Evapotranspirasi adalah proses penguapan air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air dan penguapan melalui jaringan tumbuhan melalui stomata
Evapotranspirasi adalah proses penguapan air yang berasal dari permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air dan penguapan melalui jaringan tumbuhan melalui stomata
ANALISIS VEGETASI HUTAN MANGROVE KAWASAN MANDEH, PESISIR SELATANDevi Ningsih
Ekosistem Hutan Mangrove atau lebih dikenal juga dengan sebutan Hutan Bakau atau mangal merupakan salah satu ekosistem penting yang membangun dan menyokong keberadaan wilayah pesisir.
Presentasi ini dibuat untuk memenuhi tugas Problem Based Learning pada mata kuliah MPKT-B
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
2020
1. BAB I
LATAR BELAKANG
1.1. Latar Belakang
Isu global telah membawa bangsa Indonesia harus dan mau untuk bisa melakukan
upaya yang maksimal dalam mencegah dan menjaga hingga pada upaya penindakan
yang berskala besar. Salah satu isu global yang paling diperhatikan oleh di pergaulan
dunia internasional adalah masalah lingkungan hidup. Salah satu komponen yang
termasuk di dalamnya adalah hutan. Alasan isu ini menjadi begitu penting dan segera
harus ditangani dengan serius terutama oleh Negara – Negara yang masih memiliki
sumber data hutan yang luas adalah dampak yang ditimbulkan terhadap umat manusia
seluruh dunia. Dampaknya, ada yang terasa secara langsung juga secara tidak
langsung.
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa hutan merupakan paru-paru bumi
tempat berbagai satwa hidup, pohon-pohon, hasil tambang dan berbagai sumberdaya
lainnya yang bisa kita dapatkan dari hutan yang tak ternilai harganya bagi manusia.
Hutan juga merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat besar bagi
kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang dirasakan secara langsung,
maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat langsung seperti
penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak langsung
seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi.
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil
hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan
tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan,
rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan
perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun
1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri
Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.
Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek
kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya
kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan
hutan. Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk
hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan
merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo,
2000).
Mengingat pentingnya arti hutan bagi masyarakat, maka peranan dan fungsi
hutan tersebut perlu dikaji lebih lanjut. Pemanfaatan sumberdaya alam hutan apabila
dilakukan sesuai dengan fungsi yang terkandung di dalamnya, seperti adanya fungsi
lindung, fungsi suaka, fungsi produksi, fungsi wisata dengan dukungan kemampuan
pengembangan sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, akan sesuai
dengan hasil yang ingin dicapai.
2. Namun gangguan terhadap sumber daya hutan terus berlangsung bahkan
intensitasnya makin meningkat. Kerusakan hutan yang meliputi : kebakaran hutan,
penebangan liar dan lainnya merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin
sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan cukup besar
mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai
ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan
asap dari kebakaran hutan mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu
transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Dan juga gangguan asap karena
kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.
Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan dan penebangan
liar telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP,
dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak
kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas
kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat
beberapa kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997
hingga 2003. Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan
menanggulangi kebakaran hutan.
Penebangan liar juga dapat berdampak negatif antara lain dapan menyababkan
tanah longsor dan banjir. Oleh karena itu hutan kita perlu adanya penjagaan supaya
tidak terjadi kebakaran dan penebangan liar dan yang tidak kita inginkan.
1. 2 Identifikasi Permasalahan Yang Terjadi
Dalam konteks penyelamatan hutan nasional, diperlukan kepedulian berbagai
stakeholders (pihak-pihak terkait), untuk duduk bersama dan mempertimbangkan
nasib masa depan hutan yang tersisa saat ini karena permasalahan utama dari
kerusakan hutan di Indonesia sangat kompleks, dengan rinciannya sebagai berikut:
1. Rendahnya kesadaran masyarakat umum akan pentingnya arti hutan bagi
kehidupan sehari-hari. Hutan tidak hanya menghasilkan oksigen yang penting bagi
manusia, tapi juga menguraikan CO2 di udara untuk mencegah pemanasan suhu
bumi yang dapat mengancam kehidupan manusia, menjaga keseimbangan air
tanah, memberikan kehidupan bagi fauna di dalamnya, dan memberikan manfaat
ekonomi bagi manusia itu sendiri.
2. Terlalu tingginya permintaan pasar akan pasokan kayu untuk industri kertas, tisu
toilet, dan bahan-bahan material lainnya. Padahal, hutan tidak bisa dibuat seperti
halnya zat kimia sintesis butuh waktu dan proses yang lama untuk membentuk
suatu kawasan hutan.
3. Lemahnya regulasi dan aparat yang mengawalnya, dengan kata lain hutan
menjadi objek yang dapat dijual-belikan dengan mudah, tanpa menghiraukan
prosedur perlindungan hutan. Keseluruhan permasalahan yang ada melibatkan
seluruh stakeholders yang terlibat dalam proses kerusakan hutan nasional. Oleh
karena itu, diperlukan suatu metode yang mampu memberikan solusi yang
menguntungkan semua pihak, tapi tetap memberikan proteksi pada hutan yang ada
saat ini.
3. Perladangan berpindah merupakan upaya pertanian tradisional di kawasan hutan
dimana pembukaan lahannya selalu dilakukan dengan cara pembakaran karena cepat,
murah dan praktis. Namun pembukaan lahan untuk perladangan tersebut umumnya
sangat terbatas dan terkendali karena telah mengikuti aturan turun temurun (Dove,
1988). Kebakaran liar mungkin terjadi karena kegiatan perladangan hanya sebagai
kamuflasa dari penebang liar yang memanfaatkan jalan HPH dan berada di kawasan
HPH.
Pembukaan hutan oleh pemegang HPH dan perusahaan perkebunan untuk
pengembangan tanaman industri dan perkebunan umumnya mencakup areal yang
cukup luas. Metoda pembukaan lahan dengan cara tebang habis dan pembakaran
merupakan alternatif pembukaan lahan yang paling murah, mudah dan cepat. Namun
metoda ini sering berakibat kebakaran tidak hanya terbatas pada areal yang disiapkan
untuk pengembangan tanaman industri atau perkebunan, tetapi meluas ke hutan
lindung, hutan produksi dan lahan lainnya.
Sedangkan penyebab struktural, umumnya berawal dari suatu konflik antara para
pemilik modal industri perkayuan maupun pertambangan, dengan penduduk asli yang
merasa kepemilikan tradisional (adat) mereka atas lahan, hutan dan tanah dikuasai
oleh para investor yang diberi pengesahan melalui hukum positif negara. Akibatnya
kekesalan masyarakat dilampiaskan dengan melakukan pembakaran demi
mempertahankan lahan yang telah mereka miliki secara turun temurun. Disini
kemiskinan dan ketidak adilan menjadi pemicu kebakaran hutan dan masyarakat tidak
akan mau berpartisipasi untuk memadamkannya.
Sedangkan penebangan liar merupakan suatu kondisi yang sudah tidak asing lagi
banyak masyarakat yang tinggal di daerah dekat pegunungan memanfaatkan hutan
untuk diambil kayunya,tetapi tanpa meminta izin terlebih dahulu. Dan Akibat
Penebangan Hutan, 2.100 Mata Air Mengering
Kelangkaan minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah di
Banyumas, Jawa Tengah, akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk kembali
menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras. Jika itu terjadi,
kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat. Di Banyumas saat ini tinggal
900 mata air, padahal tahun 2001 masih tercatat 3.000 mata air.
Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram
(hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk, Akan tetapi
akibat berbagai tekanan baik kebutuhan hidup maupun perkembangan penduduk,
perlindungan terhadap sumber air maupun tanaman keras atau hutan rakyat semakin
berat.
Di lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah
memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi
pohonnya. Kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada
peningkatan penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari
pangkalan minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
4. BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Hutan
2.1.1. Pengertian Hutan
Hutan merupakan sebuah wilayah atau kawasan yang ditumbuhi aneka
pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan hutan tersebar luas di penjuru dunia, baik
di daerah tropis maupun daerah dengan iklim yang dingin di dataran rendah maupun
di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau
tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri
adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda
dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda
karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang
dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.
Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim
dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya.
Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna
yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya.
Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga
yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian
penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam
berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya
oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai
fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber
air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang
lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia
air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini
dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman.
Sebagai bagian dari cagar lapisan biosfer, hutan memiliki banyak fungsi yang
sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk di muka bumi. Tak hanya manusia,
hewan dan tumbuhan pun sangat memerlukan hutan untuk kelangsungan hidupnya.
