1. Laboratorium Farmasetika
Jurusan Farmasi FIKES
UIN Alauddin Makassar
“STABILITAS OBAT”
OLEH:
OLEH:
KELOMPOK I (SATU)
GELOMBANG I (SATU)
ABULKHAIR ABDULLAH (70100111001)
AGUS SALIM (70100111003)
AHMAD ZAKIR (70100111004)
AZWAR NASHIR AS (70100111017)
FADLI DZULHIDAYAT (70100111024)
Asisten Pembimbing
HERIANA
GOWA
2013
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stabilitas obat merupakan kemampuan suatu sediaan berada dalam
batas spesifikasi yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan
penggunaan untuk menjamin identitas, kualitas, kekuatan, dan kemurnian
produk tersebut.
Sediaan obat dan kesmetika yang stabil merupakan sediaan yang
masih berada pada batas yang dapat diterima selama periode penyimpanan
dan penggunaan dimana sifat dan karakteristiknya sama dengan yang
dimilikinya saat dibuat.
Sebagai seorang farmasis, perlu dipelajari dan diketahui tentang
pengujian stabilitas serta hal-hal atau faktor-faktor yang mempengaruhi
kestabilan suatu obat sehingga dalam formulasi dapat diformulasikan suatu
obat yang benar-benar baik terkhusus kstabilannya. Karena obat tidak
selamanya stabil, adakalanya obat akan mengalami kerusakan sebelum
dikonsumsi, tergantung dari sediaan farmasinya seperti sifat kimia obat dan
faktor-faktor lingkungan seperti sifat kimia obat dan faktor-faktor lingkungan
seperti suhu, kelembapan, dan lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukanlah praktikum farmasi
fisika dengan percobaan stabilitas obat.
B. Maksud dan Tujuan
1.
Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penentuan kestabilan suatu obat
pada suhu dan pH tertentu.
2.
Tujuan Percobaan
a.
Menentukan konstanta kestabilan obat dari amoxicilin pada suhu
40 °C, 50 °C, dan 60 °C serta pada pH 4, 5, dan 6.
b.
Menentukan waktu paruh obat dari amoxicilin pada suhu suhu 40 °C,
50 °C, dan 60 °C serta pada pH 4, 5, dan 6.
c.
Menentukan suhu dan pH yang paling stabil dari amoksisilin.
3. C. Prinsip Percobaan
Penentuan stabilitas dari amoksisilin pada berbagai pH dan suhu
berdasarkan nilai konstanta kecepatan reaksi (k) dan waktu paruh yang
diperoleh dari grafik hubungannya antara waktu dan konsentrasi dimana
konsentrasi amoksisilin ditetapkan dengan metode iodometri menggunakan
titran Na2S2O3 0,1 N ditandai perubahan warna dari biru menjadi bening.
4. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Stabilitas obat adalah kemampuan obat atau produk untuk
mempertahankan sifat dan katakteristiknya agar sama dengan yang
dimilikinya pada saat dibuat atau diproduksi. Identitas, kekuatan, kualitas,
dan kemurnian dalam
batasan
yang ditetapkan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan (Joshita, 2008 : 4).
Stabilitas sediaan farmasi tergantung pada profil sifat fisika dan kimia
pada sediaan yang dibuat (termasuk eksipien dan sistem kemasan yang
digunakan untuk formulasi sediaan) dan fraksi lingkungan seperti suhu,
kelembapan, dan cahaya (Joshita, 2008 : 5).
Beberapa jenis perubahan stabilitas obat atau produk farmasi yang
diperlakukan untuk dipertimbangkan adalah perubahan fisika, kimia, dan
mikrobiologi. Stabilitas fisika meliputi penampilan, konsistensi, warna,
aroma, rasa, kekerasan, kerapuhan, kelarutan, pengendapan, perubahan berat,
adanya uap, bentuk, dan ukuran partikel (Jenkins, 1957 : 73).
Stabilitas kimia meliputi degradasi formulasi obat, kehilangan potensi
(bahan aktif), kehilangan bahan-bahan tambahan (pengawet, antioksidan, dan
lainnya). Stabilitas mikrobiologi meliputi perkembangbiakan mikroorganisme
pada sediaan non steril, sterilisasi, dan perubahan fektivitas pengawet
(Jenkins, 1957 : 73).
