SlideShare a Scribd company logo
1 of 58
1
PENGELOLAAN ANGGARAN
BAHAN AJAR DIKLAT TERSTRUKTUR LANJUTAN I
Dedi Rustandi, SE
Badan Diklat ESDM - Republik Indonesia
2011
2
BADAN DIKLAT ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
KATA PENGANTAR
Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 43 Tahun 1999, pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan
dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi
kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya
tanpa membedakan jenis kelamin, suku,agama, ras atau golongan.
Pemenuhan kompetensi tersebut di atas, diatur lebih lanjut dalam Pasal 3
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan
Jabatan Pegawai Negeri Sipil, yang menetapkan bahwa sasaran pendidikan dan
pelatihan adalah terwujudnya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kompetensi sesuai
dengan persyaratan jabatan masing-masing.
Untuk memenuhi kebutuhan kompetensi, diperlukan pendidikan dan pelatihan
bagi Pegawai Negeri Sipil yang meliputi Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan dan
Pendidikan dan Pelatihan dalam Jabatan. Pendidikan dan Pelatihan dalam Jabatan
terdiri atas Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan,Pendidikan dan Pelatihan
Fungsional Tertentu dan Pendidikan dan Pelatihan Teknis, yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari usaha pembinaan karirnya.
Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan dilaksanakan oleh lnstans iPembina
yaitu Lembaga Administrasi Negara, dalam rangka memenuhi kompetensi
kepemimpinan aparatur Pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural
(manajerial), dan Lembaga Administrasi Negara dapat melimpahkan sebagian
kewenangannya kepada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan yang terakreditasi
khususnya untuk penyelenggaraan Pendidikan danPelatihan Pimpinan Tingkat Ill dan
Tingkat IV.
Untuk keperluan pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral maupun untuk memfasilitasi Dinas
Provinsi atau KabupatenIKota yang mengelola bidang energi dan sumber daya mineral,
diperlukan kelengkapan kompetensi teknis, fungsional dan teknis manajerial. Untuk
memenuhi kompetensi teknis, fungsional dan teknis manajerial tersebut, disusun
Pendidikan dan Pelatihan Teknis, Fungsional Tertentu dan Kader Pimpinan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 28 dan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor
101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil, pelaksanaan
Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Fungsional Tertentu bidang Energi dan Sumber
Daya Mineral oleh, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Badan
Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral. Pelaksanaannya antara
lain melalui penyusunan pedoman, pengembangan kurikulum, bimbingan
penyelenggaraan dan evaluasi pendidikand an pelatihan.
3
Tugas dan fungsi pemenuhan kompetensi melalui Pendidikan danPelatihan
sebagaimana dimaksud, diselenggarakan Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan
Sumber Daya Mineral dan dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Bahan Ajar Pendidikan dan Pelatihan
Terstruktur yang diberlakukan secara wajib bagi Pegawai Negeri Sipil Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral dan dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan
Diklat tersebut.
Jakarta, Juni 2011
Kepala
Badiklat ESDM
M. Teguh Pamudji
4
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………………………...
ii
iii
I. PENDAHULUAN
1.1 Deskripsi Singkat ………………………………………....... 4
1.2 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) …........................... 4
1.3 Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ………………..…… 4
1.4 Petunjuk Cara Belajar …………………………………... . 4
II. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 1 PENGERTIAN DAN RUANG
LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN
2.1 Pengertian dan Lingkup Keuangan Negara………….……… 8
2.2 Siklus APBN…………………….…….…… 9
2.3 Perencanaan dan Penganggaran …………….………….…..…… 12
2.4 Pendekatan Penganggaran …………………………..…..…..…… 13
2.5 Latihan ...................................................................................... 12
2.8 Rangkuman …………………………………….….…..……………. 16
III. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 2 PENGANGGARAN
3.1 Pengertian Anggaran…..…. 15
3.2
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
Prinsip-prinsip penganggaran………………….……
Anggaran Berbasis Kinerja………………….……
Perencanaan Kinerja ………………………………..
Target Kinerja ………………………………..
Standar Analisis Belanja…………………………
Standar Biaya……………………………………..
Penyusunan RKA K/L ……………………………..
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara………………………
17
18
19
23
24
25
25
26
5
3.11 Latihan .................................... 27
3.12 Rangkuman ………………………………. 27
IV. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 3 PELAKSANAAN ANGGARAN
4.1 Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.… 28
4.2 Dokumen Pelaksanaan Anggaran………………… 29
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
Pembagian Kewenangan…………………
Sistem Penerimaan…………………
Sistem Pembayaran …………………
Latihan ................................................................................
Rangkuman .........................................................................
30
32
34
35
35
V.
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
5.9
KEGIATAN PEMBELAJARAN – 4 PENGELOLAAN ASET DAN
UTANG
A. Pengertian Dan Ruang Lingkup……….…………………….
Pengelolaan Kas………………………………………………
Pengelolaan Piutang………………………………………….
Pengelolaan Utang………………………………………..….
Pengelolaan Investasi ......................................................
Pengelolaan Barang Milik Negara.....................................
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum………….
Latihan ..............................................................................
Rangkuman.........................................................................
37
37
29
VI.
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
KEGIATAN PEMBELAJARAN – 5 PERTANGGUNGJAWABAN ATAS
PELAKSANAAN APBN
B. Laporan Keuangan Pemerintah……….
Standar Akuntansi Pemerintahan……
Sistem Akuntansi Pemerintahan……….
Latihan ..............................................................................
Rangkuman.......................................................................
6
VII. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 6 PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN
DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
5.1 Lingkup Pemeriksaan ……….
5.2 Pelaksanaan Pemeriksaan ……
5.3 Hasil Pemeriksaan Dan Tindak Lanjut ……….
5.4 Pidana, Sanksi, Dan Ganti Rugi ........................
5.4 Latihan ...........................................................
5.5 Rangkuman........................................................
7
1. PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi Singkat
Mata pelajaran ini membahas dan mengurai pelaksanaan anggaran yang
merupakan salah satu tahap dari siklus anggaran, yaitu setelah tahap penyusunan
dan penetapan anggaran sampai dengan tahap pertanggungjawaban anggaran.
Kegiatan pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan
keuangan negara yang dilakukan oleh para pejabat instansi kementerian
Negara/lembaga selaku pengguna anggaran/kuasa anggaran maupun di instansi
kementerian keuangan selaku bendahara umum negara/kuasa bendahara umum
Negara, menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
1.2. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan peserta Diklat akan mampu dan
atau dapat memahami implementasi ketentuan-ketentuan di bidang keuangan
Negara yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran yang menjadi sebagian
tugas pokok unit organisasi kementerian Negara/lembaga berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan akan dapat :
a. Menjelaskan pengertian pelaksanaan anggaran, ruang lingkup, dasar hukum
dan tahapan pelaksanaan anggaran sebagai bagian dari Siklus APBN;
b. Menjelaskan struktur dan format APBN, klasifikasi dalam penganggaran
terpadu;
1.4. Petunjuk Cara Belajar
8
Agar peserta diklat dapat mengikuti dan memahami mata pelajaran ini dengan baik
serta dapat mencapai hasil belajar yang maksimal, perlu diperhatikan petunjuk-
petunjuk di bawah ini :
1. Pelajari peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai acuan
pelaksanaan anggaran;
2. Pelajari rangkuman dan selesaikan latihan-latihan yang ada pada pokok
bahasan dari modul ini;
3. Diskusikan dan bahas dalam kelompok-kelompok belajar bersama-sama untuk
memperoleh pemahaman terhadap makna substansi yang tersirat dari
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran
atau pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara. Pelajari dan
pahami hubungan antara peraturan yang bersifat umum dengan peraturan
yang bersifat pelaksanaan atau petunjuk teknis.
9
BAB 1
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN
A. Pengertian dan Lingkup Keuangan Negara
Sampai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak
kemerdekaan tahun 1945 masih menggunakan aturan warisan pemerintah kolonial.
Peraturan perundangan tersebut terdiri dari Indische Comptabiliteitswet (ICW), Indische
Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB). ICW
ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW)
Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer
(RAB) Stbl. 1933 No. 381. Dengan terbitnya UU 17/2003 diharapkan pengelolaan
keuangan negara “dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi
dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara
Republik Indonesia.”
Undang-undang 17/2003 memberi batasan keuangan negara sebagai “semua
hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Secara rinci sebagaimana diatur
dalam pasal 2 UU 17/2003, cakupan Keuangan Negara terdiri dari :
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan
negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara/Daerah;
d. Pengeluaran Negara/Daerah;
e. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/ perusahaan daerah;
10
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
g. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.
Cakupan terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan
yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-
yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan
negara/daerah.
Dalam pelaksanaannya, ada empat pendekatan yang digunakan dalam
merumuskan keuangan negara, yaitu dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan.
Obyek Keuangan Negara meliputi semua ”hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter
dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa
uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Selanjutnya dari sisi subyek/pelaku yang
mengelola obyek yang ”dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya
dengan keuangan negara.”
Dalam pelaksanaannya, proses pengelolaan Keuangan Negara mencakup
seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana
tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai
dengan pertanggunggjawaban. Pada akhirnya, tujuan pengelolaan Keuangan Negara
adalah untuk menghasilkan kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan
dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek KN dalam rangka penyelenggaraan
kehidupan bernegara.
B. Siklus APBN
Pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya dituangkan dalam APBN. Dengan
demikian seluruh program/kegiatan pemerintah harus dituangkan dalam APBN (azas
universalitas) dan tidak diperkenankan adanya program/kegiatan yang dikelola di luar
APBN (off budget).
Siklus APBN terdiri dari:
11
 Perencanaan dan Penganggaran
 Penetapan Anggaran
 Pelaksanaan Anggaran
 Pemeriksaan Anggaran
 Pertanggungjawaban
1. Perencanaan dan Penganggaran
Perencanaan dan penganggaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
terintegrasi. Program yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah wajib dituangkan
dalam suatu rencana kerja. Ketentuan tentang perencanaan ini diatur dalam
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Rencana kerja terdiri dari RPJP untuk masa 20 tahun, RPJM untuk masa 5
tahun, dan RKP untuk masa 1 tahun. Di tingkat Kementerian/Lembaga untuk
rencana jangka menengah disebut Renstra Kementerian/Lembaga dan untuk
rencana kerja tahunan disebut RKA-KL sebagaimana diatur dalam PP 20 Tahun
2004.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003, anggaran disusun
berdasarkan rencana kerja. Dengan demikian, yang memperoleh alokasi
anggaran adalah program/kegiatan prioritas yang tertuang dalam rencana kerja
(RKA KL). Dengan mekanisme demikian, program/kegiatan Pemerintah yang
direncanakan itulah yang akan dilaksanakan.
RKA-KL selanjutnya disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dihimpun menjadi
RAPBN. RAPBN ini selesai disusun pada awal Agustus untuk disampaikan ke
DPR disertai Nota Keuangan.
2. Penetapan Anggaran
Pembahasan RAPBN di DPR dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan
Oktober. Sehubungan dengan pembahasan RAPBN ini, DPR mempunyai hak
budget yaitu hak untuk menyetujui anggaran. Dalam hal DPR tidak setuju
dengan RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, DPR dapat mengajukan usulan
12
perubahan atau menolaknya, namun DPR tidak berwenang untuk mengubah dan
mengajukan usulan RAPBN.
Apabila DPR tetap tidak menyetujuinya maka yang berlaku adalah APBN tahun
sebelumnya. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan organisasi,
fungsi, program/kegiatan dan jenis belanja. Dengan APBN yang demikian berarti
DPR telah memberikan otorisasi kepada kementerian/lembaga untuk
melaksanakan program/kegiatan dengan pagu anggaran yang dimilikinya. APBN
yang telah disetujui oleh DPR dan disahkan Presiden menjadi UU APBN dan
selanjutnya dimuat dalam Lembaran Negara. UU APBN dilengkapi dengan
rincian APBN yang dituangkan dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN.
3. Pelaksanaan APBN
APBN dilaksanakan oleh Pemerintah untuk periode satu tahun anggaran. Tahun
anggaran Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 1 Januari sampai dengan
31 Desember. Dengan demikian maka setelah berakhirnya tahun anggaran,
tanggal 31 Desember anggaran ditutup dan tidak berlaku untuk tahun anggaran
berikutnya.
Berdasarkan UU APBN dan Perpres Rincian APBN disiapkan dokumen
pelaksanaan anggaran untuk setiap Kementerian/Lembaga. APBN, walaupun
telah diundangkan sebagai UU, tetap merupakan anggaran. Oleh karena itu,
azas anggaran yang dikenal dengan nama azas flexibilitas tetap berlaku. Dalam
rangka pelaksanaan azas ini, maka untuk mengakomodasi kondisi riil yang dapat
saja berbeda dengan yang diasumsikan pada saat penyusunan anggaran, setiap
tengah tahun berjalan dilakukan revisi APBN yang dikenal dengan APBN-
Perubahan (APBN-P).
Untuk keperluan penyusunan APBN-P, pemerintah menyampaikan realisasi
anggaran semester I disertai prognosis penerimaan dan pengeluaran semester
II. Untuk keperluan internal seluruh Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun
Laporan Keuangan Semesteran.
Dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang tidak
tersedia anggarannya. Apabila pengeluaran tersebut terjadi sebelum APBN-P
maka pengeluaran ini dimasukkan dalam APBN-P dan dilaporkan di Laporan
13
Realisasi Anggaran disertai penjelasan. Apabila pengeluaran terjadi setelah
APBN-P diundangkan, maka pengeluaran ini dilaporkan dalam Laporan
Realisasi Anggaran disertai dengan penjelasan.
Apabila pada akhir tahun terdapat program/kegiatan yang belum selesai
dilaksanakan atau anggaran belum terserap, tidak dapat dilanjutkan ke tahun
anggaran berikutnya kecuali ada kebijakan pemerintah untuk luncuran APBN.
Namun demikian, berhubung APBN hanya berlaku untuk periode satu tahun,
maka apabila ada kebijakan luncuran APBN wajib dimasukkan dalam APBN
tahun anggaran berikutnya.
Laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan
dimaksud setidak-tidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca,
Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan
yang disampaikan ke DPR adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh
BPK. Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan keuangan
perusahaan negara dan badan lainnya.
Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2004, keseluruhan komponen tersebut
dipertanggungjawabkan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara, yang ruang lingkupnya telah diuraikan sebelumnya.
Untuk penyusunan LKPP, setiap Kementerian/Lembaga sebagai pengguna
anggaran/barang wajib menyampaikan pertanggungjawabannya kepada
Presiden yang berupa Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan atas
Laporan Keuangan. Kementerian/Lembaga merupakan entitas pelaporan
sehingga terhadap laporan keuangannya dilakukan pemeriksaan oleh BPK untuk
memberikan opini atas kewjaran penyajian laporan keuangan.
4. Pemeriksaan Anggaran
Pemeriksaan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dilaksanakan
oleh BPK. Pemeriksaan ini dilaksanakan selama 2 bulan setelah laporan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran yang berupa laporan
keuangan, selesai disusun. Disamping itu terdapat pemeriksaan dan
pengelolaan keuangan yang dapat dilaksanakan sepanjang tahun.
Pemeriksanaan ini dapat dilaksanakan oleh BPK ataupun APIP.
14
5. Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran
Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003, RUU pertanggungjawaban atas
pelaksanaan anggaran disampaikan ke DPR paling lambat akhir bulan Juni
tahun berikutnya.
15
BAB II
PENGANGGARAN
Tujuan suatu negara pada dasarnya adalah memajukan kesejahteraan dan
melindungi rakyatnya, serta mencukupi kepentingan-kepentingan lain rakyatnya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pemerintah memiliki tugas yang sekaligus melekat pada
fungsi negara yang dapat dikategorikan sebagai fungsi reguler/utama negara dan fungsi
sebagai agen pembangunan. Kedua fungsi dimaksud dilaksanakan dalam operasional
pemerintahan yang sebagian besar terletak di pundak pemerintah.
Fungsi regular/fungsi utama negara adalah melaksanakan tugas yang membawa
akibat yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Fungsi utama negara terdiri dari
empat macam. Pertama negara sebagai political state. Dalam hal ini pemerintah
menjalankan fungsi pokoknya dalam pemeliharaan ketenangan, ketertiban, pertahanan,
dan keamanan. Kedua negara sebagai legal state yang bertujuan untuk mengatur tata
kehidupan bernegara dan tata kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya negara sebagai
administrative state. Kedudukan ini menitikberatkan pada azas demokrasi yaitu
kekuasaan berada di tangan rakyat dan pemerintah hanyalah menerima pendelegasian
kekuasaan dari rakyat melalui wakil-wakilnya. Terakhir adalah negara sebagai
diplomatical state. Sebagai diplomatical state, negara bertujuan untuk menjalin
persahabatan dan memelihara hubungan internasional dengan negara-negara lain.
Fungsi negara lainnya yang wajib dijalankan oleh pemerintah adalah sebagai
agent of development. Dalam menjalankan peran ini, pemerintah antara lain bertindak
sebagai pendorong inisiatif atau pendorong motivasi rakyat dalam usahanya untuk
mengadakan perubahan dan pembangunan masyarakat menuju ke arah kehidupan
yang lebih baik, berupa pemberian fasilitas-fasilitas fisik, kemudahan dalam perizinan
dan birokrasi, bimbingan dan kebijakan yang diarahkan kepada tercapainya
pembangunan. Fungsi ini dibagi lebih lanjut dalam dua peran. Pertama pemerintah
sebagai stabilisator apabila di dalam pembangunan terjadi adanya ketidakstabilan dalam
bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Kedua adalah pemerintah sebagai inovator.
Artinya pemerintah harus dapat mengadakan penemuan-penemuan baru dalam metode
maupun sistem dalam rangka pembangunan masyarakat dan negara.
16
Selain menjalankan fungsi reguler dan agent of development, pemerintah memiliki
tugas yang lain dan sangat penting yaitu sebagai pengelola keuangan negara yang
harus dilaksanakan sesuai dengan tata aturan dan prosedur yang berlaku didalam
pemerintahan. Berdasarkan UU No. 17/2003, Keuangan Negara adalah “semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa
uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”
Hak negara mencakup untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan
uang, dan melakukan pinjaman. Kewajiban negara mencakup untuk menyelenggarakan
tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga.
Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara/daerah adalah perencanaan (yang
didalamnya terdapat proses penyusunan anggaran).
Untuk itu, pemerintah setiap tahun memiliki hak dan sekaligus kewajiban untuk
menyusun anggaran. Anggaran yang disusun oleh pemerintah merupakan wujud
perencanaan pembangunan tahunan sekaligus sebagai pedoman pelaksanaan tugas
kenegaraan selama satu tahun.
A. Pengertian Anggaran
Kata anggaran merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris budget yang
sebenarnya berasal dari bahasa Perancis bougette. Kata ini mempunyai arti
sebuah tas kecil. Berdasar dari arti kata asalnya, anggaran mencerminkan adanya
nsur keterbatasan. Pada dasarnya anggaran perlu disusun karena keterbatasan
sumber daya yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini adalah dana. Karena
terbatasnya dana, maka diperlukan alokasi sesuai dengan prioritas dan dalam kurun
waktu yang telah ditentukan. Ada beberapa pengertian angaran yang dapat dikutip.
Anggaran negara (state budget) menurut John F. Due dalam ”Government Finance
and Economic Analysis” adalah: ”A budget, in the general sense of the term, is a
financial plan for a spesific period of time. A government budget therefore, is a
statement of proposed expenditures and expected revenues for the coming period,
together with data of actual expenditures and revenues for current and past period.”
Sedangkan menurut Wildavsky, anggaran adalah:
- catatan masa lalu;
17
- rencana masa depan;
- mekanisme pengalokasian sumber daya;
- metode untuk pertumbuhan;
- alat penyaluran pendapatan;
- mekanisme untuk negosiasi;
- harapan-aspirasi-strategi organisasi;
- satu bentuk kekuatan kontrol;
- alat atau jaringan komunikasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, anggaran negara meliputi:
- rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja;
- gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk
pembangunan;
- alat pengendalian;
- instrumen politik; dan
- disusun dalam periode tertentu.
Selanjutnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menurut UU
17/2003 merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
APBN selalu dinanti oleh berbagai kalangan untuk dikaji sejauh mana kemampuan
pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan dari
sumber daya yang terbatas. Anggaran pemerintah setiap tahun selalu berubah-ubah
baik jumlah nominal, jenis pendapatan dan alokasi belanja, serta proporsi
alokasinya. Pada tahun tertentu, pemerintah memprioritaskan sektor pekerjaan
umum, tapi ditahun berikutnya pemerintah memprioritaskan sektor pendidikan dan
kesehatan. Hal ini terjadi diakibatkan berbagai faktor, antara lain perkembangan
politik, dinamika perekonomian dunia/nasional/daerah, peristiwa sosial/alam,
tuntutan masyarakat, dan lain sebagainya.
18
B. Prinsip-prinsip penganggaran
Anggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan
alokasi sumber daya manusia, material dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi
dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai
tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari
penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik.
Secara umum, prinsip-prinsip penganggaran adalah sebagai berikut:
a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
APBN harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil
dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu progam dan kegiatan yang
dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk
mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan
masyarakat terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat.
Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun
pelaksanaan anggaran tersebut.
b. Disiplin Anggaran
Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat
guna, tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan.
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional
yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang
dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedia
penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan progam
dan kegiatan yang belum/tidak tersedia anggarannya.
c. Keadilan Anggaran
Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggaran secara adil agar dapat
dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian
pelayanan. Hal ini dikarenakan sumber daya yang digunakan dalam anggaran
19
berupa pendapatan negara pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta seluruh
anggota masyarakat.
d. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan
peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat
e. Disusun dengan pendekatan kinerja
APBN disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian
hasil kerja (keluaran dan hasil) dari perencanaan atas alokasi biaya atau
masukan/input yang telah ditetapkan. Hasil kerja harus sepadan atau lebih besar dari
biaya atau masukan. Selain itu juga harus mampu menumbuhkan profesionalisme
kerja pada setiap unit kerja yang terkait.
C. Anggaran Berbasis Kinerja
Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk
mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat
yang dihasilkan. Manfaat tersebut didiskripsikan pada seperangkat tujuan dan
dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja.
Bagaimana cara agar tujuan itu dapat dicapai, dituangkan dalam program diikuti
dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran
berbasis kinerja didefinisikan sebagai keseluruhan aktivitas, baik aktivitas langsung
maupun tidak langsung yang mendukung program sekaligus melakukan estimasi
biaya-biaya berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut
disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi
dari rencana kinerja tahunan (Renja) yang merupakan rencana operasional dari
Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis
kinerja
Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis
kinerja adalah:
 Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya;
20
 Pengumpulan informasi yang sistematis atas realisasi pencapaian kinerja dapat
diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan
prestasinya
Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga dapat digunakan dalam
manajemen perencanaan, pemograman, penganggaran dan evaluasi
Kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi
penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu:
a. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi
b. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus
c. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu
dan orang)
d. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas
e. Keinginan yang kuat untuk berhasil.
D. Perencanaan Kinerja
Perencanaan Kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan ke depan
untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa mendatang. Pada
prinsipnya perencanaan kinerja merupakan penetapan tingkat capaian kinerja yan
dinyatakan dengan ukuran kinerja dalam rangka mencapai sasaran atau target yang
telah ditetapkan.
Perencanaan merupakan komponen kunci untuk lebih mengefektifkan dan
mengefisienkan Pemerintah Daerah. Sedangkan perencanaan kinerja membantu
pemerintah untuk mencapai tujuan yang sudah diidentifikasikan dalam rencana
stratejik, termasuk didalamnya pembuatan terget kinerja dengan menggunakan
ukuran-ukuran kinerja.
Tingkat pelayanan yang diinginkan pada dasarnya merupakan indikator kinerja yang
diharapkan dapat dicapai oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
kewenangannya. Selanjutnya untuk penilaian kinerja dapat digunakan ukuran
penilaian didasarkan pada indikator sebagai berikut:
21
a. Masukan (Input).
Masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan
dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator merupakan tolok ukur
kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber: dana, sumber daya
manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk
melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya,
suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki
telah sesuai dengan rencana strategik yang telah ditetapkan. Tolok ukur ini dapat
juga digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan lembaga-lembaga
lain yang relevan. Contoh indikator masukan untuk kegiatan ‘penyuluhan
lingkungan sehat untuk daerah pemukiman masyarakat kurang mampu’ adalah
jumlah dana yang dibutuhkan dan tenaga penyuluh kesehatan.
Walaupun tolok ukur masukan relatif mudah diukur serta telah digunakan secara
luas, namun seringkali dipergunakan secara kurang tepat sehingga dapat
menimbulkan hasil evaluasi yang rancu atau bahkan menyesatkan. Beberapa hal
berikut ini sering dijumpai dalam menetapkan tolok ukur masukan yang dapat
menyesatkan:
 Pengukuran Sumber Daya Manusia tidak menggambarkan intensitas
keterlibatannya dalam pelaksanaan kegiatan.
 Pengukuran biaya tidak akurat karena banyak biaya-biaya yang
dibebankan ke suatu kegiatan tidak mempunyai kaitan yang kuat dengan
pencapaian sasaran kegiatan tersebut.
 Banyaknya biaya-biaya masukan (input) seperti gaji bulanan personalia
pelaksana, biaya pendidikan dan pelatihan, dan biaya penggunaan
peralatan dan mesin seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya
kegiatan.
b. Keluaran (output)
Keluaran adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program
atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran
22
adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang
dapat berupa fisik dan / atau non fisik.
Dengan membandingkan indikator keluaran instansi dapat menganalisis sejauh
mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran hanya
dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok
ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik
dan terukur. Oleh karenanya indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan
sifat kegiatan instansi. Untuk kegiatan yang bersifat penelitian berbagai indikator
kinerja yang berkaitan dengan keluaran paten dan publikasi ilmiah sering
dipergunakan baik pada tingkat kegiatan maupun instansi. Untuk kegiatan yang