Kawasan yang ditumbuhi pepohonan tersebut akan dikatakan hutan apabila kawasan
ini mampu menciptakan sebuah iklim dan kondisi yang khas di daerah itu. Sebagai
contoh saat kita memasuki hutan tropis, maka kita akan merasa memasuki daerah
dengan suasana hangat dan lembab. Suasana ini tentu akan berbeda dengan suasana di
kawasan luar hutan tersebut.
2.1.2. Fungsi Hutan
Hutan bagi manusia mempunyai dua fungsi pokok, yaitu fungsi ekologis dan
fungsi ekonomis. yaitu sebagai berikut :
5. 1. Sebagai fungsi ekologis
Allah menciptakan hutan bukan sekedar melengkapi keindahan bumi-Nya, namun di
sini lah kita akan menemukan fungsi hutan yang sangat penting bagi kehidupan
makhluk di muka bumi. Ada beberapa fungsi hutan yang sangat vital bagi kehidupan
makhluk di bumi, diantaranya adalah sebagai berikut
a. Menghasilkan Oksigen bagi Kehidupan dan Menyerap Karbon Dioksida
Hutan menghisap karbon dari udara dan mengembalikan oksigen (O2) kepada
manusia. Hutan adalah kumpulan pepohonan yang berperan sebagai produsen
oksigen. Tumbuhan hijau akan menghasilkan oksigen dari hasil proses fotosintesis
yang berlangsung di daun tumbuhan tersebut. Dengan jumlah pepohonan yang cukup
luas, tentunya hutan akan memberikan suplay kebutuhan oksigen yang cukup besar
bagi kehidupan di muka bumi ini.
Hutan melakukan penyaringan udara yang kotor akibat pencemaran kendaraan
bermotor, pabrik-pabrik, usaha-usaha pertambangan, aktivitas rumah tangga
masyarakat, maka hilangnya hutan berarti bumi tidak memiliki keseimbangan untuk
mempertahankan keseimbangan atas tersedianya oksigen yang sangat dibutuhkan
oleh mahluk hidup dalam melaksanakan proses respirasi (pernapasan). Hal ini juga
dapat mengakibatkan udara di bumi menjadi semakin panas karena begitu banyaknya
bahan pencemar yang menyelimuti bumi dan mengurung hawa panas bumi untuk
dipantulkan lagi ke bumi (efek rumah kaca). hutan sebagai tempat hidup berbagai
macam tumbuh-tumbuhan, hewan dan jasad renik lainnya. semua bahan yang
dimakan berasal dari flora dan fauna yang plasma nutfahnya berkembang di hutan.
Semua obat yang menyembuhkan penyakit berasal dari bahan hasil plasma nutfah
hutan.
Bisa dibayangkan bagaimana bumi ini tanpa hutan. Sebagai contoh saat kita berada di
kawasan padang tandus yang tidak ditumbuhi pepohonan hijau. Bandingkan ketika
kita bisa berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang. Tentu akan terasa jelas
perbedaan suasana yang kita rasakan. Begitulah fungsi hutan sebagai penyedia
oksigen kehidupan.
Selain itu, karbon dioksida (CO2) dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses
fotosintesis. Sebuah keseimbangan alam yang luar biasa telah Allah ciptakan untuk
kehidupan manusia. Karbon dioksida adalah gas berbahaya apabila dihirup secara
berlebih oleh manusia. Sebagai contoh Anda menghirup asap kendaraan bermotor, ini
jelas akan sangat membahayakan manusia.
Namun ternyata di sisi lain tumbuhan memerlukan gas tersebut untuk menghasilkan
oksigen yang sangat dibutuhkan makhluk bumi. Keberadaan hutan yang luas di muka
bumi, akan memberikan peluang penyerapan karbon dioksida yang lebih besar.
Akibatnya udara di muka bumi akan bersih dan jumlah oksigen yang dihasilkan hutan
pun akan semakin besar.
Inilah fungsi hutan yang luar biasa Allah ciptakan untuk manusia. karbon dioksida
(CO2) adalah gas penyebab efek rumah kaca.
b. Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara
6. Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh
kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan, partikel padat yang
tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon
melalui proses jerapan dan serapan. Partikel yang melayang-layang di permukaan
bumi sebagian akan terjerap pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan
yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam
ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan
ranting. Dengan demikian hutan menyaring udara menjadi lebih bersih dan sehat.
c. Peredam Kebisingan
Pohon dapat meredam suara dan menyerap kebisingan sampai 95% dengan cara
mengabsorpsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang
paling efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan
daun yang rindang. Berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat
dan tinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang
sumbernya berasal dari bawah.
d. Penyerap Partikel Timbal dan Debu Semen
Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di
daerah perkotaan. Diperkirakan sekitar 60-70% dari partikel timbal di udara
perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. Hutan dengan kanekaragaman tumbuhan
yang terkandung di dalamnya mempunyai kemampuan menurunkan kandungan
timbal dari udara.
Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat
mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di
udara bebas harus diturunkan kadarnya.
e. Mencegah Erosi
Keberadaan kawasan hutan yang luas juga akan membantu mencegah erosi atau
pengikisan tanah. Pengikisan tanah dapat disebabkan oleh air. Hutan yang luas akan
menyerap dan menampung sejumlah air yang besar. Akibatnya banjir dan tanah
longsor dapat dikembalikan.
Kawasan yang tandus dan gersang biasanya akan rawan dengan bencana longsor.
Inilah fungsi hutan yang lain dan kerap kita lupakan. Para penebang hutan secara liar
melakukan penggundulan hutan tanpa rasa tanggung jawab terhadap keselamatan
bumi. Mereka sebenarnya tak hanya berkhianat kepada banyak orang, tapi juga
kepada bumi sebagai tempat tinggal mereka.
f. Mengatasi Intrusi Air Laut dan Abrasi
Kota-kota yang terletak di tepi pantai seperti DKI Jakarta pada beberapa tahun
terakhir ini dihantui oleh intrusi air laut. Pemilihan jenis tanaman dalam
pembangunan hutan kota pada kota yang mempunyai masalah intrusi air laut harus
betul-betul diperhatikan. Upaya untuk mengatasi masalah ini yakni membangun
hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan tanaman yang mempunyai daya
evapotranspirasi yang rendah.
Hutan berupa formasi hutan mangrove dapat bekerja meredam gempuran ombak dan
dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai. Dengan demikian hutan selain
7. dapat mengurangi bahaya abrasi pantai, juga dapat berperan dalam proses
pembentukan daratan.
g. Mengurangi Bahaya Hujan Asam
Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses
fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan
beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin
dan gula. Bahan an-organik yang diturunkan ke lantai hutan dari tajuk melalui proses
through fall dengan urutan K>Ca> Mg>Na baik untuk tajuk dari tegakan daun lebar
maupun dari daun jarum.
Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 apabila tiba di permukaan daun akan
mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai dibasahi, maka asam seperti
H2SO4 akan bereaksi dengan Ca yang terdapat pada daun membentuk garam CaSO4
yang bersifat netral. Dengan demikian adanya proses intersepsi dan gutasi oleh
permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air hujan
menjadi tidak begitu berbahaya lagi bagi lingkungan. pH air hujan yang telah
melewati tajuk pohon lebih tinggi, jika dibandingkan dengan pH air hujan yang tidak
melewati tajuk pohon.
h. Ameliorasi Iklim
Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah
berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di
perkotaan. Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar
pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung
bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi
dan lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan
dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi.
Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut bergantung pada
ukuran dan kerapatannya.
i. Penyerap dan Penapis Bau
Daerah yang merupakan tempat penimbunan sampah sementara atau permanen
mempunyai bau yang tidak sedap. Tanaman dapat menyerap bau secara langsung,
atau tanaman akan menahan gerakan angin yang bergerak dari sumber bau.
j. Kawasan Lindung dan Pariwisata
Hutan juga berfungsi sebagai tempat untuk melindungi aneka hewan dan tumbuhan
langka. Habitat mereka dilestarikan di kawasan hutan khusus. Di samping itu hutan
juga dapat berfungsi sebagai objek penelitian, tempat wisata dan berpetualang.
2. Sebagai fungsi ekonomis
Manusia telah memanfaatkan hutan dari generasi ke generasi. Pemanfaatan yang
dikenal manusia dari hutan adalah pengambilan hasil hutan, terutama kayu. Kayu
tersebut dapat dijual secara langsung ataupun diproduksi menjadi barang lain, seperti
alat furnitur. Pengambilan mulai dari kayu ramin, meranti, ulin sampai dengan kayu
bakar dimanfaatkan manusia baik untuk keperluan sendiri ataupun sebagai penghasil
devisa negara. Bahkan bagi masyarakat tertentu hutan adalah seluruh kehidupannya
sebagai tempat tinggal dan tempat mencari nafkah. Sebagai contoh, pohon mahoni di
8. hutan kota Sukabumi sebanyak 490 pohon telah dilelang dengan harga Rp. 74 juta.