Adapun efek-efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan
produk farmasi yaitu hilangnya zat aktif, naiknya konsentrasi zat aktif, bahan
obat berubah, hilangnya keseragaman kandungan, menurunnya status
mikrobiologi, hilangnya kekedapan kemasan, modifikasi faktor hubungan
fungsional, serta faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan, dan cahaya
(Joshita, 2008 : 8).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara
lain: panas, cahaya, kelembapan, oksigen, pH mikroorganisme, dan bahanbahan tumbuhan yang dipergunakan dalam formula sediaan obat. Sebagai
5. contoh, senyawa-senyawa ester merupakan zat yang mudah terhidrolisis
dengan adanya lembab sedangkan vitamin C sangat mudah sekali mengalami
oksidasi. Pada umumnya, penentuan kestabilan suatu obat zat padat dapat
dilakukan melalui perhitungan kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan
waktu lama sehingga cukup praktis digunakan dalam bidang farmasi (Tim
Dosen, 2009 : 77).
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu
sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah besar dan memerlukan waktu yang
lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan. Obat yang disimpan
dalam jangka waktu lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan
dosis yang diterima pasien berkurang. Adanya hasil uraian zat tersebut
bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu,
perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan sutau zat
sehingga dapat dipilih pembuatan sediaan yang tepat sehingga kestabilan obat
terjaga (Tim Penyusun, 2008 : 50).
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap
orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai dari pengusaha obat
sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa
bentuk obat atau sediaan yang dihasilkannya cukup stabil sehingga dapat
disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dimana obat tidak berubah
menjadi zat tidak berkhasiat atau racun. Ahli farmasi harus mengetahui
ketidakstabilan potensial obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus
diyakinkan bahwa obat yang digunakannya akan sampai pada tempat
pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek pengobatan
yang diinginkan (Swarbick, 2008 : 145).
Pada umumnya, penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan
dengan cara kinetika kimia karena tidak memerlukan waktu lama. Menurut
Hukum Aksi Massa, kecepatan reaksi adalah sebanding dengan hasil kali
konsentrasi molar reaktannya yang masing-masing dipangkatkan dengan
jumlah molekulnya (Fitrah, 2012 : 13).
6. aA + bB
cC + dD
a
V = K [A] [B]b
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi : (Fitrah,
2012 : 13)
1.
Temperatur
2.
Kekuatan ion
3.
Pengaruh pH
4.
Adanya katalis
Dahulu untuk mengevaluasi kestabilan suatu sediaan farmasi
dilakukan pengamatan pada kondisi dimana obat tersebut disimpan, misalnya
pada temperatur kamar. Ternyata metode ini memerlukan waktu lama dan
tidak ekonomis. Sekarang untuk mempercepat analisis dapat dilakukan “Tes
Stabilitas Dipercepat”, yaitu dengan mengamati perubahan konsentrasi pada
suhu tinggi. Dengan membandingkan dua harga k dan temperatur yang
berbeda dapat dihitung energi aktivasinya sehingga k pada suhu kamar pun
dapat dihitung. Harga k pada suhu kamar dapat juga dihitung dari grafik
antara log 1 dengan 1/T. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan
farmasi dapat diketahui dengan tepat (Fitrah, 2012 : 14).
B. Uraian Bahan
1.
Amoksisilin (Dirjen POM, 1995 : 95)
Nama resmi
: AMOXICILLINUM
Nama lain
: asam(2S,5R,6R)-6-[(R)-(-)-2-amino-2-(PhidroksiferoII)asetamido]-3,3-dimetil-7-okso-4-HO-Jazabisiklo[3,2,0]-heptana-2karboksilattrihidrat[61336-70-0]
Rumus molekul : C16H19N3O5S.3H2O
Berat molekul
: 419,45
Rumus bangun
:
7. Pemerian
: serbuk hablur putih, praktis tidak berbau
Kelarutan
: sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam
benzena, dalam karbon tetraklorida dan dalam
kloroform
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar
terendah
Kegunaan
pH
2.
: sebagai sampel
: antara 3,5-6,0
Aquadest (Dirjen POM, 1979 : 96)
Nama resmi
: AQUA DESTILLATA
Nama lain
: air suling, aquadest, air baterig
Rumus molekul : H2O
Berat molekul
: 18,20
Pemerian
: cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Penyimpanan
Kegunaan
3.
: dalam wadah tertutup baik
: sebagai pelarut
Asam Klorida (Dirjen POM, 1979 : 53)
Nama resmi
: ACIDUM HYDROCHLORIDUM
Nama lain
: asam klorida
Rumus molekul : HCl
Berat molekul
: 36,46
Pemerian
: cairan, tidak berwarna, berasap, bau merangsang, jika
diencerkan dengan 2 bagian air asap dan bau hilang
Penyimpanan
Kegunaan
4.