bersifat pelayanan teknis, indikator yang berkaitan dengan produk, pelanggan,
serta pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut mungkin lebih tepat untuk
digunakan.
Beberapa indikator keluaran juga bermanfaat untuk mengidentifikasikan
perkembangan instansi. Sebagai contoh besarnya pendapatan yang diperoleh
melalui pelayanan teknis, kontrak riset, besarnya retribusi yang diperoleh, serta
perbandingannya dengan keseluruhan anggaran instansi, menunjukkan
perkembangan kemampuan instansi memenuhi kebutuhan pasar, serta
mengindikasikan tingkat ketergantungan instansi yang bersangkutan pada
APBN.
Dalam mempergunakan indikator keluaran, beberapa permasalahan berikut
perlu dipertimbangkan:
 Perhitungan keluaran seringkali cenderung belum menentukan kualitas.
Sebagai contoh jumlah layanan medik di RSU mungkin belum
memperhitungkan kualitas layanan yang diberikan.
 Indikator keluaran sering kali tidak dapat menggambarkan semua
keluaran kegiatan, terutama yang bersifat intangible. Sebagai contoh,
banyak hasil penelitian yang walaupun mengandung penemuan yang
baru, namun karena berbagai pertimbangan tertentu tidak dapat
dipatenkan.
c. Hasil (outcome)
23
Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan
pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu manfaat
yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan hasil
nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para pembuat kebijakan
paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya.
Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali tidak
lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap instansi perlu
mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu
kegiatan.
Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan pengukuran indikator
keluaran. Sebagai contoh ‘penghitungan jumlah bibit unggul’ yang dihasilkan
oleh suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran. Namun ‘penghitungan besar
produksi per hektar’ yang dihasilkan oleh bibit-bibit unggul tersebut atau
‘penghitungan kenaikan pendapatan petani’ pengguna bibit unggul tersebut
merupakan tolok ukur hasil. Dari contoh tersebut, dapat pula dirasakan bahwa
penggunaan tolok ukur hasil seringkali tidak murah dan memerlukan waktu yang
tidak pendek, karena validitas dan reliabilitasnya tergantung pada skala
penerapannya. Contoh nyata yang membedakan antara indikator output dan
indikator outcome adalah pembangunan gedung sekolah dasar. Secara output
gedung sekolah dasar tersebut telah seratus persen berhasil dibangun. Akan
tetapi belum tentu gedung tersebut diminati oleh masyarakat setempat.
Indikator outcome lebih utama dari pada sekedar output. Walaupun produk telah
dicapai dengan baik, belum tentu secara outcome kegiatan tersebut telah
dicapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih
tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator
outcome, organisasi akan mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam
bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan
memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak.
Pencapaian indikator kinerja outcome ini belum tentu akan dapat terlihat dalam
jangka waktu satu tahun. Seringkali outcome baru terlihat setelah melewati kurun
waktu lebih dari satu tahun, mengingat sifatnya yang bukan hanya sekedar hasil.
24
Dan mungkin juga indikator outcome tidak dapat dinyatakan dalam ukuran
kuantitatif akan tetapi lebih bersifat kualitatif.
E. Target Kinerja
Setelah indikator kinerja ditentukan, mulailah disusun target kinerja untuk setiap
indikator kinerja yang telah ditentukan. Target kinerja adalah tingkat kinerja yang
diharapkan dicapai terhadap suatu indikator kinerja dalam satu tahun anggaran
tertentu dan jumlah pendanaan yang telah ditetapkan. Target kinerja harus
mempertimbangkan sumber daya yang ada dan juga kendala-kendala yang mungkin
timbul dalam pelaksanaannya. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam
menentukan target kinerja yang baik, seperti dapat dicapai, ekonomis, dapat
diterapkan, konsisten, menyeluruh, dapat dimengerti, dapat diukur, stabil, dapat
diadaptasi, legitimasi, seimbang, dan fokus kepada pelanggan.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam penetapan target kinerja:
 Memiliki dasar penetapan sebagai justifikasi penganggaran yang
diprioritaskan pada setiap fungsi/bidang pemerintahan
 Memperhatikan tingkat pelayanan minimum yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah terhadap suatu kegiatan tertentu.
 Kelanjutan setiap program, tingkat inflasi, dan tingkat efisiensi menjadi
bagian yang penting dalam menentukan target kinerja.
 Ketersediaan sumber daya dalam kegiatan tersebut: dana, SDM, sarana,
prasarana pengembangan teknologi, dan lain sebagainya.
 Kendala yang mungkin dihadapi di masa depan
Penetapan target kinerja kinerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Spesifik
Berarti unik, menggambarkan obyek/subyek tertentu, tidak berdwimakna atau
diinterpretasikan lain
b. Dapat diukur
Secara obyektif dapat diukur baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif
c. Dapat Dicapai (attainable)
25
Sesuai dengan usaha-usaha yang dilakukan pada kondisi yang diharapkan akan
dihadapi
d. Realistis;
e. Kerangka waktu pencapaian (time frame) jelas; dan
f. Menggambarkan hasil atau kondisi perubahan yang ingin dicapai.
F. Standar Analisis Belanja
Standar Analisa Belanja (SAB) merupakan salah satu komponen yang harus
dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan
APBN dengan pendekatan kinerja. SAB adalah standar untuk menganalisis
anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk
menghasilkan tingkat pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
SAB digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Unit Kerja dalam satu tahun anggaran.
Penilaian terhadap usulan anggaran belanja dikaitkan dengan tingkat pelayanan
yang akan dicapai melalui program atau kegiatan. Usulan anggaran belanja yang
tidak sesuai dengan SAB akan ditolak atau direvisi sesuai standar yang ditetapkan.
Rancangan APBN disusun berdasarkan hasil penilaian terhadap anggaran belanja
yang diusulkan unit kerja.
Dalam rangka menyiapkan rancangan APBN, SAB merupakan standar atau
pedoman yang bermanfaat untuk menilai kewajaran atas beban kerja dan biaya
terhadap suatu kegiatan yang direncanakan oleh setiap unit kerja. SAB dalam hal ini
digunakan untuk menilai dan menentukan rencana program, kegiatan dan anggaran
belanja yang paling efektif dan upaya pencapaian kinerja. Penilaian kewajaran
berdasarkan SAB berkaitan dengan kewajaran biaya suatu program atau kegiatan
yang dinilai berdasarkan hubungan antara rencana alokasi biaya dengan tingkat
pencapaian kinerja program atau kegiatan yang bersangkutan. Disamping atas
dasar SAB, dalam rangka menilai usulan anggaran belanja dapat juga dilakukan
berdasarkan kewajaran beban kerja yang dinilai berdasarkan kesesuaian antara
program atau kegiatan yang direncanakan oleh suatu unit kerja dengan tugas pokok
dan fungsi unit kerja yang bersangkutan.
26
Penerapan SAB pada dasarnya akan memberikan manfaat antara lain: (1)
mendorong setiap unit kerja untuk lebih selektif dalam merencanakan program dan
atau kegiatannya, (2) menghindari adanya belanja yang kurang efektif dalam upaya
pencapaian kinerja, (3) mengurangi tumpang tindih belanja dalam kegiatan investasi
dan non investasi.
G. Standar Biaya
Standar biaya merupakan komponen lain yang harus dikembangkan sebagai dasar
untuk mengukur kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja, selain Standar
Analisa Biaya dan tolok ukur kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya
yang berlaku. Penerapan standar biaya ini membantu penyusunan anggaran belanja
suatu program atau kegiatan bagi setiap K/L dan unit kerja yang ada agar kebutuhan
atas suatu kegiatan yang sama tidak berbeda biayanya. Pengembangan standar
biaya akan dilakukan dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan
perubahan harga yang berlaku.
H. Penyusunan RKA K/L
Penyusunan RKA-K/L dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan
pengeluaran jangka menengah, terpadu dan prestasi kerja. Pendekatan kerangka
pengeluaran jangka menengah (KPJM) dilaksanakan dengan menyusun prakiraan
maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang
direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang
direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program
dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya.
Penyusunan RKA-KL dengan pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan
mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan K/L
untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Penyusunan RKA-KL dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan
dari kegiatan dan hasil yang diharapkan dari program termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
27
RKA-KL, memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan
kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan
rincian objek pendapatan, belanja, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.
Penyusunan RKA-KL diawali dengan penyusunan Renja-KL yang memuat
kebijakan, program, dan kegiatan yang dilengkapi sasaran kinerja dengan mengacu
pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif serta prakiraan maju untuk
tahun anggaran berikutnya. Tahap ini merupakan tahap dimulainya mengaitkan
rencana kerja dengan jumlah anggaran yang tersedia dan persiapan untuk
menyusun RKA-KL. Selanjutnya Renja dimaksud ditelaah oleh Bappenas
berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Koordinasi ini dilakukan atas pendaanan
dan pengkodean.
Berdasarkan hasil pembahasan pokok-pokok kebijakan umum fiskal dan RKP antara
pemerintah dengan DPR, Menteri Keuangan menerbitkan SE tentang Pagu
Sementara bagi masing-masing program pada K/L pada pertengahan bulan Juni.
Pagu Sementara ini merupakan dasar bagi K/L untuk menyesuakan Rencana Kerja
mereka menjadi RKA-KL yang dirinci per kegiatan untuk setiap unit kerja yang ada di
K/L. Selanjutnya hasil penyusunan RKA ini akan dibahas oleh K/L dengan komisi di
DPR yang mitra kerjanya.
RKA-K/L hasil pembahasan kemudian diserahkan kepada Menteri Perencanaan
untuk ditelaah. Penelaahan dilakukan oleh MenteriPerencanaan untuk
kesesuaiannya dengan RKP dan oleh Menkeu untuk kesesuaiannya dengan Pagu
Sementara. Hal ini dilakukan untuk menjaga konsistensi penganggaran dengan
perencanaan dan prioritas pembangunan nasional serta tidak melampaui pagu.
Tahap akhir dari penyusunan RKA-KL ini adalah menghimpun seluruh RKA hasil
telaahan untuk dijadikan bahan menysusun rancangan APBN dan nota keuangan.
Tahap ini dilakukan oleh Menkeu dan hasilnya akan dibahas dalam sidang kabinet.
I. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terdiri dari Pendapatan, Belanja,
dan Pembiayaan. Anggaran Pendapatan merupakan estimasi pendapatan yang
mungkin dicapai dalam periode yang bersangkutan. Kelompok anggaran
pendapatan terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah.
28
Anggaran belanja merupakan batas tertinggi pengeluaran yang dapat dibebankan
pada APBN. Belanja klasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan
kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan
dengan susunan organisasi pemerintahan.
Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan terdiri dari:
a. pelayanan umum;
b. ketertiban dan keamanan;
c. pertahanan;
d. ekonomi;
e. lingkungan hidup;
f. perumahan dan fasilitas umum;
g. kesehatan;
h. pariwisata dan budaya;
i. agama;
j. pendidikan; serta
k. perlindungan sosial.
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan rencana kerja
masing-masing kementerian/lembaga.
Klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa;
c. belanja modal;
d. bunga;
e. subsidi;
f. hibah;
g. bantuan sosial; dan
h. belanja lainnya.
29
Selain jenis belanja di atas, terdapat kelompok belanja ke daerah yang terdiri dari
Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian.
Dari uraian di atas, siklus penganggaran yang merupakan kelanjutan dari
perencanaan secara terintegrasi dan kaitannya dengan proses perancanaan dan
penganggaran oleh pemerintah daerah dapat digambarkan secara utuh seperti
gambar berikut ini.
30
BAB V
PELAKSANAAN ANGGARAN
A. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan suatu dokumen yang
sangat penting artiya dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu Negara.
Undang_Undang APBN mencerminkan otorisasi yang diberikan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) kepada Pemerintah untuk melaksanakan program-program pembangunan
dalam batas-batas anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran pendapatan merupakan
estimasi penerimaan (estimated revenue) yang diperkirakan akan diterima dalam satu tahun
anggaran, sedangkan anggaran belanja merupakan pagu anggaran belanja yang
disediakan untuk membiayai program dan kegiatan selama satu tahun anggaran
(appropriation). Undang-undang APBN inilah yang mengatur program dan kegiatan yang
dapat dilaksanakan oleh Pemerintah dalam suatu tahun anggaran.
Selanjutnya Undang-Undang APBN dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden
tentang Rincian APBN, yang dalam istilah keuangan Negara dikenal sebagai
apportionment. Peraturan Presiden dimaksud diperlukan sebagai landasan operasional bagi
Pemerintah untuk melaksanakan APBN.
Periode pelaksanaan APBN adalah satu tahun, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31
Desember. Dalam rangka menjaga agar APBN dapat dilaksanakan secara tepat waktu
maka dalam Undang-Undang 17/2003 maupun PP 21/2004 telah ditentukan kalender
anggarannya, yaitu APBN harus sudah diundangkan paling lambat bulan Oktober tahun
sebelumnyan demikian diperlukan agar Pemerintah mempunyai waktu yang cukup untuk
menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran. Demikian pula bagi Pemerintah Daerah,
diharapkan dengan ditetapkannya APBN pada bulan Oktober, mereka dapat menyelesaikan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara tepat waktu.
B. DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
Dokumen pelaksanaan anggaran memuat alokasi anggaran yang disediakan kepada
pengguna anggaran. Alokasi anggaran pendapatan disebut Estimasi pendapatan yang
dialokasikan dan alokasi anggaran belanja disebut allotment. Dokumen pelaksanaan
31
anggaran di Pemerintah Pusat disebut Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
sedangkan di Pemerintah daerah disebut Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah (DPA SKPD).
Paradigma baru dalam pengelolaan keuangan Negara adalah beralihnya konsep
administrasi keuangan (financial administration) ke manajemen keuangan (financial
management). Hal ini memerlukan pembaharuan pada setiap fungsi manajemen, baik pada
tataran perencanaan, pengangaran, pelaksanaan anggaran, akuntansi dan
pertanggungjawaban, serta pemeriksaan. Semua fungsi diarahkan pada pemanfaatan
sumber daya secara efisien dan efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam refomasi manajemen keuangan Negara
adalah “let the managers manage”. Dengan pendekatan ini kepada pengguna anggaran
diberikan fleksibilitas untuk melaksanakan anggaran. Pengguna anggaran diberikan
kewenangan untuk menyusun DIPA sesuai dengan program dan kegiatan yang telah
ditetapkan serta plafon anggaran yang telah disediakan. Dengan mekanisme yang demikian
maka kepada para pengguna anggaran diberikan fleksibilitas yang seluas-luasnya untuk
mengatur anggarannya, dituangkan dalam DIPA sesuai dengan kebutuhan.
Namun demikian mekanisme check and balance tetap dilaksanakan sehingga DIPA yang
disusun oleh pengguna anggaran tidak serta merta langsung diberlakukan, namun harus
dibahas dulu dengan Kementerian Keuangan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat
Pelaksanaan Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk memperoleh
pengesahan. Pembahasan ini merupakan pelaksanaan fungsi pengendalian, dilakukan
untuk meyakini bahwa DIPA disusun sesuai dengan Undang-Undang APBN serta
menggunakan standar harga yang wajar sesuai dengan ketentuan.
Anggaran dalam DIPA diklasifikasikan terinci sampai organisasi, fungsi, sub fungsi,
program, kegiatan, dan jenis belanja. Dengan demikian maka azas spesialitas benar-benar
digunakan di sini, yaitu anggaran secara spesifik disediakan untuk membiayai kegiatan
tertentu dan tidak dapat digeser tanpa mekanisme revisi DIPA sesuai ddengan ketentuan.
Sehubungan dengan diberlakukannya manajemen keuangan dalam pengelolaan keuangan
Negara maka setiap pengguna anggaran wajib menyusun rencana penarikan dana untuk
setiap progam/kegiatan yang ada dalam DIPA. Hal yang sama berlaku untuk penerimaan,
yaitu rencana penerimaan pendapatan juga disiapkan jika penguna anggaan tersebut
mempunyai alokasi anggaran pendapatan. Informasi tentang rencana penarikan dana serta
rencana penerimaan ini diperlukan oleh Bendahara Umum Negara untuk menyusun
anggaran kas.
32
Suatu hal yang perlu diingat dalam anggaran adalah digunakannya pendekatan anggaran
berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja mengamanatkan bahwa anggaran dialokasikan
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Yang dimaksud dengan prestasi kerja adalah
output atau outcome yang dihasilkan atau akan dihasilkan dari pelaksanaan suatu kegiatan
atau program. Dengan demikian maka dalam dokumen pelaksanaan anggaran perlu
adanya informasi tentang indikator kinerja berikut target yang akan dicapai dari suatu
kegiatan atau program dengan dana yang disediakan dalam anggaran.
ParadigmaParadigma BaruBaru
dalamdalam pengelolaanpengelolaan KeuanganKeuangan NegaraNegara
letlet
the managersthe managers
managemanage
SemangatSemangat yangyang
melandasimelandasi
Check & BalanceCheck & Balance
MechanismMechanism
PengendalianPengendalian
daridari Financial AdministrationFinancial Administration
KeKe Financial ManagementFinancial Management
PerubahanPerubahan
mendasarmendasar
Pada Pemerintah Pusat, pelaksanaan APBN dimulai dengan diterbitkannya DIPA. Dalam
rangka menjaga agar anggaran dapat dimulai segera pada awal tahun anggaran maka
DIPA harus diselesaikan dalam bulan Desember tahun sebelumnya. Segera setelah suatu
tahun anggaran dimulai, maka DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan kepada
satuan-satuan kerja sebagai pengguna anggaran pada kementrian/lembaga. Setelah masa
transisi pada TA 2005, maka mulai TA 2006, DIPA telah dapat serentak dibagikan pada
awal tahun anggaran dimulai, tepatnya tanggal 2 Januari tahun bersangkutan. Seperti pada
Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah pun digunakan mekanisme yang sama dengan
penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku di daerah.
Setelah terbit Peraturan Daerah tentang APBD, SKPD wajib menyusun Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA). Dengan demikian maka fleksibilitas penggunaan anggaran
diberikan kepada Pengguna Anggaran. DPA disusun secara rinci sampai dengan
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja disertai indikator kinerja. Dokumen
ini disertai dengan rencana penarikan dana untuk mendanai kegiatan dan apabila dari
33
kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan maka rencana penerimaan kas juga
dilampirkan. DPA disampaikan kepada kepala SKPKD untuk dimintakan pengesahan.
Jika DIPA bagi kementerian/lembaga sudah dapat dijadikan dokumen untuk segera
melaksanakan anggaran Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah masih diperlukan
Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD merupakan suatu dokumen yang menyatakan
tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan. SPD ini diperlukan untuk memastikan
bahwa dana yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan telah tersedia pada saat
kegiatan berlangsung. Setelah DPA dan SPD terbit, maka masing-masing satuan kerja
wajib melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya.
C. PEMBAGIAN KEWENANGAN
Dalam rangka pelaksanaan anggaran, Presiden mendelegasikan kewenangannya kepada
menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran. Sedangkan kewenangan untuk
pengelolaan keuangan didelegasikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara. Pembagian kewenangan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Pendelegasian Kewenangan dalam Pelaksanaan
AnggaranPresiden
(sebagai CEO)
Kepala KPPN
(selaku Kuasa CFO)
Kepala Kantor
(selaku Kuasa COO)
Menteri Keuangan
(sebagai CFO)
Menteri Teknis
(sebagai COO)
Pendelegasian kewenangan pelaksanaan program
Pendelegasian kewenangan perbendaharaan
Menteri teknis/pimpinan lembaga merupakan chief of opertional officer sedangkan Menteri
Keuangan merupakan chief of financial officer. Dalam pelaksanaan anggaran, mereka
mempunyai kedudukan yang seimbang dalam rangka menjaga terlaksananya mekanisme
check and balance. Kuasa Pengguna Anggaran dapat ditunjuk sehubungan dengan
kompleksitas kegiatan, rentang kendali yang luas, jumlah anggaran yang besar, atau karena
lokasi kegiatan. Demikian pula di pemerintah daerah, dapat ditetapkan adanya Kuasa
34
Pengguna Anggaran yang diusulkan oleh pengguna anggaran dan ditetapkan oleh kepala
daerah karena alasan yang sama.
D. SISTEM PENERIMAAN
Seluruh penerimaan negara/daerah harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah
dan tidak diperkenankan digunakan secara langsung oleh satuan kerja yang melakukan
pemungutan (Azas Bruto). Pendapatan diakui setelah uang disetor ke rekening Kas Umum
Negara/Daerah (basis kas). Oleh karena itu penerimaan wajib disetor ke Rekening Kas
Umum selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Dalam rangka mempercepat penerimaan
pendapatan, Bendahara Umum Negara/Daerah dapat membuka rekening penerimaan pada
bank. Bank yang bersangkutan wajib menyetorkan penerimaan pendapatan setiap sore hari
ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah.
E. SISTEM PEMBAYARAN
Belanja membebani anggaran daerah setelah barang/jasa diterima. Oleh karena itu terdapat
pengaturan yang ketat tentang sistem pembayaran. Pada dasarnya alokasi anggaan
kepada satuan kerja (DIPA) akan diberikan jika sudah tersedia alokasinya dalam APBN.
Berdasarkan DIPA satuan kerja dapat melakukan kegiatan perolehan barang/jasa.
Barang/jasa yang diperoleh harus diverifikasi kebenarannya. Setelah diverifikasi barulah
dilakukan pembayaran. Urut-urutan tahapan yang harus dilalui dalam pelaksanaan
anggaran belanja tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
35
Dalam pelaksanaan anggaran, pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk membebani
anggaran. Sebagai konsekuensinya pengguna anggaran dituntut untuk melakukan verifikasi
atau pengujian atas kebenaran formil maupun materiil atas pelaksanaan anggaran serta
mempertanggungjawabkannya. Apabila verifikasi terhadap belanja telah dilakukan dan sah
maka pengguna anggaran menyampaikan Surat Perintah Membayar ke KPPN. Berhubung
mereka harus mempertanggungjawabkannya maka bukti-bukti pengeluaran tetap disimpan di
kementerian/lembaga dan tidak dikirim ke KPPN. KPPN tetap melakukan pengujian untuk
mengecek ketepatan jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Mekanisme pembayaran ini
dapat dilihat pada gambar berikut:
Comptabel beheeradministratief
beheeradministratief beheer
PEMBUATANPEMBUATAN
KOMITMENKOMITMEN
PENGUJIAN &PENGUJIAN &
PEMBEBANANPEMBEBANAN
PERINTAHPERINTAH
PEMBAYARANPEMBAYARAN
PENGUJIANPENGUJIAN
PENCAIRANPENCAIRAN
DANADANA
Mekanisme Pembayaran
MenteriMenteri TeknisTeknis MenteriMenteri KeuanganKeuangan
Proses pengujian yang dilakukan pada pengguna anggaran dan pada Bendahara Umum
Negara dapat dilihat pada gambar berikut:
PELAKSANAAN ANGGARAN
APBN
PERPRES RINCIAN APBN
DIPA
KOMITMEN
VENDOR
VERIFIKASI
PEMBAYARAN
PESANAN
BARANG/JASA
36
Terdapat dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung oleh
Bendahara Umum Negara kepada yang berhak menerima pembayaran atau lebih dikenal
dengan sistem LS. Pembayaran ini dilakukan untuk pengeluaran yang telah pasti, baik
jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Cara lainnya adalah dengan menggunakan
Uang Persediaan melalui Bendahara Pengeluaran. Pengeluaran dengan UP dilakukan
untuk belanja yang nilainya kecil di bawah jumlah tertentu untuk membiayai keperluan
sehari-hari perkantoran.
PENGUJIAN DALAM PELAKSANAANPENGUJIAN DALAM PELAKSANAAN
PENGELUARAN NEGARAPENGELUARAN NEGARA
PENGUJIANPENGUJIAN
MenteriMenteri TeknisTeknis
SelakuSelaku PenggunaPengguna AnggaranAnggaran
PEMBUATANPEMBUATAN
KOMITMENKOMITMEN
TahapanTahapan AdministratifAdministratif
Pengujian :
• Wetmatigheid
• Rechtmatigheid
• Doelmatigheid
SPMSPM
PENGUJIANPENGUJIAN
MenteriMenteri KeuanganKeuangan
SelakuSelaku BUNBUN
TahapanTahapan KomtabelKomtabel
Pengujian :
• Substansial :
•Wetmatigheid
•Rechtmatigheid
• Formal
CHEQUECHEQUE
?
37
Latihan
rangkuman
38
BAB III
PENGELOLAAN ASET DAN UTANG
C. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP
Aset merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi
dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun
masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan
yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya
yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Aset yang berada dalam pengelolaan pemerintah tidak hanya yang dimiliki oleh pemerintah
saja, tetapi juga termasuk aset pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka
pelayanan ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah. Aset pemerintah bukanlah
sebagai sumber daya untuk memperoleh pendapatan, namun mencerminkan potensi
pelayanan bagi masyarakat. Oleh karena itu dalam mengukur kemampuan keuangan
pemerintah tidaklah tepat jika dilakukan dengan membandingkan antara pendapatan dan
total aset yang tersedia. Kecukupan tersedianya aset dapat diukur dengan membandingkan
antara aset yang tersedia dengan kebutuhan dalam pelayanan, yang pada umumnya
ditentukan dalam rasio-rasio yang relevan sesuai dengan fungsinya dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Definisi aset di atas mencerminkan bahwa ruang lingkup aset pemerintah sangatlah luas.
Aset pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai aset keuangan dan aset non keuangan.
Aset keuangan mencakup kas, piutang, dan investasi. Dalam rangka manajemen kas pada
umumnya terintegrasi dengan manajemen utang. Aset non keuangan ada yang dapat
diidentifikasi dan ada yang tidak dapat diidentifikasi. Aset non keuangan yang dapat
diidentifikasi berupa aset berwujud dan aset tidak berwujud. Aset berwujud berupa
persediaan dan aset tetap, yang dalam peraturan perundang-undangan lebih dikenal
dengan nama barang milik negara. Aset yang tidak teridentifikasi dapat berupa sumber
daya alam dan sumber daya manusia. Bagan aset pemerintah dapat dilihat pada gambar
berikut:
39
D. PENGELOLAAN KAS
Kas merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan untuk menjalankan pemerintahan.
Kas seringkali dikatakan bagaikan darah bagi suatu organisasi. Tanpa kas suatu organisasi
tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu Pemerintah dituntut melakukan
pengelolaan kas dengan baik.
Pengelolaan kas di pemerintah terutama bertujuan untuk dapat melaksanakan anggaran
secara efisien serta melakukan manajemen sumber daya keuangan yang baik.
Pengelolaan kas yang baik dapat menghasilkan pengendalian pengeluaran secara efisien,
meminimumkan biaya pinjaman, dan memaksimumkan hasil yang diperoleh dari
penempatan kas. Hal ini dilakukan melalui:
 Perencanaan kas (cash planning) dan perencanaan kebutuhan kas (cash forecasting)
 Memperpendek waktu yang diperlukan untuk penagihan dan pembayaran dilakukan
secara tepat waktu (float management)
 Manajemen rekening bank dengan melakukan pemusatan saldo kas (Treasury Single
Account/TSA).
 Pembentukan dana kas kecil dengan sistem dana tetap (imprest fund) untuk membiayai
keperluan sehari-hari perkantoran
ASET
PEMERINTAH
Aset
Keuangan &
Utang
Aset
Non
keuangan
Kas &
Setara kas
Piutang &
Utang
Investasi
Dapat
Diidentifikasi
Tidak dapat
diidentifikasi
Berwujud
Tidak
Berwujud
SDM
dll
Persediaan
Aset
Tetap
SDA
40
 Penempatan saldo kas yang belum digunakan dalam bentuk setara kas atau
penanaman sementara (temporary investment).
Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Pada prinsipnya pemerintah harus dapat menjamin ketersediaan dana yang diperlukan
secara tepat waktu dan aman dalam rangka pelaksanaan anggaran. Agar kas tersedia
pada saat diperlukan maka perlu adanya rencana penarikan dana dan rencana penerimaan
dari pengguna anggaran. Dari rencana ini dapat disusun budget kas sehingga dapat
diketahui jumlah arus masuk dan arus keluar kas untuk suatu periode serta surplus/defisit
kas yang terjadi. Dengan informasi demikian maka Bendahara Umum Negara dapat
mengatur penempatan saldo kas yang menganggur serta menerapkan strategi pinjaman
untuk menutup defisit kas.
E. PENGELOLAAN PIUTANG
Piutang merupakan hak pemerintah untuk menagih pada pihak lain Piutang ini dapat
terjadi karena hubungan perdata, seperti adanya jual beli atau pinjam meminjam, namun
bisa juga terjadi karena ketentuan perundang-undangan, seperti piutang pajak.
Dalam Undang-undang diatur bahwa kementerian/lembaga yang mempunyai piutang wajib
mengupayakan penerimaannya kembali secara tepat waktu. Dalam hal terdapat piutang tak
tertagih penyelesainnya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka menjaga agar piutang dapat diterima kembali secara tepat waktu,
kementerian/lembaga dituntut untuk mengatur berbagai hal yang terkait dengan piutang
secara seksama. Hal-hal seperti perencanaan, pemberian pinjaman atau penjualan secara
kredit atau penerbitan surat ketetapan, pencatatan, pelaporan, penilaian, penagihan, dan
penghapusan piutang harus diatur secara tegas. Pengendalian intern harus tercermin dan
melekat sejak proses timbulnya piutang sampai dengan berakhirnya, karena pembayaran
atau penghapusan.
Piutang pemerintah jenis tertentu, seperti piutang pajak, mempunyai hak mendahului.
Penyelesaian piutang yang terjadi karena hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui
perdamaian kecuali untuk piutang yang penyelesaiannya diatur sendiri dalam undang-
undang. Penyelesaian piutang yang demikian ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk
jumlah sampai dengan Rp 10 milyar, oleh Presiden untuk jumlah diatasnya sampai dengan
Rp 100 milyar, dan jumlah diatasnya oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
41
Dalam hal terdapat piutang tak tertagih dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari
pembukuan. Penghapusan piutang tak tertagih sampai dengan Rp 10 milyar dapat
dilakukan oleh Menteri Keuangan. Penghapusan piutang di atas Rp 10 milyar sampai
dengan Rp 100 milyar dilakukan oleh Presiden, sedangkan di atas Rp 100 milyar oleh
Presiden dengan persetujuan DPR.
F. PENGELOLAAN UTANG
Sehubungan diberlakukannya anggaran defisit ( I Account) berarti anggaran pendapatan
tidak harus sama dengan anggaran belanja. Dalam UU 17/2003 ditekankan bahwa dalam
memanfaatkan surplus anggaran atau membiayai defisit anggaran harus
mempertimbangkan keseimbangan generasi. Defisit anggaran antara lain dapat dibiayai
dari pinjaman. Berdasarkan UU 17/2003 defisit anggaran dalam suatu tahun anggaran
maksimum sebesar 3 (tiga) persen dari Pendapatan Domestik Bruto, dan akumulasi utang
maksimum sebesar 60 (enam puluh) persen dari Pendapatan Domestik Bruto. Dalam
rangka pengendalian defisit anggaran dan akumulasi pinjaman secara nasional, Menteri
Keuangan mempunyai kewenangan untuk mengaturnya. Ketentuan tentang besarnya defisit
serta jumlah utang yang dapat dimiliki oleh suatu pemerintah daerah diatur setiap tahun
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam melakukan pengelolaan utang harus diperhatikan struktur portofolio utang berikut
biaya serta risikonya. Risiko-risiko yang perlu dipertimbangkan antara lain risiko pasar, risiko
pendanaan kembali, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko penyelesaian, dan risiko
operasional. Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh pinjaman yang paling efisien dan
untuk meyakini bahwa pemerintah mampu membayar bunga dan angsuran secara tepat
waktu.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mempunyai kewenangan untuk
mengadakan pinjaman. Pinjaman dapat berupa pinjaman yang dilakukan secara bilateral
atau multilateral. Pinjaman ini dapat diteruspinjamkan kepada pemerintah
daerah/BUMN/BUMD. Pinjaman ini dituangkan dalam suatu naskah perjanjian pinjaman.
Sejalan dengan azas bruto maka biaya yang terjadi karena penarikan pinjaman dibebankan
pada anggaran belanja. Disamping itu pemerintah juga dapat menerbitkan surat utang
negara.
Disamping ada utang yang berasal dari pinjaman, pemerintah juga bisa mempunyai utang
karena kegiatan operasional atau utang perhitungan pihak ketiga (PFK). Utang operasional
42
antara lain timbul sehubungan dengan adanya pengadaan barang/jasa yang telah diterima
tetapi pada akhir tahun anggaran belum dibayar. Dengan demikian utang yang berasal dari
kegiatan operasional ini dapat terjadi di kementerian negara/lembaga. Utang PFK timbul
karena adanya uang yang dipungut oleh pemerintah untuk kepentingan pihak lain dan
belum disampaikan kepada pihak tersebut.Terhadap utang-utang ini, pengguna anggaran
atau kuasa pengguna anggaran juga wajib menatausahakan dan melaporkannya dalam
laporan keuangan. Pengguna Anggaran atau Kuasanya berkewajiban mengelola utang
dalam kepengurusannya dan menguji setiap klaim sebelum memerintahkan pembayaran
atas beban anggaran
Utang dibayar secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan. Hak tagih atas utang sebagai
beban negara kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali
ditetapkan lain dalam undang-undang. Kedaluwarsa ini akan tertunda jika pihak yang
berpiutang mengajukan tagihan kepada negara sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.
Ketentuan kedaluwarsa ini tidak berlaku untuk pembayaran bunga dan pokok utang yang
timbul karena pinjaman.
G. PENGELOLAAN INVESTASI
Pemerintah dapat melakukan investasi karena berbagai alasan, antara lain memanfaatkan
surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan atau memanfaatkan dana yang belum
digunakan dalam bentuk invetasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. Investasi
jangka pendek yang dilakukan pemerintah harus memenuhi karakteristik dapat segera
dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas, dan berisiko rendah.
Investasi jangka panjang dapat berupa investasi permanen dan investasi non permanen.
Investasi ini dapat dilakukan oleh pemerintah melalui pasar modal atau investasi langsung
pada bidang usaha tertentu. Investasi melalui pasar modal dapat dilakukan dengan membeli
saham atau surat utang. Investasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata
bertujuan untuk memperoleh manfaat ekonomi, seperti diperolehnya keuntungan, tetapi bisa
juga karena diperolehnya manfaat sosial, atau manfaat lainnya.
Investasi permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki
secara berkelanjutan, misalnya penyertaan modal pemerintah pada BUMN. Investasi
nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara
tidak berkelanjutan. Dengan demikian investasi nonpermanen ini dimaksudkan akan
dicairkan kembali suatu saat, misalnya dana bergulir.
43
H. PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA
Barang milik negara mencakup semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan ini antara lain dapat dilakukan
melalui pembelian, pembangunan, pertukaran, kerja sama, hibah/donasi, dan rampasan.
Dalam rangka menertibkan pengelolaan barang milik negara, maka dilakukan pembagian
kewenangan yang jelas atas barang milik negara. Menteri Keuangan adalah sebagai
pengelola barang berwenang mengatur pengelolaan barang milik negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Menteri/pimpinan lembaga berkedudukan sebagai
pengguna barang pada instansi yang dipimpinnya. Para pengguna barang wajib mengelola
dan menatausahakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya dengan
sebaik-baiknya.
Pengelolaan barang milik negara dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pada suatu
negara yang masih menganut line item budgeting, pada umumnya belum memperhatikan
kebutuhan barang untuk melaksanakan fungsinya secara efisien. Hal ini dikarenakan belum
dilakukan perhitungan biaya layanan secara benar dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat dan pengukuran kinerjanya belum dilakukan secara utuh dengan menerapkan
full costing. Di negara yang telah menerapkan anggaran berbasis kinerja, pengelolaan
barang pada umumnya dilakukan dengan cara lebih efisien karena seluruh komponen biaya
dimasukkan sebagai unsur biaya layanan. Dengan demikian maka barang yang diminta dan
digunakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan.
Dalam rangka menjaga kesinambungan pelayanan kepada masyarakat, dilakukan
pengaturan atas penghapusan serta pemindahtanganan barang milik negara. Barang milik
negara yang diperlukan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat
dipindahtangankan. Pengahapusan barang milik negara pada prinsipnya harus mendapat
persetujuan DPR. Pemindahtangan dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR.
Dengan memperhatikan bahwa tanah dan bangunan merupakan kekayaan negara yang
sangat penting artinya serta nilainya signifikan maka pemindahtanganan tanah dan
bangunan harus mendapat persetujuan DPR kecuali untuk tanah dan bangunan yang tidak
sesuai lagi dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. Demikian pula untuk bangunan
yang sudah memperoleh alokasi anggaran untuk menggantinya, diperuntukkan bagi
pegawai negeri, untuk kepentingan umum, ataupun yang jika status kepemilikannya
44
dipertahankan tidak layak secara ekonomis.Hal in terjadi karena pada dasarnya DPR telah
menyetujuinya pada saat pembahasan tata ruang ataupun pembahasan APBN.
Dalam rangka efisiensi pengelolaan barang selain tanah dan bangunan, proses
penghapusan dan pemindahtangannya dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana.
Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan bangunan dengan nilai sampai
dengan Rp 10 milyar dilakukan oleh Menteri Keuangan, di atas Rp 10 milyar sampai dengan
Rp 100 milyar oleh Presiden, sedangkan di atas Rp 100 milyar oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Apabila pemindahtanganan ini dilakukan dengan penjualan maka harus
dilakukan dengan lelang. Dengan pengaturan demikian diharapkan pengelolaan barang
dapat dilakukan dengan lebih efisien.
Pengamanan barang milik negara merupakan salah satu sasaran pengendalian intern, baik
dari aspek fisik, administrasi, maupun hukum. Oleh karena tanah dan bangunan harus
dilengkapi dengan bukti kepemilikan dan ditatausahakan dengan tertib. Tanah harus
disertifikatkan atas nama Pemerintah RI. Tanah dan bangunan yang tidak lagi digunakan
untuk menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan wajib dikembalikan kepada Menteri
Keuangan. Barang milik negara tidak diperkenankan untuk digadaikan atau digunakan
sebagai jaminan dan tidak boleh diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran utang.
Disamping itu barang milik negara atau barang pihak lain yang dikuasai negara yang
diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat disita.
I. PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM
Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,
Pemerintah dapat membentuk Badan Layanan Umum (BLU). Kekayaan BLU merupakan
kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dapat dikelola sepenuhnya untuk pelayanan
kepada masyarakat, Oleh karena itu BLU tetap menyusuna anggaran sebagaimana instansi
pemerintah pada umumnya untuk digabungkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian negara/lembaga maupun APBN. Pendapatan dan belanja yang dilakukan
dilaprkan dalam laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang membawahinya dan
dikonsolidasikan dalam laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Upaya peningkatan kinerja pelayanan maupun kinerja keuangan dilakukan dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan.
45
Pendapatan BLU dapat bersumber dari APBN, jasa layanan, hibah atau sumbangan dari
masyarakat. Pendapatan BLU dapat digunakan secara langsung untuk membiayai
belanjanya. Dalam pelaksanaan anggaran belanja, BLU juga diberikan pengecualian untuk
tidak mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa sebagaimana yang berlaku di
pemerintahan karena alasan efisiensi dan produktivitas. Di samping itu BLU juga
diperkenankan memperoleh pinjaman untuk mendanai kegiatannya.
Untuk menjaga kinerja pelayanan dan kinerja keuanga BLU maka diperlukan adanya
pembinaan. Pembinaan keuangan BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan sedangkan
pembinaan teknis dilakukan oleh kementerian teknis yang membawahinya.
46
BAB IV
PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN
A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntutan masyarakat yang harus
dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola tersebut adalah akuntabilitas. Pada dasarnya
penyelenggara negara wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada masyarakat,
berupa akuntabilitas keuangan (financial accountability) dan akuntabilitas kinerja
(performance accountability). Dengan pola pertanggungjawaban yang demikian,
Pemerintah tidak hanya dituntut untuk mempertanggungjawabkan uang yang dipungut dari
rakyat tetapi juga dituntut tuntuk mempertanggungjawabkan atas hasil-hasil yang
dicapainya.
Pola pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara dikembangkan sejalan
dengan teori keagenan (agency Theory). Pada prinsipnya, Pemerintah merupakan orang
suruhan atau agen dari rakyat. Rakyat dalam hal ini diwakili oleh DPR. Pemerintah diberi
kekuasaan untuk memungut uang dari rakyat berdasarkan Undang-Undang. Setiap
tahunnya anggaran pendapatan dan belanja dituangkan dalam Undang-undang APBN.
Pemerintah yang memungut, Pemerintah yang mengelola, maka Pemerintah juga
berkewajiban untuk mencatat (mengakuntansikan) dan melaporkannya kepada rakyat
melalui DPR. Dalam rangka meyakini bahwa laporan dimaksud telah menyaajikan kondisi
yang sesungguhnya serta Pemerintah telah menaati ketentuan peraturan perundang-
undangan, maka laporan keuanga tersebut wajib diperiksa oleh pemeriksa yang indipenden.
Berdasarkan UUD 45 yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan
keuangan pemerintah adalah BPK RI.
Gambar atas pola pertnggungjawaban tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
47
Laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan. Laporan
keuangan setidak-tidaknya terdiri dari:
 Neraca;
 Laporan Realisasi Anggaran;
 Laporan Arus Kas; dan
 Catatan atas laporan Keuangan.
Laporan keuangan yang disampaikan dalam RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan
APBN adalah laporan keuangan yang telah diaudit BPK RI. Laporan keuangan ini paling
lambat disampaikan ke DPR pada akhir bulan Juni tahun berikutnya. Laporan keuangan
dilampiri dengan Laporan Kinerja dan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara dan
badan lainnya. Laporan keuangan disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung jawab atau
Statement Of Responsibility (SOR). Laporan keuangan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBN tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
3
L
E
M
B
A
G
A
P
E
R
W
A
K
I
L
A
N
HUBUNGAN KONTRAK PRINSIPAL–
AGEN: SOLUSI
Akuntansi Pelaporan
Auditing
P
R
I
N
S
I
P
A
L
R
A
K
Y
A
T
A
G
E
N
P
E
M
E
R
I
N
T
A
H
Ketentuan Undang-Undang
Rencana Kerja/ RK Anggaran
AKUNTABILITAS
48
10
PAKET LAPORAN
KEUANGAN DAN KINERJA
SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
IKHTISAR
KINERJA
IKHTISAR
LAIN
IKHTISAR
LAIN
IKHTISAR LK
BUMN/BUMD
LRA NERACA LAK CALK
Dari gambar tersebut tampak bahwa terdapat lampiran yang bersifat wajib dan diamanatkan
dalam undang-undang, yaitu laporan kinerja dan laporan keuangan BUMN dan badan
lainnya. Yang dimaksud dengan badan lainnya, saat ini yang ada di Pemerintah adalah
Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Laporan Keuangan Pemerintah disusun dengan menggabungkan seluruh laporan keuangan
Kemeneterian negara/Lembaga selaku pengguna anggaran dengan laporan keuangan
Bendahara Umum Negara. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga ini harus
disampaikan ke Presiden melalui Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan setelah
tutup tahun anggaran.
Dengan memperhatikan pengaturan tentang pengelolaan kas negara yang dilakukan oleh
Bendahara Umum Negara maka kementerian negara/lembaga sebagai pengguna anggaran
tidak diwajibkan menyusun Laporan Arus Kas. Yang menyusun Laporan Arus Kas hanya
Bendahara Umum Negara.
B. STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP). Dalam hal ini tampak jelas bahwa tidak hanya penyajiannya yang harus sesuai
dengan SAP tetapi juga penyusunannya. Dengan demikian sistem akuntansi yang
digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan juga harus dibangun sesuai dengan SAP.
SAP merupakan pedoman umum dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Kesesuaian dengan SAP mencerminkan tingkatan akuntabilitas dan transparansi dalam
49
pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu penyusunan dan penyajian laporan
keuangan yang sesuai dengan SAP merupakan salah satu kriteria bagi BPK RI dalam
melmberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan.
Berdasarkan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU 1/2004 tentang
Perbendaharaan Negara, SAP disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP).
KSAP merupakan suatu komite yang independen dengan komite kerja. beranggotakan 9
orang. KSAP telah mengeluarkan SAP yang tertuang dalam PP 24/2005.
C. SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN
Sistem akuntansi pemerintahan merupakan rangkaian secara sistematik dari prosedur,
penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak
analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah.
Dengan demikian sistem akuntansi merupakan suatu wadah untuk memproses data
keuangan sampai dihasilkannya informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan.
Sistem akuntansi untuk Pemerintah Pusat ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sistem
akuntansi ini disusun susuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Dengan demikian
maka laporan keuangan yang dihasilkan akan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Akuntansi Pemerintahan pada dasarnya merupakan akuntansi anggaran. Oleh karena itu
sistem akuntansi yang baik seharusnya terintegrasi dengan sistem anggaran. Apabila hal ini
dijalankan, maka akan terdapat konsistensi dalam perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, akuntansi dan pertanggungjawaban anggaran.
Sistem akuntansi Pemerintah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku untuk seluruh
kementerian negara/lembaga. Sistem ini diperlukan untuk tujuan tiga hal. Pertama adalah
untuk menetapkan prosedur yang harus diikuti oleh pihak-pihak yang terkait sehingga jelas
pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka. Kedua adalah untuk
terselenggarakannya pengendalian intern untuk menghindari terjadinya penyelewengan.
Terakhir adalah untuk menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dimana jenis dan isi diatur oleh PP 24/2005
tentang SAP. Pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan tersebut, secara umum tata
50
cara dan tanggung jawab pelaporan diatur dalam PP 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah.
51
BAB V
PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN
TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
A. LINGKUP PEMERIKSAAN
Pemerintah, baik pusat maupun daerah mengemban amanat untuk menjalankan tugas
pemerintahan melalui peraturan perundang-undangan. Untuk penyelenggaraan
pemerintahan dimaksud, pemerintah memungut berbagai macam jenis pendapatan dari
rakyat, kemudian membelanjakannya untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka
pelayanan kepada rakyat. Dalam hal ini kedudukan pemerintah adalah sebagai agen dari
rakyat, sedangkan rakyat sebagai prinsipalnya. Sebagai agen, pemerintah wajib
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya kepada rakyat yang diwakili oleh
DPR/DPRD.
Dalam pola hubungan antara Pemerintah sebagai agen dan DPR sebagai wakil dari
prinsipal, terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. Lembaga perwakilan tidak
mempunyai informasi secara penuh apakah laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan
keuangan daerah dari eksekutif telah mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, apakah
telah sesuai semua peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian
intern secara memadai dan pengungkapan secara paripurna. Oleh karena itu diperlukan
pihak yang kompeten dan independen untuk menguji laporan pertanggungjawaban tersebut.
Lembaga yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan pertanggungjawan
tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketentuan tentang pemeriksaan oleh
BPK diatur dalam UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan
Keuangan Negara. Sedangkan ketentuan tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai
institusi pemeriksa diatur dalam UU 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD RI tahun 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas
BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan dan pemeriksaan atas tanggung
jawab keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara.
Oleh karena itu kepada BPK diberikan kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis
pemeriksaan, yaitu:
1. Pemeriksaan keuangan
2. Pemeriksaan kinerja
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
52
1. PEMERIKSAAN KEUANGAN
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah.
Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka pemberian opini atas kewajaran penyajian laporan
keuangan. Hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK akan menghasilkan opini yang
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan
yang disajikan. Kriteria untuk pemberian opini adalah sebagai berikut:
a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan;
b. Kecukupan pengungkapan;
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan
d. Efektivitas sistem pengendalian intern.
Penilaian atas empat hal di atas akan menentukan suatu opini. Ada empat macam opini
yang diberikan pemeriksa, yaitu:
a. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
b. Wajar dengan pengecualian (qualified opinion);
c. Tidak wajar (adversed opinion);
d. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).
Opini wajar tanpa pengecualian diberikan jika pos-pos laporan keuangan tidak mengandung
salah saji material dan laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar. Opini
wajar dengan pengecualian jika terdapat pos-pos tertentu dalam laporan keuangan
mengandung salah saji secara material namunsecara keseluruhan tidak mengganggu
kewajaran laporan keuangan. Opini tidak wajar diberikan jika pos-pos laporan keuangan
mengandung salah saji material sehingga laporan keuangan secara keseluruhan tidak
wajar. Opini disclaimer diberikan jika pemeriksa tidak dapat memperoleh keyakinan atas
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
2. PEMERIKSAAN KINERJA
Pemeriksaan kinerja sering juga disebut value for money audit. Pemeriksaan kinerja adalah
pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas efektivitas.
Pemeriksaan ini lazim dilakukan oleh aparat penawasan intern untuk kepentingan jajaran
53
manajemen. Namun demikian UUD RI tahun 1945 juga mengamanatkan kepada BPK untuk
melakukan pemeriksaan kinerja, terutama untuk mengidentifikasi area-area yang potensial
untuk peningkatan kinerja yang menjadi perhatian lembaga perwakilan.
Hasil pemeriksaan kinerja adalah temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Pemeriksaan
kinerja antara lain dilakukan dengan melakukan evaluasi atas efisiensi pelaksanaan
kegiatan serta efektivitas suatu program, pemeriksaan kinerja tidak dapat dilepaskan dari
hierarki kriteria dan indikator kinerja. Hierarki tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
14
Herarki Kriteria dan Indikator Kinerja
Policy goals
Program Objectives
Planned Outcomes
Planned Outputs
Planned Inputs
process
process
process
Actual Outcomes
Actual Outputs
Actual Inputs
Effectiveness
Efficiency
Compliance
Adapun bagi pemerintah, pemeriksaan kinerja ini dimaksudkan untuk mengarahkan agar
sumber daya yang tersedia dimanfaatkan secara efisien dan efektif untuk pelayanan kepada
masyarakat.
3. PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU
Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan
khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam
pemeriksaan ini adalah pemeriksaan pemeriksaan atas hal-hal lain yang bersifat keuangan,
pemeriksaan atas sistem pengendalian intern, dan pemeriksaan investigatif.
Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah kesimpulan. Dalam hal pemeriksaan
investigatif, apabila diketemukan adanya indikasi tindak pidana atau tindakan yang
54
membawa dampak pada kerugian negara, BPK segera melaporkannya kepada instansi
yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
BPK mempunyai kebebasan dan kemandirian dalam melaksanakan pemeriksaan.
Kemandirian ini termasuk dalam perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan,
maupun penyusunan dan penyajian laporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam
perencanaan mencakup penetapan obyek pemeriksaan (auditee), kecuali untuk obyek
pemeriksaan yang telah diatur dalam undang-undang atau berdasarkan permintaan khusus
dari lembaga perwakilan.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan informasi dari berbagai pihak
yang kompeten dan terkait, seperti hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern
pemerintah, masukan dari lembaga legislatif, serta informasi dari pihak lain yang andal.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan anggaran serta sumber daya
yang dimiliki secara mandiri dan akuntabel. Dengan mekanisme yang demikian diharapkan
BPK dapat memfokuskan pemeriksaannya pada hal-hal yang menjadi perhatian lembaga
legislatif serta pada berbagai hal yang berdampak pada kewajaran penyajian laporan
keuanga, efisiensi, dan efektifitas program dan kegiatan.
Selama menjalankan pemeriksaan BPK dapat nmengakses data yang diperlukan, meminta
informasi dari orang-orang terkait, memperoleh bukti dokumen, wawancara, maupun bukti
fisik untuk mendukung hasil pemeriksaannya, termasuk melakukan penyegelan tempat
penyimpanan uang, barang, atau dokumen jika dipandang perlu.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengamanatkan bahwa pemeriksaan harus
dilaksanakan oleh pemeriksa yang kompeten. Apabila BPK tidak mempunyai tenaga ahli
pada bidang tertentu, sementara keahlian ini diperlukan, maka BPK dapat menggunakan
bantuan tenaga ahli dari luar BPK.
C. HASIL PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT
Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) segera
setelah berakhirnya pemeriksaan. LHP ini disampaikan kepada lembaga perwakilan sesuai
dengan kewenangannya. Di samping itu pada saat yang bersamaan, LHP ini juga
disampaikan kepada Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota untuk ditindaklanjuti. Hasil
pemeriksaan BPK akan digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi atau
55
melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Di samping itu pemerintah
berkewajiban menyampaikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan. Tanggapan ini
wajib dimuat dalam LHP. Dengan dimuatnya tanggapan ini maka pengguna dapat
memperoleh informasi secara berimbang dari pemeriksa dan dari obyek yang diperiksa
(auditee).
BPK wajib menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan yang dilakukan selama 1 (satu) semester.
Ikhtisar ini disampaikan kepada lembaga legislatif sesuai dengan kewenangannya dan
kepada Presiden serta Gubernur/Bupati/walikota yang bersangkutan agar memperoleh
infrmasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga legislatif berarti telah
dipertanggungjawabkan kepada publik. Oleh karena itu terhadap hasil pemeriksaan yang
tersebut dinyatakan terbuka untuk umum, sehingga dapat diakses oleh masyarakat.
Pemerintah berkewajiban melaksanakan tindak lanjut atas rekomendasi BPK. BPK wajib
memantau perkembangan pelaksanaan tindak lanjut tersebut serta menginformasikannya
kepada lembaga legislatif terkait.
D. PIDANA, SANKSI, DAN GANTI RUGI
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, menteri/pimpinan lembaga
selaku pengguna anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan
dalam UU APBN. Kebijakan pemerintah dituangkan dalam bentuk program. Dengan
demikian maka menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas outcome yang dicapai.
Program pemerintah dilaksanakan oleh kegiatan. Kegiatan dilaksanakan oleh unit
organisasi atau satuan kerja tertentu. Oleh karena itu pimpinan unit organisasi bertanggung
jawab atas pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian pimpinan unit organisasi bertangging
jawab atas capaian ouput atas kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam UU
17/2003 ditegaskan bahwa menteri/pimpinan lembaga ataupun pimpinan unit organisasi
yang melakukan penyimpangan program/kegiatan dikenakan sanksi. Sanksi di sini dapat
berupa sanksi administratif, pidana, atau denda sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketentuan tentang sanksi ini merupakan upaya preventif yang
berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya UU APBN.
Selanjutnya terhadap pejabat negara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak
langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian. Setiap
kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada
56
menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada BPK paling lambat 7 (tujuh) hari kerja
setelah kerugian diketahui.Kepada mereka yang mengakibatkan kerugian negara segera
dimintakan surat pernyataan kesanggupan untuk mengganti kerugian dimaksud. Apabila
surat kesanggupan tidak diperoleh maka menteri/pimpinan lembaga dapat menerbitkan
surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
Disamping itu terdapat prinsip yang berlaku universal bahwa siapa yang diberi wewenang
untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga, atau
barang milik negara bertanggung jawab secara pribadi atas kekurangan yang terjadi dalam
pengurusannya. Pengenaan ganti kerugian untuk bendahara dilakukan oleh BPK.
DaftarPustaka
_______________. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
_______________. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
57
_______________. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
_______________. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.
_______________. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
_______________. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja
Pemerintah
_______________. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 Tentang Penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
_______________. SEB antara Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas dengan Menteri Keuangan tanggal 19 Juni 2009
No.0142/MPN/06/2009 dan No. SE-1848/MK/2009 perihal Pedoman Reformasi
Perencanaan dan Pembangunan
_______________. Peraturan Menteri Keuangan No. 104/PMK.02/2010 tahun 2010
Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementrian Negara/Lembaga tahun 2011.
Salvatore Schiavo-Campo, Managing Government Expenditure, Asian Development
Bank (ADB) 1999.
Masdiasmo, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit ANDI Yogyakarta, 2005.
Deddi Noordiawan, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Salemba Empat, 2006.
Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan dan
Pembangunan Nasional (BAPPENAS) & Departemen Keuangan, Modul 1 Kerangka
Pemikiran Reformasi Perencanaan dan Penganggaran, 2009.
58
Bahan Sosialisasi dan Powerpoint Reformasi Perencanaan dan Penganggaran
Modul overview Keuangan Negara, Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan
Pemerintah, Departemen Keuangan, 2008
Modul Perencanaan dan Penganggaran, Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan
Pemerintah, Departemen Keuangan, 2008
Performance budgeting in OECD countries, ORGANISATION FOR ECONOMIC CO-
OPERATION AND DEVELOPMENT (OECD), 2007.
Bambang Sancoko, Djang Tjik A.S., Noor Cholis Madjid dan Sumini, Kajian terhadap
Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja di Indonesia, Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan, 2008.
Tricakti Wahyuni, Penganggaran Berbasis Kinerja pada Kementrian/Lembaga : Masih
harus banyak berbenah, http://www.bpkp.go.id.
Puji Agus, SST., Ak , Widyaiswara Muda Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan
MODUL Pengantar Anggaran Berbasis Kinerja