Penanaman dengan tanaman yang menghasilkan biji atau buah yang dapat
dipergunakan untuk berbagai macam keperluan warga masyarakat dapat
meningkatkan taraf gizi dan penghasilan masyarakat.
2.1.3. Bagian-bagian hutan
Bayangkan mengiris sebuah hutan secara melintang. Hutan seakan-akan terdiri
dari tiga bagian, yaitu bagian di atas tanah, bagian di permukaan tanah, dan bagian di
bawah tanah. Jika kita menelusuri bagian di atas tanah hutan, maka akan terlihat tajuk
(mahkota) pepohonan, batang kekayuan, dan tumbuhan bawah seperti perdu dan
semak belukar. Di hutan alam, tajuk pepohonan biasanya tampak berlapis karena ada
berbagai jenis pohon yang mulai tumbuh pada saat yang berlainan.
Di bagian permukaan tanah, tampaklah berbagai macam semak belukar,
rerumputan, dan serasah. Serasah disebut pula 'lantai hutan', meskipun lebih mirip
dengan permadani. Serasah adalah guguran segala batang, cabang, daun, ranting,
bunga, dan buah. Serasah memiliki peran penting karena merupakan sumber humus,
yaitu lapisan tanah teratas yang subur. Serasah juga menjadi rumah dari serangga dan
berbagai mikro organisme lain. Uniknya, para penghuni justru memakan serasah,
rumah mereka itu; menghancurkannya dengan bantuan air dan suhu udara sehingga
tanah humus terbentuk.
Di bawah lantai hutan, kita dapat melihat akar semua tetumbuhan, baik besar
maupun kecil, dalam berbagai bentuk. Sampai kedalaman tertentu, kita juga dapat
menemukan tempat tinggal beberapa jenis binatang, seperti serangga, ular, kelinci,
dan binatang pengerat lain.
2.1.4. Macam-macam Hutan
Ada berbagai jenis hutan. Pembedaan jenis-jenis hutan ini pun bermacam-macam
pula. Dalam kenyataannya, seringkali beberapa faktor pembeda itu bergabung, dan
membangun sifat-sifat hutan yang khas. Misalnya, hutan hujan tropika dataran rendah
(lowland tropical rainforest), atau hutan dipterokarpa perbukitan (hilly dipterocarp
forest). Hutan-hutan rakyat, kerap dibangun dalam bentuk campuran antara tanaman-
tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian jangka pendek, sehingga disebut
dengan istilah wanatani atau agroforest. Misalnya:
Jenis-jenis hutan di Indonesia
a. Berdasarkan tujuan pengelolaannya:
1) Hutan produksi, yang dikelola untuk menghasilkan kayu ataupun hasil hutan bukan
kayu (non-timber forest product)
2) Hutan lindung, dikelola untuk melindungi tanah dan tata air
o Taman Nasional
3) Hutan suaka alam, dikelola untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati atau
keindahan alam.
o Cagar alam
9. oSuaka alam
4) Hutan konversi, yakni hutan yang dicadangkan untuk penggunaan lain, dapat
dikonversi untuk pengelolaan non-kehutanan.
b. Berdasarkan iklim
Berdasarkan perbedaan iklim ini, Indonesia memiliki hutan gambut, hutan hujan
tropis, dan hutan muson.
Daerah tipe iklim A (sangat basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara
Oktober dan Januari, kadang hingga Februari. Daerah ini mencakup Pulau Sumatera;
Kalimantan; bagian barat dan tengah Pulau Jawa; sisi barat Pulau Sulawesi.
Daerah tipe iklim B (basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Mei dan
Juli, serta Agustus atau September sebagai bulan terkering. Daerah ini mencakup
bagian timur Pulau Sulawesi; Maluku; sebagian besar Papua.
Daerah tipe iklim C (agak kering) yang lebih sedikit jumlah curah hujannya,
sedangkan bulan terkeringnya lebih panjang. Daerah ini mencakup Jawa Timur;
sebagian Pulau Madura; Pulau Bali; Nusa Tenggara; bagian paling ujung selatan
Papua.
1) Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur Sumatera,
sepanjang pantai dan sungai besar Kalimantan, dan sebagian besar pantai selatan
Papua.
10. Hutan gambut di Kalimantan Tengah
2) Hutan hujan tropis adalah hutan lebat / hutan rimba belantara yang tumbuh di
sekitar garis khatulistiwa / ukuator yang memiliki curah turun hujan yang sangat
tinggi. Hutan jenis yang satu ini memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bertanah
subur, humus tinggi dan basah serta sulit untuk dimasuki oleh manusia. Hutan ini
sangat disukai pembalak hutan liar dan juga pembalak legal jahat yang senang
merusak hutan dan merugikan negara trilyunan rupiah. Hutan ini menempati daerah
tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini menutupi sebagian besar Pulau Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua. Di bagian barat Indonesia, lapisan
tajuk tertinggi hutan dipenuhi famili Dipterocarpaceae (terutama genus Shorea,
Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Hopea). Lapisan tajuk di bawahnya ditempati
oleh famili Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, dan Guttiferaceae. Di bagian
timur, genus utamanya adalah Pometia, Instia, Palaquium, Parinari, Agathis, dan
Kalappia.
Hutan Hujan Tropis di Sumatera
3) Hutan muson tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian tenggara Maluku, dan
11. sebagian pantai selatan Irian Jaya. Spesies pohon di hutan ini seperti jati (Tectona
grandis), walikukun (Actinophora fragrans), ekaliptus (Eucalyptus alba), cendana
(Santalum album), dan kayuputih (Melaleuca leucadendron).
c. Berdasarkan sifat tanahnya
Berdasarkan sifat tanah, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan pantai, hutan
mangrove, dan hutan rawa.
Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai,
seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia
catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan
pandan (Pandanus tectorius).
Hutan Pantai di Pantai Nglinyep, Malang
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai berlumpur. Hutan
mangrove Indonesia mencapai 776.000 ha dan tersebar di sepanjang pantai utara
Jawa, pantai timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan, dan pantai selatan Papua.
Jenis-jenis pohon utamanya berasal dari genus Avicennia, Sonneratia, dan
Rhizopheria.
12. Hutan Mangrove di Cirebon
Hutan rawa adalah hutan yang berada di daerah berawa dengan tumbuhan nipah
tumbuh di hutan rawa. Hutan ini terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera,
Kalimantan, dan Papua. Spesies pohon rawa misalnya adalah nyatoh (Palaquium
leiocarpum), kempas (Koompassia spp), dan ramin (Gonystylus spp).
Hutan Rawa di Sumatera
d. Berdasarkan fungsinya, yaitu :
1. Hutan Wisata adalah hutan yang digunakan untuk rekreasi oleh masyarakat umum.
13. Hutan Wisata Punti Kayu di Palembang
2. Hutan Cadangan adalah hutan yang menyediakan berbagai plasma nutfah berupa
flora dan fauna yang merupakan kekayaan alam Indonesia untuk menjadi kelestarian
beberapa spesies yang tergolong langka agar habitatnya tetap tersedia di dunia.
3. Hutan Lindung adalah hutan yang difungsikan sebagai penjaga ketaraturan air
dalam tanah (fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak terjadi erosi serta untuk
mengatur iklim (fungsi klimatologis) sebagai penanggulang pencematan udara seperti
C02 (karbon dioksida) dan C0 (karbon monoksida). Hutan lindung sangat dilindungi
dari perusakan penebangan hutan membabibuta yang umumnya terdapat di sekitar
lereng dan bibir pantai.
Hutan Lindung di Sumatera
4. Hutan Produksi / Hutan Industri yaitu adalah hutan yang dapat dikelola untuk
menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat dikategorikan
menjadi dua golongan yakni hutan rimba dan hutan budidaya. Hutan rimba adalah
hutan yang alami sedangkan hutan budidaya adalah hutan yang sengaja dikelola
manusia yang biasanya terdiri dari satu jenis tanaman saja. Hutan rimba yang
diusahakan manusia harus menebang pohon denga sistem tebang pilih dengan
memilih pohon yang cukup umur dan ukuran saja agar yang masih kecil tidak ikut
rusak.
d. Berdasarkan pemanfaatan lahan
14. Luas hutan Indonesia terus menciut, sebagaimana diperlihatkan oleh tabel
berikut: Luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun Luas
(Hektar) 1950 162,0 juta 1992 118,7 juta 2003 110,0 juta 2005 93,92 juta
Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang
mencapai 93,92 juta hektar pada 2005 itu dapat dirinci pemanfaatannya sebagai
berikut:
1. Hutan tetap : 88,27 juta ha
2. Hutan konservasi : 15,37 juta ha
3. Hutan lindung : 22,10 juta ha
4. Hutan produksi terbatas : 18,18 juta ha
5. Hutan produksi tetap : 20,62 juta ha
6. Hutan produksi yang dapat dikonversi : 10,69 juta ha.
7. Areal Penggunaan Lain (non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.
Lahan hutan terluas ada di Papua (32,36 juta ha), diikuti berturut-turut oleh
Kalimantan (28,23 juta ha), Sumatera (14,65 juta ha), Sulawesi (8,87 juta ha),
Maluku dan Maluku Utara (4,02 juta ha), Jawa (3,09 juta ha), serta Bali dan Nusa
Tenggara (2,7 juta ha).