: dalam wadah tertutup rapat
: sebagai pemberi suasana asam
Iodium (Dirjen POM, 1979 : 316)
Nama resmi
: IODUM
Nama lain
: iodium, iodum
Rumus molekul : I
Berat molekul
: 126,91
8. Pemerian
: keping atau hablur, berat, mengkilat, seperti logam,
hitam kelabu, bau khas
Kelarutan
: larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam 13
bagian etanol (95%) P, dalam lebih kurang 80 bagian
gliserol P dan dalam lebih kurang 4 bagian karbon
disulfida P, larut dalam kloroform P dan dalam
kerbontetraklorida P
Penyimpanan
Kegunaan
5.
: dalam wadah tertutup rapat
: sebagai pembentuk warna biru dengan indikator kanji
Kalium Biftalat (Dirjen POM, 1979 : 686)
Nama resmi
: KALIUM HIDROGENFTALAT
Nama lain
: kalium biftalat
Rumus molekul : CO2H.C6H4.CO2K
Pemerian
: serbuk hablur, putih
Kelarutan
: larut perlahan-lahan dalam air, larut jernih, tidak
berwarna
Penyimpanan
Kegunaan
6.
: dalam wadah tertutup rapat
: sebagai bahan pembuat larutan dapar
Kalium Iodida (Dirjen POM, 1979 : 330)
Nama resmi
: KALII IODIDUM
Nama lain
: kalium iodida
Rumus molekul : KI
Berat molekul
: 166,00
Pemerian
: hablur heksahedral, transparan atau tidak berwarna,
opak dan putih, atau serbuk butiran putih, higroskopik
Kelarutan
: sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut
dalam air mendidih, larut dalam etanol (95%) P,
mudah larut dalam gliserol P
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: sebagai komposisi dalam pembuatan I2 0,1 N
9. 7.
Kanji (Dirjen POM, 1979 : 694)
Nama resmi
: STARCH
Nama lain
: amilum, pati, kanji
Rumus bangun
:
Pemerian
: serbuk putih, hablur
Kelarutan
: larut dalam air panas, membentuk atau menghasilkan
larutan agak keruh
Penyimpanan
Kegunaan
8.
: dalam wadah tertutup baik
: sebagai indikator
Natrium Dihidrogenfosfat (Dirjen POM, 1979 : 409)
Nama resmi
: NATRII DIHYDROGENPHOSPHAS
Nama lain
: natrium dihidrogenfosfat
Rumus molekul : NaH2PO4.2H2O
Berat molekul
: 156,01
Pemerian
: hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa asam dan asin
Kelarutan
: larut dalam 1 bagian air
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: sebagai komposisi pembuatan larutan dapar pH 5 dan
dapar pH 6
9.
Natrium Hidroksida (Dirjen POM, 1979 : 412)
Nama resmi
: NATRII HYDROXYDUM
Nama lain
: natrium hidroksida, NaOH
Rumus molekul : NaOH
Berat molekul
: 40,00
Pemerian
: bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping,
kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan
10. hablur, mudah meleleh basah, sangat alkalis dan
korosif, segera menyerap karbon dioksida
Kelarutan
: sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol 95 % P
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
: sebagai penghidrolisis
10. Natrium Karbonat (Dirjen POM, 1979 : 400)
Nama resmi
: NATRII CARBONAS
Nama lain
: natrium karbonat
Rumus molekul : Na2CO3.H2O
Berat molekul
: 124,00
Pemerian
: hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih
Kelarutan
: mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air
mendidih
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: sebagai komposisi dalam pembuatan Na2S2O3 0,1 N
11. Natrium Tiosulfat (Dirjen POM, 1979 : 428)
Nama resmi
: NATRII THIOSULFAS
Nama lain
: natrium tiosulfat, hipo
Rumus molekul : Na2S2O3
Berat molekul
: 248,17
Pemerian
: hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar,
dalam udara lembab meleleh basah, dalam hampa
udara pada suhu di atas 33o merapuh
Kelarutan
: larut dalam 0,5 bagian air, praktis tidak larut dalam
etanol (95%) P
Penyimpanan
: dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan
: sebagai titran
11. C. Prosedur Kerja
1.