More Related Content

What's hot

Juknis tpg 2014
Juknis tpg 2014Juknis tpg 2014
Juknis tpg 2014
sd1kapling
 
Permenpan2013 046 revisipermenpan2013 angka kredit dosen
Permenpan2013 046 revisipermenpan2013 angka kredit dosenPermenpan2013 046 revisipermenpan2013 angka kredit dosen
Permenpan2013 046 revisipermenpan2013 angka kredit dosen
Winarto Winartoap
 
Contoh laporan-magang
Contoh laporan-magangContoh laporan-magang
Contoh laporan-magang
Zuraida Daud
 
Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
Ayah Raihaana
 
Juknis tp pusat__25_februari__edited_
Juknis tp pusat__25_februari__edited_Juknis tp pusat__25_februari__edited_
Juknis tp pusat__25_februari__edited_
Suwandi Wan
 
Salinan pedoman umum pengelolaan komunikasi krisis 29-2011
Salinan pedoman umum pengelolaan komunikasi krisis 29-2011Salinan pedoman umum pengelolaan komunikasi krisis 29-2011
Salinan pedoman umum pengelolaan komunikasi krisis 29-2011
Rizki Malinda
 

What's hot (20)

Lakip jakarta 2003
Lakip jakarta 2003Lakip jakarta 2003
Lakip jakarta 2003
 
Laporan pkl di bengkel lestari jalan mr. iskandar blora
Laporan pkl di bengkel lestari jalan mr. iskandar bloraLaporan pkl di bengkel lestari jalan mr. iskandar blora
Laporan pkl di bengkel lestari jalan mr. iskandar blora
 
Juknis tpg 2014
Juknis tpg 2014Juknis tpg 2014
Juknis tpg 2014
 
Juknis Pembayaran Tunjangan Profesi Guru 2014
Juknis Pembayaran Tunjangan Profesi Guru 2014Juknis Pembayaran Tunjangan Profesi Guru 2014
Juknis Pembayaran Tunjangan Profesi Guru 2014
 
perka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfak
perka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfakperka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfak
perka lan 33 tahun 2015 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan jfak
 
LPPD 2014
LPPD 2014LPPD 2014
LPPD 2014
 
Laporan Diklat Pranata Komputer 2013 (Pusdiklat BPS Jakarta)
Laporan Diklat Pranata Komputer 2013 (Pusdiklat BPS Jakarta)Laporan Diklat Pranata Komputer 2013 (Pusdiklat BPS Jakarta)
Laporan Diklat Pranata Komputer 2013 (Pusdiklat BPS Jakarta)
 
Kak diklat dan ujian pbj 2019
Kak diklat dan ujian pbj 2019Kak diklat dan ujian pbj 2019
Kak diklat dan ujian pbj 2019
 
Permenpan2013 046 2
Permenpan2013 046 2Permenpan2013 046 2
Permenpan2013 046 2
 
Permenpan2013 046 revisipermenpan2013 angka kredit dosen
Permenpan2013 046 revisipermenpan2013 angka kredit dosenPermenpan2013 046 revisipermenpan2013 angka kredit dosen
Permenpan2013 046 revisipermenpan2013 angka kredit dosen
 