2.2. Ancaman Kerusakan Hutan
2.2.1. Kondisi Hutan Kita Saat Ini
Berdasarkan data tahun 1985, Indonesia bersama - sama dengan Brasil dan Zaire
mempunyai luas hutan tropis sebesar 53 % dari luas total hutan dunia. Indonesia
sendiri mempunyai 10 % yang merupakan kekayaan hutan tropika terbesar di asia dan
nomor tiga di dunia. ( Kantor Men. KLH, 1990 : 25-27 ).
Hutan Indonesia terancam semakin berkurang seiring dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah (PP) No 2 dan 3 tahun 2008. Peraturan ini mengatur tentang
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari penggunaan kawasan
hutan untuk kepentingan pembangunan diluar kegiatan kehutanan (Liem
dalam Wajah Hutan Indonesia). PP tersebut akan menjadi landasan hukum bagi
investor untuk membuka hutan-hutan produksi baru atau kegiatan budidaya hutan di
berbagai wilayah di Nusantara.
Keberadaan aspek legal yang mendukung aktivitas budidaya untuk kawasan
perhutanan menjadi bagian dari kondisi hutan kita saat ini. Bentuk peruntukan
kawasan hutan dengan alih fungsi lahan menjadi wilayah pertambangan (budidaya)
atau hutan produksi menyebabkan kerusakan hutan menjadi hal biasa dan terjadi
begitu saja.
Aktivitas seperti penambangan di Hutan dapat menyebabkan kerusakan
permanen. Aktivitas penambangan dapat menimbulkan dampak yang besar, tidak
hanya pada kawasan penambangan tapi juga wilayah disekitarnya, termasuk wilayah
hilir dan pesisir dimana limbah penambangan dialirkan. Tidak hanya itu, sisa-sisa
hasil penambangan dapat merusak ekosistem di dalam hutan dan merusak
keseimbangan alam. Selain penambangan, hutan kita saat ini juga dihiasi dengan
aktivitas illegal logging yang masih terus berlangsung disejumlah tempat di
15. Indonesia. Penangkapan ribuan log kayu di Kalimantan Barat dan di Riau baru-baru
ini makin memperjelas status kehutanan Indonesia yang lebih besar pasak dari pada
tiang.
Menurut data yang diperoleh dari WALHI, dalam periode 2000-2005, hutan
Indonesia telah hilang seluas 5,4 juta hektar. Deforestasi ini terjadi akibat
pembangunan ekonomi yang dilangsungkan tak lagi menempatkan pertimbangan
ekologis sebagai rujukan utama. Alih fungsi hutan lindung yang sedang berlangsung
di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau dan Banyuasin, Sumatera Selatan, adalah
ukuran paling mencolok. Selain itu, proses deforestasi terjadi besar-besaran di tujuh
pulau besar di Indonesia, terbesar di Pulau Sumatera dan Kalimantan.
Saat ini Indonesia adalah pemilik 126,8 juta hektar hutan. Hutan seluas ini
merupakan tempat tinggal dan pendukung kehidupan 46 juta penduduk lingkar hutan.
Namun, seiring dengan tingginya tingkat permintaan pasar pada industri pengolahan
kayu, laju pertumbuhan pengurangan hutan dapat menyebabkan hilangnya asset
bangsa dan dunia ini dalam waktu yang cepat (Berry dalam Tenggelamnya
Indonesiaku!).
Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia.
Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan
oleh Departemen Kehutanan, laju deforestasi di Indonesia mencapai 1,17 juta hektar
pertahun.
Bahkan jika menilik data yang dikeluarkan oleh State of the World’s Forests 2007
yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka
deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deforestasi
hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan „gelar
kehormatan‟ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di
dunia.
Dari total luas hutan di Indonesia yang mencapai 180 juta hektar, menurut
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan (Menteri Kehutanan sebelumnya menyebutkan
angka 135 juta hektar) sebanyak 21 persen atau setara dengan 26 juta hektar telah
dijarah total sehingga tidak memiliki tegakan pohon lagi. Artinya, 26 juta hektar
hutan di Indonesia telah musnah.
Selain itu, 25% lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami
deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan hutan).
Dari total luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta
hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih
terjaga dan berupa hutan primer.
Deforestasi dekat Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hutan Indonesia
memiliki 12% dari jumlah spesies binatang menyusui atau mamalia, pemilik 16%
spesies binatang reptil dan amphibi, 1.519 spesies burung dan 25% dari spesies ikan
dunia. Sebagian diantaranya adalah endemik atau hanya dapat ditemui di daerah
tersebut. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat
mengkhawatirkan. Hingga saat ini, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar
16. 72%. Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan
menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju
kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektare per tahun, sedangkan
pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektare per tahun. Ini menjadikan Indonesia
merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia. Di
Indonesia berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta
hektare hutan dan lahan rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektare berada dalam
kawasan hutan.
Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa
diperkirakan masih sekitar 9 juta hektare. Pada akhir tahun 1980-an, tutupan hutan
alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektare atau 7 persen dari luas total Pulau Jawa.
Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa oleh pohon tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak
tahun 1995 telah mengalami defisit air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap
tahunnya. Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah juga akan terganggu akibat
terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada
semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah
longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap
kondisi perekonomian masyarakat. Industri perkayuan di Indonesia memiliki
kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan kayu. Pengusaha kayu
melakukan penebangan tak terkendali dan merusak, pengusaha perkebunan membuka
perkebunan yang sangat luas, serta pengusaha pertambangan membuka kawasan-
kawasan hutan. Sementara itu rakyat digusur dan dipinggirkan dalam pengelolaan
hutan yang mengakibatkan rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan mereka. Dan
hal ini juga diperparah dengan kondisi pemerintahan yang korup, dimana hutan
dianggap sebagai sumber uang dan dapat dikuras habis untuk kepentingan pribadi dan
kelompok. Penebangan hutan di Indonesia yang tak terkendali telah dimulai sejak
akhirtahun 1960-an, yang dikenal dengan banjir-kap, dimana orang melakukan kayu
secara manual. Penebangan hutan skala besar dimulai pada tahun 1970. Dan
dilanjutkan dengan dikeluarkannya izin-izin pengusahaan hutan tanaman industri di
tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing). Selain itu, areal hutan juga
dialihkan fungsinya menjadi kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan
pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga
menjadi kawasan pengembangan perkotaan.
Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan
kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala
kecil. Di saat yang sama juga terjadi peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa
izin yang tak terkendali oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong)
yang dilindungi oleh aparat pemerintah dan keamanan.
2.2.2. Faktor penyebab deforestasi di Indonesia
Laju deforestasi hutan di Indonesia paling besar disumbang oleh kegiatan
industri, terutama industri kayu, yang telah menyalahgunakan HPH yang diberikan
sehingga mengarah pada pembalakan liar. Penebangan hutan di Indonesia mencapai
40 juta meter kubik setahun, sedangkan laju penebangan yang sustainable (lestari
17. berkelanjutan) sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Kehutanan menurut
World Bank adalah 22 juta kubik meter setahun.
Penyebab deforestasi terbesar kedua di Indonesia, disumbang oleh pengalihan
fungsi hutan (konversi hutan) menjadi perkebunan. Konversi hutan menjadi area
perkebunan (seperti kelapa sawit), telah merusak lebih dari 7 juta ha hutan sampai
akhir 1997. Deforestasi di Indonesia sebagian besar merupakan akibat dari suatu
sistem politik dan ekonomi yang korup, yang menganggap sumber daya alam,
khususnya hutan, sebagai sumber pendapatan yang bisa dieksploitasi untuk
kepentingan politik dan keuntungan pribadi. Pertumbuhan industri pengolahan kayu
dan perkebunan di Indonesia terbukti sangat menguntungkan selama bertahun-tahun,
dan keuntungannya digunakan oleh rejim Soeharto sebagai alat untuk memberikan
penghargaan dan mengontrol teman-teman, keluarga dan mitra potensialnya. Selama
lebih dari 30 tahun terakhir, negara ini secara dramatis meningkatkan produksi hasil
hutan dan hasil perkebunan yang ditanam di lahan yang sebelumnya berupa hutan.
