuk perubahan yang telah diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang akan
melakukan perubahan (agent of chance). Tentunya setelah melewati proses panjang, melalui klarifikasi, verifikasi,
observasi, dsb diakhiri dengan keputusan perubahan yang terorganisir. Misal, REPELITA yang sempat digulirkan
di masa Orde Baru.
6. Sedangkan sebaliknya, perubahan yang tidak direncanakan merupakan bentuk suatu perubahan yang tidak
didesain terlebih dahulu akan tetapi tetap akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Perubahan ini tidaklah
melalui agent of chance, melainkan berjalan alamiah dan seringkali dapat terjadi akibat efek ikutan dari perubahan
yang direncanakan. Misalnya, perubahan pola makan, pola pakaian, perubahan moral dan pergeseran nilai-nilai
budaya khususnya terhadap masyarakat Indonesia.G. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT
PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA 1. Faktor Pendorong 1.1. Factor Internal a. Factor Manusia Manusia diletakkan
sebagai factor yang paling terpenting dalam perubahan ini, selain memiliki potensi biologis, manusia juga memiliki
potensi psikologis yang sangat dahsyat dalam mengatasi dan memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapinya. Terlebih manusia menupakan satu-satunya subjek dalam proyek perubahan sosiologi budaya ini,
jadi tanpa keberadaannya niscaya tak kan pernah ada perubahan yang diinginkan. b. Factor Lingkungan
Lingkungan memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam pencapaian perubahan yang diharapkan. Karena
disadari ataukah tidak, manusia sebagai subjek tidak akan pernah terlepas dari lingkungan, baik masyarakat
primitive, tradisional maupun modern. Sehingga, keberadaannya yang kondusif sangatlah diharapkan untuk
mendorong target perubahan tersebut. c. Adanya Penemuan-penemuan Baru Factor manusia yang berkualitas
dan lingkungan yang kondusif menjadi modal berharga untuk mengeluarkan imajinasi dan gagasan baru sebagai
proses sebuah perubahan untuk menemukan hal-hal baru dalam lingkungan internal masyarakat tersebut. dan
penemuan-penemuan baru inilah yang banyak berperan sebagai pendorong terjadinya perubahan social budaya
di lingkungan masyarakat. Penemuan dapat dibedakan menjadi discovery, yakni penemuan unsure kebudayaan
baru dalam bentuk apapun atau berupa gagasan yang diciptakan seseorang maupun kelompok individu yang
memang belum pernah ada sebelumnya. Dan Invention, yakni pengakuan masyarakat untuk menerima, menganut
dan menerapkan penemuan dalam praktek sehari-hari. 1.2. Factor Eksternal a. Kontak Budaya dan Komunikasi
Sosial b. Adanya Intervensi untuk Menerima nilai-nilai Baru c. Peperangan atau Terjadinya Revolusi
7. 2. Faktor Penghambat Menurut Soerjono Soekanto, terdapat 9 faktor penghambat terjadinya perubahan social
budaya, antara lain: a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain, b. Lambatnya perkembangan ilmu
pengetahuan, c. Sikap masyarakat yang tradisional, d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam
sangat kuat, e. Rasa khawatir akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan, f. Prasangka terhadap hal-
hal asing atau sikap yang tertutup, g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis, dan h. Adat atau
kebiasaan.Referensi:Suhanadji, M.Si. Drs. 2011. Sosiologi Antropoli Pendidikan Edisi Revisi. UNESA University
Press Surabaya.