Jf dan angka kredit dosen
Jf dan angka kredit dosenJf dan angka kredit dosen
Jf dan angka kredit dosen
 
Lampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerja
Lampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerjaLampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerja
Lampiran permen pan rb no. 63 ttg pedoman penataan tunjangan kinerja
 
Contoh laporan-magang
Contoh laporan-magangContoh laporan-magang
Contoh laporan-magang
 
Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
Buku layanan administrasi kepegawaian tahun 2013
 
Juknis tp pusat__25_februari__edited_
Juknis tp pusat__25_februari__edited_Juknis tp pusat__25_februari__edited_
Juknis tp pusat__25_februari__edited_
 
Juknis tp pusat__25_februari__edited_
Juknis tp pusat__25_februari__edited_Juknis tp pusat__25_februari__edited_
Juknis tp pusat__25_februari__edited_
 
Laporan Praktek Kerja Industri Teknik Gambar Bangunan
Laporan Praktek Kerja Industri Teknik Gambar BangunanLaporan Praktek Kerja Industri Teknik Gambar Bangunan
Laporan Praktek Kerja Industri Teknik Gambar Bangunan
 
Salinan pedoman umum pengelolaan komunikasi krisis 29-2011
Salinan pedoman umum pengelolaan komunikasi krisis 29-2011Salinan pedoman umum pengelolaan komunikasi krisis 29-2011
Salinan pedoman umum pengelolaan komunikasi krisis 29-2011
 
Buku juknis dan juklak dak 2014
Buku juknis dan juklak dak 2014Buku juknis dan juklak dak 2014
Buku juknis dan juklak dak 2014
 
Laporan Kegiatan Magang Calon Pendidik
Laporan Kegiatan Magang Calon PendidikLaporan Kegiatan Magang Calon Pendidik
Laporan Kegiatan Magang Calon Pendidik
 

Similar to 2. modul keuangan lanjutan i

juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madrjuklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
Suaidin -Dompu
 
Perkalan no.14-tahun-2011-tentang-pedoman-penyusunan-pola-penjenjangan-diklat...
Perkalan no.14-tahun-2011-tentang-pedoman-penyusunan-pola-penjenjangan-diklat...Perkalan no.14-tahun-2011-tentang-pedoman-penyusunan-pola-penjenjangan-diklat...
Perkalan no.14-tahun-2011-tentang-pedoman-penyusunan-pola-penjenjangan-diklat...
Royadi Nusa
 
Modul 2 eselon 4 administrasi umum
Modul 2 eselon 4 administrasi umumModul 2 eselon 4 administrasi umum
Modul 2 eselon 4 administrasi umum
Dhiangga Jauhary
 
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdfLUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
ilusiDigulSelatan
 
Modul 1 eselon 3 manajemen proyek
Modul 1 eselon 3 manajemen proyekModul 1 eselon 3 manajemen proyek
Modul 1 eselon 3 manajemen proyek
Dhiangga Jauhary
 
Perkalan 22 Tahun 2013
Perkalan 22 Tahun 2013Perkalan 22 Tahun 2013
Perkalan 22 Tahun 2013
id_tribudi
 
Ktsp sulit-dilaksanakan
Ktsp sulit-dilaksanakanKtsp sulit-dilaksanakan
Ktsp sulit-dilaksanakan
Ketut Swandana
 

Similar to 2. modul keuangan lanjutan i (20)

juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madrjuklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
juklak pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah madr
 
PP 31 Sislatkernas
PP 31 SislatkernasPP 31 Sislatkernas
PP 31 Sislatkernas
 
Manajemen asn
Manajemen asnManajemen asn
Manajemen asn
 
Sanr iprajab3
Sanr iprajab3Sanr iprajab3
Sanr iprajab3
 
BNSP
BNSPBNSP
BNSP
 
Perkalan no.14-tahun-2011-tentang-pedoman-penyusunan-pola-penjenjangan-diklat...
Perkalan no.14-tahun-2011-tentang-pedoman-penyusunan-pola-penjenjangan-diklat...Perkalan no.14-tahun-2011-tentang-pedoman-penyusunan-pola-penjenjangan-diklat...
Perkalan no.14-tahun-2011-tentang-pedoman-penyusunan-pola-penjenjangan-diklat...
 
Modul 2 eselon 4 administrasi umum
Modul 2 eselon 4 administrasi umumModul 2 eselon 4 administrasi umum
Modul 2 eselon 4 administrasi umum
 
Pp 101 2000
Pp 101 2000Pp 101 2000
Pp 101 2000
 
Modul wawasan kebangsaan
Modul wawasan kebangsaanModul wawasan kebangsaan
Modul wawasan kebangsaan
 
Ekonomi makro dalnis
Ekonomi makro dalnisEkonomi makro dalnis
Ekonomi makro dalnis
 
Keputusan Kepala LAN Pedoman Penyelenggaraan Latsar CPNS
Keputusan Kepala LAN Pedoman Penyelenggaraan Latsar CPNSKeputusan Kepala LAN Pedoman Penyelenggaraan Latsar CPNS
Keputusan Kepala LAN Pedoman Penyelenggaraan Latsar CPNS
 
Juklak DAK Instansi Pendidikan
Juklak DAK Instansi PendidikanJuklak DAK Instansi Pendidikan
Juklak DAK Instansi Pendidikan
 
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdfLUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
LUSIARTI - PENGELOLAAN_KEUANGAN_DAERAH.pdf
 
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkriSistem penyelengaraan administrasi negara nkri
Sistem penyelengaraan administrasi negara nkri
 
Modul 1 eselon 3 manajemen proyek
Modul 1 eselon 3 manajemen proyekModul 1 eselon 3 manajemen proyek
Modul 1 eselon 3 manajemen proyek
 
Perkalan 22 Tahun 2013
Perkalan 22 Tahun 2013Perkalan 22 Tahun 2013
Perkalan 22 Tahun 2013
 
Ktsp sulit-dilaksanakan
Ktsp sulit-dilaksanakanKtsp sulit-dilaksanakan
Ktsp sulit-dilaksanakan
 
Juknis tunjangan khusus
Juknis tunjangan khususJuknis tunjangan khusus
Juknis tunjangan khusus
 
03 skkni quantity surveyor 2011 006
03 skkni quantity surveyor 2011 00603 skkni quantity surveyor 2011 006
03 skkni quantity surveyor 2011 006
 
Tugas Belajar - Peraturan Gubernur Prov DKI Jakarta No 74 Tahun 2014
Tugas Belajar - Peraturan Gubernur Prov DKI Jakarta No 74 Tahun 2014 Tugas Belajar - Peraturan Gubernur Prov DKI Jakarta No 74 Tahun 2014
Tugas Belajar - Peraturan Gubernur Prov DKI Jakarta No 74 Tahun 2014
 

Recently uploaded

bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah okebsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
galuhmutiara
 
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get CytotecAbortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Riyadh +966572737505 get cytotec
 
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh CityAbortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
jaanualu31
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
langkahgontay88
 
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanianpresentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
HALIABUTRA1
 
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotecAbortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Riyadh +966572737505 get cytotec
 
Sistem Informasi Akuntansi Perusahaan Sosro
Sistem Informasi Akuntansi Perusahaan SosroSistem Informasi Akuntansi Perusahaan Sosro
Sistem Informasi Akuntansi Perusahaan Sosro
mohhmamedd
 

Recently uploaded (18)

Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.pptKarakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
 
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah okebsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
bsc ekonomi balance scorecard bahan tayang paparan presentasi sudah oke
 
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptxWAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI GEOPOLITIK INDONESIA.pptx
 
Review Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaan
Review Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaanReview Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaan
Review Kinerja sumberdaya manusia pada perusahaan
 
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptxBAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
BAB 18_PENDAPATAN57569-7854545gj-65.pptx
 
Slide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdf
Slide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdfSlide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdf
Slide-AKT-102-PPT-Chapter-10-indo-version.pdf
 
kasus audit PT KAI 121212121212121212121
kasus audit PT KAI 121212121212121212121kasus audit PT KAI 121212121212121212121
kasus audit PT KAI 121212121212121212121
 
sejarah dan perkembangan akuntansi syariah.ppt
sejarah dan perkembangan akuntansi syariah.pptsejarah dan perkembangan akuntansi syariah.ppt
sejarah dan perkembangan akuntansi syariah.ppt
 
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get CytotecAbortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
 
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh CityAbortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
 
Saham dan hal-hal yang berhubungan langsung
Saham dan hal-hal yang berhubungan langsungSaham dan hal-hal yang berhubungan langsung
Saham dan hal-hal yang berhubungan langsung
 
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuanganuang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
uang dan lembaga keuangan uang dan lembaga keuangan
 
Memahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnis
Memahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnisMemahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnis
Memahami Terkait Perilaku Konsumen untuk bisnis
 
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanianpresentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
presentasi pertemuan 2 ekonomi pertanian
 
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.pptPresentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
 
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotecAbortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
 
Sistem Informasi Akuntansi Perusahaan Sosro
Sistem Informasi Akuntansi Perusahaan SosroSistem Informasi Akuntansi Perusahaan Sosro
Sistem Informasi Akuntansi Perusahaan Sosro
 