Dewasa ini Indonesia adalah produsen utama kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis,
pulp dan kertas, disamping beberapa hasil perkebunan, misalnya kelapa sawit, karet
dan coklat Pertumbuhan ekonomi ini dicapai tanpa memperhatikan pengelolaan hutan
secara berkelanjutan atau hak-hak penduduk lokal.
Untuk saat ini, penyebab deforestasi hutan semakin kompleks. Kurangnya
penegakan hukum yang terjadi saat ini memperparah kerusakan hutan dan berdampak
langsung pada semakin berkurangnya habitat orangutan secara signifikan.
Penyebab deforestasi di Indonesia, yaitu :
1) Hak Penguasaan Hutan
Lebih dari setengah kawasan hutan Indonesia dialokasikan untuk produksi kayu
berdasarkan sistem tebang pilih. Banyak perusahaan HPH yang melanggar pola-pola
tradisional hak kepemilikan atau hak penggunaan lahan. Kurangnya pengawasan dan
akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan terhadap pengelolaan hutan sangat
lemah dan, lama kelamaan, banyak hutan produksi yang telah dieksploitasi secara
berlebihan. Menurut klasifikasi pemerintah, pada saat ini hampir 30 persen dari
konsesi HPH yang telah disurvei, masuk dalam kategori "sudah terdegradasi". Areal
konsesi HPH yang mengalami degradasi memudahkan penurunan kualitasnya
menjadi di bawah batas ambang produktivitas, yang memungkinkan para pengusaha
perkebunan untuk mengajukan permohonan izin konversi hutan. Jika permohonan ini
disetujui, maka hutan tersebut akan ditebang habis dan diubah menjadi hutan tanaman
industri atau perkebunan.
2) Hutan tanaman industri
Hutan tanaman industri telah dipromosikan secara besar-besaran dan diberi
subsidi sebagai suatu cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang
berkembang pesat di Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan terhadap hutan
alam. Hampir 9 juta ha lahan, sebagian besar adalah hutan alam, telah dialokasikan
untuk pembangunan hutan tanaman industri. Lahan ini kemungkinan telah ditebang
habis atau dalam waktu dekat akan ditebang habis. Namun hanya sekitar 2 juta ha
18. yang telah ditanami, sedangkan sisanya seluas 7 juta ha menjadi lahan terbuka yang
terlantar dan tidak produktif.
3) Perkebunan
Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit,
merupakan penyebab lain dari deforestasi. Hampir 7 juta ha hutan sudah disetujui
untuk dikonversi menjadi perkebunan sampai akhir tahun 1997 dan hutan ini hampir
dapat dipastikan telah ditebang habis. Tetapi lahan yang benar-benar dikonversi
menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 1985 hanya 2,6 juta ha, sementara
perkebunan baru untuk tanaman keras lainnya kemungkinan luasnya mencapai 1-1,5
juta ha. Sisanya seluas 3 juta ha lahan yang sebelumnya hutan sekarang dalam
keadaan terlantar. Banyak perusahaan yang sama, yang mengoperasikan konsesi
HPH, juga memiliki perkebunan. Dan hubungan yang korup berkembang, dimana
para pengusaha mengajukan permohonan izin membangun perkebunan, menebang
habis hutan dan menggunakan kayu yang dihasilkan utamanya untuk pembuatan
pulp, kemudian pindah lagi, sementara lahan yang sudah dibuka ditelantarkan.
4) llegal logging
Illegal logging adalah merupakan praktek langsung pada penebangan pohon di
kawasan hutan negara secara illegal. Dilihat dari jenis kegiatannya, ruang lingkup
illegal logging terdiri dari :
Rencana penebangan, meliputi semua atau sebagian kegiatan dari pembukaan akses
ke dalam hutan negara, membawa alat-alat sarana dan prasarana untuk melakukan
penebangan pohon dengan tujuan eksploitasi kayu secara illegal.
Penebangan pohon dalam makna sesunguhnya untuk tujuan eksploitasi kayu secara
illegal. Produksi kayu yang berasal dari konsesi HPH, hutan tanaman industri dan
konversi hutan secara keseluruhan menyediakan kurang dari setengah bahan baku
19. kayu yang diperlukan oleh industri pengolahan kayu di Indonesia. Kayu yang diimpor
relatif kecil, dan kekurangannya dipenuhi dari pembalaka ilegal. Pencurian kayu
dalam skala yang sangat besar dan yang terorganisasi sekarang merajalela di
Indonesia; setiap tahun antara 50-70 persen pasokan kayu untuk industri hasil hutan
ditebang secara ilegal. Luas total hutan yang hilang karena pembalakan ilegal tidak
diketahui, tetapi seorang mantan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, Departemen
Kehutanan, Titus Sarijanto, baru-baru ini menyatakan bahwa pencurian kayu dan
pembalakan ilegal telah menghancurkan sekitar 10 juta ha hutan Indonesia.
5) Konversi Lahan
Koversi hutan menjadi lahan pertanian di Agrabinta,Cianjur
Peran pertanian tradisional skala kecil, dibandingkan dengan penyebab
deforestasi yang lainnya, merupakan subyek kontroversi yang besar. Tidak ada
perkiraan akurat yang tersedia mengenai luas hutan yang dibuka oleh para petani
skala kecil sejak tahun 1985, tetapi suatu perkiraan yang dapat dipercaya pada tahun
1990 menyatakan bahwa para peladang berpindah mungkin bertanggung jawab atas
sekitar 20 persen hilangnya hutan. Data ini dapat diterjemahkan sebagai pembukaan
lahan sekitar 4 juta ha antara tahun 1985 sampai 1997.
6) Program Transmigrasi
20. Transmigrasi yang berlangsung dari tahun 1960-an sampai 1999, yaitu
memindahkan penduduk dari Pulau Jawa yang berpenduduk padat ke pulau-pulau
lainnya. Program ini diperkirakan oleh Departemen Kehutanan membuka lahan hutan
hampir 2 juta ha selama keseluruhan periode tersebut. Di samping itu, para petani
kecil dan para penanam modal skala kecil yang oportunis juga ikut andil sebagai
penyebab deforestasi karena mereka membangun lahan tanaman perkebunan,
khususnya kelapa sawit dan coklat, di hutan yang dibuka dengan operasi pembalakan
dan perkebunan yang skalanya lebih besar. Belakangan ini, transmigrasi "spontan"
meningkat, karena penduduk pindah ke tempat yang baru untuk mencari peluang
ekonomi yang lebih besar, atau untuk menghindari gangguan sosial dan kekerasan
etnis. Estimasi yang dapat dipercaya mengenai luas lahan hutan yang dibuka oleh
para migran dalam skala nasional belum pernah dibuat.
7) Kebakaran Hutan
Kebakaran Hutan di Kalimantan Tengah
Pembakaran secara sengaja oleh pemilik perkebunan skala besar untuk membuka
lahan, dan oleh masyarakat lokal untuk memprotes perkebunan atau kegiatan operasi
HPH mengakibatkan kebakaran besar yang tidak terkendali, yang luas dan
intensitasnyan belum pernah terjadi sebelumnya. Lebih dari 5 juta ha hutan terbakar
pada tahun 1994 dan 4,6 juta ha hutan lainnya terbakar pada tahun 1997-98. Sebagian
dari lahan ini tumbuh kembali menjadi semak belukar, sebagian digunakan oleh para
petani skala kecil, tetapi sedikit sekali usaha sistematis yang dilakukan untuk
memulihkan tutupan hutan atau mengembangkan pertanian yang produktif.
Pada kondisi alami, lahan gambut tidak mudah terbakar karena sifatnya yang
menyerupai spons, yakni menyerap dan menahan air secara maksimal sehingga pada
musim hujan dan musim kemarau tidak ada perbedaan kondisi yang ekstrim. Namun,
apabila kondisi lahan gambut tersebut sudah mulai tergangggu akibatnya adanya
konversi lahan atau pembuatan kanal, maka keseimbangan ekologisnya akan
21. terganggu. Pada musim kemarau, lahan gambut akan sangat kering sampai kedalaman
tertentu dan mudah terbakar. Gambut mengandung bahan bakar (sisa tumbuhan)
sampai di bawah permukaan, sehingga api di lahan gambut menjalar di bawah
permukaan tanah secara lambat dan dan sulit dideteksi, dan menimbulkan asap tebal.
Api di lahan gambut sulit dipadamkan sehingga bisa berlangsung lama (berbulan-
bulan). Dan baru bisa mati total setelah adanya hujan yang intensif.