Pembuatan larutan asetosal :
Timbang 25,0 g asetosal dan 50 g natrium sitrat. Larutkan natrium sitrat
dalam air panas, dinginkan. Larutkan asetosal dalam larutan natrium
sitrat tersebut, kemudian tambahkan air sampai 500 mL.
2.
Masukkan 25 mL larutan ke dalam 18 tabung. Simpan tabung-tabung
tersebut di dalam penangas air yang mempunyai suhu 40, 60, dan 80 oC
masing-masing 6 buah tabung.
3.
Setelah pemanasan selama 10 menit, ambil satu tabung dan tiap
temperatur. Dinginkan dalam lemari es sampai temperatur kamar.
Tentukan konsentrasi awal larutan untuk tiap temperatur.
4.
Tentukan konsentrasi masing-masing larutan setelah 1, 2, 3, 4, dan 5 jam
dihitung dari penentuan konsentrasi awal (jadi lama pemanasan 1 jam 10
menit, 2 jam 10 menit, dan seterusnya).
5.
Penentuan konsentrasi asetosal :
pipet 5,0 mL larutan dari titrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N dengan
menggunakan indikator fenolftalein, hitung kadar asetosal.
6.
Tentukan tingkat reaksi penguraian (orde reaksi) dengan cara
perhitungan dan cara grafik.
7.
Hitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan pemanasan Arrhenius.
8.
Hitung waktu paruh pada suhu kamar.
(Fitrah, 2012 : 14-15)
12. BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan
1.
Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah batang
pengaduk, botol semprot, buret, erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, kaki
tiga, klem, lemari pendingin, neraca analitik, pembakar spiritus, penangas
air, pipet tetes, statif, stopwatch, dan termometer.
2.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aluminium
foil, amoksisilin, asam klorida, dapar pH 4, dapar pH 5, dapar pH 6,
dapar pH 8, iodida, kanji, natrium hidroksida, natrium tiosulfat.
B. Cara Kerja
1.
Pembuatan Larutan
a.
Dapar pH 4
Dibuat dengan mancampur 50 mL kalium biftalat 0,2 M
dengan 0,1 mL asam klorida 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas
karbondioksida P secukupnya hingga 200 mL.
b.
Dapar pH 5
Dibuat dengan mencampur 50 mL kalium biftalat 0,2 M
dengan sejumlah natrium hidroksida 0,2 N 22,6 mL dan diencerkan
dengan air bebas karbondioksida P secukupnya hingga 200 mL.
c.
Dapar pH 6
Dibuat dengan mencampur 50 mL kalium dihigrogenfosfat
0,2 M dengan sejumlah natrium hidroksida 0,2 N 5,6 mL dan
diencerkan dengan air bebas karbondioksida P secukupnya hingga
200 mL.
d.
Dapar pH 8
Dibuat dengan mencampur 50 mL kalium dihidrogenfosfat
0,2 M dengan sejumlah natrium hidroksida 0,2 N 46,1 mL dan
13. diencerkan dengan air bebas karbondioksida P secukupnya hingga
200 mL.
e.
Natrium Tiosulfat 0,1 N
Dibuat dengan melarutkan 26 g natrium tiosulfat P dan
200 mg natrium karbonat P dalam air bebas karbondioksida P segar
secukupnya hingga 1000 mL.
f.
Indikator Kanji
Ditimbang 500 mg pati, dilarutkan dengan 5 mL air dan
ditambahkan air sambil diaduk hingga 100 mL.
g.
Natrium Hidroksida 0,01 N
Ditimbang 0,4001 g NaOH dan dilarutkan dalam air dan
dicukupkan hingga 1000 mL.
h.
Asam Klorida 0,01 N
Ditimbang 0,3647 g HCl dan dilarutkan dalam air hingga
1000 mL air.
i.
Larutan I2
Dilarutkan 12,69 g iodum P dalam larutan 18 g kalium iodida
P dalam 100 mL air, diencerkan dengan air secukupnya hingga
1000 mL.
2.
Penentuan Stabilitas Amoksisilin
a.
Pengaruh Suhu
-
Disiapkan alat dan bahan.
-
Ditimbang 50 mg amoksisilin, dilarutkan dalam 100 mL dapar
pH 8.
-
Dibagi larutan ke dalam 3 gelas kimia masing-masing 30 mL.
-
Dipanaskan gelas kimia pertama pada suhu 40 °C, diukur suhu
dengan termometer hingga suhu 40 °C, dicuplik 2 mL larutan
setiap 0 menit, 15 menit, dan 30 menit. Setiap 2 mL pada
rentang waktu tertentu dibagi ke dalam 2 erlenmeyer.