2. modul keuangan lanjutan i

  • 1. 1 PENGELOLAAN ANGGARAN BAHAN AJAR DIKLAT TERSTRUKTUR LANJUTAN I Dedi Rustandi, SE Badan Diklat ESDM - Republik Indonesia 2011
  • 2. 2 BADAN DIKLAT ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KATA PENGANTAR Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999, pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku,agama, ras atau golongan. Pemenuhan kompetensi tersebut di atas, diatur lebih lanjut dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, yang menetapkan bahwa sasaran pendidikan dan pelatihan adalah terwujudnya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Untuk memenuhi kebutuhan kompetensi, diperlukan pendidikan dan pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil yang meliputi Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan dan Pendidikan dan Pelatihan dalam Jabatan. Pendidikan dan Pelatihan dalam Jabatan terdiri atas Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan,Pendidikan dan Pelatihan Fungsional Tertentu dan Pendidikan dan Pelatihan Teknis, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha pembinaan karirnya. Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan dilaksanakan oleh lnstans iPembina yaitu Lembaga Administrasi Negara, dalam rangka memenuhi kompetensi kepemimpinan aparatur Pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural (manajerial), dan Lembaga Administrasi Negara dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan yang terakreditasi khususnya untuk penyelenggaraan Pendidikan danPelatihan Pimpinan Tingkat Ill dan Tingkat IV. Untuk keperluan pembinaan karir Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral maupun untuk memfasilitasi Dinas Provinsi atau KabupatenIKota yang mengelola bidang energi dan sumber daya mineral, diperlukan kelengkapan kompetensi teknis, fungsional dan teknis manajerial. Untuk memenuhi kompetensi teknis, fungsional dan teknis manajerial tersebut, disusun Pendidikan dan Pelatihan Teknis, Fungsional Tertentu dan Kader Pimpinan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 28 dan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil, pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Fungsional Tertentu bidang Energi dan Sumber Daya Mineral oleh, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral. Pelaksanaannya antara lain melalui penyusunan pedoman, pengembangan kurikulum, bimbingan penyelenggaraan dan evaluasi pendidikand an pelatihan.
  • 3. 3 Tugas dan fungsi pemenuhan kompetensi melalui Pendidikan danPelatihan sebagaimana dimaksud, diselenggarakan Badan Pendidikan dan Pelatihan Energi dan Sumber Daya Mineral dan dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan. Sehubungan dengan hal tersebut, Bahan Ajar Pendidikan dan Pelatihan Terstruktur yang diberlakukan secara wajib bagi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan Diklat tersebut. Jakarta, Juni 2011 Kepala Badiklat ESDM M. Teguh Pamudji
  • 4. 4 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR …………………………………………………… DAFTAR ISI ……………………………………………………………... ii iii I. PENDAHULUAN 1.1 Deskripsi Singkat ………………………………………....... 4 1.2 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) …........................... 4 1.3 Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) ………………..…… 4 1.4 Petunjuk Cara Belajar …………………………………... . 4 II. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN 2.1 Pengertian dan Lingkup Keuangan Negara………….……… 8 2.2 Siklus APBN…………………….…….…… 9 2.3 Perencanaan dan Penganggaran …………….………….…..…… 12 2.4 Pendekatan Penganggaran …………………………..…..…..…… 13 2.5 Latihan ...................................................................................... 12 2.8 Rangkuman …………………………………….….…..……………. 16 III. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 2 PENGANGGARAN 3.1 Pengertian Anggaran…..…. 15 3.2 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 Prinsip-prinsip penganggaran………………….…… Anggaran Berbasis Kinerja………………….…… Perencanaan Kinerja ……………………………….. Target Kinerja ……………………………….. Standar Analisis Belanja………………………… Standar Biaya…………………………………….. Penyusunan RKA K/L …………………………….. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara……………………… 17 18 19 23 24 25 25 26
  • 5. 5 3.11 Latihan .................................... 27 3.12 Rangkuman ………………………………. 27 IV. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 3 PELAKSANAAN ANGGARAN 4.1 Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.… 28 4.2 Dokumen Pelaksanaan Anggaran………………… 29 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 Pembagian Kewenangan………………… Sistem Penerimaan………………… Sistem Pembayaran ………………… Latihan ................................................................................ Rangkuman ......................................................................... 30 32 34 35 35 V. 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 KEGIATAN PEMBELAJARAN – 4 PENGELOLAAN ASET DAN UTANG A. Pengertian Dan Ruang Lingkup……….……………………. Pengelolaan Kas……………………………………………… Pengelolaan Piutang…………………………………………. Pengelolaan Utang………………………………………..…. Pengelolaan Investasi ...................................................... Pengelolaan Barang Milik Negara..................................... Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum…………. Latihan .............................................................................. Rangkuman......................................................................... 37 37 29 VI. 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 KEGIATAN PEMBELAJARAN – 5 PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN B. Laporan Keuangan Pemerintah………. Standar Akuntansi Pemerintahan…… Sistem Akuntansi Pemerintahan………. Latihan .............................................................................. Rangkuman.......................................................................
  • 6. 6 VII. KEGIATAN PEMBELAJARAN – 6 PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA 5.1 Lingkup Pemeriksaan ………. 5.2 Pelaksanaan Pemeriksaan …… 5.3 Hasil Pemeriksaan Dan Tindak Lanjut ………. 5.4 Pidana, Sanksi, Dan Ganti Rugi ........................ 5.4 Latihan ........................................................... 5.5 Rangkuman........................................................
  • 7. 7 1. PENDAHULUAN 1.1. Deskripsi Singkat Mata pelajaran ini membahas dan mengurai pelaksanaan anggaran yang merupakan salah satu tahap dari siklus anggaran, yaitu setelah tahap penyusunan dan penetapan anggaran sampai dengan tahap pertanggungjawaban anggaran. Kegiatan pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh para pejabat instansi kementerian Negara/lembaga selaku pengguna anggaran/kuasa anggaran maupun di instansi kementerian keuangan selaku bendahara umum negara/kuasa bendahara umum Negara, menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 1.2. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan peserta Diklat akan mampu dan atau dapat memahami implementasi ketentuan-ketentuan di bidang keuangan Negara yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran yang menjadi sebagian tugas pokok unit organisasi kementerian Negara/lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan akan dapat : a. Menjelaskan pengertian pelaksanaan anggaran, ruang lingkup, dasar hukum dan tahapan pelaksanaan anggaran sebagai bagian dari Siklus APBN; b. Menjelaskan struktur dan format APBN, klasifikasi dalam penganggaran terpadu; 1.4. Petunjuk Cara Belajar
  • 8. 8 Agar peserta diklat dapat mengikuti dan memahami mata pelajaran ini dengan baik serta dapat mencapai hasil belajar yang maksimal, perlu diperhatikan petunjuk- petunjuk di bawah ini : 1. Pelajari peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai acuan pelaksanaan anggaran; 2. Pelajari rangkuman dan selesaikan latihan-latihan yang ada pada pokok bahasan dari modul ini; 3. Diskusikan dan bahas dalam kelompok-kelompok belajar bersama-sama untuk memperoleh pemahaman terhadap makna substansi yang tersirat dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran atau pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara. Pelajari dan pahami hubungan antara peraturan yang bersifat umum dengan peraturan yang bersifat pelaksanaan atau petunjuk teknis.
  • 9. 9 BAB 1 PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA SERTA SIKLUS ANGGARAN A. Pengertian dan Lingkup Keuangan Negara Sampai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 masih menggunakan aturan warisan pemerintah kolonial. Peraturan perundangan tersebut terdiri dari Indische Comptabiliteitswet (ICW), Indische Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB). ICW ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381. Dengan terbitnya UU 17/2003 diharapkan pengelolaan keuangan negara “dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia.” Undang-undang 17/2003 memberi batasan keuangan negara sebagai “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Secara rinci sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU 17/2003, cakupan Keuangan Negara terdiri dari : a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; c. Penerimaan Negara/Daerah; d. Pengeluaran Negara/Daerah; e. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
  • 10. 10 f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; g. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Cakupan terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan- yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah. Dalam pelaksanaannya, ada empat pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara, yaitu dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Obyek Keuangan Negara meliputi semua ”hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Selanjutnya dari sisi subyek/pelaku yang mengelola obyek yang ”dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.” Dalam pelaksanaannya, proses pengelolaan Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Pada akhirnya, tujuan pengelolaan Keuangan Negara adalah untuk menghasilkan kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek KN dalam rangka penyelenggaraan kehidupan bernegara. B. Siklus APBN Pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya dituangkan dalam APBN. Dengan demikian seluruh program/kegiatan pemerintah harus dituangkan dalam APBN (azas universalitas) dan tidak diperkenankan adanya program/kegiatan yang dikelola di luar APBN (off budget). Siklus APBN terdiri dari:
  • 11. 11  Perencanaan dan Penganggaran  Penetapan Anggaran  Pelaksanaan Anggaran  Pemeriksaan Anggaran  Pertanggungjawaban 1. Perencanaan dan Penganggaran Perencanaan dan penganggaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terintegrasi. Program yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah wajib dituangkan dalam suatu rencana kerja. Ketentuan tentang perencanaan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Rencana kerja terdiri dari RPJP untuk masa 20 tahun, RPJM untuk masa 5 tahun, dan RKP untuk masa 1 tahun. Di tingkat Kementerian/Lembaga untuk rencana jangka menengah disebut Renstra Kementerian/Lembaga dan untuk rencana kerja tahunan disebut RKA-KL sebagaimana diatur dalam PP 20 Tahun 2004. Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003, anggaran disusun berdasarkan rencana kerja. Dengan demikian, yang memperoleh alokasi anggaran adalah program/kegiatan prioritas yang tertuang dalam rencana kerja (RKA KL). Dengan mekanisme demikian, program/kegiatan Pemerintah yang direncanakan itulah yang akan dilaksanakan. RKA-KL selanjutnya disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dihimpun menjadi RAPBN. RAPBN ini selesai disusun pada awal Agustus untuk disampaikan ke DPR disertai Nota Keuangan. 2. Penetapan Anggaran Pembahasan RAPBN di DPR dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober. Sehubungan dengan pembahasan RAPBN ini, DPR mempunyai hak budget yaitu hak untuk menyetujui anggaran. Dalam hal DPR tidak setuju dengan RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, DPR dapat mengajukan usulan
  • 12. 12 perubahan atau menolaknya, namun DPR tidak berwenang untuk mengubah dan mengajukan usulan RAPBN. Apabila DPR tetap tidak menyetujuinya maka yang berlaku adalah APBN tahun sebelumnya. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan organisasi, fungsi, program/kegiatan dan jenis belanja. Dengan APBN yang demikian berarti DPR telah memberikan otorisasi kepada kementerian/lembaga untuk melaksanakan program/kegiatan dengan pagu anggaran yang dimilikinya. APBN yang telah disetujui oleh DPR dan disahkan Presiden menjadi UU APBN dan selanjutnya dimuat dalam Lembaran Negara. UU APBN dilengkapi dengan rincian APBN yang dituangkan dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN. 3. Pelaksanaan APBN APBN dilaksanakan oleh Pemerintah untuk periode satu tahun anggaran. Tahun anggaran Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dengan demikian maka setelah berakhirnya tahun anggaran, tanggal 31 Desember anggaran ditutup dan tidak berlaku untuk tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan UU APBN dan Perpres Rincian APBN disiapkan dokumen pelaksanaan anggaran untuk setiap Kementerian/Lembaga. APBN, walaupun telah diundangkan sebagai UU, tetap merupakan anggaran. Oleh karena itu, azas anggaran yang dikenal dengan nama azas flexibilitas tetap berlaku. Dalam rangka pelaksanaan azas ini, maka untuk mengakomodasi kondisi riil yang dapat saja berbeda dengan yang diasumsikan pada saat penyusunan anggaran, setiap tengah tahun berjalan dilakukan revisi APBN yang dikenal dengan APBN- Perubahan (APBN-P). Untuk keperluan penyusunan APBN-P, pemerintah menyampaikan realisasi anggaran semester I disertai prognosis penerimaan dan pengeluaran semester II. Untuk keperluan internal seluruh Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun Laporan Keuangan Semesteran. Dalam keadaan darurat, pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang tidak tersedia anggarannya. Apabila pengeluaran tersebut terjadi sebelum APBN-P maka pengeluaran ini dimasukkan dalam APBN-P dan dilaporkan di Laporan
  • 13. 13 Realisasi Anggaran disertai penjelasan. Apabila pengeluaran terjadi setelah APBN-P diundangkan, maka pengeluaran ini dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran disertai dengan penjelasan. Apabila pada akhir tahun terdapat program/kegiatan yang belum selesai dilaksanakan atau anggaran belum terserap, tidak dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya kecuali ada kebijakan pemerintah untuk luncuran APBN. Namun demikian, berhubung APBN hanya berlaku untuk periode satu tahun, maka apabila ada kebijakan luncuran APBN wajib dimasukkan dalam APBN tahun anggaran berikutnya. Laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan yang disampaikan ke DPR adalah laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK. Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2004, keseluruhan komponen tersebut dipertanggungjawabkan sebagai wujud akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, yang ruang lingkupnya telah diuraikan sebelumnya. Untuk penyusunan LKPP, setiap Kementerian/Lembaga sebagai pengguna anggaran/barang wajib menyampaikan pertanggungjawabannya kepada Presiden yang berupa Neraca, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan atas Laporan Keuangan. Kementerian/Lembaga merupakan entitas pelaporan sehingga terhadap laporan keuangannya dilakukan pemeriksaan oleh BPK untuk memberikan opini atas kewjaran penyajian laporan keuangan. 4. Pemeriksaan Anggaran Pemeriksaan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dilaksanakan oleh BPK. Pemeriksaan ini dilaksanakan selama 2 bulan setelah laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran yang berupa laporan keuangan, selesai disusun. Disamping itu terdapat pemeriksaan dan pengelolaan keuangan yang dapat dilaksanakan sepanjang tahun. Pemeriksanaan ini dapat dilaksanakan oleh BPK ataupun APIP.
  • 14. 14 5. Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003, RUU pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran disampaikan ke DPR paling lambat akhir bulan Juni tahun berikutnya.
  • 15. 15 BAB II PENGANGGARAN Tujuan suatu negara pada dasarnya adalah memajukan kesejahteraan dan melindungi rakyatnya, serta mencukupi kepentingan-kepentingan lain rakyatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah memiliki tugas yang sekaligus melekat pada fungsi negara yang dapat dikategorikan sebagai fungsi reguler/utama negara dan fungsi sebagai agen pembangunan. Kedua fungsi dimaksud dilaksanakan dalam operasional pemerintahan yang sebagian besar terletak di pundak pemerintah. Fungsi regular/fungsi utama negara adalah melaksanakan tugas yang membawa akibat yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Fungsi utama negara terdiri dari empat macam. Pertama negara sebagai political state. Dalam hal ini pemerintah menjalankan fungsi pokoknya dalam pemeliharaan ketenangan, ketertiban, pertahanan, dan keamanan. Kedua negara sebagai legal state yang bertujuan untuk mengatur tata kehidupan bernegara dan tata kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya negara sebagai administrative state. Kedudukan ini menitikberatkan pada azas demokrasi yaitu kekuasaan berada di tangan rakyat dan pemerintah hanyalah menerima pendelegasian kekuasaan dari rakyat melalui wakil-wakilnya. Terakhir adalah negara sebagai diplomatical state. Sebagai diplomatical state, negara bertujuan untuk menjalin persahabatan dan memelihara hubungan internasional dengan negara-negara lain. Fungsi negara lainnya yang wajib dijalankan oleh pemerintah adalah sebagai agent of development. Dalam menjalankan peran ini, pemerintah antara lain bertindak sebagai pendorong inisiatif atau pendorong motivasi rakyat dalam usahanya untuk mengadakan perubahan dan pembangunan masyarakat menuju ke arah kehidupan yang lebih baik, berupa pemberian fasilitas-fasilitas fisik, kemudahan dalam perizinan dan birokrasi, bimbingan dan kebijakan yang diarahkan kepada tercapainya pembangunan. Fungsi ini dibagi lebih lanjut dalam dua peran. Pertama pemerintah sebagai stabilisator apabila di dalam pembangunan terjadi adanya ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi dan sosial budaya. Kedua adalah pemerintah sebagai inovator. Artinya pemerintah harus dapat mengadakan penemuan-penemuan baru dalam metode maupun sistem dalam rangka pembangunan masyarakat dan negara.
  • 16. 16 Selain menjalankan fungsi reguler dan agent of development, pemerintah memiliki tugas yang lain dan sangat penting yaitu sebagai pengelola keuangan negara yang harus dilaksanakan sesuai dengan tata aturan dan prosedur yang berlaku didalam pemerintahan. Berdasarkan UU No. 17/2003, Keuangan Negara adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Hak negara mencakup untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman. Kewajiban negara mencakup untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga. Pelaksanaan pengelolaan keuangan negara/daerah adalah perencanaan (yang didalamnya terdapat proses penyusunan anggaran). Untuk itu, pemerintah setiap tahun memiliki hak dan sekaligus kewajiban untuk menyusun anggaran. Anggaran yang disusun oleh pemerintah merupakan wujud perencanaan pembangunan tahunan sekaligus sebagai pedoman pelaksanaan tugas kenegaraan selama satu tahun. A. Pengertian Anggaran Kata anggaran merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris budget yang sebenarnya berasal dari bahasa Perancis bougette. Kata ini mempunyai arti sebuah tas kecil. Berdasar dari arti kata asalnya, anggaran mencerminkan adanya nsur keterbatasan. Pada dasarnya anggaran perlu disusun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki pemerintah, dalam hal ini adalah dana. Karena terbatasnya dana, maka diperlukan alokasi sesuai dengan prioritas dan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Ada beberapa pengertian angaran yang dapat dikutip. Anggaran negara (state budget) menurut John F. Due dalam ”Government Finance and Economic Analysis” adalah: ”A budget, in the general sense of the term, is a financial plan for a spesific period of time. A government budget therefore, is a statement of proposed expenditures and expected revenues for the coming period, together with data of actual expenditures and revenues for current and past period.” Sedangkan menurut Wildavsky, anggaran adalah: - catatan masa lalu;
  • 17. 17 - rencana masa depan; - mekanisme pengalokasian sumber daya; - metode untuk pertumbuhan; - alat penyaluran pendapatan; - mekanisme untuk negosiasi; - harapan-aspirasi-strategi organisasi; - satu bentuk kekuatan kontrol; - alat atau jaringan komunikasi. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, anggaran negara meliputi: - rencana keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja; - gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan; - alat pengendalian; - instrumen politik; dan - disusun dalam periode tertentu. Selanjutnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menurut UU 17/2003 merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN selalu dinanti oleh berbagai kalangan untuk dikaji sejauh mana kemampuan pemerintah dalam mengambil kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan dari sumber daya yang terbatas. Anggaran pemerintah setiap tahun selalu berubah-ubah baik jumlah nominal, jenis pendapatan dan alokasi belanja, serta proporsi alokasinya. Pada tahun tertentu, pemerintah memprioritaskan sektor pekerjaan umum, tapi ditahun berikutnya pemerintah memprioritaskan sektor pendidikan dan kesehatan. Hal ini terjadi diakibatkan berbagai faktor, antara lain perkembangan politik, dinamika perekonomian dunia/nasional/daerah, peristiwa sosial/alam, tuntutan masyarakat, dan lain sebagainya.
  • 18. 18 B. Prinsip-prinsip penganggaran Anggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik. Secara umum, prinsip-prinsip penganggaran adalah sebagai berikut: a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran APBN harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu progam dan kegiatan yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. b. Disiplin Anggaran Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedia penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan progam dan kegiatan yang belum/tidak tersedia anggarannya. c. Keadilan Anggaran Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggaran secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan. Hal ini dikarenakan sumber daya yang digunakan dalam anggaran
  • 19. 19 berupa pendapatan negara pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta seluruh anggota masyarakat. d. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat e. Disusun dengan pendekatan kinerja APBN disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (keluaran dan hasil) dari perencanaan atas alokasi biaya atau masukan/input yang telah ditetapkan. Hasil kerja harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau masukan. Selain itu juga harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja pada setiap unit kerja yang terkait. C. Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut didiskripsikan pada seperangkat tujuan dan dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Bagaimana cara agar tujuan itu dapat dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai keseluruhan aktivitas, baik aktivitas langsung maupun tidak langsung yang mendukung program sekaligus melakukan estimasi biaya-biaya berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kinerja tahunan (Renja) yang merupakan rencana operasional dari Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja Elemen-elemen yang penting untuk diperhatikan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah:  Tujuan yang disepakati dan ukuran pencapaiannya;
  • 20. 20  Pengumpulan informasi yang sistematis atas realisasi pencapaian kinerja dapat diandalkan dan konsisten, sehingga dapat diperbandingkan antara biaya dengan prestasinya Penyediaan informasi secara terus menerus sehingga dapat digunakan dalam manajemen perencanaan, pemograman, penganggaran dan evaluasi Kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu: a. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi b. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus c. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan orang) d. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas e. Keinginan yang kuat untuk berhasil. D. Perencanaan Kinerja Perencanaan Kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan ke depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa mendatang. Pada prinsipnya perencanaan kinerja merupakan penetapan tingkat capaian kinerja yan dinyatakan dengan ukuran kinerja dalam rangka mencapai sasaran atau target yang telah ditetapkan. Perencanaan merupakan komponen kunci untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan Pemerintah Daerah. Sedangkan perencanaan kinerja membantu pemerintah untuk mencapai tujuan yang sudah diidentifikasikan dalam rencana stratejik, termasuk didalamnya pembuatan terget kinerja dengan menggunakan ukuran-ukuran kinerja. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada dasarnya merupakan indikator kinerja yang diharapkan dapat dicapai oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangannya. Selanjutnya untuk penilaian kinerja dapat digunakan ukuran penilaian didasarkan pada indikator sebagai berikut:
  • 21. 21 a. Masukan (Input). Masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber: dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya, suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategik yang telah ditetapkan. Tolok ukur ini dapat juga digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan lembaga-lembaga lain yang relevan. Contoh indikator masukan untuk kegiatan ‘penyuluhan lingkungan sehat untuk daerah pemukiman masyarakat kurang mampu’ adalah jumlah dana yang dibutuhkan dan tenaga penyuluh kesehatan. Walaupun tolok ukur masukan relatif mudah diukur serta telah digunakan secara luas, namun seringkali dipergunakan secara kurang tepat sehingga dapat menimbulkan hasil evaluasi yang rancu atau bahkan menyesatkan. Beberapa hal berikut ini sering dijumpai dalam menetapkan tolok ukur masukan yang dapat menyesatkan:  Pengukuran Sumber Daya Manusia tidak menggambarkan intensitas keterlibatannya dalam pelaksanaan kegiatan.  Pengukuran biaya tidak akurat karena banyak biaya-biaya yang dibebankan ke suatu kegiatan tidak mempunyai kaitan yang kuat dengan pencapaian sasaran kegiatan tersebut.  Banyaknya biaya-biaya masukan (input) seperti gaji bulanan personalia pelaksana, biaya pendidikan dan pelatihan, dan biaya penggunaan peralatan dan mesin seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya kegiatan. b. Keluaran (output) Keluaran adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran
  • 22. 22 adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan / atau non fisik. Dengan membandingkan indikator keluaran instansi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Oleh karenanya indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Untuk kegiatan yang bersifat penelitian berbagai indikator kinerja yang berkaitan dengan keluaran paten dan publikasi ilmiah sering dipergunakan baik pada tingkat kegiatan maupun instansi. Untuk kegiatan yang bersifat pelayanan teknis, indikator yang berkaitan dengan produk, pelanggan, serta pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut mungkin lebih tepat untuk digunakan. Beberapa indikator keluaran juga bermanfaat untuk mengidentifikasikan perkembangan instansi. Sebagai contoh besarnya pendapatan yang diperoleh melalui pelayanan teknis, kontrak riset, besarnya retribusi yang diperoleh, serta perbandingannya dengan keseluruhan anggaran instansi, menunjukkan perkembangan kemampuan instansi memenuhi kebutuhan pasar, serta mengindikasikan tingkat ketergantungan instansi yang bersangkutan pada APBN. Dalam mempergunakan indikator keluaran, beberapa permasalahan berikut perlu dipertimbangkan:  Perhitungan keluaran seringkali cenderung belum menentukan kualitas. Sebagai contoh jumlah layanan medik di RSU mungkin belum memperhitungkan kualitas layanan yang diberikan.  Indikator keluaran sering kali tidak dapat menggambarkan semua keluaran kegiatan, terutama yang bersifat intangible. Sebagai contoh, banyak hasil penelitian yang walaupun mengandung penemuan yang baru, namun karena berbagai pertimbangan tertentu tidak dapat dipatenkan. c. Hasil (outcome)