Selain penyebab di atas kerusakan hutan di Indonesia juga disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu:
a) Kepentingan Ekonomi
Dalam mengelola hutan kepentingan ekonomi kelihatannya masih lebih dominan
daripada memikirkan kepentingan kelestarian ekologi. Akibatnya agenda yang
berdimensi jangka panjang yaitu kelestarian ekologi menjadi terabaikan. Proses ini
berjalan linear dengan akselerasi perekonomian global dan pasar bebas. Pasar bebas
pada umumnya mendorong setiap negara mencari komposisi sumberdaya yang paling
optimal dan suatu spesialisasi produk ekspor. Negara yang kapabilitas teknologinya
rendah seperti Indonesia cenderung akan membasiskan industrinya pada bidang yang
padat yaitu sumber daya alam. Hal ini ditambah dengan adanya pemahaman bahwa
mengexploitasi sumber daya alam termasuk hutan adalah cara yang paling mudah dan
murah untuk mendapatkan devisa ekspor. Industrialisasi di Indonesia yang belum
mencapai taraf kematangan juga telah membuat tidak mungkin ditinggalkannya
industri padat seperti itu. Kemudian beban hutang luar negeri yang berat juga telah
ikut membuat Indonesia terpaksa mengexploitasi sumber daya alamnya dengan
berlebihan untuk dapat membayar hutang negara. Inilah yang membuat ekspor non-
migas Indonesia masih didominasi dan bertumpu pada produk-produk yang padat
seperti hasil-hasil sumber daya alam. Ekspor kayu, bahan tambang dan eksplorasi
hasil hutan lainnya terjadi dalam kerangka seperti ini. Ironisnya kegiatan-kegiatan ini
sering dilakukan dengan cara yang exploitative dan disertai oleh aktivitas-aktivitas
illegal yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar atau kecil bahkan
masyarakat yang akhirnya memperparah dan mempercepat terjadinya kerusakan
hutan.
b) Penegakan Hukum yang Lemah
Menteri Kehutanan Republik Indonesia M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan bahwa
lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah turut memperparah kerusakan hutan
Indonesia. Menurut Kaban penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di
lapangan saja. Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk
mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan
bukan orang yang paling bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan
paling bertanggungjawab sering belum disentuh hukum. Mereka biasanya
mempunyai modal yang besar dan memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan
seperti ini sering juga melibatkan aparat pemerintahan yang berwenang dan
seharusnya menjadi benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian hutan seperti
polisi kehutanan dan dinas kehutanan. Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya
koordinasi yang maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan
22. sehingga banyak kasus yang tidak dapat diungkap dan penegakan hukum menjadi
sangat lemah.
c) Mentalitas Manusia.
Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki otonomi
untuk menyusun blue print dalam perencanaan dan pengelolaan hutan, baik untuk
kepentingan generasi sekarang maupun untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena manusia sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih
sempurna dari yang lainnya. Pemikiran antrhroposentris seperti ini menjadikan
manusia sebagai pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi
kepada manusia untuk “menguasai” hutan. Karena manusia memposisikan dirinya
sebagai pihak yang dominan, maka keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun
sering lebih banyak di dominasi untuk kepentingan manusia dan sering hanya
memikirkan kepentingan sekarang daripada masa yang akan datang. Akhirnya
hutanpun dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat dimanfaatkan
dengan sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan dengan
berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian. Kalangan
pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan perkebunan atau penambangan dengan
alasan untuk pembangunan serta menampung tenaga kerja yang akan mengurangi
jumlah pengangguran. Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang
exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi
pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak
serius untuk menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di
dalamnya.
2.3. Dampak Kerusakan Hutan
Dampak dari Deforestasi hutan (kerusakan hutan) secara langsung adalah :
memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan alam di
Indonesia. Kegiatan penebangan yang mengesampingkan konversi hutan
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang pada akhirnya meningkatkan
peristiwa bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir, terjadinya longsor tanah di
beberapa daerah di Indonesia karena berkurang daya tahan terhadap air hujan karena
berkurangnya pondasi yang memperkuat sruktur tanah berupa pohon dan humus,
terjadinya banjir dibeberapa daerah sebagai akibat berkurangnya kemampuan tanah
dalam melakukan penyerapan terhadap air, dan sebagainya. Selain itu, meningkatnya
panas bumi akibat kurangnya jumlah O2 yang tersedia di alam digantikan oleh asap
dan kabut tebal pada pagi hari. Dampak buruk lain akibat kerusakan hutan adalah
terancamnya kelestarian satwa dan flora di Indonesia utamanya flora dan fauna
endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin terancam kepunahan akibat deforestasi
hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus),
owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus
bartelsi), merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera (Elephant
maximus sumatranus).
23. Dampak yang tidak langsung yang dirasakan oleh umat manusia adalah adanya
kanker kulit sebagai akibat dari mengurangnya kemampuan atmosfer dalam
melakukan perlindungan terhadap unsur sinar matahari yang berbahaya,
meningkatnya permukaan air laut yang mengakibatkan tenggelamnya beberapa pulau
kecil yang berada di beberapa daerah di wilayah bumi, dan sebagainya. Jadi bisa kita
lihat dampak kerusakan hutan tidak hanya akan dialami oleh bangsa Indonesia saja
tetapi juga oleh umat manusia di seluruh dunia.
Kebakaran hutan yang cukup besar seperti yang terjadi pada tahun 1997/98
menimbulkan dampak yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu
dan hewan. Dampak negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil
pembakaran yang telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan
kabut juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca.
Asap tebal dari kebakaran hutan berdampak negatif karena dapat mengganggu
kesehatan masyarakat terutama gangguan saluran pernapasan. Selain itu asap tebal
juga mengganggu transportasi khususnya tranportasi udara disamping transportasi
darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak
kasus penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sementara pada transportasi
darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang
menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda.
Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau
pembatalan penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air memang
tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar
membebani masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia
berupa asap tersebut telah melintasi batas negara terutama Singapura, Brunai
Darussalam, Malaysia dan Thailand.
Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya
margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur
tanahnya mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan
terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu
setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai
daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit
diperhitungkan.
Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal,
pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan
informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran
sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara tepat.
Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan diatas dapat
disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi
masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke negara tetangga.
Sejak kebakaran hutan yang cukup besar yang terjadi pada tahun 1982/83 yang
kemudian diikuti rentetan kebakaran hutan beberapa tahun berikutnya dan juga
penebangan liar yang terjadi di indonesia ini sebenarnya telah dilaksanakan beberapa
langkah, baik bersifat antisipatif (pencegahan) maupun penanggulangannya.
24. Bencana yang dapat ditimbulkan jika terjadi perusakan hutan, antara lain:
1. Longsor
Longsor di Pasir Jambu Ciwidey, Bandung
Tanah longsor sering terjadi di Indonesia, diakibatkan penggundulan hutan
bertahun-tahun. Longsor dipengaruhi oleh keberadaan hutan sangat signifikan.
Artinya keberadaan hutan sangat penting dalam mencegah longsor. Pengaruh hutan
dalam mudah-tidaknya terjadi longsor ada dua hal. Pertama, melalui penguapan air
oleh hutan. Fakta membuktikan bahwa tanah longsor terjadi pada tanah miring dan
hujan, karena terjadi akumulasi air di dalam tanah sehingga daya beratnya bertambah.
Dalam hal ini hutan berpengaruh mengurangi kelembaban tanah melalui penguapan.
Kedua, perakarannya mampu menahan tanah pada tempatnya. Ketika tanaman hutan
diganti dengan tanaman pertanian, maka tanah di daerah tersebut menjadi rentan
terhadap longsor. Bencana Tanah longsor terjadi disebabkan tak ada lagi unsur yang
menahan lapisan tanah pada tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan.
2. Banjir dan kekeringan
Kalau sudah tanah gundul, hutan tidak lagi menyerap air, tidak ada pengikat air
pada tanah, apalagi kalau tidak terjadi bencana banjir? Air hujan yang turun akan
langsung mengalir menuju anak sungai sambil membawa kikisan tanah sehingga bisa
mengakibatkan pendangkalan sungai. Banjir akan datang tanpa diundang..
25. Banjir di Tanggamus, Lampung
Demikian sebaliknya karena tidak adanya penyerapan sehingga tidak ada
tampungan air, begitu kemarau datang yang terjadi sumber mata air mati, hulu sungai
kering, pada akhirnya terjadilah kekeringan. Jika Penggundulan Hutan dibiarkan terus
berlangsung, Longsor dan banjir akan datang silih berganti, bukan mustahil akhirnya
lingkungan berubah menjadi padang tandus, pada akhirnya kekeringan tak dapat di
elakan. Kekeringan akan terjadi sebab pasokan air hujan ke dalam tanah (water
saving) rendah dan cadangan air di musim kemarau berkurang ini yang
menyebabkan terjadi kekeringan berkepanjangan dan hilangnya mata air.