-
Ditambahkan 5 mL dapar pH 4 pada erlenmeyer I, ditambahkan
NaOH 0,01 N 1 mL, dikocok selama 5 menit.
14. -
Ditambahkan 1 mL HCl 0,01 N dan 10 mL I2 0,1 N dan
didiamkan di tempat gelap selama 10 menit.
-
Ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji, dan dititrasi
dengan
Na2S2O3 0,1 N hingga larutan biru menjadi bening. Volume
titrasi yang diperoleh adalah V1.
-
Dimasukkan 5 mL dapar pH 4 pada erlenmeyer II, ditambahkan
10 mL I2 0,1 N dan didiamkan di tempat gelap selama 10 menit.
-
Ditambahkan indikator kanji 2-3 tetes dan dititrasi dengan
Na2S2O3. Volume titrasi yang diperoleh adalah V2.
-
Diulangi cara kerja penentuan V1 dan V2 dengan suhu 50 °C dan
60 °C.
b.
Pengaruh pH
-
Disiapkan alat dan bahan.
-
Ditimbang 25 mg amoksisilin.
-
Dilarutkan dalam 50 mL dapar pH 4, dipanaskan hingga suhu
50 °C dan dijaga agar tetep konstan. Larutan dicuplik 2 mL
setiap 0 menit, 15 menit, dan 30 menit dan dibagi masingmasing 1 mL ke dalam dua erlenmeyer.
-
Ditambahkan 5 mL dapar pH 4 pada erlenmeyer I, ditambahkan
NaOH 0,01 N 1 mL, dikocok selama 5 menit.
-
Ditambahkan 1 mL HCl 0,01 N dan 10 mL I2 0,1 N dan
didiamkan di tempat gelap selama 10 menit.
-
Ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji, dan dititrasi
dengan
Na2S2O3 0,1 N hingga larutan biru menjadi bening. Volume
titrasi yang diperoleh adalah V1.
-
Dimasukkan 5 ml dapar pH 4 pada erlenmeyer II, ditambahkan
10 mL I2 0,1 N dan didiamkan di tempat gelap selama 10 menit.
-
Ditambahkan indikator kanji 2-3 tetes dan dititrasi dengan
Na2S2O3. Volume titrasi yang diperoleh adalah V2.
-
Diulangi cara kerja penentuan V1 dan V2 dengan dilarutkan pada
30 mL dapar pH 5 dan dapar pH 6 dan pada suhu 50 °C.
15. BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Tabel Pengamatan
1.
Pengaruh Suhu
2.
Suhu
Waktu
0
15
30
Pengaruh pH
40 °C
V1
0,6
0,6
0,7
pH
Bst =
1.
=
V2
0,6
0,8
0,8
V1
0,3
0,5
0,6
V2
0,7
0,5
0,9
60 °C
V1
0,8
0,5
0,7
5
V2
1,2
0,9
0,7
-
= 52,43125
Pengaruh Suhu
a.
V1
0,6
0,4
0,5
4
Waktu
0
15
30
B. Perhitungan
% Kadar =
50 °C
Perhitungan Kadar
1) Suhu 40 oC
=0%
= 2,096 %
= 1,049 %
V1
0,7
1,4
0,6
V2
1
1
0,5
6
V2
0,6
0,6
0,3
V1
1
0,5
0,4
V2
1,4
0,9
0,7
16. 2) Suhu 50 oC
= 1,049 %
= 1,049 %
= 4,194 %
3) Suhu 60 oC
= 2,096 %
= 5,242 %
= -2,096 %
b.
K dan t1/2
%K
t
Log % K
40 oC
50 oC
60 oC
40 oC
50 oC
60 oC
0
0
1,049
2,096
-
0,021
0,321
15
2,096
1,049
5,242
0,321
0,021
0,720
30
1,049
4,194
-2,096
0,021
0,623
-
Suhu 40 oC
y = 0,1035 + 0,0007x
Suhu 50 oC
y = -0,0793 + 0,020067x
y = 0,214083 + 0,004683x
o
Suhu 60 C
K = b x 2,303
t1/2=
17. - K 40 oC
- t1/2 40 oC
= 0,0007 x 2,303
= 1,6121 x 10
=
-3
- K 50 oC
= 113,217
- t1/2 50 oC
= 0,020067 x 2,303
=
=0,046214
= 14,994
- K 60 oC
= 0,004683 x 2,303
- t1/2 60 oC
=
= 0,010785
=14,994
2.