  • 23. 23 Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu manfaat yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para pembuat kebijakan paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya. Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap instansi perlu mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu kegiatan. Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan pengukuran indikator keluaran. Sebagai contoh ‘penghitungan jumlah bibit unggul’ yang dihasilkan oleh suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran. Namun ‘penghitungan besar produksi per hektar’ yang dihasilkan oleh bibit-bibit unggul tersebut atau ‘penghitungan kenaikan pendapatan petani’ pengguna bibit unggul tersebut merupakan tolok ukur hasil. Dari contoh tersebut, dapat pula dirasakan bahwa penggunaan tolok ukur hasil seringkali tidak murah dan memerlukan waktu yang tidak pendek, karena validitas dan reliabilitasnya tergantung pada skala penerapannya. Contoh nyata yang membedakan antara indikator output dan indikator outcome adalah pembangunan gedung sekolah dasar. Secara output gedung sekolah dasar tersebut telah seratus persen berhasil dibangun. Akan tetapi belum tentu gedung tersebut diminati oleh masyarakat setempat. Indikator outcome lebih utama dari pada sekedar output. Walaupun produk telah dicapai dengan baik, belum tentu secara outcome kegiatan tersebut telah dicapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator outcome, organisasi akan mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak. Pencapaian indikator kinerja outcome ini belum tentu akan dapat terlihat dalam jangka waktu satu tahun. Seringkali outcome baru terlihat setelah melewati kurun waktu lebih dari satu tahun, mengingat sifatnya yang bukan hanya sekedar hasil.
  • 24. 24 Dan mungkin juga indikator outcome tidak dapat dinyatakan dalam ukuran kuantitatif akan tetapi lebih bersifat kualitatif. E. Target Kinerja Setelah indikator kinerja ditentukan, mulailah disusun target kinerja untuk setiap indikator kinerja yang telah ditentukan. Target kinerja adalah tingkat kinerja yang diharapkan dicapai terhadap suatu indikator kinerja dalam satu tahun anggaran tertentu dan jumlah pendanaan yang telah ditetapkan. Target kinerja harus mempertimbangkan sumber daya yang ada dan juga kendala-kendala yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan target kinerja yang baik, seperti dapat dicapai, ekonomis, dapat diterapkan, konsisten, menyeluruh, dapat dimengerti, dapat diukur, stabil, dapat diadaptasi, legitimasi, seimbang, dan fokus kepada pelanggan. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam penetapan target kinerja:  Memiliki dasar penetapan sebagai justifikasi penganggaran yang diprioritaskan pada setiap fungsi/bidang pemerintahan  Memperhatikan tingkat pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah terhadap suatu kegiatan tertentu.  Kelanjutan setiap program, tingkat inflasi, dan tingkat efisiensi menjadi bagian yang penting dalam menentukan target kinerja.  Ketersediaan sumber daya dalam kegiatan tersebut: dana, SDM, sarana, prasarana pengembangan teknologi, dan lain sebagainya.  Kendala yang mungkin dihadapi di masa depan Penetapan target kinerja kinerja harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Spesifik Berarti unik, menggambarkan obyek/subyek tertentu, tidak berdwimakna atau diinterpretasikan lain b. Dapat diukur Secara obyektif dapat diukur baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif c. Dapat Dicapai (attainable)
  • 25. 25 Sesuai dengan usaha-usaha yang dilakukan pada kondisi yang diharapkan akan dihadapi d. Realistis; e. Kerangka waktu pencapaian (time frame) jelas; dan f. Menggambarkan hasil atau kondisi perubahan yang ingin dicapai. F. Standar Analisis Belanja Standar Analisa Belanja (SAB) merupakan salah satu komponen yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan APBN dengan pendekatan kinerja. SAB adalah standar untuk menganalisis anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. SAB digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Unit Kerja dalam satu tahun anggaran. Penilaian terhadap usulan anggaran belanja dikaitkan dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai melalui program atau kegiatan. Usulan anggaran belanja yang tidak sesuai dengan SAB akan ditolak atau direvisi sesuai standar yang ditetapkan. Rancangan APBN disusun berdasarkan hasil penilaian terhadap anggaran belanja yang diusulkan unit kerja. Dalam rangka menyiapkan rancangan APBN, SAB merupakan standar atau pedoman yang bermanfaat untuk menilai kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan yang direncanakan oleh setiap unit kerja. SAB dalam hal ini digunakan untuk menilai dan menentukan rencana program, kegiatan dan anggaran belanja yang paling efektif dan upaya pencapaian kinerja. Penilaian kewajaran berdasarkan SAB berkaitan dengan kewajaran biaya suatu program atau kegiatan yang dinilai berdasarkan hubungan antara rencana alokasi biaya dengan tingkat pencapaian kinerja program atau kegiatan yang bersangkutan. Disamping atas dasar SAB, dalam rangka menilai usulan anggaran belanja dapat juga dilakukan berdasarkan kewajaran beban kerja yang dinilai berdasarkan kesesuaian antara program atau kegiatan yang direncanakan oleh suatu unit kerja dengan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang bersangkutan.
  • 26. 26 Penerapan SAB pada dasarnya akan memberikan manfaat antara lain: (1) mendorong setiap unit kerja untuk lebih selektif dalam merencanakan program dan atau kegiatannya, (2) menghindari adanya belanja yang kurang efektif dalam upaya pencapaian kinerja, (3) mengurangi tumpang tindih belanja dalam kegiatan investasi dan non investasi. G. Standar Biaya Standar biaya merupakan komponen lain yang harus dikembangkan sebagai dasar untuk mengukur kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja, selain Standar Analisa Biaya dan tolok ukur kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku. Penerapan standar biaya ini membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi setiap K/L dan unit kerja yang ada agar kebutuhan atas suatu kegiatan yang sama tidak berbeda biayanya. Pengembangan standar biaya akan dilakukan dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perubahan harga yang berlaku. H. Penyusunan RKA K/L Penyusunan RKA-K/L dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran jangka menengah, terpadu dan prestasi kerja. Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah (KPJM) dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya. Penyusunan RKA-KL dengan pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan K/L untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Penyusunan RKA-KL dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil yang diharapkan dari program termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
  • 27. 27 RKA-KL, memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. Penyusunan RKA-KL diawali dengan penyusunan Renja-KL yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang dilengkapi sasaran kinerja dengan mengacu pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif serta prakiraan maju untuk tahun anggaran berikutnya. Tahap ini merupakan tahap dimulainya mengaitkan rencana kerja dengan jumlah anggaran yang tersedia dan persiapan untuk menyusun RKA-KL. Selanjutnya Renja dimaksud ditelaah oleh Bappenas berkoordinasi dengan Menteri Keuangan. Koordinasi ini dilakukan atas pendaanan dan pengkodean. Berdasarkan hasil pembahasan pokok-pokok kebijakan umum fiskal dan RKP antara pemerintah dengan DPR, Menteri Keuangan menerbitkan SE tentang Pagu Sementara bagi masing-masing program pada K/L pada pertengahan bulan Juni. Pagu Sementara ini merupakan dasar bagi K/L untuk menyesuakan Rencana Kerja mereka menjadi RKA-KL yang dirinci per kegiatan untuk setiap unit kerja yang ada di K/L. Selanjutnya hasil penyusunan RKA ini akan dibahas oleh K/L dengan komisi di DPR yang mitra kerjanya. RKA-K/L hasil pembahasan kemudian diserahkan kepada Menteri Perencanaan untuk ditelaah. Penelaahan dilakukan oleh MenteriPerencanaan untuk kesesuaiannya dengan RKP dan oleh Menkeu untuk kesesuaiannya dengan Pagu Sementara. Hal ini dilakukan untuk menjaga konsistensi penganggaran dengan perencanaan dan prioritas pembangunan nasional serta tidak melampaui pagu. Tahap akhir dari penyusunan RKA-KL ini adalah menghimpun seluruh RKA hasil telaahan untuk dijadikan bahan menysusun rancangan APBN dan nota keuangan. Tahap ini dilakukan oleh Menkeu dan hasilnya akan dibahas dalam sidang kabinet. I. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terdiri dari Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Anggaran Pendapatan merupakan estimasi pendapatan yang mungkin dicapai dalam periode yang bersangkutan. Kelompok anggaran pendapatan terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah.
  • 28. 28 Anggaran belanja merupakan batas tertinggi pengeluaran yang dapat dibebankan pada APBN. Belanja klasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan. Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan terdiri dari: a. pelayanan umum; b. ketertiban dan keamanan; c. pertahanan; d. ekonomi; e. lingkungan hidup; f. perumahan dan fasilitas umum; g. kesehatan; h. pariwisata dan budaya; i. agama; j. pendidikan; serta k. perlindungan sosial. Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan rencana kerja masing-masing kementerian/lembaga. Klasifikasi belanja menurut jenis belanja terdiri dari: a. belanja pegawai; b. belanja barang dan jasa; c. belanja modal; d. bunga; e. subsidi; f. hibah; g. bantuan sosial; dan h. belanja lainnya.
  • 29. 29 Selain jenis belanja di atas, terdapat kelompok belanja ke daerah yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dari uraian di atas, siklus penganggaran yang merupakan kelanjutan dari perencanaan secara terintegrasi dan kaitannya dengan proses perancanaan dan penganggaran oleh pemerintah daerah dapat digambarkan secara utuh seperti gambar berikut ini.
  • 30. 30 BAB V PELAKSANAAN ANGGARAN A. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan suatu dokumen yang sangat penting artiya dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu Negara. Undang_Undang APBN mencerminkan otorisasi yang diberikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Pemerintah untuk melaksanakan program-program pembangunan dalam batas-batas anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran pendapatan merupakan estimasi penerimaan (estimated revenue) yang diperkirakan akan diterima dalam satu tahun anggaran, sedangkan anggaran belanja merupakan pagu anggaran belanja yang disediakan untuk membiayai program dan kegiatan selama satu tahun anggaran (appropriation). Undang-undang APBN inilah yang mengatur program dan kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah dalam suatu tahun anggaran. Selanjutnya Undang-Undang APBN dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN, yang dalam istilah keuangan Negara dikenal sebagai apportionment. Peraturan Presiden dimaksud diperlukan sebagai landasan operasional bagi Pemerintah untuk melaksanakan APBN. Periode pelaksanaan APBN adalah satu tahun, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dalam rangka menjaga agar APBN dapat dilaksanakan secara tepat waktu maka dalam Undang-Undang 17/2003 maupun PP 21/2004 telah ditentukan kalender anggarannya, yaitu APBN harus sudah diundangkan paling lambat bulan Oktober tahun sebelumnyan demikian diperlukan agar Pemerintah mempunyai waktu yang cukup untuk menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran. Demikian pula bagi Pemerintah Daerah, diharapkan dengan ditetapkannya APBN pada bulan Oktober, mereka dapat menyelesaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah secara tepat waktu. B. DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN Dokumen pelaksanaan anggaran memuat alokasi anggaran yang disediakan kepada pengguna anggaran. Alokasi anggaran pendapatan disebut Estimasi pendapatan yang dialokasikan dan alokasi anggaran belanja disebut allotment. Dokumen pelaksanaan
  • 31. 31 anggaran di Pemerintah Pusat disebut Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sedangkan di Pemerintah daerah disebut Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA SKPD). Paradigma baru dalam pengelolaan keuangan Negara adalah beralihnya konsep administrasi keuangan (financial administration) ke manajemen keuangan (financial management). Hal ini memerlukan pembaharuan pada setiap fungsi manajemen, baik pada tataran perencanaan, pengangaran, pelaksanaan anggaran, akuntansi dan pertanggungjawaban, serta pemeriksaan. Semua fungsi diarahkan pada pemanfaatan sumber daya secara efisien dan efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam refomasi manajemen keuangan Negara adalah “let the managers manage”. Dengan pendekatan ini kepada pengguna anggaran diberikan fleksibilitas untuk melaksanakan anggaran. Pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk menyusun DIPA sesuai dengan program dan kegiatan yang telah ditetapkan serta plafon anggaran yang telah disediakan. Dengan mekanisme yang demikian maka kepada para pengguna anggaran diberikan fleksibilitas yang seluas-luasnya untuk mengatur anggarannya, dituangkan dalam DIPA sesuai dengan kebutuhan. Namun demikian mekanisme check and balance tetap dilaksanakan sehingga DIPA yang disusun oleh pengguna anggaran tidak serta merta langsung diberlakukan, namun harus dibahas dulu dengan Kementerian Keuangan, dalam hal ini dilaksanakan oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran, Direktorat Jenderal Perbendaharaan untuk memperoleh pengesahan. Pembahasan ini merupakan pelaksanaan fungsi pengendalian, dilakukan untuk meyakini bahwa DIPA disusun sesuai dengan Undang-Undang APBN serta menggunakan standar harga yang wajar sesuai dengan ketentuan. Anggaran dalam DIPA diklasifikasikan terinci sampai organisasi, fungsi, sub fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Dengan demikian maka azas spesialitas benar-benar digunakan di sini, yaitu anggaran secara spesifik disediakan untuk membiayai kegiatan tertentu dan tidak dapat digeser tanpa mekanisme revisi DIPA sesuai ddengan ketentuan. Sehubungan dengan diberlakukannya manajemen keuangan dalam pengelolaan keuangan Negara maka setiap pengguna anggaran wajib menyusun rencana penarikan dana untuk setiap progam/kegiatan yang ada dalam DIPA. Hal yang sama berlaku untuk penerimaan, yaitu rencana penerimaan pendapatan juga disiapkan jika penguna anggaan tersebut mempunyai alokasi anggaran pendapatan. Informasi tentang rencana penarikan dana serta rencana penerimaan ini diperlukan oleh Bendahara Umum Negara untuk menyusun anggaran kas.
  • 32. 32 Suatu hal yang perlu diingat dalam anggaran adalah digunakannya pendekatan anggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja mengamanatkan bahwa anggaran dialokasikan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Yang dimaksud dengan prestasi kerja adalah output atau outcome yang dihasilkan atau akan dihasilkan dari pelaksanaan suatu kegiatan atau program. Dengan demikian maka dalam dokumen pelaksanaan anggaran perlu adanya informasi tentang indikator kinerja berikut target yang akan dicapai dari suatu kegiatan atau program dengan dana yang disediakan dalam anggaran. ParadigmaParadigma BaruBaru dalamdalam pengelolaanpengelolaan KeuanganKeuangan NegaraNegara letlet the managersthe managers managemanage SemangatSemangat yangyang melandasimelandasi Check & BalanceCheck & Balance MechanismMechanism PengendalianPengendalian daridari Financial AdministrationFinancial Administration KeKe Financial ManagementFinancial Management PerubahanPerubahan mendasarmendasar Pada Pemerintah Pusat, pelaksanaan APBN dimulai dengan diterbitkannya DIPA. Dalam rangka menjaga agar anggaran dapat dimulai segera pada awal tahun anggaran maka DIPA harus diselesaikan dalam bulan Desember tahun sebelumnya. Segera setelah suatu tahun anggaran dimulai, maka DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan kepada satuan-satuan kerja sebagai pengguna anggaran pada kementrian/lembaga. Setelah masa transisi pada TA 2005, maka mulai TA 2006, DIPA telah dapat serentak dibagikan pada awal tahun anggaran dimulai, tepatnya tanggal 2 Januari tahun bersangkutan. Seperti pada Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah pun digunakan mekanisme yang sama dengan penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku di daerah. Setelah terbit Peraturan Daerah tentang APBD, SKPD wajib menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). Dengan demikian maka fleksibilitas penggunaan anggaran diberikan kepada Pengguna Anggaran. DPA disusun secara rinci sampai dengan organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja disertai indikator kinerja. Dokumen ini disertai dengan rencana penarikan dana untuk mendanai kegiatan dan apabila dari
  • 33. 33 kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan maka rencana penerimaan kas juga dilampirkan. DPA disampaikan kepada kepala SKPKD untuk dimintakan pengesahan. Jika DIPA bagi kementerian/lembaga sudah dapat dijadikan dokumen untuk segera melaksanakan anggaran Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah masih diperlukan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD merupakan suatu dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan. SPD ini diperlukan untuk memastikan bahwa dana yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan telah tersedia pada saat kegiatan berlangsung. Setelah DPA dan SPD terbit, maka masing-masing satuan kerja wajib melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. C. PEMBAGIAN KEWENANGAN Dalam rangka pelaksanaan anggaran, Presiden mendelegasikan kewenangannya kepada menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran. Sedangkan kewenangan untuk pengelolaan keuangan didelegasikan kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Pembagian kewenangan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Pendelegasian Kewenangan dalam Pelaksanaan AnggaranPresiden (sebagai CEO) Kepala KPPN (selaku Kuasa CFO) Kepala Kantor (selaku Kuasa COO) Menteri Keuangan (sebagai CFO) Menteri Teknis (sebagai COO) Pendelegasian kewenangan pelaksanaan program Pendelegasian kewenangan perbendaharaan Menteri teknis/pimpinan lembaga merupakan chief of opertional officer sedangkan Menteri Keuangan merupakan chief of financial officer. Dalam pelaksanaan anggaran, mereka mempunyai kedudukan yang seimbang dalam rangka menjaga terlaksananya mekanisme check and balance. Kuasa Pengguna Anggaran dapat ditunjuk sehubungan dengan kompleksitas kegiatan, rentang kendali yang luas, jumlah anggaran yang besar, atau karena lokasi kegiatan. Demikian pula di pemerintah daerah, dapat ditetapkan adanya Kuasa
  • 34. 34 Pengguna Anggaran yang diusulkan oleh pengguna anggaran dan ditetapkan oleh kepala daerah karena alasan yang sama. D. SISTEM PENERIMAAN Seluruh penerimaan negara/daerah harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah dan tidak diperkenankan digunakan secara langsung oleh satuan kerja yang melakukan pemungutan (Azas Bruto). Pendapatan diakui setelah uang disetor ke rekening Kas Umum Negara/Daerah (basis kas). Oleh karena itu penerimaan wajib disetor ke Rekening Kas Umum selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Dalam rangka mempercepat penerimaan pendapatan, Bendahara Umum Negara/Daerah dapat membuka rekening penerimaan pada bank. Bank yang bersangkutan wajib menyetorkan penerimaan pendapatan setiap sore hari ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. E. SISTEM PEMBAYARAN Belanja membebani anggaran daerah setelah barang/jasa diterima. Oleh karena itu terdapat pengaturan yang ketat tentang sistem pembayaran. Pada dasarnya alokasi anggaan kepada satuan kerja (DIPA) akan diberikan jika sudah tersedia alokasinya dalam APBN. Berdasarkan DIPA satuan kerja dapat melakukan kegiatan perolehan barang/jasa. Barang/jasa yang diperoleh harus diverifikasi kebenarannya. Setelah diverifikasi barulah dilakukan pembayaran. Urut-urutan tahapan yang harus dilalui dalam pelaksanaan anggaran belanja tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
  • 35. 35 Dalam pelaksanaan anggaran, pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk membebani anggaran. Sebagai konsekuensinya pengguna anggaran dituntut untuk melakukan verifikasi atau pengujian atas kebenaran formil maupun materiil atas pelaksanaan anggaran serta mempertanggungjawabkannya. Apabila verifikasi terhadap belanja telah dilakukan dan sah maka pengguna anggaran menyampaikan Surat Perintah Membayar ke KPPN. Berhubung mereka harus mempertanggungjawabkannya maka bukti-bukti pengeluaran tetap disimpan di kementerian/lembaga dan tidak dikirim ke KPPN. KPPN tetap melakukan pengujian untuk mengecek ketepatan jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Mekanisme pembayaran ini dapat dilihat pada gambar berikut: Comptabel beheeradministratief beheeradministratief beheer PEMBUATANPEMBUATAN KOMITMENKOMITMEN PENGUJIAN &PENGUJIAN & PEMBEBANANPEMBEBANAN PERINTAHPERINTAH PEMBAYARANPEMBAYARAN PENGUJIANPENGUJIAN PENCAIRANPENCAIRAN DANADANA Mekanisme Pembayaran MenteriMenteri TeknisTeknis MenteriMenteri KeuanganKeuangan Proses pengujian yang dilakukan pada pengguna anggaran dan pada Bendahara Umum Negara dapat dilihat pada gambar berikut: PELAKSANAAN ANGGARAN APBN PERPRES RINCIAN APBN DIPA KOMITMEN VENDOR VERIFIKASI PEMBAYARAN PESANAN BARANG/JASA
  • 36. 36 Terdapat dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung oleh Bendahara Umum Negara kepada yang berhak menerima pembayaran atau lebih dikenal dengan sistem LS. Pembayaran ini dilakukan untuk pengeluaran yang telah pasti, baik jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Cara lainnya adalah dengan menggunakan Uang Persediaan melalui Bendahara Pengeluaran. Pengeluaran dengan UP dilakukan untuk belanja yang nilainya kecil di bawah jumlah tertentu untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran. PENGUJIAN DALAM PELAKSANAANPENGUJIAN DALAM PELAKSANAAN PENGELUARAN NEGARAPENGELUARAN NEGARA PENGUJIANPENGUJIAN MenteriMenteri TeknisTeknis SelakuSelaku PenggunaPengguna AnggaranAnggaran PEMBUATANPEMBUATAN KOMITMENKOMITMEN TahapanTahapan AdministratifAdministratif Pengujian : • Wetmatigheid • Rechtmatigheid • Doelmatigheid SPMSPM PENGUJIANPENGUJIAN MenteriMenteri KeuanganKeuangan SelakuSelaku BUNBUN TahapanTahapan KomtabelKomtabel Pengujian : • Substansial : •Wetmatigheid •Rechtmatigheid • Formal CHEQUECHEQUE ?
  • 38. 38 BAB III PENGELOLAAN ASET DAN UTANG C. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP Aset merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset yang berada dalam pengelolaan pemerintah tidak hanya yang dimiliki oleh pemerintah saja, tetapi juga termasuk aset pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka pelayanan ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah. Aset pemerintah bukanlah sebagai sumber daya untuk memperoleh pendapatan, namun mencerminkan potensi pelayanan bagi masyarakat. Oleh karena itu dalam mengukur kemampuan keuangan pemerintah tidaklah tepat jika dilakukan dengan membandingkan antara pendapatan dan total aset yang tersedia. Kecukupan tersedianya aset dapat diukur dengan membandingkan antara aset yang tersedia dengan kebutuhan dalam pelayanan, yang pada umumnya ditentukan dalam rasio-rasio yang relevan sesuai dengan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Definisi aset di atas mencerminkan bahwa ruang lingkup aset pemerintah sangatlah luas. Aset pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai aset keuangan dan aset non keuangan. Aset keuangan mencakup kas, piutang, dan investasi. Dalam rangka manajemen kas pada umumnya terintegrasi dengan manajemen utang. Aset non keuangan ada yang dapat diidentifikasi dan ada yang tidak dapat diidentifikasi. Aset non keuangan yang dapat diidentifikasi berupa aset berwujud dan aset tidak berwujud. Aset berwujud berupa persediaan dan aset tetap, yang dalam peraturan perundang-undangan lebih dikenal dengan nama barang milik negara. Aset yang tidak teridentifikasi dapat berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia. Bagan aset pemerintah dapat dilihat pada gambar berikut:
  • 39. 39 D. PENGELOLAAN KAS Kas merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan untuk menjalankan pemerintahan. Kas seringkali dikatakan bagaikan darah bagi suatu organisasi. Tanpa kas suatu organisasi tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu Pemerintah dituntut melakukan pengelolaan kas dengan baik. Pengelolaan kas di pemerintah terutama bertujuan untuk dapat melaksanakan anggaran secara efisien serta melakukan manajemen sumber daya keuangan yang baik. Pengelolaan kas yang baik dapat menghasilkan pengendalian pengeluaran secara efisien, meminimumkan biaya pinjaman, dan memaksimumkan hasil yang diperoleh dari penempatan kas. Hal ini dilakukan melalui:  Perencanaan kas (cash planning) dan perencanaan kebutuhan kas (cash forecasting)  Memperpendek waktu yang diperlukan untuk penagihan dan pembayaran dilakukan secara tepat waktu (float management)  Manajemen rekening bank dengan melakukan pemusatan saldo kas (Treasury Single Account/TSA).  Pembentukan dana kas kecil dengan sistem dana tetap (imprest fund) untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran ASET PEMERINTAH Aset Keuangan & Utang Aset Non keuangan Kas & Setara kas Piutang & Utang Investasi Dapat Diidentifikasi Tidak dapat diidentifikasi Berwujud Tidak Berwujud SDM dll Persediaan Aset Tetap SDA
  • 40. 40  Penempatan saldo kas yang belum digunakan dalam bentuk setara kas atau penanaman sementara (temporary investment). Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pada prinsipnya pemerintah harus dapat menjamin ketersediaan dana yang diperlukan secara tepat waktu dan aman dalam rangka pelaksanaan anggaran. Agar kas tersedia pada saat diperlukan maka perlu adanya rencana penarikan dana dan rencana penerimaan dari pengguna anggaran. Dari rencana ini dapat disusun budget kas sehingga dapat diketahui jumlah arus masuk dan arus keluar kas untuk suatu periode serta surplus/defisit kas yang terjadi. Dengan informasi demikian maka Bendahara Umum Negara dapat mengatur penempatan saldo kas yang menganggur serta menerapkan strategi pinjaman untuk menutup defisit kas. E. PENGELOLAAN PIUTANG Piutang merupakan hak pemerintah untuk menagih pada pihak lain Piutang ini dapat terjadi karena hubungan perdata, seperti adanya jual beli atau pinjam meminjam, namun bisa juga terjadi karena ketentuan perundang-undangan, seperti piutang pajak. Dalam Undang-undang diatur bahwa kementerian/lembaga yang mempunyai piutang wajib mengupayakan penerimaannya kembali secara tepat waktu. Dalam hal terdapat piutang tak tertagih penyelesainnya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka menjaga agar piutang dapat diterima kembali secara tepat waktu, kementerian/lembaga dituntut untuk mengatur berbagai hal yang terkait dengan piutang secara seksama. Hal-hal seperti perencanaan, pemberian pinjaman atau penjualan secara kredit atau penerbitan surat ketetapan, pencatatan, pelaporan, penilaian, penagihan, dan penghapusan piutang harus diatur secara tegas. Pengendalian intern harus tercermin dan melekat sejak proses timbulnya piutang sampai dengan berakhirnya, karena pembayaran atau penghapusan. Piutang pemerintah jenis tertentu, seperti piutang pajak, mempunyai hak mendahului. Penyelesaian piutang yang terjadi karena hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui perdamaian kecuali untuk piutang yang penyelesaiannya diatur sendiri dalam undang- undang. Penyelesaian piutang yang demikian ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk jumlah sampai dengan Rp 10 milyar, oleh Presiden untuk jumlah diatasnya sampai dengan Rp 100 milyar, dan jumlah diatasnya oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