Penggundulan hutan semena-mena mengubah fungsi hutan yang seharusnya
menyerap air dan memberikan cadangan air ketika musim kemarau tiba, justru
ditebangi dan dijual kayunya. Akibatnya di musim kemarau akan terjadi kekeringan
atau kekurangan air. Siapa yang menanggung akibatnya? Jelas masyarakat sekitar
yang menanggung akibatnya dan Negara yang dirugikan.
Kekeringan di Kabupaten Banyuwangi
BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
KERUSAKAN HUTAN
3.1. Pencegahan Kerusakan Hutan
Metode Jeda Penebangan Hutan (Moratorium Logging) Sebagai Langkah Awal
Bersama
Berangkat dari kompleksnya faktor penyebab kerusakan hutan di Indonesia
dibutuhkan solusi yang cepat dan tepat, untuk menyatukan visi dan misi seluruh
stakeholders dalam menjaga eksistensi hutan di Negara ini. Jeda Penebangan Hutan
atau Moratorium Logging adalah suatu metode pembekuan atau penghentian
sementara seluruh aktifitas penebangan kayu skala besar (skala industri) untuk
sementara waktu tertentu sampai sebuah kondisi yang diinginkan tercapai. Lama atau
masa diberlakukannya moratorium biasanya ditentukan oleh berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai kondisi tersebut (Hardiman dalam Hutan Hancur,
Moratorium Manjur).
26. Sebagai langkah awal dalam pencegahan kerusakan hutan nasional, metode ini
dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak. Bentuknya dapat berupa reformasi hutan
yang dilaksanakan oleh semua pihak sebgai bentuk partisipasi pemerintah, privat, dan
masyarakat dalam melindungi hutan dari kerusakan.
Moratorium Logging dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, berikut
adalah gambaran manfaat yang dapat diterima oleh stakeholder bila jeda penebangan
hutan dilaksanakan saat ini:
Pemerintah mendapatkan manfaat berupa jangka waktu dalam melakukan
restrukturisasi dan renasionalisasi industri olahan kayu nasional, mengkoreksi over
kapasitas yang dihasilkan oleh indsutri kayu, serta mengatur hak-hak pemberdayaan
sumber daya hutan, dan melakukan pengawasan illegal logging bersama sector
private dan masyarakat.
Private/investor mendapatkan keuntungan dengan meningkatnya harga kayu di
pasaran, sumber daya (kayu) kembali terjamin keberadaannya, serta meningkatkan
efisiensi pemakaian bahan kayu dan membangun hutan-hutan tanamannya sendiri.
Masyarakat mendapatkan keuntungan dengan kembali hijaunya hutan disekeliling
lingkungan tinggal mereka, serta dapat terhindar dari potensi bencana akibat
kerusakan hutan.
Selain dari keuntungan bagi stakeholders terkait jeda penebangan hutan juga
bermanfaat dari segi ekologi, proses pembekuan sementara ini dapat menahan laju
kerusakan hutan di Indonesia, serta dapat meningkatkan kapasitas oksigen di udara
untuk mengurangi dampak dari pemanasan global.
Langkah Penerapan Moratorium Logging
Perlu diketahui bahwa jeda pembalakan kayu (Moratorium Logging) adalah
langkah awal yang dapat diterapkan sejak saat ini untuk menanggulangi kerusakan
hutan nasional. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam menerapkan
metode ini dengan cepat adalah sebagai berikut (diadaptasi dari Liem dalam Jeda
Penebangan Hutan):
1. Penghentian pengeluaran ijin baru
Sebagai kebijakan awal yang dapat dilakukan adalah dengan penghentian
pengeluaran ijin-ijin HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Hal ini diharapkan dapat
menjadi upaya pencegahan awal, dengan ditutupnya „keran‟ ijin-ijin baru dapat
mengurangi risiko bertambahnya areal hutan yang rusak, selain itu juga dapat
dijadikan metode evaluasi terhadap HPH yang ada sebelumnya dalam mengelola
kawasan hutan produksi.
2. Penyelamatan hutan-hutan yang peling terancam kelestariannya
Penebangan hutan untuk industri (industrial logging) yang tidak terkontrol selama
puluhan tahun telah menyebabkan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan tropis
dalam skala masif. Kecepatan penyusutan hutan alam antara tahun 1984 dan 1998
adalah sebesar 1,6 juta hektar per tahun, dan saat ini telah melampaui 2,4 juta hektar
per tahun, salah satu angka kerusakan hutan tertinggi di dunia (Hardiman dalam
27. Hutan Hancur, Moratorium Manjur). Di antara hutan-hutan tersebut terdapat hutan
yang benar-benar terancam kelestariannya, diantaranya hutan di Kalimantan dan
Sumatera yang mencapai 1.345, 5 Ha per tahun tingkat deforestasinya. Oleh karena
itu, dalam metode ini diperlukan langkah yang tegas dalam penyelamatan hutan-hutan
yang sangat terancam, baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum.
3. Penyelesaian konflik soial dalam pengelolaan hutan
Proses penghentian sementara memberikan kesempatan bagi pemerintah, swasta,
dan masyarakat yang berada di wilayah-wilayah konflik, untuk duduk bersama dan
membicarakan solusi dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan yang bermasalah.
Konflik sosial yang berkepanjangan akan dapat mudah diselesaikan ketika pihak-
pihak yang terlibat berada dalam kondisi yang sama dan menghadapi persoalan yang
sama (one goal) dalam hal ini krisis kerusakan hutan.
4. Regulasi Larangan sementara penebangan hutan di seluruh Indonesia
Langkah terakhir yang dapat ditempuh oleh permintah adalah penghentian seluruh
penebangan kayu di hutan alam untuk jangka waktu yang ditentukan di seluruh
Indonesia. Pada masa ini, penebangan kayu hanya diijinkan di hutan-hutan tanaman
atau hutan yang dikelola berbasiskan masyarakat local. Selama moratorium
dijalankan, industri-industri kayu tetap dapat jalan dengan cara mengimpor bahan
baku kayu. Dengan jangka waktu yang ditentukan, ketika hutan-hutan nasional
kembali pulih indsutri tersebut dapat kembali melakukan pengelolaan hutan dengan
pengawasan dan metode yang berkelanjutan.
5. Melibatkan masyarakat dalam proses evaluasi
Sudah saatnya bottom up planning atau perencanaan pembangunan yang dimulai
dari penjajakan pendapat dari masyarakat dilakukan. Dalam proses ini evaluasi
tentang kondisi hutan nasional dapat menghasilkan suatu upaya yang komprehensif
dalam mencegah kehancuran hutan. Masyarakat adalah sosok yang berada di dalam
siklus pengelolaan hutan dan sudah selayaknya pemerintah memberikan ruang yang
lebih banyak dalam mendengarkan apresiasi masyarakat.
Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang mampu menyediakan bahan-
bahan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan
pendapatan keluarga. Sebaliknya masyarakat mengupayakan pengelolaan hutan agar
dapat menjamin kesinambungan pemanfaatannya, bagi masyarakat hutan dan segala
isinya bukan sekedar komoditi melainkan sebagai bagian dari sistim kehidupan
mereka. Oleh karena itu pemanfaatannya tidak didasari pada kegiatan eksploitatif
tetapi lebih dilandasi pada usaha-usaha untuk memelihara keseimbangan dan
keberlanjutan sumberdaya hutan dengan melibatkan peran serta masyarakat umum
dalam pemanfaatannya, maka proses partisipasi masyarakat dalam menjaga
kelestarian hutan juga akan tumbuh dengan sendirinya.
3. Pencegahan dan Peringanan
Pencegahan di sini dimaksud kegiatan penyuluhan / penerangan kepada
masyarakat lokal akan penting menjaga fungsi dan manfaat hutan agar dapat
membantu dalam menjaga kelestarian hutan dan penegakan hukum yang tegas oleh
aparat penegak hukum, POLRI yang dibantu oleh POL HUT dalam melaksanakan
28. penyelidikan terhadap para oknum pemerintahan daerah atau desa yang
menyalahgunakan wewenang untuk memperdagangkan kayu pada hutan lindung serta
menangkap dan melakukan penyidikan secara tuntas terhadap para cukong - cukong
kayu yang merugikan negara trilyunan rupiah setiap tahunnya. Peringanan yang
dimaksud di sini adalah pemerintah harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan
peraturan tersebut di dalam masyarakat. Bila ditemukan hal - hal yang tidak cocok
bagi masyarakat sebaiknya pemerintah mengadakan revisi terhadap undang - undang
tersebut sepanjang tujuan awal pembuatan undang - undang itu tidak dilanggar.