Pengaruh pH
a.
Perhitungan kadar
1) pH 4
= 18,875 %
= 10,485 %
= 2,0972 %
2) pH 5
= -2,0972 %
= -16,778 %
= -6,292 %
18. 3) pH 6
= 8,389 %
= 8,389 %
= 6,292 %
b.
K dan t1/2
t
%K
Log % K
pH 4
pH 5
pH 6
pH 4
pH 5
pH 6
0
18,875
-2,0972
8,389
1,276
-
0,924
15
10,485
-16,778
8,389
1,021
-
0,924
30
2,0972
-6,292
6,292
0,322
-
0,799
pH 4
y = 1,35 – 0,0318x
pH 5
y = (tidak terdefinisi / math error)
pH 6
y = 1,14742 – 0,017983x
k = b x 2,303
- K pH 4
= 0,0378 x 2,303
= 0,07324
- K pH 5
=- K pH 6
t1/2=
- t1/2 pH 4
=
= 9,461
- t1/2 pH 5
=- t1/2 pH 6
= 0,017983 x 2,303
= 0,041415
=
=16,732
19. C. Grafik
1.
Pengaruh suhu
a.
Waktu dengan % K
1) Suhu 40 oC
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0
15
30
0
15
30
15
30
2) Suhu 50 oC
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
3) Suhu 60 oC
6
5
4
3
2
1
0
-1
-2
-3
0
20. b.
Waktu dengan log % K
1) Suhu 40 oC
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
15
30
0
15
30
0
15
2) Suhu 50 oC
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
3) Suhu 60 oC
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
30
21. 2.
Pengaruh pH
a.
Waktu dengan % K
1) pH 4
20
15
10
5
0
0
15
30
0
15
30
0
15
30
2) pH 5
0
-2
-4
-6
-8
-10
-12
-14
-16
-18
3) pH 6
10
8
6
4
2
0
22. b.
Waktu dengan % log K
1) pH 4
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
15
30
2) pH 5
1.2
1
0.8
0.6
data tidak terdefinisi / math error
0.4
0.2
0
0
15
30
15
30
3) pH 6
0.95
0.9
0.85
0.8
0.75
0.7
0
23. D. Reaksi
1.
Reaksi antara sampel dengan penghidrolisis
Na
+H2O
+ NaoH
2.
Reaksi antara sampel dengan reduktor
O-
+ 2I-
3.
Reaksi antara reduktor dengan indikator
I2 +
I
=
=
=
=
=
=
I
+ I2
25. BAB IV
PEMBAHASAN
Stabilitas adalah faktor penting kualitas, keamanan, dan kemanjuran dari
produk obat. sebuah produk obat yang tidak cukup stabil dapat mengakibatkan
perubahan fisik (seperti kekerasan, pemisahan fase, dan lain-lain) serta
karakteristik kimia (pembentukan risiko tinggi dekomposisi obat).
Stabilitas obat adalah kemampuan suatu obat untuk mempertahankan sifat
dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
(identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian) dalam batas yang ditetapkan sepanjang
periode penyimpanan dan penggunaan sehingga mampu memberikan efek terapi
yang baik dan menghindari efek toksik.
Hal-hal yang paling diperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu zat
dengan cara kinetika kimia adalah :
1.
Kecepatan reaksi
2.
Suhu
3.
Kekuatan ion
4.
pH
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara
penentuan kestabilan suatu obat serta menerangkan faktor apa saja yang
mempengaruhi kestabilan suatu bahan obat dan waktu paruh suatu obat. Adapun
tujuan dari uji stabilitas obat itu sendiri yaitu untuk menentukan umur simpan dari
suatu sediaan obat dan obat yang beredar tersebut stabil dalam jangka waktu yang
lama dalam suhu kamar.
Waktu paruh atau t ½ adalah periode penggunaan dan penyimpanannya
dimana suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam
wadahnya yang sesuai dengan kondisi atau waktu yang diperlukan untuk
hilangnya konsentrasi setengahnya.
Percobaan ini menggunakan amoksisilin tablet dengan melihat pengaruh
yang disebabkan oleh suhu dan pH. Pada percobaan ini, sampel amoksisilin
dipanaskan pada berbagai tingkatan suhu yaitu 40 oC, 50 oC, dan 60 oC serta pada
berbagai pH yaitu pH 4, pH 5, dan pH 6 kemudian dipanaskan pada suhu 50 oC.