  • 41. 41 Dalam hal terdapat piutang tak tertagih dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan. Penghapusan piutang tak tertagih sampai dengan Rp 10 milyar dapat dilakukan oleh Menteri Keuangan. Penghapusan piutang di atas Rp 10 milyar sampai dengan Rp 100 milyar dilakukan oleh Presiden, sedangkan di atas Rp 100 milyar oleh Presiden dengan persetujuan DPR. F. PENGELOLAAN UTANG Sehubungan diberlakukannya anggaran defisit ( I Account) berarti anggaran pendapatan tidak harus sama dengan anggaran belanja. Dalam UU 17/2003 ditekankan bahwa dalam memanfaatkan surplus anggaran atau membiayai defisit anggaran harus mempertimbangkan keseimbangan generasi. Defisit anggaran antara lain dapat dibiayai dari pinjaman. Berdasarkan UU 17/2003 defisit anggaran dalam suatu tahun anggaran maksimum sebesar 3 (tiga) persen dari Pendapatan Domestik Bruto, dan akumulasi utang maksimum sebesar 60 (enam puluh) persen dari Pendapatan Domestik Bruto. Dalam rangka pengendalian defisit anggaran dan akumulasi pinjaman secara nasional, Menteri Keuangan mempunyai kewenangan untuk mengaturnya. Ketentuan tentang besarnya defisit serta jumlah utang yang dapat dimiliki oleh suatu pemerintah daerah diatur setiap tahun dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dalam melakukan pengelolaan utang harus diperhatikan struktur portofolio utang berikut biaya serta risikonya. Risiko-risiko yang perlu dipertimbangkan antara lain risiko pasar, risiko pendanaan kembali, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko penyelesaian, dan risiko operasional. Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh pinjaman yang paling efisien dan untuk meyakini bahwa pemerintah mampu membayar bunga dan angsuran secara tepat waktu. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mempunyai kewenangan untuk mengadakan pinjaman. Pinjaman dapat berupa pinjaman yang dilakukan secara bilateral atau multilateral. Pinjaman ini dapat diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah/BUMN/BUMD. Pinjaman ini dituangkan dalam suatu naskah perjanjian pinjaman. Sejalan dengan azas bruto maka biaya yang terjadi karena penarikan pinjaman dibebankan pada anggaran belanja. Disamping itu pemerintah juga dapat menerbitkan surat utang negara. Disamping ada utang yang berasal dari pinjaman, pemerintah juga bisa mempunyai utang karena kegiatan operasional atau utang perhitungan pihak ketiga (PFK). Utang operasional
  • 42. 42 antara lain timbul sehubungan dengan adanya pengadaan barang/jasa yang telah diterima tetapi pada akhir tahun anggaran belum dibayar. Dengan demikian utang yang berasal dari kegiatan operasional ini dapat terjadi di kementerian negara/lembaga. Utang PFK timbul karena adanya uang yang dipungut oleh pemerintah untuk kepentingan pihak lain dan belum disampaikan kepada pihak tersebut.Terhadap utang-utang ini, pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran juga wajib menatausahakan dan melaporkannya dalam laporan keuangan. Pengguna Anggaran atau Kuasanya berkewajiban mengelola utang dalam kepengurusannya dan menguji setiap klaim sebelum memerintahkan pembayaran atas beban anggaran Utang dibayar secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan. Hak tagih atas utang sebagai beban negara kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain dalam undang-undang. Kedaluwarsa ini akan tertunda jika pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa. Ketentuan kedaluwarsa ini tidak berlaku untuk pembayaran bunga dan pokok utang yang timbul karena pinjaman. G. PENGELOLAAN INVESTASI Pemerintah dapat melakukan investasi karena berbagai alasan, antara lain memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan atau memanfaatkan dana yang belum digunakan dalam bentuk invetasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. Investasi jangka pendek yang dilakukan pemerintah harus memenuhi karakteristik dapat segera dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas, dan berisiko rendah. Investasi jangka panjang dapat berupa investasi permanen dan investasi non permanen. Investasi ini dapat dilakukan oleh pemerintah melalui pasar modal atau investasi langsung pada bidang usaha tertentu. Investasi melalui pasar modal dapat dilakukan dengan membeli saham atau surat utang. Investasi yang dilakukan oleh pemerintah tidak semata-mata bertujuan untuk memperoleh manfaat ekonomi, seperti diperolehnya keuntungan, tetapi bisa juga karena diperolehnya manfaat sosial, atau manfaat lainnya. Investasi permanen merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, misalnya penyertaan modal pemerintah pada BUMN. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Dengan demikian investasi nonpermanen ini dimaksudkan akan dicairkan kembali suatu saat, misalnya dana bergulir.
  • 43. 43 H. PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA Barang milik negara mencakup semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan ini antara lain dapat dilakukan melalui pembelian, pembangunan, pertukaran, kerja sama, hibah/donasi, dan rampasan. Dalam rangka menertibkan pengelolaan barang milik negara, maka dilakukan pembagian kewenangan yang jelas atas barang milik negara. Menteri Keuangan adalah sebagai pengelola barang berwenang mengatur pengelolaan barang milik negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Menteri/pimpinan lembaga berkedudukan sebagai pengguna barang pada instansi yang dipimpinnya. Para pengguna barang wajib mengelola dan menatausahakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan barang milik negara dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pada suatu negara yang masih menganut line item budgeting, pada umumnya belum memperhatikan kebutuhan barang untuk melaksanakan fungsinya secara efisien. Hal ini dikarenakan belum dilakukan perhitungan biaya layanan secara benar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pengukuran kinerjanya belum dilakukan secara utuh dengan menerapkan full costing. Di negara yang telah menerapkan anggaran berbasis kinerja, pengelolaan barang pada umumnya dilakukan dengan cara lebih efisien karena seluruh komponen biaya dimasukkan sebagai unsur biaya layanan. Dengan demikian maka barang yang diminta dan digunakan benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Dalam rangka menjaga kesinambungan pelayanan kepada masyarakat, dilakukan pengaturan atas penghapusan serta pemindahtanganan barang milik negara. Barang milik negara yang diperlukan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat dipindahtangankan. Pengahapusan barang milik negara pada prinsipnya harus mendapat persetujuan DPR. Pemindahtangan dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR. Dengan memperhatikan bahwa tanah dan bangunan merupakan kekayaan negara yang sangat penting artinya serta nilainya signifikan maka pemindahtanganan tanah dan bangunan harus mendapat persetujuan DPR kecuali untuk tanah dan bangunan yang tidak sesuai lagi dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. Demikian pula untuk bangunan yang sudah memperoleh alokasi anggaran untuk menggantinya, diperuntukkan bagi pegawai negeri, untuk kepentingan umum, ataupun yang jika status kepemilikannya
  • 44. 44 dipertahankan tidak layak secara ekonomis.Hal in terjadi karena pada dasarnya DPR telah menyetujuinya pada saat pembahasan tata ruang ataupun pembahasan APBN. Dalam rangka efisiensi pengelolaan barang selain tanah dan bangunan, proses penghapusan dan pemindahtangannya dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana. Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan bangunan dengan nilai sampai dengan Rp 10 milyar dilakukan oleh Menteri Keuangan, di atas Rp 10 milyar sampai dengan Rp 100 milyar oleh Presiden, sedangkan di atas Rp 100 milyar oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Apabila pemindahtanganan ini dilakukan dengan penjualan maka harus dilakukan dengan lelang. Dengan pengaturan demikian diharapkan pengelolaan barang dapat dilakukan dengan lebih efisien. Pengamanan barang milik negara merupakan salah satu sasaran pengendalian intern, baik dari aspek fisik, administrasi, maupun hukum. Oleh karena tanah dan bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan dan ditatausahakan dengan tertib. Tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah RI. Tanah dan bangunan yang tidak lagi digunakan untuk menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan wajib dikembalikan kepada Menteri Keuangan. Barang milik negara tidak diperkenankan untuk digadaikan atau digunakan sebagai jaminan dan tidak boleh diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran utang. Disamping itu barang milik negara atau barang pihak lain yang dikuasai negara yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat disita. I. PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, Pemerintah dapat membentuk Badan Layanan Umum (BLU). Kekayaan BLU merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dapat dikelola sepenuhnya untuk pelayanan kepada masyarakat, Oleh karena itu BLU tetap menyusuna anggaran sebagaimana instansi pemerintah pada umumnya untuk digabungkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian negara/lembaga maupun APBN. Pendapatan dan belanja yang dilakukan dilaprkan dalam laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang membawahinya dan dikonsolidasikan dalam laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Upaya peningkatan kinerja pelayanan maupun kinerja keuangan dilakukan dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan.
  • 45. 45 Pendapatan BLU dapat bersumber dari APBN, jasa layanan, hibah atau sumbangan dari masyarakat. Pendapatan BLU dapat digunakan secara langsung untuk membiayai belanjanya. Dalam pelaksanaan anggaran belanja, BLU juga diberikan pengecualian untuk tidak mengikuti ketentuan pengadaan barang/jasa sebagaimana yang berlaku di pemerintahan karena alasan efisiensi dan produktivitas. Di samping itu BLU juga diperkenankan memperoleh pinjaman untuk mendanai kegiatannya. Untuk menjaga kinerja pelayanan dan kinerja keuanga BLU maka diperlukan adanya pembinaan. Pembinaan keuangan BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan sedangkan pembinaan teknis dilakukan oleh kementerian teknis yang membawahinya.
  • 46. 46 BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN ATAS PELAKSANAAN APBN A. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntutan masyarakat yang harus dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola tersebut adalah akuntabilitas. Pada dasarnya penyelenggara negara wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada masyarakat, berupa akuntabilitas keuangan (financial accountability) dan akuntabilitas kinerja (performance accountability). Dengan pola pertanggungjawaban yang demikian, Pemerintah tidak hanya dituntut untuk mempertanggungjawabkan uang yang dipungut dari rakyat tetapi juga dituntut tuntuk mempertanggungjawabkan atas hasil-hasil yang dicapainya. Pola pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara dikembangkan sejalan dengan teori keagenan (agency Theory). Pada prinsipnya, Pemerintah merupakan orang suruhan atau agen dari rakyat. Rakyat dalam hal ini diwakili oleh DPR. Pemerintah diberi kekuasaan untuk memungut uang dari rakyat berdasarkan Undang-Undang. Setiap tahunnya anggaran pendapatan dan belanja dituangkan dalam Undang-undang APBN. Pemerintah yang memungut, Pemerintah yang mengelola, maka Pemerintah juga berkewajiban untuk mencatat (mengakuntansikan) dan melaporkannya kepada rakyat melalui DPR. Dalam rangka meyakini bahwa laporan dimaksud telah menyaajikan kondisi yang sesungguhnya serta Pemerintah telah menaati ketentuan peraturan perundang- undangan, maka laporan keuanga tersebut wajib diperiksa oleh pemeriksa yang indipenden. Berdasarkan UUD 45 yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah adalah BPK RI. Gambar atas pola pertnggungjawaban tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
  • 47. 47 Laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan. Laporan keuangan setidak-tidaknya terdiri dari:  Neraca;  Laporan Realisasi Anggaran;  Laporan Arus Kas; dan  Catatan atas laporan Keuangan. Laporan keuangan yang disampaikan dalam RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN adalah laporan keuangan yang telah diaudit BPK RI. Laporan keuangan ini paling lambat disampaikan ke DPR pada akhir bulan Juni tahun berikutnya. Laporan keuangan dilampiri dengan Laporan Kinerja dan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara dan badan lainnya. Laporan keuangan disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung jawab atau Statement Of Responsibility (SOR). Laporan keuangan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: 3 L E M B A G A P E R W A K I L A N HUBUNGAN KONTRAK PRINSIPAL– AGEN: SOLUSI Akuntansi Pelaporan Auditing P R I N S I P A L R A K Y A T A G E N P E M E R I N T A H Ketentuan Undang-Undang Rencana Kerja/ RK Anggaran AKUNTABILITAS
  • 48. 48 10 PAKET LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB IKHTISAR KINERJA IKHTISAR LAIN IKHTISAR LAIN IKHTISAR LK BUMN/BUMD LRA NERACA LAK CALK Dari gambar tersebut tampak bahwa terdapat lampiran yang bersifat wajib dan diamanatkan dalam undang-undang, yaitu laporan kinerja dan laporan keuangan BUMN dan badan lainnya. Yang dimaksud dengan badan lainnya, saat ini yang ada di Pemerintah adalah Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Laporan Keuangan Pemerintah disusun dengan menggabungkan seluruh laporan keuangan Kemeneterian negara/Lembaga selaku pengguna anggaran dengan laporan keuangan Bendahara Umum Negara. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga ini harus disampaikan ke Presiden melalui Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan setelah tutup tahun anggaran. Dengan memperhatikan pengaturan tentang pengelolaan kas negara yang dilakukan oleh Bendahara Umum Negara maka kementerian negara/lembaga sebagai pengguna anggaran tidak diwajibkan menyusun Laporan Arus Kas. Yang menyusun Laporan Arus Kas hanya Bendahara Umum Negara. B. STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN Laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dalam hal ini tampak jelas bahwa tidak hanya penyajiannya yang harus sesuai dengan SAP tetapi juga penyusunannya. Dengan demikian sistem akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan juga harus dibangun sesuai dengan SAP. SAP merupakan pedoman umum dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kesesuaian dengan SAP mencerminkan tingkatan akuntabilitas dan transparansi dalam
  • 49. 49 pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan SAP merupakan salah satu kriteria bagi BPK RI dalam melmberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan. Berdasarkan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, SAP disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). KSAP merupakan suatu komite yang independen dengan komite kerja. beranggotakan 9 orang. KSAP telah mengeluarkan SAP yang tertuang dalam PP 24/2005. C. SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN Sistem akuntansi pemerintahan merupakan rangkaian secara sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah. Dengan demikian sistem akuntansi merupakan suatu wadah untuk memproses data keuangan sampai dihasilkannya informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Sistem akuntansi untuk Pemerintah Pusat ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sistem akuntansi ini disusun susuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Dengan demikian maka laporan keuangan yang dihasilkan akan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Akuntansi Pemerintahan pada dasarnya merupakan akuntansi anggaran. Oleh karena itu sistem akuntansi yang baik seharusnya terintegrasi dengan sistem anggaran. Apabila hal ini dijalankan, maka akan terdapat konsistensi dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, akuntansi dan pertanggungjawaban anggaran. Sistem akuntansi Pemerintah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku untuk seluruh kementerian negara/lembaga. Sistem ini diperlukan untuk tujuan tiga hal. Pertama adalah untuk menetapkan prosedur yang harus diikuti oleh pihak-pihak yang terkait sehingga jelas pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka. Kedua adalah untuk terselenggarakannya pengendalian intern untuk menghindari terjadinya penyelewengan. Terakhir adalah untuk menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dimana jenis dan isi diatur oleh PP 24/2005 tentang SAP. Pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan tersebut, secara umum tata
  • 50. 50 cara dan tanggung jawab pelaporan diatur dalam PP 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
  • 51. 51 BAB V PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA A. LINGKUP PEMERIKSAAN Pemerintah, baik pusat maupun daerah mengemban amanat untuk menjalankan tugas pemerintahan melalui peraturan perundang-undangan. Untuk penyelenggaraan pemerintahan dimaksud, pemerintah memungut berbagai macam jenis pendapatan dari rakyat, kemudian membelanjakannya untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan kepada rakyat. Dalam hal ini kedudukan pemerintah adalah sebagai agen dari rakyat, sedangkan rakyat sebagai prinsipalnya. Sebagai agen, pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangannya kepada rakyat yang diwakili oleh DPR/DPRD. Dalam pola hubungan antara Pemerintah sebagai agen dan DPR sebagai wakil dari prinsipal, terdapat ketidakseimbangan pemilikan informasi. Lembaga perwakilan tidak mempunyai informasi secara penuh apakah laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah dari eksekutif telah mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, apakah telah sesuai semua peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian intern secara memadai dan pengungkapan secara paripurna. Oleh karena itu diperlukan pihak yang kompeten dan independen untuk menguji laporan pertanggungjawaban tersebut. Lembaga yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan pertanggungjawan tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketentuan tentang pemeriksaan oleh BPK diatur dalam UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Sedangkan ketentuan tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai institusi pemeriksa diatur dalam UU 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD RI tahun 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara. Oleh karena itu kepada BPK diberikan kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yaitu: 1. Pemeriksaan keuangan 2. Pemeriksaan kinerja 3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
  • 52. 52 1. PEMERIKSAAN KEUANGAN Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah. Pemeriksaan ini dilakukan dalam rangka pemberian opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK akan menghasilkan opini yang merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan. Kriteria untuk pemberian opini adalah sebagai berikut: a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan; b. Kecukupan pengungkapan; c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan d. Efektivitas sistem pengendalian intern. Penilaian atas empat hal di atas akan menentukan suatu opini. Ada empat macam opini yang diberikan pemeriksa, yaitu: a. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion); b. Wajar dengan pengecualian (qualified opinion); c. Tidak wajar (adversed opinion); d. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion). Opini wajar tanpa pengecualian diberikan jika pos-pos laporan keuangan tidak mengandung salah saji material dan laporan keuangan secara keseluruhan disajikan secara wajar. Opini wajar dengan pengecualian jika terdapat pos-pos tertentu dalam laporan keuangan mengandung salah saji secara material namunsecara keseluruhan tidak mengganggu kewajaran laporan keuangan. Opini tidak wajar diberikan jika pos-pos laporan keuangan mengandung salah saji material sehingga laporan keuangan secara keseluruhan tidak wajar. Opini disclaimer diberikan jika pemeriksa tidak dapat memperoleh keyakinan atas kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 2. PEMERIKSAAN KINERJA Pemeriksaan kinerja sering juga disebut value for money audit. Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas efektivitas. Pemeriksaan ini lazim dilakukan oleh aparat penawasan intern untuk kepentingan jajaran
  • 53. 53 manajemen. Namun demikian UUD RI tahun 1945 juga mengamanatkan kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan kinerja, terutama untuk mengidentifikasi area-area yang potensial untuk peningkatan kinerja yang menjadi perhatian lembaga perwakilan. Hasil pemeriksaan kinerja adalah temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Pemeriksaan kinerja antara lain dilakukan dengan melakukan evaluasi atas efisiensi pelaksanaan kegiatan serta efektivitas suatu program, pemeriksaan kinerja tidak dapat dilepaskan dari hierarki kriteria dan indikator kinerja. Hierarki tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: 14 Herarki Kriteria dan Indikator Kinerja Policy goals Program Objectives Planned Outcomes Planned Outputs Planned Inputs process process process Actual Outcomes Actual Outputs Actual Inputs Effectiveness Efficiency Compliance Adapun bagi pemerintah, pemeriksaan kinerja ini dimaksudkan untuk mengarahkan agar sumber daya yang tersedia dimanfaatkan secara efisien dan efektif untuk pelayanan kepada masyarakat. 3. PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan ini adalah pemeriksaan pemeriksaan atas hal-hal lain yang bersifat keuangan, pemeriksaan atas sistem pengendalian intern, dan pemeriksaan investigatif. Hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah kesimpulan. Dalam hal pemeriksaan investigatif, apabila diketemukan adanya indikasi tindak pidana atau tindakan yang
  • 54. 54 membawa dampak pada kerugian negara, BPK segera melaporkannya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. B. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN BPK mempunyai kebebasan dan kemandirian dalam melaksanakan pemeriksaan. Kemandirian ini termasuk dalam perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, maupun penyusunan dan penyajian laporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam perencanaan mencakup penetapan obyek pemeriksaan (auditee), kecuali untuk obyek pemeriksaan yang telah diatur dalam undang-undang atau berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan informasi dari berbagai pihak yang kompeten dan terkait, seperti hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, masukan dari lembaga legislatif, serta informasi dari pihak lain yang andal. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan anggaran serta sumber daya yang dimiliki secara mandiri dan akuntabel. Dengan mekanisme yang demikian diharapkan BPK dapat memfokuskan pemeriksaannya pada hal-hal yang menjadi perhatian lembaga legislatif serta pada berbagai hal yang berdampak pada kewajaran penyajian laporan keuanga, efisiensi, dan efektifitas program dan kegiatan. Selama menjalankan pemeriksaan BPK dapat nmengakses data yang diperlukan, meminta informasi dari orang-orang terkait, memperoleh bukti dokumen, wawancara, maupun bukti fisik untuk mendukung hasil pemeriksaannya, termasuk melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, atau dokumen jika dipandang perlu. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengamanatkan bahwa pemeriksaan harus dilaksanakan oleh pemeriksa yang kompeten. Apabila BPK tidak mempunyai tenaga ahli pada bidang tertentu, sementara keahlian ini diperlukan, maka BPK dapat menggunakan bantuan tenaga ahli dari luar BPK. C. HASIL PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) segera setelah berakhirnya pemeriksaan. LHP ini disampaikan kepada lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya. Di samping itu pada saat yang bersamaan, LHP ini juga disampaikan kepada Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota untuk ditindaklanjuti. Hasil pemeriksaan BPK akan digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi atau
  • 55. 55 melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Di samping itu pemerintah berkewajiban menyampaikan tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan. Tanggapan ini wajib dimuat dalam LHP. Dengan dimuatnya tanggapan ini maka pengguna dapat memperoleh informasi secara berimbang dari pemeriksa dan dari obyek yang diperiksa (auditee). BPK wajib menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan yang dilakukan selama 1 (satu) semester. Ikhtisar ini disampaikan kepada lembaga legislatif sesuai dengan kewenangannya dan kepada Presiden serta Gubernur/Bupati/walikota yang bersangkutan agar memperoleh infrmasi secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan. Hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga legislatif berarti telah dipertanggungjawabkan kepada publik. Oleh karena itu terhadap hasil pemeriksaan yang tersebut dinyatakan terbuka untuk umum, sehingga dapat diakses oleh masyarakat. Pemerintah berkewajiban melaksanakan tindak lanjut atas rekomendasi BPK. BPK wajib memantau perkembangan pelaksanaan tindak lanjut tersebut serta menginformasikannya kepada lembaga legislatif terkait. D. PIDANA, SANKSI, DAN GANTI RUGI Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam UU APBN. Kebijakan pemerintah dituangkan dalam bentuk program. Dengan demikian maka menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas outcome yang dicapai. Program pemerintah dilaksanakan oleh kegiatan. Kegiatan dilaksanakan oleh unit organisasi atau satuan kerja tertentu. Oleh karena itu pimpinan unit organisasi bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian pimpinan unit organisasi bertangging jawab atas capaian ouput atas kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam UU 17/2003 ditegaskan bahwa menteri/pimpinan lembaga ataupun pimpinan unit organisasi yang melakukan penyimpangan program/kegiatan dikenakan sanksi. Sanksi di sini dapat berupa sanksi administratif, pidana, atau denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan tentang sanksi ini merupakan upaya preventif yang berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya UU APBN. Selanjutnya terhadap pejabat negara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian. Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada
  • 56. 56 menteri/pimpinan lembaga dan diberitahukan kepada BPK paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian diketahui.Kepada mereka yang mengakibatkan kerugian negara segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan untuk mengganti kerugian dimaksud. Apabila surat kesanggupan tidak diperoleh maka menteri/pimpinan lembaga dapat menerbitkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan. Disamping itu terdapat prinsip yang berlaku universal bahwa siapa yang diberi wewenang untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga, atau barang milik negara bertanggung jawab secara pribadi atas kekurangan yang terjadi dalam pengurusannya. Pengenaan ganti kerugian untuk bendahara dilakukan oleh BPK. DaftarPustaka _______________. Undang-Undang Dasar Tahun 1945. _______________. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  • 57. 57 _______________. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. _______________. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. _______________. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. _______________. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah _______________. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. _______________. SEB antara Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dengan Menteri Keuangan tanggal 19 Juni 2009 No.0142/MPN/06/2009 dan No. SE-1848/MK/2009 perihal Pedoman Reformasi Perencanaan dan Pembangunan _______________. Peraturan Menteri Keuangan No. 104/PMK.02/2010 tahun 2010 Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga tahun 2011. Salvatore Schiavo-Campo, Managing Government Expenditure, Asian Development Bank (ADB) 1999. Masdiasmo, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit ANDI Yogyakarta, 2005. Deddi Noordiawan, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Salemba Empat, 2006. Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) & Departemen Keuangan, Modul 1 Kerangka Pemikiran Reformasi Perencanaan dan Penganggaran, 2009.
  • 58. 58 Bahan Sosialisasi dan Powerpoint Reformasi Perencanaan dan Penganggaran Modul overview Keuangan Negara, Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah, Departemen Keuangan, 2008 Modul Perencanaan dan Penganggaran, Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah, Departemen Keuangan, 2008 Performance budgeting in OECD countries, ORGANISATION FOR ECONOMIC CO- OPERATION AND DEVELOPMENT (OECD), 2007. Bambang Sancoko, Djang Tjik A.S., Noor Cholis Madjid dan Sumini, Kajian terhadap Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja di Indonesia, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, 2008. Tricakti Wahyuni, Penganggaran Berbasis Kinerja pada Kementrian/Lembaga : Masih harus banyak berbenah, http://www.bpkp.go.id. Puji Agus, SST., Ak , Widyaiswara Muda Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan MODUL Pengantar Anggaran Berbasis Kinerja