Di mulai Dari Sekarang
Kesempatan tidak pernah datang dua kali, proses penyelamatan dan pencegahan
kerusakan hutan nasional harus dimulai dari sekarang. Sebuah usaha besar yang akan
menghabiskan banyak tenaga dan materi, untuk menerapkan sebuah metode
pencegahan diperlukan kepedulian dan kesadaran dari semua pihak pada kondisi
hutan kita saat ini.
Alih fungsi lahan, illegal logging, pembakaran hutan untuk membuka lahan, dan
sederet sikap pengrusakan hutan yang sudah dilakukan merupakan sebuah kesalahan
besar. Butuh waktu dan proses untuk menyadarkan semua pihak akan pentingnya
penyelenggaraan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Sudah saatnya kebijakan
yang diambil pemerintah tidak hanya berlandaskan profit atau laba, tapi juga ekologi,
pemberdayaan masyarakat dan perencanaan yang berkelanjutan.
Metode dan strategi Moratorium Logging tidak akan pernah bisa dijalankan
apabila paradigma di negara ini masih berorientasi pada permintaan pasar, dimulai
dari ketegasan pemerintah dalam melindungi aset negara, partisipasi sektor privat
dalam menjaga lahan produksinya agar tetap dapat melakukan aktivitas produksi,
serta kepedulian masyarakat dalam memonitoring kelangsungan proses penghijauan
kembali hutan nasional, dan menjaga hutan dari kerusakan pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab. Oleh karena itu, semua pihak mari kita mulai dari sekarang
mengevaluasi diri kita sudahkah kita melestarikan dan menjaga hutan kita agar tetap
utuh demi masa depan bangsa dan negara.
Upaya untuk mencegah potensi-potensi kerusakan hutan
a) Melakukan pembinaan dan penyuluhan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan, sekaligus berupaya untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi hutan.
b) Melengkapi perangkat lunak berupa pedoman dan petunjuk teknis pencegahan dan
penanggulangan kebakaran hutan;
c) Melengkapi perangkat keras berupa peralatan pencegah dan pemadam kebakaran
hutan.
d) Melakukan pelatihan pengendalian kebakaran hutan bagi aparat pemerintah, tenaga
BUMN dan perusahaan kehutanan serta masyarakat sekitar hutan.
e) Kampanye dan penyuluhan melalui berbagai Apel Siaga pengendalian kebakaran
hutan.
29. f) Pemberian pembekalan kepada pengusaha (HPH, HTI, perkebunan dan
Transmigrasi), Kanwil Dephut, dan jajaran Pemda oleh Menteri Kehutanan dan
Menteri Negara Lingkungan Hidup.
g) Dalam setiap persetujuan pelepasan kawasan hutan bagi pembangunan non
kehutanan, selalu disyaratkan pembukaan hutan tanpa bakar.
h) Penebangan kayu di hutan dilaksanakan dengan terencana dengan sistem tebang
pilih. Artinya, pohon yang ditebang adalah pohon yang sudah tua dengan ukuran
tertentu yang telah ditentukan, dengan cara penebangan sedemikian rupa sehingga
tidak merusak pohon-pohon muda di sekitarnya.
i) Diberikan sanksi barang siapa yang mengambil hasil hutan dengan sengaja.
j) Hutan kita yang belum ada penjaga hutan harus diadakannya penjagaan agar tidak
terjadi pencurian.
3.2. Penanggulangan Kerusakan Hutan
1) Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik
di jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaan-
perusahaan.
2) Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat melalui
PUSDALKARHUTNAS dan di tingkat daerah melalui PUSDALKARHUTDA Tk I
dan SATLAK kebakaran hutan dan lahan.
3) Melakukan reboisasi atau penanaman kembali hutan yang telah rusak.
4) Memberikan sanksi atau hukuman yang berat bagi mereka yang melakukan
penebangan liar.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Sebagai penutup tulisan ini dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil
hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan
tanah, dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh
Undang-undang dan peraturan pemerintah.
2. Kebakaran dan penebangan liar merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap
sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran dan
penebangan hutan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat
luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan pengendalian
yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil yang optimal. Oleh karena
30. itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan
masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.
3. Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang penyuluhan
kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab
kebakaran hutan, peningkatan kemampuan aparatur pemerintah terutama dari
Departemen Kehutanan, peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi
kebakaran hutan, dan penebangan liar ,pembenahan bidang hukum dan penerapan
sangsi secara tegas
4. Akibat penebangan hutan, 2100 mata air mengering dan akibat dari penebangan juga
mengakibatkan kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat.
4.2. Saran
Bagi para pembaca makalah ini dan juga semua orang bahwa hutan merupakan
sumber kehidupan bagi manusia apabila hutan sudah tidak ada lagi maka kehidupan
manusia akan berubah dan kemiskinan akan terjadi. Maka dari itu menjaga
kelestarian hutan jangan lah dianggap mudah.
Dan bagi para pecinta alam ,teruskanlah usaha penjagaan itu dengan sebaik-
baiknya dan juga tingkatkan kewaspadaan terhadap orang-orang yang mau
merusaknya, cegah agar tidak terjadi kerusakan dihutan kita ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan [30/11/2010:19.00]
http://syadiashare.com/jenis-dan-fungsi-hutan.html [30/11/2010:19.10]
http://alamendah.wordpress.com/2010/03/09/kerusakan-hutan-deforestasi-di-indonesia
[30/11/2010:19.35]
http://id.wikipedia.org/wiki/Deforestasi [01/12/2010:20.00]
31. http://forumteologi.com/blog/2007/05/27/kerusakan-hutan-di-indonesia [01/12/2010:20:15]
http://cahayahari.multiply.com/reviews/item/3 [01/12/2010:20.30]
http://sixooninele.blogspot.com/2010/05/indonesia-alami-kerusakan-hutan-18-juta.html
[02/12/2010:15.30]
http://rivafauziah.wordpress.com/2010/03/14/dampak-penggundulan-hutan
[10/12/2010:19.20]
http://www.anneahira.com/penyebab-kerusakan-hutan.htm [10/12/2010:19.20]
Sumber Gambar :
Hutan Hujan Tropis di Bukit Barisan Sumatera :
http://www.wargahijau.org/index.php?option=com_content&view=article&id=51:tipe-
hutan-di-indonesia&catid=10:green-economics&Itemid=15 [10/12/2010:20.00]
Hutan Gambut di Kalimantan Tengah:
http://www.kabarindonesia.com/foto.php?jd=LOMBA+FOTO+YPHL&pil=20081030065
049 [10/12/2010:20.05]
Hutan Pantai Nglinyep di Malang:
http://www.malangkab.go.id/potensi.php?kode=25&idmenu=01 [10/12/2010:20.06]
Hutan Mangrove di Cirebon:
http://sinauseni.wordpress.com/2010/02/25/hutan-bakau-di-pesisir-cirebon-2/
[10/12/2010:20.10]
Hutan Rawa di Taman Nasional Berbak Sumatra:
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_berbak.htm
[10/12/2010:20.10]
Hutan Lindung di Sulawesi:
http://www.kabarindonesia.com/foto.php?jd=Lomba+Foto+YPHL:+Hutan+Lestari+Alam
+tetap+Asri.&pil=20081030041056 [10/12/2010:20.12]
Hutan Wisata di Palembang:
http://www.travel2leisure.com/wisata-2/wisata-indonesia/taman-hutan-wisata-punti-kayu-
palembang-indonesia.html [10/12/2010:20.15]
Illegal logging di Riau:
http://empimuslion.wordpress.com/2008/04/28/illegal-logging-riau/
[10/12/2010:20.15]
32. Hasil Illegal logging
http://iseng91.blogspot.com/2009_08_01_archive.html [10/12/2010:20.16]
Illegal Logging
http://equal-life.blogspot.com/2009/09/timber-legality-verification-system.html
[10/12/2010:20.17]
Kebakaran Hutan di Kalimantan Tengah:
http://betang.com/artikel/berita/kalteng-jadi-neraka-baru.html [10/12/2010:20.20]
Longsor di Pasir Jambu Ciwidey Bandung:
http://arulalmy.wordpress.com/2010/02/27/bencana-longsor-dan-banjir-di-indonesia/
[10/12/2010:20.25]
Banjir di lampung hutan gundul
http://sosbud.kompasiana.com/2009/11/26/menyusuri-hulu-banjir-dan-longsor/
[10/12/2010:20.25]
Konversi hutan menjadi lahan pertanian kecamatan agrabinta cianjur:
http://slhd.cianjurkab.go.id/index.php?nav=i_foto [10/12/2010:20.30]