26. Sampel dicuplik tiap menit 0, 15, dan 30 ketika suhu mencapai suhu yang
ditetapkan pada percobaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh suhu yang terlalu lama terhadap sediaan obat. Kemudian setiap 1 mL
cuplikan ditambahkan dapar pH 4 sebanyak 5 mL untuk membuat larutan sedikit
asam. Ditambahkan NaOH 0,01 N sebanyak 1 mL kemudian dikocok selama 5
menit agar terjadi reaksi antara senyawa di dalamnya dan memberikan pengaruh
terhadap kestabilan obat (mempercepat reaksi). Selanjutnya ditambahkan HCl
0,01 N sebanyak I mL untuk mengubah suasana yang basa karena penambahan
asam akan mengubah menjadi netral atau sedikit asam. Hal ini dilakukan karena
reaksi antara kanji-iodida dan natrium tiosulfat berlangsung cepat dalam suasana
sedikit asam karena titrasi yang digunakan pada percobaan ini adalah titrasi
redoks dengan metode titrasi tidak langsung (iodometri). Kemudian ditambahkan
I2 0,1 N sebanyak 10 mL untuk membentuk warna biru ketika bereaksi dengan
indikator kanji dan disimpan pada tempat gelap agar I2 tidak teroksidasi oleh
pengaruh lingkungan seperti udara dan cahaya dimana hipoioid (HIO) akan terurai
menjadi H+, I-, dan O2. Setelah 10 menit, ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji
untuk menunjukkan TAT dan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N. Volume titrasi ini
disebut V1.
Adapun perlakuan kedua untuk cuplikan 1 mL sampel amoksisilin yaitu
ditambahkan 5 mL dapar pH 4 kemudian 10 mL I2 0,1 N dan didiamkan di tempat
gelap selama 10 menit. Ditambahkan 2-3 tetes indikator kanji dan dititrasi dengan
Na2S2O3 0,1 N. Volume titrasi ini disebut V2.
Perbedaan antara V1 dan V2 adalah, pada V1 ditambahkan NaOH dan HCl
untuk menguji kecepatan reaksi penguraian obat dengan reaksi hidrolisis, yaitu
reaksi oleh air yang dikatalisis oleh ion hidrogen (asam) atau ion hidroksil (basa).
Pengujian selanjutnya yaitu terhadap pengaruh pH, dengan melarutkan
amoksisilin pada larutan dapar pH 4, dapar pH 5, dan pH 6. Perubahan nilai pH
mempengaruhi degradasi dari banyak senyawa obat dalam larutan dapat
dipercepat atau diperlambat senyawa ekponensial oleh nilai pH yang naik atau
turun dari rentang pH-nya. Nilai pH yang di luar rentang dan paparan terhadap
temperatur yang tinggi dari obat secara signifikan.
27. Dalam percobaan ini digunakan metode titrasi tidak langsung (iodometri).
Iodometri adalah titrasi redoks yang melibatkan perpindahan elektron antara titran
dengan analit. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan
kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi
dengan larutan baku natrium tiosulfat. Banyak volume natrium tiosulfat yang
digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan
banyaknya sampel.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh hasil, pada pengaruh suhu 40 oC,
persen kelarutan obat tertinggi pada suhu 15 oC. Grafik suhu 40 oC terlihat naik
turun dengan semakin naiknya waktu pemanasan. Pada suhu 50 oC, persen
kelarutan meningkat dengan semakin lamanya pemanasan hingga menit ke 30.
Sedangkan pada suhu 60 oC, persen kelarutan berfluktuasi seiring meningkatnya
waktu pemanasan. Jika dibandingkan pada tiap suhu, pada menit 0, persen
kelarutan semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
pemanasan atau suhu, maka semakin meningkat penguatan suatu obat sebab
dipengaruhi oleh kecepatan reaksi yang meningkat dengan peningkatan suhu.
Sedangkan pada pengaruh pH, persen kelarutan meningkat dan tinggi pada
pH 4. Nilai pH yang diberikan pada amoksisilin dapat mempercepat atau
memperlambat degradasi obat tergantung apakah pH amoksisilin atau tidak, jika
nilai pH yang diberikan pada amoksisilin berada di luar rentang pH amoksisilin,
maka akan mudah terdegradasi. Tetapi rentang amoksisilin adalah 3,5-6,0
sedangkan dapar pH yang diberikan pada sampel adalah ph 4, pH 5, dan pH 6
yang masih berada dalam rentang pH, sehingga kemungkinan tidak terjadi
degradasi yang signifikan terhadap sampel.
Berdasarkan hasil volume titrasi, V2 lebih besar dari V1. Hal ini
dikarenakan pada perlakuan V1 terjadi hidrolisis dengan adanya penambahan
asam dan basa, H+ dan OH- yang dilepaskan oleh senyawa asam dan basa
merupakan katalisator pada hidrolisis sampel. Namun, ada beberapa volume
dimana V2 lebih besar dari V1 sehingga dalam perhitungan tidak diperoleh nilai k
dan t ½. Ada dua hal penting yang sering menyebabkan kesalahan dalam titrasi
yang melibatkan iodida, yaitu :
28. 1.
Kehilangan iodida yang disebabkan sifat yang mudah menguap.
2.
Larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara.
3.
TAT titrasi yang berlebih.
Dalam dunia farmasi, penentuan kestabilan suatu obat sangatlah penting.
Stabilitas adalah faktor penting kualitas keamanan dan kemajuan dari produk obat.
Sebuah produk obat yang tidak cukup stabil dapat mengakibatkan perubahan fisik
(seperti kekerasan, menilai pembubaran, pemisahan fase, dan lain-lain) serta
karakteristik kimia (pembentukan risiko tinggi dekomposisi obat). Dengan
mengetahui stabilitas obat maka dapat diperkirakan bagaimana waktu paruh,
waktu kadaluarsa, dan kelayakan obat hingga sampai ke pasien terhadap faktor
perubahan suhu, pH, cahaya, udara, dan faktor fisika-kimia lainnya.
29. BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi suhu yang diberikan pada sampel amoksisilin maka semakin mudah
terurai. Sedangkan perubahan nilai pH masih berada pada rentang pH
amoksisilin sehingga degradasi obat tidak signifikan.
B. Kritik dan Saran
1.
Laboratorium
Penuntunnya diperjelas dan diperbaiki lagi karena banyak prosedur yang
tidak sesuai pada saat praktikum seperti alat dan bahan yang digunakan
kadang tidak sesuai.
2.
Asisten
Dalam menjelaskan kepada praktikan, jangan terlalu cepat karena banyak
praktikan yang kurang mengerti. Namun penjelasannya jelas dan singkat,
mudah dimengerti. Terima kasih telah membimbing kami semua.
30. DAFTAR PUSTAKA
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : DEPKES RI
Jenkins. 1957. Farmasi Fisika. Yogyakarta : UGM Press
Joshita. 2008. Obat-Obat untuk Paramedis. Jakarta : UI Press
Fitrah, Muh., dkk. 2012. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Makassar :
UIN Alauddin Makassar
Tim Dosen FMIPA. 2009. Farmasi Fisika untuk Universitas. Yogyakarta :
UGM Press
Tim Penyusun. 2008. Penuntun Farmasi Fisika. Jakarta : UI Press
Swarbick. 1990. Farmasi Fisika. Jakarta : UI Press
31. SKEMA KERJA
1.
Pengaruh Suhu
Amoksisilin 50 mg + dapar pH 4 100 mL
30 mL 40 oC
30 mL 50 oC
30 mL 60 oC
0’, 15’, 30’
1 mL
1 mL
+ Dapar pH 4 5 mL
+ dapar pH 4 5 mL
+ NaOH 0,01 N 1 mL
+ 10 mL I2 0,1 N
kocok 5 menit
+ HCl 0,01 N 1 mL
+ I2 0,1 N 1 mL
diamkan di tempat gelap
+ ind. Kanji 2-3 tetes
Titrasi Na2S2O3 0,1 N
diamkan di tempat gelap 10’
+ Indikator kanji 2-3 tetes
Titrasi Na2S2O3 0,1 N
V1
V2
32. 2.
Pengaruh pH
Amoksisilin 25 mg
50 mL dapar pH 4
50 mL dapar pH 5
50 mL dapar pH 6
50oC
0’, 15’, 30’
1 mL
1 mL
+ Dapar pH 4 5 mL
+ dapar pH 4 5 mL
+ NaOH 0,01 N 1 mL
+ 10 mL I2 0,1 N
kocok 5 menit
diamkan di tempat gelap
+ HCl 0,01 N 1 mL
+ ind. Kanji 2-3 tetes
+ I2 0,1 N 1 mL
Titrasi Na2S2O3 0,1 N
diamkan di tempat gelap 10’
+ Indikator kanji 2-3 tetes
Titrasi Na2S2O3 0,1 N
V1
V2